• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Kondisi Umum Wilayah Studi

Berdasarkan informasi dari Badan Pusat Statistik Serdang Bedagai (2012), Kecamatan Perbaungan terletak di Kabupaten Serdang Bedagai, dengan posisi geografis 3° 28' 12"—3° 36' 36" lintang utara dan 98° 55' 48"— 99° 6' 36" bujur timur, dengan ketinggian berkisar antara 0—65 meter di atas permukaan laut. Kecamatan ini memiliki luas 111,620 km2 yang terdiri dari 24 desa dan 4 kelurahan. Batas-batas wilayah Kecamatan Perbaungan yakni : sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pantai Cermin, sebelah Selatan dengan Kecamatan Pegajahan, sebelah Timur dengan Kecamatan Teluk Mengkudu, dan sebelah Barat dengan Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang.

Berdasarkan pengamatan Stasiun Sampali, sebagaimana yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik Serdang Bedagai (2013), rata-rata kelembaban udara per bulan sekitar 83 %, curah hujan berkisar 78—297 mm/bulan, curah hujan berkisar 78—297 mm/bulan dengan periode tertinggi pada bulan Oktober, hari hujan per bulan berkisar 12—20 hari, rata-rata kecepatan angin sekitar 2,4 m/detik dengan tingkat penguapan berkisar 3,9 mm/hari. Temperatur udara per bulan minimal 23,7 oC dan maksimal 33,1 oC.

Luas sawah keseluruhan di Kecamatan Perbaungan adalah 5.868 ha, yang terdiri atas sawah beririgasi semiteknis 5.495 ha dan nonteknis 373 ha. Sebagian besar wilayah di Perbaungan termasuk dalam ordo tanah Entisol, dengan grup Fluvaquent. Menurut Soil Survey Staff (1999), Fluvaquents adalah grup dari ordo tanah Entisol dengan subordo Aquent yang mengandung karbon organik berumur

Holosen sebesar 0,2 persen atau lebih pada kedalaman 125 cm di bawah permukaan tanah mineral, atau memiliki penurunan kandungan karbon organik secara tidak teratur dari kedalaman 25 cm sampai 125 cm atau mencapai kontak densik, litik, atau paralitik apabila lebih dangkal.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada sejulah petani di 12 desa di Kecamatan perbaungan, diperoleh bahwa penanaman padi dilakukan sebanyak 2 kali per tahun, dengan varietas umum yang digunakan adalah Ciherang.

Analisis Statistik Deskriptif

Hasil analisis statistik deskriptif untuk setiap variabel survei dari 44 sampel tanah sawah dengan koordinat lokasi disajikan dalam tabel 2 berikut ini, dengan luaran analisis SPSS terdapat pada lampiran 1.

Tabel 2. Statistik deskriptif P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia

Variabel Minimum Maksimum Rata-Rata Simpangan baku Ragam KK (%) P-potensial (mg/100g) 13,48 76,26 36,24 14,20 201,72 39,18 P-tersedia (ppm) 3,67 56,67 17,73 13,16 173,31 74,22 Zn-tersedia (ppm) 20,20 42,36 27,75 4,97 24,70 17,90 Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia berturut-turut adalah 36,24 mg/100g, 17,73 ppm, dan 27,75 ppm. Nilai koefisien keragaman (KK) terbesar terdapat pada variabel P-tersedia yakni 74,22 % sedangkan yang terkecil terdapat pada Zn-tersedia yakni 17,90 %. Hal ini mengindikasikan bahwa penyebaran P-tersedia menunjukkan keragaman yang cukup tinggi sementara penyebaran Zn-tersedia paling seragam di antara semua variabel.

Uji Normalitas Sebaran Data

Uji Normalitas distribusi data dengan metode Kolmogorov-Smirnov ditampilkan pada tabel 3 berikut, dengan luaran analisis terdapat pada lampiran 2. Tabel 3. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov P-potensial, P-tersedia, dan

Zn-tersedia Variabel Jumlah sampel Nilai Z Kolmogorov-Smirnov Signifikansi Dn Dn, α P-potensial 44 0,766 0,600 0,115 0,205 P-tersedia 44 1,204 0,110 0,182 0,205 Zn-tersedia 44 1,026 0,243 0,155 0,205

Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa semua data variabel terdistribusi secara normal dan dapat dilanjutkan ke analisis statistik parametrik berikutnya, yakni analisis korelasi, karena semua variabel memenuhi syarat yakni, nilai Dn, α hasil perhitungan lebih besar daripada Dn tabel serta nilai Z Kolmogorov-Smirnov lebih kecil dari 1,96. Secara visual. Histogram dari ketiga variabel menunjukkan kemiripan dengan pola data berdistribusi normal sebagaimana ditunjukkan pada gambar 3 berikut.

Gambar 3. Histogram P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia

Zn-tersedia (ppm) P-tersedia (ppm)

Analisis Korelasi Pearson

Analisis korelasi antarvariabel dengan metode Pearson diperlihatkan pada tabel 4 berikut, dengan luaran analisis SPSS terdapat pada lampiran 3.

Tabel 4. Analisis Korelasi P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia

Variabel P-potensial P-tersedia Zn-tersedia

P-potensial - - -

P-tersedia 0,798** - -

Zn-tersedia -0,198tn -0,123tn -

** Korelasi nyata pada taraf 1 %

Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang sangat nyata antara P-potensial dan P-tersedia. Sementara itu, baik P-potensial maupun P-tersedia tidak berkorelasi secara nyata dengan Zn-tersedia. Ada tidaknya korelasi ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya kandungan hara inheren dalam tanah, asal bahan induk, pemupukan, irigasi, dan pengolahan tanah.

Data Hasil Wawancara

Data hasil wawancara dari 100 responden petani yang dikelompokkan menurut masing-masing desa di Kecamatan Perbaungan terdapat pada tabel 5, dengan data keseluruhan responden terdapat pada lampiran 4.

Rata-rata petani memiliki luas areal sawah tidak lebih dari satu hektar, yakni seluas 0,67 ha dengan varietas padi Ciherang. Rata-rata dosis pupuk SP-36 dan urea yang digunakan berturut-turut adalah 195,81 kg/ha dan 198,83 kg/ha, dengan dosis tertinggi terdapat pada desa Lubuk Dendang yakni masing-masing sebesar 250 kg/ha. Sementara itu, rata-rata produksi terbilang cukup tinggi mencapai 7,49 ton/ha/musim.

Tabulasi data kuesioner yang dikelompokkan untuk setiap desa ditampilkan pada tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Tabulasi data kuesioner tiap desa

Desa

Luas sawah Dosis P (SP-36)

Dosis N

(Urea) Produksi

Varietas

Padi Periode Tanam

Informasi Hara Bahan Organik

ha kg/ha ton/ha

Cinta Air 0,77 193,75 196,75 7,72 Ciherang 2 kali PUTS Pukan kambing dan sapi

Kesatuan 1,05 167,50 167,50 8,43 Ciherang 2 kali PUTS dan BWD Pukan sapi; kompos jerami

Kota Galuh 0,75 218,75 206,25 7,69 Ciherang 2 kali PUTS dan BWD Tidak ada pemberian

Lidah Tanah 0,71 171,59 178,25 7,35 Ciherang 2 kali PUTS dan BWD Pukan sapi; kompos jerami

Lubuk Bayas 0,74 210,00 215,00 7,55 Ciherang 2 kali PUTS Tidak ada pemberian

Lubuk Cemara 0,45 182,14 192,75 7,18 Ciherang 2 kali PUTS dan BWD Pukan sapi

Lubuk Dendang 0,40 250,00 250,00 7,33 Ciherang 2 kali PUTS dan BWD Tidak ada pemberian

Lubuk Rotan 0,61 170,83 179,00 7,52 Ciherang 2 kali PUTS dan BWD Pukan sapi

Pematang Sijoman 0,79 285,71 285,50 7,71 Ciherang 2 kali PUTS Pukan kambing

Suka Beras 0,75 116,67 125,00 7,22 Ciherang 2 kali PUTS dan BWD Pukan sapi

Suka Jadi 0,38 205,00 210,00 7,13 Ciherang 2 kali PUTS Pukan sapi

Tanah Merah 0,60 177,78 180,00 7,11 Ciherang 2 kali PUTS dan BWD Pukan sapi

Total Rata-rata 8,00 0,67 2.349,70 195,81 2.386,00 198,83 89,90 7,49

Analisis Geostatistik

Analisis geostatistik P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia dengan model semivariogram yang disesuaikan ditunjukkan pada tabel 6 berikut, dengan luaran analisis menggunakan ArcGIS 10 terdapat pada lampiran 5, 6, dan 7.

Tabel 6. Model Semivariogram untuk P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia

Variabel Model Nugget (C0) Sill (C0 + C) Nugget/Sill (%) Kelas Spasial Rentang Efektif (m) P-potensial Eksponensial 186,7 211,39 88,32 Lemah 4.505,04 P-tersedia Linear 154,49 210,33 73,45 Sedang 4.256,16 Zn-tersedia Eksponensial 18,56 9,13 203,28 Lemah 7.718,21

Tabel 6 menunjukkan bahwa P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia berturut-turut memiliki nilai perbandingan nugget/sill 88,32 %, 73,45 %, dan 203,28 %. Menurut Cambardella et al. (1994), nilai perbandingan ini dapat menjadi dasar untuk menentukan tingkat autokorelasi atau keeratan hubungan spasial masing-masing variabel. Tingkat spasial kuat jika nilai perbandingan lebih kecil daripada 25 %, sedang jika berada pada 25—75 %, dan lemah jika lebih besar daripada 75 %. Maka, pada data di atas, P-potensial dan Zn-tersedia masing-masing memiliki tingkat autokorelasi spasial yang lemah, sedangkan P-tersedia memiliki tingkat autokorelasi spasial yang sedang.

P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia masing-masing memiliki rentang efektif 4.505,04 m, 4.256,16 m, dan 7.718,21 m. Nilai rentang efektif ini merupakan jarak yang menunjukkan keragaman yang nyata pada variabel-variabel di setiap lokasi. Nilai-nilai variabel pada lokasi yang berjarak masih berada pada kisaran rentang ini cenderung menunjukkan keseragaman dibandingkan dengan

lokasi-lokasi yang lebih jauh daripada rentang efektif ini. Dengan kata lain, perbedaan nilai variabel pada jarak rentang ini tidak berbeda secara signifikan. Sebaliknya, semakin jauh jarak, maka keragaman nilai variabel secara spasial semakin besar dan signifikan.

Gambar 4, 5, dan 6 berikut ini menunjukkan model semivariogram yang disesuaikan untuk P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia, yang menunjukkan hubungan antara nilai semivarians atau keragaman spasial (sumbu Y) terhadap jarak spasial (sumbu X) antara dua titik, berdasarkan data luaran analisis pada lampiran 6.

Gambar 4. Model Semivariogram Eksponensial P-potensial

Gambar 6. Model Semivariogram Eksponensial Zn-tersedia

Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa semivariogram P-potensial dan Zn-tersedia masing-masing merupakan model eksponensial, sedangkan semivariogram P-tersedia merupakan model linear. Pada model eksponensial, semakin bertambah jarak spasial maka nilai keragaman atau semivarians semakin besar, hingga mencapai titik semivarians total (sill) yang nilainya cenderung konstan dengan bertambahnya jarak spasial. Sedangkan pada model linear, semakin bertambah jarak maka semivarians akan terus meningkat, dengan kecenderungan nilai semivarians total (sill) mendekati nilai nugget.

Penyebaran Spasial

Pada tabel 7 berikut ini disajikan luas dan persentase penyebaran P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia berdasarkan setiap kriteria yang terdapat pada lampiran 8.

Tabel 7. Penyebaran spasial P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia

Variabel Kriteria* Luas Penyebaran

ha % P-potensial Rendah (< 20 mg/100g) 141 2,95 Sedang (20—40 mg/100g) 2.917 61,15 Tinggi (> 40 mg/100g) 1.712 35,90 Total 4.770 100 P-tersedia Rendah (< 6,5 ppm P2O5) 122 2,56 Sedang (6,5—18 ppm P2O5) 2.489 52,18 Tinggi (> 18 ppm P2O5) 2.159 45,26 Total 4.770 100 Zn-tersedia < 1 ppm 0 0 > 1 ppm 4.770 100 Total 4.770 100 *

Kriteria berdasarkan Badan Litbang Pertanian (2008)

Untuk P-potensial, kriteria sedang memiliki luas penyebaran terbesar yakni 2.917 ha dengan proporsi 61,15 %, sedangkan untuk P-tersedia, kriteria sedang juga mendominasi luas penyebaran yakni sebesar 2.489 ha dengan proporsi 52,18 %. Sementara itu, Zn-tersedia seluruhnya berada pada kriteria di atas 1 ppm atau berada dalam kondisi cukup.

Secara visual, penyebaran P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia digambarkan dalam peta status hara skala semidetail (1 : 60.000) pada gambar 7, 8, dan 9 berikut, yang juga terdapat pada lampiran 9, 10, dan 11.

Dari gambar 7, terlihat bahwa P-potensial dalam kriteria sedang mendominasi penyebaran, terutama di bagian timur, sedangkan kriteria tinggi umumnya banyak berada di bagian barat. Sementara itu, gambar 8 menunjukkan P-tersedia dalam kriteria sedang juga mendominasi penyebaran pada bagian timur, dan kriteria tinggi pada bagian barat. Pada gambar 9, Zn-tersedia seluruhnya berada dalam kriteria di atas 1 ppm.

Tabel 8 berikut merupakan tabulasi data P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia pada setiap desa tempat pengambilan contoh tanah beserta kriteria berdasarkan hasil analisis laboratorium pada lampiran 12 dan 13 serta kriteria Badan Litbang Pertanian (2008).

Tabel 8. Tabulasi data P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia pada setiap desa

No Desa P-potensial P-tersedia Zn-tersedia

mg/100g ppm ppm

1 Kuta Galuh 43.40 (tinggi) 19.33 (tinggi) 29.24 (>1 ppm) 2 Kuta Galuh 64.80 (tinggi) 56.67 (tinggi) 25.20 (>1 ppm) 3 Lubuk Cemara 28.47 (sedang) 6.00 (rendah) 25.18 (>1 ppm) 4 Pematang Sijoman 46.28 (tinggi) 14.00 (sedang) 29.10 (>1 ppm) 5 Pematang Sijoman 29.23 (sedang) 18.00 (sedang) 21.32 (>1 ppm) 6 Suka Beras 76.26 (tinggi) 52.67 (tinggi) 25.05 (>1 ppm) 7 Lidah Tanah 22.21 (sedang) 6.00 (rendah) 23.44 (>1 ppm) 8 Lidah Tanah 29.19 (sedang) 6.67 (sedang) 28.48 (>1 ppm) 9 Lidah Tanah 56.22 (tinggi) 19.33 (tinggi) 25.69 (>1 ppm) 10 Tanah Merah 54.70 (tinggi) 39.33 (tinggi) 23.40 (>1 ppm) 11 Lubuk Rotan 32.68 (sedang) 12.67 (sedang) 29.02 (>1 ppm) 12 Kuta Galuh 55.22 (tinggi) 34.00 (tinggi) 39.06 (>1 ppm) 13 Kuta Galuh 36.48 (sedang) 12.00 (sedang) 25.70 (>1 ppm) 14 Lubuk Cemara 58.64 (tinggi) 27.00 (tinggi) 22.31 (>1 ppm) 15 Pematang Sijoman 26.07 (sedang) 16.44 (sedang) 28.73 (>1 ppm) 16 Pematang Sijoman 29.73 (sedang) 16.00 (sedang) 30.04 (>1 ppm) 17 Suka Beras 37.04 (sedang) 22.67 (tinggi) 26.55 (>1 ppm) 18 Suka Beras 43.29 (tinggi) 19.33 (tinggi) 20.20 (>1 ppm) 19 Cinta Air 60.67 (tinggi) 40.00 (tinggi) 21.51 (>1 ppm) 20 Cinta Air 48.54 (tinggi) 37.33 (tinggi) 23.13 (>1 ppm) 21 Cinta Air 39.47 (sedang) 21.33 (tinggi) 23.30 (>1 ppm)

No Desa P-potensial P-tersedia Zn-tersedia

mg/100g ppm ppm

22 Pematang Sijoman 40.64 (tinggi) 11.67 (sedang) 24.53 (>1 ppm) 23 Lubuk Cemara 36.48 (sedang) 6.00 (rendah) 27.50 (>1 ppm) 24 Lubuk Cemara 51.02 (tinggi) 37.33 (tinggi) 23.08 (>1 ppm) 25 Sukajadi 33.56 (sedang) 20.00 (tinggi) 31.39 (>1 ppm) 26 Sukajadi 42.59 (tinggi) 37.33 (tinggi) 36.66 (>1 ppm) 27 Sukajadi 25.92 (sedang) 15.33 (sedang) 35.08 (>1 ppm) 28 Lubuk Bayas 31.00 (sedang) 16.00 (sedang) 38.07 (>1 ppm) 29 Lubuk Bayas 24.42 (sedang) 8.00 (sedang) 42.36 (>1 ppm) 30 Lubuk Bayas 30.03 (sedang) 8.00 (sedang) 30.56 (>1 ppm) 31 Lubuk Bayas 23.53 (sedang) 6.89 (sedang) 28.87 (>1 ppm) 32 Lubuk Bayas 18.63 (rendah) 13.78 (sedang) 27.73 (>1 ppm) 33 Lubuk Bayas 13.48 (rendah) 10.67 (sedang) 20.76 (>1 ppm) 34 Lubuk Bayas 19.08 (rendah) 7.56 (sedang) 25.86 (>1 ppm) 35 Lubuk Bayas 32.38 (sedang) 10.67 (sedang) 28.27 (>1 ppm) 36 Lubuk Bayas 34.55 (sedang) 18.00 (sedang) 35.78 (>1 ppm) 37 Lubuk Bayas 46.28 (tinggi) 3.67 (rendah) 24.70 (>1 ppm) 38 Lubuk Bayas 17.53 (rendah) 8.67 (sedang) 28.42 (>1 ppm) 39 Lubuk Rotan 21.86 (sedang) 4.89 (rendah) 28.42 (>1 ppm) 40 Kesatuan 28.56 (sedang) 6.00 (rendah) 27.28 (>1 ppm) 41 Lidah Tanah 30.20 (sedang) 7.33 (sedang) 30.20 (>1 ppm) 42 Lubuk Dendang 18.75 (rendah) 6.00 (rendah) 27.18 (>1 ppm) 43 Lubuk Dendang 21.60 (sedang) 15.33 (sedang) 26.68 (>1 ppm) 44 Lubuk Dendang 33.73 (sedang) 4.22 (rendah) 25.86 (>1 ppm)

Dari data di atas, kadar P-potensial tertinggi berada di Desa Suka Beras (76,26 mg/100 g) dan terendah terdapat di Desa Lubuk Bayas (13,48 mg/100g). Untuk P-tersedia, kadar tertinggi terdapat pada Desa Kuta Galuh (56,67 ppm) dan terendah terdapat pada Desa Lubuk Bayas (3,67 ppm). Sementara itu, kadar Zn-tersedia tertinggi terdapat pada Desa Lubuk Bayas (42,36 ppm) dan kadar terendah terdapat pada Desa Suka Beras (20,20 ppm).

Pembahasan

Korelasi Hara Fosfor dan Seng Tanah Sawah

Pada tabel 4, analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang sangat nyata antara P-potensial dan P-tersedia,, yang berarti semakin tinggi P-potensial semakin tinggi pula P-tersedia. Namun, hubungan ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti bahan induk, jenis mineral yang ada pada tanah, pemupukan, mineralisasi bahan organik, serta pH tanah. Pada keadaan tertentu, korelasi negatif juga dapat terjadi yakni peningkatan ketersediaan P diikuti dengan penurunan cadangan P dalam tanah. Dalam hal ini, Nyakpa et al. (1998) menyatakan bahwa ketersediaan fosfor sangat dipegaruhi oleh sifat dan ciri tanah serta bagaimana pengelolaan yang dilakukan. Damanik et al. (2011) menyatakan bahwa sumber utama hara fosfor hanya berasal dari pelapukan mineral dan tidak melalui fiksasi biologis seperti halnya nitrogen, sehingga penurunan cadangan fosfor dapat dipercepat melalui pengangkutan hasil panen yang intensif tanpa ada sisa yang dikembalikan.

Analisis korelasi juga menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang nyata baik P-potensial maupun P-tersedia terhadap Zn-tersedia tanah sawah. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan langsung antara hara fosfor dan seng. Meskipun, dalam beberapa kasus, menurut Prasetyo et al. (2004), pemupukan P yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan hara Zn dalam tanah karena terbentuknya endapan Zn(PO4) akibat pemupukan P yang berlebihan. Kekahatan Zn pada tanah sawah tidak hanya dapat diukur dari kelarutan Zn tetapi juga perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang lain.

Tingkat Keragaman Spasial Fosfor dan Seng

Analisis geostatistik menunjukkan bahwa variabel P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia berturut-turut memiliki rasio Nugget/Sill yakni 88,32 %, 73,45 %, dan 203,28 %. Dalam analisis geostatistik, nilai rasio ini menentukan tingkat autokorelasi spasial pada masing-masing variabel tanah seperti yang dinyatakan oleh Cambardella et al. (1994) bahwa variabel memiliki tingkat autokorelasi spasial yang kuat jika nilai rasio > 25 %, moderat jika nilai rasio 25 %—75 %, dan kuat jika nilai rasio > 75 %. Autokorelasi spasial yang kuat pada variabel tanah mengacu pada faktor-faktor intrinsik seperti pembentukan tanah, yang umumnya dipengaruhi oleh bahan induk tanah. Sedangkan tingkat autokorelasi spasial yang lemah lebih mengacu pada faktor-faktor ekstrinsik yakni tindakan manajemen tanah contohnya pemupukan, pengolahan tanah, dan pengairan.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa kadar P-potensial dan Zn-tersedia di wilayah studi memiliki tingkat hubungan spasial yang lemah. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor-faktor ekstrinsik seperti pemupukan, pengolahan tanah, pengairan, dan tindakan manajemen lahan lainnya telah melemahkan hubungan spasial pada masing-masing variabel ini setelah penggunaan tanah yang berkepanjangan. Sementara itu, kadar P-tersedia memiliki tingkat hubungan spasial yang moderat atau sedang, yang mana pengaruh faktor intrinsik dan ekstrinsik masih relatif sama besar.

Variabel P-potesial, P-total, dan Zn-tersedia memiliki rentang efektif spasial berturut-turut 4.505,04 m, 4.256,16 m, dan 7.718,21 m. Rentang efektif ini menunjukkan jarak yang rasional antara dua titik untuk pengambilan contoh

tanah, yang mana pada jarak pengambilan contoh yang kurang dari rentang efektif, hasil pengukuran variabel tanah akan cenderung seragam. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Eltaib et al. (2002) bahwa rentang efektif yang ditunjukkan dalam jarak, dapat diartikan sebagai diameter zona pengaruh, yang merepresentasikan jarak maksimum rata-rata yang mana sifat (variabel) tanah dari dua titik sampel sangat berhubungan. Pada jarak kurang dari rentang efektif, sifat yang diukur akan makin cenderung seragam seiring dengan berkurangnya jarak antara kedua titik sampel. Dengan diketahuinya rentang efektif ini, jarak antartitik dalam pengambilan contoh tanah dapat dikoreksi menjadi lebih renggang sehingga pelaksanaan survei selanjutnya lebih efisien dan representatif.

Penyebaran Spasial Fosfor dan Seng

Peta penyebaran spasial menunjukkan bahwa sebagian besar (61,15 %) P-potensial berada pada kriteria sedang, begitu juga dengan juga jumlah P dalam bentuk tersedia sebagian besar termasuk dalam kriteria sedang (52,18 %). Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah P cadangan dalam tanah cenderung seimbang dengan jumlah P yang terlarut. Meski demikian, umumnya P yang terlarut jauh lebih kecil daripada P keseluruhan yang ada pada tanah. Menurut Hodges (2011), hanya sebagian kecil dari P total dalam tanah berada pada larutan tanah pada satu waktu, biasanya kurang dari 4 pon per acre (4,48 kg/ha). Rentang konsentrasi dalam larutan tanah mulai kurang dari 0,1 hingga sekitar 5 ppm. Kebanyakan tanaman merespon terhadap penambahan P saat tingkat larutan tanah kurang dari 0,1 – 0,2 ppm.

Ketersediaan fosfor yang rendah merupakan akibat langsung dari rendahnya nilai pH. Rendahnya nilai pH akan meningkatkan kelarutan ion-ion

logam seperti Al3+ dan Fe3+ yang dapat mengikat P dan membentuk kompleks sukar larut sehingga menghambat kersediaan Fosfor bagi tanaman. Lægreid et.al. (1999) menyatakan bahwa Fosfor bereaksi dengan Besi, Aluminium, dan Kalsium di dalam tanah membentuk senyawa tak larut, yang menyebabkan ketersediaan P yang rendah. Reaksi-reaksi ini bergantung pada pH, dengan ketersediaan P tertinggi bagi tanaman pada rentang pH 6,5—7,5. Menurut Pagani et al. (2013), setelah melewati beberapa minggu atau bulan (tergantung sifat kimia dan mineralogi tanah) sejumlah P yang diaplikasikan menjadi sangat kuat terikat. Hal ini disebabkan reaksi presipitasi secara luas didominasi oleh beragam ikatan Kalsium-Fosfat (Ca-P), pada tanah-tanah netral hingga basa, dan oleh Alumunium-Fosfat (Al-P) dan Besi-Fosfat (Fe-P) pada pH di bawah 6,5.

Data kuesioner menunjukkan bahwa varietas yang umum digunakan petani di Kecamatan Perbaungan adalah Ciherang yang termasuk varietas unggul. Varietas unggul membutuhkan hara yang lebih tinggi daripada varietas lokal sehingga petani memberikan dosis pupuk P dalam kadar yang besar, yakni rata-rata mencapai 195,81 kg/ha. Dengan diketahuinya status hara, maka dosis pupuk dapat disesuaikan dengan kadar hara yang ada dalam tanah. Oleh karena sebagian besar wilayah persawahan berstatus hara P sedang, maka berdasarkan acuan pemupukan pada lampiran 14, dosis pupuk yng dianjurkan adalah 75 kg/ha. Dengan demikian, dosis pupuk yang selama ini digunakan dapat dikurangi. Hal ini juga berdasarkan laporan Setyorini et al. (2004) bahwa berdasarkan penelitian kalibrasi uji P untuk padi sawah di berbagai tingkat status hara dan jenis tanah, dosis pupuk P yang akan diberikan dapat disesuaikan dengan masing-masing kelompok status hara P, yakni 100 kg//ha untuk kriteria rendah, 75 kg/ha untuk

kriteria sedang, dan 50 kg/ha untuk kriteria tinggi. Kriteria ini disusun untuk rekomendasi pemupukan P padi sawah dengan varietas unggul (padi inbrida) yang mempunyai tingkat produksi setara IR-64, Ciherang, atau Ciliwung.

Peta penyebaran hara Zn-tersedia memperlihatlan bahwa seluruh wilayah studi memiliki kadar Zn-tersedia lebih dari 1 ppm, dengan rata-rata 27,73 ppm. Dalam hal ini, kadar Zn belum membatasi pertumbuhan tanaman dan masih tergolong tinggi. Meskipun demikian, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penurunan kadar Zn tanah sawah menurut Abdulrachman et al. (2009) yakni presipitasi Zn(OH)2 karena pH yang meningkat oleh penggenangan, presipitasi ZnCO3 karena akumulasi CO2 oleh pelapukan bahan organik, presipitasi ZnS karena keadaan tanah yang sangat reduktif. Selain itu, ketersediaan Zn semakin rendah apabila kadar Fosfor terlalu tinggi akibat terbentuknya komplek Zn dan Fosfor menjadi senyawa sukar larut. Senada dengan itu, Agus et al. (2004) menyatakan bahwa kahat Zn dapat terjadi karena persenyawaan Zn-P, ZnCO3, Zn(OH)2, atau drainase yang buruk pada tanah sawah yang menyebabkan terbentuknya senyawa ZnS yang sukar larut.

Tanah sawah di Perbaungan dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kriteria berdasarkan konsentrasi hara yang sama. Pemupukan yang tepat direkomendasikan untuk masing-masing kriteria, yang mana rencana pemupukan dari setiap petani harus memperhitungkan keragaman status hara yang ada guna menyesuaikan dosis aplikasi untuk memperoleh produksi dan keuntungan ekonomis yang optimal, sebagaimana Aisyah et al. (2010) menyatakan bahwa dengan pertimbangan baik dari segi ekonomi maupun lingkungan, petani perlu melakukan pengelolaan kesuburan tanah spesifik lokasi yang efektif dan efisien.

Dokumen terkait