• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi Rizobakteri Penghasil Giberelin

Media pertumbuhan isolat rizobakteri menggunakan media seleksi yaitu: Media TSA, King’s B, LGI, dan media NFB. Media TSA digunakan untuk isolasi Bacillus, King’s B untuk isolasi Pseudomonas, media LGI untuk isolasi Azotobacter, dan media NFB untuk isolasi Azospirillum. Sebanyak 8 isolat rizobakteri dapat tumbuh di media seleksi, yaitu: BC1, BC2, BC3 tumbuh di media TSA, BC4, BC5, BC6 tumbuh di media LGI, BC7, dan BC8 tumbuh di media King’s B. Isolat rizobakteri tidak ada yang tumbuh pada media NFB (Tabel 2).

Tabel 2 Karakterisasi isolat rizobakteri asal tanah rizosfer pohon keruing (Dipterocarpus sp.)

Media Karakterisasi

seleksi

Morfologi koloni Gram Bentuk sel

Isolat Bentuk Tepi Elevasi Warna

TSA BC1 tak teratur berombak rata putih - batang

BC2 bundar utuh cembung hijau - batang

BC3 bundar utuh rata putih - batang

LGI BC4 konsentris utuh cembung hijau + batang

BC5 bundar licin cembung kuning + batang

BC6 bundar utuh cembung hijau + bundar

King’s BC7 bundar licin cembung kuning - bundar

B BC8 bundar licin cembung hijau - bundar

Analisis Kemampuan Produksi Giberelin

Semua isolat rizobakteri mempunyai kemampuan menghasilkan giberelin. Isolat rizobakteri menghasilkan giberelin yang berbeda-beda. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya produksi giberelin yang dihasilkan oleh masing-masing isolat rizobakteri (Gambar 2). Isolat rizobakteri BC4 menghasilkan giberelin terendah sebesar 0.219 mg L-1, isolat rizobakteri BC7 menghasilkan giberelin tertinggi sebesar 0.890 mg L-1.

Gambar 2 Kandungan giberelin yang dihasilkan isolat rizobakteri asal tanah rizosfer pohon keruing (Dipterocarpus sp.)

Uji Hipersensitivitas pada Daun Tembakau

Uji hipersensitivitas dilakukan untuk mengetahui sifat patogen isolat rizobakteri asal tanah rizosfer akar pohon keruing (Dipterocarpus sp.) terhadap tanaman inang. Hasil uji hipersensitivitas menunjukkan bahwa daun tembakau yang diinjeksi dengan Pseudomonas syringae (kontrol positif) mengalami gejala hipersensitif, yang ditunjukkan dengan perubahan warna daun tembakau dari warna hijau menjadi kuning atau nekrosis (Gambar 3), sedangkan kontrol negatif menunjukkan hasil negatif ditandai dengan tidak terbentuknya perubahan warna pada daun tembakau.

Hasil pengamatan 48 jam setelah diinjeksi, daun tembakau yang diinjeksi perlakuan kultur isolat rizobakteri BC7 dan BC8 menunjukkan gejala hipersensitif di permukaan atas daun tembakau pada daerah penyuntikan, sedangkan 6 isolat rizobakteri lainnya tidak menunjukkan gejala hipersensitif di permukaan atas daun tembakau (Tabel 3).

Tabel 3 Uji hipersensitivitas isolat rizobakteri pada daun tembakau

Gambar 3 Gejala hipersensitivitas isolat

rizobakteri BC7 pada daun tembakau (A) seperti pada Pseudomonas

syringae sebagai kontrol positif (B) Isolat

rizobakteri hipersensitivitas hasil uji

BC1 - BC2 - BC3 - BC4 - BC5 - BC6 - BC7 + BC8 + Kontrol positif + Kontrol negatif - A B

14

Identifikasi dan Karakterisasi Isolat Sel Rizobakteri BC2

Isolat rizobakteri BC2 dipilih untuk uji lebih lanjut karena tidak menunjukkan gejala hipersensitif pada daun tembakau dan giberelin yang dihasilkan lebih tinggi di antara isolat lainnya yang tidak menunjukkan gejala hipersensitif. Morfologi isolat rizobakteri BC2 dengan pewarnaan Gram menunjukkan bentuk koloni bundar, tepian utuh, bentuk sel batang, ukuran panjang 3 μm, elevasi cembung, dan Gram negatif (Gambar 4). Identifikasi isolat rizobakteri BC2 didasarkan pada karakter fisiologi dan reaksi biokimia yang terjadi dalam metabolisme bakteri (Tabel 4).

Gambar 4 Sel isolat rizobakteri BC2 dengan pewarnaan Gram Tabel 4 Karakteristik fisiologi isolat rizobakteri BC2

Pengujian Hasil uji fisiologi

Metil merah Negatif

Produksi H2S Positif

Hidrolisis urea Positif

Produksi indol Negatif

Reduksi nitrat Positif

Pemanfaatan sitrat Negatif

Pemanfaatan glukosa Negatif

Dekarboksilase lisin Positif

Dekarboksilase ornitin Negatif

Pemanfaatan Manitol Negatif

Produksi acetoin Positif

Pemanfaatan malonat Negatif

Pemanfaatan inositol Negatif

Pemanfaatan sorbitol Negatif

Pemanfaatan rhamnosa Negatif

Pemanfaatan sukrosa Negatif

Pemanfaatan laktosa Negatif

Dehidrolase arginin Negatif

Hasil uji biokimia menggunakan kit API® 20NE menunjukkan isolat rizobakteri BC2 merupakan Pseudomonas maltophilia dengan tingkat kesamaan 99 %. Hasil uji kualitas DNA isolat rizobakteri BC2 menunjukkan perbandingan ג

260/280 senilai 2.02 (Lampiran 5). Hasil visualisasi amplifikasi gen 16S rRNA pada gel agarosa 0.8 % dihasilkan produk pita DNA dengan ukuran ± 1300 pasang basa (Gambar 5).

Gambar 5 Pita gen 16S rRNA isolat BC2 berukuran ±1300 bp, M=Marker 1kb Analisis sekuen gen 16S rRNA (Lampiran 6 ) dengan data pada GenBank pada program BLAST-N menunjukkan bahwa isolat rizobakteri BC2 termasuk ke dalam genus Stenotrophomonas dengan nilai kesamaan 98 % (Tabel 5).

Tabel 5 Analisis kesamaan sekuen gen 16S rRNA isolat BC2 menggunakan BLAST-N

Nama spesies Homologi

(%) Nilai-harapan No aksesi

Stenotrophomonas sp. PMIK-2 98 0.0 KC514104.1

Stenotrophomonas sp. I_37-G5PA9B 98 0.0 KM091643.1

Stenotrophomonas maltophilia galur

KF973235 98 0.0 KJ548880.1

Stenotrophomonas maltophilia galur DZSG-6 98 0.0 KC4973235.1

Stenotrophomonas maltophilia galur

KC849451 98 0.0 KF839451.1

Konstruksi pohon filogenetik dilakukan untuk mengetahui kekerabatan isolat rizobakteri BC2 dengan data pada GenBank. Hasil konstruksi pohon filogenetik menunjukkan bahwa isolat rizobakteri BC2 berada dalam satu klad dengan Stenotrophomonas maltophilia galur KC 849451 (Gambar 6).

16 Stenotrophomonas_maltophilia_KC136833 Xanthomonadaceae_bacteriumJ_N846918 Stenotrophomonas_maltophilia_KF973235 Bacillus_anthracis_KF973291 Xanthomonas_sp_GQ381284 hadi Stenotrophomonas_maltophilia_KC849451 45 48 95 31 0.002

Gambar 6 Konstruksi pohon filogenetik isolat rizobakteri BC 2 dengan metode Neighbour-Joining

Kurva Pertumbuhan Sel dan Produksi Giberelin Isolat Rizobakteri BC2

Kurva pertumbuhan isolat rizobakteri BC2 dibuat dengan menggunakan media pertumbuhan TSB. Sebanyak 2 mL kultur isolat rizobakteri dengan kepadatan sel rizobakteri 108 CFU mL-1 ditumbuhkan dalam 200 mL media produksi TSB. Fase adaptasi sel rizobakteri BC2 dimulai pada tiga jam pertama, fase logaritmik terjadi sejak 3 jam hingga 21 jam inkubasi, selanjutnya diikuti dengan fase stasioner hingga 24 jam inkubasi. Giberelin mulai diproduksi pada fase logaritmik, yaitu: pada jam ke-3 dan meningkat ketika memasuki fase logaritmik pada jam ke-12 sebesar 0.899 mg L-1. Produksi giberelin tertinggi dicapai pada jam ke-21 sebesar 3.211 mg L-1, dan selanjutnya produksi giberelin mulai menurun hingga jam ke-24 sebesar 3.144 mg L-1(Gambar 7).

Gambar 7 Kurva pertumbuhan sel dan produksi giberelin isolat rizobakteri BC2 di media pertumbuhan TSB pada suhu 27 °C

Isolat BC2 98

Pengaruh Suhu Media terhadap Pertumbuhan Sel dan Produksi Giberelin

Sebanyak 2 mL kultur isolat rizobakteri BC2 dengan kepadatan sel rizobakteri 108 CFU mL-1 ditumbuhkan dalam 200 mL media produksi TSB. Isolat rizobakteri BC2 diinkubasi selama 21 jam. Hasil perlakuan suhu terhadap media pertumbuhan isolat sel rizobakteri BC2 menunjukkan bahwa pada suhu 25 °C, isolat rizobakteri BC2 mengalami pertumbuhan sel terendah dan dihasilkan giberelin terendah sebesar 1.546 mg L-1, sedangkan pada suhu 30 °C pertumbuhan sel isolat rizobakteri BC2 tertinggi dan dihasilkan giberelin tertinggi sebesar 3.428 mg L-1 (Gambar 8).

Gambar 8 Pertumbuhan sel dan produksi giberelin isolat rizobakteri BC2 pada berbagai suhu, dengan kondisi pH netral, dan cahaya terang

Pengaruh pH Media Pertumbuhan terhadap Pertumbuhan Sel Rizobakteri dan Produksi Giberelin Isolat BC2

Sebanyak 2 mL kultur isolat rizobakteri BC2 dengan kepadatan sel rizobakteri 108 CFU mL-1 ditumbuhkan dalam 200 mL media produksi TSB. Isolat rizobakteri BC2 diinkubasi selama 21 jam. Perlakuan pengaruh pH media pertumbuhan terhadap pertumbuhan sel menunjukkan bahwa pada media pertumbuhan pH 5 pertumbuhan sel isolat BC2 terendah. Pada media pertumbuhan pH 5 dihasilkan giberelin terendah sebesar 0.455 mg L-1. Pada

18

media pertumbuhan pH 7 dihasilkan giberelin tertinggi sebesar 0.815 mg L-1 (Gambar 9). Pertumbuhan sel isolat rizobakteri BC2 terjadi peningkatan jumlah sel dan produksi giberelin sampai pada pH 7, kemudian mengalami penurunan jumlah sel dan produksi giberelin sampai pada pH 8.

Gambar 9 Pertumbuhan sel dan produksi giberelin isolat BC2 pada berbagai pH dengan suhu 27 °C

Pengaruh Kondisi Cahaya terhadap Pertumbuhan Sel dan Produksi Giberelin

Sebanyak 2 mL kultur isolat rizobakteri BC2 dengan kepadatan sel rizobakteri 108 CFU mL-1 ditumbuhkan dalam 200 mL media produksi TSB. Isolat rizobakteri BC2 diinkubasi selama 21 jam. Hasil perlakuan pengaruh kondisi cahaya pada suhu 30 °C dan pH 7 terhadap pertumbuhan sel dan produksi giberelin menunjukkan bahwa pada kondisi cahaya gelap pertumbuhan sel lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi cahaya terang. Giberelin yang dihasilkan isolat BC2 pada kondisi gelap sebesar 1.848 mg L-1 lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi terang sebesar 1.248 mg L-1 (Tabel 6).

Tabel 6 Pertumbuhan sel dan produksi giberelin isolat rizobakteri BC2 pada suhu 30 °C, pH 7, dan kondisi cahaya terang dan tanpa cahaya

Kondisi inkubasi Log sel Giberelin (mg L-1)

Terang 9.550 1.248

Gelap 9.809 * 1.848*

Keterangan: tanda * menunjukkan angka beda nyata pada α =5%

Pembahasan

Isolat rizobakteri dapat tumbuh di sekitar rizosfer perakaran tumbuhan. Namun di laboratorium, hanya isolat rizobakteri yang dapat dikulturkan yang dapat tumbuh dan berhasil diisolasi. Pada penelitian ini tidak didapatkan isolat rizobakteri yang tumbuh pada media Nitrogen Free-Base (NFB) yang diduga dipengaruhi oleh ketersediaan sumber nutrisi yang berbeda dengan media Tripticase Soy Agar (TSA), Lactose Glucose Induce (LGI) dan King’s B.

Jumlah populasi sel rizobakteri menunjukkan jumlah populasi yang berbeda pada setiap sampel tanah rizosfer (Lampiran 2). Isolat BC1 jumlah sel/g tanah paling tinggi (4.9 x 106 sel/g tanah) sedangkan isolat BC7 jumlah sel rizobakteri paling rendah (2.5 x 105 sel/g tanah). Keragaman jumlah spesies ditunjukkan dengan adanya isolat-isolat yang dapat tumbuh pada media seleksi. Di alam, eksudat perakaran yang merupakan sumber nutrisi berperan sebagai penghambat dan stimulator terhadap keragaman populasi rizobakteri (Lebuhn et al. 1997) menjadi pembeda, penentu keragaman, dan jumlah populasi di rizosfer tanaman (Broekling et al. 2008; Piromyou et al. 2011; Gunes et al. 2014).

Populasi isolat rizobakteri juga dipengaruhi oleh faktor abiotik seperti pH tanah, suhu, dan kelembapan (Bardgett 2005; Arruda et al. 2013). Semakin banyak keragaman dan jumlah populasi sel rizobakteri semakin menguntungkan tanaman karena dapat menjadi sumber rizobakteri tanaman lainnya (Agustian et al. 2010; Bratkova et al. 2012; Ahemad dan Kibret 2014).

Sebanyak delapan isolat rizobakteri yang diisolasi dari tanah rizosfer pohon keruing (Dipterocarpus sp.) menghasilkan giberelin (Gambar 2) dengan kemampuan yang berbeda dalam menghasilkan giberelin. Rizobakteri diketahui menghasilkan giberelin (Bomke dan Tudzynski 2009). Giberelin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan dalam metabolisme sel sebagai molekul sinyal untuk mengenal inang tumbuhan (Bottini et al. 2004; Ahemad dan Kibret 2014; Puga-Freitas dan Blouin 2014). Kemampuan isolat rizobakteri dalam menghasilkan giberelin tidak sama (Capellari et al. 2013). Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik biokimia dan faktor lingkungan (Ahmad et al. 2008; Kumar et al. 2014).

Isolat rizobakteri BC7 dan BC8 menunjukkan reaksi hipersensitif positif ditandai dengan kemampuannya menyebabkan daun tembakau berubah warna menjadi kekuningan atau nekrosis. Isolat rizobakteri BC2 menunjukkan hasil reaksi hipersensitif negatif, ditandai dengan tidak terbentuknya gejala perubahan

20

warna kekuningan atau nekrosis pada daun tembakau. Hipersensitif merupakan reaksi inang terhadap adanya serangan patogen. Reaksi ini biasanya menyebabkan kematian sebagian sel inang yang bertujuan untuk menghambat pertumbuhan patogen (Lindsay et al. 1993; Arwiyanto et al. 2007).

Analisis kualitas DNA isolat rizobakteri BC2 menunjukkan nilai 2.02 (Lampiran 5). Kualitas DNA yang baik dihitung dengan membandingkan nilai serapan cahaya oleh molekul DNA dengan konsentrasi yang sama (50 mg/ml) ג

260/280 dengan kisaran nilai 1.8-2.0 (Yuwono 2005). Hal ini menunjukkan bahwa kualitas DNA isolat rizobakteri BC2 adalah baik.

Analisis filogenetik menunjukkan bahwa isolat rizobakteri BC2 kekerabatannya dekat dengan Stenotrophomonas maltophilia dengan tingkat kesamaaan 98 % (Gambar 6). Stenotrophomonas maltophilia adalah nama baru dari Pseudomonas maltophilia, bakteri bentuk batang, aerob, Gram negatif, nonpatogen pada tanaman (Palleroni dan Bradbury 1993; Urszula et al. 2009). Stenotrophomonas maltophilia bersifat katalase dan oksidase positif, mengakumulasi β-polihidroksi butirat sebagai sumber karbon, kemoorganotrof (Deswhal et al. 2013) dan memiliki kandungan GC tinggi berkisar 58-68 % (Broun-Howland et al. 1992) ditemukan juga pada rizosfer tanaman tebu (Mehnaz et al. 2010), jagung (Arruda et al. 2013), dan kacang tanah (Sholichatun et al. 2013).

Stenotrophomonas maltophilia termasuk dalam rizobakteri ekstraseluler yang dapat memacu pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan fitohormon (Liba et al. 2006), yaitu hormon giberelin (Owen et al. 2015), mampu menginduksi ketahanan bawang merah terhadap hawar daun bakteri (Dunne et al. 1997; Ernita et al. 2010), secara in vitro efektif menekan pertumbuhan Fusarium culmorum (Kamil et al. 2007).

Jumlah sel isolat rizobakteri dapat dihitung dengan menggunakan rapat optis (Optical density atau OD) kemudian dibuat kurva standar jumlah sel (Lampiran 4). Pertumbuhan sel dan produksi giberelin isolat rizobakteri BC2 dipengaruhi oleh suhu inkubasi media pertumbuhan sel. Pada suhu 25 °C pertumbuhan sel rizobakteri BC2 terendah dan produksi giberelin terendah, sedangkan pada suhu 30 °C pertumbuhan sel rizobakteri BC2 tertinggi dan produksi giberelin tertinggi. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan jumlah sel isolat rizobakteri BC2 dan produksi giberelin pada media pertumbuhan sel. Jumlah sel isolat rizobakteri BC2 dan produksi giberelin pada suhu 35 °C lebih kecil dibandingkan pada suhu 25 °C. Jumlah sel rizobakteri BC2 dan produksi giberelin menunjukkan penurunan pada suhu di atas 30 °C. Bakteri dapat tumbuh baik di kisaran suhu 25 °C – 30 °C (Gambar 8).

Jumlah sel isolat rizobakteri BC2 mencapai 9.85 pada suhu 30 °C, pada suhu ini bakteri dapat melangsungkan proses metabolisme dengan baik. Glick (2012) menyatakan bahwa, bakteri peka terhadap suhu lingkungan. Kecepatan reaksi hampir semua metabolisme dapat meningkat dua kali lebih cepat pada setiap kenaikan suhu 10 °C (Murray et al. 2009). Pertumbuhan sel dan produksi giberelin isolat Pseudomonas sp. optimum pada suhu 30 0C (Karakoc dan Aksoz 2006; Shruti et al. 2013).

Pertumbuhan sel dan produksi giberelin isolat rizobakteri BC2 dipengaruhi oleh pH media dengan pH optimumnya 7. Perlakuan pH media 5 menyebabkan pertumbuhan sel dan produksi giberelin isolat rizobakteri BC2 terendah,

sedangkan pada pH media 7, pertumbuhan sel dan produksi giberelin tertinggi (Gambar 9). Pseudomonas sp. menghasilkan giberelin sebesar 285,06 mg L-1 pada suhu 30 °C, pH 7, dan 72 jam inkubasi (Karakoc dan Aksoz 2006). Azotobacter sp. LKM6 menghasilkan giberelin sebesar 18,7 mg Kg-1 pada suhu 30 °C, pH 7, dan 48 jam inkubasi (Hindersah dan Sudirja 2010).

Pada saat pH <6 pertumbuhan sel dan produksi giberelin lebih kecil dibanding saat pH 7. Hal tersebut ditunjukkan dengan jumlah sel isolat rizobakteri BC2 dan kadar giberelin yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan jumlah sel dan kadar giberelin pada saat pH 7. Pada saat pH >7 mulai terjadi penurunan pertumbuhan sel dan produksi giberelin. Hal ini ditunjukkan dengan turunnya jumlah sel isolat BC2 dan produksir giberelin yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan saat pH 7 (Gambar 9). Karakoc dan Aksoz (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan sel dan produksi giberelin Pseudomonas sp. optimum pada media pertumbuhan dengan pH, suhu 30 °C, dan kondisi gelap.

Kondisi pH yang asam atau basa dapat menyebabkan perubahan aktivitas metabolisme sel. Perubahan pada pH dapat mengubah penyebaran muatan ion sehingga aktivitas enzim akan mengubah metabolisme dalam sel. Bufer fosfat berfungsi untuk menjaga agar konsentrasi ion H+ pada media kultur cair tidak berubah. Selain itu, K2HPO4 dan MgSO4.7H20 juga berperan sebagai sumber fosfor dan magnesium (Sukmadi 2012).

Pertumbuhan sel dan produksi giberelin isolat rizobakteri BC2 pada suhu inkubasi 30 oC, pH 7, dan kondisi cahaya gelap menghasilkan pertumbuhan sel dan produksi giberelin yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi cahaya terang (Tabel 5). Hal ini ditunjukkan dengan jumlah sel dan produksi giberelin pada kondisi cahaya gelap lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi cahaya terang. Lugterberg dan Kamilova (2009) dan Glick (2012) menyatakan bahwa rizobakteri peka terhadap intensitas cahaya. Cahaya dapat menghambat biosintesis giberelin (Karakoc dan Aksoz 2006; Bomke dan Tudzynki 2009; Kang et al. 2014), termasuk lama penyinaran menghambat biosintesis giberelin (Strik et al. 2014). Pengaturan cahaya dalam biosintesis giberelin melalui gen-gen dioksigenase (Hedden dan Phillip 2000).

Prospek aplikasi giberelin di bidang pertanian diharapkan dapat meningkatkan ketahanan tanaman, menyeragamkan waktu tanaman berbunga atau berbuah, memperbesar ukuran hasil panen, dan meningkatkan kualitas produk tanaman. Pemakaian giberelin diharapkan dapat dikurangi dengan rekayasa metabolisme melalui jalur biosintesis giberelin.

22

Dokumen terkait