bentuk dendrogram. Hasil pengelompokan ini digunakan untuk menggambarkan kesamaan antar stasiun berdasarkan kelimpahan fitoplankton dan parameter fisika kimia perairan. Nilai pengamatan yang mendekati 100% berarti memiliki tingkat kesamaan yang tinggi sedangkan nilai yang mendekati 0% berarti memiliki tingkat kesamaan yang rendah.
Analisis komponen utama
Analisis komponen utama adalah suatu teknik analisis statistik multivarian yang digunakan untuk merinci kemiripan matriks menjadi aksis yang saling tegak lurus (Ludwig & Reynold 1988). Analisis ini digunakan untuk menentukan karakter setiap kelompok berdasarkan parameter fisika, kimia dan biologi serta mengetahui hubungan kelimpahan fitoplankton dengan parameter kualitas air. Analisis ini dibagi menjadi beberapa kelompok stasiun sesuai dengan hasil pengelompokan menggunakan dendrogram. Data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data yang tidak homogen. Hasil analisis ini digambarkan dalam bentuk grafik biplot. Keragaman total data yang diperoleh dijelaskan oleh sumbu utama pada grafik yang ditunjukkan oleh persentase kumulatif akar ciri.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HasilKarakteristik daerah tangkapan air (DTA) Danau Toba
Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia yang terletak di Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis, Danau Toba terletak antara 2-3o LU dan 98-99o BT pada ketinggian 905 m di atas permukaan laut. Danau Toba memiliki luas sebesar 1 124 km2, volume air 256,2 x 109 m3, kedalaman rata-rata 228 m, dan waktu tinggal air selama 81 tahun. Karakteristik morfometrik Danau Toba membentuk dua cekungan besar di utara dan selatan, yang dipisahkan oleh Pulau Samosir. Kedalaman maksimum Danau Toba berada di cekungan bagian utara sebesar 508 m, sedangkan kedalaman maksimum di cekungan selatan sebesar 420 m. Berdasarkan kedalaman relatif (Zr = 1,34%), Danau Toba merupakan perairan yang tidak stabil, meskipun diperkirakan hanya pada lapisan permukaan sedangkan pada kedalaman >100 m menunjukkan kestabilan (Lukman & Ridwansyah 2010).
Kondisi hidrologis DTA Danau Toba dicirikan dengan aliran sungai yang masuk ke dalam perairan. Peta kondisi DTA Danau Toba disajikan pada Lampiran 3. Sungai yang mengalir ke Danau Toba didominasi oleh sungai-sungai kecil yang berjumlah 289 sungai dan terdiri dari 71 sungai permanen dan 218 sungai musiman (intermitten). Secara khusus, sungai yang berada di Pulau Samosir berjumlah 122 sungai (Soedarsono 1989). Aliran sungai di bagian selatan lebih dominan
10
dibandingkan dengan bagian utara. Selain itu, Sungai Asahan (outlet Danau Toba) berada di bagian selatan danau dengan debit rata-rata sekitar 100 m3/detik (Lampiran 4). Hal ini menyebabkan pola sirkulasi air di bagian selatan cenderung lebih dinamis (Lukman et al. 2012).
DTA Danau Toba memiliki luas sekitar 3 658 km2 (365 800 ha) (Moedjodo
et al. 2003). DTA Danau Toba didominasi oleh wilayah dengan kemiringan lereng yang landai dengan luas mencapai 30% dari seluruh luas DTA Danau Toba, kemudian wilayah dengan kemiringan lereng agak landai mencapai 20,5%, dan wilayah dengan kemiringan sangat curam yang hanya mencapai 4,5% (Lukman et al. 2012). DTA Danau Toba berada di wilayah yang termasuk ke dalam tujuh kabupaten, antara lain Karo, Toba Samosir, Simalungun, Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, Dairi, dan Samosir (Lampiran 5). Informasi umum tentang luas wilayah dan jumlah penduduk di setiap kabupaten disajikan pada Lampiran 6.
Jumlah penduduk yang ada di DTA Danau Toba adalah sebanyak 431 098 jiwa, sedangkan jumlah penduduk di Haranggaol adalah sebanyak 2 500 jiwa (Oakley 2015). Jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Samosir adalah sebanyak 121 594 jiwa. Sebagian besar jumlah penduduk tersebut berada di Pulau Samosir sebanyak 97 081 jiwa, sedangkan sisanya 24 513 jiwa berada di luar Pulau Samosir (BPS 2013b). Hal ini dikarenakan 6 dari 9 kecamatan di Kabupaten Samosir berada di Pulau Samosir, sedangkan sisanya berada di luar Pulau Samosir.
Luas tata guna lahan di Pulau Samosir adalah sebesar 649,29 km2. Komposisi tata guna lahan di Pulau Samosir didominasi oleh lahan pertanian dengan persentase sebesar 51,15%. Lahan pertanian banyak tersebar di bagian selatan Pulau Samosir. Selain itu, komposisi tata guna lahan lain di Pulau Samosir adalah hutan (27,22%), semak (11,88%), dan pemukiman (9,75%) (Tabel 3).
Tabel 3 Luas tata guna lahan di Pulau Samosir Tata Guna Lahan Luas lahan (km2)
Pertanian 332,10
Hutan 176,71
Semak 77,16
Pemukiman 63,31
Total 649,29
Beban masukan P di Danau Toba
Sumber utama beban masukan P di Danau Toba berasal dari KJA, limbah domestik, dan tata guna lahan. Hasil perhitungan beban masukan P yang berasal dari ketiga sumber tersebut disajikan pada Tabel 4. Total beban masukan P yang masuk ke Danau Toba adalah sebesar 2,08 mg/m3/tahun. Secara umum, sumber beban masukan P tertinggi berasal dari kegiatan KJA, sedangkan yang terendah berasal dari tata guna lahan. Beban masukan P dari KJA di Danau Toba sebesar 1,14 mg/m3/tahun, sedangkan yang berasal dari tata guna lahan hanya sebesar 0,43 mg/m3/tahun.
Di perairan sekitar Pulau Samosir, beban masukan P dari KJA dan limbah domestik memiliki nilai yang hampir sama. Total beban masukan P di perairan sekitar Pulau Samosir memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan beban masukan P di perairan Haranggaol, namun masih lebih tinggi jika dibandingkan
11 dengan Danau Toba secara umum. Beban masukan P di perairan Haranggaol merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan perairan yang lainnya. Beban masukan P di perairan Haranggaol dan Danau Toba masing-masing sebesar 7,70 mg/m3/tahun dan 2,08 mg/m3/tahun.
Tabel 4 Beban masukan P yang berasal dari KJA, limbah domestik, dan tata guna lahan di DTA Danau Toba
Sumber Beban Masukan P Danau Toba Perairan Haranggaol Perairan Sekitar Pulau Samosir KJA (mg/m3/tahun) 1,14 4,76 1,70
Limbah Domestik (mg/m3/tahun) 0,50 1,67 1,69 Tata Guna Lahan (mg/m3/tahun) 0,43 1,28 1,16
Total (mg/m3/tahun) 2,08 7,70 4,55
Kondisi kualitas air di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu air selama penelitian berkisar antara 24,00-24,88 oC, kekeruhan air berkisar antara 0,61-1,50 FTU, dan pH air cenderung basa, berkisar antara 7,59-8,18. Rata-rata konsentrasi amonium, nitrit, dan DIN (nitrogen anorganik terlarut) di perairan sekitar Pulau Samosir disajikan pada Gambar 3. Konsentrasi amonium selama penelitian berkisar antara 0,01-0,40 mg/L dengan rata-rata sebesar 0,10 mg/L. Konsentrasi nitrat berkisar antara 0,10-4,10 mg/L dengan rata-rata sebesar 1,66 mg/L. Konsentrasi nitrit pada penelitian ini tidak terdeteksi karena bernilai < 0,01 mg/L. Konsentrasi DIN berkisar antara 0,12-1,53 mg/L dengan rata-rata sebesar 0,74 mg/L. Konsentrasi ortofosfat dan fosfat total masing-masing berkisar antara 0,06-0,73 mg/L dan 0,12-1,53 mg/L.
Gambar 3 Konsentrasi amonium, nitrat, DIN, dan ortofosfat di perairan sekitar Pulau Samosir
Rasio N:P adalah konsep unsur hara pembatas yang digunakan untuk mengetahui unsur hara yang membatasi pertumbuhan fitoplankton. Nilai N diperoleh dari hasil penjumlahan konsentrasi nitrat, nitrit, dan amonium, sedangkan
12
nilai P diperoleh dari konsentrasi ortofosfat. Rasio N:P yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 0,82-31,91 dengan nilai rata-rata sebesar 7,39 (Lampiran 7). Berdasarkan nilai rata-rata rasio N:P tersebut, unsur hara yang berpotensi menjadi faktor pembatas di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba adalah P (Ryding & Rast 1989).
Fitoplankton di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba
Kelimpahan fitoplankton yang ditemukan di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba selama penelitian berkisar antara 216-68 319 716 sel/m3. Komposisi fitoplankton yang ditemukan terdiri dari 35 genus yang berasal dari empat kelas, yaitu Chlorophyceae (14 genus), Cyanophyceae (4 genus), Bacillariophyceae (16 genus), dan Dinophyceae (1 genus) (Lampiran 8). Berdasarkan jumlah jenisnya, maka Bacillariophyceae merupakan fitoplankton yang banyak ditemukan dengan jumlah jenis 16 genus. Berdasarkan kelimpahannya, Cyanophyceae merupakan fitoplankton yang dominan walaupun memiliki jumlah jenis yang sedikit. Gambar 4 menunjukkan komposisi kelimpahan fitoplankton selama penelitian.
Gambar 4 Komposisi kelimpahan dan struktur komunitas fitoplankton di perairan sekitar Pulau Samosir
Struktur komunitas fitoplankton ditentukan dengan menggunakan beberapa indeks biologi seperti indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi. Indeks keanekaragaman fitoplankton selama penelitian berkisar antara 1,08-1,86 yang menunjukkan bahwa keanekaragaman fitoplankton yang rendah di sekitar Pulau Samosir. Berdasarkan Gambar 4, indeks keanekaragaman tertinggi terdapat di Stasiun 17, sedangkan indeks keanekaragaman terendah terdapat di Stasiun 22.
Indeks keseragaman dan dominansi selama penelitian masing-masing berkisar antara 0,34-0,62 dan 0,19-0,52 yang menunjukkan bahwa komposisi jenis fitoplankton rendah hingga merata dan menunjukkan adanya dominasi jenis-jenis
fitoplankton tertentu. Indeks keseragaman tertinggi terdapat di Stasiun 17 yang
memiliki indeks keanekaragaman tertinggi dan indeks dominansi terendah. Beberapa stasiun yang memiliki indeks keanekaragaman rendah seperti Stasiun 1,
13 4, 6, 7, dan 22 menunjukkan indeks dominansi yang lebih tinggi dibandingkan indeks keseragaman (Gambar 4).
Jenis fitoplankton yang memiliki kelimpahan sangat tinggi dan ditemukan di semua stasiun adalah Anabaena (Cyanophyceae) dengan kelimpahan total sebesar 68 319 716 sel/m3 (42,53%). Jenis fitoplankton lain yang memiliki kelimpahan tinggi adalah Gloeotila dan Sphaerocystis (Chlorophyceae) dengan kelimpahan total masing-masing sebesar 34 534 869 sel/m3 (21,50%) dan 31 917 017 sel/m3 (19,87%). Selain itu, beberapa jenis fitoplankton yang ditemukan di semua stasiun adalah Botryococcus, Gloeocystis, Anabaenopsis dan Melosira. Visualisasi beberapa jenis fitoplankton yang ditemukan pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 9.
Kelimpahan total fitoplankton di setiap stasiun selama penelitian berkisar antara 1 042 534-19 047 213 sel/m3 (Gambar 5). Kelimpahan total fitoplankton tertinggi terdapat pada Stasiun 17, sedangkan kelimpahan total terendah terdapat pada Stasiun 6. Salah satu penyebab tingginya kelimpahan fitoplankton di Stasiun 17 adalah konsentrasi unsur hara yang tinggi yang berasal dari aktivitas KJA yang berada di sekitar Stasiun 17.
Gambar 5 Kelimpahan total fitoplankton di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba
Pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan fitoplankton dan parameter fisika kimia perairan
Pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan fitoplankton dengan taraf kesamaan 85% menunjukkan bahwa 23 stasiun pengamatan terbagi menjadi tiga kelompok (Gambar 6). Kelompok I terdiri dari stasiun 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 22, dan 23. Kelompok II terdiri dari stasiun 15, 16, 19, 20, dan 21; sedangkan Kelompok III terdiri dari stasiun 17 dan 18.
Perbedaan karakteristik antara tiga kelompok tersebut terdapat pada jenis fitoplankton yang melimpah pada kelompok masing-masing. Jenis fitoplankton yang melimpah pada Kelompok I adalah Anabaena. Jenis fitoplankton yang melimpah pada Kelompok II adalah Gloeotila. Jenis fitoplankton yang melimpah pada Kelompok III adalah Sphaerocystis.
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Ke li mpaha n (x 10 6sel/ m 3) Stasiun
14
Gambar 6 Dendrogram hasil pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan fitoplankton
Analisis komponen utama
Analisis komponen utama yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan data parameter fisika kimia perairan seperti pH, kekeruhan, amonium, nitrat, ortofosfat dan beberapa kelas fitoplankton yang ditemukan selama penelitian. Biplot hasil analisis komponen utama disajikan pada Gambar 7. Hasil analisis ini menunjukkan hubungan antara beberapa parameter kualitas air dan fitoplankton. Hasil analisis komponen utama menunjukkan bahwa Kelompok I dicirikan oleh nitrat, ortofosfat dan Cyanophyceae. Kelompok II dicirikan oleh kekeruhan dan pH; dan Kelompok III dicirikan oleh amonium, Chlorophyceae, dan Dinophyceae.
15 Status kesuburan di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba
Status kesuburan perairan ditentukan menggunakan indeks Nygaard. Perhitungan indeks Nygaard berdasarkan komposisi jumlah jenis fitoplankton yang ditemukan selama penelitian. Hasil indeks Nygaard pada penelitian ini berkisar antara 3,5-5,5 yang menunjukkan bahwa status kesuburan perairan di sekitar Pulau Samosir, Danau Toba termasuk ke dalam perairan eutrofik (Gambar 8).
Gambar 8 Status kesuburan di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba Pembahasan
Danau Toba merupakan salah satu danau terbesar di Indonesia. Danau Toba memiliki luas perairan sebesar 1 124 km2 atau 112 400 ha (Lukman & Ridwansyah 2010). Luas perairan Danau Toba ini lebih besar dibandingkan dengan danau-danau lainnya yang ada di Indonesia, antara lain Danau Lindu dengan luas 3 468 ha dan Danau Maninjau dengan luas 9 737,5 ha (Machbub 2010). Danau Toba memiliki luas daerah tangkapan air (DTA) sebesar 3 658 km2 atau 365 800 ha (Moedjodo et al. 2003). Luas DTA Danau Toba ini jauh lebih besar dibandingkan dengan luas DTA Danau Lindu sebesar 54 955,31 ha (Lukman & Ridwansyah 2003).
Danau Toba merupakan salah satu danau prioritas di Indonesia pada tahun 2010-2014 yang termasuk ke dalam program pengelolaan danau berkelanjutan. Hal ini dikarenakan status kesuburan Danau Toba telah mencapai eutrofik dan kondisi daerah tangkapan air Danau Toba yang terancam rusak (Yuwono 2012). Eutrofikasi merupakan proses peningkatan status kesuburan perairan dari oligotrofik hingga eutrofik yang disebabkan oleh peningkatan unsur hara, terutama nitrogen (N) dan fosfor (P). Peningkatan aktivitas manusia di sekitar perairan akan menyebabkan peningkatan beban masukan unsur hara ke dalam perairan.
Total beban masukan P di Danau Toba adalah sebesar 2,08 mg/m3/tahun. Sumber utama masukan P di Danau Toba berasal dari kegiatan budidaya ikan di KJA. Beban masukan P yang berasal dari KJA di Danau Toba memiliki nilai sebesar 1,14 mg/m3/tahun. KJA merupakan sumber beban masukan P tertinggi dibandingkan dengan sumber beban masukan P lainnya di Danau Toba yang berasal dari limbah domestik dan tata guna lahan. Tingginya beban masukan P dari KJA di
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Inde ks Ny g aa rd Stasiun Oligotrofik Mesotrofik Eutrofik
16
Danau Toba disebabkan oleh jumlah KJA yang banyak tersebar di sekeliling Danau Toba (Lampiran 1).
KJA merupakan salah satu kegiatan yang berkembang di Danau Toba. Pada tahun 2007, kegiatan KJA terdapat hampir di sekeliling Danau Toba, dengan jumlah 5 230 unit KJA dimana 5 158 unit milik masyarakat dan 72 unit milik Perusahaan Modal Asing (PMA) (Sitompul et al. 2007 in Lukman et al. 2012). Pada tahun 2010, produksi total ikan dari KJA di Danau Toba tercatat mencapai 47 478 ton dan sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Samosir (Lukman et al. 2012). Semakin banyak KJA maka masukan P yang berasal dari sisa pakan yang terbuang dan hasil ekskresi organisme akuatik akan semakin banyak. Nastiti et al. (2001) menyatakan bahwa masukan P yang utama berasal dari sisa pakan yang terbuang dan kotoran ikan di KJA dengan persentase mencapai 91,3-99,9%.
Selain beban masukan dari KJA, sumber beban masukan P yang tinggi di Danau Toba berasal dari limbah domestik dengan nilai sebesar 0,50 mg/m3/tahun. Beban masukan dari limbah domestik tersebut masih lebih besar jika dibandingkan dengan beban masukan dari limbah domestik di Danau Maninjau dengan beban sebesar 0,23 mg/m3/tahun (Machbub 2010). Tingginya beban masukan P yang berasal dari limbah domestik di Danau Toba dapat disebabkan oleh banyaknya jumlah penduduk yang tinggal di sekitar perairan tersebut. Limbah domestik merupakan salah satu kegiatan yang dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan konsentrasi unsur hara di perairan. Populasi penduduk yang tinggi akan meningkatkan beban masukan unsur hara di perairan (Ferreira et al. 2011).
Total beban masukan P tertinggi terdapat di perairan Haranggaol. Beban masukan P yang tinggi di perairan Haranggaol disebabkan oleh padatnya kegiatan KJA di perairan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari beban masukan P yang berasal dari KJA di perairan Haranggaol yang memiliki nilai tertinggi, yaitu sebesar 4,76 mg/m3/tahun. Sama seperti di perairan Haranggaol, beban masukan P tertinggi di sekitar Pulau Samosir berasal dari KJA. Tingginya beban masukan dari KJA tersebut disebabkan oleh banyaknya KJA yang tersebar di perairan sekitar Pulau Samosir.
Beban masukan P dari limbah domestik di Pulau Samosir memiliki nilai yang hampir sama dengan beban masukan P dari KJA. Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya pemukiman penduduk yang terdapat di Pulau Samosir. Kepadatan penduduk tertinggi di Pulau Samosir terdapat di Kecamatan Pangururan yang merupakan ibukota dari Kabupaten Samosir. Selain itu, Pulau Samosir yang merupakan pusat kegiatan pariwisata di Danau Toba, banyak terdapat hotel terutama di Kecamatan Simanindo yang berada di bagian Timur Pulau Samosir. Banyaknya pemukiman penduduk dan hotel yang terdapat di sekitar perairan Pulau Samosir akan memberikan masukan P yang tinggi ke dalam perairan.
Beban masukan P yang tinggi di Danau Toba mengakibatkan tingginya konsentrasi fosfat total di perairan. Konsentrasi fosfat total di perairan sekitar Pulau Samosir menunjukkan tingkat kesuburan yang tinggi atau eutrofik (> 0,20 mg/L) (Wu & Wang 2012). Berdasarkan indeks Nygaard, konsentrasi nitrat dan ortofosfat, status kesuburan di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba telah menunjukkan tingkat eutrofik (Gambar 9). Hasil tersebut menunjukkan bahwa Danau Toba telah mengalami eutrofikasi. Eutrofikasi merupakan proses alami yang dapat terjadi pada berbagai macam perairan (terutama danau dan waduk) dan dapat meningkat sangat cepat dengan adanya kegiatan manusia (Rohlich 1969).
17
Gambar 9 Persebaran stasiun penelitian berdasarkan (A) status kesuburan perairan, (B) ortofosfat, (C) nitrat, dan (D) fitoplankton di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba
Eutrofikasi di Danau Toba disebabkan oleh tingginya pemanfaatan dan aktivitas manusia yang berada di sekitar perairan seperti budidaya ikan di KJA,
18
pencemaran limbah domestik (Lehmusluoto 2000), dan masalah pengelolaan daerah tangkapan air (DTA) (Saragih & Sunito 2001). Status kesuburan di perairan sekitar Pulau Samosir menunjukkan persebaran yang sama di semua stasiun, yaitu berada pada tingkat eutrofik (Gambar 9). Status kesuburan eutrofik merupakan gambaran dari dampak kegiatan manusia pada suatu danau (Kagalou et al. 2008).
Status kesuburan Danau Toba mengalami peningkatan mulai dari tahun 1929 hingga 2014. Pada tahun 1929, Danau Toba masih termasuk ke dalam perairan dengan tingkat kesuburan oligotrofik, kemudian pada tahun 2005-2009 status kesuburan perairan berubah menjadi mesotrofik (eutrofik ringan). Selanjutnya proses eutrofikasi di Danau Toba terus meningkat hingga pada tahun 2014 Danau Toba sudah termasuk ke dalam perairan yang subur (eutrofik) (Tabel 5).
Tabel 5 Peningkatan status kesuburan Danau Toba dari tahun 1929-2014
Tahun Status Kesuburan Referensi
1929 Oligotrofik Ruttner 1930 in Lukman 2011
2005 Mesotrofik Purnomo et al. 2005 in Lukman 2011 2009 Mesotrofik Nomosatryo & Lukman 2011
2014 Eutrofik Penelitian ini
Status kesuburan Danau Toba telah mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya aktivitas manusia yang berada di sekitar Danau Toba. Peningkatan aktivitas manusia seperti budidaya ikan di KJA akan meningkatkan beban masukan unsur hara ke dalam perairan. Adanya kegiatan perikanan berupa KJA berpengaruh terhadap peningkatan kesuburan perairan (Wiryanto et al. 2012). Hal ini juga terjadi di perairan lain seperti Waduk Jatiluhur, Waduk Cirata, dan Danau Maninjau bahwa kegiatan KJA akan meningkatkan unsur hara dan menyebabkan eutrofikasi (Nastiti
et al. 2001, Machbub 2010). Peningkatan status kesuburan perairan juga terjadi di Waduk Barra Bonita, Brazil yang disebabkan oleh beban masukan unsur hara yang tinggi (Matsumura-Tundisi & Tundisi 2005).
Eutrofikasi yang terjadi di Danau Toba menyebabkan konsentrasi unsur hara yang tinggi di perairan. Hal ini dapat dilihat dari konsentrasi nitrat dan fosfat total yang sangat tinggi dan telah menunjukkan tingkat kesuburan eutrofik. Unsur hara terutama N dan P merupakan faktor utama yang mempengaruhi eutrofikasi di danau (Zhao et al. 2015). Persebaran unsur hara yang tinggi tersebut berhubungan dengan kegiatan pemanfaatan perairan yang tinggi seperti kegiatan KJA yang banyak terdapat di perairan.
Adanya KJA akan menghasilkan unsur hara yang berasal dari sisa pakan yang tidak terbuang dan kotoran ikan yang dipelihara di KJA. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi konsentrasi unsur hara di perairan adalah masukan unsur hara dari daerah tangkapan air dan sedimen danau (Levine & Schindler 1992), pemakaian pupuk di lahan pertanian, penggunaan deterjen yang mengandung fosfat, erosi tanah, pembuangan limbah industri (Alvarez-Vazquez et al. 2014), dan siklus unsur hara di danau (Schindler et al. 1993).
Konsentrasi fosfat total di Danau Toba mengalami peningkatan dari tahun 1991-2014 (Tabel 6). Salah satu penyebab terjadinya peningkatan fosfat total adalah peningkatan aktivitas manusia yang ada di sekitar DTA Danau Toba seperti kegiatan budidaya ikan di KJA. Semakin banyak jumlah KJA maka akan semakin banyak sisa pakan dan kotoran ikan yang terbuang ke perairan yang menyebabkan terjadinya peningkatan fosfat total.
19 Tabel 6 Peningkatan konsentrasi fosfat total di Danau Toba
Tahun Fosfat Total Referensi
1991 0,240 mg/L Schmittou 1991 in Wijopriono et al. 2010 2005 0,550 mg/L Wijopriono et al. 2010
2014 0,740 mg/L Penelitian ini
Peningkatan konsentrasi fosfat total merupakan indikator bahwa Danau Toba telah mengalami eutrofikasi (Walker et al. 2007). Eutrofikasi merupakan proses pengayaan air yang dapat menyebabkan perubahan kualitas air yang tidak diinginkan seperti peningkatan bahan organik, peningkatan unsur hara, penurunan oksigen terlarut, dan sebagainya (Alvarez-Vazquez et al. 2014). Beberapa parameter kualitas air di sekitar Pulau Samosir, Danau Toba pada penelitian ini masih tergolong baik berdasarkan PP RI No. 82 Tahun 2001 kelas III (Lampiran 10). Kekeruhan dan pH air pada penelitian ini sama seperti pada penelitian sebelumnya di Danau Toba dimana Danau Toba memiliki kekeruhan air yang rendah dan pH air cenderung basa (Lukman et al. 2012).
Walaupun beberapa parameter kualitas air di Danau Toba masih cukup baik, konsentrasi nitrat rata-rata pada penelitian ini menunjukkan nilai yang tinggi sebesar 1,66 mg/L. Konsentrasi nitrat > 0,2 mg/L menunjukkan bahwa perairan di sekitar Pulau Samosir termasuk ke dalam perairan eutrofik (Goldman & Horne 1983). Nitrat merupakan bentuk utama nitrogen di perairan, bersifat stabil dan sangat mudah larut dalam air. Nitrat banyak terdapat pada perairan yang tercemar limbah organik. Konsentrasi nitrat antara 1-2 mg/L mengindikasikan adanya pencemaran pupuk dari kegiatan pertanian (Weiner 2008).
Konsentrasi nitrit rata-rata masih berada di bawah nilai baku mutu perairan (< 0,06 mg/L). Konsentrasi nitrit yang rendah disebabkan oleh sifat nitrit yang tidak stabil dan merupakan bentuk sementara pada proses nitrifikasi amonia, sehingga sebagian nitrit telah teroksidasi menjadi nitrat. Konsentrasi nitrit di perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah hasil reduksi nitrat oleh bakteri yang terjadi di perairan pada kondisi anaerob. Nitrit dapat bersifat toksik bagi organisme akuatik jika konsentrasinya melebihi 0,05 mg/L. Toksisitas nitrit dipengaruhi oleh suhu perairan, jenis dan stadia organisme akuatik, dan bahan toksik lainnya baik yang bersifat sinergis maupun antagonis (Boyd 1990).
Konsentrasi rata-rata amonium di Danau Toba adalah sebesar 0,11 mg/L. Keberadaan amonium di perairan merupakan hasil dari proses dekomposisi bahan organik, ekskresi organisme akuatik, reduksi nitrit oleh bakteri, dan kegiatan pemupukan (Boyd 1982). Lahan pertanian merupakan salah satu sumber unsur hara yang masuk ke dalam perairan. Salah satu kegiatan pertanian seperti pemupukan akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan konsentrasi nitrogen di perairan dan dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi perairan.
Penggunaan pupuk pada kegiatan pertanian di sekitar danau dapat