KETERKAITAN ANTARA STATUS KESUBURAN
DAN FITOPLANKTON
DI PERAIRAN SEKITAR PULAU SAMOSIR,
DANAU TOBA, SUMATERA UTARA
ARIF RAHMAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keterkaitan antara Status Kesuburan dan Fitoplankton di Perairan Sekitar Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Arif Rahman
RINGKASAN
ARIF RAHMAN. Keterkaitan antara Status Kesuburan dan Fitoplankton di Perairan Sekitar Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatera Utara. Dibimbing oleh NIKEN TM PRATIWI dan SIGID HARIYADI.
Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia. Danau Toba banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan budidaya ikan di keramba jaring apung (KJA), pariwisata, pertanian, dan pemukiman. Kegiatan-kegiatan tersebut akan memberikan masukan berupa bahan organik dan anorganik yang akan mempengaruhi kualitas air dan dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi. Danau Toba telah mengalami eutrofikasi dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa indikator terjadinya eutrofikasi di Danau Toba adalah terjadi peningkatan unsur hara dan perubahan status kesuburan.
Eutrofikasi merupakan proses pengayaan air oleh unsur hara nitrogen dan fosfor yang dapat meningkatkan pertumbuhan fitoplankton. Fitoplankton akan memberikan respon terhadap perubahan kondisi perairan baik berupa perubahan pada kelimpahan, jumlah jenis, maupun struktur komunitas fitoplankton. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh beban masukan unsur hara terhadap status kesuburan perairan dan struktur komunitas fitoplankton di sekitar Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatera Utara.
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 20-24 Oktober 2014 di sekitar Pulau Samosir, Danau Toba. Pengumpulan data pada penelitian ini dibagi menjadi pengumpulan data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan mengambil contoh air dan fitoplankton secara langsung di 23 stasiun di sekitar Pulau Samosir, Danau Toba. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data hasil penelitian sebelumnya di Danau Toba dan data monitoring kualitas air Danau Toba Wilayah Kabupaten Samosir tahun 2014 oleh BLHPP Kabupaten Samosir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban masukan unsur hara tertinggi di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba berasal dari keramba jaring apung (KJA) yang menyebabkan status kesuburan perairan dalam kondisi eutrofik dengan struktur komunitas fitoplankton didominasi oleh Anabaena (Cyanophyceae). Rasio N:P dari beban masukan unsur hara yang tinggi di perairan eutrofik tersebut tidak berpengaruh terhadap struktur komunitas fitoplankton.
SUMMARY
ARIF RAHMAN. Relationship Between Trophic States and Phytoplankton Around Samosir Island, Lake Toba, North Sumatra. Supervised by NIKEN TM PRATIWI and SIGID HARIYADI.
Lake Toba is the largest lake in Indonesia. Lake Toba is used to aquaculture, tourism, agriculture and human areas. These activities will produce organic and inorganic materials that will affect water quality and can cause eutrophication. Lake Toba has suffered eutrophication in recent years, Some indicators of eutrophication in Lake Toba are increasing nutrients and change of the trophic states.
Eutrophication is the water enrichment by nutrients, especially nitrogen and phosphorus which can promote the growth of phytoplankton. Phytoplankton will respond to changes in water conditions either change in abundance, number of species and structure of phytoplankton communities. The aim of this study was to analyze the effect of the load input of nutrients to the trophic states and structure of phytoplankton communities around the Samosir Island, Lake Toba, North Sumatra. This study was conducted on 20th-24th October 2014 at 23 stations around Samosir Island, Lake Toba. Collecting data in this study were divided into primary and secondary data collection. The primary data collection was done by taking samples of water and phytoplankton on 23 stations around the Samosir Island, Lake Toba. Secondary data collection is done by collecting data from previous studies in the Lake Toba and monitoring data of water quality of Lake Toba in 2014 by BLHPP Samosir regency.
The results showed that the highest load nutrient in the waters around Samosir Island, Lake Toba was derived from floating net cages which causes the trophic states in eutrophic conditions with structure of phytoplankton communities was dominated by Anabaena (Cyanophyceae). The N:P ratio from high load nutrient in eutrophic waters not effect the structure of phytoplankton communities.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan
KETERKAITAN ANTARA STATUS KESUBURAN
DAN FITOPLANKTON
DI PERAIRAN SEKITAR PULAU SAMOSIR,
DANAU TOBA, SUMATERA UTARA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2016
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah yang berjudul Keterkaitan antara Status Kesuburan dan Fitoplakton di Perairan Sekitar Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatera Utara. Karya ilmiah ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan.
Pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor (IPB) yang telah menyediakan berbagai fasilitas sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.
2. Dr Ir Niken TM Pratiwi, MSi selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan banyak arahan dan masukan kepada Penulis selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.
3. Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc selaku anggota komisi pembimbing dan Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan yang telah memberikan banyak arahan dan masukan kepada Penulis selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.
4. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan karya ilmiah ini. 5. Seluruh keluarga atas doa dan dukungan yang telah diberikan.
6. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas beasiswa pendidikan yang telah diberikan selama dua tahun.
7. Pemerintah Provinsi Jawa Barat atas beasiswa pendidikan yang telah diberikan. 8. Badan Lingkungan Hidup, Penelitian, dan Pengembangan Kabupaten Samosir
atas bantuan yang diberikan selama penelitian di Danau Toba.
9. Seluruh staf program studi SDP dan staf laboratorium biologi mikro 1 MSP IPB atas bantuan yang diberikan selama penelitian.
10. Teman-teman SDP 2013 serta teman-teman lainnya atas dukungan yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2016
DAFTAR ISI
Perhitungan ortofosfat (PO4) 5
Rasio N:P 5
Perhitungan kelimpahan fitoplankton 5
Analisis Data 6
Penentuan beban masukan unsur hara 6
Analisis status kesuburan perairan 7
Karakteristik daerah tangkapan air (DTA) Danau Toba 9
Beban masukan P di Danau Toba 10
Kondisi kualitas air di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba 11 Fitoplankton di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba 12 Pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan fitoplankton dan
parameter fisika kimia perairan 13
Analisis komponen utama 14
Status kesuburan di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba 15
Pembahasan 15
KESIMPULAN 22
DAFTAR PUSTAKA 22
LAMPIRAN 27
DAFTAR TABEL
1 Parameter dan metode yang digunakan dalam analisis contoh air 4
2 Koefisien ekspor dari beberapa tata guna lahan 6
3 Luas tata guna lahan di Pulau Samosir 10
4 Beban masukan P yang berasal dari KJA, limbah domestik, dan tata
guna lahan di DTA Danau Toba 11
5 Peningkatan status kesuburan Danau Toba dari tahun 1929-2014 18 6 Peningkatan konsentrasi fosfat total di Danau Toba 19
DAFTAR GAMBAR
1 Bagan alir perumusan masalah 2
2 Stasiun pengambilan contoh di sekitar Pulau Samosir, Danau Toba 3 3 Konsentrasi amonium, nitrat, DIN, dan ortofosfat di perairan sekitar
Pulau Samosir 11
4 Komposisi kelimpahan dan struktur komunitas fitoplankton di
perairan sekitar Pulau Samosir 12
5 Kelimpahan total fitoplankton di perairan sekitar Pulau Samosir,
Danau Toba 13
6 Dendrogram hasil pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan
fitoplankton 14
7 Biplot rata-rata nilai parameter fisika, kimia, dan biologi 14 8 Status kesuburan di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba 15 9 Persebaran stasiun penelitian berdasarkan (A) status kesuburan
perairan, (B) ortofosfat, (C) nitrat, dan (D) fitoplankton di perairan
sekitar Pulau Samosir, Danau Toba 17
DAFTAR LAMPIRAN
1 Persebaran KJA di Danau Toba 28
2 Konsentrasi fosfat total dan ortofosfat di Waduk Cirata 28 3 Peta kondisi daerah tangkapan air (DTA) Danau Toba 29
4 Pola aliran air di Danau Toba 29
5 Batas wilayah administrasi DTA Danau Toba 30
6 Luas wilayah dan jumlah penduduk di setiap kabupaten yang di
dalamnya terdapat DTA Danau Toba 30
7 Konsentrasi DIN, ortofosfat dan rasio N:P di perairan sekitar Pulau
Samosir, Danau Toba 31
8 Kelimpahan total fitoplankton yang ditemukan di perairan sekitar
Pulau Samosir selama penelitian 32
9 Visualisasi beberapa jenis fitoplankton yang ditemukan selama
penelitian 33
10 Kisaran kualitas air berdasarkan 23 stasiun di perairan sekitar Pulau
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia. Danau Toba banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai macam aktivitas, antara lain sebagai tempat untuk budidaya ikan di keramba jaring apung (KJA), pariwisata, transportasi, pertanian, dan pemukiman penduduk. Aktivitas-aktivitas tersebut berpotensi memberi masukan baik berupa bahan organik maupun anorganik ke dalam perairan. Bahan organik yang masuk ke perairan akan mengalami proses penguraian yang menghasilkan unsur hara. Sumber utama masukan unsur hara di perairan adalah limpasan pupuk dari lahan pertanian, deposisi nitrogen dari atmosfer, penggunaan deterjen, erosi tanah, dan pembuangan limbah domestik dan industri (Alvarez-Vazquez et al. 2014).
Masukan bahan organik dan unsur hara tersebut dapat mempengaruhi kualitas air dan berpotensi menyebabkan terjadinya eutrofikasi. Eutrofikasi merupakan proses pengayaan air oleh unsur hara, terutama nitrogen dan fosfor yang dapat meningkatkan pertumbuhan fitoplankton dan menyebabkan terjadinya perubahan kualitas air yang tidak diinginkan, seperti penurunan oksigen terlarut dan kecerahan perairan, peningkatan bahan organik, dan sebagainya. Secara umum, proses eutrofikasi berlangsung secara bertahap, yaitu mulai dari oligotrofik, mesotrofik, hingga eutrofik. Proses eutrofikasi tersebut ditentukan oleh proses fotosintesis, produksi biomassa fitoplankon dan mineralisasi bahan organik menjadi unsur hara (Sager 2009).
Danau Toba telah mengalami eutrofikasi dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa indikasi terjadinya eutrofikasi di Danau Toba adalah peningkatan unsur hara fosfat (Wijopriono et al. 2010), perubahan status kesuburan perairan (Lukman 2011), pertumbuhan eceng gondok dan terjadinya kematian massal ikan di beberapa lokasi di Danau Toba. Beberapa penyebab terjadinya eutrofikasi di Danau Toba diduga berasal dari adanya aktivitas budidaya ikan di KJA, pencemaran limbah domestik (Lehmusluoto 2000) dan masalah pengelolaan daerah tangkapan air (DTA) (Saragih & Sunito 2001).
Salah satu dampak eutrofikasi adalah dapat mempengaruhi keberadaan fitoplankton di perairan. Fitoplankton akan memberikan respon terhadap perubahan kondisi perairan baik berupa perubahan pada kelimpahan, jumlah jenis, maupun struktur komunitas (Ferreira et al. 2011). Oleh karena itu, keberadaan fitoplankton dapat dijadikan indikator pada perairan yang telah mengalami eutrofikasi (Abel 1989). Fitoplankton dari kelas Desmidiaceae merupakan indikator pada perairan oligotrofik yang memiliki konsentrasi unsur hara rendah, sedangkan fitoplankton dari kelas Myxophyceae, ordo Clorococcales, Centric diatom, dan divisi Euglenophyta, merupakan indikator perairan eutrofik yang memiliki konsentrasi unsur hara tinggi (Nygaard 1949 in Rawson 1956).
Perumusan Masalah
2
buangan berupa bahan organik dan unsur hara. Bahan-bahan tersebut berpotensi masuk ke perairan dan meningkatkan unsur hara. Peningkatan unsur hara terutama nitrogen dan fosfor dapat mempengaruhi kesuburan perairan dan memacu pertumbuhan fitoplankton.
Ketersediaan unsur hara bukan merupakan satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi fitoplankton. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keberadaan fitoplankton adalah intensitas cahaya dan suhu. Tanpa keberadaan cahaya yang cukup di perairan, tingginya konsentrasi unsur hara tidak dapat meningkatkan produksi primer fitoplankton. Hal tersebut akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan fitoplankton.
Kelimpahan dan komposisi fitoplankton akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh dari kondisi perairan seperti perubahan konsentrasi unsur hara, intensitas cahaya yang cukup, dan pemangsaan oleh zooplankton. Komposisi fitoplankton ini dapat digunakan untuk menentukan status kesuburan perairan.
Peningkatan kesuburan perairan dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekologi di perairan. Oleh karena itu, diperlukan suatu kajian tentang pendugaan status kesuburan perairan dan hubungannya dengan struktur komunitas fitoplankton yang ditemukan di sekitar Pulau Samosir, Danau Toba. Selanjutnya dari penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai acuan dalam merencanakan pengelolaan sumberdaya perairan di Danau Toba. Pendekatan masalah dari penelitian ini secara sederhana disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Bagan alir perumusan masalah
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh beban masukan unsur hara terhadap status kesuburan perairan dan struktur komunitas fitoplankton di sekitar Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatera Utara.
3 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian berupa pengaruh beban masukan unsur hara terhadap status kesuburan perairan dan struktur komunitas fitoplankton dapat digunakan untuk mengetahui kondisi kualitas air dan sebagai acuan untuk rencana pengelolaan perairan di sekitar Pulau Samosir, Danau Toba yang berkelanjutan.
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Kegiatan penelitian meliputi pengamatan dan pengambilan contoh di lapangan serta analisis contoh di laboratorium. Pengambilan contoh langsung dilakukan satu kali pada tanggal 20-24 Oktober 2014. Stasiun pengambilan contoh untuk pengukuran kualitas air dan fitoplankton berjumlah 23 stasiun yang terletak di sekitar Pulau Samosir, Danau Toba (Gambar 2).
Stasiun pengambilan contoh ditentukan dengan mempertimbangkan kondisi perairan yang berkaitan dengan pemanfaatan perairan dan tata guna lahan di sekitar perairan yang berpotensi memberikan masukan unsur hara. Salah satu pemanfaatan perairan yang dilakukan di sekitar Pulau Samosir adalah kegiatan budidaya ikan di KJA. Persebaran KJA yang berada di Danau Toba disajikan pada Lampiran 1.
4
dilakukan oleh BLHPP Kabupaten Samosir di Laboratorium BLHPP Kabupaten Samosir, sedangkan analisis fitoplankton dilakukan di Laboratorium Biologi Mikro 1, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen MSP, FPIK, IPB.
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan selama penelitian adalah bahan dan alat untuk pengambilan contoh, analisis parameter kualitas air, dan pengamatan fitoplankton di laboratorium. Alat yang digunakan untuk pengambilan contoh air adalah kapal Patiur Tao Toba, Van Dorn water sampler, GPS, Secchi disk, plankton net, dan botol contoh. Alat dan bahan yang digunakan untuk pengamatan fitoplankton adalah mikroskop dan buku identifikasi fitoplankton.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu pengumpulan data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan mengambil contoh air dan fitoplankton secara langsung di 23 stasiun yang telah ditentukan (Gambar 2). Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data hasil penelitian sebelumnya di Danau Toba dan data monitoring kualitas air Danau Toba Wilayah Kabupaten Samosir tahun 2014 oleh BLHPP Kabupaten Samosir. Pengambilan dan analisis contoh
Pengambilan contoh air untuk analisis beberapa parameter kualitas air dilakukan dengan menggunakan Van Dorn water sampler pada kedalaman 1 m dan 5 m kemudian contoh air tersebut dikomposit. Pengambilan contoh fitoplankton dilakukan dengan cara menarik (hauling) plankton net dengan mesh size 28 µm secara vertikal dari kedalaman 5 m sampai permukaan perairan.
Contoh air dan fitoplankton yang diperoleh, kemudian dimasukkan ke dalam botol contoh dan diberikan penanganan. Penanganan untuk contoh air berupa pendinginan, sedangkan untuk fitoplankton berupa pengawetan dengan larutan Lugol 1% untuk keperluan analisis di laboratorium. Beberapa parameter kualitas air yang diukur pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Parameter dan metode yang digunakan dalam analisis contoh air Parameter Kualitas Air Unit Alat/Metode Acuan Fisika
1. Suhu oC pH meter SNI 06-2413-1991
2. Kekeruhan FTU Turbidimeter SNI 06-2413-1991
Kimia
3. pH - pH meter SNI 06-1140-1989
4. Amonium mg/L Spektrofotometri SNI 19-1655-1989 5. Nitrat mg/L Spektrofotometri SNI 06-2480-1991 6. Nitrit mg/L Spektrofotometri SNI 06-2484-1991 7. Fosfat Total mg/L Spektrofotometri SNI 06-2483-1991 Biologi
5 Parameter fisika kimia perairan yang diukur pada penelitian ini adalah suhu, kekeruhan, pH, amonium (NH4-N), nitrat (NO3-N), nitrit (NO2-N), dan fosfat total. Parameter kualitas air tersebut merupakan bagian dari parameter kualitas air yang diukur dalam monitoring kualitas air Danau Toba di Kabupaten Samosir (BLHPP 2014). Analisis semua parameter fisika kimia perairan tersebut mengacu pada SNI yang disajikan pada Tabel 1.
Perhitungan ortofosfat (PO4)
Perhitungan ortofosfat dilakukan karena pada penelitian ini tidak dilakukan pengukuran ortofosfat. Perhitungan konsentrasi ortofosfat dilakukan berdasarkan data fosfat total yang diperoleh dari hasil analisis. Perhitungan ortofosfat diperoleh melalui pendekatan hubungan antara ortofosfat dan fosfat total dari data yang diperoleh dari hasil penelitian Haryani (2013) di Waduk Cirata (Lampiran 2). Berdasarkan data tersebut, konsentrasi ortofosfat dibandingkan dengan konsentrasi fosfat total kemudian ditentukan persentasenya. Hasil persentase rata-rata yang diperoleh dari perbandingan antara ortofosfat dan fosfat total di Waduk Cirata menunjukkan bahwa ortofosfat adalah 47,77% dari fosfat total.
Rasio N:P
Rasio N:P merupakan konsep unsur hara pembatas (limiting nutrient) untuk menduga unsur hara yang membatasi pertumbuhan fitoplankton berdasarkan perbandingan unsur hara N dan P di perairan. Nilai N diperoleh dari penjumlahan konsentrasi nitrat, nitrit, dan amonium; sedangkan nilai P diperoleh dari konsentrasi ortofosfat. Jika rasio N:P < 7, maka unsur hara yang berpotensi menjadi faktor pembatas adalah N. Jika rasio N:P > 7, maka unsur hara yang berpotensi menjadi faktor pembatas adalah P. Jika rasio N:P = 7, maka unsur hara yang berpotensi menjadi faktor pembatas adalah N dan P atau faktor lainnya, seperti cahaya atau suhu (Ryding & Rast 1989).
Perhitungan kelimpahan fitoplankton
Kelimpahan fitoplankton diperoleh dengan metode strip pada alat Sedgewick Rafter Counting Cell (SRC) yang diamati dengan mikroskop cahaya model Olympus CH-2 dengan perbesaran 10x10. Identifikasi jenis fitoplankton mengacu pada buku identifikasi plankton Davis (1955), Prescott (1970), dan Mizuno (1979). Visualisasi dan dokumentasi morfologi setiap jenis fitoplankton dilakukan dengan menggunakan mikroskop trinokuler Zeiss Primo Star yang dilengkapi perangkat lunak AxioVision Rel 4.8. Kelimpahan fitoplankton dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Rice et al. 2012):
N = n ×V ×V AA
a × V
Keterangan :
6
Analisis Data
Data dianalisis secara deskriptif meliputi penentuan beban masukan unsur hara, analisis status kesuburan perairan, analisis struktur komunitas fitoplankton, analisis kluster, dan analisis komponen utama. Penentuan beban masukan unsur hara menggunakan bantuan perangkat lunak ArcGIS. Analisis status kesuburan dan struktur komunitas fitoplankton dihitung dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel. Analisis kluster dan komponen utama dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Minitab.
Penentuan beban masukan unsur hara
Beban masukan unsur hara yang ditentukan pada penelitian ini adalah beban masukan P yang berasal dari tata guna lahan di daerah tangkapan air (DTA), limbah domestik, dan KJA di Danau Toba. Beban masukan P dari KJA berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Beban masukan P dari limbah domestik berdasarkan jumlah penduduk yang berada di DTA. Beban masukan P dari tata guna lahan dihitung berdasarkan persamaan Jorgensen & Vollenweider (1988) sebagai berikut:
IP = A × EP
Keterangan:
IPt : beban masukan P dari tata guna lahan (mg/tahun) A : luas tata guna lahan (m2)
EP : koefisien ekspor P (mg/m2/tahun)
Beban masukan P dari tata guna lahan ditentukan dengan mengidentifikasi tata guna lahan di DTA Danau Toba dengan bantuan perangkat lunak ArcGIS. Luas tata guna lahan yang diidentifikasi berupa lahan pertanian, hutan, semak, dan pemukiman berdasarkan nilai koefisien ekspor masing-masing tata guna lahan. Luas masing-masing tata guna lahan tersebut kemudian dikalikan dengan koefisien ekspor untuk setiap tata guna lahan. Nilai koefisien ekspor P untuk setiap tata guna lahan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Koefisien ekspor dari beberapa tata guna lahan Tata Guna Lahan Koefisien Ekspor (g/m2/tahun)
Pertanian 0,05*
Hutan 0,01*
Semak 0,02**
* Rast & Lee (1983)
** Jorgensen & Vollenweider (1988)
Beban masukan P dari limbah domestik dihitung berdasarkan jumlah penduduk yang berada di wilayah DTA. Data jumlah penduduk yang digunakan di DTA Danau Toba adalah data tahun 2012 (BPS 2013a). Data jumlah penduduk kemudian dikalikan dengan nilai koefisien ekspor dari sumber antropogenik sebesar 0,3 gram/orang/hari (Rast & Lee 1983).
7 untuk setiap kecamatan yang berada di batas DTA kemudian dibagi berdasarkan proporsi luas wilayah yang termasuk ke dalam DTA Danau Toba (Oakley 2015).
Beban masukan P yang berasal dari KJA di Danau Toba diperoleh dari hasil penelitian Oakley (2015). Beban masukan P dari KJA di perairan sekitar Pulau Samosir dihitung berdasarkan proporsi jumlah KJA di sekitar Pulau Samosir yang dibandingkan dengan total KJA di seluruh Danau Toba. Jumlah KJA di sekitar Pulau Samosir adalah sebanyak 1 191 unit dengan persentase sekitar 10% dari total KJA di seluruh Danau Toba sebanyak 11 488 unit (Taskov & Timonina 2015).
Beban masukan P dari KJA, limbah domestik, dan KJA kemudian dibagi dengan volume air Danau Toba untuk memperkirakan beban masukan P per satuan volume. Begitu juga dengan beban masukan P di Haranggaol dan sekitar Pulau Samosir dibagi dengan volume perairan masing-masing. Volume air di Danau Toba diperoleh dari Lukman & Ridwansyah (2010). Volume perairan di Haranggaol dan sekitar Pulau Samosir ditentukan berdasarkan luas perairan yang masih terpengaruh kegiatan di daratan dan KJA.
Luas perairan di Haranggaol dan sekitar Pulau Samosir ditentukan dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS dan Google Earth Pro. Perairan Haranggaol memiliki luas perairan sekitar 3 km2, berdasarkan batas teluk Haranggaol (Oakley 2015). Luas perairan di sekitar Pulau Samosir diperkirakan sebesar 172 km2, berdasarkan perairan yang masih terpengaruh kegiatan di daratan dan KJA yang berjarak 1,5 km dari Pulau Samosir. Kedalaman rata-rata perairan di Haranggaol dan sekitar Pulau Samosir diperkirakan berdasarkan pengamatan visual pada peta batimetri (Lukman & Ridwansyah 2010). Kedalaman rata-rata di Haranggaol adalah sekitar 150 m, sedangkan di sekitar Pulau Samosir sekitar 100 m.
Analisis status kesuburan perairan
Status kesuburan perairan ditentukan dengan menggunakan indeks Nygaard (1949) in Rawson (1956). Perhitungan indeks Nygaard (In) didasarkan pada komposisi jumlah jenis fitoplankton. Fitoplankton akan merespon terhadap kondisi perairan, sehingga komposisi jenis fitoplankton dapat dijadikan indikator status kesuburan perairan. Komposisi jenis fitoplankton yang diamati dalam perhitungan indeks Nygaard adalah jumlah jenis dari kelas Myxophyceae, ordo Chlorococcales, ordo Centric diatom, divisi Euglenophyceae, dan kelas Desmidiaceae.
In =Jumlah jenis Myxophyceae + Chlorococcales + Centric diatom + EuglenophytaJumlah jenis Desmidiaceae
Jika nilai indeks Nygaard kurang dari 1 (In<1), maka status kesuburan perairan termasuk ke dalam perairan oligotrofik. Jika nilai indeks Nygaard berkisar antara 1-2,5, maka status kesuburan perairan termasuk mesotrofik atau eutrofik ringan. Jika nilai indeks Nygaard lebih dari 2,5 (In>2,5), maka status kesuburan perairan termasuk eutrofik.
Analisis struktur komunitas fitoplankton
8
Indeks keseragaman/Evenness (E) merupakan komposisi individu tiap jenis yang terdapat dalam suatu komunitas (Krebs 1989). Indeks keseragaman digunakan untuk mengetahui tingkat kesamaan penyebaran sejumlah individu setiap jenis pada tingkat komunitas. Indeks keseragaman dihitung dengan rumus sebagai berikut:
E =H′H′
a
Keterangan :
E : indeks keseragaman H’ : indeks keanekaragaman
H’maks : nilai keragaman maksimum (Ln S)
S : jumlah genus
Indeks keseragaman berkisar antara 0-1. Semakin kecil nilai E maka keseragaman akan semakin kecil yang berarti penyebaran jumlah individu setiap jenis tidak sama dan ada kecenderungan terjadi dominasi oleh jenis tertentu. Namun, jika nilai E semakin besar maka jumlah individu setiap jenis dapat dikatakan sama atau tidak ada jenis yang mendominasi (Krebs 1989).
Indeks dominansi ditentukan berdasarkan indeks dominansi Simpson (C). Indeks dominansi digunakan untuk mengetahui adanya dominansi jenis tertentu pada suatu populasi. Indeks dominansi berkisar antara 0-1. Jika nilai C mendekati 0 maka tidak ada jenis yang dominan, sedangkan jika C mendekati 1 maka terdapat jenis yang dominan. Indeks dominansi dihitung dengan rumus sebagai berikut:
C = ∑ [nN]
Analisis kluster dilakukan untuk mengelompokan stasiun pengambilan contoh. Pengelompokan stasiun pengambilan contoh ditentukan menggunakan indeks similaritas Bray-Curtis untuk pengelompokan berdasarkan parameter biologi (kelimpahan fitoplankton) (Brower et al. 1990). Berikut merupakan persamaan yang digunakan dalam indeks similaritas Bray-Curtis:
I = − [∑ |X − Y |=
9 Keterangan:
IBC : indeks similaritas Bray-Curtis
Xij : kelimpahan genus ke-i pada stasiun ke-j Yik : kelimpahan genus ke-i pada stasiun ke-k n : jumlah genus yang dibandingkan
Hasil pengelompokan berdasarkan indeks similaritas tersebut disajikan dalam bentuk dendrogram. Hasil pengelompokan ini digunakan untuk menggambarkan kesamaan antar stasiun berdasarkan kelimpahan fitoplankton dan parameter fisika kimia perairan. Nilai pengamatan yang mendekati 100% berarti memiliki tingkat kesamaan yang tinggi sedangkan nilai yang mendekati 0% berarti memiliki tingkat kesamaan yang rendah.
Analisis komponen utama
Analisis komponen utama adalah suatu teknik analisis statistik multivarian yang digunakan untuk merinci kemiripan matriks menjadi aksis yang saling tegak lurus (Ludwig & Reynold 1988). Analisis ini digunakan untuk menentukan karakter setiap kelompok berdasarkan parameter fisika, kimia dan biologi serta mengetahui hubungan kelimpahan fitoplankton dengan parameter kualitas air. Analisis ini dibagi menjadi beberapa kelompok stasiun sesuai dengan hasil pengelompokan menggunakan dendrogram. Data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data yang tidak homogen. Hasil analisis ini digambarkan dalam bentuk grafik biplot. Keragaman total data yang diperoleh dijelaskan oleh sumbu utama pada grafik yang ditunjukkan oleh persentase kumulatif akar ciri.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Karakteristik daerah tangkapan air (DTA) Danau Toba
Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia yang terletak di Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis, Danau Toba terletak antara 2-3o LU dan 98-99o BT pada ketinggian 905 m di atas permukaan laut. Danau Toba memiliki luas sebesar 1 124 km2, volume air 256,2 x 109 m3, kedalaman rata-rata 228 m, dan waktu tinggal air selama 81 tahun. Karakteristik morfometrik Danau Toba membentuk dua cekungan besar di utara dan selatan, yang dipisahkan oleh Pulau Samosir. Kedalaman maksimum Danau Toba berada di cekungan bagian utara sebesar 508 m, sedangkan kedalaman maksimum di cekungan selatan sebesar 420 m. Berdasarkan kedalaman relatif (Zr = 1,34%), Danau Toba merupakan perairan yang tidak stabil, meskipun diperkirakan hanya pada lapisan permukaan sedangkan pada kedalaman >100 m menunjukkan kestabilan (Lukman & Ridwansyah 2010).
10
dibandingkan dengan bagian utara. Selain itu, Sungai Asahan (outlet Danau Toba) berada di bagian selatan danau dengan debit rata-rata sekitar 100 m3/detik (Lampiran 4). Hal ini menyebabkan pola sirkulasi air di bagian selatan cenderung lebih dinamis (Lukman et al. 2012).
DTA Danau Toba memiliki luas sekitar 3 658 km2 (365 800 ha) (Moedjodo
et al. 2003). DTA Danau Toba didominasi oleh wilayah dengan kemiringan lereng yang landai dengan luas mencapai 30% dari seluruh luas DTA Danau Toba, kemudian wilayah dengan kemiringan lereng agak landai mencapai 20,5%, dan wilayah dengan kemiringan sangat curam yang hanya mencapai 4,5% (Lukman et al. 2012). DTA Danau Toba berada di wilayah yang termasuk ke dalam tujuh kabupaten, antara lain Karo, Toba Samosir, Simalungun, Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, Dairi, dan Samosir (Lampiran 5). Informasi umum tentang luas wilayah dan jumlah penduduk di setiap kabupaten disajikan pada Lampiran 6.
Jumlah penduduk yang ada di DTA Danau Toba adalah sebanyak 431 098 jiwa, sedangkan jumlah penduduk di Haranggaol adalah sebanyak 2 500 jiwa (Oakley 2015). Jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Samosir adalah sebanyak 121 594 jiwa. Sebagian besar jumlah penduduk tersebut berada di Pulau Samosir sebanyak 97 081 jiwa, sedangkan sisanya 24 513 jiwa berada di luar Pulau Samosir (BPS 2013b). Hal ini dikarenakan 6 dari 9 kecamatan di Kabupaten Samosir berada di Pulau Samosir, sedangkan sisanya berada di luar Pulau Samosir.
Luas tata guna lahan di Pulau Samosir adalah sebesar 649,29 km2. Komposisi tata guna lahan di Pulau Samosir didominasi oleh lahan pertanian dengan persentase sebesar 51,15%. Lahan pertanian banyak tersebar di bagian selatan Pulau Samosir. Selain itu, komposisi tata guna lahan lain di Pulau Samosir adalah hutan (27,22%), semak (11,88%), dan pemukiman (9,75%) (Tabel 3).
Tabel 3 Luas tata guna lahan di Pulau Samosir Tata Guna Lahan Luas lahan (km2)
Beban masukan P di Danau Toba
Sumber utama beban masukan P di Danau Toba berasal dari KJA, limbah domestik, dan tata guna lahan. Hasil perhitungan beban masukan P yang berasal dari ketiga sumber tersebut disajikan pada Tabel 4. Total beban masukan P yang masuk ke Danau Toba adalah sebesar 2,08 mg/m3/tahun. Secara umum, sumber beban masukan P tertinggi berasal dari kegiatan KJA, sedangkan yang terendah berasal dari tata guna lahan. Beban masukan P dari KJA di Danau Toba sebesar 1,14 mg/m3/tahun, sedangkan yang berasal dari tata guna lahan hanya sebesar 0,43 mg/m3/tahun.
11 dengan Danau Toba secara umum. Beban masukan P di perairan Haranggaol merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan perairan yang lainnya. Beban masukan P di perairan Haranggaol dan Danau Toba masing-masing sebesar 7,70 mg/m3/tahun dan 2,08 mg/m3/tahun.
Tabel 4 Beban masukan P yang berasal dari KJA, limbah domestik, dan tata guna lahan di DTA Danau Toba
Sumber Beban Masukan P Danau Toba
Perairan Haranggaol
Perairan Sekitar Pulau Samosir
KJA (mg/m3/tahun) 1,14 4,76 1,70
Limbah Domestik (mg/m3/tahun) 0,50 1,67 1,69 Tata Guna Lahan (mg/m3/tahun) 0,43 1,28 1,16
Total (mg/m3/tahun) 2,08 7,70 4,55
Kondisi kualitas air di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu air selama penelitian berkisar antara 24,00-24,88 oC, kekeruhan air berkisar antara 0,61-1,50 FTU, dan pH air cenderung basa, berkisar antara 7,59-8,18. Rata-rata konsentrasi amonium, nitrit, dan DIN (nitrogen anorganik terlarut) di perairan sekitar Pulau Samosir disajikan pada Gambar 3. Konsentrasi amonium selama penelitian berkisar antara 0,01-0,40 mg/L dengan rata-rata sebesar 0,10 mg/L. Konsentrasi nitrat berkisar antara 0,10-4,10 mg/L dengan rata-rata sebesar 1,66 mg/L. Konsentrasi nitrit pada penelitian ini tidak terdeteksi karena bernilai < 0,01 mg/L. Konsentrasi DIN berkisar antara 0,12-1,53 mg/L dengan rata-rata sebesar 0,74 mg/L. Konsentrasi ortofosfat dan fosfat total masing-masing berkisar antara 0,06-0,73 mg/L dan 0,12-1,53 mg/L.
Gambar 3 Konsentrasi amonium, nitrat, DIN, dan ortofosfat di perairan sekitar Pulau Samosir
12
nilai P diperoleh dari konsentrasi ortofosfat. Rasio N:P yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 0,82-31,91 dengan nilai rata-rata sebesar 7,39 (Lampiran 7). Berdasarkan nilai rata-rata rasio N:P tersebut, unsur hara yang berpotensi menjadi faktor pembatas di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba adalah P (Ryding & Rast 1989).
Fitoplankton di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba
Kelimpahan fitoplankton yang ditemukan di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba selama penelitian berkisar antara 216-68 319 716 sel/m3. Komposisi fitoplankton yang ditemukan terdiri dari 35 genus yang berasal dari empat kelas, yaitu Chlorophyceae (14 genus), Cyanophyceae (4 genus), Bacillariophyceae (16 genus), dan Dinophyceae (1 genus) (Lampiran 8). Berdasarkan jumlah jenisnya, maka Bacillariophyceae merupakan fitoplankton yang banyak ditemukan dengan jumlah jenis 16 genus. Berdasarkan kelimpahannya, Cyanophyceae merupakan fitoplankton yang dominan walaupun memiliki jumlah jenis yang sedikit. Gambar 4 menunjukkan komposisi kelimpahan fitoplankton selama penelitian.
Gambar 4 Komposisi kelimpahan dan struktur komunitas fitoplankton di perairan sekitar Pulau Samosir
Struktur komunitas fitoplankton ditentukan dengan menggunakan beberapa indeks biologi seperti indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi. Indeks keanekaragaman fitoplankton selama penelitian berkisar antara 1,08-1,86 yang menunjukkan bahwa keanekaragaman fitoplankton yang rendah di sekitar Pulau Samosir. Berdasarkan Gambar 4, indeks keanekaragaman tertinggi terdapat di Stasiun 17, sedangkan indeks keanekaragaman terendah terdapat di Stasiun 22.
Indeks keseragaman dan dominansi selama penelitian masing-masing berkisar antara 0,34-0,62 dan 0,19-0,52 yang menunjukkan bahwa komposisi jenis fitoplankton rendah hingga merata dan menunjukkan adanya dominasi jenis-jenis
fitoplankton tertentu. Indeks keseragaman tertinggi terdapat di Stasiun 17 yang
13 4, 6, 7, dan 22 menunjukkan indeks dominansi yang lebih tinggi dibandingkan indeks keseragaman (Gambar 4).
Jenis fitoplankton yang memiliki kelimpahan sangat tinggi dan ditemukan di semua stasiun adalah Anabaena (Cyanophyceae) dengan kelimpahan total sebesar 68 319 716 sel/m3 (42,53%). Jenis fitoplankton lain yang memiliki kelimpahan tinggi adalah Gloeotila dan Sphaerocystis (Chlorophyceae) dengan kelimpahan total masing-masing sebesar 34 534 869 sel/m3 (21,50%) dan 31 917 017 sel/m3 (19,87%). Selain itu, beberapa jenis fitoplankton yang ditemukan di semua stasiun adalah Botryococcus, Gloeocystis, Anabaenopsis dan Melosira. Visualisasi beberapa jenis fitoplankton yang ditemukan pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 9.
Kelimpahan total fitoplankton di setiap stasiun selama penelitian berkisar antara 1 042 534-19 047 213 sel/m3 (Gambar 5). Kelimpahan total fitoplankton tertinggi terdapat pada Stasiun 17, sedangkan kelimpahan total terendah terdapat pada Stasiun 6. Salah satu penyebab tingginya kelimpahan fitoplankton di Stasiun 17 adalah konsentrasi unsur hara yang tinggi yang berasal dari aktivitas KJA yang berada di sekitar Stasiun 17.
Gambar 5 Kelimpahan total fitoplankton di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba
Pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan fitoplankton dan parameter fisika kimia perairan
Pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan fitoplankton dengan taraf kesamaan 85% menunjukkan bahwa 23 stasiun pengamatan terbagi menjadi tiga kelompok (Gambar 6). Kelompok I terdiri dari stasiun 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 22, dan 23. Kelompok II terdiri dari stasiun 15, 16, 19, 20, dan 21; sedangkan Kelompok III terdiri dari stasiun 17 dan 18.
Perbedaan karakteristik antara tiga kelompok tersebut terdapat pada jenis fitoplankton yang melimpah pada kelompok masing-masing. Jenis fitoplankton yang melimpah pada Kelompok I adalah Anabaena. Jenis fitoplankton yang melimpah pada Kelompok II adalah Gloeotila. Jenis fitoplankton yang melimpah pada Kelompok III adalah Sphaerocystis.
14
Gambar 6 Dendrogram hasil pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan fitoplankton
Analisis komponen utama
Analisis komponen utama yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan data parameter fisika kimia perairan seperti pH, kekeruhan, amonium, nitrat, ortofosfat dan beberapa kelas fitoplankton yang ditemukan selama penelitian. Biplot hasil analisis komponen utama disajikan pada Gambar 7. Hasil analisis ini menunjukkan hubungan antara beberapa parameter kualitas air dan fitoplankton. Hasil analisis komponen utama menunjukkan bahwa Kelompok I dicirikan oleh nitrat, ortofosfat dan Cyanophyceae. Kelompok II dicirikan oleh kekeruhan dan pH; dan Kelompok III dicirikan oleh amonium, Chlorophyceae, dan Dinophyceae.
15 Status kesuburan di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba
Status kesuburan perairan ditentukan menggunakan indeks Nygaard. Perhitungan indeks Nygaard berdasarkan komposisi jumlah jenis fitoplankton yang ditemukan selama penelitian. Hasil indeks Nygaard pada penelitian ini berkisar antara 3,5-5,5 yang menunjukkan bahwa status kesuburan perairan di sekitar Pulau Samosir, Danau Toba termasuk ke dalam perairan eutrofik (Gambar 8).
Gambar 8 Status kesuburan di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba
Pembahasan
Danau Toba merupakan salah satu danau terbesar di Indonesia. Danau Toba memiliki luas perairan sebesar 1 124 km2 atau 112 400 ha (Lukman & Ridwansyah 2010). Luas perairan Danau Toba ini lebih besar dibandingkan dengan danau-danau lainnya yang ada di Indonesia, antara lain Danau Lindu dengan luas 3 468 ha dan Danau Maninjau dengan luas 9 737,5 ha (Machbub 2010). Danau Toba memiliki luas daerah tangkapan air (DTA) sebesar 3 658 km2 atau 365 800 ha (Moedjodo et al. 2003). Luas DTA Danau Toba ini jauh lebih besar dibandingkan dengan luas DTA Danau Lindu sebesar 54 955,31 ha (Lukman & Ridwansyah 2003).
Danau Toba merupakan salah satu danau prioritas di Indonesia pada tahun 2010-2014 yang termasuk ke dalam program pengelolaan danau berkelanjutan. Hal ini dikarenakan status kesuburan Danau Toba telah mencapai eutrofik dan kondisi daerah tangkapan air Danau Toba yang terancam rusak (Yuwono 2012). Eutrofikasi merupakan proses peningkatan status kesuburan perairan dari oligotrofik hingga eutrofik yang disebabkan oleh peningkatan unsur hara, terutama nitrogen (N) dan fosfor (P). Peningkatan aktivitas manusia di sekitar perairan akan menyebabkan peningkatan beban masukan unsur hara ke dalam perairan.
Total beban masukan P di Danau Toba adalah sebesar 2,08 mg/m3/tahun. Sumber utama masukan P di Danau Toba berasal dari kegiatan budidaya ikan di KJA. Beban masukan P yang berasal dari KJA di Danau Toba memiliki nilai sebesar 1,14 mg/m3/tahun. KJA merupakan sumber beban masukan P tertinggi dibandingkan dengan sumber beban masukan P lainnya di Danau Toba yang berasal dari limbah domestik dan tata guna lahan. Tingginya beban masukan P dari KJA di
16
Danau Toba disebabkan oleh jumlah KJA yang banyak tersebar di sekeliling Danau Toba (Lampiran 1).
KJA merupakan salah satu kegiatan yang berkembang di Danau Toba. Pada tahun 2007, kegiatan KJA terdapat hampir di sekeliling Danau Toba, dengan jumlah 5 230 unit KJA dimana 5 158 unit milik masyarakat dan 72 unit milik Perusahaan Modal Asing (PMA) (Sitompul et al. 2007 in Lukman et al. 2012). Pada tahun 2010, produksi total ikan dari KJA di Danau Toba tercatat mencapai 47 478 ton dan sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Samosir (Lukman et al. 2012). Semakin banyak KJA maka masukan P yang berasal dari sisa pakan yang terbuang dan hasil ekskresi organisme akuatik akan semakin banyak. Nastiti et al. (2001) menyatakan bahwa masukan P yang utama berasal dari sisa pakan yang terbuang dan kotoran ikan di KJA dengan persentase mencapai 91,3-99,9%.
Selain beban masukan dari KJA, sumber beban masukan P yang tinggi di Danau Toba berasal dari limbah domestik dengan nilai sebesar 0,50 mg/m3/tahun. Beban masukan dari limbah domestik tersebut masih lebih besar jika dibandingkan dengan beban masukan dari limbah domestik di Danau Maninjau dengan beban sebesar 0,23 mg/m3/tahun (Machbub 2010). Tingginya beban masukan P yang berasal dari limbah domestik di Danau Toba dapat disebabkan oleh banyaknya jumlah penduduk yang tinggal di sekitar perairan tersebut. Limbah domestik merupakan salah satu kegiatan yang dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan konsentrasi unsur hara di perairan. Populasi penduduk yang tinggi akan meningkatkan beban masukan unsur hara di perairan (Ferreira et al. 2011).
Total beban masukan P tertinggi terdapat di perairan Haranggaol. Beban masukan P yang tinggi di perairan Haranggaol disebabkan oleh padatnya kegiatan KJA di perairan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari beban masukan P yang berasal dari KJA di perairan Haranggaol yang memiliki nilai tertinggi, yaitu sebesar 4,76 mg/m3/tahun. Sama seperti di perairan Haranggaol, beban masukan P tertinggi di sekitar Pulau Samosir berasal dari KJA. Tingginya beban masukan dari KJA tersebut disebabkan oleh banyaknya KJA yang tersebar di perairan sekitar Pulau Samosir.
Beban masukan P dari limbah domestik di Pulau Samosir memiliki nilai yang hampir sama dengan beban masukan P dari KJA. Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya pemukiman penduduk yang terdapat di Pulau Samosir. Kepadatan penduduk tertinggi di Pulau Samosir terdapat di Kecamatan Pangururan yang merupakan ibukota dari Kabupaten Samosir. Selain itu, Pulau Samosir yang merupakan pusat kegiatan pariwisata di Danau Toba, banyak terdapat hotel terutama di Kecamatan Simanindo yang berada di bagian Timur Pulau Samosir. Banyaknya pemukiman penduduk dan hotel yang terdapat di sekitar perairan Pulau Samosir akan memberikan masukan P yang tinggi ke dalam perairan.
17
Gambar 9 Persebaran stasiun penelitian berdasarkan (A) status kesuburan perairan, (B) ortofosfat, (C) nitrat, dan (D) fitoplankton di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba
18
pencemaran limbah domestik (Lehmusluoto 2000), dan masalah pengelolaan daerah tangkapan air (DTA) (Saragih & Sunito 2001). Status kesuburan di perairan sekitar Pulau Samosir menunjukkan persebaran yang sama di semua stasiun, yaitu berada pada tingkat eutrofik (Gambar 9). Status kesuburan eutrofik merupakan gambaran dari dampak kegiatan manusia pada suatu danau (Kagalou et al. 2008).
Status kesuburan Danau Toba mengalami peningkatan mulai dari tahun 1929 hingga 2014. Pada tahun 1929, Danau Toba masih termasuk ke dalam perairan dengan tingkat kesuburan oligotrofik, kemudian pada tahun 2005-2009 status kesuburan perairan berubah menjadi mesotrofik (eutrofik ringan). Selanjutnya proses eutrofikasi di Danau Toba terus meningkat hingga pada tahun 2014 Danau Toba sudah termasuk ke dalam perairan yang subur (eutrofik) (Tabel 5).
Tabel 5 Peningkatan status kesuburan Danau Toba dari tahun 1929-2014
Tahun Status Kesuburan Referensi
1929 Oligotrofik Ruttner 1930 in Lukman 2011
2005 Mesotrofik Purnomo et al. 2005 in Lukman 2011 2009 Mesotrofik Nomosatryo & Lukman 2011
2014 Eutrofik Penelitian ini
Status kesuburan Danau Toba telah mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya aktivitas manusia yang berada di sekitar Danau Toba. Peningkatan aktivitas manusia seperti budidaya ikan di KJA akan meningkatkan beban masukan unsur hara ke dalam perairan. Adanya kegiatan perikanan berupa KJA berpengaruh terhadap peningkatan kesuburan perairan (Wiryanto et al. 2012). Hal ini juga terjadi di perairan lain seperti Waduk Jatiluhur, Waduk Cirata, dan Danau Maninjau bahwa kegiatan KJA akan meningkatkan unsur hara dan menyebabkan eutrofikasi (Nastiti
et al. 2001, Machbub 2010). Peningkatan status kesuburan perairan juga terjadi di Waduk Barra Bonita, Brazil yang disebabkan oleh beban masukan unsur hara yang tinggi (Matsumura-Tundisi & Tundisi 2005).
Eutrofikasi yang terjadi di Danau Toba menyebabkan konsentrasi unsur hara yang tinggi di perairan. Hal ini dapat dilihat dari konsentrasi nitrat dan fosfat total yang sangat tinggi dan telah menunjukkan tingkat kesuburan eutrofik. Unsur hara terutama N dan P merupakan faktor utama yang mempengaruhi eutrofikasi di danau (Zhao et al. 2015). Persebaran unsur hara yang tinggi tersebut berhubungan dengan kegiatan pemanfaatan perairan yang tinggi seperti kegiatan KJA yang banyak terdapat di perairan.
Adanya KJA akan menghasilkan unsur hara yang berasal dari sisa pakan yang tidak terbuang dan kotoran ikan yang dipelihara di KJA. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi konsentrasi unsur hara di perairan adalah masukan unsur hara dari daerah tangkapan air dan sedimen danau (Levine & Schindler 1992), pemakaian pupuk di lahan pertanian, penggunaan deterjen yang mengandung fosfat, erosi tanah, pembuangan limbah industri (Alvarez-Vazquez et al. 2014), dan siklus unsur hara di danau (Schindler et al. 1993).
19 Tabel 6 Peningkatan konsentrasi fosfat total di Danau Toba
Tahun Fosfat Total Referensi
1991 0,240 mg/L Schmittou 1991 in Wijopriono et al. 2010 2005 0,550 mg/L Wijopriono et al. 2010
2014 0,740 mg/L Penelitian ini
Peningkatan konsentrasi fosfat total merupakan indikator bahwa Danau Toba telah mengalami eutrofikasi (Walker et al. 2007). Eutrofikasi merupakan proses pengayaan air yang dapat menyebabkan perubahan kualitas air yang tidak diinginkan seperti peningkatan bahan organik, peningkatan unsur hara, penurunan oksigen terlarut, dan sebagainya (Alvarez-Vazquez et al. 2014). Beberapa parameter kualitas air di sekitar Pulau Samosir, Danau Toba pada penelitian ini masih tergolong baik berdasarkan PP RI No. 82 Tahun 2001 kelas III (Lampiran 10). Kekeruhan dan pH air pada penelitian ini sama seperti pada penelitian sebelumnya di Danau Toba dimana Danau Toba memiliki kekeruhan air yang rendah dan pH air cenderung basa (Lukman et al. 2012).
Walaupun beberapa parameter kualitas air di Danau Toba masih cukup baik, konsentrasi nitrat rata-rata pada penelitian ini menunjukkan nilai yang tinggi sebesar 1,66 mg/L. Konsentrasi nitrat > 0,2 mg/L menunjukkan bahwa perairan di sekitar Pulau Samosir termasuk ke dalam perairan eutrofik (Goldman & Horne 1983). Nitrat merupakan bentuk utama nitrogen di perairan, bersifat stabil dan sangat mudah larut dalam air. Nitrat banyak terdapat pada perairan yang tercemar limbah organik. Konsentrasi nitrat antara 1-2 mg/L mengindikasikan adanya pencemaran pupuk dari kegiatan pertanian (Weiner 2008).
Konsentrasi nitrit rata-rata masih berada di bawah nilai baku mutu perairan (< 0,06 mg/L). Konsentrasi nitrit yang rendah disebabkan oleh sifat nitrit yang tidak stabil dan merupakan bentuk sementara pada proses nitrifikasi amonia, sehingga sebagian nitrit telah teroksidasi menjadi nitrat. Konsentrasi nitrit di perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah hasil reduksi nitrat oleh bakteri yang terjadi di perairan pada kondisi anaerob. Nitrit dapat bersifat toksik bagi organisme akuatik jika konsentrasinya melebihi 0,05 mg/L. Toksisitas nitrit dipengaruhi oleh suhu perairan, jenis dan stadia organisme akuatik, dan bahan toksik lainnya baik yang bersifat sinergis maupun antagonis (Boyd 1990).
Konsentrasi rata-rata amonium di Danau Toba adalah sebesar 0,11 mg/L. Keberadaan amonium di perairan merupakan hasil dari proses dekomposisi bahan organik, ekskresi organisme akuatik, reduksi nitrit oleh bakteri, dan kegiatan pemupukan (Boyd 1982). Lahan pertanian merupakan salah satu sumber unsur hara yang masuk ke dalam perairan. Salah satu kegiatan pertanian seperti pemupukan akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan konsentrasi nitrogen di perairan dan dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi perairan.
Penggunaan pupuk pada kegiatan pertanian di sekitar danau dapat meningkatkan konsentrasi nitrogen (amonia dan nitrat) di perairan (Kattner et al. 2000). Sisa pupuk yang digunakan pada kegiatan pertanian dapat masuk ke dalam perairan melalui aliran air permukaan dan hujan. Oleh karena itu, semakin luas lahan pertanian maka pasokan unsur hara yang masuk ke dalam perairan akan semakin besar.
20
fitoplankton dan tumbuhan air. Adanya kegiatan manusia di sekitar perairan seperti budidaya ikan di KJA, pertanian, dan pemukiman akan menghasilkan bahan buangan baik berupa bahan organik maupun bahan anorganik. Bahan organik di perairan akan mengalami penguraian menjadi bahan anorganik atau unsur hara sehingga konsentrasi unsur hara di perairan akan mengalami peningkatan.
Unsur N dan P merupakan unsur hara yang paling potensial dalam membatasi pertumbuhan fitoplankton. Produksi fitoplankton mempunyai keterkaitan yang erat dengan ketersediaan unsur hara N dan P di perairan. Selain konsentrasi N dan P, rasio N:P mempengaruhi keberadaan fitoplankton di perairan. Di perairan tergenang seperti danau, umumnya P adalah faktor pembatas (Schindler 1977), sedangkan N kadang-kadang menjadi faktor pembatas. Unsur hara yang menjadi pembatas merupakan unsur hara yang akan menghambat pertumbuhan fitoplankton jika ketersediaan unsur hara tersebut terbatas. Unsur hara yang menjadi faktor pembatas dalam pertumbuhan fitoplankton dapat bervariasi baik secara temporal maupun spasial bergantung pada masukan N dan P ke dalam perairan.
Berdasarkan rasio N:P secara keseluruhan, unsur hara yang menjadi faktor pembatas pada penelitian ini adalah P. Hal ini berarti pertumbuhan fitoplankton akan terhambat dengan terbatasnya unsur P di perairan. Pada umumnya, jika unsur hara P menjadi faktor pembatas maka fitoplankton yang dominan berasal dari kelas Chlorophyceae. Namun, hasil yang diperoleh pada penelitian ini tidak sesuai dengan teori tersebut karena fitoplankton yang dominan berasal dari kelas Cyanophyceae yang umumnya mendominasi pada saat N menjadi faktor pembatas. Hal tersebut menunjukkan bahwa rasio N:P tidak berpengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton. Hal tersebut dapat disebabkan oleh konsentrasi unsur hara yang sudah terlalu tinggi dan menunjukkan perairan yang eutrofik. Ryding & Rast (1989) menyatakan bahwa konsep rasio unsur hara pembatas tidak cukup berguna pada kondisi perairan yang menerima masukan unsur hara yang tinggi.
Komposisi fitoplankton yang ditemukan selama penelitian di perairan sekitar Pulau Samosir terdiri dari empat kelas, yaitu Cyanophyceae, Chlorophyceae, Bacillariophyceae, dan Dinophyceae. Cyanophyceae merupakan kelas fitoplankton yang dominan berdasarkan kelimpahannya. Cyanophyceae memiliki kelimpahan yang sangat tinggi walaupun jumlah jenis yang ditemukannya hanya sedikit. Henderson-Seller & Markland (1987) menyatakan bahwa komunitas fitoplankton yang paling sering ditemukan dan cenderung mendominasi di perairan tergenang (seperti danau dan waduk) adalah Cyanophyceae dan Chlorophyceae.
Dominasi fitoplankton yang melimpah dari kelas Cyanophyceae disebabkan oleh adanya pengaruh dari kondisi perairan yang eutrofik dengan konsentrasi unsur hara yang tinggi. Cyanophyceae banyak dijumpai pada kondisi perairan dengan konsentrasi fosfat total yang tinggi (Sulastri 2011). Hal ini sesuai dengan hasil analisis komponen utama yang menunjukkan bahwa fitoplankton dari kelas Cyanophyceae dipengaruhi oleh konsentrasi ortofosfat dan nitrat. Hasil penelitian lain juga menyebutkan bahwa keberadaan Cyanophyceae dipengaruhi oleh konsentrasi ortofosfat dimana jenis fitoplankton dari kelas ini sangat melimpah pada konsentrasi ortofosfat yang tinggi (Lu et al. 2011, Jiang et al. 2014).
Jenis fitoplankton di Danau Toba yang memiliki kelimpahan sangat tinggi dan ditemukan di semua stasiun adalah Anabaena (Cyanophyceae). Munculnya
21 menjadi penciri pada perairan eutrofik. Beberapa jenis fitoplankton yang umumnya sangat melimpah pada perairan eutrofik adalah Anabaena, Microcystis,
Chroococcus, dan jenis filamentous seperti Aphanizomenon (Abrantes et al. 2006, Elliott & May 2008, Jiang et al. 2014). Anabaena dan Microcystis merupakan jenis fitoplankton yang beracun dan penyebab masalah yang terkait dengan hipoksia serta perubahan struktur komunitas biologis (Carmichael 2001, Chen et al. 2008).
Anabaena dan Microcystis umumnya berada pada perairan dengan konsentrasi bahan organik dan unsur hara yang tinggi (Lu et al. 2011).
Jenis-jenis fitoplankton lain yang memiliki kelimpahan tinggi di Danau Toba adalah Gloeotila, Sphaerocystis, Botryococcus, Gloeocystis, Anabaenopsis, dan
Melosira. Sama seperti Anabaena, jenis-jenis fitoplankton tersebut merupakan jenis fitoplankton yang mencirikan perairan eutrofik. Secara umum, jenis fitoplankton dari kelas Myxophyceae, ordo Clorococcales, dan diatom centrales merupakan indikator pada perairan eutrofik yang memiliki konsentrasi unsur hara tinggi (Nygaard 1949 in Rawson 1956).
Beberapa jenis fitoplankton yang memiliki kelimpahan tinggi pada penelitian ini berbeda dengan jenis fitoplankton yang ditemukan pada penelitian sebelumnya di Danau Toba. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa jenis fitoplankton yang melimpah adalah Staurastrum dan Fragilaria (Barus et al. 2008). Perbedaan jenis fitoplankton yang melimpah ini dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi kualitas air terutama konsentrasi unsur hara. Pada penelitian ini, konsentrasi unsur hara terutama nitrat dan ortofosfat, memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Barus et al. (2008).
Perbedaan beberapa jenis fitoplankton yang melimpah menunjukkan bahwa keberadaan fitoplankton di perairan selalu berubah-ubah mengikuti kondisi lingkungannya. Keberadaan fitoplankton dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya bahan organik (May et al. 2003), konsentrasi unsur hara, kondisi cahaya, suhu, pH, serta pemangsaan oleh zooplankton dan ikan planktivor (Lau & Lane 2002, Yu 2010 in Jiang et al. 2014). Perkembangan komunitas fitoplankton di setiap perairan bersifat dinamis. Suatu jenis fitoplankton bisa lebih dominan dibandingkan dengan jenis lainnya pada selang waktu yang relatif singkat. Jenis fitoplankton yang dominan pada suatu waktu tertentu bisa menjadi jenis yang langka pada waktu berikutnya dan dapat digantikan oleh jenis lainnya yang lebih dominan (Davis 1955).
Indeks keanekaragaman yang diperoleh menunjukkan bahwa fitoplankton di
Danau Toba memiliki keanekaragaman yang rendah dan komunitas fitoplankton yang tidak stabil. Nilai indeks keanekaragaman tersebut hampir sama dengan yang terdapat di Danau Sentani sebesar 0,8-2,3 (Astuti & Satria 2009) dan lebih rendah dibandingkan dengan nilai indeks keanekaragaman pada penelitian sebelumnya di
Danau Toba (Yazwar 2008). Indeks keseragaman yang diperoleh menunjukkan
penyebaran jumlah individu setiap jenis di dalam suatu komunitas fitoplankton rendah hingga merata. Indeks keseragaman tersebut lebih rendah dibandingkan dengan penelitian sebelumnya di Danau Toba yang menunjukkan nilai yang tinggi (0,95-0,99) (Yazwar 2008).
22
dan keseragaman menunjukkan nilai yang tinggi; sedangkan pada saat kelimpahan Cyanophyceae lebih rendah dibandingkan Chlorophyceae seperti di Stasiun 22, indeks keanekaragaman dan keseragaman menunjukkan nilai yang rendah.
Baik indeks keanekaragaman maupun keseragaman pada penelitian ini mengalami penurunan dibandingkan dengan penelitian sebelumnya di Danau Toba. Penurunan indeks keanekaragaman dan keseragaman tersebut menunjukkan bahwa
telah terjadi penurunan kualitas air di Danau Toba. Nilai indeks keanekaragaman
fitoplankton yang rendah dapat disebabkan oleh kondisi kualitas air yang tidak baik, sehingga hanya jenis-jenis fitoplankton yang toleran terhadap pencemaran yang dapat hidup di perairan tersebut (Soedibjo 2006).
Kelimpahan fitoplankton pada penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan di setiap stasiun. Kelimpahan fitoplankton tertinggi terdapat di stasiun yang terletak dekat dengan KJA. Hal ini berhubungan dengan konsentrasi unsur hara terutama amonium yang tinggi di stasiun tersebut. Pada umumnya nitrogen yang diabsorpsi oleh fitoplankton dalam bentuk nitrat dan amonium. Namun, pada penelitian ini di perairan sekitar Pulau Samosir diduga fitoplankton lebih menyukai amonium yang keberadaannya selalu tersedia di perairan tersebut. Welch (1980) menyatakan bahwa fitoplankton lebih banyak menyerap amonium dibandingkan dengan nitrat karena ketersediaan amonium lebih banyak di perairan.
KESIMPULAN
Beban masukan unsur hara tertinggi di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba berasal dari keramba jaring apung (KJA) yang menyebabkan status kesuburan perairan dalam kondisi eutrofik dengan struktur komunitas fitoplankton didominasi oleh Anabaena (Cyanophyceae). Rasio N:P dari beban masukan unsur hara yang tinggi di perairan eutrofik tersebut tidak berpengaruh terhadap struktur komunitas fitoplankton.
DAFTAR PUSTAKA
Abel PD. 1989. Water Pollution Biology. London: Ellis Horwood Limited.
Abrantes N, Antunes SC, Pereira MJ, Goncalves F. 2006. Seasonal succession of cladocerans and phytoplankton and their interactions in a shallow eutrophic lake (Lake Vela, Portugal). Acta Oecologica. 29: 54-64.
Alvarez-Vazquez LJ, Fernandez FJ, Martinez A. 2014. Optimal control of eutrophication processes in a moving domain. Journal of The Franklin Institute. 351: 4142-4182.
Astuti LP, Satria H. 2009. Kelimpahan dan komposisi fitoplankton di Danau Sentani, Papua. Limnotek. 16(2): 88-98.
Barus TA, Sinaga SS, Tarigan R. 2008. Produktivitas primer fitoplankton dan hubungannya dengan faktor fisik-kimia air di perairan Parapat, Danau Toba.
23 [BLHPP] Badan Lingkungan Hidup, Penelitian, dan Pengembangan Kabupaten Samosir. 2014. Laporan tahunan kegiatan pemantauan kualitas air Danau Toba wilayah Kabupaten Samosir tahun anggaran 2014.
Boyd CE. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. New York: Elsevier Science Publishers Company Inc. 318 p.
Boyd CE. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama Agriculture Experiment Station, Auburn University. Birmingham Publishing Co. Alabama. 482 p.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013a. Sumatera Utara Dalam Angka. Medan (ID): Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 652 p.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013b. Samosir Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir. 492 p.
Brower JE, JH Zar, CN Von Ende. 1990. Field and Laboratory Methods for General Ecology. 3rd ed. Wm.C. Brown Co. Publisher. Dubuque lowa. Carmichael WW. 2001. Health effects of toxin-producing cyanobacteria: “The
CyanoHABs”. Human and Ecological Risk Assessment. 7(5): 1393-1407.
Chen W, Song LR, Peng L, Wan N, Zhang XM, Gan NQ. 2008. Reduction in microcystin concentrations in large and shallow lakes: water and sediment-interface contributions. Water Research. 42: 763-773.
Davis CC. 1955 The Marine and Freshwater Plankton. Michigan (US): Michigan State University Press.
Elliott JA, May L. 2008. The sensitivity of phytoplankton in Loch Leven (U.K.) to changes in nutrient load and water temperature. FreshwaterBiology. 53: 32-41.
Ferreira JG, Andersen JH, Borja A, Bricker SB, Camp J, Cardoso da Silva M, Garces E, Heiskanen AS, Humborg C, Ignatiades L, Lancelot C, Menesguen A, Tett P, Hoepffner N, Claussen U. 2011. Overview of eutrophication indicators to assess environmental status within the European Marine Strategy Framework Directive. Estuarine, Coastal and Shelf Science. 93: 117-131.
Goldman CR, Horne AJ. 1983. Limnology. United States of America: McGraw-Hill Book Company. xvi+464 p.
Haryani D. 2013. Analisis kandungan nutrien (N,P) dan pendugaan status kesuburan di Waduk Saguling, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Henderson-Sellers B & Markland HR. 1987. Decaying Lakes: The Origins and Control of Cultural Eutrophication. Great Britain: John Wiley and Sons Ltd. x+254 p.
Jiang YJ, He W, Liu WX, Qin N, Ouyang HL, Wang QM, Kong XZ, He QS, Yang C, Yang B, Xu FL. 2014. The seasonal and spatial variations of phytoplankton community and their correlation with environmental factors in a large eutrophic Chinese lake (Lake Chaohu). Ecological Indicators. 40: 58-67. Jorgensen SE, Vollenweider RA. 1988. Guidelines Of Lake Management Volume
1, Principles Of Lake Management. International Lake Environment Comittee. United Nations Environment Programme.
24
Greece: Response after the reduction of external load. Journal of Environmental Management. 87: 497-506.
Kattner E, Schwarz D, Maier G. 2000. Eutrophication of Gravel Pit Lakes which are situated in close vicinity to the River Donau: Water and nutrient transport.
Limnologica. 30: 261-270.
Krebs CJ. 1989. Ecological Methodology. New York (US): Harper Collins Publishers. Inc.
Lau SSS, Lane SN. 2002. Biological and chemical factors influencing shallow lake eutrophication: a long-term study. The Science of the Total Environment. 288: 167-181.
Lehmusluoto P. 2000. Lake Toba, The first sound science initiative to abate change in the lake environment. Research and Monitoring for Basin Management Decisions. 1-12.
Levine SN, Schindler DW. 1992. Modification of the N:P ratio in lakes by in situ processes. Limnology and Oceanography. 37(5): 917-935.
Lu J, Wu H, Chen M. 2011. Effects of nitrogen and phosphorus on phytoplankton composition and biomass in 15 subtropical, urban shallow lakes in Wuhan, China. Limnologica. 41: 48-56.
Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology a Primer on Methods and Computing. New York (US): John Wiley & Sons, Inc. 337 p.
Lukman. 2011. Ciri wilayah eufotik perairan Danau Toba. Prosiding Seminar Nasional Hari Lingkungan Hidup. 131-139.
Lukman, Ridwansyah I. 2003. Kondisi daerah tangkapan dan ciri morfometri Danau Lindu Sulawesi Tengah. Oseanologi dan Limnologidi Indonesia. 35: 11-20.
Lukman, Ridwansyah I. 2010. Kajian kondisi morfometri dan beberapa parameter stratifikasi perairan Danau Toba. Limnotek. 17(2): 158-170.
Lukman, Ridwansyah I, Nomosatryo S, Badjoeri M, Syahroma HN, Dina R. 2012. Pertimbangan dalam pengembangan budidaya ikan pada karamba jaring apung di Danau Toba. Prosiding Seminar Nasional Limnologi VI. 65-78. Machbub B. 2010. Model perhitungan daya tampung beban pencemaran air danau
dan waduk. Jurnal Sumber Daya Air. 6(2): 129-144.
Matsumura-Tundisi T, Tundisi JG. 2005. Plankton richness in a eutrophic reservoir (Barra Bonita Reservoir, SP, Brazil). Hydrobiologia. 542(1): 367-378. May CL, Koseff JR, Lucas LV, Cloern JE, Schoellhamer DH. 2003. Effects of
spatial and temporal variability of turbidity on phytoplankton blooms. Marine Ecology Progress Series. 254: 111-128.
Mizuno T. 1979. Illustrations of the Freshwater Plankton of Japan. Osaka (JP): Hoikusha Publishing Co Ltd.
Moedjodo H, Simanjuntak P, Hehanussa P, Lufiandi. 2003. Lake Toba. Experience and Lessons Learned Brief. 389-405.
Nastiti, Krismono AS, Kartamihardja ES. 2001. Dampak budidaya ikan dalam keramba jaring apung terhadap peningkatan unsur N dan P di perairan Waduk Saguling, Cirata, dan Jatiluhur. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 7(2): 22-30.
25 Oakley J. 2015. Modelling the aquaculture carrying capacity of Lake Toba, North
Sumatra, Indonesia. [A Major Paper]. University of Rhode Island.
[PP-RI] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Sekretaris Negara Republik Indonesia, Jakarta.
Prescott GW. 1970. How to Know The Freshwater Algae. Montana (US): Wm. C. Brown Company Publishers.
Rast W, Lee GF. 1983. Nutrient loading estimates for lakes. Journal of Environmental Engineering. 109(2): 502-518.
Rawson DS. 1956. Algal indicators of trophic lake types. J. Fish Res. 1(1): 18-25. Rice EW, Baird RB, Eaton AD, Clesceri LS. 2012. APHA (American Public Health
Association): Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater 22th ed. Washington DC (US): AWWA (American Water Works Association) and WEF (Water Environment Federation).
Rohlich GA. 1969. Eutrophication: Causes, Consequences, Correctives. National Academy of Sciences. Washington DC (US). 681 p.
Ryding SO, Rast W (ed). 1989. The Control of Eutrofication of Lakes and Reservoirs. Man dan The Biosphere Series, Volume I. UNESCO, Paris and The Parthenon Publishing Group. 314 p.
Sager L. 2009. Measuring the thropic status of ponds: Relationships between summer rate of periphytic net primary productivity and water physico-chemistry. Water Research. 43: 1667-1679.
Saragih B, Sunito S. 2001. Lake Toba: Need for an integrated management system.
Lakes and Reservoirs: Research and Management. 6: 247-251.
Schindler DW. 1977. Evolution of phosphorus limitation in lakes: Natural mechanisms compensate for deficiencies of nitrogen and carbon in eutrophied lakes. Science. 195: 260-262.
Schindler DW, Bayley SE, Schlesinger WH. 1993. The biosphere as an increasing sink for atmospheric carbon: Estimates from increasing nitrogen deposition.
Global Biogeochemical Cycles. 7: 717-734.
Soedibjo BS. 2006. Struktur komunitas fitoplankton dan hubungannya dengan beberapa parameter lingkungan di perairan Teluk Jakarta. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 40: 65-78.
Sudarsono U. 1989. Toba Lake and Its Problems. Bandung (ID): Directorate of Environmental Geology. 16 p.
Sulastri. 2011. Perubahan temporal komposisi dan kelimpahan fitoplankton di Situ Lembang, Jawa Barat. Limnotek. 18(1): 1-14.
Taskov D, Timonina I. 2015. Research on aquaculture carrying capacity of Lake Toba, Indonesia.
Walker JL, Younos T, Zipper CE. 2007. Nutrients in Lakes and Reservoirs: A Literature Review for Use in Nutrient Criteria Development. Virginia Polytechnic Institute and State University, Blacksburg. 40 p.
Weiner ER. 2008. Applications of Environmental Aquatic Chemistry. US: CRC Press.