• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Komunitas Plankton di Sekitar Keramba Jaring Apung Danau Toba, Kecamatan Haranggaol, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Struktur Komunitas Plankton di Sekitar Keramba Jaring Apung Danau Toba, Kecamatan Haranggaol, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON DI SEKITAR KERAMBA

JARING APUNG DANAU TOBA KECAMATAN HARANGGAOL,

KABUPATEN SIMALUNGUN, SUMATERA UTARA

SKRIPSI

RISKY ANGGITA HARAHAP

090302075

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON DI SEKITAR KERAMBA

JARING APUNG DANAU TOBA KECAMATAN HARANGGAOL,

KABUPATEN SIMALUNGUN, SUMATERA UTARA

SKRIPSI

RISKY ANGGITA HARAHAP

090302075/ MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Skripsi Sebagai Satu diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Struktur Komunitas Plankton di Sekitar Keramba Jaring

Apung Danau Toba, Kecamatan Haranggaol, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara

Nama Mahasiswa : Risky Anggita Harahap

NIM : 090302075

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Zulham A. Harahap, S.Kel., M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Risky Anggita Harahap NIM : 090302075

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Struktur Komunitas Plankton di Sekitar Keramba Jaring Apung Kecamatan Haranggaol, Kabupaten Simalungun Sumatera Utara” benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk

apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber dan data informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan

dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di akhir skripsi ini.

Medan, November 20013

(5)

ABSTRAK

RISKY ANGGITA HARAHAP, Struktur Komunitas Plankton di Sekitar Keramba Jaring Apung Danau Toba Kecamatan Haranggaol Kabupaten Simalungun Sumatera Utara, dibawah bimbingan YUNASFI dan ZULHAM APANDY HARAHAP.

Danau Toba merupakan sumberdaya alam akuatik yang mempunyai nilai yang sangat penting. Pemanfaatan danau memberikan dampak terhadap penurunan kualitas air akibat aktivitas masyarakat, diantaranya adalah kegiatan keramba jaring apung. Kegiatan ini dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap penurunan kelimpahan mikroorganisme, seperti plankton. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas plankton di perairan Danau Toba, Kecamatan Haranggaol.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2013 di perairan Danau Toba, Kecamatan Haranggaol, Kabupaten Simalungun. Penelitian ini menggunakan metode pengambilan sampel dengan sengaja dan acak. Terdapat dua lokasi stasiun, stasiun 1 kawasan yang terdapat aktivitas keramba jaring apung, stasiun 2 kawasan yang tidak terdapat aktivitas budidaya keramba jaring apung. Kegiatan sampling dilakukan 4 kali sebulan.

(6)

ABSTRACT

RISKY ANGGITA HARAHAP, Community Structure of Plankton around Floating Net Cages at Toba Lake, Haranggaol sub-district, Simalungun regency, province of North Sumatera, under the supervision of YUNASFI and ZULHAM APANDY HARAHAP.

Toba lake is an aquatic resources that has very important value. Utilization of Lake impact on water quality degradation due to local people activity, for example floating net cages. This activity can give a very significant influence to the reduction of abundance micro-organisms such as plankton. Purpose of this research was to determining the community structure of plankton in Toba Lake, Haranggaol sub-district.

This research was carring out on May to June 2013 on waters of Lake Toba, Haranggaol sub-district, Simalungun regency. This research conducted by purpossive random sampling. There was two station location, first station, region which contain floating net cages activities, second station, region without floating net cages. Sampling activities conducted 4 times a month.

The results showed that there were30 genus of plankton consisting of 19 fitoplankton genus and 11 zooplankton genus. Plankton abundance data in first station was 5812,66 ind/l and then second station was 4140,66 ind/l. The genus diversity index on first station and second station are 3,08 and 3,38. Uniformity index on first station is 0,39 and on second station is 0,34, this means uniformity values from both stations relatively low. The dominance index values of both stations is 0,04 which means there are no species is dominating other species. This means floating net cages cultivation activity affected the plankton community structure.

(7)

RIWAYAT HIDUP

RISKY ANGGITA HARAHAP, dilahirkan di Padangsidempuan pada tanggal 14 Juli 1989 dari ayahanda Alm. Drs. Tindir Hasan Harahap dan ibunda

Mas Bulan Lubis. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SD Negeri 0608034 Medan

tahun 2002, SMP Negeri 7 Medan tahun 2005 dan SMA Swasta Kampus Padangsidempuan tahun 2008. Pada tahun 2009 penulis diterima di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Universitas Sumatera Utara melalui jalur

Seleksi Lokal Penerimaan Mahasiswa Baru (SLPMB).

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi Asisten

Pencemaran Perairan dan Pengelolaan Limbah (2012) dan Asisten Ekotoksikologi (2013). Selain itu, penulis juga aktif mengikuti organisasi, antara lain Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (IMMASPERA) sebagai ketua

bidang kemahasiswaan, anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) komisariat Fakultas Pertanian USU, dan anggota angkatan 5 Unit Kegiatan Mahasiswa

Fotografi USU (UKM Fotografi). Pada bulan Juli 2011 penulis magang selama sebulan di Unit Pelayanan Teknis Balai Benih Ikan (UPT BBI) Provinsi Sumatera Utara, di Kerasaan. Pada bulan Juli 2012 penulis melaksanakan Praktik Kerja

Lapangan (PKL) di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan. Kemudian pada bulan Mei 2013, penulis melaksanakan penelitian skripsi dengan judul “Struktur

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul penelitian ini

adalah “Struktur Komunitas Plankton di Sekitar Keramba Jaring Apung Danau Toba Kecamatan Haranggaol, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara”. Adapun

tujuan dari penelitian ini adalah sebagai satu diantara beberapa syarat untuk dapat meneyelesaikan studi di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian Sumatera Utara.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis mendapat arahan, perhatian dan bimbingan dari berbagai pihak baik berupa materi, ilmu, informasi. Oleh

karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Zulham Apandy Harahap, S.Kel. M.Si. selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku Ketua Program

Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan seluruh staf pengajar dan pegawai. Ayahanda Alm. Drs. Tindir Hasan

Harahap dan Ibunda Mas Bulan Lubis serta kakak Nanda Destilan Sepada Harahap, SE., adinda Angga Azhari Harahap, Annisa Titania Harahap, Putri Safrilasari Harahap, Tommy Gunawan Harahap, dan Natasya Ramadhani Harahap

yang telah memberi dukungan, doa dan semangat kepada penulis. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2009 di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

(9)

Haranggaol Horison dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini

Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang manajemen sumberdaya perairan dan informasi data terkini status mutu perairan Keramba Jaring Apung (KJA) Danau

Toba di Kecamatan Haranggaol.

Medan, November 2013

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

RIWAYAT HIDUP iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Kerangka Pemikiran 4

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Danau 7

Plankton 9

Kelimpahan Fitoplankton 12

Faktor Fisika Kimia Air 16

Suhu 17

Kecerahan dan Kekeruhan Air 17

pH Air (Derajat Keasaman) 18

DO (Dissolved oxygen) 18

BOD (Biochemical Oxygen Demand) 19

Kandungan Nitrat dan Fosfat 19

Analisis Regresi Linear 20

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian 22

Alat dan Bahan 22

Prosedur Penelitian 23

Penentuan Lokasi Sampling 23

Pengambilan Sampel dan Identifikasi Plankton 25 Pengambilan Contoh dan Analisis Kualitas Air 26

(11)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil 31

Klasifikasi dan Struktur Komunitas Plankton 31 Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), Dominansi

(

λ

) Plankton 36

Parameter Fisika Kimia Penunjang Kesuburan Perairan dan

Analisis Regresi dengan Kelimpahan Plankton 38

Pembahasan 39

Klasifikasi dan Struktur Komunitas Plankton 39 Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), Dominansi

(

λ

) Plankton 43

Parameter Fisika Kimia Penunjang Kesuburan Perairan dan

Analisis Regresi dengan Kelimpahan Plankton 45

Pengelolaan Ekosistem Danau Toba 53

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 55

Saran 55

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan antar Faktor 31

2. Klasifikasi Plankton 34

3. Lanjutan Klasifikasi Plankton 35

4. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), Dominansi (

λ

)

Plankton 39

5. Nilai Parameter Fisika Kimia Perairan 40

6. Analisis Regresi Kelimpahan Plankton dengan Faktor Fisika

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Kerangka Pemikiran 5

2. Peta Lokasi Penelitian 23

3. Kelimpahan Plankton (ind/L) (a) Stasiun I; (b) Stasiun II 31

4. Foto Plankton 34

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Tempat Pengambilan Sampel 61

2. Alat dan Bahan 62

3. Kegiatan Pengambilan Sampel dan Identifikasi 66

4. Jenis Plankton yang didapat 68

5. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur DO 75 6. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5 76

7. Bagan Kerja Pengukuran Nitrit 77

8. Bagan Kerja Pengukuran Nitrat 79

9. Bagan Kerja Pengukuran Amoniak 80

10. Bagan Kerja Pengukuran Fosfat 81

11. Perhitungan Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E),

Indeks Dominansi (C) 82

12. Contoh perhitungan Kelimpahan Plankton, Indeks

Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, Indeks dominansi 84 13. Analisis Regresi antara Faktor Fisika Kimia Perairan

dengan Indeks Kelimphan Plankton di Stasiun I 85 14. Analisis Regresi antara Faktor Fisika Kimia Perairan

(15)

ABSTRAK

RISKY ANGGITA HARAHAP, Struktur Komunitas Plankton di Sekitar Keramba Jaring Apung Danau Toba Kecamatan Haranggaol Kabupaten Simalungun Sumatera Utara, dibawah bimbingan YUNASFI dan ZULHAM APANDY HARAHAP.

Danau Toba merupakan sumberdaya alam akuatik yang mempunyai nilai yang sangat penting. Pemanfaatan danau memberikan dampak terhadap penurunan kualitas air akibat aktivitas masyarakat, diantaranya adalah kegiatan keramba jaring apung. Kegiatan ini dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap penurunan kelimpahan mikroorganisme, seperti plankton. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas plankton di perairan Danau Toba, Kecamatan Haranggaol.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2013 di perairan Danau Toba, Kecamatan Haranggaol, Kabupaten Simalungun. Penelitian ini menggunakan metode pengambilan sampel dengan sengaja dan acak. Terdapat dua lokasi stasiun, stasiun 1 kawasan yang terdapat aktivitas keramba jaring apung, stasiun 2 kawasan yang tidak terdapat aktivitas budidaya keramba jaring apung. Kegiatan sampling dilakukan 4 kali sebulan.

(16)

ABSTRACT

RISKY ANGGITA HARAHAP, Community Structure of Plankton around Floating Net Cages at Toba Lake, Haranggaol sub-district, Simalungun regency, province of North Sumatera, under the supervision of YUNASFI and ZULHAM APANDY HARAHAP.

Toba lake is an aquatic resources that has very important value. Utilization of Lake impact on water quality degradation due to local people activity, for example floating net cages. This activity can give a very significant influence to the reduction of abundance micro-organisms such as plankton. Purpose of this research was to determining the community structure of plankton in Toba Lake, Haranggaol sub-district.

This research was carring out on May to June 2013 on waters of Lake Toba, Haranggaol sub-district, Simalungun regency. This research conducted by purpossive random sampling. There was two station location, first station, region which contain floating net cages activities, second station, region without floating net cages. Sampling activities conducted 4 times a month.

The results showed that there were30 genus of plankton consisting of 19 fitoplankton genus and 11 zooplankton genus. Plankton abundance data in first station was 5812,66 ind/l and then second station was 4140,66 ind/l. The genus diversity index on first station and second station are 3,08 and 3,38. Uniformity index on first station is 0,39 and on second station is 0,34, this means uniformity values from both stations relatively low. The dominance index values of both stations is 0,04 which means there are no species is dominating other species. This means floating net cages cultivation activity affected the plankton community structure.

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Danau Toba merupakan sumberdaya alam akuatik yang mempunyai nilai

yang sangat penting ditinjau dari fungsi ekologi serta fungsi ekonomis. Pemanfaatan danau memberikan dampak terhadap penurunan kualitas air akibat

berbagai aktivitas masyarakat di Danau Toba. Danau Toba juga digunakan sebagai tempat membuang berbagai jenis limbah yang dihasilkan dari kegiatan pertanian di sekitar Danau Toba. Limbah domestik dari pemukiman dan

perhotelan, limbah nutrisi dari sisa pakan ikan yang tidak habis dikonsumsi oleh ikan yang dibudidayakan dalam keramba jaring apung, limbah pariwisata dan

limbah transportasi air. Dari berbagai penelitian di Danau Toba memberikan indikasi telah terjadi penurunan kualitas air dilokasi-lokasi yang terkena dampak kegiatan masyarakat (Barus, 2001).

Perairan Danau Toba dimanfaatkan untuk usaha perikanan air tawar, industri, irigasi, pariwisata, air bersih, sumber energi dan juga transportasi.

Pencemaran yang terjadi di Danau Toba berasal dari pemukiman, kawasan pariwisata, dan kegiatan pertanian. Dibeberapa tempat, kualitas air Danau Toba menurun karena tingginya konsentrasi BOD, COD dan E. Coli, seperti di Parapat,

Tomok, Pangururan, dan Balige (Siregar, 1997 diacu oleh Simanihuruk, 2005). Umumnya limbah cair dari pemukiman, kawasan pariwisata dan lainnya mengalir

masuk ke Danau Toba tanpa ada pengolahan limbah.

(18)

pengaruh yang cukup signifikan terhadap penurunan kualitas dan peningkatan kesuburan perairan. Kegiatan budidaya ikan sistem keramba jaring apung (KJA)

yang dilakukan di perairan Danau Toba hanyalah mengejar keuntungan secara ekonomi tanpa memperhitungkan batasan-batasan ekologis perairan tersebut. Hal ini terlihat dari pesatnya pertambahan jumlah KJA dan tata letak atau penempatan

yang tidak sesuai dengan zonasi yang seharusnya untuk kegiatan KJA, seperti adanya penempatan KJA pada zonasi yang diperuntukan bagi kegiatan pariwisata.

Perkembangan budidaya ikan KJA di perairan Danau Toba memberikan pengaruh yang positif bagi masyarakat khususnya masyarakat lokal, dimana kegiatan ini mampu meningkatkan nilai produksi ikan yang berarti meningkatkan

pendapatan bagi masyarakat petani KJA. Selain itu, kehadiran budidaya ikan KJA juga mampu memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat, sehingga turut dalam

mengurangi angka pengangguran. Akan tetapi dilain pihak, kegiatan budidaya ikan sistem KJA yang tidak terkendali dapat berdampak serius terhadap berbagai perubahan lingkungan perairan itu sendiri, baik perubahan komponen biotik

maupun komponen abiotik perairan (Beveridge, 1984 diacu oleh Ginting, 2011). Bila hal ini berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu yang lama

dikhawatirkan akan berdampak serius terhadap perairan, dimana limbah organik tersebut akan mengalami dekomposisi oleh mikroorganisme, sehingga akan menghasilkan sejumlah nutrien ke badan air, yang selanjutnya akan dapat memicu

pertumbuhan plankton dan tumbuhan air lainnya secara berlebihan (blooming). Menurut Pillay (1992), jika terjadi kelebihan limbah yang dibuang ke perairan,

(19)

Plankton merupakan makanan alami larva organisme perairan. Sebagai produsen utama di perairan adalah fitoplankton, sedangkan organime konsumen

adalah zooplankton, ikan, udang, kepiting, dan sebagainya. Produsen adalah organisme yang memiliki kemampuan untuk menggunakan cahaya matahari sebagai sumber energi dalam melakukan aktivitas hidupnya, sedangkan konsumen

adalah organisme yang menggunakan sumber energi yang dihasilkan oleh organisme lain (Djarijah, 1996).

Informasi tentang kondisi fisika, kimia, dan biologi khusunya struktur komunitas plankton di Kecamatan Haranggaol, Danau Toba masih sangat terbatas. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian mengenai struktur

komunitas plankton di sekitar keramba jaring apung Danau Toba Kecamatan Haranggaol, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

Kerangka Pemikiran

Danau merupakan bentuk ekosistem yang menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut dan daratan. Secara ekosistem danau berfungsi sebagai sumber plasma nutfah yang berpotensi sebagai

penyumbang bahan genetik, sebagai tempat berlangsungnya siklus hidup jenis flora dan fauna yang penting, sebagai sumber air yang dapat digunakan langsung

oleh masyarakat sekitarnya (rumah tangga, industri dan pertanian) dan sebagai budidaya ikan keramba jaring apung (KJA).

Meluasnya kegiatan budidaya keramba jaring apung didaerah Haranggaol,

Danau Toba secara langsung atau tidak langsung telah merubah kualitas perairan tersebut terutama pada struktur komunitas plankton. Plankton merupakan

(20)

ekosistem perairan darat. Struktur komunitas plankton dapat memberikan informasi bahwa aktivitas budidaya ikan keramba jaring apung di Danu Toba

Kecamatan Haranggaol Kabupaten Simalungun memberikan pengaruh terhadap kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman dan dominansi plankton. Dengan demikian maka perlu dilakukan analisis struktur komunitas plankton di sekitar

keramba jaring apung dan tanpa keramba jaring apung. Adapun kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian struktur komunitas plankton di sekitar keramba jaring apung Danau Toba Kecamatan Haranggaol, Kabupaten Simalungun,

Sumatera Utara

Danau Toba

Pemanfaatan (Aktivitas Manusia)

Keramba Jaring Apung (KJA)

Struktur Komunitas Plankton

Ekosistem Danau Toba

Tanpa Keramba Jaring Apung

Sisa Pakan dan Feses

(21)

Perumusan Masalah

1. Apakah aktivitas dari keramba jaring apung (KJA) berpengaruh terhadap

kelimpahan dan keanekaragaman plankton di Kecamatan Haranggaol.

2. Apakah ada perbedaan faktor fisika dan kimia perairan di sekitar keramba jaring apung dan tanpa keramba jaring apung di Kecamatan Haranggaol.

Tujuan Peneitian

1. Mengetahui struktur komunitas plankton di sekitar keramba jaring apung dan tanpa keramba jaring apung di Danau Toba Kecamatan Haranggaol

Kabupaten Simalungun.

2. Mengetahui hubungan antara kelimpahan plankton terhadap faktor fisika kimia perairan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi nyata sebagai informasi ilmiah guna pengembangan ilmu pengetahuan dari kualitas perairan di bidang

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Danau

Danau adalah wilayah yang digenangi badan air sepanjang tahun serta

terbentuk secara alami. Pembentukan danau terjadi karena gerakan kulit bumi sehingga bentuk dan luasnya sangat bervariasi. Danau yang terbentuk sebagai

akibat gaya tektonik kadang-kadang badan airnya mengandung bahan-bahan dari perut bumi seperti belerang dan panas bumi. Bahan belerang bersifat racun bagi organisme, sedangkan panas bumi dalam batas tertentu menyuburkan perairan.

Danau yang akan digunakan untuk lahan pemeliharaan harus diteliti sifat fisik dan

kimia airnya terlebih dahulu, baik secara horizontal maupun vertikal

(Kordi dan Tancung, 2005).

Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan terbatas

hanya pada daerah pinggir saja. Berdasarkan pada proses terjadinya danau dikenal danau tektonik (terjadi akibat gempa) dan danau vulkanik (akibat aktivitas gunung

berapi). Danau tektonik umumnya sangat dalam sedangkan danau vulkanik umumnya memiliki sumber air atau gas panas (Barus, 2004).

Sebagai salah satu bentuk ekosistem, perairan danau terdiri atas faktor

abiotik (fisika dan kimia) dan faktor biotik (produsen, konsumen dan dekomposer), dimana faktor-faktor tersebut membentuk suatu hubungan

(23)

dengan aliran tertentu dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja (Barus, 2004).

Berdasarkan adanya perbedaan suhu yang terdapat pada setiap kedalaman air, Effendi (2003) membedakan suatu perairan danau secara vertikal menjadi 3 (tiga) stratifikasi, yaitu:

1. Epilimnion merupakan lapisan bagian atas dari perairan danau. Lapisan ini merupakan bagian yang hangat dari kolom air dengan keadaan suhu yang

relatif konstan (perubahan suhu secara vertikal sangat kecil). Seluruh massa air pada lapisan ini dapat bercampur dengan baik akibat dari pengaruh angin dan gelombang.

2. Metalimnion atau yang sering disebut termoklin. Lapisan ini berada di sebelah bawah lapisan epilimnion. Pada lapisan ini perubahan suhu secara

vertikal relatif besar, dimana setiap penambahan kedalaman 1 meter, terjadi penurunan suhu air sekitar 1 oC.

3. Hipolimnion adalah lapisan paling dalam dari perairan danau yang terletak di

sebelah bawah lapisan termoklin. Lapisan ini mempunyai suhu yang lebih dingin dan perbedaan suhu vertikal relatif kecil, massa airnya stagnan, tidak

mengalami percampuran dan memiliki kekentalan air (densitas) lebih besar. Selain membedakan lapisan air berdasarkan suhu, suatu perairan danau dapat juga dibedakan berdasarkan kedalaman penetrasi cahaya matahari kedalam

badan air menjadi beberapa zona. Dalam hal ini, Odum (1996) membedakan suatu perairan danau menjadi 3 (tiga) zona, yaitu:

(24)

hidup pada zona ini terdiri atas produser yang meliputi tanaman berakar (anggota spermatophyta) dan tanaman yang tidak berakar (fitoplankton dan

ganggang), sedangkan konsumernya meliputi beberapa larva serangga air, rotifera, moluska, ikan, penyu, zooplankton dan lain sebagainya.

2. Zona limnetik, adalah daerah perairan terbuka sampai pada kedalaman

penetrasi cahaya yang efektif, sehingga daerah ini efektif untuk proses fotosintesis. Organisme utama yang hidup pada zona ini terdiri atas produser

yang meliputi fitoplankton dan tumbuhan air yang terapung-apung bebas, sedangkan organisme konsumernya meliputi zooplankton dari copepoda, rotifera dan beberapa jenis ikan.

3. Zona profundal adalah daerah dasar dari perairan danau yang dalam, dimana pada daerah ini tidak dapat lagi dicapai oleh penetrasi cahaya efektif. Sebagai

organisme utama yang hidup pada zona ini adalah konsumer yang meliputi jenis cacing darah dan kerang-kerang kecil.

Plankton

Plankton merupakan organisma perairan pada tingkat (tropik) pertama dan

berfungsi sebagai penyedia energi. Secara umum plankton dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu: fitoplankton yang merupakan golongan tumbuhan umumnya

mempunyai klorofil (plankton nabati) dan zooplankton (golongan hewan) atau plankton hewani (Wibisono, 2005).

Plankton adalah organisma baik tumbuhan maupun hewan yang umumnya

berukuran relatif kecil (mikro), hidup melayang-layang di air, tidak mempunyai daya gerak/walaupun ada daya gerak relatif lemah sehingga distribusinya sangat

(25)

untuk seluruh hewan dan tumbuhan yang hidup secara bebas di air karena keterbatasan pergerakannya atau secara pasif melawan arus perairan karena

memiliki flagel (Nybakken, 1992).

Menurut Basmi (1995), pengelompokkan plankton berdasarkan beberapa hal berikut:

a. Nutrien pokok yang dibutuhkan, terdiri atas:

1. Fitoplankton yaitu plankton nabati (> 90% terdiri atas algae) yang

mengandung klorofil yang mampu mensintesa nutrien-nutrien anorganik menjadi zat organik melalui proses fotosintesis dengan energi yang berasal dari cahaya matahari.

2. Saproplankton yaitu kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur) yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis, dan memperoleh nutrisi dan energi dari

sisa-sisa organisme lain yang telah mati.

3. Zooplankton yaitu plankton hewani yang makanannya sepenuhnya tergantung pada organisme lain yang masih hidup maupun

partikel-partikel sisa organisme seperti detritus. Di samping itu plankton itu juga mengkonsumsi fitoplankton.

b. Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas:

1. Limnoplankton yaitu plankton yang hidup di air tawar. 2. Haliplankton, yaitu plankton yang hidup di laut.

3. Hipalmyroplankton yaitu plankton yang hidupnya di air payau. 4. Heleoplankton yaitu plankton yang hidupnya di air kolam.

(26)

2. Epiplankton yaitu plankton yang hidupnya di zona eufotik.

3. Bathiplankton yaitu plankton yang hidupnya dekat dasar perairan yang

juga umumnya tanpa cahaya.

d. Berdasarkan asal usul plankton, dimana ada plankton yang hidup dan berkembang dari perairan itu sendiri dan ada yang berasal dari luar, terdiri

atas:

1. Autogenetik plankton yaitu plankton yang berasal dari perairan itu

sendiri.

2. Allogenetik plankton yaitu plankton yang datang dari perairan lain (hanyut terbawa oleh sungai atau arus).

Berdasarkan ukuran tubuhnya plankton dapat dibedakan menjadi lima yaitu: megaplankton (organisme planktonik yang besarnya lebih dari 2 mm), makroplankton (memiliki ukuran antara 0,2 mm - 2,0 mm), mikroplankton

(memiliki ukuran antara 20 μm - 0,2 mm), nanoplankton (organisme planktonik

yang sangat kecil yang berukuran 2 μm – 20 μm) dan ultraplankton (organisme

planktonik yang berukuran kurang dari 2 μm). Nanoplankton dan ultraplankton

tidak dapat ditangkap oleh jaring-jaring plankton baku (Nybakken, 1992).

Fitoplankton merupakan kelompok biota perairan yang memiliki peran penting dalam keseimbangan ekosistem perairan darat. Sebagai organisme yang berfotosintesis, fitoplankton berfungsi sebagai produsen primer yang sangat

menentukan produktivitas perairan secara keseluruhan. Oleh karena itu upaya pengelolaan sumber daya perairan yang berkelanjutan memerlukan evaluasi

(27)

dilakukan dengan menggunakan parameter kandungan klorofil serta kelimpahan sel, meskipun kedua pararemeter ini masih dianggap belum dapat sepenuhnya

mewakili kondisi yang sebenarnya (Chrismada, 2011).

Peran utama fitoplankton dalam ekosistem air tawar adalah sebagai produsen primer. Sebagai produsen, fitoplankton merupakan makanan bagi

komponen ekosistem lainnya khususnya ikan. Posisinya di dasar piramida makanan mempertahankan kesehatan lingkungan air. Bila ada gangguan terhadap

fitoplankton, maka seketika komunitas lain akan terpengaruh. Komposisi fitoplankton bergantung pada kualitas air, karena itu jenis alga tertentu dapat digunakan sebagai indikator eutrofikasi air. Keasaman air juga mempengaruhi

kelimpahan fitoplankton (Monk, dkk., 2000).

Kelimpahan Plankton

Perubahan terhadap kualitas perairan erat kaitannya dengan potensi

perairan ditinjau dari kelimpahan dan komposisi fitoplankton. Keberadaan fitoplankton di suatu perairan dapat memberikan informasi mengenai kondisi perairan. Fitoplankton merupakan parameter biologi yang dapat dijadikan

indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan suatu perairan. Fitoplankton juga merupakan penyumbang oksigen terbesar di dalam perairan laut

(Fachrul, dkk., 2005).

Plankton di suatu perairan merupakan sumber makanan bagi ikan, oleh karena itu kelangsungan hidup ikan di suatu perairan akan sangat tergantung pada

banyak sedikitnya jumlah plankton yang ada. Selain itu plankton dapat berperan sebagai salah satu parameter ekologi yang dapat menggambarkan kondisi suatu

(28)

air karena merupakan mata rantai primer dan sekunder dalam rantai makanan ekosistem perairan. Dengan demikian keberadaan plankton di suatu perairan dapat

mengindikasikan karakteristik suatu perairan apakah berada dalam keadaan subur atau tidak (Boney, 1975 diacu oleh Umar, 2010).

Pentingnya peranan fitoplankton sebagai pengikat awal energi matahari

menjadikan fitoplankton berperan penting bagi perairan. Dengan demikian keberadaan fitoplankton dapat dijadikan indikator kualitas perairan yaitu

gambaran tentang banyak atau sedikitnya jenis fitoplankton yang hidup di suatu perairan dan jenis-jenis fitoplankton yang mendominasi, adanya jenis fitoplankton yang dapat hidup karena zat-zat tertentu yang sedang blooming, dan dapat

memberikan gambaran mengenai keadaan perairan yang sesungguhnya (Fachrul, dkk., 2005).

Sebaran klorofil-a di danau bervariasi secara geografis maupun berdasarkan kedalaman perairan. Menurut Valiela (1984) diacu oleh Pugesehan (2010) variasi tersebut diakibatkan oleh perbedaan intensitas cahaya matahari dan

konsentrasi nutrien yang terdapat di dalam suatu perairan. Konsentrasi klorofil-a suatu perairan sangat tergantung pada ketersediaan nutrien dan intensitas cahaya

matahari. Bila nutrien dan intensitas cahaya matahari cukup tersedia, maka konsentrasi klorofil-a akan tinggi dan sebaliknya.

Komunitas fitoplankton di perairan waduk dan danau cenderung

didominasi oleh jenis-jenis dari kelas Chlorophyceae, Cyanophyceae dan Bacillariophyceae (Seller dan Markland, 1987 diacu oleh Mujiyanto, dkk., 2011).

(29)

fitoplankton mempunyai respon yang berbeda terhadap perbandingan jenis nutrien yang ada terutama nitrogen dan fosfor dalam badan air (Barus, 2004).

Kegiatan budidaya dalam Keramba Jaring Apung (KJA) dapat berpengaruh terhadap kondisi kualitas perairan karena adanya sisa pakan yang tidak dimakan dan sisa metabolisme yang menumpuk dapat menyebabkan

peningkatan nutrien dan mendorong terjadinya eutrofikasi dan mengakibatkan blooming fitoplankton. Di perairan Waduk Ir. H. Djuanda blooming fitoplankton

sering terjadi yang didominasi jenis Microcystis sp. Kelimpahan jenis ini dapat mengganggu rantai makanan dan menurunkan kualitas air di perairan melalui senyawa racun yang dikeluarkannya dan menyebabkan terjadinya kematian ikan

(Kartamihardja, dkk., 2001 diacu oleh Mujianto, dkk., 2011).

Faktor penunjang pertumbuhan fitoplankton sangat kompleks dan saling

berinteraksi antara faktor fisika-kimia perairan seperti intensitas cahaya, oksigen terlarut, stratifikasi suhu, dan ketersediaan unsur hara nitrogen dan fosfor, sedangkan aspek biologi adalah adanya aktivitas pemangsaan oleh hewan,

mortalitas alami, dan dekomposisi (Goldman dan Horne, 1983 diacu oleh Yuliana, 2007). Danau Laguna merupakan salah satu danau yang ada di Pulau

Ternate, yang telah dimanfaatkan sebagai kawasan pariwisata dan lokasi budidaya keramba jaring apung (KJA). Danau Laguna berpotensi menjadi danau yang mempunyai tingkat kesuburan yang sangat tinggi (eutrofik) disebabkan oleh

jumlah KJA yang meningkat setiap tahun, hal ini dapat berpengaruh terhadap produktivitas perairan. Salah satu di antaranya adalah dapat meningkatkan unsur

(30)

merangsang pertumbuhan fitoplankton dengan cepat dan berlimpah sehingga dapat mempengaruhi fluktuasi dan kelimpahan fitoplankton yang ada di perairan

ini (Yuliana, 2007).

Penyebaran plankton di dalam air tidak sama pada kedalaman yang berbeda. Tidak samanya penyebaran plankton dalam badan air disebabkan adanya

perbedaan suhu, kadar oksigen, intensitas cahaya, dan faktor-faktor abiotik lainnya di kedalaman yang berbeda. Selain itu, kepadatan plankton pada suatu

badan air sering bervariasi antar lokasi. Pada lokasi bagian pinggir suatu badan air kepadatan plankton biasanya lebih padat dibandingkan dengan bagian tengah (Suin, 2002).

Sebagaimana organisme lainnya, eksistensi dan kesuburan fitoplankton di dalam suatu ekosistem sangat ditentukan oleh interaksinya terhadap faktor-faktor

fisika, kimia, dan biologi. Tingginya kelimpahan fitoplankton pada suatu perairan adalah akibat pemanfaatan nutrien dan radiasi cahaya matahari, di samping suhu, dan pemangsaan oleh zooplankton. Hubungan antara komunitas fitoplankton

dengan perairan adalah positif. Bila kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tinggi, maka dapat diduga perairan tersebut memiliki produktivitas perairan yang

tinggi pula (Nontji, 1993).

Fitoplankton mempunyai peran penting bagi ekologi karena terdiri atas bagian penting produsen utama di perairan lingkungan tersebut. Fitoplankton,

seperti tanaman di darat, yaitu makanan dasar dalam lingkungan air untuk semua konsumen seperti zooplankton dan ikan. Biomassa alga fitoplankton dapat

(31)

dapat mewakili sesuai gambar dinamika populasi dan keragaman dan struktur ekosistem.

Faktor Fisika Kimia Air

Dalam studi ekologi, pengukuran faktor lingkungan abiotik penting dilakukan. Dengan dilakukannya pengukuran faktor lingkungan abiotik, maka akan dapat diketahui faktor yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan

kepadatan populasi. Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi atas faktor iklim, fisika dan kimia (Suin, 2002).

Faktor fisik air yang sering merupakan faktor pembatas bagi organisme air adalah suhu, cahaya, konduktivitas, dan kecepatan arus, sehingga faktor fisik tersebut selalu diukur di dalam studi ekologi perairan (Suin, 2002). Beberapa

faktor fisik yang mungkin ikut menentukan kualitas air adalah kekeruhan (turbiditas), warna, ketransparanan, suhu, kecepatan aliran, volume aliran

(Sastrawijaya, 2000). Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses

metabolisme organisme di perairan. Perubahan suhu yang bersifat ekstrim akan mengganggu kehidupan organisme bahkan dapat menyebabkan kematian. Suhu

perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air. Suhu air mempunyai peranan

dalam mengatur kehidupan biota perairan, terutama dalam proses metabolisme. Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, namun di

(32)

itu, maka pada kondisi tersebut organisme akuatik seringkali tidak mampu memenuhi kadar oksigen terlarut untuk keperluan proses metabolisme dan

respirasi (Effendi, 2003).

Kecerahan dan Kekeruhan Air

Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disc (Effendi, 2003). Kecerahan perairan

sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat terlarut, partikel-partikel dan warna air. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa oleh aliran

sungai dapat mengakibatkan tingkat kecerahan air danau menjadi rendah, sehingga dapat menurunkan nilai produktivitas perairan (Nybakken, 1992).

Kekeruhan yang terjadi pada perairan tergenang seperti danau lebih

banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa koloid dan parikel-partikel halus. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem

osmoregulasi seperti pernafasan dan daya lihat organisme akuatik serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Menurut Koesbiono (1989), pengaruh kekeruhan yang utama adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok,

sehingga aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga menurun, akibatnya produktivitas perairan menjadi turun. Disamping itu, Effendi (2003) menyatakan

bahwa tingginya nilai kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.

pH Air (Derajat Keasaman)

(33)

bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya terdapat antara 7 – 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam atau sangat basa akan membahayakan

kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004).

Dissolved Oxygen (DO)

Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar

oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian serta

semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Semakin tinggi suatu tempat dari permukaan air laut, tekanan atmosfer semakin rendah. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman, tergantung

pada percampuran dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah yang masuk ke badan air. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi

oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Difusi oksigen kedalam air dapat terjadi secara langsung pada kondisi air diam (stagnant). Di perairan danau, oksigen lebih

banyak dihasilkan oleh fotosintesis alga yang banyak terdapat pada lapisan epilimnion. Pada perairan tergenang yang dangkal dan banyak ditumbuhi tanaman

air pada zona litoral, keberadaan oksigen lebih banyak dihasilkan oleh aktivitas fotosintesis tumbuhan air (Effendi, 2003).

Biochemical Oxygen Demand (BOD)

(34)

lima hari. Untuk itu maka perlu diukur kadar oksigen terlarut pada saat pengambilan contoh air (DO0 hari) dan kadar oksigen terlarut dalam contoh air

yang telah disimpan selama lima hari (DO5 hari). Selama dalam penyimpanan itu harus tidak ada penambahan oksigen melalui proses fotosintesis, dan selama lima hari itu semua organisme yang berada dalam contoh air itu bernafas menggunakan

oksigen yang ada dalam contoh air tersebut (Suin, 2002).

Kandungan Nitrat dan Fosfat

Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat

tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisma air. Keberadaan nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang dapat berasal dari industri, bahan peledak dan pemupukan. Secara

alamiah kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah di daerah yang diberi pupuk nitrat/nitrogen (Alaerts, 1987).

Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur-unsur lain. Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga, sehingga unsur ini

menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan algae akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Menurut Jones dan Bachmann

diacu olehEffendi (2003) menyatakan bahwa adanya korelasi positif antara kadar fosfor total dengan klorofil a. Sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral dan dekomposisi bahan organik. Sumber antropogenik fosfor

(35)

dalam bentuk fosfat (PO4). Kadar fosfor pada perairan alami berkisar antara 0,005-0,02 mg/l (Effendi, 2003).

Analisis Regresi Linear

Analisis regresi dipergunakan untuk menggambarkan garis yang menunjukan arah hubungan antar variabel, serta dipergunakan untuk melakukan prediksi. Analisa ini dipergunakan untuk menelaah hubungan antara dua variabel

atau lebih, terutama untuk menelusuri pola hubungan yang modelnya belum diketahui dengan sempurna. Regresi yang terdiri atas satu variabel bebas

(predictor) dan satu variabel terikat (Response/Criterion) disebut regresi linier sederhana (bivariate regression), sedangkan regresi yang variabel bebasnya lebih dari satu disebut regresi berganda (Multiple regression/multivariate regression),

yang dapat terdiri atas dua prediktor (regresi ganda) maupun lebih. Adapun bentuk persamaan umumnya adalah:

Y= a + bX Dimana :

Y : Variabel terikat

A : Parameter intersep (garis potong kurva terhadap sumbu Y) B : Koefisien regresi (kemiringan atau slop kurva linear)

X : Variabel bebas

Tanda positif pada nilai b atau koefisien regresi menunjukkan bahwa antara variabel bebas dengan variabel terikat berjalan satu arah, dimana setiap

(36)

bahwa antara variabel bebas dengan variabel terikat berjalan dua arah, dimana setiap peningkatan variabel bebas akan diikuti dengan penurunan variabel

(37)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di perairan Danau Toba Kecamatan

Haranggaol, Kabupaten Simalungun pada bulan Mei sampai bulan Juni 2013. Untuk identifikasi plankton dilakukan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli

2013 di Unit Pelayanan Teknis Laboratorium Ilmu Dasar dan Umum (UPT LIDA) Universitas Sumatera Utara. Untuk pengukuran parameter fisika dan kimia di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Energi Universitas

Sumatera Utara (PUSLIT USU).

Penelitian ini dilaksanakan secara representatif di dua stasiun. Stasiun I

berada di kawasan yang terdapat aktivitas budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) di Kelurahan Haranggaol dan stasiun II berada di Kelurahan Batu Papan yang tidak terdapat aktivitas budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) (Gambar 2).

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan air contoh dan identifikasi terhadap plankton adalah plankton net no. 25, GPS (Global Positioning System),

ember plastik volume 5 liter, botol film, sechi disc, termometer, pH meter, botol sampel air, botol sampel BOD5, cool box, botol Winkler, erlenmeyer, pipet tetes, spuit, kamera digital, mikroskop cahaya, SRC (Sedgewick Rafter Count) dengan

ukuran panjang 50 mm, lebar 20 mm, dan tinggi 1 mm (memiliki volume 1000 m3), kertas label, pipet tetes, tisu, cover glass, object glass, alat tulis dan buku

identifikasi plankton. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lugol,

(38)

sebagai pedoman identifikasi plankton adalah Freshwater Newell (1977), Sachlan (1981), dan Yamaji (1986). Adapun foto-foto alat dan bahan dapat dilihat pada

Lampiran 2.

Prosedur Penelitian

1. Penentuan Lokasi Sampling

Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel plankton adalah purpossive random sampling yaitu cara

pengambilan sampel dengan cara disengaja dengan tujuan sampel tersebut dapat mewakili setiap unsur yang ada pada populasi (Sumanto, 1990 diacu dalam Anggraini, 2011). Pada masing-masing stasiun ada tiga titik sampling dan

dilakukan 3 (tiga) kali ulangan. Foto lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pada lokasi I terletak di Kelurahan Haranggaol. Di daerah ini terdapat banyak aktivitas budidaya Keramba Jaring Apung (KJA). Pada lokasi II terletak di Kelurahan Batu Papan. Didaerah ini tidak dijumpai aktivitas budidaya Keramba

Jaring Apung (KJA). Adapun peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Pengambilan sampel kualitas air untuk parameter fisika dilakukan secara

langsung (in situ) pada masing-masing stasiun dan untuk parameter kimia air sampel dimasukkan ke dalam botol sampel dari masing-masing stasiun, kemudian akan di analisis secara (ex situ) di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya

(39)
[image:39.842.87.762.111.491.2]
(40)

2. Pengambilan contoh dan identifikasi fitoplankton

Pengumpulan data plankton akan dilakukan pada setiap stasiun dengan

mengambil air sebanyak 25 liter kemudian dimasukkan ke dalam ember plastik kemudian disaring dengan menggunakan plankton net no. 25. Sehingga volume yang tinggal menjadi 50 ml dimasukkan ke dalam botol sampel. Karena sampel

yang diperoleh tidak langsung diamati, maka sampel-sampel tersebut diawetkan dengan lugol sebanyak 4-6 tetes pada setiap botol sampel, kemudian

masing-masing botol sampel diberi label.

Kegiatan analisis laboratorium meliputi pengamatan sampel di bawah mikroskop dan diidentifikasi. Sampel yang akan diamati terlebih dahulu dikocok

sampai homogen, kemudian dengan menggunakan pipet diambil sebanyak 0,05 ml, kemudian diletakkan diatas preparat dan ditutup dengan cover glass lalu

diamati dibawah mikroskop. Kegiatan pengambilan sampel dan identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 3.

Identifikasi fitoplankton dilakukan di Unit Pelayanan Teknis Laboratorium

Ilmu Dasar dan Umum (UPT LIDA) Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan mikroskop cahaya. Kemudian sampel diamati dengan

menggunakan Sedgewick-Rafter sebanyak tiga kali ulangan untuk menghitung kelimpahan plankton. Analisis kelimpahan plankton dihitung dengan menggunakan rumus dalam Fachrul (2007):

            =

Vs x Vo Vr nx

(41)

Keterangan:

N : Kelimpahan plankton (ind/l) n : Jumlah plankton yang diamati Vr : Volume air tersaring (ml)

Vo : Volume air yang diamati (pada Sedgewick Rafter) (ml) Vs : Volume air yang disaring (l)

3. Pengambilan contoh dan analisis kualitas air Pengukuran Faktor Fisika Perairan

Suhu

Pengukuran suhu air dilakukan dengan menggunakan alat termometer.

Sampel air diambil menggunakan ember lalu termometer dimasukkan kedalam ember dan didiamkan kurang lebih 10 menit, setelah itu dibaca skala suhunya.

Kecerahan

Pengukuran kecerahan air dilakukan dengan menggunakan alat sechi disc. Sechi disc dimasukkan perlahan kedalam perairan sampai tidak terlihat lagi, lalu

catat berapa meter panjang tali ketika sechi disc mulai tidak terlihat lagi. Setelah itu masukkan kembali sechi disc kedalam perairan sampai benar-benar tidak terlihat dan kemudian ditarik keatas dengan perlahan sampai sechi disc mulai

terlihat, lalu catat berapa panjang tali tersebut. Setelah itu buat rata-rata dari panjang tali yang telah diukur tadi.

Kekeruhan

(42)

Pengukuran Faktor Kimia Perairan pH Air

Pengukuran pH air dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Sampel air diambil menggunakan ember lalu bagian elektroda dimasukkan kedalam

sampel air hingga nilai pada display konstan.

Dissolved Oxygen (DO)

Pengukuran DO air dilakukan dengan menggunakan metode Winkler,

dengan mengacu kepada Suin (2002) (Lampiran 5).

Biochemical Oxygen Demand (BOD5)

Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan metode Winkler. Pengukuran terdiri atas dua tahapan, yaitu pertama pengukuran DO sampel air

langsung di lokasi dan kedua pengukuran DO sampel air setelah diinkubasi selama lima hari, setelah itu nilai DO awal dikurangi nilai DO akhir (Suin, 2002)

(Lampiran 6).

Kandungan Nitrit (NO2 -N) dan Nitrat (NO3 -N)

Pengukuran konsentrasi nitrit dan nitrat dilakukan dengan menggunakan

metode spektrofotometri. Pengukuran absorban dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer SP 300 pada panjang gelombang = 410 nm (Michael, 1984 diacu oleh Suin, 2002) (Lampiran 7 dan Lampiran 8).

Kandungan Amoniak (NH3-N)

(43)

spektrofotometer SP 300 pada panjang gelombang = 640 nm (Suin, 2002) (Lampiran 9).

Kandungan Fosfat (PO43-)

Pengukuran konsentrasi fosfat dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri. Pengukuran absorban dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer SP 300 pada panjang gelombang = 880 nm (Michael, 1984;

Suin, 2002) (Lampiran 10).

4. Analisis Data

Indek keanekaragaman (H')

Untuk mengetahui keanekaragaman plankton digunakan persamaan indeks Shannon-Wiener sebagai berikut (Ludwig dan Reynolds, 1988):

=

= i

i

pi pi H

0 ln '

Keterangan:

H’ = Indeks keanekaragaman pi = ni/N

ni = Jumlah individu jenis ke i N = Jumlah total individu

Kisaran nilai indeks keanekaragaman dapat diklasifikasikan (Odum, 1996):

H’ < 2,306 = Keanekaragaman rendah (Komunitas biota tidak stabil) 2,306 < H’ < 6,9076 = Keanekaragaman sedang (Komunitas biota sedang)

H’ > 6,9078 = Keanekaragaman tinggi (Komuntas biota bagus)

Indeks Keseragaman (E)

Untuk mengetahui sebaran ataupun distribusi kelimpahan antar takson dalam komunitas dilakukan uji indeks ekuitabilitas yang disebutjuga sebagai

(44)

) ln( ' s H E= Keterangan :

H’ = Indeks diversitas Shannon-Wienner

Ln(s) = Indeks diversitas maximum, yang dimana S banyaknya spesies. Besarnya nilai E berkisar antara 0-1.

Kisaran nilai indeks keseragaman dapat diklasifikasikan (Odum, 1996): 0 < E < 0,4 : Keseragaman rendah

0,4 < E < 0,6 : Keseragaman sedang E > 0,6 : Keseragaman tinggi

Indeks Dominansi (

λ

)

Indeks dominansi digunakan untuk melihat adanya dominansi oleh jenis

tertentu pada populasi fitoplankton dengan menggunakan Indeks Dominansi Simpson (Ludwig dan Reynolds, 1988) dengan rumus sebagai berikut:

= = s i i p 1 2 λ Keterangan:

λ

= Indeks dominansi Simpson ni = Jumlah individu jenis ke i N = Jumlah total individu S = Jumlah genus

Kisaran nilai indeks dominansi dapat diklasifikasikan (Odum, 1996):

λ

= 0, berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas dalam keadaan stabil.

λ

= 1, berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas labil, karena terjadi tekanan ekologi.

Analisis Kelimpahan Plankton dengan Faktor Fisika Kimia Perairan

Analisis regresi linear dari kelimpahan plankton dengan faktor fisika dan

kimia perairan dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.00. Matriks korelasi menunjukkan hubungan antara variabel yang ada. Menurut Sugiyono (2005),

(45)
[image:45.595.174.449.101.202.2]

Tabel 1. Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan antar Faktor Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0.00 - 0.199 Sangat rendah 0.20 - 0.399 Rendah 0.40 - 0.599 Sedang

0.60 - 0.799 Kuat

(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Klasifikasi dan Struktur Komunitas Plankton

Hasil pengamatan plankton yang telah dilakukan di Danau Toba,

Kecamatan Haranggaol, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara dengan 4 kali pengambilan sampel ditemukan struktur komunitas jenis sebanyak 30 genus yang terdiri atas fitoplankton 19 genus dan 11 genus dari zooplankton. Jenis

fitoplankton yang teramati yaitu dari kelas Bacillariophyceace, Chlorophyceae, Conjugatophyceae, Coscinodiscophyceae, Euglenazoa, Fragilariophyceae, Imbricatea, Ulvophyceae, Xanthophyceae, Zignematophyceae, dan

Zignemophyceae sedangkan jenis zooplankton yang teramati yaitu dari kelas Arcellinida, Branchiopoda, Eurotatoria, Eurotifera, Lobosea, Maxillopoda,

Monogononta, Phyllopharyngea, dan Tubulinea (Gambar 3). Klasifikasi dan deskripsi plankton yang didapat dapat dilihat pada Lampiran 4.

Dari hasil penelitian, terlihat jelas bahwa keanekaragaman fitoplankton

jauh lebih tinggi dibandingkan keanekaragaman zooplankton. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa terdapat 5 genus dari kelas Bacillariophyceace dan 4 genus dari

kelas Chlorophyceae yang paling mendominasi di Danau Toba, kemudian diikuti kelas Conjugatophyceae dan kelas Zignemophyceae. Keempat kelas fitoplankton ini merupakan sumber pakan bagi ikan-ikan yang hidup di perairan umum.

Beberapa kelas zooplankton yang juga sebagai makanan bagi ikan-ikan perairan umum antara lain kelas Eurotatoria dan kelas Maxillopoda yang paling dominan

(47)

(a) (b ) G am ba

r 3. K

el im pa ha n P la nkt on ( ind/ L ) ( a) S ta si un I ; ( b) S ta si un I I 0

100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

Bacillariophyceace Chlorophyceae Conjugatophyceae Coscinodiscophyceae Euglenazoa Fragilariophyceae Imbricatea Ulvophyceae Xanthophyceae Zignematophyceae Zignemophyceae Arcellinida Branchiopoda Eurotatoria Eurotifera Lobosea Maxillopoda Monogononta Phyllopharyngea Tubulinea

Kelimpahan Plankton (ind/L)

Universitas

Sumatera

[image:47.595.493.758.128.491.2]
(48)

Tabel2. Klasifikasi Plankton

No Divisi Kelas Ordo Famili Genus

1 Bacillariophyceace Centrales Chaetocerotaceae Chaetoceros

2 Cymbellales Cymbellaceae Cymbella

3 Rhopalodiales Rhopalodiaceae Rhopalodia

4 Naviculales Neidiaceae Neidium

5 Bacillariales Bacillariaceae Nitzchia

6 Chlorophyta Chlorophyceae Sphaeropleales Hydrodictyaceae Hydrodictyon

7 Chlorococcales Hydrodictyaceae Pediastrum

8 Volvocales Volvocaceae Volvox

9 Sphaeropleales Neochloridaceae Planktosphaeria

10 Charophyta Conjugatophyceae Desmidiales Desmidiaceae Docidium 11 Heterokontophyta Coscinodiscophyceae Biddulphiales Biddulphiaceae Isthmia

12 Euglenozoa Euglenazoa Euglenales Euglenaceae Euglena

13 Heterokontophyta Fragilariophyceae Fragilariales Fragilariaceae Synedra

14 Cercozoa Imbricatea Euglyphida Euglyphidae Trinema

15 Chlorophyta Ulvophyceae Ulotrichales Ulotrichaceae Ulotrix

16 Zignemophyceae Desmidiales Desmidiaceae Staurastrum

17 Desmidiales Gonatozygaceae Gonatozygon

[image:48.842.95.762.130.491.2]
(49)
[image:49.842.86.775.125.328.2]

Tabel 3. Lanjutan Klasifikasi Plankton

20 Tubulinea Arcellinida Difflugina Difflugiidae Difflugia

21 Arthropoda Branchiopoda Cladocera Bosminidae Bosmina

22 Rotifera Eurotatoria Flosculariaceae Filinidae Filinia

23 Ploima Mytilinidae Mytilina

24 Eurotifera Ploima Brachionidae Keratella

25 Monogononta Ploima Trichocercidae Trichocerca

26 Amoebozoa Lobosea Arcellinida Centropyxidae Centropyxis

27 Arthropoda Maxillopoda Cyclopoida Cyclopidae Cyclops

28 Calanoida Diaptomidae Diaptomus

29 Ciliophora Phyllopharyngea Cyrtophorida Chilodonellidae Chilodonella

(50)

Bentuk-bentuk plankton secara mikroskopis yang dominan dijumpai yaitu dari kelas Bacillariopiceae dan Clorophyceae dapat dilihat pada Gambar 4.

Chaetoceros Cymbella Rhopalodia

Neidium Nitzchia Hydrodiction

[image:50.595.114.512.140.490.2]

Pediastrum Volvox Planktosphaeria

Gambar 4. Foto Plankton

Nilai kelimpahan plankton di setiap stasiun penelitian dicantumkan pada

Gambar 5. Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa kelimpahan plankton pada stasiun I yaitu di Kelurahan Haranggaol Horison memiliki kelimpahan plankton yang lebih

(51)
[image:51.595.130.494.81.301.2]

Gambar 5. Grafik Kelimpahan Plankton di setiap Stasiun Penelitian

Indeks Keanekaragaman genus (H'), Keseragaman (E), Dominansi (

λ

) Plankton

Nilai dari indeks keanekaragaman genus (H'), keseragaman (E) berikut

dominansi (

λ

) plankton dicantumkan pada Tabel 3.

Tabel 4. Indeks Keanekaragaman genus (H’), Keseragaman (E), Dominansi (

λ

) Plankton

Indeks Stasiun

I II

H' 3,08 3,38

E 0,34 0,39

λ

0,04 0,04

Keterangan:

Stasiun I : Daerah budidaya keramba jaring apung Stasiun II : Daerah tanpa budidaya keramba jaring apung

Dari Tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa indeks keanekaragaman genus

(H') pada stasiun I adalah 3,08 dan pada stasiun II adalah 3,38. Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas komunitas biota sedang turun atau kualitas air

tercemar sedang. Menurut Odum (1996), kisaran nilai indeks keanekaragaman adalah bila H' < 2,306 menunjukkan keanekaragaman rendah (komunitas biota

0 500 1000 1500 2000 2500

KJA Tanpa KJA

[image:51.595.164.456.485.565.2]
(52)

tidak stabil), apabila 2,306 <H' < 6,9076 menunjukkan bahwa keanekaragaman sedang (komunitas biota sedang), dan apabila H' > 6,9078 menunjukkan bahwa

keanekaragaman tinggi (komunitas biota bagus).

Indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun II dengan nilai 0,39 sedangkan indeks keseragaman terendah pada stasiun. Menurut Odum (1996),

0 < E< 0,4 menunjukkan keseragaman rendah, 0,4 < E < 0,6 menunjukkan keseragaman sedang dan E > 0,6 menunjukkan keseragaman tinggi, artinya

penyebaran individu tersebut mendekati merata atau tidak ada spesies yang mendominasi.

Nilai indeks dominansi yang terdapat pada stasiun I dan stasiun II

memiliki nilai yang sama yaitu 0,04. Hal ini menunjukkan bahwa pada stasiun I dan stasiun II tidak terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau

struktur komunitas dalam keadaan stabil. Menurut Odum (1996), apabila nilai

kisaran indeks dominansi

λ

= 0, berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas dalam keadaan stabil, dan

apabila

λ

= 1, berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau
(53)

Parameter Fisika Kimia Penunjang Kesuburan Perairan dan Analisis Regresi dengan Kelimpahan Plankton

Parameter fisika kimia penunjang kesuburan perairan dicantumkan pada Tabel 5 dan analisis regresi kelimpahan plankton dengan faktor fisika kimia

[image:53.595.127.487.237.431.2]

perairan pada Tabel 6.

Tabel 5. Nilai Parameter Fisika Kimia Perairan

No Parameter Satuan Stasiun I Stasiun II

Fisika

1 Suhu oC 26 – 27 26 – 28

2 Kecerahan m 3 – 5 3 – 6,3

3 Kekeruhan NTU 0,22 – 3,31 0,12 – 0,43

Kimia

4 DO mg/l 4 – 6,3 5,5 – 6,5

5 BOD5 mg/l 1,0 – 2,0 0,4 – 0,9

6 pH - 7,4 – 8,2 7,4 – 8,3

7 Nitrat mg/l 0,29 – 0,81 0,12 – 0,44 8 Nitrit mg/l 0,001 – 0,009 0,001 – 0,005 9 Amoniak mg/l 0,12 – 0,23 0,11 – 0,16 10 Fosfat mg/l 0,08 – 0,18 0,05 – 0,06 Keterangan:

Stasiun I : Daerah budidaya keramba jaring apung Stasiun II : Daerah tanpa budidaya keramba jaring apung

Berdasarkan data pada Tabel 5 parameter fisika, kisaran suhu pada stasiun

I lebih rendah yaitu 26–27 oC dan pada stasiun II yaitu 26–28 oC sedangkan pada kecerahan stasiun I juga lebih rendah yaitu berkisar 3–5 m dan pada stasiun II yaitu 3–6,3 m. Nilai kekeruhan pada stasiun I lebih tinggi yaitu 0,22–3,31 NTU

dan untuk stasiun II adalah 0,12–0,43 NTU, hal ini disebabkan karena stasiun I merupakan daerah yang terdapat budidaya keramba jaring apung. Pengukuran

pada parameter kimia yaitu DO (Dissolved Oxygen) di stasiun I lebih rendah dari stasiun II, nilai DO pada stasiun I adalah 4–6,3 mg/l sedangkan pada stasiun II yaitu 5,5–6,5 mg/l. nilai pH pada stasiun I dan stasiun II tidak jauh berbeda

(54)

Nilai nitrat terendah terdapat pada stasiun II yaitu 0,12–0,44 mg/l dan pada stasiun I yaitu 0,29–0,81 mg/l. Hal ini disebabkan karena stasiun I berada pada

daerah budidaya keramba jaring apung dan dekat dengan aktivitas penduduk maka buangan limbah domestik yang mengandung amoniak jelas akan menyebabkan jumlah nitrat menjadi lebih tinggi.

Nilai nitrit pada stasiun I lebih tinggi dibandingkan stasiun II. Kandungan nitrit yang tinggi pada stasiun I karena adanya buangan limbah organik dan sisa

pakan yang tidak termakan oleh ikan yang berada dikeramba jaring apung, sedangkan pada stasiun II lebih rendah mengindikasikan bahwa nitrogen lebih

banyak terdapat dalam bentuk amoniak. Nilai nitrit pada stasiun I yaitu

0,001–0,009 mg/l dan pada stasiun II yaitu 0,001–0,005 mg/l.

Dari Tabel 5 dapat dilihat kandungan amoniak terendah terdapat pada

stasiun II dengan nilai 0,11–0,16 mg/l dan pada stasiun II dengan nilai 0,12–0,23 mg/l, sedangkan untuk kandungan fosfat tertinggi terdapat pada stasiun I dengan nilai 0,08–0,18 mg/l dan pada stasiun II dengan nilai 0,05–0,06 mg/l.

Analisis regresi antara faktor fisika kimia dengan indeks kelimpahan plankton pada stasiun I dapat dilihat pada Lampiran 13 dan analisis regresi antara

(55)
[image:55.595.115.515.115.464.2]

Tabel 6. Analisis Regresi Kelimpahan Plankton dengan Faktor Fisika Kimia Perairan

Stasiun

Pengamatan Faktor Y Faktor X Regresi R² Korelasi Suhu y = -2161x + 58742 0,850 0,922 Kecerahan y = -652.8x + 4441 0,637 0,798 Kekeruhan y = -1488x + 6840 0,309 0,556 DO y = -1458x + 9190 0,954 0,977 Stasiun I Kelimpahan BOD5 y = -351.2x + 2206 0,005 0,071 Plankton pH y = -1603x + 14052 0,805 0,897 Nitrat y = 7168x – 2448 0,19 0,436 Nitrit y = 29547x + 341.3 0,374 0,612 Amoniak y = 25886x – 3238 0,77 0,877

Fosfat y = 62100x – 6017 0,347 0,589

Suhu y = 13.74x + 663.5 0,477 0.691 Kecerahan y = -6.672x + 1067 0,461 0,679 Kekeruhan y = -333.3x + 1128 0,559 0,748 DO y = -103.3x + 1658 0,597 0,773 Stasiun II Kelimpahan BOD5 y = -56.38x + 1066 0,414 0,643 Plankton pH y = -5.419x + 1077 0,022 0,148 Nitrat y = 113.4x + 993.4 0,225 0,474 Nitrit y = 12000x + 1011 0,805 0,897 Amoniak y = 2155x + 749.5 0,974 0,987

(56)

B. Pembahasan

Klasifikasi dan Struktur Komunitas Plankton

Kelas Bacillariophyceace dan Chlorophyceae merupakan penyusun utama komunitas plankton pada kedua stasiun. Hasil yang sama tersebut juga ditemukan oleh Mujiyanto, dkk. (2011) di daerah keramba jaring apung (KJA) di waduk

Ir. H. Djuanda, Yazwar (2008) di Parapat Danau Toba, dan Rokhim, dkk (2009) di perairan Kecamatan Kwanyar Kabupten Bangkalan. Kondisi ini merupakan hal

yang umum terjadi perairan umum. Menurut Seller dan Markland (1987) diacu oleh Mujiyanto, dkk. (2011), komunitas fitoplankton di perairan waduk dan danau cenderung didominasi oleh jenis-jenis dari kelas Chlorophyceae, Cyanophyceae

dan Bacillariophyceae.

Pada Kelas Bacillariophyceace terdapat 5 genus yaitu Chaetoceros,

Cymbella, Rophalodia, Neidium dan Neidium. Kelimpahan tertinggi terdapat pada genus Chaetoceros dan yang terendah pada genus Cymbella. Sedangkan pada kelas Chlorophyceae terdapat 4 genus yaitu Hydrodictyon, Pediastrum,

Volvox dan Planktosphaeria. Kelimpahan tertinggi pada kelas Chlorophyceae yaitu pada genus Planktosphaeria dan yang terendah terdapat pada genus

Hydrodictyon. Sachlan (1982) diacu oleh Mujiyanto, dkk. (2011) menjelaskan bahwa distribusi fitoplankton di suatu perairan baik spasial maupun temporal mempunyai variasi yang beranekaragam.

Terdapat perbedaan jumlah pada fitoplankton dan zooplankton pada kedua stasiun pengamatan yang dilakukan di Danau Toba Kecamatan Haranggaol,

(57)

zooplankton. Fitoplankton dalam ekosistem perairan mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam rantai makanan, karena fitoplankton merupakan

produsen utama yang memberikan sumbangan pada produksi primer suatu perairan. Menurut Sumich (1992), sebagai produsen primer, fitoplankton berperan sebagai penghasil oksigen dan bahan makanan bagi organisme perairan lainnya.

Berdasarkan hasil pengamatan dengan 4 kali pengambilan sampel di Danau Toba Kecamatan Haranggaol, Kabupaten Simalungun, terdapat perbedaan

jumlah kelimpahan plankton pada stasiun I dan stasiun II. Kelimpahan plankton pada stasiun I yaitu 5812,66 ind/l dan pada stasiun II yaitu 4140,66 ind/l. Kelimpahan plankton pada stasiun I lebih tinggi diduga karena pada stasiun I

terdapat aktivitas budidaya keramba jaring apung, dimana terdapat akumulasi sisa-sisa pemberian pakan yang tidak termakan oleh ikan, feses dan ikan mati

yang banyak mengandung nitrogen dan fosfor mampu memicu pertumbuhan plankton. Menurut Boyd (1982) diacu oleh Yosmaniar (2010), nitrogen dan fosfor merupakan unsur yang dibutuhkan oleh fitoplankton, berperan penting dalam

produktivitas primer pada ekosistem akuatik.

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa plankton yang paling banyak

dijumpai adalah dari kelas Bacillariophyceace terdiri atas 5 genus yaitu Chaetoceros, Cymbella, Rophalodia, Neidium dan Neidium. Bila ditinjau dari keadaan biologisnya kelas Bacillariophyceace merupakan jenis plankton diatom

menurut Newel (1963). Menurut Nontji (1993), jenis fitoplankton yang paling umum dijumpai di perairan dalam jumlah besar adalah diatom. Distribusi

(58)

berukuran besar dan biasanya tertangkap oleh jaring plankton terdiri atas dua kelompok besar yaitu diatom dan dinoflagellata. Namun, di Danau Toba

Kecamatan Haranggaol Kabupaten Simalungun tidak dijumpai adanya plankton dinoflagelata, karena dinoflagelata biasa dijumpai di lautan walaupun ada juga di perairan tawar populasinya bergantung pada suhu, kadar garam dan kedalaman

laut. Contoh perhitungan kelimpahan plankton dapat dilihat pada Lampiran 12.

Indeks Keanekaragaman genus (H'), Keseragaman (E), Dominansi (

λ

) Plankton

Indeks keanekaragaman genus (H') selama pengamatan diperoleh nilai 3,08 pada stasiun I dan 3,38 pada stasiun II. Pada stasiun II merupakan daerah tidak terdapat adanya aktivitas budidaya keramba jaring apung. Meskipun pada

stasiun I merupakan daerah budidaya keramba jaring apung namun keanekaragaman plankton pada stasiun I dan stasiun II masih tergolong sedang.

Menurut Odum (1996), apabila 2,306 < H' < 6,9076 maka keanekaragaman sedang (komunitas biota sedang).

Nilai indeks keseragaman yang terdapat pada stasiun I dan stasiun II tidak

jauh berbeda yaitu 0,34 pada stasiun I dan 0,39 pada stasiun II. Hal ini menunjukkan nilai indeks keseragamannya rendah, dimana pola sebaran individu

hampir merata sehingga tidak ditemukan adanya dominansi spesies tertentu pada

kedua stasiun. Odum (1996) mengatakan kisaran indeks keseragaman antara 0 sampai 1, semakin kecil nilai keseragaman (mendekati nol) menunjukan bahwa

(59)

keseragaman (jumlah individu tiap genus dapat dikatakan sama atau tidak jauh berbeda).

Berdasarkan hasil pengamatan pada indeks dominansi (Tabel 4), nilai indeks dominansi stasiun I dan stasiun II sama yaitu 0,04. Hal ini menunjukkan tidak ada spesies yang mendominasi pada daerah budidaya keramba jaring apung

dan daerah dimana tidak terdapat aktivitas keramba jaring apung. Menurut Odum (1996), indeks dominansi berkisar antara 0 sampai 1, dimana semakin kecil nilai

indeks dominansi maka menunjukan bahwa tidak ada spesies yang mendominsi sebaliknya semakin besar dominansi maka menunjukan ada spesies tertentu.

Menurut Krebs (1978) diacu oleh Samino (2004), keanekaragaman genus

digunakan untuk mengukur stabilitas suatu ekosistem. Dari segi ekologi, jumlah jenis dalam suatu ekosistem adalah penting karena keanekaragaman jenis

tampaknya bertambah bila komunitas menjadi makin stabil. Hal ini berarti bahwa semakin besar nilai indeks keanekaragaman jenis organisme pada perairan Danau Toba Kecamatan Haranggaol Kabupaten Simalungun, maka semakin besar pula

tingkat stabilitas organisme tersebut di dalam perairan. Nilai indeks keseragaman (E) adalah 0,34 pada stasiun I dan 0,39 pada stasiun II. Semakin mendekati satu

nilai indeks keseragaman menggambarkan semakin seragamnya populasi yang ada.

Parameter Fisika Kimia Penunjang Kesuburan Perairan dan Analisis Regresi dengan Kelimpahan Plankton

Suhu

(60)

II yaitu 26–28oC. Adanya perbedaan suhu pada stasiun I dan stasiun II diduga karena pada saat pengamatan di lapangan terjadi hujan di stasiun I namun pada

saat pengamatan di stasiun II tidak terjadi hujan. Secara keseluruhan suhu 26–28oC sudah cukup optimal bagi pertumbuhan plankton. Menurut Nybakken (1992), kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan plankton di perairan adalah

20–30oC.

Menurut Effendi (2003), peningkatan suhu akan menyebabkan

peningkatan kecepatan proses metabolisme sel dan respirasi organisme air, dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan dekomposisi bahan organik mikroba. Kisaran suhu yang optimum bagi pertumbuhan plankton adalah antara 20–30°C.

Suhu di Danau Toba Kecamatan Haranggaol Kabupaten Simalungun berdasarkan hasil penelitian berkisar antara 26–28ºC (Tabel 5), sehingga berdasarkan

keterangan di atas maka dapat dikatakan bahwa suhu di perairan Danau Toba Kecamatan Haranggaol Kabupaten Simalungun masih optimum untuk pertumbuhan plankton.

Perubahan suhu yang ekstrim akan mengganggu kehidupan organisme bahkan dapat menyebabkan kematian. Satu di antara beberapa faktor yang sangat

penting dalam proses metabolisme organisme di perairan adalah suhu. Hasil regresi kelimpahan plankton dengan suhu pada stasiun I yaitu y = -2161x + 58742 dengan nilai R2 sebesar 0,850 dan pada stasiun II yaitu y = 13.74x + 663.5 dengan

nilai R2 sebesar 0,477. Tingginya pengaruh suhu pada stasiun I dikarenakan pengaruh berbagai aktivitas masyarakat seperti limbah domestik yang langsung di

(61)

II pengaruh suhu terhadap k

Gambar

Gambar 1.  Kerangka pemikiran penelitian struktur komunitas plankton di sekitar keramba    jaring apung Danau Toba Kecamatan Haranggaol, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Tabel 1. Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan antar Faktor
Gambar 3. Kelimpahan Plankton (ind/L) (a) Stasiun I; (b) Stasiun II
+7

Referensi

Dokumen terkait

Siais Terhadap Kegiatan Keramba Jaring Apung” yang bertujuan untuk mengetahui kondisi lingkungan perairan Danau Siais dan daya dukungnya terhadap kegiatan perikanan keramba

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur dan produktivitas rerumputan pada ketinggian yang berbeda di Kawasan Danau Toba Desa Haranggaol Kecamatan Haranggaol

Jumlah unit Keramba Jaring Apung (KJA) ikan nila dan ikan campuran sangat berkaitan langsung terhadap jumlah produksi KJA ikan nila dan produksi KJA ikan campuran.Semakin

Judul Penelitian : Analisis Kesesuaian Wilayah Untuk Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung di Perairan Girsang Sipangan Bolon Danau Toba.. Nama

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban masukan unsur hara tertinggi di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba berasal dari keramba jaring apung (KJA) yang

Penelitian Studi Komparasi Keanekaragaman Makrozoobentos di Perairan Haranggaol, Danau Toba, Sumatera Utara telah dilakukan untuk membandingkan. keanekaragaman makrozoobentos

Judul Penelitian : Analisis Kesesuaian Wilayah Untuk Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung di Perairan Girsang Sipangan Bolon Danau Toba.. Nama

Introduksi keramba jaring apung (KJA) berlapis telah dilakukan di Danau Maninjau Sumatera Barat, upaya untuk meminimalkan beban limbah yang berasal dari sisa pakan dalam