• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Karakteristik Anak

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar anak berada pada umur 11 tahun, baik pada anak laki-laki maupun perempuan. Usia maksimum anak adalah 13 tahun dan usia minimum adalah 9 tahun dengan rata-rata capaian usia anak adalah 11 tahun. Berdasarkan kategori jenis kelamin , jumlah anak laki-laki dan perempuan pada penelitian ini tidaklah sama yaitu anak laki-laki-laki-laki sedikit lebih banyak dibandingkan dengan anak perempuan. Adapun rata-rata usia siswa laki-laki menunjukkan pada usia 11,23 tahun dan rata-rata usia anak perempuan berusia 10,71 tahun. Tabel 3 di bawah ini memperlihatkan lebih jelas sebaran anak menurut usia dan jenis kelamin.

Tabel 3 Sebaran anak menurut kategori usia dan jenis kelamin Usia (Tahun)

Jenis Kelamin Total

Laki-laki Perempuan n % n % N % 9 0 0,0 1 2,2 1 1,0 10 10 18,2 16 35,6 26 26,0 11 27 49,1 23 51,1 50 50,0 12 13 23,6 5 11,1 18 18,0 13 5 9,1 0 0,0 5 5,0 Total 55 100,0 45 100,0 100 100,0

Gambar 3 menunjukkan bahwa baik pada anak laki-laki maupun anak perempuan proporsi terbesar memiliki uang saku kurang dari Rp5.000,00. Selain itu, terlihat bahwa anak perempuan memiliki uang saku kurang dari Rp5.000,00 dan Rp5.000,00-Rp10.000,00 lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki. Dari keseluruhan data, rata-rata uang saku yang dimiliki anak sebesar Rp4.070,00. Jumlah uang saku terbanyak yang dimiliki anak sebesar Rp15.000,00, sedangkan uang saku terkecil yang dimiliki anak sebesar Rp1.000,00.

Gambar 4 merupakan sebaran anak berdasarkan urutan kelahiran anak. Urutan kelahiran anak terbagi menjadi tiga kategori yaitu anak sulung (pertama), anak tengah, dan anak bungsu (terakhir). Gambar tersebut menunjukkan bahwa anak tengah memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan urutan kelahiran lainnya baik pada anak laki-laki maupun anak perempuan. Artinya lima dari sepuluh anak laki-laki dan perempuan mempunyai kakak dan adik, sehingga keluarga harus melakukan pengasuhan dengan berbagai macam jenis umur.

Karakteristik Keluarga

Karakteristik keluarga terdiri atas usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Gambar 5 merupakan sebaran keluarga berdasarkan pengkategorian masa dewasa (dewasa muda, dewasa madya, dan dewasa lanjut) yang mengacu pada Hurlock (1980). Gambar 5 memperlihatkan bahwa usia ayah lebih dari separuhnya termasuk ke dalam kategori dewasa madya. Berlainan dengan itu, usia ibu lebih dari separuhnya berada pada kategori dewasa muda. Usia termuda pada ayah dan ibu adalah 27 tahun dan 23 tahun, sedangkan usia tertua pada usia ayah dan ibu adalah 80 tahun dan 75 tahun. Rata-rata usia ayah berusia 44,03 tahun dan rata-rata usia ibu 38,19 tahun. 0,0 50,0 100,0 Dewasa Muda (20-40 tahun) Dewasa madya (41-65 tahun) Dewasa lanjut (> 65 tahun) 39,0 56,0 5,0 62,0 37,0 1,0 per sentase Ayah % Ibu % Gambar 3 Sebaran anak berdasarkan uang saku dan jeis kelamin

Gambar 4 Sebaran anak berdasarkan urutan kelahiran anak dan jenis kelamin

Gambar 5 Sebaran keluarga berdasarkan usia ayah dan ibu 80,0 17,7 2,3 81,8 16,7 1,5 0,0 50,0 100,0 Rp> 5.000 Rp5.000-Rp10.000 Rp>10.000 persentase perempuan laki-laki 0,0 50,0 100,0

Sulung Tengah Bungsu

27,3 49,0 23,7 17,8 46,7 35,5 per sentase Laki-laki Perempuan

13

Tingkat pendidikan ayah dan ibu pada hasil penelitian terlihat bahwa lebih dari separuh dari jumlah ayah maupun ibu berpendidikan sampai tamat SD. Sementara itu, lebih dari satu per empat ayah dan ibu berpendidikan tidak tamat SD. Pendidikan terendah ayah dan ibu dengan status pendidikan tidak bersekolah sebanyak 3 orang dan 2 orang. Rata-rata lama pendidikan ayah dan ibu yaitu 6,12 tahun dan 5,79 tahun. Tingkat pendidikan tertinggi yang dicapai ayah dan ibu adalah perguruan tinggi dengan persentase yang sama yaitu 1 persen (Gambar 6).

Hasil berdasarkan jenis pekerjaan orang tua menunjukkan bahwa jumlah pekerjaan ayah terbanyak berada pada wirausaha/dagang, buruh, dan petani buruh harian. Sementara jumlah pekerjaan ibu terbanyak pada tidak bekerja, petani buruh harian, dan profesi lainnya. Penjelasan lebih lanjut disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran keluarga menurut jenis pekerjaan ayah dan ibu

Pekerjaan Orang Tua Ayah Ibu

Tidak bekerja 1,0 74,0

Petani pemilik 5,0 0,0

Petani penyewa 1,0 0,0

Petani penggarap 3,0 2,0

Petani buruh harian 13,0 6,0

PNS 0,0 0,0 Pegawai swasta 4,0 0,0 Wirausaha/pedagang 36,0 6,0 Buruh 26,0 1,0 Penambang 0,0 0,0 Lainnya 11,0 11,0 Total 100,0 100,0

Pada penelitian ini tingkat kemiskinan keluarga dibagi menurut kategori Badan Pusat Statistik (BPS) 2014 Kabupaten Bogor. Kategori kemiskinan kabupaten diambil dari garis kemiskinan Kabupaten Bogor tahun 2014 yaitu sebesar Rp271.970,00. Hasil penelitian menemukan bahwa rata-rata pendapatan per kapita per bulan orang tua berada pada kisaran Rp359.000,00, dengan minimal pendapatan/kapita/bulan Rp37.500,00 dan maksimal Rp4.285.714,00. Lebih dari separuh total anak baik laki-laki maupun perempuan berasal dari keluarga tidak miskin. Namun, keluarga miskin pada anak perempuan lebih tinggi dibandingkan

3,0 24,0 53,0 14,0 5,0 1,0 2,0 32,0 52,0 12,0 1,0 1,0 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Perguruan tinggi Ayah % Ibu %

keluarga dari anak laki-laki. Sebaran pendapatan orang tua disajikan pada Gambar 7.

Besar keluarga pada penelitian ini dibagi menurut kategori Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Kategori keluarga kecil berjumlah kurang atau sama dengan 4 orang. Kategori keluarga sedang berjumlah 5-7 orang. Selanjutnya, keluarga besar adalah keluarga dengan anggota mencapai lebih dari 7 orang. Hasil penelitian menemukan total keluarga sedang jauh lebih banyak dibandingkan dengan keluarga kecil dan besar. Namun, jika dibandingkan dari keduanya keluarga kecil memilliki persentase lebih tinggi daripada keluarga besar. Jumlah besar keluarga terkecil yaitu 3 anggota keluarga dan terbesar 10 anggota keluarga dengan rata-rata besar keluarga 5,3 orang. Sebaran besar keluarga disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga dan jenis kelamin Jenis Kelamin

Total Laki-laki (%) Perempuan (%)

Keluarga kecil (≤ 4 orang) 38,1 28,9 34,0

Keluarga sedang (5-7 orang) 52,8 57,8 55,0

Keluarga besar (> 7 orang) 9,1 13,3 11,0

Total 100,0

Sosialisasi Akademik

Hasil penelitian yang terdapat pada Tabel 6 menunjukkan bahwa capaian sosialisasi akademik orang tua lebih tinggi dibandingkan dengan sosialisasi akademik guru. Dilihat dari dimensi sosialisasi akademik orang tua, dimensi sosialisasi untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik, capaiannya lebih tinggi dibandingkan dengan dimensi lainnya. Sementara pada sosialisasi akademik guru, dimensi sosialisasi untuk memberi tekanan pada nilai pendidikan lebih tinggi dibandingkan dengan dimensi lainnya. Hasil penelitian menunjukkan adanya persamaan antara sosialisasi akademik orang tua dan guru yaitu masih rendahnya dalam memberikan sosialisasi untuk mendiskusikan strategi belajar dan menghubungkan tugas rumah dan sekolah dengan minat dan tujuan anak. Beberapa dimensi sosialisasi akademik orang tua yang memiliki capaian minimal nol (0) yaitu sosialisasi untuk mendiskusikan strategi belajar; membuat rencana dan persiapan untuk masa depan; dan menghubungkan tugas

0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0

Miskin Tidak miskin

45,5

54,5

46,7 53,3 Laki-laki

Perempuan

15

rumah dan sekolah dengan minat dan tujuan anak. Artinya terdapat anak yang hampir tidak pernah mendapatkan sosialisasi untuk mendiskusikan strategi belajar; membuat rencana dan persiapan untuk masa depan; dan menghubungkan tugas rumah dan sekolah dengan minat dan tujuan anak dari orang tuanya. Sementara sosialisasi akademik guru dari seluruh dimensi hanya dimensi sosialisasi untuk mendiskusikan strategi belajar yang tidak memiliki capaian minimal nol (0). Artinya terdapat anak yang hanya mendapatkan sosialisasi untuk mendiskusikan strategi belajar dari guru, sementara untuk dimensi lainnya anak hampir tidak pernah mendapatkan pengenalan dan penanaman nilai-nilai akademik di luar strategi belajar.

Tabel 6 Nilai minimum, maksimum, rataan, dan standar deviasi indeks sosialisasi akademik

Subvariabel

Minimal Maksimal Rataan ± Standar Deviasi Orang

tua Guru

Orang

tua Guru Orang tua Guru

Sosialisasi akademik 12 6 100 95 60,31 ± 17,66 51,62 ± 17,29 Memperoleh pekerjaan dan pendidikan yang lebih baik 8 0 100 100 67,39 ± 25,60 57,12 ± 29,95 Memberi tekanan pada nilai pendidikan 9 0 100 100 64,82 ± 20,92 59,00 ± 21,62 Mengomunikasikan harapan untuk berprestasi 4 0 100 100 64,53 ± 22,18 57,27 ± 23,95 Mendiskusikan strategi belajar 0 13 100 100 54,44 ± 21,62 53,95 ± 20,32 Membuat rencana dan persiapan untuk masa depan

0 0 100 100 62,68 ± 29,37 47,26 ± 30,34 Menghubungkan

tugas rumah dan sekolah dengan minat dan tujuan anak

0 0 100 86 48,84 ± 21,79 31,06 ± 19,75

Tabel 7 menunjukkan bahwa proporsi terbesar anak laki-laki dan perempuan mempersepsikan bahwa sosialisasi akademik dari orang tua secara total berada pada kategori rendah. Proporsi terbesar kedua pada kategori sedang dan terkecil pada kategori tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lima dari enam dimensi sosialisasi akademik orang tua pada anak laki-laki berada pada kategori rendah yakni sosialisasi untuk memperoleh pekerjaan dan pendidikan yang lebih baik; mengomunikasikan harapan untuk berprestasi; mendiskusikan strategi belajar; membuat rencana dan persiapan untuk masa depan; dan menghubungkan tugas rumah dan sekolah dengan minat dan tujan anak. Sementara pada anak perempuan, seluruh dimensi dan sosialisasi akademik orang tua secara total berada pada kategori rendah. Artinya bahwa orang tua masih kurang dalam menyosialisasikan

nilai-nilai akademik pada anak seperti orang tua hampir tidak pernah menawarkan untuk mengerjakan PR, hampir tidak pernah memasukan anak ke tempat les, hampir tidak pernah memberikan PR tambahan, hampir tidak pernah menetapkan jam belajar yang rutin di rumah, hampir tidak pernah berinteraksi dengan guru di sekolah, dan hampir tidak pernah terlibat dalam minat dan hobi anak.

Tabel 7 Sebaran anak berdasarkan kategori sosialisasi akademik orang tua dan jenis kelamin anak (%)

Subvariabel

Rendah Sedang Tinggi

Laki-laki Perem puan Laki-laki Perem puan Laki-laki Perem puan Sosialisasi akademik 40,0 55,5 41,8 33,3 18,2 11,2 Memperoleh pekerjaan dan pendidikan yang lebih baik

32,7 46,7 23,6 26,6 43,7 26,7

Memberi tekanan pada

nilai pendidikan 20,0 44,4 47,3 24,4 32,7 31,2

Mengomunikasikan

harapan untuk berprestasi 34,6 46,7 32,7 22,2 32,7 31,9 Mendiskusikan strategi

belajar 58,2 60,0 29,1 26,7 12,7 13,3

Membuat rencana dan persiapan untuk masa depan

40,0 53,4 25,5 20,0 34,5 26,6

Menghubungkan tugas rumah dan sekolah dengan minat dan tujuan anak

71,0 80,0 16,3 8,9 12,7 11,1

Hasil penelitian pada Tabel 8 menunjukkan bahwa proporsi terbesar seluruh dimensi dan sosialisasi akademik guru secara total pada anak laki-laki dan perempuan berada pada kategori rendah. Proporsi terbesar kedua pada kategori sedang dan terkecil pada kategori tinggi. Artinya bahwa guru masih kurang dalam memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai pendidikan. Hal ini terjadi karena guru di perdesaan hampir tidak pernah mengingatkan bahwa anak harus mempunyai pekerjaan yang lebih baik dibandingkan orang tuanya, hampir tidak pernah mengingatkan anak bahwa untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik maka anak harus bersekolah, hampir tidak pernah menawarkan pada anak untuk membantu mengerjakan PR, hampir tidak pernah menanyakan kegiatan apa saja yang dilakukan selama di sekolah, hampir tidak pernah mengungkapkan rasa bangganya ketika anak rajin belajar, hampir tidak pernah memuji ketika anak berhasil mendapatkan nilai yang bagus, hampir tidak pernah menyarankan anak untuk les tambahan, hampir tidak pernah memberikan PR tambahan, hampir tidak pernah menyarankan untuk menetapkan jam belajar yang rutin di rumah, hampir tidak pernah mengetahui kebiasaan belajar anak, hampir tidak pernah mendorong anak untuk mencari tahu apa cita-citanya, hampir tidak pernah mengajarkan bahwa penting untuk membuat rencana masa depan, hampir tidak pernah tahu cita-cita anak, hampir tidak pernah mengajak berdiskusi tentang apa yang ingin anak lakukan di masa depan, hampir tidak pernah mendorong anak untuk

17

mengembangkan hobinya, hampir tidak pernah berinteraksi dengan orang tua, hampir tidak pernah terlibat dalam minat dan hobi anak, hampir tidak pernah memberi hadiah sesuai dengan kesukaan anak, dan guru hampir tidak pernah mengetahui aktivitas apa saja yang suka dilakukan anak di sekolah. Hanya 5,4 persen anak laki-laki dan 6,7 persen anak perempuan yang merasa bahwa guru telah memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai tentang pendidikan yang tinggi pada dirinya.

Tabel 8 Sebaran anak berdasarkan kategori sosialisasi akademik guru dan jenis kelamin (%)

Subvariabel

Rendah Sedang Tinggi

Laki-laki Perem puan Laki-laki Perem puan Laki-laki Perem puan Sosialisasi akademik 67,3 77,8 27,3 15,5 5,4 6,7 Memperoleh pekerjaan dan pendidikan yang lebih baik

49,0 64,4 27,4 11,1 23,6 24,5

Memberi tekanan pada

nilai pendidikan 41,9 55,5 38,1 26,7 20,0 17,8

Mengomunikasikan

harapan untuk berprestasi 56,4 55,5 21,8 17,8 21,8 26,7 Mendiskusikan strategi

belajar 72,7 66,7 16,4 15,5 10,9 17,8

Membuat rencana dan persiapan untuk masa depan

63,6 75,5 18,2 6,7 18,2 17,8

Menghubungkan tugas rumah dan sekolah dengan minat dan tujuan anak

98,2 86,7 0,0 4,4 1,8 8,9

Motivasi Berprestasi

Hasil penelitian pada Tabel 9 menunjukkan bahwa rataan capaian pada motivasi berprestasi intrinsik anak lebih tinggi dibandingkan dengan motivasi berprestasi ektrinsik. Sementara rataan secara total adalah 67,78 dengan rataan minimal-maksimal adalah 36 dan 93. Hasil ini dilihat berdasarkan rata-rata indeks motivasi berprestasi.

Tabel 9 Nilai minimum, maksimum, rataan, dan standar deviasi indeks motivasi berprestasi

Subvariabel Minimal Maksimal Rataan ± Standar Deviasi

Intrinsik 14 100 72,03 ± 18,63

Ekstrinsik 6 100 63,76 ± 19,47

Hasil pada Tabel 10 menunjukkan bahwa baik pada anak laki-laki maupun anak perempuan motivasi berprestasi intrinsik anak SD di perdesaan berada pada kategori sedang. Artinya bahwa anak sudah cukup memiliki keinginan untuk

berprestasi yang berasal dari faktor dirinya sendiri. Sementara motivasi berprestasi eksrinsik anak laki-laki dan perempuan berada pada kategori rendah. Hal tersebut memperlihatkan bahwa anak SD di perdesaan lebih memiliki motivasi berprestasi intrinsik dibandingkan dengan motivasi berprestasi ekstrinsik, meskipun keduanya belum tinggi. Namun apabila melihat pada kategori tinggi, motivasi intrinsik dan ekstrinsik pada anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan.

Tabel 10 Sebaran anak berdasarkan kategori motivasi berprestasi dan jenis kelamin (%)

Hubungan Karakteristik Anak dan Keluarga dengan Sosialisasi Akademik Orang Tua serta Motivasi Berprestasi

Hasil pengujian korelasi Pearson antara usia anak dan karakteristik keluarga dengan sosialisasi akademik dan motivasi berprestasi menunjukkan bahwa tidak ditemukannya hubungan signifikan antara karakteristik anak dan keluarga dengan sosialisasi akademik dan motivasi berprestasi.

Perbedaan Sosialisasi Akademik dan Motivasi Berprestasi Anak Laki-laki dan Perempuan

Hasil uji beda antara jenis kelamin dengan sosialisasi akademik dan motivasi berprestasi menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara apa yang dirasakan anak laki-laki dan perempuan dalam menerima nilai-nilai pendidikan dari orang tua dan guru mereka, dan tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara motivasi berprestasi anak laki-laki dan perempuan.

Hubungan Sosialisasi Akademik Orang Tua dan Guru dengan Motivasi Berprestasi

Hasil penelitian pada hubungan sosialisasi akademik dengan motivasi berprestasi anak (Tabel 11) menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara semua dimensi sosialisasi akademik orang tua dan guru dengan motivasi berprestasi intrinsik. Artinya, semakin tinggi orang tua dan guru dalam mengenalkan dan menanamkan nilai-nilai untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik, menekankan pada nilai pendidikan, mengomunikasikan harapan untuk berprestasi, mendiskusikan strategi belajar, membuat rencana dan persiapan untuk masa depan, dan menghubungkan tugas rumah dan sekolah dengan minat dan tujuan anak berhubungan nyata dengan semakin meningkatnya motivasi berprestasi intrinsik anak. Sementara itu, pada motivasi berprestasi

Subvariabel

Rendah Sedang Tinggi

Laki-laki Perem puan Laki-laki Perem puan Laki-laki Perem puan Intrinsik 21,8 24,4 43,6 46,7 34,6 28,9 Ekstrinsik 41,8 42,2 23,6 33,3 34,6 24,5

19

ekstrinsik terlihat bahwa tidak berhubungan signifikan dengan sosialisasi akademik orang tua dan guru.

Tabel 11 Koefisien korelasi antara sosialisasi akademik orang tua dan guru dengan motivasi berprestasi

Hubungan antar variabel Motivasi berprestasi Intrinsik Ekstrinsik Orang tua Guru Orang tua Guru

Sosialisasi akademik 0,527** 0,464** 0,108 -0,079

Memperoleh pekerjaan dan

pendidikan yang lebih baik 0,361** 0,373** -0,135 -0,165 Memberi tekanan pada nilai

pendidikan 0,445** 0,404** -0,109 -0,138

Mengomunikasikan harapan untuk

berprestasi 0,545** 0,428** -0,184 -0,151

Mendiskusikan strategi belajar 0,348** 0,260** -0,086 -0,075 Membuat rencana dan persiapan

untuk masa depan 0,410** 0,262** 0,005 0,099

Menghubungkan tugas rumah dan sekolah dengan minat dan tujuan anak

0,284** 0,228* 0,108 0,172 Keterangan: * = Signifikan pada p<0,05, **= Signifikan pada p<0,01

Pengaruh Karakteristik Anak, Karakteristik Keluarga, dan Sosialisasi Akademik terhadap Motivasi Berprestasi

Analisis pengaruh karakteristik anak, karakteristik keluarga, dan sosialisasi akademik terhadap motivasi berprestasi, sesuai dengan hipotesa penelitian maka penelitian ini menguji dua model regresi, yaitu pengaruh terhadap motivasi intrinsik dan pengaruh terhadap motivasi ekstrinsik (Tabel 12). Dari hasil analisis tersebut, hanya motivasi intrinsik yang memenuhi syarat dari tingkat signifikansi (sig=0,000). Model tersebut memiliki Adjusted R Square sebesar 23,3 persen artinya model variabel bebas yang memengaruhi motivasi berprestasi intrinsik terbukti menjelaskan 23,3 persen dan 76,7 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Pada model ini variabel-variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap motivasi berprestasi intrinsik adalah sosialisasi akademik orang tua (β=0,465), dimana setiap kenaikan satu skor sosialisasi akademik orang tua akan menaikkan skor motivasi berprestasi intrinsik sebesar 0,465 poin. Sementara variabel karakteristik anak, karakteristik keluarga, dan sosialisasi akademik guru ditemukan tidak berpengaruh signifikan terhadap motivasi berprestasi intrinsik.

Tabel 12 Hasil analisis regresi linier berganda pada karakteristik anak, karakteristik keluarga, dan sosialisasi akademik terhadap motivasi berprestasi intrinsik anak

Model Motivasi Intrinsik Koefisien Tidak Terstandarisasi Koefisien terstandarisasi t Sig. B Std. Error Beta (Konstan) 49,744 27,786 1,819 0,077

Usia anak (tahun) -1,212 2,216 -0,058 -0,589 0,873

Jenis kelamin 0,582 3,627 0,028 0,284 0,586

usia ibu 0,136 0,216 0,060 0,626 0,530

Lama pendidikan ayah

(tahun) 0,195 0,672 0,030 0,308 0,773

Lama pendidikan ibu

(tahun) -0,212 0,854 -0,027 -0,263 0,805 Pendapatan keluarga (Rp/kap/bul) 3,763 x 10-6 0,000 -0,092 -1,010 0,314 Besar keluarga -0,588 1,270 -0,043 -0,441 0,644 Sosialisasi akademik orang tua 0,465 0,152 0,438 3,057 0,003**

Sosialisasi akademik guru 0,127 0,152 0,119 0,844 0,405

F 4,341

Sig. 0,000

R2 0,303

Adjusted R Square 0,233

Keterangan: **=Signifikan pada p<0,01

Pembahasan

Motivasi berprestasi adalah daya penggerak dalam diri anak untuk mencapai taraf prestasi setinggi mungkin, sesuai dengan yang diterapkan oleh anak itu sendiri (Hawadi & Akbar 2001). Motivasi berprestasi berhubungan dalam menyukseskan masa depan anak, hasil belajar, pilihan anak, dan keinginan anak untuk terlibat dalam berperilaku (Deci et al. 1991). Motivasi berprestasi merupakan faktor pendorong untuk meraih atau mencapai sesuatu yang diinginkannya agar meraih kesuksesan (Inayah 2013). Motivasi berprestasi dibagi menjadi dua dimensi yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi berprestasi intrinsik yaitu dorongan atau keinginan yang tumbuh dari dalam diri anak, sedangkan motivasi berprestasi ekstrinsik yaitu dorongan atau keinginan yang tumbuh karena beberapa faktor dari luar (Lepper, Iyengar, & Corpus 2005). Penelitian ini menemukan bahwa motivasi berprestasi intrinsik anak lebih tinggi daripada motivasi berprestasi ekstrinsik. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Henderlong & Lepper (2000) dalam Lemos & Verissimo (2014) pada siswa SD yang menunjukkan bahwa siswa yang berada pada kelas tinggi lebih memiliki motivasi intrinsik dibandingkan motivasi ekstrinsik, hal tersebut terjadi karena melemahnya dampak dari sumber eksternal. Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa anak SD yang tinggal di perdesaan (desa Ciasihan dan Ciasmara) lebih mandiri dalam mengerjakan PR, memiliki cita-cita untuk sekolah

21

tinggi, suka bertanya untuk mengetahui hal-hal baru, lebih suka belajar dibandingkan bermain, lebih suka mengetahui cara penyelesaian masalah dibandingkan kunci jawabannya, dan masih ingin belajar meskipun guru tidak memerhatikannya. Selanjutnya hasil wawancara pada orang tua menunjukkan bahwa anak di perdesaan jarang diberikan sumber ekstrinsik seperti hadiah, pelukan, ciuman, dan pujian. Hal tersebut jarang diberikan karena orang tua merasa bahwa memberikan pelukan dan ciuman pada anak SD sudah tidak perlu lagi dan untuk membelikan hadiah sendiri orang tua tidak mampu. Kondisi tersebut menunjukkan sumber ekstrinsik tidak cukup untuk mendorong motivasi sehingga yang terbentuk adalah motivasi berprestasi intrinsik pada anak. Selanjutnya penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara anak laki-laki dan perempuan dengan motivasi berprestasi intrinsik dan motivasi berprestasi ekstrinsik. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Nagarathanamma & Rao (2007) yang tidak menemukan perbedaan signifikan berdasarkan tingkat motivasi berprestasi antara laki-laki dan perempuan.

Teori bioekologis Bronfenbrenner menyebutkan bahwa lingkungan sosial terdekat anak adalah keluarga dan sekolah yang dapat berperan dalam menyukseskan perkembangan anak melalui interaksi langsung mikrosistem dengan anak atau hasil interaksi antarkedua mikrosistem (Santrock 2011). Hal ini berarti bahwa interaksi anak dengan keluarga dan sekolah atau interaksi keluarga dengan sekolah memiliki peranan penting dalam menumbuhkan kompetensi (industry) dalam diri anak sehingga anak terdorong untuk memiliki motivasi berprestasi. Interaksi tersebut dapat dilakukan dengan cara keluarga dan sekolah ikut terlibat melalui pengenalan dan penanaman nilai-nilai pendidikan kepada anak. Keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak berhubungan dengan nilai rata-rata anak yang lebih tinggi dan perilaku yang lebih baik di sekolah dan di rumah. Strategi yang berhasil diantaranya mencakup guru bertemu empat mata dengan orang tua dan tetap berhubungan dengan orang tua secara teratur untuk membicarakan kemajuan anak (Santrock 2007). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sosialisasi akademik dan motivasi berprestasi anak usia sekolah pada keluarga di perdesaan. Penelitian ini menemukan bahwa rata-rata sosialisasi akademik orang tua dan guru berada dalam kategori rendah. Dengan kata lain, anak merasakan bahwa proses orang tua dan guru dalam mengenalkan dan menanamkan nilai-nilai pendidikan yang diterima dari orang tua dan guru di perdesaan masih rendah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rochaeni & Lokollo (2005) yang menyatakan bahwa persentase pengeluaran rumah tangga petani sebagian besar dialokasikan pada pangan dibandingkan investasi pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga yang tinggal di perdesan kurang mengenalkan dan menanamkan nilai-nilai yang berhubungan dengan sekolah atau pendidikan untuk anak dibandingkan memenuhi kebutuhan pangan. Orozco (2008) menunjukkan bahwa status sosial ekonomi yang tinggi memiliki keterkaitan dengan keterlibatan orang tua yang lebih besar dibandingkan orang tua yang berpenghasilan rendah. Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa orang tua di perdesaan meskipun tidak bekerja (ada di rumah) jarang berinteraksi dengan anak untuk berdiskusi mengenai masa depan anak atau masalah pendidikan anak. Orang tua lebih senang berkumpul bersama tetangga dan sanak saudara untuk membicarakan hal-hal seperti pengalaman diri dibandingkan berada

di rumah berinteraksi dengan anak untuk membicarakan perkembangan sekolah anak. Begitupun halnya dengan guru di sekolah, guru di perdesaan sangat kurang

Dokumen terkait