Hasil
Pengujian Daya Hantar Listrik
Pengujian daya hantar listrik (DHL) dilakukan dengan melakukan percobaan lama perendaman benih selama 2 jam, 8 jam dan 24 jam pada dua lot benih yang berbeda dengan tujuan untuk melihat waktu perendaman yang efektif dimana pada waktu tersebut hasil pengujian daya hantar listrik (DHL) bisa menggambarkan vigor benih wijen. Hasil analisis pengujian daya hantar listrik benih wijen bisa menunjukkan berbeda tidak nyata pada DMRT taraf 5%
Hasil pengujian daya hantar listrik secara umum menunjukan nilai DHL lebih besar pada benih yang telah disimpan lama dan semakin meningkat dengan berjalannya waktu perendaman. Hasil pengujian menunjukkan bahwa interaksi antara lamanya perendaman benih wijen dengan lot benih berbeda sangat nyata terhadap nilai DHL benih wijen. Semakin lama waktu perendaman maka nilai DHL yang terukur semakin tinggi. Pada perlakuan lot benih A1 (tahun panen 2011) dengan perendaman 24 jam menghasilkan nilai DHL paling tinggi
24
Pada perlakuan perendaman 24 jam, nilai DHL pada lot A1 menghasilkan DHL nyata lebih tinggi dibandingkan dengan DHL lot A2. Begitu juga dengan perlakuan perendaman 8 jam, nilai DHL pada lot A1 berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan lot A2. Pada lot A1 (tahun panen 2011) perlakuan perendaman 8 jam dan 24 jam menunjukkan hasil DHL lebih tinggi dibandingkan dengan lot A2 (tahun panen 2012).
Pada perlakuan perendaman 8 jam dan 24 jam, hasil pengukuran DHL menggambarkan vigor benih wijen dari kedua lot benih. Bisa dilihat dari hasil pengujian awal daya berkecambah (Tabel 2) bahwa lot A2 memiliki nilai daya berkecambah 89% memiliki nilai DHL lebih rendah dibandingkan dengan lot A1 yang memiliki nilai daya berkecambah 70%. Hal tersebut menggambarkan bahwa bila nilai DHL semakin rendah, maka lot benih memiliki daya berkecambah lebih tinggi, begitu juga sebaliknya, nilai DHL semakin tinggi maka nilai daya berkecambah semakin rendah.
Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih Lainnya (Daya Berkecambah, Potensi Tumbuh Maksimal, Indeks Vigor, Kecepatan Tumbuh dan Berat Kering Kecambah Normal)
Kondisi umum benih wijen yang digunakan adalah sebagai berikut: lot A1 memiliki kadar air benih sebesar 4,3%, daya berkecambah 70% dan kemurnian 99,5% sedangkan lot A2 memiliki kadar air benih sebesar 4,4%, daya berkecambah 89% dan kemurnian 99,5%. Pengaruh umur simpan benih (lot benih) terhadap viabilitas dan vigor benih dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.
Tabel 4. Rataan hasil pengujian daya berkecambah (DB), potensi tumbuh maksimal (PTM), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), berat kering kecambah normal (BKKN) pada dua lot benih wijen
Lot menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMRT 5%
- DB, PTM dan BKKN: pengamatan dilakukan pada 6 HST (hari setelah tabur) - IV: pengamatan dilakukan pada 3 HST (hari setelah tabur)
- KCT: pengamatan dilakukan setiap hari (mulai dari 1 HST s.d 6 HST)
Tabel 5. Rataan hasil pengujian daya berkecambah (DB), potensi tumbuh maksimal (PTM), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), berat kering kecambah normal (BKKN) dan pada dua lot benih wijen pada perpanjangan masa pengujian
Lot menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMRT 5%
- DB, PTM dan BKKN: pengamatan dilakukan pada 6 & 9 HST (hari setelah tabur) - KCT: pengamatan dilakukan setiap hari (mulai dari 1 HST s.d 9 HST)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur simpan benih berpengaruh sangat nyata terhadap daya berkecambah (DB), potensi tumbuh maksimum (PTM), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT) dan berat kering kecambah normal (BKKN) (Tabel 4). Benih wijen yang berasal dari lot A2 memiliki nilai DB, PTM, IV, KCT dan BKKN berbeda sangat nyata dengan lot A1. Perpanjangan masa pengujian dilakukan terhadap benih wijen baik benih wijen lot A1 ataupun A2. Perpanjangan masa pengujian dilakukan karena masih banyak ditemukan kecambah abnormal benih wijen yang masih berpotensi untuk tumbuh menjadi kecambah normal. Perpanjangan masa pengujian digunakan untuk tolak ukur
26
pengamatan daya berkecambah, kecepatan tumbuh dan berat kering kecambah normal (Tabel 5).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lot A2 memiliki DB, PTM, IV, KCT dan BKKN sangat nyata lebih tinggi dibandingkan dengan lot A1. Pada tolak ukut pengamatan DB, KCT dan BKKN, nilai lot A2 sangat nyata tinggi hasilnya dibandingkan dengan lot A1 baik itu pada pengamatan hari ke-6 (Tabel 4) ataupun hari ke-9 (Tabel 5). Terlihat bahwa benih wijen yang berasal dari lot A1 sebanyak 17% membutuhkan waktu lebih lama untuk berkembang menjadi kecambah normal, sedangkan pada lot benih wijen A2 hanya 5% benih wijen membutuhkan waktu lebih lama untuk berkembang menjadi kecambah normal.
Potensi tumbuh maksimal adalah persentase semua benih yang hidup atau menunjukkan gejala hidup, baik menghasilkan kecambah normal maupun abnormal. Hasil potensi tumbuh maksimal (PTM) pada lot A2 memiliki nilai berbeda sangat nyata lebih tinggi nilainya (97,7%) dibandingkan dengan lot A1 (89,7%). Potensi tumbuh maksimal merupakan potensi yang dimiliki lot benih dimana benih bisa memiliki daya berkecambah maksimal.
Persentase kecambah normal pada hitungan pertama merupakan indeks vigor (Sadjad et al., 1999). Hasil uji indeks vigor sangat penting karena menunjukkan persentase benih yang cepat berkecambah. Pada benih wijen, indeks vigor dihitung pada pengamatan hari ke 3 setelah tabur. Nilai indeks vigor (IV) lot A2 berbeda sangat nyata lebih tinggi nilainya (13,08%) dibandingkan dengan lot A1 (0,25%). Lot A1 memiliki nilai IV 0,25% artinya pada hitungan pertama hari ke-3 setelah tabur, hasil pengamatan menunjukkan bahwa ada benih wijen sebanyak
0,25% telah berkembang menjadi kecambah normal pada lot A1. Pada lot A2 nilai IV sekitar 13,08%, artinya dalam 100 benih yang ditabur sebanyak 13,08 benih wijen pada lot A2 sudah berkecambah normal. Disini bisa terlihat bahwa lot A2 yang disimpan selama 7 tahun memiliki kemampuan cepat berkecambah sebanyak 13,08% dibandingkan lot A1 yang telah disimpan selama 8 tahun.
Kecepatan tumbuh (KCT) benih merupakan tolok ukur vigor kekuatan tumbuh benih. Kelebihan benih yang cepat tumbuh menurut Widajati et al. (2013) yaitu kecambah akan lebih mampu mengatasi kondisi lapang yang suboptimum. Hasil pengamatan terhadap tolak ukur kecepatan tumbuh (KCT) menunjukkan bahwa lot A2 memiliki nilai kecepatan tumbuh (KCT) lebih tinggi (21,34 %KN/Etmal) dibandingkan dengan lot A1 (14,08 %KN/Etmal). KCT pada lot A2 berbeda sangat nyata lebih tinggi dibandingkan dengan lot A1. Artinya benih yang berasal dari lot A2 lebih mampu tumbuh dan berkembang lebih cepat dibandingkan dengan lot A1.
Berat kering kecambah normal berpengaruh besar terhadap vigor benih. Peubah ini bermanfaat untuk benih yang ditanam pada kondisi ekstrem seperti suhu ekstrem, kekurangan air, dan lingkungan ekstrem lainnya. Pada pengamatan berat kering kecambah normal (BKKN), lot A2 memiliki nilai BKKN lebih tinggi (0,2169 gram) dibandingkan dengan lot A1 (0,1619 gram). BKKN yang dihasilkan lot A2 berbeda sangat nyata lebih tinggi beratnya dibandingkan dengan BKKN dari lot A1. Nilai BKKN yang rendah dapat disebabkan oleh ukuran benih yang kecil. Berat kecambah lebih tinggi bisa saja disebabkan benih yang besar,
28
dimana benih yang besar memiliki cadangan makanan yang lebih banyak serta ukuran embrio yang lebih besar (Ichsan et al., 2013).
Daya Tumbuh Benih Wijen di Rumah Kasa
Pengamatan daya tumbuh (DT) benih wijen dilakukan pada hari 6 dan hari ke-9 setelah tabur. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil rataan daya tumbuh benih wijen pada lot A2 sangat nyata lebih tinggi dibandingkan dengan daya tumbuh lot A1 baik pada hari ke-6 setelah tabur. Pada pengamatan hari ke-9 setelah tabur, DT lot A2 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan lot A1.
Tabel 6. Rataan uji daya tumbuh benih wijen pada hari ke-6 dan ke-9 setelah tanam di rumah kasa dari dua lot benih wijen
Lot Daya tumbuh (%)
Hari ke-6 Hari ke-9
A1 76 b 86 b
A2 87 a 91 a
Keterangan : - Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada DMRT taraf 5%
Pengamatan pada hari ke-6 setelah tabur pada lot A2 diperoleh hasil bahwa sebanyak 87% benih wijen sudah berkecambah normal dan bertambah jumlahnya menjadi 91% pada hari ke-9 setelah tabur. Sedangkan pada lot A1, pada pengamatan hari ke-6 diperoleh hasil sebanyak 76% benih berkecambah normal dan pada hari ke-9 setelah tanam jumlah rataan benih yang tumbuh normal meningkat menjadi 86%.
Hasil penelitian terhadap daya tumbuh benih wijen di rumah kasa, menunjukkan bahwa lot A2 memiliki nilai daya tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan lot A1. Pada pengamatan hari ke-6 sampai hari ke-9 setelah tabur, jumlah benih wijen yang tumbuh menjadi kecambah normal pada lot A2 jumlahnya lebih tinggi dibandingkan pada lot A1.
Hubungan antara Deteriorasi Benih Wijen dengan Umur Penyimpanan Hubungan antara deteriorasi benih dengan viabilitas dan vigor benih dapat diketahui dengan melakukanan analisis korelasi antara parameter pengamatan viabilitas dan vigor benih dari kedua lot benih wijen. Koefisien korelasi merupakan nilai yang menunjukan kuat atau tidaknya hubungan linier antar dua peubah atau lebih. Besarannya koefisien korelasi tidak menggambarkan hubungan sebab akibat, tetapi semata-mata menggambarkan keterkaitan linier antar peubah.
Secara umum, semakin erat hubungan linier antara kedua peubah digambarkan dengan nilai koefisien korelasi (r) yang mendekati 1 atau -1, sedangkan hubungan kedua peubah tersebut tidak linier digambarkan dengan nilai r yang mendekati nol (Mattjik dan Sumertajaya, 2013). Apabila nilai r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna, r = 0 artinya tidak ada korelasi, dan r = 1 berarti korelasinya sempurna positif. Koefisien korelasi dapat dilihat pada Tabel 7.
Analisis korelasi hanya dilakukan pada parameter DB, PTM, IV, KCT, BKKN dan DT-6. Hasil analisis menunjukkan bahwa korelasi antara deteriorasi benih dengan umur simpan benih wijen pada indikator viabilitas dan vigor benih wijen menunjukkan keeratan hubungan antara parameter pengamatan. Pada parameter daya berkecambah, menunjukkan bahwa daya berkecambah berkorelasi sangat nyata dan memiliki hubungan keeratan yang kuat dengan potensi tumbuh maksimal (PTM), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), berat kering kecambah normal (BKKN) dan daya tumbuh (DT) 6 hari. Dengan nilai korelasi DB dengan PTM sebesar 0,869**, nilai korelasi DB dengan IV sebesar 0,940**,
30
nilai korelasi DB dengan KCT sebesar 0,880**, nilai korelasi DB dengan BKKN sebesar 0,849**, dan nilai korelasi DB dengan DT ke-6 hari sebesar 0,733**.
Hasil korelasi antara deteriorasi benih dengan umur simpan benih wijen pada parameter lainnya (PTM, IV, KCT, BKKN dan DT-6) menunjukkan adanya hubungan linier yang kuat dengan parameter-parameter tersebut. Yamin dan Kurniawan (2009) menginterpretasi koefisien korelasi (r) sebagai berikut:
0.00–0.09 korelasi diabaikan. 0.10–0.29 korelasi rendah. 0.30–0.49 korelasi moderat. korelasi sedang 0.50–0.70, dan > 0.70 korelasi kuat. Sedangkan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2013) hubungan linear yang erat antara tolok ukur ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi yang mendekati 1 atau -1.
Tabel 7. Koefisien korelasi (r) antara deteriorasi benih dengan umur simpan benih dengan beberapa parameter pengamatan viabilitas dan vigor benih pada dua lot benih wijen
DB PTM IV KCT BKKN DT-6
DB 1
PTM 0,869** 1
IV 0,940** 0,825** 1
KCT 0,880** 0,837** 0,919** 1
BKKN 0,849** 0,762** 0,899** 0,874** 1
DT-6 0,733** 0,640** 0,766** 0,789** 0,861** 1
Keterangan: r = koefisien korelasi, *= berpengaruh nyata pada uji 5%, **= berpengaruh sangat nyata pada uji 1%, tn = tidak nyata pada taraf 5%, DB= daya berkecambah, PTM= potensi tumbuh maksimal, IV= indeks viogr, KCT= kecepatan tumbuh, BKKN= bobot kecambah kering normal, DT-6 = daya tumbuh hari ke-6.
Pembahasan
Pengujian Daya Hantar Listrik
Daya hantar listrik merupakan pengujian benih secara fisik yang mencerminkan tingkat kebocoran membran sel. Semakin banyak elektrolit yang dikeluarkan benih ke air rendaman, maka akan semakin tinggi nilai pengukuran daya hantar listriknya. Pengujian daya hantar listrik merupakan pengujian dengan mengukur air hasil rendaman benih.
Hasil pengujian DHL pada benih wijen menunjukkan semakin lama perendaman maka nilai daya hantar listrik semakin tinggi. Nilai DHL benih wijen yang telah disimpan selama 8 tahun lebih tinggi nilainya dibandingkan benih wijen yang disimpan selama 7 tahun. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Ismattullah (2003) dimana penyimpanan benih memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap daya hantar listrik benih. Semakin lama benih disimpan, nilai daya hantar listriknya semakin meningkat. Semakin meningkat DHL berarti bertambah banyak zat-zat yang terlarut dalam cairan rendaman benih. Justice dan Bass (2002) berpendapat semakin tinggi tingkat deteriorasi benih selama penyimpanan semakin tinggi nilai DHLnya. Kebocoran membran sel akibat deteriorasi menyebabkan penurunan vigor menjadi cepat karena pada saat perendaman banyak elektrolit yang terlepas ke dalam air dan menyebabkan nilai DHL benih meningkat (Copeland dan McDonald, 1995).
Penurunan integritas membran sel ditandai dengan peningkatan daya hantar listrik (Nugraha dan Wahyuni, 1998). Tingginya nilai DHL pada lot A1 diduga karena integritas membran sel pada benih wijen mengalami penurunan karena disebabkan telah disimpan selama 8 tahun. Kerusakan fosfolipid yang menyusun komponen
membran sel disebabkan oleh penurunan integritas membran sel (Sadjad, 1980).
Dengan demikian, kualitas benih ditentukan oleh tingkat kerusakan fosfolipid.
Lot benih A1 memiliki nilai DHL lebih tinggi dibandingkan dengan lot benih A2, dengan nilai daya berkecambah lot benih A1 lebih rendah dibandingkan dengan lot A2. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Saenong (1986) yang menyatakan bahwa semakin menurun nilai viabilitas benih semakin meningkat nilai daya hantar listrik. Pengukuran DHL untuk integritas membran juga dapat dijadikan indikasi vigor benih. Benih yang memiliki vigor rendah memperlihatkan kebocoran membran yang lebih tinggi, sehingga menyebabkan kehilangan metabolit (asam amino dan asam organik) lebih besar dan meningkatkan daya hantar listrik air yang digunakan untuk merendam benih (AOSA, 1983). Benih yang memiliki kebocoran elektrolit tinggi dianggap memiliki vigor rendah, sedangkan benih yang memiliki kebocoran elektrolitnya rendah adalah benih bervigor tinggi (ISTA, 2005).
Hasil penelitian menunjukkan daya hantar lisrik benih wijen yang semakin tinggi dengan semakin lamanya waktu penyimpanan. Nilai daya hantar listrik akan meningkat dengan semakin menurunnya vigor benih sehingga benih tersebut cenderung akan mengalami kebocoran bahan-bahan metabolit yang dikandungnya dan kebocoran dalam membran sel merupakan tempat kerusakan yang nyata dari kemunduran benih (AOSA, 1983; Mugnisjah et al., 1994; Manju and Kumar, 2015). Zat terlarut yang terdapat pada air rendaman benih yang diukur daya hantar listriknya banyak mengandung kalium, gula dan asam amino, dimana zat terlarut
dan Kumar (2015), pada proses imbibisi terjadi proses kehilangan zat terlarut dari benih, hal tersebut terjadi pada benih yang mengalami gangguan konstruksi membran atau kerusakan sel yang sangat mengurangi potensi perkecambahan benih untuk tumbuh menjadi bibit yang sehat. Oleh sebab itu, daya hantar listrik dapat dijadikan sebagai indikator viabilitas benih (Ramos et al., 2012).
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa uji DHL terbukti dapat membedakan tingkat vigor beberapa jenis benih lainnya, yaitu Glycine max (Panobianco dan Vieira 1996), Zea mays (Fessel et al. 2006), Brassica oleracea (Matthews et al. 2009), Vigna unguiculata (Peksen et al. 2004; Olasoji et al.
2010; Da Silva et al. 2013), Triticum sp.(Khan et al. 2010), Trifolium pratense (Atis et al. 2011), Solanum sessiflorum (Pereira dan Filho 2012), Helianthus annuus (Oliveira et al. 2012), Raphanus sativus dan Coriandrum sativum (Vieira et al. 2013), sunflower (Oleiveira et al. 2012), canola (Oskouei et al. 2013), Avena stigosa (Noguiera et al. 2013), safflower (Kaya 2014), Capsicum annum (Engreni, 2016).
Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih Lainnya (Daya Berkecambah, Potensi Tumbuh Maksimal, Indeks Vigor, Kecepatan Tumbuh dan Berat Kering Kecambah Normal)
Mutu benih dapat dilihat dari viabilitas dan vigornya. Menurut Ilyas (2012) viabilitas benih lebih menunjukkan daya hidup benih, aktif secara metabolis dan memiliki enzim yang dapat mengkatalisis reaksi metabolis yang diperlukan dalam proses perkecambahan dan pertumbuhan kecambah, sedangkan vigor benih didefinisikan sebagai sifat-sifat benih yang menentukan potensi pemunculan
kecambah yang cepat, seragam dan mampu menghasilkan kecambah normal pada kondisi lapangan yang bervariasi.
Pengertian vigor menurut ISTA (2014) adalah sekumpulan sifat yang dimiliki oleh benih menggambarkan aktivitas dan penampilan dari suatu lot benih dengan daya berkecambah memenuhi persyaratan dan kisaran kondisi lingkungan yang lebih luas. Vigor benih juga berhubungan dengan aspek penampilan dari suatu lot benih dimana menggambarkan kemampuan benih untuk berkecambah setelah mengalami penyimpanan.
Benih wijen yang digunakan dalam penelitian adalah benih wijen yang telah mengalami penyimpanan. Benih wijen tersebut telah mengalami penyimpanan selama 8 tahun (lot A1) dan 7 tahun (lot A2) di ruang penyimpanan benih. Mutu benih identik dengan daya berkecambah yang mencirikan viabilitas benih. Hasil pengujian menunjukkan persentase viabilitas dan vigor benih secara umum menurun pada benih yang lebih lama disimpan (lot A1 memiliki viabilitas dan vigor benih lebih rendah dibandingkan lot A2).
Indikasi fisiologi dari kemunduran mutu benih dapat dilihat dari adanya perubahan warna biji, tertundanya daya berkecambah, menurunnya laju pertumbuhan kecambah, berkurangnya daya berkecambah serta meningkatnya jumlah kecambah abnormal. Indikasi fisiologis yang ditemukan pada penelitian yaitu tertundanya daya berkecambah, berkurangnya daya berkecambah dan meningkatnya jumlah kecambah abnormal. Tertundanya daya berkecambah artinya benih memerlukan waktu lebih lama dalam berkecambah. Benih
Kemunduran benih wijen bisa dilihat dari indeks vigor dan kecepatan tumbuh (KCT). Dimana benih wijen dari lot A1 memiliki indeks vigor 0,25% dan benih wijen dari lot A2 memiliki indeks vigor 13,08%. Artinya lot A1 yang telah disimpan selama 8 tahun pada hari ke-3 setelah tabur hanya ditemukan sebanyak 0,25% benih yang telah berkecambah menjadi kecambah normal, berbeda dengan lot benih A2 pada hari ke-3 setelah tabur sudah ada sebanyak 13,08% benih yang telah mampu berkecambah normal. Artinya lot benih A1 mengalami kemunduran mutu benih lebih besar dibandingkan dengan lot A2 yang disimpan selama 7 tahun. Sejalan dengan pendapat Sadjad et al., (1999) bahwa benih yang memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi memiliki tingkat vigor yang tinggi. Sehingga bisa dikatakan bahwa benih lot A2 memiliki tingkat vigor lebih tinggi dibandingkan benih wijen lot A1.
Indikasi fisiologis lainnya dari kemunduran mutu benih yaitu berkurangnya daya berkecambah serta meningkatnya jumlah kecambah abnormal. Berkurangnya daya berkecambah disebabkan karena kecambah tidak mampu berkembang optimal menjadi kecambah normal sehingga jumlah kecambah abnormal menjadi meningkat. Diduga hal tersebut disebabkan oleh adanya proses respirasi benih.
Proses penyimpanan benih menyebabkan cadangan makanan benih mulai menurun. Proses respirasi yang dilakukan benih selama penyimpanan menyebabkan benih kehabisan cadangan makanan sehingga benih kehabisan energi. Sejalan dengan pendapat Justice dan Bass (2002) bahwa fase perombakan cadangan makanan merupakan salah satu dampak dari aktivitas respirasi dalam praktik penyimpanan benih. Habisnya cadangan makanan pada jaringan meristem
diakibatkan oleh perombakan cadangan makanan yang berlangsung terus menerus selama penyimpanan (Harrington 1994).
Daya Tumbuh Benih Wijen di Rumah Kasa
Penanaman benih di rumah kasa jika dilakukan pada lot benih yang bervigor tinggi akan memiliki pertumbuhan yang baik dan begitu sebaliknya pada lot benih yang bervigor rendah. Umur simpan benih berpengaruh sangat nyata pada daya tumbuh benih wijen di rumah kasa. Benih wijen yang telah disimpan selama 7 tahun (lot A2) berbeda sangat nyata lebih tinggi daya tumbuhnya dibandingkan dengan benih wijen yang telah disimpan selama 8 tahun (lot A1). Diduga hal tersebut disebabkan oleh adanya proses respirasi benih. Proses penyimpanan benih menyebabkan cadangan makanan benih mulai menurun. Pada proses perkecambahan, benih sudah kehabisan energi sehingga tidak bisa tumbuh menjadi kecambah normal.
Daya tumbuh benih wijen memiliki prosentase daya tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan daya berkecambah di laboratorium (Tabel 3 dan 4). Hal tersebut diduga karena benih wijen yang ditabur di dalam tanah memiliki luas permukaan benih yang kontak dengan air lebih luas dibandingkan dengan benih yang ditabur di atas permukaan kertas (di laboratorium). Dimana luas permukaan benih merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses penyerapan air (proses imbibisi). Semakin luas permukaan benih kontak dengan tanah yang lembab maka benih wijen mampu menyerap air dengan cepat. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Suseno (1974), bahwa proses perkecambahan dimulai setelah
metabolisme sel-sel embrio benih yang meliputi reaksi-reaksi perombakan dan sintesa komponen-komponen sel untuk pertumbuhan.
Hubungan Deteriorasi Benih dengan Umur simpan benih pada Parameter Viabilitas dan Vigor Benih
Deteriorasi (kemunduran benih) merupakan suatu proses yang merugikan yang dialami oleh benih setelah benih masak dan terus berlangsung selama benih mengalami proses pengolahan, pengemasaan, dan penyimpanan. Hubungan deteriorasi benih dengan umur simpan benih memiliki hubungan yang kuat.
Deteriorasi bisa dilihat dari indikator biokimia dan fisiologi. Salah satu indikasi biokimia yaitu meningkatnya nilai daya hantar listrik benih. Indikasi fisiologis kemunduran benih antara lain penurunan daya berkecambah, terlambatnya perkecambahan dan meningkatnya jumlah kecambah abnormal.
Hasil analisi korelasi menunjukkan terlihat bahwa daya berkecambah (DB) berkorelasi secara nyata dengan potensi tumbuh maksimal (PTM), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), berat kering kecambah normal (BKKN) dan daya tumbuh (DT) di rumah kasa. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Copeland dan McDonald (2001) bahwa proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan (field emergence), terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman.
Proses penyimpanan benih dalan jangka waktu lama menyebabkan juga proses respirasi benih terus berjalan. Pada proses respirasi ada suatu proses perombakan
cadangan makanan yang mana jika berlangsung terus menerus selama penyimpanan akan mengakibatkan habisnya cadangan makanan pada jaringan meristem. Menurut Justice & Bass (2002) proses respirasi berlangsung terus, semakin lama proses penyimpanan benih maka semakin lama proses respirasi, semakin banyak pula cadangan makanan benih yang digunakan. Hal tersebut akan mempengaruhi proses perkecambahan, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk berkecambah dan persentase kecambah normal akan berkurang sehingga menyebabkan viabilitas benih menurun.
Proses deteriorasi pada benih wijen tidak bisa dihilangkan tetapi bisa diperlambat prosesnya. Salah satunya yaitu dengan menurunkan kadar air benih wijen dan menyimpan benih wijen di ruang penyimpanan dengan kelembaban udara yang relatif rendah (Rh 40%). Hal tersebut sejalan dengan pendapat Yudono (1995) bahwa untuk mempertahankan viabilitas pada benih orthodox sangat baik diberikan perlakuan benih berkadar air rendah dan kelembaban udara yang rendah. Kelembaban pada ruang penyimpanan sekitar 40% dapat memperlambat deteriorasi benih kedelai (Subantoro, 2014).