• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laju Pertumbuhan Spesifik, Faktor Kondisi dan Indeks Mata

Hasil penelitian pada parameter Laju Pertumbuhan spesifik (LPS), Faktor Kondisi (FK) dan Indeks Mata (IM) selama pemaliharaan dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan peningkatan nilai LPS, FK dan IM perminggu dapat dilihat pada Gambar 1, 2 dan 3.

Tabel 4 Nilai LPS, FK dan IM ikan Sidat pada setiap perlakuan selama pemeliharaan Perlakuan LPS (%) FK IM PK P10A P10B P20A P20B 0,044 ± 0,024 d 0,144 ± 0,058 c 0,235 ± 0,122 a 0,201 ± 0,078 b 0,266 ± 0,137 a 0,199 ± 0,002 b 0,210 ± 0,0169 a 0,184 ± 0,0543 b 0,214 ± 0,0088 a 0,206 ± 0,0340 a 7,189 ± 0,217 d 7,655 ± 0,268 c 8,328 ± 0,896 b 8,458 ± 0,294 b 10,599 ± 2,372 a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

Tabel 4 menyatakan bahwa nilai laju pertumbuhan spesifik dan indeks mata terbaik ditunjukkan oleh P20B, yakni induksi kombinasi hormon 20 IU PMSG + 10 ppm AD + 10 µg rGH. Nilai LPS terbaik (0,266%) dan IM (10,599). Sedangkan FK terbaik ditunjukkan oleh P20A (0,214) pada selang kepercayaan 95 % (P<0,05).

Dari Gambar 1, terlihat bahwa adanya peningkatan nilai LPS setiap minggu. Peningkatan yang signifikan terlihat pada P20B dan P10B. Hal ini diduga oleh adanya penambahan 10 µg rGH. LPS pada P20B meningkatlebih tajam karena adanya perbedaan dosis PMSG, 10IU pada P10B dan 20IU pada P20B.

Gambar 1 Laju pertumbuhan spesifik ikan sidat pada setiap perlakuan selama pemeliharaan

Dari Gambar 2, nilai faktor kondisi tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan P10A, P20A dan P20B dan tidak menunjukkan perbedaan nyata antar ketiga perlakuan tersebut. Pada P10B hasil yang ditunjukkan berbeda nyata dengan P10A, P20A dan P20B. P10B juga menunjukkan bahwa tingkat perbedaan dari nilai rata-rata adalah yang tertinggi. Hal ini menjelaskan bahwa induksi hormon berpengaruh pada nilai faktor kondisi ikan sidat.

0,000 0,050 0,100 0,150 0,200 0,250 0,300 0,350 0,400 0,450 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Laj u Pe rtu m b u h an S p e si fi k (% ) Minggu ke- PK P10A P10B P20A P20B

12

Gambar 2 Faktor kondisi ikan sidat pada setiap perlakuan selama pemeliharaan

Dari Gambar 3, indeks mata pada P20B mengalami peningkatan setiap minggu seiring bertambahnya bobot tubuh ikan. semakin berat dan panjang ikan, maka semakin besar indeks mata. Analisis statistik menunjukkan perbedaan yang nyata antara P10A, P20A, P20B dengan P10B dan PK.

Gambar 3 Indeks mata ikan sidat pada setiap perlakuan selama pemeliharaan

Indeks Hepatosomatik (IHS) dan Indeks Gonadosomatik (IGS)

Hasil pengamatan IHS dan IGS disajikan pada tabel 4, peningkatan nilai IHS dan IGS ikan sidat perminggu disajikan pada gambar 4 dan 5.

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa IHS tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan P20A yakni induksi 20 IU PMSG + 10 ppm AD dengan nilai (1,188 ± 0,091), diikuti P20B (1,112 ± 0,074), P10A (1,071 ± 0,064) dan P10B (1,064 ± 0,040) serta terendah ditunjukkan PK dengan nilai (0,905 ± 0,029). Begitu juga dengan nilai IGS, yaitu rata-rata IGS tertinggi ditunjukkan oleh P20A dengan nilai (2,291 ± 0,278) kemudian diikuti oleh P20B (2,134 ± 0,265), P10B (2,065 ± 0,201), P10A (2,037 ± 0,105) dan terendah PK (1,937 ± 0,050). Pemberian 20 IU PMSG

0,199 0,210 0,184 0,214 0,206 0,000 0,050 0,100 0,150 0,200 0,250 0,300 PK P10A P10B P20A P20B Fakt o r K o n d isi Perlakuan 7,19 7,65 8,33 8,46 10,60 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 PK P10A P10B P20A P20B In d e ks M ata Perlakuan

+ 10 ppm AD (P20B) memberikan pengaruh yang nyata terhadap perkembangan IHS dan IGS ikan sidat ukuran 150-200 gram.

Tabel 5 Nilai IHS dan IGS ikan sidat pada setiap perlakuan selama pemeliharaan

Perlakuan IHS (%) IGS (%)

P10A P10B P20A P20B PK 1,071 ± 0,064 b 1,064 ± 0,040 b 1,188 ± 0,091 a 1,112 ± 0,074 b 0,905 ± 0,029 c 2,037 ± 0,105 c 2,065 ± 0,201 b 2,291 ± 0,278 a 2,134 ± 0,265 b 1,937 ± 0,050 d

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan)

Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa indeks hepatosomatik ikan sidat P20A dan P20B mengalami peningkatan pada minggu ke 4, namun pada minggu ke-6 mengalami penurunan. Hal ini dapat dikatakan bahwa hormon ini berpengaruh pada nilai IHS ikan sidat dalam waktu yang singkat yakni kurang dari 6 minggu pemeliharaan.

Gambar 4 Indeks hepatosomatik ikan sidat pada setiap perlakuan selama pemeliharaan

Pada Gambar 5 diketahui nilai indeks Gonadosomatik ikan sidat setiap perlakuan meningkat pada minggu ke 6. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa induksi hormon PMSG, AD dan rGH mempengaruhi nilai IGS ikan sidat pada minggu ke 6. 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 0 2 4 6 8 In d e ks H e p ato som atik ( % ) Minggu ke- PK P10A P10B P20A P20B

14

Gambar 5 Indeks Gonadosomatik ikan sidat pada setiap perlakuan selama pemeliharaan

Struktur Anatomi dan Histologis Ikan Sidat

Struktur anatomi dan struktur histologis gonad ikan sidat disajikan pada gambar 6a dan 6b, struktur gonad dan histologis gonad ikan sidat pada setiap perlakuan selama induksi hormon disajikan pada Gambar 7 dan 8.

Gambar 6 Struktur anatomis gonad ikan sidat.

Keterangan: a. Ikan sidat sebelum diberi perlakuan pada Minggu ke-0 (w. 146 gram); b. Ikan sidat setelah diberi perlakuan kombinasi hormon pada Minggu ke-6 (w. 187 gram); 1. Hati; 2. Permukaan perut bagian luar; 3. Dinding perut bagian dalam; 4. Lemak; 5. Gonad jantan; 6. Usus; 7. Lambung. ( 0,6 mm)

Gambaran anatomi ikan sidat menunjukkan perbedaan antara M0 dengan M6. Pada M0 gonad belum terlihat, hanya berupa benang tipis. Pada minggu ke-6,

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 0 2 4 6 8 In d e ks Go n ad o som atik (% ) Minggu ke- PK P10A P10B P20A P20B

gonad sudah bisa dilihat dengan jelas pada sisi kiri dan kanan yang melekat pada dinding ventral bagian atas. Gonad terlihat berwarna putih kekuningan.

Gambar 7 Struktur gonad ikan sidat setiap perlakuan ( 0,4 mm)

MO

16

Gambar 8 Struktur histologis gonad ikan sidat setiap perlakuan selama induksi hormone pada minggu ke-0 (M0), minggu ke-2 (M2) dan minggu ke-6 (M6). Keterangan: AC, adiposit cell; SgA, spermatogonia type A; SgB, spermatogonia type B; L, lumen; Sc, spermatocyte. Pewarnaan Hematoksilin-Eosin ( 20µm).

P10A M2 P10A M8

P10B M2 P10B M8

P20A M2 P20A M8

Dari hasil pengamatan mikroskopis gonad minggu ke-6 pada P10A, P10B, P20A, P20B dan PK, terlihat perbedaan bentuk jaringan histologis pada masing-masing perlakuan.

Profil Hormon

Hasil analisis konsentrasi hormon Estradiol, FSH dan LH dalam darah ikan sidat dapat dilihat pada gambar 9, 10 dan 11.

Gambar 9 Konsentrasi Estradiol dalam darah ikan sidat pada setiap perlakuan selama pemeliharaan (awal, tengah dan akhir).

Gambar 10 Konsentrasi Folicle Stimulating Hormone (FSH) dalam darah ikan sidat pada setiap perlakuan selama pemeliharaan (awal, tengah dan akhir).

Gambar 11 Konsentrasi Luteinizing Hormone (LH) dalam darah ikan sidat pada setiap perlakuan selama pemeliharaan (awal, tengah dan akhir).

0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 PK P10A P10B P20A P20B K on sen tr as i E str adiol (n g /m l)

Awal (M0) Tengah (M4) Akhir (M8)

0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 2,500 PK P10A P10B P20A P20B K o n sen tr asi FSH (m LU /m l)

Awal (M0) Tengah (M4) Akhir (M8)

0,000 0,200 0,400 0,600 0,800 1,000 PK P10A P10B P20A P20B K o n sen tr asi LH (m IU /m

18

Pada Gambar 10 dan 11, pola konsentrasi estradiol dan LH dalam plasma ikan sidat cenderung meningkat. Konsentrasi FSH dalama plasma darah ikan sidat cenderung stabil selama masa pemeliharaan. Namun nilainya di atas konsentrasi estradiol dan LH, yakni berkisar antara 2,1 sampai 2,3 ng/ml. Hal ini disebabkan hormon PMSG yang diinduksi ke tubuh ikan sudah mengandung FSH sehingga nilai konsentrasi FSH dalam darah ikan tinggi.

Status kelamin

Hasil pengamatan status kelamin dan ciri-ciri ikan sidat hasil induksi hormonal disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Status kelamin dan ciri-ciri ikan Sidat hasil induksi hormonal setiap perlakuan selama pemeliharaan

Perlakuan Jenis kelamin Status gonad Tahap perkembangan Warna perut Warna gonad TKG

P10A Jantan Proses matang

Spermatogonia Kekuningan Putih I

P10B Jantan Proses matang

Spermatogonia Kekuningan Putih I

P20A Jantan Proses matang

tahap akhir

Spermatosit Kekuningan Putih kekuningan

II

P20B Jantan Proses matang

Spermatogonia Kekuningan Putih I

PK - Belum

matang

- Putih Putih

transparan 0

Tabel 6 menunjukkan status kelamin ikan sidat hasil induksi hormonal pada minggu ke-6 berdasarkan pengamatan status gonad, tahap perkembangan gonad, warna perut, gonad, dan didukung dengan pengamatan histologi gonad (gambar 8). Hasil pengamatan menunjukkan status kelamin dari ikan sidat dengan bobot tubuh 140 sampai 150 g adalah jantan. Hasil terbaik adalah perlakuan P20A dengan ciri-ciri status gonad dalam proses pematangan tahap akhir, warna perut kekuningan, warna gonad putih kekuningan. Ciri-ciri status kelamin ikan sidat hasil induksi hormonal dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7.

Analisis Proksimat

Hasil analisis proksimat dalam bobot basah (%) pada pakan, daging awal sebelum diberi perlakuan hormon dan daging setelah perlakuan yang diamati pada akhir penelitian disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Analisis proksimat daging ikan sidat pada setiap perlakuan selama masa pemeliharaan

Pada gambar 12 terlihat bahwa kadar lemak pada daging awal lebih tinggi dibandingkan dengan kadar lemak daging ikan sidat yang telah diinduksi hormon. Hal ini diketahui bahwa hormon yang diinduksi ke tubuh ikan berpengaruh dalam penurunan kadar lemak.

Pembahasan

Ikan sidat termasuk kelompok teleostei yang gonokhoris indiferen (Yamamoto 1969 dalam Colombo dan Grandi 1995). Diferensiasi gonad terjadi melalui tahap yang ditandai dengan struktur semacam testis yang berisi oosit (Colombo dan Grandi 1995) dan dikenal dengan nama organ syrski. Kematangan gonad adalah tahapan tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah memijah. Bobot gonad ikan akan mencapai maksimum sesaat ikan akan memijah kemudian akan menurun dengan cepat selama proses pemijahan berlangsung sampai selesai. Menurut Effendie (1997), umumnya pertambahan bobot gonad ikan betina pada saat stadium matang gonad dapat mencapai 10-25 persen dari bobot tubuh dan pada ikan jantan 5-10 persen. Menurut Putra (2012), penyuntikan PMSG dapat mempercepat kebuntingan dan pematangan gonad belut ukuran 5 sampai 12 g.

Parameter pada penelitian yang diuji meliputi, nilai IHS, IGS, konsentrasi estradiol-17β, LH dan FSH , histologi gonad, indeks mata, faktor kondisi, status kelamin dan analisis proksimat pada pakan dan daging ikan sidat. Pada beberapa parameter, hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan 20 IU PMSG+10 ppm AD (P20A) merupakan perlakuan terbaik. Penyuntikan PMSG dapat mempercepat kebuntingan dan pematangan gonad pada ikan lele (Mayasari 2012), mempercepat pertumbuhan oosit baru dan meningkatkan frekuensi pemijahan pada ikan torsoro (Wahyuningsih 2012).

Berdasarkan penelitian dapat diketahui bobot spesifik ikan masing-masing perlakuan mengalami peningkatan hingga akhir pemeliharaan. Hal tersebut terlihat pada grafik peningkatan bobot spesifik ikan sidat menunjukkan hasil yang positif. Hal tersebut diduga adanya kelebihan energi dari pakan yang digunakan

0 10 20 30 40 50 60 70 Daging Awal PK P10A P10B P20A P20B Pr o ksi m at (% ) Sampel Daging Air Abu Protein Lemak Karbohidrat

20

untuk pertumbuhan. Kamil (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan ikan akan maksimal apabila kebutuhan nutrien dan kebutuhan energinya terpenuhi dengan baik. Peningkatan bobot spesifik ini juga diduga dipengaruhi oleh penambahan rGH pada kombinasi hormon P10B dan P20B. Hal ini terlihat pada Gambar 1 bahwa perlakuan yang ditambahkan hormon pertumbuhan mengalami peningkatan yang signifikan. Analisis statistik dengan uji Duncan juga menunjukkan perbedaan nyata. Peningkatan bobot juga dipengaruhi oleh proses perkembangan gonad yang berdampak pada konsumsi energi sehingga memerlukan energi yang lebih banyak untuk pembentukan gamet pada calon induk (Amin 1998).

Nilai IHS merupakan nilai kuantitatif yang dapat menggambarkan pertambahan bobot hati seiring dengan perkembangan gonad dan peningkatan IGS. Nilai IHS akan semakin meningkat seiring perkembangan gonad dan nilainya akan lebih rendah dari nilai IGS pada saat telah matang gonad. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa nilai IHS meningkat pada minggu ke 4. Hal ini disebabkan oleh pengaruh hormon yang disuntikkan memberikan pengaruh positif dari M0 sampai M4 yang dibuktikan adanya peningkatan IHS dari minggu ke minggu. Perlakuan hormon terbaik adalah P20A yakni pemberian 20 IU PMSG + 10 ppm AD dengan nilai rata-rata IHS tertinggi 1,188 ± 0,091 pada minggu ke-4. Indikasi fase vitelogenesis pada umumnya ditandai dengan naiknya nilai IHSikan. Tang dan Affandi (2000) menjelaskan bahwa, pengaruh induksi hormon estradiol-17β akan merangsang hati untuk mensintesis dan mensekresi vitelogenin. Ditambahkan oleh Siregar (1999), selama terjadi aktivitas produksi vitelogenin, akan menyebabkan penambahan bobot dan volume hati yang menyebabkan kenaikan IHS.

Nilai IGS merupakan nilai yang menggambarkan secara kuantitatif perubahan gonad pada saat terjadi perkembangan gonad dalam proses reproduksi dan akan mencapai nilai maksimum pada saat akan terjadinya pemijahan (Effendi 1997). Tabel menunjukkan bahwa nilai IGS yang dihasilkan berkisar antara 1,937 sampai 2,291 dengan kisaran bobot 150 sampai 200 gram. Penelitian serupa telah dilakukan Rovara (2007) yang medapatkan nilai IGS ikan sidat berkisar 1,07 sampai 3,375 dengan bobot rata-rata lebih dari 600 gram. Hal ini disebabkan oleh semakin lebar dan tebalnya gonad, maka nilai IGS nya akan semakin besar karena berat gonad akan bertambah. Pada proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad. Gonad akan semakin bertambah bobotnya diimbangi dengan bertambah besar ukurannya (Effendie 2002).

Peningkatan IGS mengindikasikan terjadinya perkembangan sel sperma pada jantan. Aktivitas ini menyebabkan nilai IHS dan IGS ikan meningkat (Cerda

et al. 1996). Aktivitas metabolisme sebagian besar tertuju pada proses perkembangan gonad (Yulfiperius 2001). Wibisono (2012), menjelaskan bahwa penggunaan 15 IU PMSG + AD 0,05 mg/kg bobot tubuh belut sawah memberikan pengaruh positif pada nilai IGS sebesar 2,36 %, IHS berkisar 0,73 sampai 7,90 % dan memacu perkembangan gonad pada minggu ke-5.

Tesch (1977) dan Beullens (1997) menguraikan bentuk dan posisi umum gonad sidat jantan dan betina. Gonad sidat tidak mempunyai ukuran yang sama, sebelah kanan lebih memanjang kedepan (1 cm pada sidat berukuran 30 cm) dan yang kiri lebih kearah posterior (2 cm dibelakang anus sidat berukuran 30 cm).

Dari gambar 7b, dapat dilihat bahwa gonad ikan penelitian sebelah kiri lebih panjang daripada sebelah kanan. Hal ini sesuai pernyataan Tesch (1977) yaitu gonad kiri 2–3% lebih panjang. Matsui (1993) menambahkan selain lebih panjang, gonad sidat sebelah kiri lebih berat dan mengandung lebih banyak sel telur dibandingkan gonad kanan.

Histologi terhadap jaringan gonad telah mencapai tahap perkembangan fase spermatosit pada perlakuan P20A yakni induksi hormonal dengan menggunakan 20 IU PMSG + 10 ppm AD. Perkembangan testis pada minggu ke-2 P10A dan P10B masih pada fase pembentukan jaringan. P20A dan P20B masih pada fase spermatogonia tipe A yang ditandai dengan inti sel yang besar dalam kapsul berwarna merah yang terdiri dari jaringan otot halus dan pembuluh darah serta penyebarannya belum merata. Perkembangan testis pada minggu ke-6 P10A berada pada fase perkembangan spermatogonia tipe B yang ditandai dengan inti sel mulai mengecil namun masih banyak terdapat jaringan otot halus dan pembuluh darah, P10B berada pada fase perkembangan spermatogonia tipe A, sedangkan P20A termasuk pada fase perkembangan spermatosit yang ditandai dengan inti mengecil dengan sedikit sitoplasma dan sebagian masih terbungkus kapsul. P20B masih berada pada fase perkembangan spermatogonia tipe A. Pada perlakuan kontrol (PK), baik pada M2 maupun M6, tidak terlihat adanya perkembangan gonad.

Dilihat dari beberapa parameter seperti IHS, IGS dan struktur anatomi gonad serta hasil analisis histologi dapat disimpulkan bahwa status kelamin ikan penelitian yang diinduksi hormon yakni P10A, P10B, P20A dan P20B berjenis kelamin jantan (Tabel 5). Ciri-ciri ikan sidat hasil induksi hormon setiap perlakuan selama pemeliharaan dilihat dari hasil analisis histologi adalah P10A P10B dan P20B masih dalam proses matang, tahap perkembangan gonadnya adalah spermatogonia dengan warna gonad putih, hasil analisis menunjukkan bahwa ikan perlakuan berjenis kelamin jantan dengan TKG I. Pada P20A, status gonad adalah proses matang tahap akhir yang disebut dengan tahap perkembangan spermatosit dengan warna gonad putih kekuningan. Hasil analisis menunjukkan bahwa ikan perlakuan adalah jantan dengan TKG II, sedangkan pada kontrol (PK), belum terlihat adanya perkembangan dan warna gonad transparan sehingga jenis kelamin ikan pada perlakuan ini belum diketahui.

Miura et al. 2011 menjelaskan bahwa ciri-ciri perkembangan gonad ikan sidat jantan dapat dilihat dari pengamatan histologi. Pada spermatogonia tipe A, sudah terlihat perkembangan inti sel yang diselimuti oleh kapsul-kapsul atau tubulus seminiferus. Pada spermatogonia tipe B, inti sel yang terdapat dalam tubulus seminiferus mulai mengecil dan dan semakin memadati ruang pada tubulus. Tubulus seminiferus pada tahap perkembangan spermatogonia berwarna merah muda dan masih banyak terdapat rongga atau seperti ruang kosong pada jaringannya. Pada tahap perkembangan spermatosit, terlihat tubulus seminiferus mulai melepaskan inti sel. Inti sel yang terdapat dalam tubulus-tubulus mulai ada yang menyatu. Pada tahap perkembangan spermatid, tubulus seminiferus berwarna transparan, membentuk garis tipis yang didalamnya terdapat inti sel yang mulai memadati permukaan jaringan dengan merata. Tahap selanjutnya, pada spermatozoa terlihat adanya massa spermatozoa yang berwarna biru kehitaman dan memiliki bentuk seperti ekor (Tabel 2).

22

Pada saat ikan sidat menyiapkan diri untuk memijah dan bermigrasi dari perairan tawar menuju laut dalam yang jaraknya sekitar 3000-5000 km, terjadi perubahan pada tubuh antara lain diameter mata membesar, diikuti dengan perubahan komposisi sel pada retina, perubahan warna tubuh menjadi silver, sisik membesar, dermis menebal, densitas sel mukus meningkat terutama pada betina, bentuk kepala lebih pipih, adanya peningkatan panjang dan diameter kapiler pada gelembung renang, usus mengalami peningkatan bobot namun jumlah lipatannya menurun, serat otot tonnus meningkat, penumpukan glikogen dalam hati dan lain-lain. Mekanisme perubahan tubuh tersebut banyak melibatkan hormon-hormon dalam tubuh, karena perubahan lingkungan akan mempengaruhi hipotalamus, yang seterusnya mempengaruhi hipofisis dan organ-organ target di bawahnya. Membesarnya mata ketika akan memijah dapat mencapai empat kali lipat dari ukuran sebelumnya (Pankhurst 1982).

Pada penelitian ini, indeks mata yang diperoleh antara 0,6 sampai 1,4 (Gambar 3). Menurut Beullens (1997), indeks ukuran mata untuk yellow eel atau

immature adalah 7,2. Di atas nilai 7,2 maka ikan sidat sudah masuk ke tahap

silver eel (matang gonad). Karena dalam penelitian ini indeks ukuran mata yang diperoleh adalah 0,6 sampai 1,4 maka ikan penelitian ukuran 150 gram masih termasuk ke dalam fase yellow eel tahap awal perkembangan.

Hasil pengukuran konsentrasi hormon estradiol-17β pada plasma darah ikan uji selama penelitian memperlihatkan kenaikan konsentrasi hormon estradiol-17β terutama ikan uji yang disuntik dengan formulasi dosis yang mengandung PMSG. Konsentrasi hormon estradiol mengalami peningkatan pada minggu ke-4, kemudian kembali turun pada minggu ke-8. Konsentrasi tertinggi hormon estradiol-17β dicapai ikan uji pada formulasi dosis P20A yaitu sebesar (0,659

Ng/ml) dan berturut-turut menurun pada formulasi dosis P10A (0,599 Ng/ml), P10B (0,591 Ng/ml), P20B (0,588 Ng/ml), dan terendah pada kontrol.

FSH diketahui merupakan hormon gonadotropin sebagai pemicu diproduksinya hormon estradiol-17β. Alur mekanismenya sebagaimana dijelaskan oleh Nagahama (1983) bahwa, FSH yang terbawa oleh darah dan masuk ke dalam gonad selanjutnya akan menginduksi lapisan teka untuk memproduksi testosteron, dan secara parakrin testosterone akan masuk ke sel granulosa yang selanjutnya di konversi oleh enzym aromatase menjadi estradiol-17β. Hal ini sejalan dengan pernyataan Wahyuningsih (2012), kisaran konsentrasi hormon estradiol-17β ikan torsoro yang diberikan perlakuan hormon PMSG pada saat maturasi hingga siap memijah pada diameter telur maksimal sebesar 1.5 sampai 2.0 mm adalah berkisar 0.5 sampai 0.2 pg/ml.

Kombinasi hormon PMSG dan antidopamin mampu memberikan hasil yang optimal pada pematangan gonad ikan. Mekanisme PMSG sebagai FSH eksogeneous yang berasal dari luar merangsang gonad untuk pematangan awal melalui perangsangan pada sel teka dan antidopamin sebagai neurotransmitter berfungsi untuk menghambat kerja dopamin dan hormon lain yang ada pada hipotalamus, kemudian Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) merangsang hipofisa untuk menghasilkan gonadotropin yaitu FSH endogeneus yang memiliki fungsi yang sama yaitu pematangan awal atau vitelogenesis.

Hormon pertumbuhan merupakan hormon polipeptida dengan panjang sekitar 22 kDa yang diproduksi dari somatotropin di dalam kelenjar pituitari bagian anterior. Hormon ini merupakan komponen yang penting dalam mengatur

banyak aspek fisiologi seperti pertumbuhan, metabolisme, osmoregulasi, fungsi kekebalan tubuh, reproduksi, dan merangsang hati untuk menghasilkan insulin-like growth factor-1/ IGF-I (Moriyama et al. 1993, 2000; Li et al. 2003; Promdonkoy et al. 2004; Reinecke et al. 2005; Wong et al. 2006; Acosta. et al.

2007, 2009; Debnanth 2010). Penggunaan rGH juga merupakan prosedur yang relatif aman, karena yang dimodifikasi adalah bakteri yang memproduksi rGH saja, sehingga ikan yang diberikan rGH tidak dikategorikan sebagai organisme

genetically modified organism/GMO (Acosta et al. 2007). Hal tersebut karena rGH tidak ditransmisikan ke keturunan ikan selanjutnya.

Selama perlakuan hormon, terlihat bahwa nafsu makan ikan sidat menurun dibandingkan dengan sebelum diinduksi hormon. Hal ini diduga adanya pengaruh pemberian hormon perangsang pematangan gonad PMSG dan AD. Situasi ini menunjukkan adanya persamaan ikan perlakuan dengan kondisi alamiah ikan sidat di alam. Aida et al. (2003) menyatakan bahwa ikan sidat mulai mengadakan migrasi ketika berumur antara 9-12 tahun dan memijah dilaut dalam. Perjalanan dilakukan pada malam hari dan selama perjalanan sampai ke tempat pemijahan, ikan sidat tidak pernah makan sehingga terjadi perubahan pada tubuh antara lain menjadi kurus, mata semakin membesar sampai empat kali dari ukuran sebelumnya, hidung semakin lancip, warna kulit berubah menjadi warna perak dan bagian perut kelihatan membesar karena menyusutnya tubuh.

Dari hasil penelitian (Gambar 12) diketahui bahwa adanya peningkatan jumlah protein dan penurunan kadar lemak pada daging ikan sidat yang dianalisis. Hormon pertumbuhan berperan dalam meningkatkan transpor asam amino melalui membran atau mempercepat proses kimia sintesis protein sehingga protein jaringan bertambah. Dalam hal ini hormon pertumbuhan juga bekerja pada metabolisme lemak yang bertugas meingkatkan kecepatan pengeluaran lemak dari depot lemak, sehingga memungkinkan lemak tersedia sebagai energi. Hal ini selanjutnya akan mengurangi kecepatan oksidasi asam amino dan akibatnya meningkatkan jumlah asam amino jaringan yang disintesis menjadi protein.

Faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi ikan selain pakan adalah kualitas air terutama suhu. Karena suhu dapat mempengaruhi pertumbuhan dan nafsu makan ikan. Suhu dapat mempengaruhi aktivitas penting ikan seperti pernapasan, pertumbuhan dan reproduksi. Suhu yang tinggi dapat mengurangi oksigen terlarut dan mempengaruhi selera makan ikan. Kisaran hasil kualitas air selama penelitian menunjukkan bahwa suhu, oksigen terlarut, salinitas, pH, nitrit dan TAN, masih berada pada kisaran optimum kualitas air ikan sidat yang berarti bahwa media pemeliharaan ikan sidat layak digunakan untuk proses perkembangan gonad (Tabel 6).

Kagawa et al. (1995) pada Anguilla japonica, menyarankan bobot tubuh ikan sidat yang siap untuk diinduksi adalah berukuran 700 g. Rovara (2007), menyarankan ukuran ikan sidat jenis Anguilla bicolor bicolor yang akan diinduksi hormon sebaiknya berukuran 1000 g yakni pada fase sidat dewasa (silver eel) yang sedang bermigrasi menuju laut. Dalam penelitian ini, ukuran atau tahap perkembangan gonad ternyata tidak mencapai hasil yang maksimal setelah diinduksi. Hal ini diduga karena ukuran ikan sidat yang digunakan untuk induksi perkembangan gonad masih sangat muda (yellow eel awal) yang masih dalam pertumbuhan osmotik. Untuk itu, perlu dilakukan lagi penelitian selanjutnya

Dokumen terkait