• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kuantitatif, kekerasan dan pengaruh termal pada mineral tulang manusia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kuantitatif, kekerasan dan pengaruh termal pada mineral tulang manusia"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KUANTITATIF, KEKERASAN DAN PENGARUH

TERMAL PADA MINERAL TULANG MANUSIA

SETIAUTAMI DEWI

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

SETIA UTAMI DEWI. Analisis Kuantitatif, Kekerasan dan Pengaruh Termal pada Mineral Tulang Manusia. Dibimbing oleh Dr.KIAGUS DAHLAN dan YESSIE WIDYA SARI, M. Si.

Rekonstruksi menggunakan biomaterial sintetik merupakan salah satu upaya mengembalikan fungsi tubuh yang hilang. Rekonstruksi ini juga dapat digunakan untuk implantasi tulang. Biomaterial yang baik untuk implantasi tulang harus bersifat bioaktif, sesuai dengan fisiologis, biokompatibiliti, mudah didapat dan tidak mengandung racun. Karakter biomaterial harus sesuai dengan karakter tulang dalam tubuh. Dalam penelitian ini dipelajari komposisi, kekerasan dan pengaruh termal pada mineral tulang. Tulang yang digunakan yaitu berdasarkan golongan usia anak-anak, remaja, dewasa dan lansia. Jenis tulang yang digunakan yaitu iga, paha, tibia dan kepala. Jumlah mineral tulang yang terkandung dalam setiap sampel bervariasi, tergantung pada usia, jenis tulang dan jenis kelamin. Mineral tulang meningkat sampai usia remaja kemudian menurun sampai lansia. Mineral tulang padat lebih tinggi dari tulang jala. Mineral tulang laki-laki lebih banyak dibandingkan tulang perempuan. Mayoritas unsur yang terkandung dalam mineral tulang yaitu Ca dan P. Unsur lain yang dianalisis Mg, Na dan K hadir dengan kadar yang kecil. Ca/P sampel memiliki nilai yang lebih besar dari HAp menunjukan adanya subtitusi gugus PO43-. Gugus yang dapat mensubtitusi PO43- yaitu CO32-, sehingga dapat diketahui tulang

mengandung karbonat.Karbonat yang dikandung tulang sekitar 2%. Karakter lain yang diketahui yaitu tingkat kekerasan, tulang iga memiliki nilai kekerasan yang lebih rendah dari tulang tibia dan kepala. Nilai kekerasan sebanding dengan jumlah mineral tulang. Senyawa mineral tulang yang didapatkan bersifat amorf dan berbentuk apatit karbonat. Sampel mengalami pengkristalan saat dipanaskan. Semakin lanjut usia dekomposisi massa tulang akan semakin tinggi saat proses pengkristalan. Dekomposisi terjadi juga pada suhu 60oC - 165oC sebesar 2,26% (b/b) disebabkan adanya eliminasi H2O dan pada suhu 687,79oC-907,70oC disebabkan pada suhu tersebut terjadi

pembebasan karbonat atau eliminasi CO3 menjadi gas karbon dioksida (CO2). Massa yang hilang

(3)

ANALISIS KUANTITATIF, KEKERASAN DAN PENGARUH

TERMAL PADA MINERAL TULANG MANUSIA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

SETIAUTAMI DEWI

G74103025

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Skripsi

: Analisis Kuantitatif, Tingkat Kekerasan dan Pengaruh

Termal pada Mineral Tulang Manusia

Nama

: Setia Utami Dewi

NRP

:

G74103025

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Kiagus Dahlan

Yessie Widya Sari, M.Si

NIP : 131 663 021

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS

NIP

: 131 473 999

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat, anugrah dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan program pendidikan Sarjana di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Dalam era pengembangan pengetahuan dan ilmu teknologi, peranan berbagai disiplin ilmu sangat menentukan keberhasilan pengembangan pengetahuan. Setiap disiplin ilmu tidak dapat berdiri sendiri perlu disiplin ilmu lain yang menunjang. Dengan demikian dalam mempelajari material biologi memerlukan perangkat fisika untuk mengetahui secara rinci karakter dari material tersebut. Pengetahuan mengenai karakter tulang manusia merupakan kebutuhan penting dalam mengembangkan ilmu biologis dan medis.

Penulisan skripsi dengan judul ”Analisis kuantitatif, Kekerasan dan Pengaruh Termal pada Mineral Tulang Manusia”. Informasi yang diperoleh dapat dijadikan acuan dalam pembuatan biomaterial yang sesuai untuk subtitusi tulang manusia. Penulisan hasil penelitian ini semoga dapat menjadi wacana yang memberikan informasi dan wawasan mengenai pengembangan ilmu biomedis dengan penggunakan analisis fisika. Selain itu dapat manjadi pemicu untuk lebih mengembangkan berbagai disiplin ilmu.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Kiagus Dahlan dan Ibu Yessie Widya Sari, M. Si. sebagai pembimbing atas bimbingan dan nasehatnya,

2. Bapak Dr. Irzaman dan Dr. Akhiruddin Maddu selaku penguji atas kritik dan sarannya, 3. Ibu, Bapak, kakak-kakak, keluarga besar dan semua orang yang selalu mencintai saya atas

segala dukungan baik secara materil, moril, kasih sayang dan doanya,

4. DIKTI No : 317/ SP3/ PP/ DP2M/II/2006. Date : February 1 2006 yang merupakan program hibah fundamental,

5. dr. Jaya dan dr. Evi Untoro (UNO) dari bagian forensik atas bantuannya dalam penyediaan sampel,

6. Departemen Fisika FMIPA Institut Pertanian Bogor atas sarana dan prasarana,

7. Bapak dan Ibu staf Departemen Fisika yang telah membantu administrasi untuk kelancaran penelitian,

8. Bapak Wawan, Bapak Eko, Ibu Yuli, Bapak Sulis, Ibu Sutri, Ibu Yanlinastuti dan Ibu Tri Laswati yang telah membantu proses karakterisasi sampel,

9. Rekan-rekan di ananda putri 2, mahasiswa Fisika angkatan 38, 39, 40, 41 dan 42. Semoga hasil penulisan penelitian ini dapat bermanfaat.

Bogor, Maret 2007

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan-Jawa Barat pada tanggal 14 Januari 1985. Penulis merupakan putri bungsu dari pasangan Bapak Salim dan Ibu Karwiti.

Penulis menempuh pendidikan dari tahun 1990 di TK Mawar V Walahrcageur, tahun 1991-1997 penulis menempuh pendidikan di SD Negeri 1 Walaharcageur, tahun 1991-1997-2000 di SLTP Negeri 2 Luragung dan 2000-2003 di SMU Negeri 3 Kuningan. Tahun 2003 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 1

Tujuan Penelitian ... 1

Manfaat Penelitian ... 2

Hipotesis ... 2

Tempat dan waktu Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tulang ... 2

Komposisi Tulang ... 3

Pertumbuhan Tulang ... 4

Mineral Apatit ... 4

Identifikasi dengan Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS) ... 5

Identifikasi dengan Ultraviolet-Visible Spectroscopy (UV-VIS)... 6

Identifikasi dengan Analisis Termal ... 6

Identifikasi dengan Uji Vickers ... 6

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat... 6

Metode Penelitian ... 6

Persiapan Sampel ... 6

Karakterisasi Sampel dengan AAS, UV-Vis, TGA dan Uji Vickers ... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 8

Pengukuran komposisi komponen kandungan mineral tulang manusia... 8

Tingkat kekerasan mineral tulang manusia... 9

Analisis Termal Pada Mineral Tulang... 11

Pembahasan... 12

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 15

Saran ... 16

DAFTAR PUSTAKA ... 16

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Kandungan unsur mineral tulang ... 4

Tabel 2 Variasi kalsium fosfat ... 4

Tabel 3 Tabel 3 Perlakuan termal pada tulang padat... 5

Tabel 4 Presentase kandungan mineral tulang manusia ... 8

Tabel 5 Kadar komponen mineral tulang manusia... 9

Tabel 6 Rasio Ca/P mineral tulang... 9

Tabel 7 Nilai kekerasan mineral tulang manusia ... 10

Tabel 8 Analisis hasil karakterisasi TG-DTA ... 11

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Kerangka tulang manusia ... 2

Gambar 2 Struktur tulang padat dan tulang jala ... 3

Gambar 3 Struktur tulang pipih... 3

Gambar 4 Struktur tulang panjang ... 3

Gambar 5 Diagram alir penelitian ... 7

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Alat dan bahan yang digunakan... 17

Lampiran 2 Alat yang digunakan karakterisasi ... 18

Lampiran 3 Skema alat thermal analysis dan uji kekerasan vickers ... 19

Lampiran 4 Sampel ... 20

Lampiran 5 Perhitungan kadar unsur hasil karakterisasi AAS dan UV-Vis spektroskopi ... 22

Lampiran 6 Perhitungan rasio Ca/P... 25

Lampiran 7 Termogram hasil TG-DTA ... 26

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penggunaan biomaterial untuk keperluan tubuh manusia terus berkembang sampai saat ini. Biomaterial didefinisikan sebagai bahan inert yang diimplantasi kedalam sistem hidup sebagai pengganti fungsi dari jaringan hidup atau organ1. Penggunaan biomaterial salah satunya untuk membuat tulang tiruan atau implantasi tulang. Perkembangan biomaterial yang digunakan untuk implantasi tulang diawali tahun 1893-1912 oleh W.A. Lane untuk memperbaiki tulang retak menggunakan pelapis emas. Tahun 1926 E.W. Hey Groves menggunakan kayu untuk memperbaiki leher pinggul yang retak. Tahun 1931 M.N. Smith-Petersen mendesain leher pinggul dengan baja. Tahun 1938 P.Wiles untuk pertama kali mengganti pinggul secara total. 1961 pinggul buatan dibuat dari polyethylene (PE)1.

Tulang mengandung senyawa kalsium fosfat. Kalsium fosfat terdiri dari dua fase, yaitu amorf dan kristal. Senyawa amorf dan kristal pada kalsium fosfat memiliki kombinasi senyawa yang berbeda. Hal ini akan menyebabkan perbedaan karakter tulang. Karakter tulang dapat ditinjau dari analisis kuantitatif (komposisi), tingkat kekerasan dan pengaruh termal. Komposisi senyawa kalsium fosfat akan berbeda jika senyawa yang terbentuk berbeda, demikian pula dengan tingkat kekerasan dan pengaruh termal yang diberikan pada tulang tersebut. Perbedaan karakter tulang dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia dan jenis tulang. Usia anak sampai remaja merupakan masa pertumbuhan tulang. Secara umum puncak pertumbuhan tulang yaitu pada usia 30-35 tahun. Setelah usia ini, tulang tidak mengalami pertumbuhan2.

Peranan tulang sangat tinggi dalam menopang tubuh manusia. Kecelakan dapat menyebabkan kerusakan pada tulang berupa patahan atau retakan. Pada bidang medis telah dilakukan rekonstruksi tulang untuk memperbaiki fungsi tulang yang patah atau retak. Rekonstruksi ini dapat dilakukan dengan allograft, autograft, xenograft, ataupun berbagai biomaterial sintesis. Autograft yaitu menggunakan salah satu bagian tubuh dan diimplankan ke bagian tubuh lain dari individu yang sama. Allograft yaitu impalntasi yang digantikan dari bagian tubuh dari individu yang berbeda pada species yang sama. Xenograft yaitu implantasi bagian tubuh dari species yang berbeda. Biomaterial sintesis merupakan suatu material inert (tidak

bereaksi) yang digunakan untuk implantasi pada sistem makhluk hidup, untuk menggantikan fungsi dari organ makhluk hidup tersebut. Keramik salah satu contoh biomaterial sintetik yang diimplankan pada tubuh3. Tubuh akan memberikan respon yang berbeda tergantung biomaterial yang diimplankan. Biomaterial yang baik untuk implantasi tulang harus bersifat bioaktif, sesuai dengan fisiologis, biokompatibiliti, mudah didapat dan tidak mengandung racun1. Bioaktif adalah material yang diimplankan dapat bereaksi dengan jaringan dan menghasilkan ikatan kimia yang sangat baik. Informasi yang lengkap mengenai karakter tulang manusia harus diketahui terlebih dahulu sebelum membuat biomaterial subtitusi tulang yang sesuai dengan yang diperlukan oleh tubuh.

Upaya pemulihan kerusakan tersebut harus menggunakan biomaterial yang tepat. Penelitian ini memberikan informasi mengenai komposisi, tingkat kekerasan dan karakter tulang jika diberikan perlakuan termal. Tulang yang digunakan yaitu digolongkan berdasarkan golongan usia. Selain itu ditinaju juga dari jenis kelamin pada golongan dewasa dan lansia, serta jenis tulang pada usia dewasa.

Perumusan Masalah

Pembuatan senyawa kalsium fosfat merupakan upaya menghasilkan biomaterial subtitusi tulang. Biomaterial yang dibutuhkan yaitu senyawa yang memiliki karakter yang sama dengan senyawa kalsium fosfat yang ada dalam tulang. Tujuannya agar dapat bermetabolisme dengan jaringan didalamnya.

Pada penelitian ini dilakukan pengujian mineral tulang. Mineral tulang didapatkan dengan mengeliminasi komponen organik tulang. Mineral tulang merupakan senyawa kalsium fosfat. Kadar unsur yang terkandung dalam senyawa ini dilakukan dengan menggunakan alat Atomic Absorbtion Spectrometer (AAS) dan spektrometer Ultraviolet-Visible (UV-Vis). Karakter lain yang dianalisis yaitu nilai kekerasan dengan menggunakan uji kekerasan vickers dan pengaruh termal dengan menggunakan Termogavimetric and Differntial Thermal Analysis (TG-DTA).

Tujuan Penelitian

(10)

sebagai komponen utama tulang dan unsur-unsur lain yang mungkin terkandung didalamnya seperti magnesium (Mg), natrium (Na) dan kalium (K). Karakter lain yaitu nilai kekerasan dan pengaruh termalnya.

Manfaat Penelitian

Memberikan informasi mengenai komposisi, kekerasan dan pengaruh termal mineral tulang manusia sebagai acuan untuk pembuatan biomaterial subtitusi tulang yang sesuai.

Hipotesis

1. Komposisi mineral tulang manusia yaitu kalsium dan fosfat dalam bentuk apatit biologi.

2. Peningkatan suhu pada mineral tulang akan menyebabkan dekomposisi massa dan perubahan fasa senyawa mineral. 3. Tingkat kekerasan tulang akan meningkat

jika mineral tulang meningkat.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika IPB untuk preparasi sampel. Karakterisasi dengan AAS dan spektrometer UV-Vis di Laboratorium Terpadu IPB, uji kekerasan Vickers di PTBIN BATAN dan uji TG-DTA di PTBN BATAN.

TINJAUAN PUSTAKA

Tulang merupakan jaringan kuat pembentuk kerangka tubuh manusia, penunjang berat badan, pelindung organ-organ vital, serta pelekat otot-otot yang menyebabkan pergerakan dalam tubuh4,5. Tubuh manusia memiliki 206 tulang pembentuk rangka tubuh6.

Tulang sebagai pembentuk kerangka manusia memiliki empat fungsi utama yaitu fungsi mekanik, protektif, metabolik dan hemopetik. Fungsi mekanik yaitu sebagai penyokong tubuh dan tempat melekatnya jaringan otot untuk pergerakan. Fungsi protektif yaitu sebagai pelindung berbagai alat vital dalam tubuh dan sumsum tulang. Fungsi metabolik yaitu sebagai cadangan dan tempat metabolisme berbagai mineral yang penting seperti kalsium dan fosfat. Fungsi hemopetik yaitu sebagai tempat berlangsungnya proses pembentukan dan perkembanagan sel darah6. Kerangka tubuh manusia ditunjukan oleh gambar 1. 1. Cranium 2. Mandibula 3. Clavicula 4. Scapula 5. Sternum 6. Rib 7. Humerus 8. Vertebra 9. Radius 10. Ulna 11. Carpal 12. Metacarpal 13. Phalanges 14. Pelvis 15. Femur 16. Patella 17. Tibia 18. Fibula 19. Tarsal 20. Metatarsal

Gambar 1 Kerangka tubuh manusia7.

Klasifikasi Tulang

Kompleksitas dalam tulang mengakibatkan klasifikasi tulang dilakukan dalam berbagai cara. Secara radiologis tulang dibedakan menjadi dua yaitu tulang padat atau compact dan tulang jala yang mempunyai struktur seperti spon atau cancellous5,10,19. Jumlah tulang jala dalam tubuh relatif lebih banyak dibandingkan dengan tulang padat5. Struktur tulang secara radiologis ditunjukan oleh gambar 2 yaitu, tulang padat dan tulang jala.

Unit struktur dari tulang padat dewasa adalah sistem harvesian atau osteon. Sistem harvesian memiliki sebuah kanal harvesian yang dikelilingi oleh lamela yang tersusun secara konsentrik. Kanal harvesian memiliki paling sedikit satu pembuluh darah kapiler yang menyediakan nutrien bagi osteosit. Lamela pada sistem harvesian memiliki rongga-rongga yang disebut lakuna. Setiap lakuna berisi sel yang bernama osteosit. Semua lakuna pada sistem harvesian dihubungkan oleh kanal-kanal kecil yang disebut kanalikuli. Osteosit pada tulang spons terletak pada lakuna yang saling dihubungkan dengan kanalikuli seperti pada tulang padat tetapi lamela pada tulang spons tidak tersusun secara konsentrik8.

(11)

ANALISIS KUANTITATIF, KEKERASAN DAN PENGARUH

TERMAL PADA MINERAL TULANG MANUSIA

SETIAUTAMI DEWI

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRAK

SETIA UTAMI DEWI. Analisis Kuantitatif, Kekerasan dan Pengaruh Termal pada Mineral Tulang Manusia. Dibimbing oleh Dr.KIAGUS DAHLAN dan YESSIE WIDYA SARI, M. Si.

Rekonstruksi menggunakan biomaterial sintetik merupakan salah satu upaya mengembalikan fungsi tubuh yang hilang. Rekonstruksi ini juga dapat digunakan untuk implantasi tulang. Biomaterial yang baik untuk implantasi tulang harus bersifat bioaktif, sesuai dengan fisiologis, biokompatibiliti, mudah didapat dan tidak mengandung racun. Karakter biomaterial harus sesuai dengan karakter tulang dalam tubuh. Dalam penelitian ini dipelajari komposisi, kekerasan dan pengaruh termal pada mineral tulang. Tulang yang digunakan yaitu berdasarkan golongan usia anak-anak, remaja, dewasa dan lansia. Jenis tulang yang digunakan yaitu iga, paha, tibia dan kepala. Jumlah mineral tulang yang terkandung dalam setiap sampel bervariasi, tergantung pada usia, jenis tulang dan jenis kelamin. Mineral tulang meningkat sampai usia remaja kemudian menurun sampai lansia. Mineral tulang padat lebih tinggi dari tulang jala. Mineral tulang laki-laki lebih banyak dibandingkan tulang perempuan. Mayoritas unsur yang terkandung dalam mineral tulang yaitu Ca dan P. Unsur lain yang dianalisis Mg, Na dan K hadir dengan kadar yang kecil. Ca/P sampel memiliki nilai yang lebih besar dari HAp menunjukan adanya subtitusi gugus PO43-. Gugus yang dapat mensubtitusi PO43- yaitu CO32-, sehingga dapat diketahui tulang

mengandung karbonat.Karbonat yang dikandung tulang sekitar 2%. Karakter lain yang diketahui yaitu tingkat kekerasan, tulang iga memiliki nilai kekerasan yang lebih rendah dari tulang tibia dan kepala. Nilai kekerasan sebanding dengan jumlah mineral tulang. Senyawa mineral tulang yang didapatkan bersifat amorf dan berbentuk apatit karbonat. Sampel mengalami pengkristalan saat dipanaskan. Semakin lanjut usia dekomposisi massa tulang akan semakin tinggi saat proses pengkristalan. Dekomposisi terjadi juga pada suhu 60oC - 165oC sebesar 2,26% (b/b) disebabkan adanya eliminasi H2O dan pada suhu 687,79oC-907,70oC disebabkan pada suhu tersebut terjadi

pembebasan karbonat atau eliminasi CO3 menjadi gas karbon dioksida (CO2). Massa yang hilang

(13)

ANALISIS KUANTITATIF, KEKERASAN DAN PENGARUH

TERMAL PADA MINERAL TULANG MANUSIA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

SETIAUTAMI DEWI

G74103025

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

Judul Skripsi

: Analisis Kuantitatif, Tingkat Kekerasan dan Pengaruh

Termal pada Mineral Tulang Manusia

Nama

: Setia Utami Dewi

NRP

:

G74103025

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Kiagus Dahlan

Yessie Widya Sari, M.Si

NIP : 131 663 021

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS

NIP

: 131 473 999

(15)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat, anugrah dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan program pendidikan Sarjana di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Dalam era pengembangan pengetahuan dan ilmu teknologi, peranan berbagai disiplin ilmu sangat menentukan keberhasilan pengembangan pengetahuan. Setiap disiplin ilmu tidak dapat berdiri sendiri perlu disiplin ilmu lain yang menunjang. Dengan demikian dalam mempelajari material biologi memerlukan perangkat fisika untuk mengetahui secara rinci karakter dari material tersebut. Pengetahuan mengenai karakter tulang manusia merupakan kebutuhan penting dalam mengembangkan ilmu biologis dan medis.

Penulisan skripsi dengan judul ”Analisis kuantitatif, Kekerasan dan Pengaruh Termal pada Mineral Tulang Manusia”. Informasi yang diperoleh dapat dijadikan acuan dalam pembuatan biomaterial yang sesuai untuk subtitusi tulang manusia. Penulisan hasil penelitian ini semoga dapat menjadi wacana yang memberikan informasi dan wawasan mengenai pengembangan ilmu biomedis dengan penggunakan analisis fisika. Selain itu dapat manjadi pemicu untuk lebih mengembangkan berbagai disiplin ilmu.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Kiagus Dahlan dan Ibu Yessie Widya Sari, M. Si. sebagai pembimbing atas bimbingan dan nasehatnya,

2. Bapak Dr. Irzaman dan Dr. Akhiruddin Maddu selaku penguji atas kritik dan sarannya, 3. Ibu, Bapak, kakak-kakak, keluarga besar dan semua orang yang selalu mencintai saya atas

segala dukungan baik secara materil, moril, kasih sayang dan doanya,

4. DIKTI No : 317/ SP3/ PP/ DP2M/II/2006. Date : February 1 2006 yang merupakan program hibah fundamental,

5. dr. Jaya dan dr. Evi Untoro (UNO) dari bagian forensik atas bantuannya dalam penyediaan sampel,

6. Departemen Fisika FMIPA Institut Pertanian Bogor atas sarana dan prasarana,

7. Bapak dan Ibu staf Departemen Fisika yang telah membantu administrasi untuk kelancaran penelitian,

8. Bapak Wawan, Bapak Eko, Ibu Yuli, Bapak Sulis, Ibu Sutri, Ibu Yanlinastuti dan Ibu Tri Laswati yang telah membantu proses karakterisasi sampel,

9. Rekan-rekan di ananda putri 2, mahasiswa Fisika angkatan 38, 39, 40, 41 dan 42. Semoga hasil penulisan penelitian ini dapat bermanfaat.

Bogor, Maret 2007

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan-Jawa Barat pada tanggal 14 Januari 1985. Penulis merupakan putri bungsu dari pasangan Bapak Salim dan Ibu Karwiti.

Penulis menempuh pendidikan dari tahun 1990 di TK Mawar V Walahrcageur, tahun 1991-1997 penulis menempuh pendidikan di SD Negeri 1 Walaharcageur, tahun 1991-1997-2000 di SLTP Negeri 2 Luragung dan 2000-2003 di SMU Negeri 3 Kuningan. Tahun 2003 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 1

Tujuan Penelitian ... 1

Manfaat Penelitian ... 2

Hipotesis ... 2

Tempat dan waktu Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tulang ... 2

Komposisi Tulang ... 3

Pertumbuhan Tulang ... 4

Mineral Apatit ... 4

Identifikasi dengan Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS) ... 5

Identifikasi dengan Ultraviolet-Visible Spectroscopy (UV-VIS)... 6

Identifikasi dengan Analisis Termal ... 6

Identifikasi dengan Uji Vickers ... 6

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat... 6

Metode Penelitian ... 6

Persiapan Sampel ... 6

Karakterisasi Sampel dengan AAS, UV-Vis, TGA dan Uji Vickers ... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 8

Pengukuran komposisi komponen kandungan mineral tulang manusia... 8

Tingkat kekerasan mineral tulang manusia... 9

Analisis Termal Pada Mineral Tulang... 11

Pembahasan... 12

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 15

Saran ... 16

DAFTAR PUSTAKA ... 16

(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Kandungan unsur mineral tulang ... 4

Tabel 2 Variasi kalsium fosfat ... 4

Tabel 3 Tabel 3 Perlakuan termal pada tulang padat... 5

Tabel 4 Presentase kandungan mineral tulang manusia ... 8

Tabel 5 Kadar komponen mineral tulang manusia... 9

Tabel 6 Rasio Ca/P mineral tulang... 9

Tabel 7 Nilai kekerasan mineral tulang manusia ... 10

Tabel 8 Analisis hasil karakterisasi TG-DTA ... 11

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Kerangka tulang manusia ... 2

Gambar 2 Struktur tulang padat dan tulang jala ... 3

Gambar 3 Struktur tulang pipih... 3

Gambar 4 Struktur tulang panjang ... 3

Gambar 5 Diagram alir penelitian ... 7

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Alat dan bahan yang digunakan... 17

Lampiran 2 Alat yang digunakan karakterisasi ... 18

Lampiran 3 Skema alat thermal analysis dan uji kekerasan vickers ... 19

Lampiran 4 Sampel ... 20

Lampiran 5 Perhitungan kadar unsur hasil karakterisasi AAS dan UV-Vis spektroskopi ... 22

Lampiran 6 Perhitungan rasio Ca/P... 25

Lampiran 7 Termogram hasil TG-DTA ... 26

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penggunaan biomaterial untuk keperluan tubuh manusia terus berkembang sampai saat ini. Biomaterial didefinisikan sebagai bahan inert yang diimplantasi kedalam sistem hidup sebagai pengganti fungsi dari jaringan hidup atau organ1. Penggunaan biomaterial salah satunya untuk membuat tulang tiruan atau implantasi tulang. Perkembangan biomaterial yang digunakan untuk implantasi tulang diawali tahun 1893-1912 oleh W.A. Lane untuk memperbaiki tulang retak menggunakan pelapis emas. Tahun 1926 E.W. Hey Groves menggunakan kayu untuk memperbaiki leher pinggul yang retak. Tahun 1931 M.N. Smith-Petersen mendesain leher pinggul dengan baja. Tahun 1938 P.Wiles untuk pertama kali mengganti pinggul secara total. 1961 pinggul buatan dibuat dari polyethylene (PE)1.

Tulang mengandung senyawa kalsium fosfat. Kalsium fosfat terdiri dari dua fase, yaitu amorf dan kristal. Senyawa amorf dan kristal pada kalsium fosfat memiliki kombinasi senyawa yang berbeda. Hal ini akan menyebabkan perbedaan karakter tulang. Karakter tulang dapat ditinjau dari analisis kuantitatif (komposisi), tingkat kekerasan dan pengaruh termal. Komposisi senyawa kalsium fosfat akan berbeda jika senyawa yang terbentuk berbeda, demikian pula dengan tingkat kekerasan dan pengaruh termal yang diberikan pada tulang tersebut. Perbedaan karakter tulang dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia dan jenis tulang. Usia anak sampai remaja merupakan masa pertumbuhan tulang. Secara umum puncak pertumbuhan tulang yaitu pada usia 30-35 tahun. Setelah usia ini, tulang tidak mengalami pertumbuhan2.

Peranan tulang sangat tinggi dalam menopang tubuh manusia. Kecelakan dapat menyebabkan kerusakan pada tulang berupa patahan atau retakan. Pada bidang medis telah dilakukan rekonstruksi tulang untuk memperbaiki fungsi tulang yang patah atau retak. Rekonstruksi ini dapat dilakukan dengan allograft, autograft, xenograft, ataupun berbagai biomaterial sintesis. Autograft yaitu menggunakan salah satu bagian tubuh dan diimplankan ke bagian tubuh lain dari individu yang sama. Allograft yaitu impalntasi yang digantikan dari bagian tubuh dari individu yang berbeda pada species yang sama. Xenograft yaitu implantasi bagian tubuh dari species yang berbeda. Biomaterial sintesis merupakan suatu material inert (tidak

bereaksi) yang digunakan untuk implantasi pada sistem makhluk hidup, untuk menggantikan fungsi dari organ makhluk hidup tersebut. Keramik salah satu contoh biomaterial sintetik yang diimplankan pada tubuh3. Tubuh akan memberikan respon yang berbeda tergantung biomaterial yang diimplankan. Biomaterial yang baik untuk implantasi tulang harus bersifat bioaktif, sesuai dengan fisiologis, biokompatibiliti, mudah didapat dan tidak mengandung racun1. Bioaktif adalah material yang diimplankan dapat bereaksi dengan jaringan dan menghasilkan ikatan kimia yang sangat baik. Informasi yang lengkap mengenai karakter tulang manusia harus diketahui terlebih dahulu sebelum membuat biomaterial subtitusi tulang yang sesuai dengan yang diperlukan oleh tubuh.

Upaya pemulihan kerusakan tersebut harus menggunakan biomaterial yang tepat. Penelitian ini memberikan informasi mengenai komposisi, tingkat kekerasan dan karakter tulang jika diberikan perlakuan termal. Tulang yang digunakan yaitu digolongkan berdasarkan golongan usia. Selain itu ditinaju juga dari jenis kelamin pada golongan dewasa dan lansia, serta jenis tulang pada usia dewasa.

Perumusan Masalah

Pembuatan senyawa kalsium fosfat merupakan upaya menghasilkan biomaterial subtitusi tulang. Biomaterial yang dibutuhkan yaitu senyawa yang memiliki karakter yang sama dengan senyawa kalsium fosfat yang ada dalam tulang. Tujuannya agar dapat bermetabolisme dengan jaringan didalamnya.

Pada penelitian ini dilakukan pengujian mineral tulang. Mineral tulang didapatkan dengan mengeliminasi komponen organik tulang. Mineral tulang merupakan senyawa kalsium fosfat. Kadar unsur yang terkandung dalam senyawa ini dilakukan dengan menggunakan alat Atomic Absorbtion Spectrometer (AAS) dan spektrometer Ultraviolet-Visible (UV-Vis). Karakter lain yang dianalisis yaitu nilai kekerasan dengan menggunakan uji kekerasan vickers dan pengaruh termal dengan menggunakan Termogavimetric and Differntial Thermal Analysis (TG-DTA).

Tujuan Penelitian

(20)

sebagai komponen utama tulang dan unsur-unsur lain yang mungkin terkandung didalamnya seperti magnesium (Mg), natrium (Na) dan kalium (K). Karakter lain yaitu nilai kekerasan dan pengaruh termalnya.

Manfaat Penelitian

Memberikan informasi mengenai komposisi, kekerasan dan pengaruh termal mineral tulang manusia sebagai acuan untuk pembuatan biomaterial subtitusi tulang yang sesuai.

Hipotesis

1. Komposisi mineral tulang manusia yaitu kalsium dan fosfat dalam bentuk apatit biologi.

2. Peningkatan suhu pada mineral tulang akan menyebabkan dekomposisi massa dan perubahan fasa senyawa mineral. 3. Tingkat kekerasan tulang akan meningkat

jika mineral tulang meningkat.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika IPB untuk preparasi sampel. Karakterisasi dengan AAS dan spektrometer UV-Vis di Laboratorium Terpadu IPB, uji kekerasan Vickers di PTBIN BATAN dan uji TG-DTA di PTBN BATAN.

TINJAUAN PUSTAKA

Tulang merupakan jaringan kuat pembentuk kerangka tubuh manusia, penunjang berat badan, pelindung organ-organ vital, serta pelekat otot-otot yang menyebabkan pergerakan dalam tubuh4,5. Tubuh manusia memiliki 206 tulang pembentuk rangka tubuh6.

Tulang sebagai pembentuk kerangka manusia memiliki empat fungsi utama yaitu fungsi mekanik, protektif, metabolik dan hemopetik. Fungsi mekanik yaitu sebagai penyokong tubuh dan tempat melekatnya jaringan otot untuk pergerakan. Fungsi protektif yaitu sebagai pelindung berbagai alat vital dalam tubuh dan sumsum tulang. Fungsi metabolik yaitu sebagai cadangan dan tempat metabolisme berbagai mineral yang penting seperti kalsium dan fosfat. Fungsi hemopetik yaitu sebagai tempat berlangsungnya proses pembentukan dan perkembanagan sel darah6. Kerangka tubuh manusia ditunjukan oleh gambar 1. 1. Cranium 2. Mandibula 3. Clavicula 4. Scapula 5. Sternum 6. Rib 7. Humerus 8. Vertebra 9. Radius 10. Ulna 11. Carpal 12. Metacarpal 13. Phalanges 14. Pelvis 15. Femur 16. Patella 17. Tibia 18. Fibula 19. Tarsal 20. Metatarsal

Gambar 1 Kerangka tubuh manusia7.

Klasifikasi Tulang

Kompleksitas dalam tulang mengakibatkan klasifikasi tulang dilakukan dalam berbagai cara. Secara radiologis tulang dibedakan menjadi dua yaitu tulang padat atau compact dan tulang jala yang mempunyai struktur seperti spon atau cancellous5,10,19. Jumlah tulang jala dalam tubuh relatif lebih banyak dibandingkan dengan tulang padat5. Struktur tulang secara radiologis ditunjukan oleh gambar 2 yaitu, tulang padat dan tulang jala.

Unit struktur dari tulang padat dewasa adalah sistem harvesian atau osteon. Sistem harvesian memiliki sebuah kanal harvesian yang dikelilingi oleh lamela yang tersusun secara konsentrik. Kanal harvesian memiliki paling sedikit satu pembuluh darah kapiler yang menyediakan nutrien bagi osteosit. Lamela pada sistem harvesian memiliki rongga-rongga yang disebut lakuna. Setiap lakuna berisi sel yang bernama osteosit. Semua lakuna pada sistem harvesian dihubungkan oleh kanal-kanal kecil yang disebut kanalikuli. Osteosit pada tulang spons terletak pada lakuna yang saling dihubungkan dengan kanalikuli seperti pada tulang padat tetapi lamela pada tulang spons tidak tersusun secara konsentrik8.

(21)

dibentuk oleh bagian epiphyses dan diaphyses (gambar 4). Diaphyses terdapat pada bagian tengah yang didalamnya terdapat medullar cavity sebagai tempat sumsum tulang. Epiphyses terdiri dari tulang spon atau cancellous yang terbungkus oleh lapisan tulang padat atau compact terdapat pada ujung tulang panjang. Pada anak-anak tulang panjang berisi sumsum merah. Setelah dewasa sumsum ini diganti menjadi sumsum kuning5. Contoh: tulang pada tangan (humerus, radius, ulna), tulang pada kaki (femur, tibia, fibula, metatarsal, falangus)6. Secara umum tulang pendek berupa jala yang dipenuhi dengan ruang-ruang. Strukturnya hampir sama dengan tulang panjang namun tidak memiliki medullar cavity5. Contoh: tulang-tulang pergelangan tangan (karpal) dan pergelangan kaki (tarsal). Tulang pipih merupakan tulang berbentuk pipih, tipis dan melengkung. Tulang pipih terbentuk dari dua lapisan tulang padat yang diantara keduanya terdapat tulang jala5. Tulang pipih seperti tampak pada gambar 3. Tulang ini berfungsi sebagai tempat melekatnya otot-otot dan melindungi organ-organ yang ada di dalamnya. Contoh: tulang rusuk (iga). Tulang tak sama bentuk merupakan tulang yang tidak memiliki kesesuaian dengan bentuk yang sebelumnya5. Tulang ini memiliki fungsi sebagai tempat melekatnya otot. Contoh: tulang belakang (servikel, torasik, lumbar, skrum dan koksiks) dan tulang telinga tengah.

Gambar 2 Struktur tulang padat dan tulang jala4.

Gambar 3 Struktur tulang pipih9

Gambar 4 Struktur tulang panjang5.

Komposisi Tulang

Komposisi utama jaringan tulang jumlahnya bergantung pada spesies, umur, jenis kelamin, jenis tulang dan posisi di tulang1. Komposisi tulang secara umum terdiri dari 55% material anorganik (mineral tulang), 30% organik dan 15% air10. Mineral yang utama adalah kalsium fosfat karbonat. Mineral-mineral lain yaitu magnesium, flouride dan sodium11. Selain itu terdapat juga mineral lain yang jumlahnya kecil yaitu, natrium dan kalium. Organik tulang terdiri dari 2% sel dan 98% osteosid4. Sel dalam tulang terdiri dari sel osteoblas sebagai sel pembentuk tulang, sel osteosit untuk mempertahankan mineral tulang dan sel osteoklas sebagai sel yang menyerap tulang11. Osteosid terdiri dari matrik tulang yang mengandung sedikit mineral. Osteosid disebut juga sebagai tulang muda4. Komposisi osteosid adalah 90% kolagen dan 10% zat non kolagen seperti protein, glycoproteins, peptida, karbohidrat dan lemak11.

(22)

Tabel 1 Kandungan unsur mineral dalam tulang10

Unsur Kandungan (% berat) Ca 34 P 15 Mg 0,5 Na 0,8 K 0,2 C 1,6 Cl 0,2 F 0,08 Zat sisa 47,62

Pertumbuhan Tulang

Tulang merupakan jaringan hidup yang dinamis terbentuk dari sel aktif11. Tulang mengalami perubahan yakni pembentukan dan perbaikan. Pembentukan tulang disebut modelling dan perbaikan disebut remodelling. Pembentukan tulang dimulai saat masih janin dan umumnya akan tumbuh dan berkembang sampai umur 30-35 tahun. Pada usia ini proses pembentukan tulang diiringi juga dengan proses perbaikan. Umur lebih dari 30-35 tahun, pertumbuhan tulang selesai sehingga yang terjadi hanya proses perbaikan tulang. Perbaikan tulang merupakan proses pergantian tulang yang sudah tua menjadi tulang baru4. Proses pertumbuhan tulang tergantung juga pada asupan kalsium yang dikonsumsi. Sel organik merupakan sel yang berperan dalam pertumbuhan dan perbaikan tulang. Proses pertumbuhan dan perbaikan tulang dipengaruhi oleh hormon. Hormon ekstrogen menyebabkan penurunan aktivitas osteoblas dan osteoklas sebagai pembentuk mineral tulang.

Mineral Apatit

Senyawa kalsium fosfat secara umum merupakan kristal mineral dengan komposisi M10(ZO4)6X2. Senyawa ini disebut juga

sebagai apatit. Elemen-elemen yang dapat

menempati posisi M yaitu Ca, Mg, Sr, Ba, Cd, Pb dll. Z dapat ditempati oleh unsur P, V, As, S, Si, Ge, gugus fungsi CO3 dll. X dapat

ditempati oleh unsur F, Cl, O, Br, gugus fungsi CO3,OH dll.

Senyawa kalsium fosfat dapat hadir dalam berbagai variasi fase dengan perbandingan komposisi yang berbeda. Apatit sintetik yang sesuai dengan mineral apatit biologi dari suatu percobaan hadir dalam empat fase. Fase yang dihasilkan memiliki perbandingan komposisi kalsium dan fosfat yang berbeda. Rasio kalsium dan fosfat (Ca/P) merupakan ciri dari masing-masing variasi mineral apatit.

Fase yang paling stabil yaitu hirdoksiapatit. Hidroksiapatit adalah kalsium fosfat yang mengandung hidroksida, anggota dari kelompok mineral dalam tulang yang memiliki rasio Ca/P dicirikan sebesar 1,6710. Struktur hidroksiapatit adalah heksagonal dengan dimensi sel a = b = 9,423 Å dan c = 6.881 Å dan sudut α = = = 90o.

Kasium fosfat hadir dalam dua bentuk yaitu fase amorf dan fase kristal. Senyawa kalsium fosfat mempunyai empat fase, yaitu dikalsium fosfat dihidrat, oktakalsium fosfat, trikalsium fosfat dan hidroksiapatit. Variasi senyawa kalsium fosfat berdasarkan nilai perbandingan Ca/P terdapat pada tabel 2.

Hidroksiapatit merupakan senyawa kalsium fosfat yang paling stabil dengan struktur tumpukan padat berbentuk kristal. Tubuh manusia terdiri dari berbagai ion selain ion pembentuk kalsium fosfat diantaranya yaitu CO32-, Mg2+, Na+, K+, F-1

dan Cl-1. Kristal apatit tulang banyak mengandung karbon dalam bentuk karbonat. Karbonat dalam tubuh dapat mensubstitusi formula hidroksiapatit dengan menempati dua posisi. Karbonat menggantikan posisi OH -disebut apatit karbonat tipe A dan menggantikan posisi (PO4)3- disebut apatit

karbonat tipe B. Apatit karbonat tipe A dapat dibentuk pada suhu yang tinggi dan apatit tipe B karbonat dapat dibentuk pada suhu rendah.

Tabel 2 Variasi kalsium fosfat13

Ca/P Formula Nama Singkatan

1,67 Ca10(PO4)6(OH)2 Hidroksiapatit HAp

1,00 CaHPO4.2H2O Dikalsium fosfat dihidrat DKFD

1,33 Ca8H2(PO4)65H2O Oktakalsium fosfat OKF

(23)

Tabel 3 Perlakuan termal pada tulang padat10

Endo dan/atau eksotermal (oC) Air (% berat) Organik (%berat)

Unidentified peak (%berat) Sisa (% berat) Endo(40-110) 8,0% Ekso (350,380,420), Endo (800) 37,8%

4,0% 60,2%

Endo(40-150) 7% Ekso (350,450,440) 49,0% - 44,0% Endo (80-180) 3,9% Ekso (350,430,440,560) 40,3% - 55,8% Endo (90-180) 4,42% Ekso (350,440,450,510) 46,9%

- 48,7%

Endo (80-180) 3,2% Ekso (350,460,540) 56,4% - 40,4% Endo (70-220) 14%

Ekso (360,460, 520) 23,0%

- 49,6%

Substitusi ion-ion tubuh dalam senyawa apatit menjadikan apatit biologi yang hadir dalam tulang mempunyai kristalinitas rendah dan bersifat non stoikiometri dan sebagian lain diabsorpsi oleh permukaan kristal12. Ion-ion tersebut menyebabkan perbandingan kalsium terhadap fosfat semakin kecil10. Ion-ion yang menyebabkan perbandingan kalsium dan fosfat kecil jika ion-ion mensubtitusi posisi kalsium.

Tabel 3 menunjukan perubahan massa terhadap pengaruh termal pada tulang padat. Pengaruh panas diberikan terhadap senyawa kalsium fosfat akan menyebabkan adanya perubahan fasa, bobot dari senyawa kalsium fosfat, dan komposisi kimia pembentuk struktur. Perubahan panas terhadap tulang manusia mempengaruhi bobot yang terkandung dalam tulang. Perubahan panas yang terjadi merupakan proses termodinamika, proses yang dapat terjadi yaitu penyerapan panas dan pelepasan panas14. Penyerapan panas disebut proses endotermal sedangkan proses pelepasan panas disebut eksotermal.

Perubahan suhu antara 40-1100C pada tulang belakang (tulang padat) menyebabkan adanya proses endotermal karena ada proses penguapan air sebanyak 7-14% berat. Pada suhu 200-5000C terjadi proses eksotermal disebabkan oleh dekomposisi kandungan organik, kolagen dan protein lainnya sebanyak 37,8% berat. Sekitar suhu 8000C terdapat peak endotermal yang kecil dan sebesar 2% berat hilang. Kondisi ini disebut unidentified peak10. Kehilangan berat pada kondisi ini disebabkan oleh pembebasan karbondioksida dari karbonat dalam hidroksiapatit tulang. Tulang

dipanaskan pada suhu diatas 10000C kandungan organik dalam tulang telah hilang dan hidroksiapatit yang ada merupakan hidroksiapatit murni dan trikalsium fosfat.

Identifikasi dengan Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS)

(24)

K. Setiap atom yang diukur akan diserap sesuai dengan lampu yang digunakan. Semakin banyak penyerapan maka konsentrasi atom dalam sampel semakin tinggi.

Identifikasi dengan Ultraviolet-Visible Spectroscopy (UV-Vis)

Pada penelitian ini Spektroskopi UV-Vis digunakan untuk mengukur kadar fosfor. Spektroskopi ini bekerja dengan memanfaatkan panjang gelombang pada daerah ultraviolet dan cahaya tampak. Panjang gelombang ini dihasilkan oleh sumber lampu yang memiliki panjang gelombang spesifik, lampu hidrogen dan deuterium (160-375 nm), tungsten (350-2500 nm) dan xenon (200-1000nm). Spektroskopi ini digunakan untuk mengukur kandungan molekul atau gugus yang terdapat dalam sampel. Prinsip kerja alat ini adalah dengan menghitung transmitansi dari sinar yang dilewatkan oleh larutan. Besar transmitansi dari larutan akan menunjukkan kadar penyusun senyawa tersebut sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan15.

Identifikasi dengan Analisis Termal

Analisis termal yang dilakukan yaitu dengan Thermogavimetric Analisis (TGA) dan Differential Analysis (DTA). TGA yaitu analisis termal yang digunakan untuk meninjau perubahan massa bahan dan reaksi kimia yang terjadi sebagai fungsi dari kenaikan temperatur secara linier15. Tulang manusia jika dipanaskan secara kontinu akan mengalami pengurangan massa.

Sampel disimpan dalam furnace dengan kondisi yang terisolasi secara termal. Perubahan suhu yang diberikan pada sampel akan merubah massa sampel sehingga terjadi pembelokan berkas sinar yang terhubung dengan fotodioda. Ketidakseimbangan akibat perubahan massa menyebabkan arus fotodioda masuk dan mengalami penguatan dalam koil. Medan magnet yang digerakan oleh arus mengembalikan berkas pada posisi semula. Arus fotodioda yang telah dikuatkan ditransformasikan ke dalam informasi perubahan massa. Data yang dihasilkan merupakan persen massa sebagai fungsi waktu yang disebut thermogram (lampiran 3).

Pengurangan massa (dekomposisi) mineral tulang disebabkan adanya proses termokimia. Penjelasan proses termokimia diperoleh dari data hasil DTA. DTA merupakan teknik pengukuran perbedaan temperatur antara sampel dan material

referensi. Data DTA disebut termogram dapat memberikan informasi mengenai perubahan sifat fisik maupun reaksi kimia. Proses fisis seperti endotermik dan eksotermik.

Identifikasi dengan Uji Vickers (Uji Kekerasan)

Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan bahan terhadap penetrasi pada permukaan bahan. Kekerasan diukur dengan menumbuk indenter pada permukaan. Indenter biasanya berbentuk piramida dan terbuat dari material yang jauh lebih keras daripada material yang diuji, misalnya intan atau baja. Indenter menekan permukaan bahan uji dengan sudut 900. Hasil dari penekanan dihitung kedalaman serta d2 dan d1. Skema uji

kekerasan vickers terdapat pada lampiran 3. Besarnya kekerasan dihitung dengan persamaan16.

2

4

,

1854

d

F

VHN

=

Keterangan:

VHN : Vickers Hardnes Number (HV) F : Beban yang diterapkan (gf) d : Diagonal rata-rata bidang piramida

hasil dari jejak indentor (µm)

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang manusia dengan golongan usia anak-anak, remaja, dewasa dan lansia, hydrazinium hydroxide 80%, etanol dengan konsentrasi 50, 75, 85, dan 100%, serta aquades.

Alat-alat yang digunakan adalah gelas ukur, gelas piala, pinset, pipet, mortar, botol, crusible (cawan keramik), sarung tangan, masker, pisau, low themperature incubator, furnace, cooler box, balb, corong, neraca analitik, dan kertas saring (Wathman 40). Karakterisasi dilakukan menggunakan uji kekerasan Vickers , AAS, spektrometer UV-Vis dan TG-DTA.

Metode Penelitian Preparasi sampel

(25)

Cipto Mangun Kusumo (RSCM)-Jakarta. Proses perlakuan sampel meliputi proses deproteinasi, pencucian dan pengeringan sampel. Perlakuan diawali dengan membersihkan tulang dari daging dan otot serta memotong sampel dengan ukuran 1 x 1 x 0,5 cm3. Deproteinasi adalah proses penghilangan protein (bahan organik) tulang. Deproteinasi dilakukan dengan merendam sampel dalam hydrazinium hydroxide 10 ml. Perendaman dilakukan pada suhu ruang selama 1 jam. Setelah 1 jam hydrazinium hydroxide diganti dan sampel direndam kembali pada suhu ruang selama 2 jam. Perendaman selanjutnya yaitu pada suhu 600C selama 1 jam. Hydrazinium hydroxide diganti lagi dan sampel direndam kembali pada suhu 600C selama 24 jam. Setelah perendaman 24 jam hydrazinium hydroxide dibuang. Sampel dicuci secara serial triplo dengan menggunakan etanol 50, 75, 85, dan 100% selanjutnya dicuci secara diplo dengan aquades. Sampel yang sudah bersih dikeringkan dengan pemanasan 1100C selama 12 jam lalu disimpan dalam desikator dan siap dikarakterisasi.

Karakterisasi dengan AAS, UV-VIS, uji Vickers dan Analisis Termal

AAS digunakan untuk mengukur kadar Ca, Mg dan Na sedangkan spektroskopi UV-Vis untuk mengukur kadar fosfor (P). Persiapan sampel untuk karakterisasi. Sampel yang telah dihaluskan sebanyak 0,05 gram ditambahkan asam nitrat pekat (HNO3)

sebanyak 10 ml dalam erlenmeyer 125. Sampel didestruksi pada suhu 1100C selama 1 jam kemudian didinginkan. Selanjutnya sampel diencerkan dengan aquades dalam labu takar 100 ml dan disaring. Ekstrak yang dihasilkan siap dikarakterisasi AAS dan UV-VIS. Alat AAS yang digunakan merek varian tipe spectra A30 dengan tipe lampu hollow cathode lamp. Alat spectrometer UV-Vis yang digunakan dengan merek shimadzu dengan lampu panjang gelombang 400,0 nm.

Pengukuran tingkat kekerasan sampel dengan menggunakan perangkat uji Vickers. Persiapan sampel yaitu dengan membentuk ukuran sampel (0,5x0,25x0,02)cm di beri penyangga dengan resin dan hardness. Sampel siap dikarakterisasi. Alat yang digunakan shimadzu micro hardness tester tipe M, shimadzu corporation Kyto-Jepang.

Perlakuan panas pada sampel dengan menggunakan perangkat TGA. Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 80 mg kemudian disimpan pada crucible. Crusible

yang digunakan yaitu bahan inert alumina (Al2O3). Sampel tersebut siap diberi perlakuan

panas. Laju suhu yang digunakan 5oC/menit, ditahan pada suhu 1000oC selama setengah jam dan suhu turun secara natural. Alat yang digunakan setaram TG-DTA 92-18. Proses penelitian terdapat pada gambar 5.

Gambar 5 Diagram alir penelitian. Karakterisasi AAS/UV-Vis,

TGA, Vickers Test Penelusuran Literatur dan

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Mineral tulang manusia diperoleh dengan mengeliminasi kandungan organik. Proses eliminasi kandungan organik disebut deproteinasi. Deproteinasi dapat dilakukan dengan larutan natrium hydroxide, hipoclorite dan hydrazinium hydroxide. Larutan yang digunakan deproteinasi yaitu hydrazinium hydroxide. Penggunaan hydrazinium hydroxide dalam mengeliminasi kandungan organik tulang tidak mempengaruhi pada sifat kimia dan kristalinitas tulang17. Hasil deproteinasi dipanaskan untuk menghilangkan air. Sample yang digunakan yaitu sampel tulang dari berbagai golongan usia dan jenis tulang. Golongan usia yang digunakan yaitu anak-anak, remaja, dewasa dan lansia. Jenis tulang yang digunakan yaitu iga, paha, kepala, dan tibia. Mineral tulang manusia yang diperoleh dalam penelitian ini rata-rata adalah 46,89%. Jumlah mineral tulang dipengaruhi oleh jenis tulang dan usia. Mineral setiap sampel yang digunakan yaitu ditunjukan pada tabel 4.

Mineral tulang merupakan senyawa apatit biologi. Karakter mineral ditinjau dari kuantitatif untuk mengetahui komposisi, tingkat kekerasan dan pengaruh termal. Analisis kuantitatif dengan menggunakan AAS dan UV-Vis, tingkat kekerasan dengan menggunakan uji Vickers dan analisis termal dengan DT-TGA.

Tabel 4 Presentase kandungan mineral tulang Manusia

Gol. Usia/ jenis kelamin

Usia Jenis tulang

% (b/b)

Anak-anak/L

1 hari paha 42,33

Remaja/L 16 tahun iga 50,65 Dewasa/L 30 tahun iga 32,99

31 tahun iga 48,12 31 tahun kepala 65,05 36 tahun tibia 56,27 Dewasa/P 21 tahun iga 43,03

Lansia/L 60 tahun iga 34,24

65 tahun iga 25,47 Lansia/P 75 tahun iga 23,85

Pengukuran komposisi komponen kandungan mineral tulang manusia

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan AAS dan UV-Vis, hasil yang diperoleh yaitu presentase unsur dalam sampel. Unsur yang diukur yaitu unsur kalsium, fosfor, magnesium, natrium dan kalium. Unsur mayoritas pada sampel yaitu kalsium dan fosfat. Kadar unsur kasium, magnesium, kalium, dan natrium diukur dengan menggunakan AAS. Sedangkan, kadar unsur fosfor diukur dengan menggunakan spektroskopi UV-Vis. Setiap sampel memiliki kadar unsur yang berbeda-beda.

(27)

Gol. Usia/ jenis

kelamin Usia

Jenis

tulang % Ca % Mg % K % Na % P

Anak-anak/L 1 hari paha 72,1955 0,5583 0,0961 3,4743 11,3947 Remaja/L 16 tahun iga 67,9687 0,4367 0,1055 3,9375 11,3471

30 tahun iga 65,0602 0,3741 0,0681 3,5602 11,3998 31 tahun iga 36,9231 0,3942 0,0277 1,0433 13,6231 31 tahun kepala 37,1072 0,2218 0,0176 0,9566 13,8817 Dewasa/L

36 tahun tibia 36,8346 0,5703 0,0333 0,9648 14,5770 Dewasa/P 21 tahun iga 36,9339 0,4057 0,0141 0,8160 14,0137 60 tahun iga 53,6491 0,3081 0,1453 3,2857 7,9736 Lansia/L

65 tahun iga 37,2885 0,2725 0,0293 0,6015 11,6532 Lansia/P 75 tahun iga 34,2942 0,4498 0,0300 1,3916 10,7101

Tabel 6 Rasio Ca/P mineral tulang

Gol. Usia/

jenis kelamin Usia Jenis tulang Ca/P Anak-anak/L 1 hari paha 4,91 Remaja/L 16 tahun iga 4,64

30 tahun iga 4,42 31 tahun iga 2,10 31 tahun kepala 2,07 Dewasa/L

36 tahun tibia 1,95

Dewasa/P 21 tahun iga 2,04 60 tahun iga 5,21

Lansia/L

65 tahun iga 2,47

Lansia/P 75 tahun iga 2,48

Tingkat kekerasan mineral tulang manusia

Mineral tulang yang terbentuk dari senyawa apatit biologi, merupakan material berbentuk padatan. Padatan yang dihasilkan dapat di ukur tingkat kekerasannya dengan Micro Hardness Tester. Alat yang digunakan yaitu perangkat uji Vickers. Kekerasan pada mineral tulang disebabkan karena komponen-komponen senyawa apatit yang menyususunnya. Nilai kekerasan pada sampel yaitu terdapat pada tabel 7.

Nilai kekerasan tulang dalam satuan HV (Hardness Vickers). Nilai kekerasan pada sampel diukur pada lima titik yang berbeda pada permukaan sampel. setiap titik memiliki nilai kekerasan yang berbeda. Sampel tulang iga untuk golongan lansia dengan usia 65 dan 75 tahun hanya dapat diukur pada satu titik. Nilai kekerasan yang dimiliki sampel tersebut sangat kecil yaitu masing-masing 1,9442 dan 1,9802 HV. Nilai kekerasan akan terus meningkat sampai usia masa puncak pertumbuhan. Kemudian akan menurun kembali saat usia semakin lanjut.

Pengecualian pada lansia usia 60 tahun memiliki nilai kekerasan yang paling tinggi dengan jumlah mineral yang cukup tinggi untuk golongan usia lansia yaitu, 13,5580 HV dengan jumlah mineral 34,23%.

Pada usia dewasa untuk jenis tulang yang berbeda memiliki nilai kekerasan yang berbeda. Tulang iga memiliki nilai kekerasan yang paling kecil jika dibandingkan dengan nilai kekerasan pada tulang tibia dan tulang kepala. Nilai kekerasan tulang kepala memiliki nilai kekerasan lebih besar dibandingkan dengan nilai kekerasan tulang tibia.

Nilai kekerasan masing-masing untuk iga, tibia dan kepala yaitu 4,7742, 6,2298 dan 8,0036 HV. Hal ini menunjukan bahwa jenis tulang mempenyaruhi nilai kekerasan mineral tulang. Jenis kelamin dapat berpengaruh juga terhadap nilai kekerasan yaitu nilai kekerasan pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Nilai kekerasan yang dimiliki mineral tulang laki-laki dewasa 10,1868 HV dan 4,7742 HV. Nilai kekerasan yang dimiliki mineral tulang perempuan dewasa 4,0942 HV. Hal ini terjadi pula pada usia lanjut.

(28)

Tabel 7 Nilai kekerasan mineral tulang manusia

Gol. Usia/ jenis kelamin

Usia Jenis tulang VHN (HV)

VHN rata-rata

(HV) 5,8528 4,4999 5,8528 5,9866 Anak-anak/L 1 hari paha

5,4183

5,5222

6,1249 7,3351 7,4283 7,4755 Remaja/L 16 tahun iga

5,1368

6,7001

12,8777 12,0603 11,4973 7,0659 30 tahun iga

7,4283

10,1868

7,2437 5,5983 4,5899 3,2194 31 tahun iga

3,2194

4,7742

6,7295 7,8192 7,8192 9,0684 31 tahun kepala

8,5816

8,0036

4,4559 7,1540 6,9796 5,3601 Dewasa/L

36 tahun tibia

6,6492

6,1198

4,4126 4,2453 4,5446 3,2194 Dewasa/P 21 tahun iga

4,0493

4,0942

15,6081 13,0951 11,6805 11,4973 60 tahun iga

15,8985

13,5580 Lansia/L

(29)

Analisis Termal Pada Mineral Tulang

Tabel 8 Analisis hasil karakterisasi TG-DTA

Fenomena Reaksi Gol. Usia/

jenis kelamin

Usia Jenis

tulang Temperatur (oC)

∆m (%)

∆H (cal/g)

Keterangan

Anak-anak/L

1 hari paha 120 -1000 - - Perubahan fasa menuju

kekristalan

Remaja/L 16 tahun iga 120-1000 - - Perubahan fasa menuju

kekristalan

99,69-159,55 -2,9333 - Endotermik Eliminasi H2O

414,57-523,24 -2,8148 - Perubahan fasa menuju

kekristalan 30 tahun iga

717,27-812,75 -2,2814 - Eliminasi CO32-

63,31-122,37 -2,2085 18,7594 Endotermik Eliminasi H2O

31 tahun iga

619,25-801,63 -2,5460 - Eliminasi CO32-

99,84-128,05 -1,3121 4,8032 Endotermik Eliminasi H2O

31 tahun kepala

718,64-832,20 -1,3462 - Eliminasi CO32-

73,49-121,46 -1,4408 7,3187 Endotermik Eliminasi H2O

Dewasa/L

36 tahun tibia

719,53-833,71 -1,4408 - Eliminasi CO32-

68,51-123,35 -1,7579 12,0372 Endotermik Eliminasi H2O

392,50-560,25 -3,1675 - Perubahan fasa menuju

kekristalan Dewasa/P 21 tahun iga

687,79-876,84 -1,9735 - Eliminasi CO32-

102,00-165,80 -4,4571 - Endotermik Eliminasi H2O

279,57-524,61 -16,1237 - Perubahan fasa menuju

kekristalan 60 tahun iga

706,76-907,70 -4,1793 - Eliminasi CO32-

129,39-144,50 -2,0232 14,0955 Endotermik Eliminasi H2O

280,00-420,00 -12,9019 - 450,00-500,00 -5,4634 -

Perubahan fasa menuju

kekristalan Lansia/L

65 tahun iga

760,00-800,00 -1,6631 - Eliminasi CO32-

131,97-144,55 -1,9328 13,019 Endotermik Eliminasi H2O

250,00-412,00 -20,5771 - 450,00-500,00 -5,0363 -

Perubahan fasa menuju

kekristalan Lansia/P 75 tahun iga

(30)

Pengaruh termal yang diberikan pada sampel yaitu dari suhu ruang sampai 1000oC dengan kenaikan 5oC/menit. Terjadi proses perubahan termokimia dan pengurangan massa sampel pada rentang waktu tersebut. Perubahan fasa yang terjadi yaitu dari Amorphous Calsium Phosphate (ACP) menuju fasa kristal. Setiap sampel mengalami proses tersebut. Sampel tulang anak-anak dan remaja tidak terjadi pengurangn massa saat proses pengkristalan. Hasil analisis termogram terdapat pada tabel 8. Termogram hasil penelitian terdapat pada lampiran 7.

Semua sampel mengalami proses pengkristalan setelah proses pembebasan air atau eliminasi H2O. Proses pengkristalan ini

ditunjukan reaksi eksotermik ditunjukan oleh peak ke atas. Suhu eliminasi H2O untuk

sampel berkisar anata suhu 60oC sampai 165oC dengan massa yang hilang rata-rata 2,26% (b/b). Reaksi yang terjadi pada pembebasan air itu reaksi endotermik. Besarnya entalphi pada reaksi endotermik yaitu sebanding dengan massa air yang hilang. Semakin besar massa air yang hilang berarti semakin besar energi yang diserap. Terdapat peak endotermik yang kecil disertai dengan dekomposisi massa sampel pada Suhu antara 687,79oC-907,70oC. Hal iini disebabkan pada suhu tersebut terjadi pembebasan karbonat atau eliminasi CO32- menjadi gas karbon

dioksida (CO2). Massa yang hilang saat

eliminasi CO32- yaitu rata-rata 2,11% (b/b).

Massa yang hilang pada eliminasi CO32- pada

tulang iga lebih besar dibandingkan dengan pengurangan massa pada tulang tibia dan kepala. Setelah eliminasi H2O sampel

mengalami proses eksotermik secara terus menerus, ini menunjukan bahwa komponen mineral tulang manusia yang diperoleh berfase amorf. Pemanasan menyebabkan adanya proses pengkristalan. Semakin tua proses pengkristalan menyebabkan adanya dekomposisi massa yang semakin banyak. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin pada mineral tulang perempuan mengalami dekomposisi yang lebih besar daripada laki-laki. Dekomposisi tersebut terjadi pada suhu 279,67oC-560,25oC. Tulang iga laki-laki usia 30 tahun tidak mengalami perubahan massa pada suhu tersebut. Begitu pula pada tulang kepala dan tulang tibia.

Pembahasan

Mineral tulang manusia berbeda-beda hal ini disebabkan oleh jenis tulang, usia dan jenis kelamin. Tulang tibia dan paha merupakan tulang panjang yang terbentuk tulang padat pada bagian luar dan sumsum pada bagian dalam. Pada masa anak-anak sumsum yang terbentuk adalah sumsum merah sedangkan pada usia remaja dan dewasa sumsum kuning19. Tulang iga merupakan tulang pipih yang terbentuk dari dua lapisan tulang padat yang diantara keduanya terdapat tulang jala5. Tulang kepala merupakan tulang pipih yang semuanya nerupakan tulang padat. Tulang tibia dan tulang paha merupakan tulang panjang, berbentuk padat pada bagiab diaphyses dan tulang jala pada bagian luar epipyses. Tulang padat memiliki susunan lamela yang konsentrik sedangkan tulang jala susunan lamelanya tidak konsentrik5. Lamela terdiri dari lakuna yang berisi osteosid. Osteosid disebut juga tulang muda dan memiliki sedikit mineral. Dengan demikian tulang padat akan memiliki mineral yang lebih besar dibandingkan tulang jala. Tulang paha, tibia dan kepala memiliki mineral yang lebih tinggi dibandingkan tulang iga.

(31)

berkembang pada usia remaja, menginjak dewasa pertumbuhan terhenti.

Jenis tulang juga mempengaruhi kandungan mineral tulang. Tulang kepala memiliki mineral lebih tinggi dari pada tulang paha dan tibia. Tulang paha dan tibia mineralnya lebih banyak dari tulang iga. Tulang kepala merupakan tulang pipih yang terbentuk dari tulang padat, tulang padat memiliki susunan lamela yang teratur dan padat tersusun konsentrik sehingga mineralnya lebih tinggi. Tulang paha dan tibia merupakan tulang panjang, bagian luar terbentuk dari tulang padat, sedangkan tulang iga memiliki susunan yang terdiri dari dua lapis yaitu lapisan luar tulang padat dan dalam tulang jala. Sehingga memiliki mineral lebih sedikit.

Mineral tulang juga dipengaruhi oleh jenis kelamin. Perempuan memiliki kandungan mineral lebih rendah daripada laki-laki. Hal ini disebabkan oleh hormon estrogen yang dapat menyebabkan penurunan aktivitas osteoblas dan meningkatkan osteoklas sehingga terjadi osteoporosis primer. Pada laki-laki cenderung terjadi osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer disebabkan metabolisme tubuh, sedangkan osteoporosis sekunder oleh penyakit yang diderita. Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang memiliki ciri terjadinya pengurangan massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang22. Pada usia lansia kadar testoteron dan estrogen meningkat, sehingga proses pembentukan tulang terganggu. Selain faktor-faktor tersebut, mineral tulang dipengaruhi oleh asupan kasium, genetik, aktivitas, paparan ulta violet, dan gaya hidup.

Setiap tulang berdasarkan golongan usia dan jenis tulang memiliki karakter masing-masing. Karakter yang ditinjau yaitu komposisi, kekerasan dan pengaruh termal. Mineral tulang merupakan apatit biologi. Apatit biologi berbentuk apatit karbonat [Ca10((PO4), (CO3))6(OH)2] 18.

Komponen utama mineral tulang yaitu kalsium (Ca) dan fosfat (P). Unsur yang lain hadir dalam kadar yang kecil. Unsur lain yang dianalisis yaitu magnesium (Mg), kalium (K) dan natrium (Na). Unsur tersebut di dalam tubuh berbentuk ion-ion, sehingga senyawa kalsium fosfat hadir dengan adanya impuritas dari ion-ion tersebut. Kadar unsur-unsur tesebut dalam tulang terdapat pada tabel 5. Kandungan mineral tulang didominasi oleh Ca dan P. Selebihnya kandungan Mg, Na dan K dalam jumlah yang kecil. Ion-ion dari

unsur-unsur tersebut merupakan ion-ion pembentuk senyawa kalsium fosfat10. Ion Mg2+, Na+, dan K+ dapat mensubtitusi Ca karena memiliki sifat kimia yang bersesuaian. Ion-ion tersebut memiliki ukuran yang hampir sama, ditinjau dari jari-jari atom. Jari-jari atom Ca, Mg, Na dan K masing-masing adalah 1,97 Å, 1,60 Å, 1,90 Å dan 2,35 Å. Panjang jari-jari yang semakin mendekati jari-jari Ca memiliki peluang yang semakin tinggi untuk menempati posisi Ca. Na memiliki jari-jari paling mendekati jari-jari Ca dibandingkan dengan Mg dan K. Jari-jari Mg lebih mendekati jari-jari Ca dibandingkan dengan K. Peluang Na menggantikan Ca lebih besar daripada Mg dan K. Peluang Mg untuk menggantikan Ca lebih besar dibandingkan K. Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian menunjukan kadar Na lebih besar dari kadar Mg dan lebih besar dari kadar K. Kadar rata-rata Na, Mg dan K masing-masing yaitu, 2,00%, 0,39% dan 0,06%. Selain itu pensubtitusian ini disebabkan karena jenis logam yang sama yaitu alkali. Impuritas tersebut dapat menyebab terganggunya proses kekristalan apatit. Selain dengan unsur lain, impuritas disebabkan juga oleh kandungan karbonat (CO32-). CO32- juga dapat

mensubtitusi senyawa apatit. CO32- dapat

mensutitusi posisi hidroksil (OH-) membentuk apatit karbonat tipe A atau mensubtitusi fosfat (PO43-) membentuk apatit karbonat tipe B.

Subtitusi ion-ion tersebut dalam tubuh tidak dapat dikontrol sehingga apatit yang terbentuk bersifat non stokiometri.

Semakin besar jumlah gugus CO3

2-menggantikan posisi PO43- maka nilai

perbandingan kalsium dan fosfat (Ca/P) akan semakin tinggi. Hasil penelitian Ca/P sampel tinggi diatas HAp. Hal ini menunjukan bahwa banyak gugus CO32- menggantikan PO43-,

Sehingga dapat diketahui, sebagian besar senyawa apatit yang terdapat dalam tulang manusia yaitu apatit tipe B. Nilai Ca/P merupakan karakteristik dari senyawa apatit Nilai Ca/P terdapat pada tabel 6. Tulang iga memiliki nilai Ca/P yang relatif tinggi dibandingkan dengan tulang tibia dan kepala. Hal ini dapat disebabkan oleh posisi tulang. Tulang iga sebagai pelindung sistem pernapasan. Saat bernapas manusia menghirup gas yang ada dialam, CO32- banyak terdapat di

alam maka banyak karbonat yang terhirup dan dapat diserap oleh tulang. Banyaknya karbonat maka memungkinkan lebih banyak pula karbonat yang mensubtitusi PO43-. Ion

CO32- akan menggangu presipitasi ion PO4

(32)

kristal. Semakin banyak CO32- yang terhirup

maka akan semakin banyak PO43- yang

tersubtitusi. Dalam hal ini berarti CO3

2-merupakan inhibitor pembentukan kristal kalsium fosfat20. Inhibitor ini menyebabkan tulang menjadi amorfus. Tulang iga memiliki nilai Ca/P yang tinggi berarti terdapat banyak CO32-, sehingga komponen mineral tulang iga

memiliki sifat yang amorfus yang lebih tinggi dibandingkan dengan tibia dan kepala.

Ion/gugus impuritas dalam kristal HAp cenderung mensubtitusi kristal apatit dengan komposisi dan kristalinitas bervariasi Subtitusi ion-ion tersebut tidak dapat dikontrol, sehingga senyawa apatit yang dihasilkan sifat non stoikiometri dan diserap oleh permukaan kristal.

Kandungan mineral tulang akan berpengaruh pada kekerasan tulang. Kekerasan tulang merupakan ketahanan tulang terhadap penetrasi pada permukaan tulang. Besarnya nilai kekerasan tulang diukur dengan uji Vickers. Besarnya kekerasan yang dimiliki mineral tulang disajikan pada tabel 7. Semakin kecil jejak indentor menunjukan semakin tinggi nilai kekerasan.

Sampel yang sama menunjukan nilai kekerasan yang berbeda pada setiap titik. Perbedaan ini juga dapat menunjukan bahwa tulang bukan kristal tunggal akan tetapi tulang merupakan bagian yang terdiri dari tulang jala dan padat. Nilai kekerasan yang kecil menunjukan kekersan pada tulang tulang jala. Nilai kekerasan yang tinggi merupakan ukuran kekerasan pada bagian tulang padat. Perbedaan nilai d1 dan d2 yang cukup tinggi

menunjukan bahwa tulang memiliki fase amorf.

Nilai kekerasan pada mineral tulang manusia disebabkan juga oleh jumlah mineral, jenis tulang, usia dan jenis kelamin. Untuk ukuran permukaan yang sama tetapi jumlah mineralnya berbeda akan menunjukan nilai kekerasan yang berbeda. Semakin tinggi jumlah mineral maka densitas luasnya akan semakin tinggi maka kekerasan bertambah. Tulang padat lebih keras dari tulang jala. Jenis kelamin juga mempengaruhi yaitu perempuan nilai kekerasannya lebih kecil dari laki-laki karena perempuan lebih mudah terkena osteoporosis. Pengaruh usia pada kekerasan tulang yaitu semakin tua akan semakin rapuh. Kecuali saat hidupnya asupan kalsium tinggi, jadi saat usia lanjut tidak terjadi pengkeroposan tulang yang tinggi karena kalsium terikat pada tulang. Kasus terjadi pada usia 60 tahun memiliki cadangan kalsium yang tinggi yaitu 53% maka

ketahanan mineralnya juga cukup tinggi. Kadar Ca yang tinggi dapat mempertinggi kekerasan pada komponen mineral hal ini terlihat dari sampel tulang iga yang memiliki jumlah Ca yang tinggi memiliki nilai kekerasan yang tinggi pula. Hal ini disebabkan sifat kalsium yang merupakan logam stabil.

Karakter komponen mineral juga dapat dianalisis dengan memberikan gangguan termal pada sampel. Penelitian ini menggunakan analisis termal TG-DTA untuk mengetahui karakter termalnya. Suhunya yang digunakan untuk memanaskan sampel sampai 1000oC dengan suhu naik 5oC/menit. Pada interval suhu ruang alat sampai 1000oC tersebut terdapat fenomena termokimia, meliputi perubahan fasa, dekomposisi massa, perubahan entalphi dan reaksi. Reaksi yang terjadi yaitu eksotermal dan endotermal. Secara umum hasil dari pengamatan semua sampel mengalami reaksi endotermal pada suhu 40-160oC yaitu disebabkan oleh adanya eliminasi H2O sebesar 1-4% dengan entalphi

yang bervariasi untuk setiap sampel. Suhu yang dapat menyebabkan terjadinya eliminasi H2O 25oC-300oC21. Eliminasi H2O terjadi

pada suhu tersebut dengan menyerap energi. Banyaknya energi yang diserap sebanding dengan jumlah H2O yang dieliminasi.

Eliminasi H2O yaitu berasal dari air yang

menyerap pada bagian dalam sampel. Tulang iga yang merupakan tulang padat dan jala sehingga H2O yang dieliminasi lebih tinggi

dibandingkan dengan tulang tibia dan kepala. Tulang tibia eliminasinya lebih tinggi dari pada tulang kepala. Hal ini disebabkan oleh struktur tulang tersebut. Tulang kepala merupakan tulang padat sehingga air yang meresap ke bagian dalam lebih rendah dibanding tulang tibia dan iga. Semua sampel mengalami dekomposisi masa sekitar 2% pada suhu 700-800oC yang disebabkan adanya eliminasi gugus karbonat (CO32-)10,18,21. Hal

ini menunjukan bahwa sampel mengandung CO32- yang menggantikan PO43-. Nilai Ca/P

untuk tulang iga memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan tulang kepala dan tibia menunjukan CO32- yang menggantikan PO4

3-yang lebih banyak. Hal ini relevan dengan hasil TG-DTA yang menunjukan dekomposisi massa yang diakibatkan oleh eliminasi CO3

2-pada tulang iga memiliki presentase yang lebih tinggi yaitu 1,7579% - 4,4571%, sedangkan pada tulang tibia dan tulang kepala yaitu 1,4408% dan 1,3121%.

Setelah eliminasi H2O sampel mengalami

(33)

menunjukan bahwa komponen mineral tulang manusia yang diperoleh merupakan campuran amorf (Amorphus Calcium Phosphate, ACP). Fase amorf tersebut disebabkan oleh adanya inhibitor dari ion-ion tubuh. Pemanasan menyebabkan adanya proses pengkristalan. Semakin tua metabolisme tubuh berkurang sehingga suplay Ca dari luar tidak diserap dengan baik. Kebutuhan Ca dipenuhi dari tulang menyebabkan ikatan kalsium semakin lemah. Ikatan yang lemah akan mudah putus dengan pemanasan. Dekomposisi yang semakin tinggi menunjukan bahwa ikatan kalsium fosfat mudah diputus oleh adanya pemanasan. Hal ini diperkuat dengan hasil karakterisasi TGA yang menunjukan semakin lanjut usia dekomposisi saat pemanasan semakin tinggi. Data yang memperkuat pernyataan tersebut yaitu dekomposisi massa mineral tulang iga laki-laki dewasa dan lansia, golongan dewasa (L, 30 tahun) pada suhu 414,57-523,24oC sebesar 2,8248% sedangkan lansia (L, 60 tahun) pada suhu 279,57-524,61oC sebesar 16,1237% dan lansia (L, 65 tahun) pada suhu 280-500oC sebesar 18,3653%. Dekomposisi massa mineral tulang dewasa (P, 21 tahun) pada suhu 392,50-560,25% sebesar 3,1675% sedangkan lansia (P, 75 tahun) pada suhu 250-500oC sebesar 25,6134%. Dari data tersebut jenis kelamin juga berpengaruh terhadap dekomposisi massa yaitu, mineral tulang perempuan lebih banyak terdekomposisi dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini disebabkan adanya faktor osteoporosis yang lebih banyak menyerang perempuan. Tulang iga laki-laki usia 30 tahun tidak mengalami perubahan massa pada suhu tersebut. Begitu pula pada tulang kepala dan tulang tibia. Ikatan pada tulang padat seperti tibia dan kepala lebih kuat dibandingkan tulang iga. Pada tulang tibia dan kepala energi pada suhu tersebut terjadi proses pengkristalan. Proses pengkristalan yang terjadi hanya merubah fasa tidak dengan dekomposisi massa. Pada suhu sekitar 400oC merupakan perubahan fase amorf ACP menuju fase stabil dengan energi yang dipakai disebut energi pemutusan. Reaksi eksotermik yang terjadi sepanjang perubahan suhu yaitu merupakan proses pengkristalan. Pada suhu 500oC memulai proses pengintian fase kristal kalsium fosfat21. Senyawa kalsium fosfat akan mengalami perubahan fasa.

Semakin banyak peak endotermik pada hasil perlakuan termal maka menunjukan semakin banyak proses pengkristalan pada sampel. Sampel anak-anak terdapat banyak peak eksotermik, menunjukan sampel ini

sangat amorf. Proses pengkristalan pada anak-anak tidak terjadi dekomposisi massa karena ikatan kalsium fosfat dalam tulang anak-aank masih kuat. Hal ini juga terjadi pada proses pengkristalan pada usia remaja. Dari hasil TG-DTA bahwa semakin tua akan semakin banyak dekomposisi massa menuju fase kekristalan karena faktor osteoporosis rentan terhadap bertambahnya usia.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Karakter mineral tulang tergantung pada jenis tulang, usia dan jenis kelamin. Tulang padat akan memiliki kandungan mineral yang lebih besar dibandingkan tulang jala. Usia dapat mempengaruhi jumlah mineral, semakin tua mineral semakin rendah. Selain itu jenis kelamin memberikan pengaruh, jumlah mineral tulang perempuan lebih rendah dari pada laki-laki. Mineral tulang dipengaruhi juga oleh asupan kalsium, genetik dan pola hidup. Mineral tulang disebut mineral apatit. Dalam tubuh disebut apatit biologi. Apatit biologi berbentuk apatit karbonat [Ca10((PO4),(CO3))6(OH)2]. Komponen utama

apatit yaitu Ca dan P. Unsur lain yang hadir yaitu Mg, Na, K dan unsur lain. Ion-ion dari unsur-unsur tersebut merupakan ion-ion pembentuk impuritas pada senyawa kalsium fosfat. Impuritas d

Gambar

Gambar 1  Kerangka tubuh manusia7.
Gambar 1  Kerangka tubuh manusia7.
Gambar 2  Struktur tulang padat dan tulang                     jala4.
Tabel 2  Variasi kalsium fosfat13
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu heatbed 3D bioprinter terhadap kuat tekan dan kekerasan scaffold hidroksiapatit tulang sapi untuk aplikasi.. bone

Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengaruh substitusi tepung tulang ikan lele (Clarias batrachus) pada pembuatan biskuit terhadap kadar kalsium, tingkat kekerasan biskuit

Jika jumlah karbon yang digunakan semakin tinggi maka kekerasan pada kompon Conveyor Belt yang dihasilkan juga semakin tinggi dan jika jumlah karbon sangat rendah maka kekerasan

Nanulaitta (2011) dalam penelitian “Analisa nilai kekerasan baja karbon rendah (S35C) dengan pengaruh waktu penahanan (holdind time) memalui proses pengarbonan padat (pack

Pada Gambar 4 untuk cuplikan paduan Ti-6Al-4V diketahui bahwa hasil yang diperoleh nilai kekerasan optimum dicapai pada tekanan gas nitrogen 1,6 bar dan membentuk lapisan

Nanulaitta (2011) dalam penelitian “Analisa nilai kekerasan baja karbon rendah (S35C) dengan pengaruh waktu penahanan ( holdind time ) memalui proses pengarbonan padat (

Pada pengelasan hardfacing pada permukaan baja karbon rendah menggunakan polaritas AC ini, nilai kekerasan yang didapatkan tertinggi melalui uji kekerasan vickers adalah

Dari tabel, gambar, dan grafik rata rata uji kekerasan yang ditampilkan, diketahui bahwa nilai kekerasan rata-rata yang paling tinggi untuk pengaruh kebakaran yang