23
BENIH MELALUI PENGGUNAAN INDIKATOR PENGUJIAN VIABILITAS DAN VIGOR PADA BENIH WIJEN
(Sesamum indicum L.)
TESIS
Oleh :
PUSPA HARTATI 167001018
PROGRAM PASCASARJANA AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2019
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister dalam Program Magister Agroteknologi pada
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Oleh :
PUSPA HARTATI 167001018
PROGRAM PASCASARJANA AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
25
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS
Anggota : 1. Dr. Diana Sofia Hanafiah, SP. MP 2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, MS
3. Ir. Revandy I. M. Damanik, M.Si., M.Sc., Ph.D
27
indicum L.), dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS dan Dr. Diana Sofia Hanafiah, SP, MP.
Deteriorasi benih wijen selama penyimpanan menyebabkan mutu benih mengalami penurunan. Kemunduran benih bisa ditinjau dari indikasi fisiologis dan biokimia. Indikasi fisiologis dari kemunduran benih antara lain dari nilai daya berkecambah dan vigor benih. Salah satu indikasi biokimia dari kemunduran benih bisa dilihat dari meningkatnya nilai daya hantar listrik benih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh umur simpan benih terhadap viabilitas dan vigor benih wijen serta mengetahui hubungan deteriorasi dengan umur simpan benih menggunakan indikator viabilitas dan vigor benih wijen. Penelitian terbagi menjadi 2 (dua) yaitu 1). Pengujian daya hantar listrik sebagai pengujian vigor, dan 2). Pengujian viabilitas dan pengujian vigor lainnya. Pengujian daya hantar listrik menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap 2 (dua) faktor. Faktor I adalah umur simpan benih, terdiri atas 2 umur simpan benih yaitu 8 tahun (panen 2011) dan umur 7 tahun (panen 2012). Faktor II adalah lamanya perendaman benih, terdiri atas 3 waktu perendaman yaitu 2 jam, 8 jam dan 24 jam. Untuk penelitian viabilitas dan vigor lainnya serta pengujian daya tumbuh menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap 1 (satu) faktor yaitu umur simpan benih yaitu 8 tahun dan umur 7 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengujian daya hantar listrik benih wijen dengan perendaman selama 8 jam dan 24 jam menghasilkan nilai daya hantar listrik paling tinggi dan mampu menggambarkan vigor benih wijen. Pengujian viabilitas dan vigor lainnya yang dilakukan pada kedua lot benih menunjukkan bahwa umur simpan benih berbeda nyata terhadap hasil daya berkecambah (DB), potensi tumbuh maksimal (PTM), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), berat kering kecambah normal (BKKN) dan daya tumbuh (DT) di rumah kasa. Hubungan umur simpan benih memiliki hubungan keeratan yang kuat dengan DB, PTM, IV, KCT, BKKN dan DT di rumah kasa.
Kata kunci: Benih wijen, umur simpan benih, deteriorasi, viabilitas, vigor
ii
Puspa Hartati. Correlation between Deterioration and the Age of Seed Storage by Using Indicator of Viability and Vigor Test in Sesame Seeds (Sesaman indicum L.), supervised by Dr. Ir. Rosmayati, MS. and Dr. Diana Sofia Hanafiah, SP., MP.
Deterioration of sesame seeds during the storage can deteriorate its quality which can be seen from physiological and biochemical indication such as germinating seed and seed vigor. One of the indications of seed deterioration can be seen from the increase in its electrical conductivity power. The objective of the research was to find out the influence of the age of seed storage on seed viability and vigor of sesame seeds and the correlation between deterioration and the age of seed storage by using indicators of sesame seed viability and vigor. The research had two parts: 1) electrical conductivity test as a vigor tests, and 2) viability test and other vigor test. Electrical conductivity test used complete random technique of 2 (two) factors: factor I, was the age of seed storage, consisted of two kinds of seed storage age – 8 years (harvest of 2011) and 7 years (harvest of 2012) and factor II, was the duration of seed soaking, consisted of 3 kinds of soaking time – 2 hours, 8 hours, and 24 hours. Viability test and other vigor tests and growing power test using complete random technique of 1 (one) factor: the age of seed storage of 8 years and 7 years. The result of the research showed that the electrical conductivity test of sesame seeds with 8 to 24 hour soaking time yielded the highest electrical conductivity value which was able to indicate the vigor of sesame seeds. The result of viability and other vigor tests done in the two seed lots showed that the seed storage age had significant difference in the production of DB (Germinating Power), PTM (Maximal Growth Potency), IV (Vigor Index), KCT (Growth Rapidity), BKKN (Normal Dry-weight Germinated Seeds), and DT (Growing Power) in the greenhouse). Seed storage age had significant correlation with DB, PTM, IV, KCT, BKKN, and DT in the greenhouse.
Keywords: Sesame Seed, Seed Storage Age, Deterioration, Viability, Vigor
1980. Anak kedua dari empat bersaudara. Anak dari pasangan bapak H. Drs. Nana Suhana dan Ibu Hj. Rr Susilaningsih. Istri dari Beny Iriawan
Witanto, SP dan ibunda dari Nada Syifa Kamilia dan Daud Abdilah Karim.
Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sekolah pendidikan dasar diselesaikan Tahun 1992 di SDN VII Majalengka. Sekolah pendidikan menengah pertama diselesaikan pada Tahun 1995 di SMPN 1 Majalengka. Sekolah pendidikan menengah atas diselesaikan pada Tahun 1998 di SMUN 1 Bogor. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Tanah dan mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Tahun 2003.
Penulis merupakan peserta tugas belajar Kementerian Pertanian Tahun 2016. Bekerja di Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan sejak Februari 2012 sampai saat ini. Sebelumnya penulis bekerja di Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, Cimanggis Depok sejak September 2003 sampai Januari 2012.
Penulis merupakan Pengawas Benih Tanaman (PBT) Ahli Muda, Golongan III.d.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis telah mengikuti seminar Internasional Conference on Natural Resources and Technology (ICONART) pada tahun 2019 sebagai Oral Presenter dengan judul paper Viability and Vigour Sesamum Seed yang sudah diterbitkan di Science and Technology Publication
iv
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini berjudul “Hubungan Deteriorasi dengan Umur Simpan Benih Melalui Penggunaan Indikator Pengujian Viabilitas dan Vigor pada Benih Wijen (Sesamum indicum L.)” yang merupakan syarat untuk dapat memperoleh gelar Magister di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulis mengucapkan terima kasih pada suami dan kedua orang tua yang telah memberikan dukungan dan doanya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS dan Ibu Dr. Diana Sofia Hanafiah, SP, MP selaku ketua dan anggota pembimbing, yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih kepada Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BBPPMBTPH) yang telah memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian di laboratorium benihnya. Dan terima kasih kepada BBPPTP Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti tugas belajar.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang terlibat dan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Oktober 2019 Penulis
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Rumusan Masalah ... 3
Kerangka Penelitian ... 4
Tujuan Penelitian ... 5
Hipotesis Penelitian ... 5
Manfaat Penelitian ... 5
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Wijen (Sesamum indicum L) ... 6
Kemunduran Benih ... 7
Viabilitas Benih ... 9
Vigor Daya Simpan Benih ... 10
Uji Daya Hantar Listrik ... 11
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 13
Bahan dan Alat ... 13
Metode Penelitian... 13
Analisis Data ... .... 16
Pelaksanaan Penelitian ... 16
Persiapan Benih ... 16
Pengujian Pendahuluan ... 16
Prosedur Pengujian Benih ... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 23
Pengujian daya hantar listrik ... . 23
Pengujian viabilitas dan vigor benih lainnya (daya berkecambah, potensi tumbuh maksimal, indeks vigor, kecepatan tumbuh dan berat kering kecambah normal)... . 24
vi
Pengujian daya hantar listrik ... . 32
Pengujian viabilitas dan vigor benih lainnya (daya berkecambah, potensi tumbuh maksimal, indeks vigor, kecepatan tumbuh dan berat kering kecambah normal)... . 34
Daya tumbuh benih wijen di rumah kasa ... . 37
Hubungan antara deteriorasi benih wijen dengan umur penyimpanan 38
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40
Saran ... 40
DAFTAR PUSTAKA ... 41
LAMPIRAN ... 45
1. Data hasil pengukuran daya hantar listrik media dan pH media ... 17 2. Data awal kedua lot benih wijen ... 18 3. Rataan hasil pengujian daya hantar listrik dengan kombinasi perlakuan
lot benih dan lama perendaman benih wijen. ... 23 4. Rataan hasil pengujian daya berkecambah (DB), potensi tumbuh
maksimal (PTM), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), berat kering kecambah normal (BKKN) pada dua lot benih wijen ... 25 5. Rataan hasil pengujian daya berkecambah (DB), potensi tumbuh
maksimal (PTM), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), berat kering kecambah normal (BKKN) pada dua lot benih wijen pada masa perpanjangan pengujian. ... 25 6. Rataan uji daya tumbuh benih wijen pada hari ke-6 dan ke-9 setelah
tanam di rumah kasa dari dua lot benih wijen ... 28 7. Koefisien korelasi (r) antara deteriorasi benih dengan umur simpan benih
dengan beberapa parameter pengamatan viabilitas dan vigor benih pada dua lot benih wijen ... 31
viii
No. Hal.
1. Bagan Alir Penelitian ... 4
1. Deskripsi varietas Sumberrejo (SBR 4). ... 45
2. Gambar persiapan benih ... 46
3. Gambar uji pendahuluan, pengecekan daya hantar listrik media perkecambahan ... 47
4. Gambar uji pendahuluan, pengecekan ph media perkecambahan ... 48
5. Gambar uji daya kecambah, indeks vigor dan potensi tumbuh maksimum . 49 6. Gambar hasil evaluasi uji daya kecambah dan indeks vigor benih wijen ... 50 7. Gambar uji kecepatan tumbuh ... 51
8. Gambar uji berat kering kecambah normal ... 52
9. Gambar uji daya hantar listrik ... 53
10. Gambar uji daya tumbuh ... 54
11. Sidik ragam uji daya hantar listrik (DHL) pada benih wijen ... 55
12. Sidik ragam uji daya berkecambah benih wijen evaluasi6 HST ... 56
13. Sidik ragam uji daya berkecambah benih wijen evaluasi 9 HST ... 56
14. Sidik ragam uji potensi tumbuh maksimal (PTM) pada benih wijen ... 56
15. Sidik ragam uji indeks vigor (IV) pada benih wijen evaluasi pada 3 HST .. 56 16. Sidik ragam uji kecepatan tumbuh (KCT) benih wijen evaluasi pada 6
HST ...
57 17. Sidik ragam uji kecepatan tumbuh (KCT) benih wijen evaluasi pada 9
HST ...
57 18. Sidik ragam uji bobot kering kecambah normal (BKKN) dan laju
pertumbuhan kecambah benih wijen evaluasi 6 HST ...
57
x
pertumbuhan kecambah benih wijen evaluasi 9 HST ... 57 20. Sidik ragam uji daya tumbuh benih wijen di rumah kaca pada hari ke-6
setelah tabur ...
58 21. Sidik ragam uji daya tumbuh benih wijen di rumah kaca pada hari ke-9
setelah tabur ...
58
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wijen (Sesamum indicum L.) merupakan salah satu tanaman di dunia yang bijinya menghasilkan lemak nabati. Produktivitas wijen rata-rata di Asia mencapai 515 kg/ha dan di Indonesia tingkat produktivitas wijen sebesar 465 kg/ha. Hal ini menunjukkan tingkat produktivitas wijen di Indonesia mempunyai tingkat produktivitas yang rendah. Padahal berdasarkan potensi, produksi wijen di Indonesia dapat mencapai 1.400 kg/ha (Balittas, 2015).
Permasalahan wijen di Indonesia adalah rendahnya produktivitas sehingga produksi nasional tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Produktivitas wijen yang masih rendah antara lain disebabkan penggunaan benih bermutu belum maksimal dilakukan oleh petani, sedangkan penggunaan benih bermutu merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam produksi tanaman. Benih bermutu merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam budidaya tanaman. Menurut Sadjad (1980) benih bermutu memiliki sifat fisiologis, fisik dan genetik yang baik, sifat tersebut dipengaruhi mulai dari proses produksi sampai proses penyimpanan
Benih wijen termasuk benih orthodok yaitu benih wijen dapat dikeringkan sampai kadar air rendah dan disimpan pada suhu dan kelembaban penyimpanan tertentu tanpa menurunkan viabilitas benih secara nyata. Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas) Malang merupakan salah satu lembaga penelitian yang memproduksi benih wijen. Benih wijen yang diproduksi oleh Balittas
2
benih wijen adalah untuk menjaga persediaan benih wijen dengan harapan mutu tetap bagus. Menurut Copeland dan Mc. Donald (2001), menjaga persediaan benih dengan mutu (genetik, fisik, dan fisiologis) yang tinggi selama mungkin yang disimpan dari satu musim ke musim berikutnya merupakan tujuan dari penyimpanan benih. Selama proses penyimpanan tersebut, benih akan mengalami deteriorasi yang menyebabkan penurunan mutu benih.
Deteriorasi merupakan proses kehidupan menuju kemunduran benih bahkan kematian yang bersifat irreversable (tidak dapat balik). Kemunduran benih dapat dilihat secara biokimia dan fisiologis (Tatipata et.al, 2004). Indikasi biokimia pada benih dapat dicirikan dengan terjadinya penurunan aktivitas enzim, penurunan cadangan makan dan meningkatnya nilai konduktivitas. Sedangkan indikasi fisiologis dapat dilihat dari adanya perubahan warna biji, tertundanya perkecambahan benih, menurunnya laju pertumbuhan kecambah, berkurangnya daya berkecambah, serta meningkatnya kecambah abnormal.
Berkurangnya daya berkecambah benih merupakan indikasi yang banyak digunakan dalam menelaah kemunduran dari mutu benih. Menurut Woodstock dalam Saenong (1989), indikasi biokimia lebih tepat digunakan untuk menunjukkan vigor benih dibanding indikasi fisiologis. Vigor benih merupakan kemampun benih untuk tumbuh normal dan berproduksi normal pada kondisi sub optimum.
Salah satu pengujian vigor benih yaitu pengujian daya hantar listrik (DHL). Daya hantar listrik (AOSA, 1983) merupakan pengujian benih secara fisik yang mencerminkan tingkat kebocoran membran sel. Benih bervigor rendah memiliki
integritas membran yang rendah sebagai akibat dari deteriorasi selama penyimpanan dan adanya luka mekanis (Copeland dan McDonald, 1994). Vigor benih dapat dideteksi secara dini dari integritas membran sel yang dapat diukur melalui daya hantar listrik air rendaman benih.
Viabilitas benih yang diukur dengan peubah DHL akan lebih dini menunjukkan gejala kemunduran benih. Benih yang memiliki kebocoran elektrolit tinggi dianggap memiliki vigor rendah, sedangkan yang kebocoran elektrolitnya rendah adalah benih bervigor tinggi (ISTA, 2014). Pengujian daya hantar listrik yang telah direkomendasikan ISTA (2014) adalah uji daya hantar listrik untuk benih Pisum sativum, Phaseoulus vulgaris dan Glycine max L dengan lamanya perendaman selama 24 jam. Sedangkan hasil penelitian Torres (2009), didapatkan hasil bahwa uji daya hantar listrik wijen dilakukan dengan perendaman 8 jam.
Rumusan Masalah
Pengujian daya hantar listrik (DHL) benih wijen di ISTA Rules belum ada ketetapannya tentang lama perendaman. Selain itu belum ada informasi tentang kesesuaian uji DHL dengan uji kecambah konvensional benih wijen. Benih wijen yang telah disimpan dalam jangka waktu tertentu akan mengalami deteriorasi.
Belum ada informasi mengenai hubungan deteriorasi dengan umur simpan benih wijen.
4 Kerangka Penelitian
Gambar 1. Bagan Alir penelitian
Hubungan deteriorasi dengan umur simpan benih melalui penggunaan indikator pengujin viabilitas dan vigor benih wijen
(Sesamum indicum L)
Uji pendahuluan:
- Pengujian pengecekan media perkecambahan (pH dan DHL), - Pengujian awal benih meliputi: uji DB dan kadar air benih
Output:
- Media perkecambahan yang memenuhi standar untuk pengujian daya kecambah - Data awal DB dan KA benih wijen
Analisis Data
Uji Daya Hantar Listrik:
terdiri atas 6 metode, kombinasi dari volume lot benih (panen 2011 dan 2012) dan lamanya perendaman (2 jam, 8 jam dan
24 jam)
Uji viabilitas dan vigor lainnya:
Daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, indeks vigor,
kecepatan tumbuh dan Berat Kering Kecambah Normal
Uji Daya Tumbuh:
Daya tumbuh pada hari ke 6 hari dan 9 hari setelah
tabur.
Output:
Hubungan deteriorasi dengan umur simpan benih melalui penggunaan indikator pengujin viabilitas dan vigor benih
wijen (Sesamum indicum L) Uji Viabilitas dan Vigor Benih
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh umur simpan benih terhadap viabilitas dan vigor benih wijen serta mengetahui hubungan deteriorasi dengan umur simpan benih melalui penggunaan indikator pengujian viabilitas dan vigor benih wijen.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian yaitu terdapat pengaruh perbedaan umur simpan benih dan terdapat hubungan antara deteriorasi benih dengan umur simpan benih pada parameter viabilitas dan vigor benih
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai deteriorasi benih wijen yang telah disimpan selama 7 tahun dan 8 tahun. Serta dapat memberikan gambaran mengenai hubungan deteriorasi benih wijen dengan umur simpan benih (telah disimpan 7 dan 8 tahun) melalui penggunaan indikator pengujian viabilitas dan vigor benih wijen.
6
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Wijen (Sesamum indicum L.)
Wijen (Sesamum indicum L.) merupakan tanaman setahun yang berbentuk semak, tumbuh tegak dan bisa mencapai ketinggian 1.5 m – 2.0 m. Jenis tanaman wijen terdiri atas dua jenis yaitu wijen sapi yang berbiji putih dan wijen kerbau yang berbiji kecoklatan atau hitam (Juanda dan Cahyono, 2005). Tanaman wijen secara taksonomi tumbuh-tumbuhan memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Famili : Pedaliaceae Genus : Sesamum
Spesies : Sesamum indicum L.
Tanaman wijen merupakan salah satu sumber minyak nabati, dibudidayakan dan diekstrak bijinya yang dikenal sebagai minyak wijen. Daerah asal wijen diduga dari Afrika tropik, lalu tersebar ke timur tengah hingga ke India dan Tiongkok.
Dia Afrika barat ditemukan pula kerabatnya, S. Raticum Schumach (Schunster, 1992).
Tanaman wijen memiliki akar bertipe akar tunggang dengan banyak akar cabang yang bersimbiosis dengan mikoriza VA (versikularbuskular). Tinggi tanaman bervariasi dari 60 cm hingga 120 cm, bahkan dapat mencapai 2-3 meter. Tanaman yang telah dewasa memiliki batang berkayu. Daun tunggal, berbentuk lidah memanjang. Bunga tumbuh dari ketiak daun biasanya tiga namun hanya satu yang berkembang baik. Bunga sempurna, kelopak bunga berwarna putih, kuning, merah muda tau violet, tergantung varietas. Bakal buah terbagi menjadi dua ruang, lalu terbagi lagi menjadi dua, membentuk polong biji. Biji berbentuk di
dalam ruang ruang tersebut. Apabila buah masak dan mengering biji mudah terlepas ke luar yang menyebabkan penurunan hasil. Banyaknya polong per tanaman, sebagai faktor penentu hasil yang penting, berkisar dari 40 hingga 400 pertanaman. Bijinya berbentuk seperti buah aplukat kecil, berwarna putih, kuning, coklat, merah muda atau hitam (Schunster, 1992).
Menurut Soenardi (2004), biji wijen terdiri dari 35-63% minyak, 19-25% protein, 25% air, serat dan abu. Minyak wijen memiliki kelebihan yaitu kandungan antioksidannya. Sesamin dan sesamolin merupakan antioksidan yang terdapat dalam wijen. Menurut Juanda dan Cahyono (2005), tingkat kemasakan biji dan umur panen tanaman menentukan kandungan kadar minyak wijen. Tingkat kemasakan biji juga akan berpengaruh terhadap daya simpannya. Tanaman wijen memiliki umur panen antara 100-160 hari. Umur panen ini sangat tergantung dari varietas dan ketinggian tempat penanaman. Umur panen tanaman wijen yang dibudidayakan di dataran rendah rata-rata lebih pendek yaitu sekitar 100 hari. Hal tersebut terjadi sebaliknya pada tanaman wijen yang dibudidayakan didataran tinggi. Rata-rata waktu panen tanaman wijen di dataran tinggi adalah 160 hari.
Kemunduran Benih
Proses kemunduran benih yang terjadi pasca masak fisiologis disebut deteriorasi.
Deteriorasi tidak dapat dihentikan, tetapi hanya bisa dihambat. Pengertian deteriorasi menurut Sadjad (1993) merupakan proses kemunduran viabilitas benih yang terjadi karena faktor alami baik di lapang produksi maupun dalam ruang simpan.
8
Kemunduran benih adalah kondisi dimana mutu fisiologis benih mengalami kemunduran yang dapat menimbulkan perubahan di dalam benih secara menyeluruh, baik fisik, fisiologis maupun kimiawi yang mengakibatkan menurunnya viabilitas benih (Sadjad, 1994). Benih yang mengalami proses deteriorasi akan mengalami turunnya mutu dan sifat benih jika dibandingkan pada saat benih tersebut mencapai masa fisiologinya. Pada saat masak fisiologi tercapai vigor benih tertinggi. Setelah itu benih akan mengalami kemunduran secara perlahan-lahan sampai akhirnya mati. Kandungan air dalam benih merupakan salah satu sebab pemicu laju kemunduran benih. Kadar air dalam benih dipengaruhi oleh kemampuan benih dalam menyerap dan menahan uap air. Setiap benih memiliki kemampuan menahan uap air yang berbeda, tergantung ketebalan dan struktur kulit benih serta komposisi kimia dalam benih (Justice & Bass, 2002).
Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu benih akibat perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor dari dalam benih yang terjadi secara perlahan-lahan dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) (Copeland and McDonald, 2001). Menurut Tatipata et al. (2004) kemunduran benih dapat ditengarai secara biokimia dan fisiologi. Penurunan aktivitas enzim, penurunan cadangan makanan, meningkatnya nilai konduktivitas merupakan indikasi biokimia dari benih yang mengalami kemunduran benih. Penurunan daya berkecambah dan vigor merupakan indikasi fisiologis dari benih yang mengalami kemunduran benih. Justice dan Bass (2002) menambahkan, jenis benih, berat dan bagian benih yang terluka, kelembaban dan suhu lingkungan di lapangan,
penanganan panen dan kondisi penyimpanan benih merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi laju kemunduran benih.
Menurut Copeland & McDonald (2001) perubahan morfologi seperti perubahan warna kulit benih menjadi lebih gelap dan terjadinya nekrosis kotiledon, perubahan ultrastruktural seperti: penggabungan tubuh lemak (lipid bodies) dan plasmalemma, ketidakmampuan benih untuk menahan metabolit seluler yang bocor ketika terjadi imbibisi, kehilangan aktivitas enzim, dan respirasi yang menurun merupakan gejala kemunduran pada benih.
Menurut Ali et al. (2003) ketika benih masih berada di tanaman induk maupun pada saat penyimpanan kemunduran benih dapat terjadi, laju kemunduran benih dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, suhu dan kelembapan (RH). Laju kemunduran pada benih dipengaruhi juga oleh autoxidasi lipid, degradasi struktur fungsi, ribosom tidak mampu berdisosiasi, degradasi dan inaktivasi enzim, pengaktifan/pembentukan enzim-enzim hidrolitik, degradasi genetik dan akumulasi senyawa beracun (Copeland & McDonald 2001).
Viabilitas Benih
Kemampuan benih untuk dapat tumbuh normal pada keadaan lingkungan tumbuh yang optimal merupakan pengertian dari vibilitas benih. Viabilitas benih dibagi menjadi viabilitas potensial dan vigor. Viabilitas potensial merupakan kemampuan benih untuk tumbuh normal bisa berproduksi normal pada kondisi optimum. Kemampuan benih untuk tumbuh serta dapat berproduksi normal pada kondisi sub optimum dinamakan vigor. Vigor benih terbagi menjadi vigor
10
mencerminkan vigor benih apabila ditanam di lapang. Vigor daya simpan benih yang menunjukkan kemampuan benih berapa lama untuk dapat disimpan. Tolok ukur vigor kekuatan tumbuh benih yaitu kecepatan tumbuh benih dan keserempakan tumbuh benih (Widajati et al., 2012).
Tinggi rendahnya daya berkecambah benih dan berat kering kecambah normal menggambarkan tinggi rendahnya viabilitas potensial. Meningkatnya suhu dan kadar air benih sejalan dengan menurunkan viabilitas dan vigor benih secara alami. Peningkatan kandungan air berhubungan dengan aktivitas metabolik di dalam benih yang melibatkan enzim untuk mengkatalisis cadangan energi di dalam benih (Sadjad, 1993).
Faktor yang dapat mempengaruhi viabilitas benih adalah faktor genetik, kerusakan mekanik pada bagian benih, kerusakan yang disebabkan mikroorganisme selama masa penyimpanan benih, kondisi lingkungan seperti suhu, kelembapan, air yang dapat mempengaruhi proses pertumbuhan benih menjadi kecambah. Faktor-faktor tersebut menjadi penentu tingkat keberhasilan pertanaman di lahan sehingga resiko kegagalan pertanaman dapat diminimalkan (Copeland, 1995).
Vigor Daya Simpan Benih
Kemampuan benih untuk mampu tumbuh normal pada kondisi suboptimum adalah pengertian dari vigor benih. Menurut Sadjad (1999) mengkategorikan vigor benih menjadi dua yaitu vigor kekuatan tumbuh dan vigor daya simpan.
Keduanya merupakan parameter viabilitas yang dapat mencerminkan kondisi vigor benih.
Menurut Copeland & Mc Donald (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi vigor benih adalah kondisi lingkungan selama perkembangan benih, kondisi genetik benih, dan lingkungan penyimpanan. Tingkat kekerasan benih, vigor tanaman induk, daya tahan terhadap kerusakan mekanik, dan komposisi kimia benih merupakan faktor genetik dari benih. Faktor lingkungan perkembangan benih meliputi kelembapan, kesuburan tanah, dan pemanenan benih. Faktor penyimpanan benih meliputi waktu penyimpanan, dan lingkungan penyimpanan (suhu, kelembapan, dan persediaan oksigen).
Benih yang memiliki vigor yang tinggi pada saat masak fisiologis akan memiliki daya simpan yang panjang (Sadjad et al. 1999). Vigor benih yang mencapai maksimum saat benih masak fisiologis harus dipertahankan selama proses pemanenan dan proses pengolahan. Benih memiliki vigor jika benih mampu menumbuhkan tanaman normal, meski kondisi alam tidak optimum atau sub optimum. Benih yang vigor akan menghasilkan produk di atas normal kalau ditumbuhkan pada kondisi optimum.
Uji Daya Hantar Listrik
Uji daya hantar listrik (conductivity test) merupakan peubah viabilitas benih melalui pendekatan fisik dimana menggambarkan tingkat kebocoran membran sel (AOSA dalam Qadir, 1994). Sadjad (1993) menyebutkan bahwa daya hantar listrik (DHL) lebih bisa menjabarkan vigor awal benih dan vigor benih yang dipengaruhi lingkungan.
Saenong (1986) menyatakan bahwa pengukuran DHL dapat dijadikan indikasi
12
meningkatnya kemunduran benih. Woodstock dalam Saenong (1986) menyatakan bahwa pendekatan secara fisik dapat digunakan untuk mengukur tingkat vigor benih, misalnya berat jenis benih (density) dan DHL. Prinsip yang digunakan dalam uji DHL adalah perubahan organisasi membran sel yang terjadi selama perkembangan benih sebelum benih masak fisiologis, pengeringan benih sebelum panen, dan selama imbibisi sebelum perkecambahan (ISTA, 2006). Integritas membran sel ditentukan oleh kemunduran benih karena perubahan secara biokimia atau kerusakan fisik, hal ini dapat dipertimbangkan sebagai penyebab dasar perbedaan viabilitas yang secara tidak langsung menentukan kebocoran benih selama uji DHL (Matthew dan Powell, 2006).
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratoium Benih dan Rumah Kasa, Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BBPPMBTPH) Cimanggis Depok mulai dari November 2018 - Januari 2019.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih wijen varietas SBR 4 yang terdiri dari 2 lot yaitu lot A1 yang dipanen pada tahun 2011 dan lot A2 yang dipanen pada tahun 2012. Benih wijen SBR 4 berasal dari Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas), Malang. Bahan lainya adalah air rendaman dengan DHL <5 µScm-1, kertas filter (kertas saring), kertas label, kertas amplop dan alumunium foil. Penanaman di dalam rumah kasa menggunakan media campuran tanah, kompos, dan pasir.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain konduktivitimeter, termohygrometer, germinator elektrik suhu berganti (2030oC), nampan plastik, cawan, pencapit, oven, desikator, timbangan analitik, boks plastik, bak plastik untuk penanaman di dalam rumah kasa, alat siram, alat tulis dan alat bantu lainnya yang diperlukan.
Metode Penelitian
Penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu (1) penelitian tentang pengujian daya hantar listrik sebagai uji vigor dan (2) penelitian tentang pengujian viabilitas dan uji vigor lainnya (potensi tumbuh maksimal, indeks vigor, kecepatan tumbuh dan
14
Adapun rancangan penelitian yang dilakukan sebagai berikut:
Pengujian Daya Hantar Listrik
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lama perendaman benih yang paling efektif pada wijen. Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor. Faktor pertama adalah lot benih dan faktor kedua adalah perlakuan lamanya perendaman. Penjabarannya adalah sebagai berikut.
Faktor 1: lot benih dengan 2 perlakuan lot benih (umur benih), yaitu:
A1 = lot benih wijen yang dipanen tahun 2011 (umur simpan benih 8 tahun) A2 = lot benih wijen yang dipanen tahun 2012 (umur simpan benih 7 tahun) Faktor 2: perlakuan lamanya perendaman dengan 3 taraf perlakuan, yaitu:
A = lama perendaman 2 jam B = lama perendaman 8 jam C = lama perendaman 24 jam
Sehingga diperoleh perlakuan sebanyak 6 kombinasi, yaitu
A1 A A1B A1C
A1 A A1B A1C
Kombinasi perlakuan : 6 perlakuan Jumlah ulangan : 12
Jumlah sampel : 72
Pengujian Viabilitas dan Vigor Lainnya (Potensi Tumbuh Maksimal, Indeks Vigor, Kecepatan Tumbuh dan Berat Kering Kecambah Normal)
Tujuan pengujian ini untuk melihat pengaruh lot benih terhadap viabilitas dan vgior benih. Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) satu faktor yaitu 2 (dua) lot benih sebagai faktornya. Setiap perlakuan lot benih terdiri atas 12 (dua belas) ulangan.
Setiap perlakuan diuji dengan pengujian:
1. Uji Daya Berkecambah (DB) 2. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) 3. Indeks vigor (IV)
4. Kecepatan tumbuh (KCT)
5. Berat Kering Kecambah Normal (BKKN) Daya Tumbuh Benih Wijen di Rumah Kasa
Pengujian di rumah kasa meliputi pengujian daya tumbuh. Pengujian daya tumbuh di rumah kasa pada benih wijen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor, yaitu 2 (dua) lot benih dengan tahun panen berbeda (panen tahun 2011 dan panen 2012). Setiap perlakuan lot benih terdiri atas 12 (dua belas) ulangan.
Pengamatan daya tumbuh dilakukan pada hari ke-6 dan ke-9 setelah tabur.
Hubungan antara Deteriorasi dengan Umur Simpan Benih Wijen
Uji korelasi Pearson dilakukan untuk melihat hubungan antara deteriorasi dengan umur simpan benih melalui penggunaan indikator pengujian viabilitas dan vigor benih wijen. Korelasi dilakukan untuk parameter DB, PTM, IV, KCT, BBKN dan DT-6.
16 Analisis Data
Data dianalisis dengan analisis sidik ragam, sidik ragam yang nyata dilanjutkan dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test (DMRT)) dengan pada taraf α = 5%.
Pelaksanaan Penelitian Persiapan Benih
Benih wijen berasal dari Balai Tanaman Serat dan Pemanis (Balitas) Malang. Benih wijen terdiri dari dua lot yaitu lot benih A1 (tahun panen 2011) dan lot benih A2 (tahun panen 2012). Kondisi benih wijen yang ada di Balitas setelah dipanan kemudian disimpan di ruang penyimpanan benih dengan suhu 20oC dengan kelembaban 40%. Benih dikemas dengan menggunakan plastik ukuran 5 kg dengan ketebalan 0,27 mm. Kedua lot benih dipanen dari daerah Pasirian Jawa Timur.
Benih wijen yang ada kemudian diuji pendahuluan meliputi uji daya berkecambah, kadar air dan kemurnian. Setelah dilakukan uji pendahuluan, kemudian benih wijen tersebut dihomogenkan dengan cara dicampur atau diaduk dengan menggunakan soil devider. Kemudian dilakukan pemisahan sebanyak 12 (dua belas) kantong sebagai ulangan (Gambar pada Lampiran 2).
Pengujian Pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan sebagai pengujian awal sebelum dilakukan penelitian utama. Uji pendahuluan terbagi menjadi dua, antara lain: 1). Pengujian pengecekan media perkecambahan terdiri atas pengujian daya hantar listrik media dan pengecekan pH media; dan 2) pengujian mutu benih awal terdiri atas pengujian daya berkecambah, pengujian kadar air dan pengujian kemurnian.
Pengujian pengecekan media dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi media kertas yang akan digunakan di dalam pengujian. Uji pendahuluan dilakukan dengan cara mengecek daya hantar listrik media kertas dan pH media kertas (Gambar pada Lampiran 3 dan 4). Pengujian pendahuluan dilakukan terhadap 4 (empat) kertas yang biasa digunakan. Jenis media kertas tersebut adalah kertas filter putih, kertas filter coklat, kertas stensil (kertas koran yang masih polos belum ada tulisan) dan kertas merang.
Tabel 1. Data hasil pengukuran daya hantar listrik media dan pH media
Jenis Kertas Parameter Media
DHL (μS/cm) pH
Filter (putih) 190 6,5
Filter (coklat) 447 6,0
Stensil 354 6,5
Merang 624 6,5
Keterangan: media yang memenuhi kriteria harus mempunya pH : 6,0-7,5 dan DHL <400 μS/cm (ISTA Rules, 2014)
Hasil pengukuran daya hantar listrik media dan pH media, hanya jenis kertas filter putih dan kertas stensil saja yang memenuhi kesesuaian spesifikasi media.
Berdasarkan hasil pengujian tersebut maka dalam uji viabilitas dan vigor benih media yang dilakukan di laboratorium yaitu kertas filter putih.
Pengujian daya berkecambah dilakukan dengan menggunakan media kertas filter putih. Benih yang telah ditabur diatas media kertas filter putih yang telah dilembabkan kemudian dikecambahkan dalam germinator elektrik dengan suhu berganti (2030oC) dan dievaluasi pada hari ke 6 setelah tabur (ISTA Rules, 2014).
Pengujian kadar air dilakukan dengan dengan menggunakan metode oven pada
18
kemurnian benih wijen dilakukan dengan metode visual. Pengujian kemurnian ini dilakukan dengan memisahkan benih murni dari kotoran benih lainnya (ISTA Rules, 2014).
Tabel 2. Data awal kedua lot benih wijen
Lot benih Parameter
DB (%) KA (%) KM (%)
A1 70 4,3 99,5%
A2 89 4,4 99,5%
Keterangan: DB: daya berkecambah; KA: kadar air; KM: kemurnian
Hasil pengujian menunjukkan bahwa benih wijen lot A1 memiliki nilai daya berkecambah sebanyak 70%, kadar air 4,3% dan kemurnian sebesar 99,5%. Lot A2 memiliki nilai daya berkecambah sebanyak 89%, kadar air 4,4% dan kemurnian sebesar 99,5%.
Prosedur Pengujian Benih Pengujian Daya Hantar Listrik
Air yang akan digunakan sebanyak 50 ml diletakkan dalam gelas kaca ditutup dengan aluminium foil dan dibiarkan selama 18-24 jam pada suhu ruang 20+2oC (pada hari pertama). Jumlah air dalam gelas kaca tersebut sesuai dengan perlakuan dan ditambah satu gelas untuk blanko.
Benih yang akan digunakan dihitung sebanyak 50 butir (mengacu pada hasil penelitian Torres et.al (2009) kemudian ditimbang bobotnya menggunakan timbangan analitik. Benih wijen yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam gelas kaca yang telah disiapkan, diaduk perlahan sehingga seluruh benih terendam, untuk larutan blanko dibiarkan tanpa benih sebanyak empat ulangan, kemudian gelas ditutup kembali dengan almunium foil. Lama perendaman sesuai dengan perlakuan (pada hari kedua).
Pengukuran daya hantar listrik dilakukan sesuai dengan perlakuan lamanya perendaman. Pengukuran diawali dengan mengukur larutan blanko, lalu kemudian mengukur air rendaman benih. Sebelum diukur nilai daya hantar listriknya, air rendaman benih diaduk selama 10–15 detik, lalu dip cell conductivity meter dimasukkan ke dalam air rendaman tanpa menyentuh benih. Setiap kali selesai mengukur, dip cell conductivity meter dibilas terlebih dahulu dengan akuades dan dikeringkan dengan tissu. Air rendaman yang digunakan untuk merendam benih dalam uji daya hantar listrik pada percobaan ini harus memiliki nilai daya hantar listrik <5μScm-1g-1.
Nilai daya hantar listrik per gram benih dihitung dengan rumus ISTA (2014), sebagai berikut:
Daya hantar listrik (µS cm-1 g-1) adalah
= Daya hantar listrik rendaman benih – Daya hantar listrik Blanko Bobot Benih
Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih Lainnya (Daya Berkecambah, Potensi Tumbuh Maksimal, Indeks Vigor, Kecepatan Tumbuh dan Berat Kering Kecambah Normal)
Pengujian viabilitas dan vigor benih lainnya dilakukan di laboratorium.
Pengujian viabilitas dan vigor lainnya dengan tolak ukur pengamatan yaitu daya berkecambah, pengujian potensi tumbuh maksimal, indeks vigor, kecepatan tumbuh, dan bobot kering kecambah normal.
Pengujian viabilitas dan vigor benih lainnya dilakukan dengan metode top of paper (TP), menggunakan 100 butir benih setiap ulangan, dan tiap perlakuan lot diulang sebanyak 12 (dua belas) ulangan. Benih dikecambahkan di germinator
20
Pengujian viabilitas dan vigor benih lainnya dengan tolok ukur yang diamati, yaitu:
1. Daya berkecambah (DB)
Pengujian daya berkecambah (DB) dilakukan selama 6 hari dan dilakukan perpanjangan pengujian selama 3 hari. Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah kecambah normal, kecambah abnormal dan benih mati.
Pengamatan pertama pada hari ke-3 dan dan pengamatan terakhir dilakukan pada hari ke-6 (ISTA, 2014). Perpanjangan pengujian selama ½ waktu pengujian.
Perpanjangan pengujian dilakukan karena masih banyak ditemukan kecambah abnormal yang berpotensi menjadi kecambah normal.
Daya berkecambah dihitung dengan rumus:
DB = ƩKN hitungan I+ƩKN hitungan II × 100%
Ʃbenih yang ditanam
∑ KN = jumlah kecambah normal 2. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)
Pengujian potensi dumbuh maksimal dilakukan sama dengan pengujian daya berkecambah, tetapi hasil yang dihitung adalah persentase keseluruhan kecambah yang tumbuh baik normal maupun abnormal sampai akhir pengamatan.
Potensi tumbuh maksimum dihitung dengan rumus:
PTM = Ʃ benih tumbuh sampai akhir pengamatan × 100%
Ʃ benih yang ditanam
3. Bobot kering kecambah normal (BKKN) (g)
Bobot kering kecambah normal dihitung pada akhir pengamatan uji daya berkecambah yaitu pada hari ke-6. Seluruh kecambah normal dicabut dari media
perkecambahan, dibungkus dengan menggunakan amplop, kemudian dikeringkan dengan oven suhu 80 ºC selama 24 jam. Setelah itu, kecambah dimasukkan ke dalam desikator ± 30 menit dan ditimbang. Pengujian ini dilakukan di akhir pengamatan ketika pengamatan daya berkecambah telah selesai.
BKKN = Berat total kecambah normal stlh kering oven (gram) 4. Indeks vigor (%)
Pengujian indeks vigor dilakukan sama dengan pengujian daya berkecambah, tetapi hasil yang dihitung adalah jumlah kecambah normal pada hitungan pertama daya berkecambah (Copeland dan Mcdonald 2001). Pada benih wijen, perhitungan pertama dilakukan yaitu pada hari ke-3 setelah tabur (ISTA, 2014).
Indeks vigor dihitung dengan rumus:
IV = Ʃ KN hitungan I × 100%
Ʃ benih yang ditanam
∑ KN = jumlah kecambah normal 5. Kecepatan tumbuh (% KN/etmal)
Kecepatan tumbuh (KCT) diukur dengan jumlah tambahan perkecambahan setiap hari atau etmal pada kurun waktu pengujian daya berkecambah (Sadjad, 1993).
Pengujian daya berkecambah benih wijen dilakukan selama 6 hari. Sehingga kecepatan tumbuh benih wijen dilakuakan yaitu hari ke-1setelah tabur hingga hari ke-6 setelah tabur .
Kecepatan tumbuh dihitung dengan rumus:
KCT = ∑7i=1 kecambah normal ke−i jam pengamatan ke−i/24 jam
22
Pengujian viabilitas dan vigor lainnya akan diperpanjang masa pengujiannya jika ditemukan banyak kecambah benh wijen yang memiliki kecenderungan akan tumbuh menjadi kecambah normal. ISTA (2014) memberikan waktu perpanjangan selama setengah dari masa pengujian daya berkecambah benih wijen (masa pengujian 6 hari), perpanjangan pengujian selama 3 hari.
Daya Tumbuh Benih Wijen di Rumah Kasa
Pengujian di rumah kasa meliputi pengujian daya tumbuh. Pengujian daya tumbuh di rumah kasa pada benih wijen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor, yaitu 2 (dua) lot benih dengan tahun panen berbeda (panen tahun 2011 dan panen 2012). Setiap perlakuan lot benih terdiri atas 12 (dua belas) ulangan.
Pengamatan daya tumbuh dilakukan pada hari ke-6 dan ke-9 setelah tabur.
Pengujian daya tumbuh dilakukan dengan menanam benih pada boks plastik di rumah kasa. Media tanam yang digunakan merupakan media campuran tanah, pupuk organik dan pasir dengan perbandingan (V/V) 2:2:1. Penyiraman sebagai bentuk pemeliharaan dilakukan setiap hari. Tolok ukur yang diamati sebagai berikut yaitu daya tumbuh. Daya tumbuh benih wijen diamati pada 6 dan 9 HST terhadap jumlah benih yang tumbuh.
Daya tumbuh dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Daya tumbuh = Ʃ bibit yang tumbuh × 100%
Ʃ benih yang ditanam
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Pengujian Daya Hantar Listrik
Pengujian daya hantar listrik (DHL) dilakukan dengan melakukan percobaan lama perendaman benih selama 2 jam, 8 jam dan 24 jam pada dua lot benih yang berbeda dengan tujuan untuk melihat waktu perendaman yang efektif dimana pada waktu tersebut hasil pengujian daya hantar listrik (DHL) bisa menggambarkan vigor benih wijen. Hasil analisis pengujian daya hantar listrik benih wijen bisa dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan hasil pengujian daya hantar listrik pada kombinasi perlakuan lot benih dan lama perendaman benih wijen
Lot Benih
DHL ((μS/cm/g) Lamanya perendaman benih
A (2 jam) B (8 Jam) C (24 Jam) Rataan
A1 60,73e 78,36c 111,00a 83, 36
A2 61,38e 73,57d 106,51b 80,49
Rata-rata 61,06 75,96 108,75
Keterangan : - Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada DMRT taraf 5%
Hasil pengujian daya hantar listrik secara umum menunjukan nilai DHL lebih besar pada benih yang telah disimpan lama dan semakin meningkat dengan berjalannya waktu perendaman. Hasil pengujian menunjukkan bahwa interaksi antara lamanya perendaman benih wijen dengan lot benih berbeda sangat nyata terhadap nilai DHL benih wijen. Semakin lama waktu perendaman maka nilai DHL yang terukur semakin tinggi. Pada perlakuan lot benih A1 (tahun panen 2011) dengan perendaman 24 jam menghasilkan nilai DHL paling tinggi
24
Pada perlakuan perendaman 24 jam, nilai DHL pada lot A1 menghasilkan DHL nyata lebih tinggi dibandingkan dengan DHL lot A2. Begitu juga dengan perlakuan perendaman 8 jam, nilai DHL pada lot A1 berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan lot A2. Pada lot A1 (tahun panen 2011) perlakuan perendaman 8 jam dan 24 jam menunjukkan hasil DHL lebih tinggi dibandingkan dengan lot A2 (tahun panen 2012).
Pada perlakuan perendaman 8 jam dan 24 jam, hasil pengukuran DHL menggambarkan vigor benih wijen dari kedua lot benih. Bisa dilihat dari hasil pengujian awal daya berkecambah (Tabel 2) bahwa lot A2 memiliki nilai daya berkecambah 89% memiliki nilai DHL lebih rendah dibandingkan dengan lot A1 yang memiliki nilai daya berkecambah 70%. Hal tersebut menggambarkan bahwa bila nilai DHL semakin rendah, maka lot benih memiliki daya berkecambah lebih tinggi, begitu juga sebaliknya, nilai DHL semakin tinggi maka nilai daya berkecambah semakin rendah.
Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih Lainnya (Daya Berkecambah, Potensi Tumbuh Maksimal, Indeks Vigor, Kecepatan Tumbuh dan Berat Kering Kecambah Normal)
Kondisi umum benih wijen yang digunakan adalah sebagai berikut: lot A1 memiliki kadar air benih sebesar 4,3%, daya berkecambah 70% dan kemurnian 99,5% sedangkan lot A2 memiliki kadar air benih sebesar 4,4%, daya berkecambah 89% dan kemurnian 99,5%. Pengaruh umur simpan benih (lot benih) terhadap viabilitas dan vigor benih dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.
Tabel 4. Rataan hasil pengujian daya berkecambah (DB), potensi tumbuh maksimal (PTM), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), berat kering kecambah normal (BKKN) pada dua lot benih wijen
Lot
Parameter Pengamatan DB
(%)
PTM (%)
IV (%)
KCT (%KN/etmal)
BKKN (g)
A1 70 b 89,7 b 0,25 b 14,08 b 0,1619 b
A2 88 a 97,7 a 13,08 a 21,34 a 0,2169 a
Keterangan : - Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMRT 5%
- DB, PTM dan BKKN: pengamatan dilakukan pada 6 HST (hari setelah tabur) - IV: pengamatan dilakukan pada 3 HST (hari setelah tabur)
- KCT: pengamatan dilakukan setiap hari (mulai dari 1 HST s.d 6 HST)
Tabel 5. Rataan hasil pengujian daya berkecambah (DB), potensi tumbuh maksimal (PTM), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), berat kering kecambah normal (BKKN) dan pada dua lot benih wijen pada perpanjangan masa pengujian
Lot
Parameter Pengamatan DB
(%)
PTM (%)
KCT (%KN/etmal)
BKKN (g)
A1 87 b 89,7 b 16.51 b 0,2020 b
A2 93 a 97,7 a 21.80 a 0,2314 a
Keterangan : - Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMRT 5%
- DB, PTM dan BKKN: pengamatan dilakukan pada 6 & 9 HST (hari setelah tabur) - KCT: pengamatan dilakukan setiap hari (mulai dari 1 HST s.d 9 HST)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur simpan benih berpengaruh sangat nyata terhadap daya berkecambah (DB), potensi tumbuh maksimum (PTM), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT) dan berat kering kecambah normal (BKKN) (Tabel 4). Benih wijen yang berasal dari lot A2 memiliki nilai DB, PTM, IV, KCT dan BKKN berbeda sangat nyata dengan lot A1. Perpanjangan masa pengujian dilakukan terhadap benih wijen baik benih wijen lot A1 ataupun A2. Perpanjangan masa pengujian dilakukan karena masih banyak ditemukan kecambah abnormal benih wijen yang masih berpotensi untuk tumbuh menjadi kecambah normal. Perpanjangan masa pengujian digunakan untuk tolak ukur
26
pengamatan daya berkecambah, kecepatan tumbuh dan berat kering kecambah normal (Tabel 5).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lot A2 memiliki DB, PTM, IV, KCT dan BKKN sangat nyata lebih tinggi dibandingkan dengan lot A1. Pada tolak ukut pengamatan DB, KCT dan BKKN, nilai lot A2 sangat nyata tinggi hasilnya dibandingkan dengan lot A1 baik itu pada pengamatan hari ke-6 (Tabel 4) ataupun hari ke-9 (Tabel 5). Terlihat bahwa benih wijen yang berasal dari lot A1 sebanyak 17% membutuhkan waktu lebih lama untuk berkembang menjadi kecambah normal, sedangkan pada lot benih wijen A2 hanya 5% benih wijen membutuhkan waktu lebih lama untuk berkembang menjadi kecambah normal.
Potensi tumbuh maksimal adalah persentase semua benih yang hidup atau menunjukkan gejala hidup, baik menghasilkan kecambah normal maupun abnormal. Hasil potensi tumbuh maksimal (PTM) pada lot A2 memiliki nilai berbeda sangat nyata lebih tinggi nilainya (97,7%) dibandingkan dengan lot A1 (89,7%). Potensi tumbuh maksimal merupakan potensi yang dimiliki lot benih dimana benih bisa memiliki daya berkecambah maksimal.
Persentase kecambah normal pada hitungan pertama merupakan indeks vigor (Sadjad et al., 1999). Hasil uji indeks vigor sangat penting karena menunjukkan persentase benih yang cepat berkecambah. Pada benih wijen, indeks vigor dihitung pada pengamatan hari ke 3 setelah tabur. Nilai indeks vigor (IV) lot A2 berbeda sangat nyata lebih tinggi nilainya (13,08%) dibandingkan dengan lot A1 (0,25%). Lot A1 memiliki nilai IV 0,25% artinya pada hitungan pertama hari ke-3 setelah tabur, hasil pengamatan menunjukkan bahwa ada benih wijen sebanyak
0,25% telah berkembang menjadi kecambah normal pada lot A1. Pada lot A2 nilai IV sekitar 13,08%, artinya dalam 100 benih yang ditabur sebanyak 13,08 benih wijen pada lot A2 sudah berkecambah normal. Disini bisa terlihat bahwa lot A2 yang disimpan selama 7 tahun memiliki kemampuan cepat berkecambah sebanyak 13,08% dibandingkan lot A1 yang telah disimpan selama 8 tahun.
Kecepatan tumbuh (KCT) benih merupakan tolok ukur vigor kekuatan tumbuh benih. Kelebihan benih yang cepat tumbuh menurut Widajati et al. (2013) yaitu kecambah akan lebih mampu mengatasi kondisi lapang yang suboptimum. Hasil pengamatan terhadap tolak ukur kecepatan tumbuh (KCT) menunjukkan bahwa lot A2 memiliki nilai kecepatan tumbuh (KCT) lebih tinggi (21,34 %KN/Etmal) dibandingkan dengan lot A1 (14,08 %KN/Etmal). KCT pada lot A2 berbeda sangat nyata lebih tinggi dibandingkan dengan lot A1. Artinya benih yang berasal dari lot A2 lebih mampu tumbuh dan berkembang lebih cepat dibandingkan dengan lot A1.
Berat kering kecambah normal berpengaruh besar terhadap vigor benih. Peubah ini bermanfaat untuk benih yang ditanam pada kondisi ekstrem seperti suhu ekstrem, kekurangan air, dan lingkungan ekstrem lainnya. Pada pengamatan berat kering kecambah normal (BKKN), lot A2 memiliki nilai BKKN lebih tinggi (0,2169 gram) dibandingkan dengan lot A1 (0,1619 gram). BKKN yang dihasilkan lot A2 berbeda sangat nyata lebih tinggi beratnya dibandingkan dengan BKKN dari lot A1. Nilai BKKN yang rendah dapat disebabkan oleh ukuran benih yang kecil. Berat kecambah lebih tinggi bisa saja disebabkan benih yang besar,
28
dimana benih yang besar memiliki cadangan makanan yang lebih banyak serta ukuran embrio yang lebih besar (Ichsan et al., 2013).
Daya Tumbuh Benih Wijen di Rumah Kasa
Pengamatan daya tumbuh (DT) benih wijen dilakukan pada hari ke-6 dan hari ke- 9 setelah tabur. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil rataan daya tumbuh benih wijen pada lot A2 sangat nyata lebih tinggi dibandingkan dengan daya tumbuh lot A1 baik pada hari ke-6 setelah tabur. Pada pengamatan hari ke-9 setelah tabur, DT lot A2 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan lot A1.
Tabel 6. Rataan uji daya tumbuh benih wijen pada hari ke-6 dan ke-9 setelah tanam di rumah kasa dari dua lot benih wijen
Lot Daya tumbuh (%)
Hari ke-6 Hari ke-9
A1 76 b 86 b
A2 87 a 91 a
Keterangan : - Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada DMRT taraf 5%
Pengamatan pada hari ke-6 setelah tabur pada lot A2 diperoleh hasil bahwa sebanyak 87% benih wijen sudah berkecambah normal dan bertambah jumlahnya menjadi 91% pada hari ke-9 setelah tabur. Sedangkan pada lot A1, pada pengamatan hari ke-6 diperoleh hasil sebanyak 76% benih berkecambah normal dan pada hari ke-9 setelah tanam jumlah rataan benih yang tumbuh normal meningkat menjadi 86%.
Hasil penelitian terhadap daya tumbuh benih wijen di rumah kasa, menunjukkan bahwa lot A2 memiliki nilai daya tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan lot A1. Pada pengamatan hari ke-6 sampai hari ke-9 setelah tabur, jumlah benih wijen yang tumbuh menjadi kecambah normal pada lot A2 jumlahnya lebih tinggi dibandingkan pada lot A1.
Hubungan antara Deteriorasi Benih Wijen dengan Umur Penyimpanan Hubungan antara deteriorasi benih dengan viabilitas dan vigor benih dapat diketahui dengan melakukanan analisis korelasi antara parameter pengamatan viabilitas dan vigor benih dari kedua lot benih wijen. Koefisien korelasi merupakan nilai yang menunjukan kuat atau tidaknya hubungan linier antar dua peubah atau lebih. Besarannya koefisien korelasi tidak menggambarkan hubungan sebab akibat, tetapi semata-mata menggambarkan keterkaitan linier antar peubah.
Secara umum, semakin erat hubungan linier antara kedua peubah digambarkan dengan nilai koefisien korelasi (r) yang mendekati 1 atau -1, sedangkan hubungan kedua peubah tersebut tidak linier digambarkan dengan nilai r yang mendekati nol (Mattjik dan Sumertajaya, 2013). Apabila nilai r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna, r = 0 artinya tidak ada korelasi, dan r = 1 berarti korelasinya sempurna positif. Koefisien korelasi dapat dilihat pada Tabel 7.
Analisis korelasi hanya dilakukan pada parameter DB, PTM, IV, KCT, BKKN dan DT-6. Hasil analisis menunjukkan bahwa korelasi antara deteriorasi benih dengan umur simpan benih wijen pada indikator viabilitas dan vigor benih wijen menunjukkan keeratan hubungan antara parameter pengamatan. Pada parameter daya berkecambah, menunjukkan bahwa daya berkecambah berkorelasi sangat nyata dan memiliki hubungan keeratan yang kuat dengan potensi tumbuh maksimal (PTM), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), berat kering kecambah normal (BKKN) dan daya tumbuh (DT) 6 hari. Dengan nilai korelasi DB dengan PTM sebesar 0,869**, nilai korelasi DB dengan IV sebesar 0,940**,
30
nilai korelasi DB dengan KCT sebesar 0,880**, nilai korelasi DB dengan BKKN sebesar 0,849**, dan nilai korelasi DB dengan DT ke-6 hari sebesar 0,733**.
Hasil korelasi antara deteriorasi benih dengan umur simpan benih wijen pada parameter lainnya (PTM, IV, KCT, BKKN dan DT-6) menunjukkan adanya hubungan linier yang kuat dengan parameter-parameter tersebut. Yamin dan Kurniawan (2009) menginterpretasi koefisien korelasi (r) sebagai berikut:
0.00–0.09 korelasi diabaikan. 0.10–0.29 korelasi rendah. 0.30–0.49 korelasi moderat. korelasi sedang 0.50–0.70, dan > 0.70 korelasi kuat. Sedangkan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2013) hubungan linear yang erat antara tolok ukur ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi yang mendekati 1 atau -1.
Tabel 7. Koefisien korelasi (r) antara deteriorasi benih dengan umur simpan benih dengan beberapa parameter pengamatan viabilitas dan vigor benih pada dua lot benih wijen
DB PTM IV KCT BKKN DT-6
DB 1
PTM 0,869** 1
IV 0,940** 0,825** 1
KCT 0,880** 0,837** 0,919** 1
BKKN 0,849** 0,762** 0,899** 0,874** 1
DT-6 0,733** 0,640** 0,766** 0,789** 0,861** 1
Keterangan: r = koefisien korelasi, *= berpengaruh nyata pada uji 5%, **= berpengaruh sangat nyata pada uji 1%, tn = tidak nyata pada taraf 5%, DB= daya berkecambah, PTM= potensi tumbuh maksimal, IV= indeks viogr, KCT= kecepatan tumbuh, BKKN= bobot kecambah kering normal, DT-6 = daya tumbuh hari ke-6.
Pembahasan
Pengujian Daya Hantar Listrik
Daya hantar listrik merupakan pengujian benih secara fisik yang mencerminkan tingkat kebocoran membran sel. Semakin banyak elektrolit yang dikeluarkan benih ke air rendaman, maka akan semakin tinggi nilai pengukuran daya hantar listriknya. Pengujian daya hantar listrik merupakan pengujian dengan mengukur air hasil rendaman benih.
Hasil pengujian DHL pada benih wijen menunjukkan semakin lama perendaman maka nilai daya hantar listrik semakin tinggi. Nilai DHL benih wijen yang telah disimpan selama 8 tahun lebih tinggi nilainya dibandingkan benih wijen yang disimpan selama 7 tahun. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Ismattullah (2003) dimana penyimpanan benih memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap daya hantar listrik benih. Semakin lama benih disimpan, nilai daya hantar listriknya semakin meningkat. Semakin meningkat DHL berarti bertambah banyak zat-zat yang terlarut dalam cairan rendaman benih. Justice dan Bass (2002) berpendapat semakin tinggi tingkat deteriorasi benih selama penyimpanan semakin tinggi nilai DHLnya. Kebocoran membran sel akibat deteriorasi menyebabkan penurunan vigor menjadi cepat karena pada saat perendaman banyak elektrolit yang terlepas ke dalam air dan menyebabkan nilai DHL benih meningkat (Copeland dan McDonald, 1995).
Penurunan integritas membran sel ditandai dengan peningkatan daya hantar listrik (Nugraha dan Wahyuni, 1998). Tingginya nilai DHL pada lot A1 diduga karena integritas membran sel pada benih wijen mengalami penurunan karena disebabkan telah disimpan selama 8 tahun. Kerusakan fosfolipid yang menyusun komponen
membran sel disebabkan oleh penurunan integritas membran sel (Sadjad, 1980).
Dengan demikian, kualitas benih ditentukan oleh tingkat kerusakan fosfolipid.
Lot benih A1 memiliki nilai DHL lebih tinggi dibandingkan dengan lot benih A2, dengan nilai daya berkecambah lot benih A1 lebih rendah dibandingkan dengan lot A2. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Saenong (1986) yang menyatakan bahwa semakin menurun nilai viabilitas benih semakin meningkat nilai daya hantar listrik. Pengukuran DHL untuk integritas membran juga dapat dijadikan indikasi vigor benih. Benih yang memiliki vigor rendah memperlihatkan kebocoran membran yang lebih tinggi, sehingga menyebabkan kehilangan metabolit (asam amino dan asam organik) lebih besar dan meningkatkan daya hantar listrik air yang digunakan untuk merendam benih (AOSA, 1983). Benih yang memiliki kebocoran elektrolit tinggi dianggap memiliki vigor rendah, sedangkan benih yang memiliki kebocoran elektrolitnya rendah adalah benih bervigor tinggi (ISTA, 2005).
Hasil penelitian menunjukkan daya hantar lisrik benih wijen yang semakin tinggi dengan semakin lamanya waktu penyimpanan. Nilai daya hantar listrik akan meningkat dengan semakin menurunnya vigor benih sehingga benih tersebut cenderung akan mengalami kebocoran bahan-bahan metabolit yang dikandungnya dan kebocoran dalam membran sel merupakan tempat kerusakan yang nyata dari kemunduran benih (AOSA, 1983; Mugnisjah et al., 1994; Manju and Kumar, 2015). Zat terlarut yang terdapat pada air rendaman benih yang diukur daya hantar listriknya banyak mengandung kalium, gula dan asam amino, dimana zat terlarut
dan Kumar (2015), pada proses imbibisi terjadi proses kehilangan zat terlarut dari benih, hal tersebut terjadi pada benih yang mengalami gangguan konstruksi membran atau kerusakan sel yang sangat mengurangi potensi perkecambahan benih untuk tumbuh menjadi bibit yang sehat. Oleh sebab itu, daya hantar listrik dapat dijadikan sebagai indikator viabilitas benih (Ramos et al., 2012).
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa uji DHL terbukti dapat membedakan tingkat vigor beberapa jenis benih lainnya, yaitu Glycine max (Panobianco dan Vieira 1996), Zea mays (Fessel et al. 2006), Brassica oleracea (Matthews et al. 2009), Vigna unguiculata (Peksen et al. 2004; Olasoji et al.
2010; Da Silva et al. 2013), Triticum sp.(Khan et al. 2010), Trifolium pratense (Atis et al. 2011), Solanum sessiflorum (Pereira dan Filho 2012), Helianthus annuus (Oliveira et al. 2012), Raphanus sativus dan Coriandrum sativum (Vieira et al. 2013), sunflower (Oleiveira et al. 2012), canola (Oskouei et al. 2013), Avena stigosa (Noguiera et al. 2013), safflower (Kaya 2014), Capsicum annum (Engreni, 2016).
Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih Lainnya (Daya Berkecambah, Potensi Tumbuh Maksimal, Indeks Vigor, Kecepatan Tumbuh dan Berat Kering Kecambah Normal)
Mutu benih dapat dilihat dari viabilitas dan vigornya. Menurut Ilyas (2012) viabilitas benih lebih menunjukkan daya hidup benih, aktif secara metabolis dan memiliki enzim yang dapat mengkatalisis reaksi metabolis yang diperlukan dalam proses perkecambahan dan pertumbuhan kecambah, sedangkan vigor benih didefinisikan sebagai sifat-sifat benih yang menentukan potensi pemunculan
kecambah yang cepat, seragam dan mampu menghasilkan kecambah normal pada kondisi lapangan yang bervariasi.
Pengertian vigor menurut ISTA (2014) adalah sekumpulan sifat yang dimiliki oleh benih menggambarkan aktivitas dan penampilan dari suatu lot benih dengan daya berkecambah memenuhi persyaratan dan kisaran kondisi lingkungan yang lebih luas. Vigor benih juga berhubungan dengan aspek penampilan dari suatu lot benih dimana menggambarkan kemampuan benih untuk berkecambah setelah mengalami penyimpanan.
Benih wijen yang digunakan dalam penelitian adalah benih wijen yang telah mengalami penyimpanan. Benih wijen tersebut telah mengalami penyimpanan selama 8 tahun (lot A1) dan 7 tahun (lot A2) di ruang penyimpanan benih. Mutu benih identik dengan daya berkecambah yang mencirikan viabilitas benih. Hasil pengujian menunjukkan persentase viabilitas dan vigor benih secara umum menurun pada benih yang lebih lama disimpan (lot A1 memiliki viabilitas dan vigor benih lebih rendah dibandingkan lot A2).
Indikasi fisiologi dari kemunduran mutu benih dapat dilihat dari adanya perubahan warna biji, tertundanya daya berkecambah, menurunnya laju pertumbuhan kecambah, berkurangnya daya berkecambah serta meningkatnya jumlah kecambah abnormal. Indikasi fisiologis yang ditemukan pada penelitian yaitu tertundanya daya berkecambah, berkurangnya daya berkecambah dan meningkatnya jumlah kecambah abnormal. Tertundanya daya berkecambah artinya benih memerlukan waktu lebih lama dalam berkecambah. Benih