DAYA DUKUNG LINGKUNGAN (Carrying Capacity)
DANAU SIAIS TERHADAP KEGIATAN
KERAMBA JARING APUNG
TESIS
OLEH
IMELDA SARI HARAHAP
117004011/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN (Carrying Capacity)
DANAU SIAIS TERHADAP KEGIATAN
KERAMBA JARING APUNG
TESIS
Diajukan Sebagai Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
OLEH
IMELDA SARI HARAHAP 117004011/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : DAYA DUKUNG LINGKUNGAN
(Carrying Capacity) DANAU SIAIS
TERHADAP KEGIATAN KERAMBA JARING APUNG
Nama Mahasiswa : Imelda Sari Harahap Nomor Induk Mahasiswa : 117004011
Program Studi : Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc. Ketua
(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS (
)
Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M.Phill. Anggota
)
Direktur
(Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc.)
Telah Diuji pada
Tanggal : 28 Agustus 2013
PANITIA PENGUJI TESIS :
Ketua : Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc. Anggota : 1. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc.
PERNYATAAN
Judul Tesis
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN (Carrying Capacity) DANAU SIAIS TERHADAP KEGIATAN
KERAMBA JARING APUNG
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Agustus 2013 Penulis
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN (Carrying Capacity) DANAU SIAIS TERHADAP KEGIATAN
KERAMBA JARING APUNG
ABSTRAK
Penelitian tentang “Daya Dukung Lingkungan (carrying capacity) Danau
Siais Terhadap Kegiatan Keramba Jaring Apung” yang bertujuan untuk mengetahui kondisi lingkungan perairan Danau Siais dan daya dukungnya terhadap kegiatan perikanan keramba jaring apung (KJA). Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari – Juni 2013. Lokasi penelitian ditentukan
berdasarkan pada rona lingkungan dengan menggunakan Metode “Purposive
Sampling”. Pengukuran parameter seperti suhu, kecerahan, DO dan pH dilakukan
secara insitu, sedangkan untuk mengukur total fosfat, nitrat, COD, BOD5 dan
plankton dilakukan di laboratorium. Untuk analisis carrying capacity dilakukan
dengan menggunakan metode CADS TOOL. Nilai parameter fisika, kimia dan biologi perairan Danau Siais yang diperoleh masih sesuai dengan ambang batas baku mutu air kelas 3 PP. No. 82 Tahun 2001, kebutuhan kualitas air untuk kegiatan budidaya perikanan. Secara keseluruhan nilai parameter yang diperoleh menunjukkan bahwa kualitas perairan Danau Siais masih baik untuk mendukung kehidupan organisme aquatik. Analisis daya dukung menyatakan bahwa daya dukung Danau Siais masih mendukung terhadap kegiatan KJA di danau tersebut, diperoleh nilai daya dukung danau sebesar 1.965,6337 ton/tahun.
THE ENVIRONMENTAL CARRYING CAPACITY OF THE LAKE SIAIS FLOATING NET ACTIVITY
ABSTRACT
Research on “The Environmental Carrying Capacity of the Lake Siais Floating Net Activity” wich aims to determine the environmental condition of the floating net fisheries. This research was carried out in January – June 2013. The where determined based on the environmental setting used purposive sampling method. Measurement of parameters such as temperature, brightness, DO, pH done in situ, whereas for for measuring total phosphate, nitrate, COD, BOD5 and planktonin the laboratory. Carrying capacity analysis was performed using CADS TOOL method. Parameter values of physics, chemistry and biologycal of Lake Siais, where still obtained in accordance with the water quality standart limits the class 3 PP. No. 82 of 2001, the water quality requirements for aquaculture activities. Overall parameter values obtained indicated that the water quality of the Lake Siais was still good for aquatic organisms to support the actiivities in the lake, the value of the carrying capacity of the Lake was 1.965,6337 ton/ year.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan
tesis ini dengan baik. Tesis ini berjudul Daya Dukung Lingkungan
(Carrying Capacity) Danau Siais Terhadap Kegiatan Keramba Jaring Apung.
Penulis menyadari bahwa Tesis ini dapat selesai karena bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga dengan setulusnya kepada :
1. Ayah (Ali Anda Harahap), dan Ibu (Masna Dewi Siregar, S.Pd.I), yang
telah memberikan do’a, bimbingan baik secara materi, waktu, tenaga dan kasih sayang yang tulus moral selama ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc, Bapak Prof. Dr. Erman
Munir, M.Sc, Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc. M.Phil sebagai Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan secara moral dan telah meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M.Sc dan Ibu Prof. Dr. Retno
Widhiastuti, MS sebagai Penguji yang telah meluangkan waktu dan pikiran serta memberikan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis hingga selesai.
4. Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti MS, sebagai Ketua Program Studi dan
Bapak Drs. Chairuddin, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang telah memberikan support agar laporan teisis ini dapat selesai.
5. Keluarga besar (Okta, Mustika, Faisal, Fuji, Nina), adik ipar (Erison) dan Ponakan (Alfian). Terima kasih atas dukunga, do’a dan semangat yang telah kalian berikan selama study hingga tesis ini dapat diselesaikan.
6. Rekan-rekan PSL USU angkatan 2011 atas segala kerjasama yang baik
selama study hingga selesai
Semua pihak yang telah membantu, sebagai insan yang tak luput dari segala kekurangan, penulis menyadari Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat mendukung dan membangun kesumpurnaan Tesisi ini, akhir kata dengan segala keterbasannya, semoga Tesis ini memberikan manfaat bagi yang membutuhkannya.
Medan, Oktober 2013
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan tanggal 28 Agustus 1986 di Aek Kanopan dan merupakan anak pertama dari enam bersaudara dari Ayah (Ali Anda Harahap) dan Ibu (Masna Dewi Siregar, S.Pd.I).
Penulis menamatkan Sekolah Dasar dari SD Negeri No. 142457 Batunadua di Padangsidimpuan tamat tahun 1998, Sekolah Menengah Pertama dari SMP Negeri 1 Padangsidimpuan tamat tahun 2001 dan Sekolah Menengah Atas dari SMA Negeri 1 Padangsidimpuan tamat tahun 2004. Melanjutkan pendidikan di Fakultas Perikanan dan Kelautan Jurusan Managemen Sumberdaya Perairan Universitas Riau dan memperoleh gelar Sarjana Perikanan tahun 2008.
DAFTAR ISI
2.4. Kegiatan Perikanan Keramba Jaring Apung ... 21
2.5. Status Trofik Danau dan/ atau Waduk ... 23
2.6. Ekosistem Danau Siais ... 25
BAB III. METODE PENELITIAN ... 26
3.1. Waktu dan Tempat... 26
3.2. Alat dan Bahan ... 26
3.3. Pelaksanaan Penelitian ... 26
3.3.3. Pengumpulan Data... 30
3.4. Analisis Data ... 30
3.4.1. Analisis Kualitas Air ... 30
3.4.2. Analisis Carrying Capacity Produksi KJA ... 30
3.4.3. Analisis Plankton ... 32
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35
4.1. Gambaran Umum Kawasan Danau Siais... 35
4.2. Kualitas Air Danau Siais ... 36
4.3.2. Perikanan Budidaya Keramba Jaring Apung ... 49
4.4. Kegiatan Keramba Jaring Apung Terhadap Kondisi Kualitas Air ... 58
4.5. Daya Dukung Lingkungan (Carrying Capacity) ... 61
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 64
5.1. Kesimpulan ... 64
5.2. Saran ... 65
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
1.1. Bagan Alir Kerangka Berpikir ... 8
3.1. Lokasi Penelitian Mewakili Stasiun I ... 27
3.2. Lokasi Penelitian Mewakili Stasiun II ... 27
3.3. Lokasi Penelitian Mewakili Stasiun III ... 28
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
2.1. Kriteria Status Trofik Danau ... 25
3.1. Parameter-parameter Lingkungan ... 29
4.1. Hasil Nilai Parameter Fisika dan Kimia Danaus Siais ... 36
4.2. Data Kegiatan Keramba Jaring Apung Danau Siais ... 50
4.3. Komposisi Pakan yang Digunakan pada KJA di Danau Siais .. 53
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1. Peta Kecamatan Angkola Sangkunur ... 70
2. Lokasi Pengambilan Sampel ... 71
3. Keramba Jaring Apung (KJA) Danau Siais ... 72
4. Bagan Kerja Pegukuran Kelarutan Oksigen (DO) Metode Winkler 73
5. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5 ...
6. Bagan Kerja Pengukuran COD dengan Metode Refluks ... 76
75
7. Bagan Kerja Pengukuran Kandungan Nitrat (NO3
8. Bagan Kerja Pengukuran Kandungan Fospat (PO
) ... 77
4
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN (Carrying Capacity) DANAU SIAIS TERHADAP KEGIATAN
KERAMBA JARING APUNG
ABSTRAK
Penelitian tentang “Daya Dukung Lingkungan (carrying capacity) Danau
Siais Terhadap Kegiatan Keramba Jaring Apung” yang bertujuan untuk mengetahui kondisi lingkungan perairan Danau Siais dan daya dukungnya terhadap kegiatan perikanan keramba jaring apung (KJA). Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari – Juni 2013. Lokasi penelitian ditentukan
berdasarkan pada rona lingkungan dengan menggunakan Metode “Purposive
Sampling”. Pengukuran parameter seperti suhu, kecerahan, DO dan pH dilakukan
secara insitu, sedangkan untuk mengukur total fosfat, nitrat, COD, BOD5 dan
plankton dilakukan di laboratorium. Untuk analisis carrying capacity dilakukan
dengan menggunakan metode CADS TOOL. Nilai parameter fisika, kimia dan biologi perairan Danau Siais yang diperoleh masih sesuai dengan ambang batas baku mutu air kelas 3 PP. No. 82 Tahun 2001, kebutuhan kualitas air untuk kegiatan budidaya perikanan. Secara keseluruhan nilai parameter yang diperoleh menunjukkan bahwa kualitas perairan Danau Siais masih baik untuk mendukung kehidupan organisme aquatik. Analisis daya dukung menyatakan bahwa daya dukung Danau Siais masih mendukung terhadap kegiatan KJA di danau tersebut, diperoleh nilai daya dukung danau sebesar 1.965,6337 ton/tahun.
THE ENVIRONMENTAL CARRYING CAPACITY OF THE LAKE SIAIS FLOATING NET ACTIVITY
ABSTRACT
Research on “The Environmental Carrying Capacity of the Lake Siais Floating Net Activity” wich aims to determine the environmental condition of the floating net fisheries. This research was carried out in January – June 2013. The where determined based on the environmental setting used purposive sampling method. Measurement of parameters such as temperature, brightness, DO, pH done in situ, whereas for for measuring total phosphate, nitrate, COD, BOD5 and planktonin the laboratory. Carrying capacity analysis was performed using CADS TOOL method. Parameter values of physics, chemistry and biologycal of Lake Siais, where still obtained in accordance with the water quality standart limits the class 3 PP. No. 82 of 2001, the water quality requirements for aquaculture activities. Overall parameter values obtained indicated that the water quality of the Lake Siais was still good for aquatic organisms to support the actiivities in the lake, the value of the carrying capacity of the Lake was 1.965,6337 ton/ year.
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki
lebih kurangn 17.508 pulau, dengan sekitar 6.000 kekayaan sumberdaya alam
yang sangat melimpah dan berpotensi untuk dikembangkan. Indonesia secara
keseluruhan juga memiliki garis pantai terpanjang di dunia yaitu 81.000 km2 yang
merupakan 14 % dari garis pantai yang ada di seluruh dunia. Luas perairan
Indonesia secara keseluruhan mencapai 5,8 juta km2
Sebagai negara kepulauan 2/3 dari wilayah negara Indonesia merupakan
wilayah perairan dengan sumberdaya hayati terbesar dan seluruhnya belum dapat
dikelola dan dimanfaatkan dengan optimal, sumberdaya hayati perairan ini
mempunyai karakteristik yang unik yaitu merupakan sumberdaya milik umum
(Common Property), akibatnya pemanfaatan sumberdaya bersifat open acces
artinya semua orang dapat melakukan kegiatan pemanfaatan sumberdaya
di wilayah perairan tanpa adanya pembatasan.
atau mendekati 70 % dari
luas negara Indonesia (Resosudarmo, et al. 2002).
Danau merupakan salah satu perairan yang memiliki potensi sumberdaya
hayati. Keberadaan ekosistem danau memberikan fungsi yang menguntungkan
bagi kehidupan manusia, baik untuk rumah tangga, industri, pertanian dan
perikanan. Beberapa fungsi penting tersebut antara lain : sebagai sumber plasma
nutfah yang khas terutama jenis-jenis ikan dengan tingkat endemisitas yang
irigasi, sebagai pendukung sarana transportasi, kegiatan budidaya perikanan,
pariwisata dan pembangkit listrik (Hayati, et al. 2012)
Dari berbagai potensi yang dimiliki oleh danau, maka danau merupakan
potensi sumberdaya yang dapat dimanfaatkan, dikelola dan dikembangkan secara
lestari dan berkelanjutan. Agar fungsi tersebut dapat dipertahankan untuk masa
mendatang, pengelolaannya harus memperhatikan daya dukung lingkungan
(Carrying Capacity).
Danau Siais merupakan salah satu sumberdaya perairan yang dimiliki oleh
Desa Rianiate Kecamatan Angkola Sangkunur Kabupaten Tapanuli Selatan,
dengan luasnya berkisar + 4.500 ha, dengan rata-rata kedalaman berkisar antara
20 s/d 25 m, dan merupakan danau terbesar kedua setelah Danau Toba di Wilayah
Provinsi Sumatera Utara. Panorama alam yang terbentang indah di sepanjang
danau serta lingkungan perairan yang sangat mendukung bagi proses kehidupan
biota, merupakan modal utama dari danau tersebut untuk dapat dikembangkan
berbagai jenis kegiatan pemanfaatan sumberdaya perairan, seperti usaha kegiatan
perikanan dan pengembangan daerah wisata yang dapat mendukung peningkatan
perekonomian masyarakat setempat maupun pemerintah daerah (Bappeda, 2008).
Danau Siais merupakan suatu perairan yang sudah banyak dimanfaatkan
oleh beberapa sektor pertanian, perikanan, perhubungan, dan juga merupakan
sumber air minum bagi masyarakat di sekitar danau. Adanya berbagai aktivitas
manusia di sekitar danau tersebut, menyebabkan Danau Siais mengalami
perubahan-perubahan ekologis kondisinya sudah berbeda dengan kondisi alamnya
sehingga kelestariannya perlu diperhatikan (Bappeda, 2008). Ketidak seimbangan
Di Danau Siais terdapat kegiatan perikanan keramba jaring apung (KJA).
Sejak tahun 2000 aktivitas KJA di pinggir danau berjumlah 10 unit. Keramba ini
dibuka oleh Dinas Perikanan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai
keramba percontohan bagi masyarakat setempat dan sifatnya sebagai keramba
pendederan, dengan luas per unit 3 x 3 x 4 m, dengan jumlah padat tebar 500 ekor.
Adapun jenis-jenis ikan yang didederkan di dalam KJA ini adalah : ikan mas
(Cyprinus sp.), tawes (Puntius sp.), lele (Claris sp.), gurami (Osphronemus sp.),
tambakan (Helostema sp.), mujair (Oreochromis sp.), dan barau (Hampala sp.).
Namun pada saat sekarang kondisi KJA telah berbeda dimana didapatkan jumlah
KJA yang beroperasi dipinggir danau telah bertambah dengan tujuan ekonomi
adapun ikan yang dipelihara yaitu hanya ikan yang bernilai ekonomis seperti mas
(Cyprinus sp.), dan nila (Oreochromis sp.) (DPK, 2008)
Aktivitas pada sektor perikanan KJA yang ada di Danau Siais perlu
dikelola dengan memperhatikan daya dukung lingkungan agar tidak terjadi
pengaruh secara negatif atau perubahan secara ekologis. Hal ini dikarenakan
adanya limbah organik yang berasal dari pakan ikan, akibat ketidak efisienan
terhadap pemberian pakan serta feses yang menumpuk di dasar perairan.
(Machbub, 2010), menyatakan kegiatan keramba jaring apung merupakan
kegiatan perikanan sebagai sumber penghasil fosfat dan nitrat di perairan. Unsur
nitrat (N) dan fosfat (P) yang dikandung pakan ikan merupakan sumber
pencemaran air yang dapat mendorong terjadinya eutrofikasi, disamping BOD
yang menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut. Selain itu juga hasil
peruraiannya yang menyebabkan timbulnya nitrit, amonia dan sulfida yang akan
daya dukung danau/ waduk yang berakibat timbulnya eutrofikasi yang berakibat
hilangnya nilai estetika dan fungsi danau sehingga merubah kondisi ekosistem
pada suatu danau/ waduk.
Maka diperlukan suatu konsep pengelolaan dari pemanfaatan Danau Siais
yang dapat dikembangkan agar sumberdaya yang dimiliki tetap lestari serta
berkelanjutan di masa mendatang adalah konsep daya dukung lingkungan
terhadap kegiatan yang ada di suatu danau. Daya dukung merupakan konsep dasar
yang dikembangkan untuk kegiatan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan secara berkelanjutan. Konsep ini dikembangkan untuk mencegah
kerusakan atau degradasi sumberdaya alam dan lingkungan. Daya dukung
merupakan istilah yang lebih umum untuk karakter lingkungan dan
kemampuannya dalam mengakomodasi suatu kegiatan tertentu atau laju suatu
kegiatan tanpa dampak yang tidak dapat diterima. Konsep daya dukung
didasarkan kepada pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas maksimum
untuk mendukung suatu pertumbuhan organisme (Bengen, 2002).
Analisis daya dukung lingkungan perairan perlu dilakukan untuk
mengetahui kondisi dan kemampuan ekosistem dalam mendukung kegiatan
pemanfaatan agar sesuai dengan hasil yang diharapkan. Nilai daya dukung
merupakan faktor penting dalam menjamin siklus produksi dalam jangka waktu
yang lama dan berkesinambungan (Suparjo, 2008).
Diharapkan penelitian melalui pendekatan daya dukung ini khususnya
untuk kegiatan perikanan keramba jaring apung, dapat diketahui apakah daya
dukung lingkungan perairan Danau Siais masih dapat mendukung kegiatan
ton/tahun yang dapat ditampung oleh danau tersebut sesuai dengan daya
dukungnya, dengan demikian, potensi dan sumberdaya Danau Siais dapat dijaga
kelestariannya dan tetap berkelanjutan dalam pemanfaatan dan pengelolaan
khususnya untuk kegiatan keramba jaring apung.
1.2. Rumusan Masalah
Danau Siais telah banyak dimanfaatkan oleh beberapa sektor pertanian,
perhubungan, perikanan dan aktivitas masyarakat baik secara ekonomis maupun
seharai-hari. KJA merupakan salah satu kegiatan perikanan yang ada di Danau
Siais. Adanya kegiatan perikanan KJA di danau akan mempengaruhi kondisi dan
kualitas lingkungan perairan Danau Siais. Kegiatan perikanan KJA yang ada harus
sesuai dengan daya dukung lingkungan agar kelestariannya tetap terjaga. Jika
aktivitas KJA tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan dikhawatirkan akan
terjadi pengaruh yang negatif terhadap kelestariaan ekosistem Danau Siais. Untuk
itu, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Sejauh mana aktivitas KJA mempengaruhi daya dukung lingkungan
Danau Siais.
2. Sejauh mana aktivitas KJA mempengaruhi kualitas perairan Danau Siais
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi lingkungan
perairan Danau Siais dan daya dukungnya terhadap kegiatan perikanan KJA
perairan Danau Siais sehingga kelestariannya terjaga dan memberikan keuntungan
maksimal yang berkelanjutan.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai sumber
informasi tentang pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perairan
menggunakan konsep daya dukung lingkungan (Carrying Capacity) terhadap
kegiatan Keramba Jaring Apung di Perairan Danau Siais.
1.5. Kerangka Berpikir
Perairan Danau Siais telah banyak dimanfaatkan oleh berbagai sektor
seperti perikanan, perhubungan, pariwisata, aktivitas masyarakat baik secara
ekonomis dan kegiatan rumah tangga sehari-hari. Kegiatan-kegiatan di atas akan
memberikan pengaruh baik secara positif terhadap ekonomi masyarakat dan
pengaruh negatif bagi kelestarian lingkungan. Misalnya kegiatan perikanan KJA
yang merupakan kegiatan sektor perikanan yang ada di Danau Siais. Kegiatan ini
telah memberikan pengaruh positif secara ekonomis, juga akan memberikan
pengaruh negatif bagi lingkungan dan kelestarian sumberdaya, yang apabila
dalam pengelolaan dan pemanfaatannya tidak sesuai dengan daya dukung
lingkungan (Carrying Capacity).
Aktivitas perikanan KJA yang ada menggunakan pemberian pakan hampir
70% dari proses produksinya untuk mendapatkan jumlah produksi yang besar.
Pertumbuhan jumlah keramba yang terus meningkat yang berarti terus
organik yang besar akibat pemberian pakan yang tidak efektif dan efisien. Dengan
jumlah produksi yang tinggi akan membutuhkan penggunaan pakan dalam jumlah
yang tinggi. Pada saat jumlahnya melampaui batas tertentu dapat mengakibatkan
proses sedimentasi berupa penumpukan sisa pakan di dasar perairan, limbah
tersebut akan menyebabkan penurunan kualitas perairan (pengurangan pasokan
oksigen dan pencemaran air danau yang pada akhirnya mempengaruhi kehidupan
hewan yang dipelihara.
Sisa pakan dan metabolisme dari aktifitas pemeliharaan ikan dalam KJA
menjadi penyebab utama menurunnya fungsi ekosistem danau yang berakhir pada
terjadinya pencemaran danau, mulai dari eutrofikasi yang menyebabkan ledakan
(blooming) fitoplankton dan gulma air seperti enceng gondok, serta upwelling
yang dapat mengakibatkan kematian organisme perairan (terutama ikan-ikan
budidaya) serta diakhiri dengan makin menebalnya lapisan anaerobik di badan air
danau. Untuk itu diperlukan penelitian tentang daya dukung lingkungan (Carrying
Capacity) perairan Danau Siais terhadap kegiatan perikanan KJA dengan
mengetahui kapasitas maksimum produksi yang dapat ditampung oleh Danau
Siais, agar kondisi lingkungan dan kelestarian ekosistem dapat dipertahankan dan
berkelanjutan.
1.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran, maka disusun hipotesa dalam rangka
mencapai tujuan penelitian yaitu : Daya dukung lingkungan perairan Danau Siais
Gambar 1.1. Bagan Alir Kerangka Berpikir
Keramba Jaring Apung
Unsur Hara Fosfat dan Nitrat
Kualitas dan Kondisi Perairan
Daya Tampung Produksi Perikanan Maksimum
Layak
Tidak Layak
Daya Dukung Lingkungan (Carrying Capicity)
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ekosistem Danau
Danau adalah wadah air dan ekosistemnya yang terbentuk secara alamiah
termasuk situ dan wadah air sejenis dengan sebutan istilah lokal (Permen LH No.
28 Tahun 2009). Menurut (Sihotang dan Efawani, 2007) bahwa danau
merupakan suatu cekungan yang dapat menahan air, terbentuk secara alami yang
disebabkan oleh daya tektonik, vulkanik atau glacial dan luasnya mulai dari
beberapa meter persegi sampai ratusan meter persegi (Barus, 2004)
menyatakan suatu perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan
tepi yang umumnya curam, airnya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air
terbatas hanya pada daerah pinggiran saja.
Pada dasarnya danau memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi ekologi dan
fungsi sosial-ekonomi-budaya. Fungsi ekologi danau adalah sebagai pengatur tata
air, pengendali banjir, habitat hidupan liar atau spesies yang dilindungi atau
endemik serta penambat sedimen, unsur hara dan bahan pencemar. Fungsi sosial-
ekonomi-budaya danau adalah memenuhi keperluan hidup manusia, antara lain
sebagai sumber plasma nutfah yang berpotensi dalam penyumbang bahan genetik,
sebagai tempat berlangsungnya siklus hidup jenis flora dan fauna yang penting,
sebagai sumber air yang dapat digunakan oleh masyarakat baik langsung
(pertanian, perikanan, industri, rumah tangga) maupun tidak langsung
(sumber bahan baku air minum dan penghasil energi melalui PLTA), sebagai
tempat tampungan air yang berlebih baik dari air hujan, aliran permukaan maupun
mengatasi banjir, sebagai pengatur tata air, menjaga iklim mikro karena
keberadaan ekosistem danau dapat mempengaruhi kelembaban dan curah hujan
setempat serta sebagai sarana rekreasi dan objek wisata (Sittadewi, 2008).
Susmianto (2004), menyatakan terdapat berbagai ancaman penyebab
kerusakan ekosistem danau baik secara alami maupun akibat aktivitas manusia.
Penyebab kerusakan secara alami seperti, banjir, gempa bumi, vulkanik.
Sedangkan ancaman kerusakan yang disebabkan aktivitas manusia, misalnya
sedimentasi, pencemaran (limbah rumah tangga, limbah pertanian, limbah
industri dan limbah budidaya perikanan), pemanfaatan sumberdaya alam yang
berlebihan, memasukkan spesies eksotik, konversi lahan, perubahan sistem
hidrologi serta pembangunan pemukiman.
2.2. Kualitas Perairan
Kualitas lingkungan perairan mempengaruhi kehidupan biota yang hidup
di dalam perairan. Parameter kualitas air yang berpengaruh terhadap biota air
jumlahnya cukup banyak, namun parameter yang pengaruhnya lebih besar antara
lain intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan, kecerahan, suhu, kedalaman
perairan, warna air, oksigen terlarut, kandungan fosfat total, total nitrogen,
chemichal oxygent demand (COD), klorofil-a serta plankton yang ada di dalam
perairan tersebut (Irsyaphiani, 2009)
Minggawati (2012), kualitas perairan memberikan pengaruh yang cukup
besar terhadap pertumbuhan makhluk hidup di perairan itu sendiri. Lingkungan
perairan yang baik bagi organisme aquatik diperlukan untuk pertumbuhan dan
kelangsungan hidupnya. Kualitas air yang kurang baik akan mengakibatkan
menurunkan kualitas lingkungan perairan adalah pencemaran limbah organik,
bahan buangan zat kimia dari pabrik, pestisida dari penyemprotan di sawah dan
kebun, serta dari limbah rumah tangga (Suyanto, 2010).
2.2.1. Suhu
Suhu merupakan parameter yang sangat penting dalam lingkungan
perairan dan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Suhu
permukaan di perairan Indonesia berkisar antara 26 – 30 0 C. Pada saat musim
Barat (Desember – Februari) suhu di perairan tropis akan mencapai nilai
minimum (Rasyid, 2010). Menurut hukum Vant Hoffs, kenaikan temparatur
sebesar 10 o
Rachmanda (2011), menyatakan bahwa suhu dapat menjadi faktor
penentu atau pengendali kehidupan organisme aquatik. Jenis, jumlah dan
keberadaan organisme aquatik sering berubah dengan adanya perubahan suhu air,
terutama terjadinya kenaikan suhu. Menurut (Wibisono, 2005), suhu yang masih
dapat ditolerir oleh organisme berkisar antara 20 – 30
C (hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir) akan
meningkatkat laju metabolisme dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Akibat
meningkatnya laju metabolisme akan menyebabkan konsumsi oksigen
meningkat, sementara dilain pihak dengan naiknya temperatur akan
mengakibatkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Hal ini
menyebabkan organisme air akan mengalami kesulitan untuk melakukan respirasi
(Barus, 2004).
0
C, suhu yang sesuai
dengan perkembangan fitoplankton berkisar antara 25 – 30 0C, namun suhu
yang optimal untuk pertumbuhan dari zooplankton antara 15 – 35 0
musim, lintang, ketinggian dari permukaan air laut, waktu, sirkulasi udara,
penutupan vegetasi (kanopi), awan, serta kedalaman. Perubahan suhu akan
mempengaruhi proses fisika, kimia dan biologi badan air. Selain itu suhu juga
sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Peningkatan
suhu akan menurunkan kadar kelarutan gas dalam air. Suhu yang optimal bagi
pertumbuhan fitoplankton berkisar antara 20 – 30 0
Jangkaru (2000), penurunan suhu udara pada malam hari, pada waktu
hujan atau pada waktu sinar matahari terhalang oleh awan, asap, debu atau
pelindung Iainnya akan menurunkan suhu air permukaan. Jika proses penurunan
suhu udara terus berlangsung sehingga suhu air permukaan sama dengan suhu
lapisan bawah maka akan terjadi proses pencampuran. Apabila penurunan
suhu air permukaan terus berlanjut sehingga lebih dingin dibanding dengan suhu
air di dasar maka akan terjadi proses pembalikan (Up Welling atau Turn Over).
C.
2.2.2. Kecerahan
Fotosintesis hanya dapat berlangsung bila intensitas cahaya yang sampai
ke suatu sel alga lebih besar daripada suatu intensitas tertentu. Cahaya matahari
dibutuhkan oleh tumbuhan air (fitoplankton) untuk proses asimilasi. Besar nilai
kecerahan dapat diidentikkan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih
berlangsungnya proses fotosintesis. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh
intensitas cahaya matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton suatu
perairan (Barus, 2004), kecerahan merupakan faktor pembatas bagi organisme
Kedalaman penetrasi cahaya suatu perairan merupakan kedalaman dimana
produksi fitoplankton masih dapat berlangsung, bergantung pada beberapa
faktor, antara lain: absorbsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya,
kecerahan air, pemantulan cahaya oleh permukaan laut, lintang geografik, dan
musim (Odum, 1996). Fotosintesis oleh fitoplankton jelas tergantung pada
adanya cahaya. Laju fotosintesis akan tinggi bila tingkat kecerahana tinggi dan
menurun bila kecerahan menurun. Sebaliknya, laju respirasi fitoplankton dapat
dikatakan konstan di semua kedalaman. Pada tingkat-tingkat kecerahan yang
sedang, laju fotosintesis fitoplankton merupakan fungsi linier dari kecerahan,
nilai kecerahan yang mendukung kehidupan organisme di suatu perairan
adalah > 45cm.
2.2.3. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan suatu parameter penting untuk
menentukan kadar asam/basa dalam air. Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi
ion hidrogen dalam suatu larutan. Kemampuan air untuk mengikat atau melepas
sejumlah ion Hidrogen akan menunjukkan apakah larutan tersebut bersifat asam/
basa. Di dalam air yang bersih jumlah konsentrasi ion H+ dan OH- berada dalam
keseimbangan, sehingga air yang bersih akan bereaksi normal. Peningkatan ion
hidrogen akan menyebabkan nilai pH turun dan disebut sebagai larutan asam.
Sebaliknya apabila ion hidrogen berkurang akan menyebabkan nilai pH naik dan
keadaan ini disebut sebagai larutan basa. Nilai pH yang ideal untuk mendukung
Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH
netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH
yang sangat rendah akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan
respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas
berbagai senyawa logam yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan
mengancam kelangsungan hidup organisme aquatik. Kisaran nilai pH bagi
kehidupan organisme perairan adalah 6 – 9,5 (Effendi, 2003).
Kisaran nilai pH yang baik adalah berkisar antara 7 – 8. Terjadinya
perubahan nilai pH disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : peningkatan gas CO2
sebagai hasil pernafasan dari organisme aquatik, pembakaran bahan organik di
dalam air oleh jasad renik, rendahnya konsntrasi oksigen terlarut, kandungan
garam (salinitas) yang tinggi, jumlah padat tebar yang tinggi, keadaan suhu air
yang tidak stabil, serta tingginya tingkat kekeruhan melebihi ambang batas
(Pratiwi, 2010).
2.2.4. Oksigen Terlarut (DO)
Salmin (2005) menyatakan Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter
yang penting dalam menentukan kualitas perairan. DO berperan dalam proses
oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik, seperti diketahui bahwa DO
dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau
pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan
pembiakan. Disamping itu, DO juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan
organik dan anorganik dalam proses aerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan
oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil
Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan mereduksi
senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas.
Kandungan oksigen terlarut di dalam air merupakan salah satu penentu
karakteristik kualitas air yang terpenting dalam kehidupan organisme aquatik. Pada
saat pengambilan sampel air, konsentrasi oksigen terlarut mewakili status kualitas
air tersebut (Rakhmanda, 2011). Adapun sumber utama oksigen dalam suatu
perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis
organisme yang hidup dalam perairan. Kecepatan difusi oksigen dari udara,
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan
massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut. Semakin tinggi
suhu dan salinitas yang dimiiki sebuah perairan maka perairan tersebut akan memiliki
nilai DO yang rendah, demikian sebaliknya nilai DO akan tingi jika perairan tersebut
memiliki suhu dan salinitas yang rendah. Demikian juga terhadap lapisan permukaan
air nilai DO suatu perairan akan semakin rendah seiring dengan bertambahnya ke
dalam perairan (Salmin, 2005).
Rustam (2010), menyatakan bahwa oksigen terlarut juga diperlukan untuk
mendekomposisi limbah organik dalam perairan. Kadar oksigen terlarut di perairan
yang baik untuk budidaya adalah < 3 mg/l. Namun untuk merombak/ mengurai 1 kg
limbah organik pakan diperlukan oksigen terlarut sebesar 0,2 kg. Sedangkan menurut
(Lukman, 2011), diperlukan 1,42 gr oksigen untuk melakukan perombakan limbah
2.2.5. Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Kebutuhan oksigen biologi (BOD) merupakan banyaknya oksigen yang
diperlukan oleh organisme pada saat penguraian bahan organik pada kondisi
aerobik. Dalam penguraian bahan organik dimana bahan organik ini digunakan
oleh organisme sebagai bahan makanan dan energi diperoleh dari proses oksidasi.
Dapat dijuga diartikan bahwa BOD adalah suatu karakteristik yang menunjukkan
jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri)
untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik
(Salmin, 2005).
Barus (2004), BOD adalah kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh
organisme dalam lingkungan air, untuk menguraikan senyawa organik, artinya
hanya terhadap senyawa yang dapat mudah diuraikan secara biologis. Selanjutnya
(Lee, et al. 1978) bahwa bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah
bahan organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organic matter).
Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan
jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran
jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan.
Perairan yang tingkat pencemarannya rendah, dan dikatagorikan sebagai
perairan yang kualitasnya biak, apabila perairan itu memiliki kadar oksigen
terlarutnya (DO) adalah > 5 mg/l dengan kadar oksigen biokimianya (BOD)
berkisar 0 – 10 mg/l (Salmin, 2005).
Sebagaimana yang dikemukakan oleh (Happy et al. 2012) bahwa nilai
BOD mengindikasikan keberadaan bahan organik di perairan yaitu jumlah
menjadi karbon dioksida dan air, namun hanya menggambarkan bahan organik
yang mampu dikomposisi secara biokimia oleh mikroba.
2.2.6. Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical oxygen demand (COD) adalah jumlah oksigen yang diperlukan
untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990).
COD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia
yang dinyatakan dalam O2
Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20
mg/l, sedangkan pada perairan yang tercemar nilai COD bisa mencapai lebih dari
200 mg/l (Effendi, 2003). Tingginya bahan organik yang berasal dari kegiatan
pertanian (pestisida), perikanan (pakan), limbah domestik yang berasal dari
pemukiman akan menimbulkan nilai COD yang tinggi di suatu perairan
(Rustam, 2010).
/l. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh
nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi
terhadap total senyawa organik, baik yang mudah diurai maupun yang sukar
diuraikan secara biologis (Barus, 2004).
2.2.7. Kandungan Unsur Fosfat dan Nitrat
Fosfat merupakan unsur esensial disuatu perairan yang dapat
dimanfaatkan oleh tumbuhan tingkat tinggi dan alga sehingga dapat
mempengaruhi produktivitas perairan, sedangkan nitrat merupakan nutrien
utama di perairan dalam membentuk pertumbuhan tanaman dan alga
Sumber utama fosfat dan nitrat di perairan berasal dari limbah budidaya
KJA yang cukup besar ke perairan, baik yang berasal dari sisa pakan yang tidak
termakan akibat cara pemberian pakan yang tidak tepat serta buangan
metabolisme ikan yang dikeluarkan dalam bentuk amoniak, urin, dan bahan
buangan lainnya (Erlania, et al. 2010).
Unsur nitrogen (total N) dan fosfat (total P) yang dikandung pakan ikan
merupakan sumber pencemaran air yang dapat mendorong terjadinya eutrofikasi,
disamping nilai BOD tinggi yang menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut.
Selain itu hasil peruraiannya menyebabkan timbulnya nitrit, ammonia, dan sulfida
yang akan menyebabkan pencemaran air apabila jumlahnya berlebihan sehingga
melampaui daya dukung perairan yang berakibat timbulnya alga
(Machbub, 2010).
Nutrien sangat dibutuhkan oleh fitoplankton dalam perkembangannya
dalam jumlah besar maupun dalam jumlah yang relatif kecil. Setiap unsur hara
mempunyai fungsi khusus pada pertumbuhan dan kepadatan tanpa
mengesampingkan pengaruh kondisi lingkungan. Unsur N, P, K, dan S, sangat
penting untuk pembentukan protein dan K berfungsi dalam metabolisme
karbohidrat. Fe dan Na berperan dalam pembentukan klorofil, dan Si dan Ca
merupakan bahan untuk dinding sel atau cangkang. Disamping itu silikat (Si)
lebih banyak digunakan oleh diatom dalam pembentukan dinding sel. Nitrat dan
fosfat yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton masing-masing 3,9 mg/l –
Fosfat merupakan unsur yang sangat esensial sebagai bahan nutrien bagi
berbagai organisme aquatik. Fosfat merupakan unsur hara yang sangat penting
dalam pertukaran energi dari organisme yang sangat dibutuhkan dalam jumlah
sedikit (mikronutrient), sehingga fosfat berfungsi sebagai faktor pembatas bagi
pertumbuhan organisme. Peningkatan konsentrasi fosfat dalam suatu ekosistem
perairan akan meningkatan pertumbuhan alga dan tumbuhan air lainnya secara
cepat. Peningkatan fosfat akan menyebabkan timbulnya proses eutrofikasi di
suatu ekosistem perairan yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar oksigen
terlarut, diikuti dengan timbulnya kondisi aerob yang menghasilkan berbagai
senyawa toksik misalnya methan, nitrit dan belerang (Barus, 2004).
2.2.8. Plankton
Plankton adalah organisme yang berkuran kecil yang hidupnya
terombang-ambing oleh arus. Mereka terdiri dari makhluk yang hidupnya sebagai hewan
(zooplankton) dan sebagai tumbuhan (fitoplankton). Zooplankton ialah
hewan-hewan laut yang planktonik sedangkan fitoplankton terdiri dari tumbuhan laut
yang bebas melayang dan hanyut dalam laut serta mampu berfotosintesis
(Soegianto, 2005). Karena organisme planktonik biasanya ditangkap dengan
menggunakan jaring-jaring yang mempunyai ukuran mata jaring yang berbeda,
maka penggolongoan plankton dapat pula dilakukan berdasarkan ukuran plankton.
Penggolongan ini tidak membedakan fitoplankton dari zooplankton, dan
dengan cara ini dikenal lima golongan plankton, yaitu : megaplankton ialah
organisme plaktonik yang besarnya lebih dari 2.0 mm; yang berukuran antara 0.2
mm-2.0 mm termasuk golongan makroplankton; sedangkan mikroplankton
oleh jaring-jaring plankton baku. Dua golongan yang lainnya: nanoplankton
adalah organisme planktonik yang sangat kecil, yang berukuran 2 µm-0.2 mm;
organisme planktonik yang berukuran kurang dari 2 µm termasuk golongan
ultraplankton. Nanoplankton dan ultraplankton tidak dapat ditangkap oleh
jaring-jaring plankton baku. Untuk dapat menjaring-jaringnya diperlukan mata jaring-jaring yang
sangat kecil (Barus, 2004).
2.3. Daya Dukung Lingkungan
Daya dukung dapat diartikan sebagai kondisi maksimum dari ekosistem
untuk menampung komponen biotik yang terkandung di dalamnya. Diatas level
daya dukung ini tidak akan terjadi peningkatan populasi yang berarti. Defenisi
lain menyebutkan bahwa daya dukung merupakan batasan untuk banyaknya
organisme hidup dalam jumlah atau massa yang dapat didukung oleh suatu
habitat. Daya dukung lingkungan (kawasan) pada akhirnya menentukan
kelangkaan sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang dibutuhkan oleh
manusia dan organisme hidup yang mendiami lingkungan (kawasan) tersebut.
Daya dukung lingkungan dapat berkurang akibat kerusakan yang ditimbulkan
oleh aktivitas manusia dalam memanfaatkan fungsi lingkungan dalam suatu
kawasan (Dahuri et al. 2001).
Konsepsi daya dukung perairan pada saat ini lebih berpegang pada
keseimbangan unsur hara antara N (nitrogen) dan P (fosfor), yang menentukan
tingkat kesuburan (trofik) perairan dan menunjang keberadaan dan
melimpahnya fitoplankton. Konsepsi tersebut didasarkan pada kebutuhan akan
kotor atau padat dengan fitoplankton. Pengelolaan perairan akan sangat
memperhatikan kadar ketersediaan fosfor di perairan dan pasokan fosfor dari
luar (Lukman, 2011).
Pada konsep paling awal, daya dukung lingkungan (carrying
capacity) diartikan sebagai hubungan antara ukuran suatu populasi dengan
perubahan dalam sumber-sumberdaya tempat bergantungnya populasi tersebut.
Diasumsikan terdapat suatu ukuran populasi optimal yang dapat ditopang
oleh sumberdaya yang ada. Konsep ini dasarnya diaplikasikan untuk
menjelaskan laju stok maksimum dalam suatu area (Odum, 1996).
2.4. Kegiatan Perikanan Keramba Jaring Apung
Keramba Jaring Apung (KJA) merupakan wadah budidaya perikanan yang
berada di perairan dalam dan luas, seperti danau, waduk dan laut, serta
menerapkan padat penebaran yang tinggi. Metode KJA merupakan teknik
aquaculture yang paling produktif. Beberapa keuntungan yang dimiliki metode
KJA adalah tingginya padat penebaran, jumlah dan mutu air selalu memadai, tidak
diperlukan pengolahan tanah, mudah mengendalikan predator, mudah melakukan
pemanenan, serta meningkatkan daya saing produksi perikanan (Ghufran, 2013).
Keberhasilan pada kegiatan perikanan KJA dipengaruhi oleh kualitas air
danau, sebaliknya kualitas perairan danau tersebut sangat dipengaruhi oleh
kegiatan KJA yang berlangsung di danau tersebut. Limbah organik yang
dihasilkan dari kegiatan budidaya KJA dapat menyebabkan terjadinya penurunan
kualitas air danau. Oleh karena itu dalam melakukan kegiatan budidaya KJA juga
kegiatan budidaya terhadap kualitas perairan. Jika beban limbah organik
yang masuk tidak terlalu besar, maka air dengan sendirinya dapat melakukan self
purification. Namun agar proses tersebut dapat berlangsung sebagaimana
mestinya, harus didukung dengan sirkulasi air yang cukup baik
(Erlania, et al. 2010).
Pengembangan budidaya ikan sistem KJA akan bernilai positif selama
dalam batas kapasitas daya dukung perairan dan penetapan lokasi yang tidak
berbenturan dengan kepentingan lain. Peningkatan KJA yang berlebihan akan
menimbulkan dampak yang buruk pada masa yang akan datang.
Kesinambungan dan optimalisasi perikanan budidaya ikan sistem KJA
tergantung dari daya dukung perairan, yang ditinjau dari : 1) Daya dukung
terhadap dampak penambahan hara dari proses budidaya yang tidak
menimbulkan proses eutrofikasi dan penurunan kualitas air yang dapat
mengganggu aktivitas lainnya dengan kebutuhan kualitas air yang tinggi; dan
2) Daya dukung terhadap tetap tersedianya cadangan oksigen (DO reservoir)
pada kolom hipolimnion (kolom perairan bagian bawah) dalam menerima dan
mendegradasi limbah organik dari sisa pakan dan feses (Lukman, 2011).
Kegiatan keramba jaring apung merupakan salah satu kegiatan perikanan
akuakultur yang dilakukan pada wadah jaring yang terapung. Pada umumnya
kerambah jaring apung digunakan untuk budidaya ikan mas, ikan nila, ikan
patin, ikan mujair, ikan bandeng (Azwar, et al. 2004).
Pertumbuhan jumlah KJA yang dibudidayakan di danau/waduk secara
intensif yang terus meningkat yang berarti terus meningkatnya jumlah ikan yang
tidak termakan) yang akan merangsang produktivitas perairan dan mempengaruhi
karakteristik biotik dan abiotik perairan (Krismono, 1992). Budidaya ikan dalam
KJA secara intensif merupakan usaha perikanan yang dapat dikembangkan
dengan pemberian pakan komersil (pelet). Semakin banyak KJA yang beroperasi
akan semakin banyak limbah yang masuk ke perairan. Limbah tersebut berasal
dari pemberian pakan yang berlebihan yang akan menimbulkan dampak lanjut ke
perairan berupa kotoran dan sisa pakan.
Kegiatan budidaya ikan sistem KJA yang dikelola secara intensif
membawa konsekuensi penggunaan pakan yang besar yang bagaimanapun
efisiensinya rasio pemberian pakan, tidak seluruh pakan yang diberikan akan
termanfaatkan oleh ikan-ikan peliharaan dan akan jatuh ke dasar perairan.
Pakan ikan merupakan penyumbang bahan organik tertinggi di danau/ waduk
sekitar (80%) dalam menghasilkan dampak lingkungan. Jumlah pakan yang tidak
dikonsumsi atau terbuang di dasar perairan oleh ikan sekitar 30 %.
(Rachmansyah, 2004).
Azwar et al. (2004), jumlah pakan pada sistem KJA yang efisien untuk
diberikan per hari adalah 3,3% dari berat badan ikan yang dibudidayakan dan
diberikan tiga kali sehari. Hal ini diharapkan dapat mengurangi jumlah limbah
organik akibat pemberian pakan di perairan.
2.5. Status Trofik Danau dan/atau Waduk
Kondisi kualitas air danau dan/atau waduk diklasifikasikan berdasarkan
eutrofikasi yang disebabkan adanya peningkatan kadar unsur hara dalam air. Faktor
pembatas sebagai penentu eutrofikasi adalah unsur fosfor (P) dan nitrogen (N).
masing-masing 0,7% dan 0,09% dari berat basah. Fosfor membatasi eutrofikasi jika
kadar nitrogen lebih dari delapan kali kadar fosfor, nitrogen membatasi proses eutrofikasi
jika kadarnya kurang dari delapan kali kadar fosfor (Permen LH No. 28, 2009).
Eutrofikasi disebabkan oleh peningkatan kadar unsur hara terutama
parameter nitrogen dan fosfor pada air danau dan/atau waduk. Eutrofikasi
diklasifikasikan dalam empat kategori status trofik yaitu :
1) Oligotrof adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang mengandung
unsur hara dengan kadar rendah, status ini menunjukkan kualitas air masih
bersifat alamiah belum tercemar dari sumber unsur hara nitrogen dan fosfor.
2) Mesotrof adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang
mengandung unsur hara dengan kadar sedang, status ini menunjukkan adanya
peningkatan kadar nitrogen dan fosfor namun masih dalam batas toleransi karena
belum menunjukkan adanya indikasi pencemaran air.
3) Eutrof adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang mengandung unsur hara
dengan kadar tinggi, status ini menunjukkan air telah tercemar oleh
peningkatan kadar nitrogen dan fosfor .
4) Hipereutrof/Hipertrof adalah status trofik air danau dan/atau waduk yang
mengandung unsur hara dengan kadar sangat tinggi, status ini menunjukkan
Tabel 2.1. Kriteria Status Trofik Danau (Sumber: KLH,2009)
2.6. Ekosistem Danau Siais
Danau Siais merupakan bagian dari Desa Rianiate dengan luas +
4.500 ha dan kedalaman 20 - 25 m terletak di kecamatan Angkola Sangkunur.
Berdasarkan kondisi fisik desanya, kawasan Danau Siais memiliki topografi yang
berbukit-bukit dengan kemiringan lahan 40%. Danau Siais mempunyai satu
karakter penggunaan lahan edisting yaitu sebagai kawasan wisata, namun
kawasan ini memiliki bermacam fungsi, antara lain sebagai kawasan peyangga,
wisata, permukiman, kegiatan perlindungan, pendidikan, penelitian dan olah
raga serta kawasan pengembangan pertanian, perikanan, perkebunan dan
peternakan (Bappeda, 2008).
Kawasan Danau Siais memiliki beberapa objek wisata yang berpotensi
untuk dikembangkan, diantaranya adalah panorama alam kawasan Danau
Siais, sumber kehidupan jenis-jenis ikan yang ada di dalamnya. Danau Siais
merupakan tempat bermuaranya anak sungai Batangtoru dan sungai Rianiate
dimana disekitar sungai merupakan tempat pembuangan limbah industri dan
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari s/d Juni 2013 bertempat di
Danau Siais Kelurahan Rianiate Kecamatan Angkola Sangkunur Kabupaten
Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara. Analisis kualitas air seperti BOD5,
COD, fosfat dan nitar dilakukan di Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera
Utara, sedangkan analisis plankton dilakukan di Laboratorium BLH Provinsi
Sumatera Utara.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah secchi disk
untuk mengukur kecerahan, tali dan meteran untuk mengukur kedalaman, botol
sampel untuk mengamati DO, COD, BOD5, botol winkler, plankton net serta alat
pendukung lainnya seperti tali, ember dan perahu. Bahan yang digunakan adalah
sampel air Danau Siais dan bahan-bahan atau larutan kimia yang biasa digunakan
untuk menganalisa kualitas kimia perairan, seperti (MnSO4, KOH, KI, H2SO4,
NaS2O3, K2Cr2O7, Indikator Feroin, Ferro Amonium Sulfat, NaCl, Amstrong
Reagen, Ascorbic Acid, HCl dan Brucine Sulfat Sulfanic Acid)
3.3. Pelaksanaan Penelitian
3.3.1. Penentuan Stasiun
Penentuan stasiun untuk pengambilan sampling didasarkan pada rona
lingkungan dengan menggunakan Metode “Purposive Sampling” menentukan 4
semua lokasi danau, yaitu, daerah kontrol yang terlepas dari segala aktifitas
manusia, inlet, aktivitas budidaya keramba jaring apung dan outlet. Antara
stasiun aktivitas keramba jaring apung memiliki jarak masing-masing 100 m baik
ke arah inlet maupun outlet.
3.3.1.1. Stasiun I.
Secara geografis terletak pada 03030’20”LU dan 99000’49,2”BT. Stasiun
ini merupakan daerah kontrol yang terlepas dari segala aktifitas masyarakat ke
arah inlet.
Gambar 3.1. Lokasi Penelitian Mewakili Stasiun I
3.3.1.2. Stasiun II
Secara geografis terletak pada 03013’05”LU dan 99000’52,4”BT. Stasiun ini
terletak 100 m ke arah hulu dari kegiatan KJA yang pertama.
3.3.1.3. Stasiun III.
Secara geografis terletak pada 03017’59”LU dan 99000’06,2”BT. Stasiun ini
merupaka aktifitas KJA yang kedua.
Gambar 3.3. Lokasi Penelitian Mewakili Stasiun III
3.3.1.4. Stasiun IV
Secara geografis terletak pada 03019’35”LU dan 98099’88,7”BT. Stasiun ini
berjarak 100 m ke arah hilir dari KJA yang ketiga.
3.3.2. Pengukuran Kualitas Air
Pengukuran parameter seperti suhu, kecerahan, DO dan pH dilakukan
secara insitu, untuk mengukur total BOD5, COD, fosfat, nitrat dan plankton,
dilakukan secara eksitu. Sampel air danau diambil secara komposit menggunakan
lamnot, dimana air diambil pada bagian permukaan dan bagian kedalaman 5 m,
kemudian keduanya digabungkan untuk dilakukan pengamatan terhadap nilai
parameternya. Pengambilan sampel air plankton diambil dengan menggunakan
plankton net, hasil saringan plankton net dimasukkan ke dalam botel sampel dan
ditambahkan larutan lughol, kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilakukan
pengamatan di bawah mikroskop. Adapun waktu pengambilan sampel dilakukan
berkisar antara pukul 10.00 – 13.00
Tabel 3.1. Parameter- Parameter Lingkungan Wib.
Parameter Alat Keterangan
3.3.3. Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini bersumber dari data primer dan
data sekunder. Sesuai dengan daftar tabel di atas, data primer diperoleh langsung
dari lapangn yang dikumpulkan melalui pengamatan, pengambilan sampel air dan
wawancara langsung dengan masyarakat yang melakukan aktivitas keramba jaring
apung di danau. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti
BPS, BAPPEDA, Dinas Perikanan, Kantor Camat Angkola Sangkunur serta
Kantor Kepala Kelurahan Rianiate Kabupaten Tapanuli Selatan.
3.4. Analisis Data
3.4.1. Analisis Kualitas Air
Kualitas Air dianalisis dengan menggunakan metode analisis secara
deskriptif yang disajikan dalam bentuk tabel, dimana nilai parameter fisika dan
kimia Danau Siais yang diperoleh akan dibandingkan dengan baku mutu air
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 kelas III untuk kegiatan
budidaya perikanan.
Cara kerja pengukuran kualitas air seperti DO, BOD5,
COD, nitrat,
posfat, diukur berdasarkan metode winkler, refluks dan spektofotometer, untuk
cara kerjanya menurut (Suin, 2002) dan dapat dilihat pada lampiran
masing-masing (Lampiran 5, 6, 7, 8 dan 9)
3.4.2. Anilisis Carrying Capacity Produksi KJA
Carrying Capacity Produksi Keramba Jaring Apung (KJA) dianalisis
dengan menggunakan Metode CADS TOOL (Cage Aquaculture Decision Support
(Halide, 2008) dan didasarkan pada kebutuhan fosfor untuk budidaya ikan
di perairan danau (Pulatsu, 2003). Hasil perhitungan cads tool terhadap carrying
capacity akan dibandingkan dengan data sekunder yang diperoleh dilapangan hasil
wawancara dari masyarakat yang melakukan aktivitas keramba jaring apung dan
dari instansi terkait.
Adapun variabel-variabel yang dibutuhkan dalam metode Pulatsu adalah :
1. P initial, konsentrasi awal total fosfor di dalam massa air.
2. P maximum, konsentrasi maksimum fosfor yang dapat ditolerir oleh spesies
ikan budidaya. Fosfor dengan kisaran 60 mg/l merupakan kisaran fosfor yang
dilaporkan untuk perairan di daerah temperatur dimana kegiatan budidaya
berlangsung (Beveridge, 2004).
3. P concent of pellet, kandungan fosfor dalam pakan.
4. P retention in fish, kandungan fosfor yang diretensikan dalam ikan budidaya,
dihitung dengan rumus : Rfish = x + {(1-x)R}
Dimana x = proporsi bersih dari total fosfor yang hilang secara permanen
sebagai akibat dari pengendapan partikel padat fosfor (biasanya 0,45 – 0,55);
dan R = 1/(1+0,747 p0,507
p = Q/V → p = Laju penggantian air danau (pertahun)
).
Q = Jumlah debit air keluar danau (juta m3
V = Volume air danau (juta m
/ tahun) 3
)
5. Food Convertion Ratio (FCR) = total pakan/ total hasil panen
6. Mean lake depth, kedalaman rata-rata danau.
7. Lake surface area, luas permukaan danau.
8. Total of flow, volume total air yang mengalir keluar dari danau.
3.4.3. Analisis Plankton
Analisis Plankton meliputi perhitungan jumlah individu atau kelimpahan
yang dinyatakan sebagai jumlah individu plankton persatuan volume air. Dengan
menggunakan Sedgwik-Rafter Counting Cell. Kelimpahan setiap spesies plankton
dihitung berdasarkan jumlah individu/ liter (N). selain itu dianalisa pula tentang
keseragaman, keragaman, dan dominasi yang dibahas secara deskriptif untuk
menentukan kualifikasi keberadaan plankton pada lingkungan perairan Danau
Siais. Berikut teknik analisis plankton :
a. Kelimpahan Plankton.
Kelimpahan Plankton dihitung berdasarkan rumus pemekatan (Isnansetyo
dan Kurniatuty, 1995) sebagai berikut :
K =
T W PV
Keterangan :
K = Jumlah Planktonk (Individu/l)
P = Jumlah Plankton yang dicacah (l)
T = Luas Penampang Permukaan Haemocytometer (ml) = 196 mm2
V = Volume Konsentrasi Plankton pada Bucket (ml)
atau 0,0196 ml
b. Indeks Dominansi (D)
Rumus perhitungan indeks dominansi (Simpson, 1994 dalam Odum, 1996)
adalah sebagai berikut :
N = Jumlah total individu
= Jumlah individu spesies ke i
Jika nilah D mendekati 0 maka tidak ada spesies yang mendominansi dan
D mendekati 1 terdapat spesies yang mendominansi (Odum, 1996).
c. Indeks Keanekaragaman
(H’) = -∑ pi log pi
Keterangan :
H’ = Indeks keanekaragaman
ni = Jumlah individu setiap spesies
N = Jumlah individu seluruh spesies
Pi = ni/N
Menurut Odum (1996) kisaran total indeks keanekaragaman dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
H’ < 1 = Keanekaragaman rendah
1 < H’< 3 = Keanekaragaman sedang
d. Indeks Keseragaman (E) Plankton
Indeks keseragaman plankton dihitung dengan menggunakan rumus Pielou
(1975) dalam Odum (1996) sebagai berikut :
H’ E =
Keterangan :
H’ maks
E = Indeks keseragaman
H’ = Indeks Keanekaragaman
H’maks = Keanekaragaman maksimum (log s)
S = Jumlah genus atau spesies
Penggunaan indeks keseragaman bertujuan untuk mengetahui
keseragaman jumlah spesies atau jenis yang menyusun populasi atau organisme
(plankton) dalam perairan (Odum, 1996). Nilai indeks keseragaman berkisar 0
sampai 1 yaitu semakin kecil nilai E mendekati 0 maka semakin tidak merata
keberadaan jumlah individu tiap spesies atau ada kecenderungan komunitas
tersebut didominasi oleh spesies-spesies tertentu. Sebaliknya semakin besar nilai
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Kawasan Danau Siais
Secara geografis Danau Siais terletak di Kelurahan Rianiate Kecamatan
Angkola Sangkunur Kab. Tapanuli Selatan, dengan luas 40.50 km2 dan berada
pada 01o16’44” – 01o28’32” LU dan 98069’5” – 99002’18” BT. Dengan jumlah
penduduk desa berjumlah 4.759 jiwa. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa
Sangkunur, Selatan berbatasan dengan Desa Batumundom, Timur berbatasan
dengan Desa Bukkas dan Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
Jarak Danau ke ibukota Padangsidimpuan + 80 km2 ke ibukota Kecamatan + 40
km2
Topografi kawasan Danau Siais yaitu berbukit-bukit, mempunyai
ketinggian 400 m dpl, merupakan desa tertinggal dan sangat terisolir. Danau Siais
memiliki 2 buah aliran sungai besar yang masuk ke dalam danau yaitu Sungai
Rianiate dan Sungai Batangtoru. Kawasan Danau Siais merupakan desa binaan
menuju wisata bagi Pemerintah Daerah Tapanuli Selatan sejak tahun 2008, hal ini
didukung oleh kondisi dan keindahan alam yang masih memiliki udara segar serta
memiliki beberapa potensi lainnya untuk dikembangkan sebagai daerah wisata.
Seperti terdapatnya lokasi ikan jurung di Sungai Rianiate yang model
pengelolaannya bersifat kearifan lokal. Namum hingga saat ini keadaan dan
kondisi sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi merupakan faktor utama
menjadi kendala dan permasalahan pengembangan dan pembangunan kawasan
Danau Siais memiliki peran dan fungsi yang sangat penting bagi kawasan
sekitar, terlihat dari banyaknya pengguna yang memanfaatkan danau ini
(penangkapan dan pengasapan ikan, kegiatan budidaya keramba jaring apung,
pemukiman warga dipinggiran danau, jalur transportasi air serta kegiatan
pariwisata lokal lainnya).
4.2. Kualitas Air Danau Siais
Kualitas air merupakan faktor penting bagi kelangsugan hidup berbagai
organisme yang tedapat di perairan. Apabila kualitas air di suatu perairan baik,
maka kelangsungan hidup organisme perairan akan baik pula, namun sebaliknya
apabila kualitas air di suatu perairan buruk maka kelangsungan hidup organisme
perairan pun akan terganggu. Kualitas air Danau Siais berdasarkan stasiun
pengamatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1. Hasil Nilai Parameter Fisika dan Kimia Danau Siais
Keterangan:
(*) = Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 I = Waktu pengamatan Pkl. 08.00 s/d 08. II = Waktu pengamatan Pkl. 09
45 .00 s/d 09. III = Waktu pengamatan Pkl. 10
45 .00 s/d 10. IV = Waktu pengamatan Pkl. 11
45
Stasiun/ Lokasi Rata2
Dari keempat stasiun hasil pengamatan, nilai parameter fisika dan kimia
stasiun satu menunjukkan kualitas perairan yang paling baik dibandingkan stasiun
yang lainnya. Hal ini disebabkan karena stasiun satu merupakan lokasi yang
terlepas dari aktivitas KJA. Tingginya nilai COD, BOD5, fosfat, dan nitrat yang
diperoleh pada stasiun 2, 3 dan 4 dibandingkan stasiun 1, disebabkan karena
stasiun tersebut merupakan stasiun yang dekat dengan aktivitas KJA. Sehingga
kondisi ini mempengaruhi kualitas perairan Danau Siais, dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa aktivitas KJA memberikan pengaruh terhadap kualitas fisika
dan kimia perairan. Namun secara keseluruhan nilai parameter fisika dan kimia
yang diperoleh dari keempat stasiun masih berada pada kisaran toleransi
kehidupan organisme aquatik dan masih berada pada ambang batas baku mutu air
PP. No. 82 Tahun 2001 kelas 3 untuk kebutuhan budidaya perikanan.
4.2.1. Suhu
Dari hasil pengukuran suhu pada masing-masing stasiun penelitian, nilai
rata-rata suhu berkisar antara 27o C – 29,5o C, nilai suhu tertinggi terdapat pada
stasiun 3 dengan nilai 29,5o
Adanya nilai suhu yang bervariasi pada keempat stasiun pengamatan di
Danau Siais, menunjukkan bahwa suhu yang dimiliki oleh perairan Danau Siais
masih bagus dan merupakan kisaran toleransi suhu yang baik untuk mendukung
kehidupan organisme aquatik di perairan Danau Siais. Khususnya untuk
kehidupan ikan-ikan budidaya KJA seperti ikan mas dan nila. Dimana kisaran C. Nilai suhu yang dimiliki Danau Siais masih berada
di dalam ambang batas nilai baku mutu air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001.
Terjadinya nilai pengukuran suhu yang bervariasi pada setiap stasiun pengamatan
toleransi suhu unutuk perkembangan jenis ikan tersebut berada pada kisaran
toleransi 25 – 30 0
Bila dibandingkan dengan suhu yang dimiliki beberapa danau di Sumatera
yang dijadikan sebagai tempat kegiatan KJA seperti Danau Toba, Maninjau dan
Singkarak masing-masing : 24,37 - 25 C (Arie, 2009).
0
C (Benny, 2009), 27,86 - 30,020 C
(Erlania et al. 2010) dan 27 – 29 0 C (Hayati, et al. 2012), maka suhu yang
dimiliki perairan Danau Siais masih baik untuk mendukung kegiatan KJA dan
kehidupan organisme aquatik di perairan tersebut. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh (Darmono, 2001) bahwa suhu perairan dengan kisaran suhu
yang optimum sekitar 25 – 36 0C merupakan kisaran suhu yang mampu
ditoleransi oleh organisme aquatik.
4.2.2. Penetrasi Cahaya
Hasil pengukuran penetrasi cahaya pada keempat stasiun berkisar antara
1,23–1,43 m. Penetrasi cahaya yang tinggi terdapat pada stasiun 3. Nilai penetrasi
cahaya merupakan salah satu parameter kualitas air yang sangat penting yaitu
sejauh mana cahaya menembus perairan yang akan mendukung terhadap kegiatan
fotosintesis. Dengan demikian dapat diketahui sampai lapisan mana aktifitas
fotosintesis dapat berlangsung. Tinggi rendahnya nilai penetrasi cahaya
dipengaruhi oleh kekeruhan dan sedimentasi perairan (mempengaruhi warna
perairan). Terlihat warna air yang dimiliki oleh perairan Danau Siais yaitu coklat
Bila dibandingkan dengan nilai kecerahan yang dimiliki oleh Danau Rawa
Pening yaitu berkisar antara 0,4375 – 0,825 m (Rovita et al. 2012) maka nilai
penetrasi cahaya yang dimiliki oleh Danau Siais merupakan nilai parameter yang
cukup tinggi dan baik mendukung kegiatan organisme aquatik khususnya
fitoplankton dalam melakukan fotosintesis. Sebagaimana Adriman (2004)
menyatakan bahwa nilai penetrasi cahaya yang baik dapat mendukung
kelangsungan hidup organisme perairan untuk melakukan fotosintesis adalah
> 0,45 m. Sehingga kondisi lingkungan Danau Siais dari nilai Intensitas cahaya
masih dapat mendukung kehidupan organisme aquatik dan keberlangsungan
kegiata KJA.
4.2.3. pH Air
pH merupakan faktor pembatas karena masing-masing orgnanisme
memiliki toleransi minimum dan maksimum terhadap pH. pH suatu perairan dapat
mempengaruhi kehidupan organisme yang mendiami perairan tersebut, baik
tumbuhan maupun hewan. pH merupakan faktor penting untuk menentukan
ambang batas organisme aquatik dan berkaitan dengan berbagai pelarut
senyawa-senyawa tertentu. Nilai pH dapat dipengaruhi oleh aktifitas fitoplankton, manusia
sekitarnya dan juga musim.
Berdasarakan pengukuran terhadap nilai pH pada masing-masing stasiun
penelitian, diperoleh nilai yaitu 6,4 – 6,9. Nilai ini masih dalam ambang batas
baku mutu air (PP No. 82 tahun 2001) bahwa kualitas perairan tersebut dikatakan