• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lapangan Percobaan Kaum Pandak, Desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Lahan percobaan yang dipakai kondisinya tidak rata (Gambar 1.a). Penelitian dilaksanakan pada saat musim hujan, yaitu dari bulan Desember 2013 hingga April 2014. Curah hujan dari bulan Desember 2013 hingga April 2014 berturut-turut sebesar 405, 714, 420, 343, dan 250 mm (Lampiran 4). Dengan kondisi lahan yang tidak rata dan curah hujan yang tinggi selama penelitian menyebabkan terjadinya erosi pada lahan penelitian. Hal ini diperparah dengan arah barisan tanaman yang searah dengan arah kemiringan lahan, sehingga tidak ada penghambatan aliran permukaan oleh tanaman. Hal tersebut dapat menyebabkan tanah kehilangan unsur hara yang diperlukan tanaman sehingga kualitas tanaman menurun. Selain itu, tanah pada lahan tersebut diduga bersifat masam. Tanah masam menjadi faktor pembatas produktivitas tanaman karena adanya cekaman abiotik yang komplek, seperti toksisitas aluminium, besi, dan mangan, serta defisiensi fosfor, kalsium, dan magnesium (Kochian 1995 dan Akhter et al. 2009). Aluminium dapat menjadi racun bagi tanaman karena aktivitasnya menghambat pertumbuhan akar (Marschner 1995; Ma 2000; Kochian et al. 2004). Terhambatnya pertumbuhan akar tersebut menyebabkan sistem perakaran menjadi pendek dan tidak berkembang yang menyebabkan tanaman mengalami kesulitan dalam menyerap unsur hara dan air (Kochian et al 2004; Ma et al 2005). Kondisi ini menyebabkan tanaman tumbuh kerdil dan produktivitasnya menurun. Gambar 1.b menunjukkan tanaman sorgum yang terhambat pertumbuhannya.

9

Gambar 1 Kondisi lahan dan pertanaman sorgum umur 12 MST (a) kondisi lahan percobaan yang miring, (b) kondisi pertanaman sorgum pada umur 12 MST Periode awal pertumbuhan, yaitu pada saat fase perkecambahan, semua galur dan kontrol yang ditanam mampu berkecambah dan tidak ada galur maupun kontrol yang gagal berkecambah. Memasuki fase vegetatif hingga generatif tanaman menunjukkan adanya gangguan yang menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat. Gangguan tersebut terutama disebabkan oleh adanya defisiensi hara karena kondisi lahan yang tidak rata. Tanaman yang mengalami defisiensi hara menunjukkan gejala klorosis, yaitu daun yang berwarna kuning (Gambar 2.a) serta tanaman kerdil (Gambar 2.b). Serangan hama burung terjadi pada saat tanaman memasuki fase pengisian biji. Hanya sorgum varietas Mandau saja yang tidak terkena serangan burung, hal ini diduga karena kandungan biji pada sorgum Varietas Mandau banyak mengandung tanin yang dicirikan oleh warna biji yang berwarna coklat. Kandungan tanin pada biji menyebabkan rasa sepat dan pahit sehingga burung tidak suka.

Gambar 2 Gejala pertumbuhan abnormal tanaman sorgum (a) Tanaman mengalami klorosis, (b) tanaman menunjukkan gejala kerdil pada umur 12 MST

b a

10

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Sorgum

Pertumbuhan tanaman ditunjukkan oleh pertambahan ukuran dan berat kering yang tidak dapat balik. Pertambahan ukuran dan berat kering dari suatu organisme mencerminkan bertambahnya protoplasma, yang mungkin terjadi karena baik ukuran sel maupun jumlahnya bertambah. Fase pertumbuhan vegetatif tanaman terutama terjadi pada perkembangan akar, daun, dan batang (Harjadi 1979). Pengukuran laju pertumbuhan sorgum pada penelitian ini dilakukan dengan mengamati pertambahan tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah daun. Pengukuran laju pertumbuhan dilakukan pada saat tanaman berumur 3 hingga 9 MST.

Tinggi tanaman

Pertumbuhan tinggi tanaman sorgum dapat dilihat pada Tabel 1. Pertumbuhan tinggi tanaman galur G5, G6, dan G7 lebih baik dibandingkan dengan induknya, yaitu varietas PAHAT, lebih rendah dibandingkan dengan varietas Kawali, dan pertumbuhan hampir sama jika dibandingkan dengan varietas Mandau. Namun menurut uji F perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

Tabel 1 Tinggi tanaman sorgum pada umur 3 hingga 9 MST (satuan dalam cm) Umur

Tanaman (MST)

Galur Tanaman

G5 G6 G7 PAHAT KAWALI MANDAU

3tn 38.69 36.70 39.07 30.72 37.61 40.26 4tn 49.15 46.97 50.49 39.38 49.78 50.91 5tn 61.66 59.59 63.47 49.64 65.32 64.91 6tn 77.49 73.08 77.51 59.47 84.25 75.72 7tn 82.75 77.44 84.28 63.27 93.93 80.31 8tn 99.37 96.30 102.32 74.41 114.55 97.56 9tn 111.22 108.46 116.58 77.96 127.65 102.91

**= berbeda nyata pada taraf α=1%, *= berbeda nyata pada taraf α=5%, tn= tidak

berbeda nyata

Tinggi tanaman merupakan salah satu indikator pertumbuhan dan merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan (Taiz dan Zeiger 2002). Karakter tinggi tanaman sangat penting dalam karakterisasi untuk pembentukan suatu varietas dalam program pemuliaan tanaman dan karakter tersebut mudah diturunkan, dapat dengan mudah dilihat oleh mata, dan dapat terekspresi pada seluruh lingkungan (KNPN 2004).

Jumlah daun

Pertumbuhan jumlah daun dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil uji F menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah daun berbeda nyata pada umur 3 hingga 4 MST dan tidak berbeda nyata pada umur 5 hingga 9 MST. Rata-rata jumlah daun yang tumbuh pada saat tanaman berumur 3 MST yaitu pada rentang 2.93-3.67 helai. Rata-rata jumlah daun tertinggi yaitu pada galur G5 sebanyak 3.67 helai. Pada umur 4 MST, jumlah daun galur mutan G5 tidak berbeda nyata

11 dengan varietas Kawali namun berbeda nyata dengan varietas PAHAT dan Mandau.

Pertambahan jumlah daun pada galur G5 setiap minggunya secara berturut-turut yaitu sebanyak 0.8, 0.06, 0.57, 0.2, 0.9, dan 1 helai; galur G6 sebanyak 0.6, 0.44, 0.4, 0, 0.73, dan 0.77 helai; galur G7 sebanyak 0.5, 0.5, 0.2, 0.13, 0.8, dan 1.4 helai; varietas PAHAT sebanyak 0.2, 0.27, 0.37, 0.2, 0.46, dan 1.57 helai; varietas Kawali sebanyak 0.73, 0.53, 0.57, 0.43, 0.87, dan 0.43 helai; varietas Mandau sebanyak 0.5, 0.53, 0, 0.34, 1, dan 0.76 helai.

Apabila dilihat dari rata-rata pertambahan jumlah daun setiap minggunya dapat dilihat bahwa pertambahan jumlah daun tidak lebih dari 2 helai setiap minggu. Padahal menurut hasil penelitian Bullard dan York (1985) menyebutkan bahwa setiap penambahan 1 helai daun memerlukan waktu sekitar 3-4 hari. Hal ini disebabkan karena beberapa daun yang telah tumbuh telah kering dan beberapa ada yang patah, selain itu kondisi lahan yang tidak rata menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat karena kondisi top soil tanah yang terkikis serta pupuk yang diberikan banyak yang terbawa air hujan melalui run off sehingga tanaman kekurangan hara.

Galur G5 memiliki rata-rata jumlah daun terbanyak pada saat tanaman memasuki fase vegetatif akhir yaitu saat berumur 9 MST yaitu sebanyak 7.20 helai, diikuti oleh varietas Kawali sebanyak 6.73 helai, Galur G7 sebanyak 6.7 helai, varietas PAHAT sebanyak 6.20 helai, varietas Mandau 6.23 helai, dan yang terendah dimiliki oleh galur G6 yaitu 5.87 helai.

Tabel 2 Jumlah daun tanaman sorgum pada umur 3 hingga 9 MST Umur

Tanaman (MST)

Galur Tanaman

G5 G6 G7 PAHAT KAWALI MANDAU

3* 3.67a 2.93b 3.17b 3.13b 3.17b 3.10b 4* 4.47a 3.53b 3.67b 3.33b 3.90ab 3.60b 5tn 4.53 3.97 4.17 3.60 4.43 4.13 6tn 5.10 4.37 4.37 3.97 5.00 4.13 7tn 5.30 4.37 4.50 4.17 5.43 4.47 8tn 6.20 5.10 5.30 4.63 6.30 5.47 9tn 7.20 5.87 6.70 6.20 6.73 6.23

**= berbeda nyata pada taraf α=1%, *= berbeda nyata pada taraf α=5%, tn= tidak

berbeda nyata

Daun sangat penting sebagai organ fotosintesis yang merupakan produsen utama fotosintat sehingga dapat dijadikan sebagai indikator pertumbuhan terutama untuk menjelaskan proses pembentukan biomassa (Sitompul dan Guritno 1995).

Diameter batang

Pengukuran pertumbuhan diameter batang menunjukkan bahwa varietas Kawali memiliki pertumbuhan diameter yang paling tinggi apabila dibandingkan dengan semua galur dan varietas yang ditanam. Varietas Kawali memiliki diameter batang paling besar pada saat tanaman berumur 3 hingga 9 MST (Tabel 3). Namun menurut hasil uji F menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata diantara galur-galur mutan yang diuji untuk pertumbuhan diameter batang dari umur 3 hingga 9 MST.

12

Pertumbuhan diameter batang secara berturut-turut dari umur 3 hingga 9 MST untuk galur G5 adalah 0.083, 0.120, 0.177, 0.110, 0.176, dan 0.0.037 cm. Galur G6 pertumbuhan diameter batangnya secara berturut-turut adalah 0.084, 0.126, 0.140, 0.084, 0.200, dan 0.003 cm. Galur G7 pertumbuhan diameter batangnya secara berturut-turut adalah 0.080, 0.120, 0.130, 0.130, 0.196, dan 0.010 cm. Varietas PAHAT pertumbuhan diameter batangnya secara berturut-turut adalah 0.050, 0.110, 0.110, 0.093, 0.250, dan 0.047 cm. Varietas Kawali pertumbuhan diameter batangnya secara berturut-turut adalah 0.093, 0.174, 0.193, 0.177, 0.206, dan 0.054 cm. Varietas Mandau pertumbuhan diameter batangnya secara berturut-turut adalah 0.077, 0.123, 0.120, 0.100, 0.277, dan 0.037 cm. Apabila dilihat dari pertambahan diameter batang setiap minggunya, pertambahan diameter paling tinggi terdapat pada 7 MST ke 8 MST.

Tabel 3 Diameter batang sorgum pada umur 3 MST hingga 9 MST (satuan dalam cm)

Umur Tanaman (MST)

Galur Tanaman

G5 G6 G7 PAHAT KAWALI MANDAU

3tn 0.387 0.363 0.327 0.310 0.400 0.293 4tn 0.470 0.447 0.407 0.360 0.493 0.370 5tn 0.590 0.573 0.527 0.470 0.667 0.493 6tn 0.767 0.713 0.657 0.580 0.860 0.613 7tn 0.877 0.797 0.787 0.673 1.037 0.713 8tn 1.053 0.997 0.983 0.923 1.243 0.990 9tn 1.090 1.000 0.993 0.970 1.297 1.027

**= berbeda nyata pada taraf α=1%, *= berbeda nyata pada taraf α=5%, tn= tidak

berbeda nyata

Batang merupakan organ tanaman yang dapat melakukan fotosintesis dan dapat berfungsi sebagai tempat akumulasi cadangan makanan (Brown 1988). Pengukuran diameter batang sorgum bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan tanaman sorgum sebagai hasi dari akumulasi fotosintat pada batang. Pengukuran pertumbuhan diameter batang diamati pada saat tanaman berumur 3 hingga 9 MST. Diameter batang diukur pada ruas ke-dua.

Keragaan Karakter Agronomi Galur Mutan Sorgum dan Varietas Pembanding PAHAT, Kawali, dan Mandau

Pengamatan terhadap keragaan karakter agronomi merupakan salah satu cara untuk mengukur pertumbuhan tanaman. Karakter agronomi yang diamati pada penelitian ini adalah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, diameter batang, panjang ruas kedua, bobot biomasa tanaman, kadar nira, umur berbunga 50%, dan umur panen 80%. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung malai utama. Jumlah daun dihitung pada saat vegetatif maksimum. Jumlah ruas batang per tanaman dihitung dari ruas pertama dekat dengan permukaan tanah hingga ruas terakhir dekat malai. Diameter batang diukur pada ruas ke-dua menggunakan jangka sorong. Panjang ruas ke-dua diukur panjang diantara dua buku, yaitu buku ke-dua dan ke-tiga menggunakan mistar. Bobot biomasa tanaman diukur bobot seluruh bagian tanaman kecuali akar dalam keadaan segar.

13 Kadar nira diukur dengan cara mengambil beberapa tetes perasan batang sorgum dan kemudian diukur kadar gulanya menggunakan refraktometer. Umur berbunga 50% ditentukan pada saat tanaman telah berbunga 50% dalam satu petak. Umur panen 80% ditentukan pada saat tanaman telah masak 80% dalam satu petak.

Hasil analisis ragam yang ditunjukkan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa semua karakter agronomi yang diuji tidak berbeda nyata menurut uji F kecuali karakter panjang ruas.

Tabel 4 Keragaan karakter agronomi galur mutan sorgum dan varietas pemban- ding.

Peubah G5 G6 G7 PAHAT Kawali Mandau

Tinggi Tanaman (cm)tn 124.47 126.50 146.51 86.05 141.57 115.49 Jumlah Daun (helai)tn 5.97 5.23 5.27 4.97 5.47 5.57 Jumlah Ruastn 7.37 6.37 6.80 6.17 6.97 6.67 Diameter (cm)tn 1.183 1.080 1.140 1.120 1.387 1.187 Panjang Ruas* 9.47ab 9.23ab 9.82a 6.59bc 9.60ab 5.73c Bobot Biomassa Tanaman (g)tn 208.09 122.75 139.90 68.45 123.82 80.67 Kadar Nira (°Brix)tn 11.220 9.020 8.530 10.710 9.627 14.350 Panjang Malai (cm)tn 22.433 19.463 25.207 24.650 23.983 22.783

Bobot Malai Kering

(g)tn 30.15 20.43 32.51 23.04 35.98 30.53 Bobot Biji/Malai (g)tn 27.22 17.63 29.25 20.47 28.95 25.30 Bobot 1000 Butir (g)tn 32.33 26.33 24.00 33.00 23.67 30.00 Umur berbunga 50% (HST)tn 81.0 87.3 84.0 81.0 78.0 82.0 Umur panen 80% (HST)tn 114.7 125.3 118.3 115.0 112.0 116.3 **= berbeda nyata pada taraf α=1%, *= berbeda nyata pada taraf α=5%, tn= tidak berbeda nyata; Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% dalam baris yang sama.

Tinggi tanaman

Karakter tinggi tanaman sangat penting dalam karakterisasi untuk pembentukan suatu varietas dalam program pemuliaan tanaman dan karakter tersebut mudah diturunkan, dapat dengan mudah dilihat oleh mata, dan dapat terekspresi pada seluruh lingkungan (KNPN 2004).

Hasil analisis ragam untuk karakter tinggi tanaman menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata diantara galur-galur yang diuji. Nilai tengah karakter tinggi tanaman untuk galur G5, G6, dan G7 masing-masing sebesar 124.47, 126.50, dan 146.51 cm sedangkan untuk varietas PAHAT, Kawali, dan Mandau masing-masing sebesar 86.05, 141.57, dan 115.49 cm (Tabel 4). Tinggi tanaman sorgum varietas PAHAT, Kawali, dan Mandau menurut deskripsi varietas yaitu masing-masing sebesar 158 cm (Hoeman 2012), 135 cm dan 153 cm (Lampiran 1 dan 2).

14

Sorgum varietas PAHAT dan Mandau yang digunakan pada percobaan ini memiliki tinggi tanaman lebih rendah daripada deskripsi varietasnya, sedangkan untuk Kawali lebih tinggi dari deskripsi varietasnya.

Tinggi tanaman yang dikehendaki pada penelitian ini adalah tanaman yang tidak terlalu tinggi. Ciri varietas unggul dalam pemuliaan tanaman sorgum bukanlah tanaman yang tinggi melainkan tanaman yang memiliki tinggi tanaman berkisar 100-140 cm (Roesmarkan et al 1985). Tanaman yang terlalu tinggi juga berpotensi mengalami rebah karena angin.

Jumlah daun

Daun merupakan organ tanaman yang dapat melakukan fotosintesis yang kemudian akan menghasilkan fotosintat sebagai sumber energi (Wahid et al. 1996). Hasil analisis ragam untuk karakter jumlah daun tidak berbeda nyata diantara galur-galur yang diuji. Jumlah daun untuk galur G5, G6, dan G7 masing-masing sebanyak 5.97, 5.23, dan 5.27 helai, sedangkan varietas pembanding yaitu PAHAT, Kawali, dan Mandau masing-masing jumlah daunnya sebanyak 4.97, 5.47, dan 5.57 helai (Tabel 4). Berdasarkan deskripsi varietasnya, sorgum varietas PAHAT, Kawali dan Mandau jumlah daunnya sebanyak 10 helai, 13 helai dan 10-12 helai (Lampiran 1,2, dan 3). Gardner et al. (1991) menyebutkan bahwa jumlah daun sorgum berkisar antara 7-14 helai.

Jumlah daun yang sedikit diantara galur-galur sorgum yang diuji diduga diakibatkan oleh adanya cekaman abiotik berupa lahan yang tidak rata dan bersifat masam. Lahan yang kondisinya tidak rata rentan mengalami erosi yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan produktivitas tanah dan tanah akan kehilangan unsur hara yang diperlukan tanaman sehingga berpengaruh terhadap kualitas tanaman. Perkembangan daun yang sempurna dan normal dipengaruhi oleh faktor lingkungan meliputi temperatur, suplai air, kandungan mineral, dan cahaya (Nelson dan Larson 1988).

Jumlah ruas

Tabel 4 menunjukkan bahwa galur mutan sorgum tidak berpengaruh nyata terhadap keragaan jumlah ruas. Jumlah ruas untuk galur G5, G6, dan G7 masing-masing sebanyak 7.37, 6.37, dan 6.80 buah, tidak lebih baik dari pembanding induk yaitu PAHAT, pembanding kontrol nasional Kawali, dan kontrol sorgum manis Mandau yang masing-masing jumlah ruasnya sebanyak 6.17, 6.97, dan 6.67 buah. Karakter jumlah ruas berhubungan dengan banyaknya buku yang menyusun pada batang, semakin banyak ruas akan semakin banyak pula buku pada batangnya sehingga akan berpengaruh terhadap produksi niranya. Ruas pada batang tanaman sorgum merupakan sumber nira yang dapat dijadikan sebagai bahan baku bioetanol sehingga pengukuran jumlah ruas menjadi penting.

Diameter batang

Keragaan karakter diameter batang diantara galur-galur yang diuji menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata berdasarkan uji F. Diameter batang tiga galur mutan sorgum G5, G6, dan G7 masing-masing sebesar 1.183, 1.080, dan 1.140 cm, tidak lebih baik dari tiga pembanding yaitu PAHAT, Kawali, dan Mandau (Tabel 4). Diameter batang yang kecil cenderung mudah rebah dan dapat menyebabkan berkurangnya hasil (Okiyo et al. 2010).

15 Batang merupakan organ tanaman tempat berlangsungnya fotosintesis dan akumulasi cadangan makanan (Brown, 1988). Diameter batang dapat mengindikasikan besar kecilnya akumulasi hasil fotosintesis sebagai cadangan makanan dalam pembentukan biji, diameter batang besar menunjukkan akumulasi hasil fotosintesis yang besar, begitu juga sebaliknya (Goldsworthy and Fisher, 1992).

Panjang ruas

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa karakter panjang ruas berbeda nyata pada taraf α=5%. Galur G7 nyata berbeda lebih tinggi dibandingkan dengan induknya, yaitu varietas PAHAT. Panjang ruas untuk galur G7 sebesar 9.82 cm, sedangkan varietas PAHAT panjang ruasnya sebesar 6.7 cm (Tabel 4). Rata-rata panjang ruas untuk galur G5 dan G6 sebesar 9.467 dan 9.230 cm, tidak berbeda nyata dengan varietas PAHAT. Galur G5, G6, dan G7 juga tidak berbeda nyata dengan varietas Kawali yang rata-rata panjang ruasnya sebesar 9.6 cm, namun tiga galur tersebut nyata berbeda lebih tinggi apabila dibandingkan dengan varietas Mandau yang rata-rata panjang ruasnya sebesar 5.733 cm. Panjang ruas juga merupakan faktor penting tanaman sorgum dalam menghasilkan nira pada batangnya, semakin tinggi panjang ruas, semakin tinggi ruang untuk akumulasi nira sehingga semakin tinggi pula produksi nira yang dihasilkan.

Bobot biomasa tanaman

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa karakter bobot biomasa diantara galur-galur yang diuji tidak berbeda nyata. Bobot biomassa untuk galur G5, G6, dan G7 masing-masing sebesar 208.09, 122.75, dan 139.90 g, tidak lebih baik dari tiga varietas pembanding yaitu PAHAT, Kawali, dan Mandau yang bobot biomasanya masing-masing sebesar 68.45, 123.82, dan 80.67 g. Bobot biomasa yang rendah diduga diakibatkan oleh adanya cekaman abiotik berupa lahan yang tidak rata dan sifat tanah yang diduga bersifat masam sehingga pertumbuhan sorgum menjadi terhambat dan kerdil sehingga menghasilkan bobot biomasa yang rendah.

Bobot biomasa merupakan karakter yang mencerminkan akumulasi pertumbuhan pada tanaman. Tanaman yang mampu mengkonversi energi sinar matahari dan mengakumulasikan produk fotosintesis dengan cepat akan ditandai dengan bobot biomassa tinggi, sehingga sering digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan tanaman (Sitompul dan Guritno 1995). Bobot biomasa pada penelitian ini diperoleh dengan menimbang bobot segar seluruh bagian tanaman kecuali akar.

Kadar nira

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa peubah kadar nira tidak berbeda nyata. Kadar nira untuk galur G5, G6, dan G7 masing-masing sebesar 11.220 °Brix, 9.020 °Brix, dan 8.530 °Brix, tidak lebih baik dari kontrol sorgum manis yaitu varietas Mandau yang kadar niranya sebesar 14.350 °Brix. Produktivitas bioetanol dengan sumber nira batang sorgum manis sangat ditentukan oleh kandungan gula total pada nira batangnya (total sugar = TS), bobot batang, dan produksi nira (stem juice). Gula terlarut (total sugar) pada batang sorgum manis yang umum diukur dan sangat menentukan produktivitas bioetanol adalah glukosa, fruktosa, dan sukrosa. Kandungan total sugar pada

16

batang sorgum manis bervariasi dan tergantung pada varietas, umur panen, dan posisi buku atau internode (Perkins 2006).

Galur mutan G5 berpotensi untuk dikembangkan sebagai sorgum dengan hasil bioetanol yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari karakter kadar gula nira yang tidak berbeda nyata dengan sorgum varietas Mandau yang merupakan kontrol sorgum manis. Selain itu karakter bobot biomasa tinggi yang dimiliki oleh galur mutan G5 juga merupakan keunggulan yang penting yang perlu dilihat dalam menghasilkan produksi nira yang tinggi. Semakin tinggi bobot biomasa yang dimiliki oleh tanaman maka akan semakin tinggi pula bobot batang yang dihasilkan oleh tanaman tersebut, sehingga produksi nira akan semakin tinggi pula karena sumber nira yang dihasilkan oleh sorgum berasal dari batangnya.

Umur berbunga

Umur berbunga ditentukan ketika 50% populasi tanaman dalam satu petak telah berbunga. Berdasarkan uji F, karakter umur berbunga 50% tidak menunjukkan perbedaan yang nyata diantara galur-galur yang diuji (Tabel 4). Umur berbunga 50% galur mutan yang diuji berkisar antara 81.0-87.3 HST, sedangkan pembanding induk, Kawali, dan Mandau umur berbunganya masing-masing 81.0, 78.0, dan 82.0 HST.

Umur berbunga 50% untuk varietas PAHAT, Kawali dan Mandau lebih lama jika dibandingkan dengan deskripsi varietasnya. Berdasarkan deskripsi varietasnya, umur berbunga 50% untuk varietas PAHAT, Kawali dan Mandau masing-masing 58-71, 70, dan 65 HST (Lampiran 1, 2, dan 3). Flores et al. (1991) menyatakan bahwa sorgum yang mengalami cekaman abiotik berupa kandungan Al tinggi pada tanah mengalami penundaan waktu berbunga.

Berdasarkan Laporan Akhir Tahunan Pelestarian Plasma Nutfah Tanaman Pangan 1999/2000 dalam Yusro (2001) umur berbunga dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu umur berbunga berumur sedang (61-70 HST), berumur dalam (71-80 HST), dan sangat dalam (> 85 HST). Berdasarkan klasifikasi tersebut, semua galur mutan yang diuji termasuk tanaman yang berumur sangat dalam.

Umur panen

Karakter umur panen ditentukan pada saat tanaman telah masak 80% dalam satu plot. Hasil analisis ragam menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata diantara galur-galur yang diuji untuk karakter umur panen. Umur panen galur G5, G6, dan G7 masing-masing sebesar 114.7, 125.7, dan 118.3 HST dan untuk varietas PAHAT, Kawali, dan Mandau umur panennya masing-masing 115, 112, 116.3 (Tabel 4).

Umur panen 80% untuk varietas PAHAT, Kawali dan Mandau lebih lama jika dibandingkan dengan deskripsi varietasnya. Berdasarkan deskripsi varietasnya, umur panen 80% untuk varietas PAHAT, Kawali dan Mandau masing-masing 88-101, 100-110, dan 91 HST (Lampiran 1, 2, dan 3). Flores et al. (1991) menyatakan bahwa sorgum yang mengalami cekaman abiotik berupa kandungan Al tinggi pada tanah mengalami penundaan waktu berbunga. Penundaan waktu berbunga ini juga akan berpengaruh terhadap penundaan waktu panen.

Berdasarkan Laporan Akhir Tahunan Pelestarian Plasma Nutfah Tanaman Pangan 1999/2000 dalam Yusro (2001) umur panen dapat diklasifikasikan

17 menjadi 3, yaitu umur panen sedang (91-100 HST), berumur dalam (101-110 HST), dan sangat dalam (> 110 HST). Berdasarkan klasifikasi tersebut semua galur dan kontrol yang diuji memiliki umur panen sangat dalam (Tabel 4).

Keragaan Komponen Hasil dan Hasil Galur Mutan Sorgum dan Varietas Pembanding PAHAT, Kawali, dan Mandau

Komponen hasil dan hasil yang diamati yaitu panjang malai, bobot malai kering, bobot 1000 biji, bobot biji/malai, dan indeks panen. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata untuk semua karakter komponen hasil dan hasil yang diamati.

Tabel 5 Keragaan komponen hasil dan hasil galur-galur mutan sorgum dan varietas pembanding.

Peubah G5 G6 G7 PAHAT Kawali Mandau

Panjang Malai (cm)tn 22.43 19.46 25.21 24.65 23.98 22.78 Bobot Malai Kering (g)tn 30.15 20.43 32.51 23.04 35.98 30.53 Bobot Biji/Malai (g)tn 27.22 17.63 29.25 20.47 28.95 25.30 Bobot 1000 Butir (g)tn 32.33 26.33 24.00 33.00 23.67 30.00 Indeks Panen 0.20 0.16 0.21 0.28 0.22 0.30 **= berbeda nyata pada taraf α=1%, *= berbeda nyata pada taraf α=5%, tn= tidak berbeda nyata; Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% dalam baris yang sama.

Panjang malai

Hasil analisis ragam menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata diantara galur-galur yang diuji untuk karakter panjang malai. Panjang malai untuk galur G5, G6, dan G7 masing-masing sebesar 22.43, 19.46, dan 25.21 cm sedangkan untuk varietas PAHAT, Kawali, dan Mandau masing-masing sebesar 24.65, 23.98, dan 22.78 cm (Tabel 5).

Karakter panjang malai dari tiga galur mutan yang diuji tidak berbeda nyata dengan varietas Kawali yang merupakan kontrol sorgum nasional dengan hasil biji yang tinggi, sehingga galur-galur mutan tersebut berpotensi untuk dikembangkan sebagai galur sorgum yang memiliki produktivitas tinggi. Karakter panjang malai sorgum varietas PAHAT dan Kawali yang didapat pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan deskripsi varietasnya yaitu masing-masing sebesar 28-29 dan 30.41-34.32 cm (Lampiran 1 dan 3). Sedangkan untuk varietas Mandau karakter panjang malainya hampir sama dengan deskripsi varietasnya yaitu sebesar 23 cm (Lampiran 2).

Panjang malai merupakan komponen penting pada sorgum karena tempat biji sorgum tumbuh dan berkembang terletak pada malainya. Semakin panjang malai, maka ruang untuk biji tumbuh dan berkembang akan semakin banyak sehingga semakin meningkat pula bobot biji/malainya.

18

Bobot malai kering

Bobot malai kering diukur pada saat malai telah dijemur selama tiga hari. Berdasarkan hasil analisis ragam, tidak ada perbedaan yang nyata diantara galur-galur yang diuji untuk karakter bobot malai kering. Bobot malai kering galur-galur G5, G6, dan G7 masing-masing sebesar 30.15, 20.43, dan 32.51 g, sedangkan untuk kontrol sorgum varietas PAHAT, Kawali, dan Mandau masing-masing sebesar 23.04, 35.98, dan 30.53 g (Tabel 5).

Bobot 1000 biji

Bobot 1000 biji dapat menggambarkan ukuran besar kecilnya biji. Biji yang berukuran besar ditunjukkan oleh bobot 1000 biji yang berat. Hasil analisis ragam menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata diantara galur-galur yang diuji untuk karakter bobot 1000 biji. Galur G5, G6, dan G7 bobot 1000 biji

Dokumen terkait