• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kesesuaian Wilayah Untuk Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung di Perairan Girsang Sipangan Bolon Danau Toba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kesesuaian Wilayah Untuk Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung di Perairan Girsang Sipangan Bolon Danau Toba"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KESESUAIAN WILAYAH UNTUK BUDIDAYA

IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN GIRSANG

SIPANGAN BOLON DANAU TOBA

OLEH:

KHAIRUNNISA

100302028

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS KESESUAIAN WILAYAH UNTUK BUDIDAYA

IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN GIRSANG

SIPANGAN BOLON DANAU TOBA

SKRIPSI

OLEH:

KHAIRUNNISA

100302028

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ANALISIS KESESUAIAN WILAYAH UNTUK BUDIDAYA

IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN GIRSANG

SIPANGAN BOLON DANAU TOBA

SKRIPSI

KHAIRUNNISA

100302028

Skripsi sebagai satudiantarabeberapasyarat untukmemperoleh gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,

Fakultas Pertanian,Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Analisis Kesesuaian Wilayah Untuk Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung di Perairan Girsang Sipangan Bolon Danau Toba

Nama : Khairunnisa

NIM : 100302028

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M. Sc. Zulham A. Harahap, S.Kel, M.Si. Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si.

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Khairunnisa

Nim : 100302028

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Kesesuaian Wilayah Untuk

Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung di Perairan Girsang Sipangan Bolon

Danau Toba” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber

data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, Oktober 2014

(6)

ABSTRAK

KHAIRUNNISA.Analisis Kesesuaian Wilayah Untuk Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung di Perairan Girsang Sipangan Bolon Danau Toba. Dibimbing oleh TERNALA ALEXANDER BARUS danZULHAM APANDY HARAHAP.

Danau Toba adalah salah satu danau yang dimanfaatkan sebagai lahan budidaya.Kegiatan budidaya ikan sistem KJA di Danau Toba telah dilakukan oleh masyarakat sejak tahun 1986, namun perkembangan KJA yang pesat terjadi sejak tahun 1998 melalui budidaya jaring apung intensif yang berkepadatan ikan tinggi. Penelitian ini bertujuan menganalisis wilayah potensial untuk budidaya keramba jaring apung di kawasan Danau Toba Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun melalui matriks kesesuaian wilayah untuk KJA

Penelitian menggunakan metode scoring/pembobotan.Penentuan pembobotan dan skoring dilakukan untuk memberikan nilai pada kriteria yang mendukung pada kegiatan budidaya dengan mengaitkan parameter fisika kimia yang sudah ditetapakn. Parameter tersebut antara lain suhu, DO, pH, kecerahan, arus, kedalaman, BOD, dan ammonia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas kesesuaian di perairan Danau Toba girsang Sipangan Bolon adalah kelas sangat sesuai dan sesuai. Hal ini menunjukkan wilayah tersebut merupakan wilayah potensial untuk melaksanakan kegiatan KJA. Terdapat 5 stasiun dengan kelas sesuai dan 15 kelas lainnya sangat sesuai.

Kata Kunci : Danau Toba, Keramba Jaring Apung, Indeks Kesesuaian

(7)

KHAIRUNNISA. Analysis of suitability area for floating net cage ini Lake Toba Girsang Sipangan Bolon. Under the supervision of TERNALA ALEXANDER BARUS and ZULHAM APANDY HARAHAP.

Lake Toba is a lake that is used as farming land. Net floating cage system of fish farming activities in the Lake Toba has been done by the public since 1986, but the rapid development of KJA occurred since 1998 through the intensive cultivation net high fish density. This study aims to analyze potential areas for net floating cage ini Lake Toba Girsang Sipangan Bolon, Simalungun by the suitability matrix method.

This research is using the scorring method/weighting. Determination of weighting and scoring is done to put a value on criteria that support the farming activities by linking the chemical physical parameters. These parameters include temperature, DO, pH, brightness, lake current, depth, BOD, and ammonia.

The results showed that the suitability grade in Lake Toba Girsang Sipangan Bolon is very suitable and appropriate class. This shows the area is a potential are for net floating cage. There are 5 stations with the appropriate class and the other class 15 is very appropriate.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kesesuaian

Wilayah Untuk Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung di Perairan Girsang

Sipangan Bolon Danau Toba” sebagai salah satu syarat untuk dapat

menyelesaikan studi pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda

H. Supamin, SIP dan Ibunda Hj. Herawani yang selalu memberikan doa dan

dukungan baik dukungan moril maupun materi sehingga dapat menyelesaikan

skripsi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga besar Hasnan

Hasan dan Sarkawi yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih pula kepada Prof. Dr. Ing. Ternala

Alexander Barus, M. Sc., sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Zulham Apandy

Harahap, S. Kel., M. Si., sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah

memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Serta kepada

seluruh staf pengajar dan pegawai tata usaha di Manajemen Sumberdaya Perairan.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Camat Girsang

Sipangan Bolon dan pegawai kantor kecamatan yang telah memberikan izin

sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan penelitian di Kecamatan

Girsang Sipangan Bolon. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Raja

Guguk sebagai pemilik tambak di kawasan tersebut. Penulis juga berterima kasih

(9)

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman di MSP

2010 dan adik-adik di MSP 2011 yang telah membantu kelancaran penelitian

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan usulan

penelitian ini.Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan dari

berbagai pihak guna mendapatkan hasil yang lebih baik.Akhirnya, semoga skripsi

ini bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Medan, Oktober 2014

Penulis

(10)

Penulis dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 23 September

1992.Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak H. Suparmin, SIP dan

Ibu Hj. Herawani.

Pendidikan pertama penulis dimulai di SD

Swasta Taman Siswa pada tahun 1998 –

2004.Kemudian dilanjutkan di SMP Swasta Taman

Asuhan pada tahun 2004 – 2007 dan terakhir

menyelesaikan pendidikannya di Madrasah Aliyah

Negeri Pematangsiantar pada 2007-2010.Penulis diterima di Program Studi

Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

pada tahun 2010 melalui jalur Ujian Masuk Bersama Perguruan Tinggi Negeri

(UMB-PTN).

Pada bulan Juli – Agustus 2013 penulis melaksanakan kegiatan praktek

kerja lapangan (PKL) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar

(BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat.Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai

anggota Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (IMMASPERA) dan

sebagai Asisten Praktikum renang tahun 2012 s.d tahun 2013, Asisten Praktikum

Sistem Informasi Sumberdaya Perairan pada tahun 2012 dan Asisten Praktikum

Pengelolaan Lingkungan Pesisr pada tahun 2013 di Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

(11)

Halaman Waktu dan Lokasi Penelitian ... 18

(12)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 43 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA

(13)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Kriteria Kualitas Air Berdasarkan BOD5 ... 16

2. Matriks Kesesuaian Wilayah Untuk Keramba Jaring Apung ... 22

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran ... 5

2. Peta Lokasi Kecamatan Girsang Sipangan Bolon ... 18

3. Stasiun dengan Kegiatan KJA ... 20

4. Stasiun Tanpa KJA ... 20

5. Peta Sebaran Suhu ... 25

6. Peta Sebaran DO ... 26

7. Peta Sebaran pH ... 27

8. Peta Sebaran Kecerahan ... 28

9. Peta Sebaran Amonia ... 28

10. Peta Kesesuaian Wilayah Untuk Keramba Jaring Apung ... 29

11. Perbandingan Fluktuasi Suhu ... 32

12. Perbandingan Oksigen Terlarut ... 34

13. Perbandingan pH ... 35

14. Perbandingan Kecerahan ... 37

15. Perbandingan Amonia ... 40

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Perhitungan Nilai Kesesuaian ... 48

2.Bahan dan Alat Penelitian ... 51

(16)

ABSTRAK

KHAIRUNNISA.Analisis Kesesuaian Wilayah Untuk Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung di Perairan Girsang Sipangan Bolon Danau Toba. Dibimbing oleh TERNALA ALEXANDER BARUS danZULHAM APANDY HARAHAP.

Danau Toba adalah salah satu danau yang dimanfaatkan sebagai lahan budidaya.Kegiatan budidaya ikan sistem KJA di Danau Toba telah dilakukan oleh masyarakat sejak tahun 1986, namun perkembangan KJA yang pesat terjadi sejak tahun 1998 melalui budidaya jaring apung intensif yang berkepadatan ikan tinggi. Penelitian ini bertujuan menganalisis wilayah potensial untuk budidaya keramba jaring apung di kawasan Danau Toba Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun melalui matriks kesesuaian wilayah untuk KJA

Penelitian menggunakan metode scoring/pembobotan.Penentuan pembobotan dan skoring dilakukan untuk memberikan nilai pada kriteria yang mendukung pada kegiatan budidaya dengan mengaitkan parameter fisika kimia yang sudah ditetapakn. Parameter tersebut antara lain suhu, DO, pH, kecerahan, arus, kedalaman, BOD, dan ammonia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas kesesuaian di perairan Danau Toba girsang Sipangan Bolon adalah kelas sangat sesuai dan sesuai. Hal ini menunjukkan wilayah tersebut merupakan wilayah potensial untuk melaksanakan kegiatan KJA. Terdapat 5 stasiun dengan kelas sesuai dan 15 kelas lainnya sangat sesuai.

(17)

ABSTRACT

KHAIRUNNISA. Analysis of suitability area for floating net cage ini Lake Toba Girsang Sipangan Bolon. Under the supervision of TERNALA ALEXANDER BARUS and ZULHAM APANDY HARAHAP.

Lake Toba is a lake that is used as farming land. Net floating cage system of fish farming activities in the Lake Toba has been done by the public since 1986, but the rapid development of KJA occurred since 1998 through the intensive cultivation net high fish density. This study aims to analyze potential areas for net floating cage ini Lake Toba Girsang Sipangan Bolon, Simalungun by the suitability matrix method.

This research is using the scorring method/weighting. Determination of weighting and scoring is done to put a value on criteria that support the farming activities by linking the chemical physical parameters. These parameters include temperature, DO, pH, brightness, lake current, depth, BOD, and ammonia.

The results showed that the suitability grade in Lake Toba Girsang Sipangan Bolon is very suitable and appropriate class. This shows the area is a potential are for net floating cage. There are 5 stations with the appropriate class and the other class 15 is very appropriate.

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permintaan produk perikanan untuk memenuhi gizi manusia semakin

meningkat, sementara tingat ketersediaan potensi sumber daya ikan diprediksi

terus berkurang dengan peningkatan konsumsi.Cara yang bisa menjawab tuntutan

kebutuhan gizi dan protein hewani adalah dengan budidaya ikan.Usaha

pengembangan budidaya danau merupakan salah satu sumberdaya alam yang bisa

dimanfaatkan (Zonnelved, 1991 diacu oleh Maniagasi, dkk., 2013).

Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba seluas lebih kurang 369.854

ha, yang terdiri dari 190.314 ha daratan di pulau Sumatera (keliling luar danau),

69.280 ha daratan pulau Samosir (di tengah danau) dan 110.260 ha berupa

perairan Danau Toban-nya sendiri (luas permukaannya). Daerah Tangkapan Air

(DTA) Danau Toba merupakan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Asahan Toba

yang mencakup 7 wilayah administrasi pemerintahan yaitu: Kabupaten Toba

Samosir, Samosir, Humbang Hasundutan, Dairi, Karo, Simalungun dan Tapanuli

Utara (Siregar diacu oleh Simangunsong, dkk., 2008).

Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia. Danau Toba juga

merupakan danau vulkanik terbesar di dunia dengan luas 1.130 km2 dan titik

terdalam 529 m dengan kategori sebagai danau oligotrofik dengan ciri khas

miskin akan unsur hara, memiliki waktu tinggal yang cukup lama, hampir tidak

ada arus dan suhu stabil. Perairan Danau Toba dimanfaatkan untuk kegiatan

(19)

kegiatan perikanan telah dimulai sejak tahun 1986 dan terus mengalami

peningkatan yang tajam hingga kini (Ghofar, dkk., 2013).

Pembangunan pemanfaatan sumber daya perairan umum bagi usaha

budidaya ikan, yang sekarang digiatkan adalah usaha bidudaya dalam kantong

jaring apung (floating cage net).Prospek budidaya ikan dalam kantong apung jaring ini cukup cerah. Apalagi di Indonesia banyak terdapat danau dan dibangun

waduk-waduk buatan maupun dan penampungan air lainnya, sehingga akan

memberikan peluang yang semakin besar bagi para petani ikan atau masyarakat

yang ingin memanfaatkan perairan tersebut untuk budidaya dalam kantong jaring

apung (Saputra, 1998 diacu oleh Pontoh, 2014).

Kegiatan budidaya ikan sistem KJA di Danau Toba telah dilakukan oleh

masyarakat sejak tahun 1986, namun perkembangan KJA yang pesat terjadi sejak

tahun 1998 melalui budidaya jaring apung intensif yang berkepadatan ikan tinggi.

Pada tahun 2006 jumlah KJA yang beroperasi di perairan Danau Toba terdata

sebanyak 5.233 unit. Survei yang dilakukan Dinas Perikanan Provinsi Sumatera

Utara tahun 2008, di dapatkan bahwa KJA yang beroperasi di perairan Danau

Toba sebanyak 7.012 unit, yang terdiri dari KJA milik PT. Aquafarm Nusantara

sebanyak 1.780 unit dan KJA milik masyarakat sebanyak 5.232 unit (Ginting,

2011).

Hampir seluruh kegiatan budidaya di Danau Toba dilaksanakan dengan

sistem budidayadengann jaring terapung di perairan yang disebut keramba jaring

apung (KJA).Kegiatan tersebut dilakukan oleh warga yang bermukim di sekitar

danau ataupun pihak swasta dan asing.Warga menjadikan kegiatan budidaya KJA

(20)

dibudidayakan pada KJA adalah nila (Oreochromis niloticus) dan mas (Cyprinus carpio).

Banyaknya kegiatan keramba jaring apung berbanding lurus dengan

semakin banyak lokasi di Danau Toba yang akan dijadikan sebagai tempat

budidaya. Penempatan lokasi sendiri adalah salah satu faktor utama dalam

pelaksanaan kegiatan budidaya. Penentuan lokasi tersebut dapat dikaji dari

parameter fisika kimia perairan yang sesuai sehingga dapat mendukung proses

budidaya seperti suhu, kecepatan arus, kadar ammonia, kadar oksigen terlarut

dalam air, BOD5, kedalaman, kecerahan dan pH, namun pada kenyataan para

pembudidaya jarang sekali menetapkan lokasi berdasarkan parameter fisika kimia

perairan yang sesuai.

Perkembangan usaha keramba cukup signifikan ditengah masyarakat,

namun diketahui bahwa penempatan keramba tersebut masih belum tertata dengan

baik, sehingga sering terjadi benturan kepentingan (Syofyan, dkk., 2010)

Berdasarkan uraian di atas akan dilakukan penelitian analisis kesesuaian

wilayah untuk keramba jaring apung ditinjau dari parameter fisika kimia perairan

yang ada di wilayah tersebut dengan menggunakan matriks kesesuaian. Penelitian

dilakukan di wilayah yang sudah dijadikan sebagai tempat budidaya dengan KJA

maupun lokasi non-kegiatan KJA.Hal ini bertujuan agar lahan KJA dapat

dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan.

Perumusan Masalah

Permintaan pasar terhadap konsumsi ikan tawar semakin meningkat dari

(21)

aktivitas perikanan budidaya melalui keramba jaring apung di sekitar Danau toba

baik yang dikelola oleh masyarakat setempat ataupun pihak swasta. Berdasarkan

uraian tersebut maka dapat disimpulkan permasalahan dari penelitian sebagai

berikut:

1.

Apakah parameter fisika kimia pada wilayah yang memiliki kegiatan keramba

jaring apung masih layak untuk melaksanakan kegiatan KJA?

2.

Apakah wilayah Danau Toba yang belum dijadikan lahan KJA layak untuk

dikembangkan sebagai kawasan budidaya dengan sistem keramba jaring

apung?

Kerangka Pemikiran

Girsang Sipangan Bolon sebagai salah satu wilayah kecamatan di Danau

Toba adalah tempat yang wilayah perairannya dijadikan sebagai tempat budidaya

keramba jaring apung terutama oleh warga sekitar.Dalam penentuan lokasi yang

layak dijadikan sebagai tempat budidaya KJA, hendaknya pembudidaya

memperhatikan parameter kualitas air yang ada di lokasi.Wilayah yang sudah

dijadikan sebagai tempat pembudidayaan juga harus tetap dikontrol kualitas

airnya.Hal ini dapat dilakukan melalui matriks kesesuaian bagi wilayah keramba

jaring apung sehingga dapat diketahui apakah wilayah tersebut sangat sesuai,

sesuai, maupun tidak sesuai sebagai lokasi keramba jaring apung.Kerangka

(22)

Gambar 1. Bagan alir kerangka pemikiran

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menganalisis wilayah potensial untuk budidaya

keramba jaring apung di kawasan Danau Toba Kecamatan Girsang Sipangan

Bolon, Kabupaten Simalungun melalui matriks kesesuaian wilayah untuk KJA. Danau Toba Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun

Lokasi tanpa KJA Lokasi KJA

Parameter Fisika Kimia Perairan

Metode Scorring(Penentuan Kesesuaian Wilayah)

(23)

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi dan menentukan lokasi yang sesuai untuk dijadikan

tempat budidaya keramba jaring apung di Danau Toba Kecamatan Girsang

Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun.

2. Bahan acuan bagi instansi terkait untuk mengambil kebijakan mengenai

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Danau

Danau secara ekologis merupakan badan air yang dikelilingi daratan dan

dikelompokkan sebagai salah satu jenis lahan basah yang dicirikan sebagai lahan

berair tetap.Lahan basah sebagai ekosistem merupakan komponen bentang alam

dan dengan demikian menjadi salah satu bentuk alami (feature) suatu wilayah.Lahan basah tersebut dapat disebut sebagai danau yang merupakan

salahsatu bentuk ekosistem yang menempati daerah yang relatif kecil pada

permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut dan daratan (Yuzni, 2008).

Sebagai ekosistem perairan lentik, perairan danau ditandai dengan keadaan

arus air yang sangat lambat yaitu 0,001 – 0,01 m/detik atau bahkan tidak ada arus

sama sekali, sehingga waktu tinggal air (residence time) dapat berlangsung dalam waktu sangat lama. Karena kondisi arus air pada danau sangat lambat, maka

pengaruhnya tidak begitu besar terhadap kehidupan organisme yang ada di

dalamnya. Faktor yang sangat penting pada ekosistem danau adalah pembagian

daerah air secara vertikal (stratifikasi), dimana setiap lapisan air memiliki sifat yang berbeda satu sama lain. Terdapat perbedaan sifat air antar lapisan terutama

berkaitan dengan perbedaan intensitas cahaya matahati yang diserap, yang

selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan suhu air pada setiap

kedalaman(Ginting, 2011).

Menurut Riwayati dan Sinaga (2010) diacu oleh Sihotang (2012)

menyatakan bahwa klasifikasi danau menurut geomorfologinya adalah sebagai

(25)

a. Danau Tektonik

Dibentuk oleh pergerakan kerak bumi.Contohnya DanauBaikal dan Danau

Victoria.Umumnya danau-danau ini mempunyai badan airsangat dalam.

b. Danau Vulkanik

Bahan vulkanik disemburkan ke atas hingga terbentuklah lubangbesar atau

lubang besar yang terbentuk magma yang dikeluarkan mendingin

danmenyusut.Contohnya danau-danau di daerah tropis Asia.

c. Danau Longsoran

Pergerakan sejumlah besar material oleh longsoran ke dalam lembahsungai

dapat menyebabkan pembendungan dan terjadilah danau. ContohnyaDanau

Alpin.

d. Danau Glasial

Terbentuknya karena efek pengikisan dari pergerakan es glasial.

e. Danau Sungai

Terbentuk akibat pengikisan oleh aliran air sungai.Contohnya danaudanaudi

Washington.

f. Danau Solusi

Pelarutan batuan oleh air hujan, misalnya pelarutankalsium karbonat oleh air

yang agak masam membentuk danau solusi .Contohnya Danau Florida.

Pola temperatur di suatu ekosistem danau akan mengalami fluktuasi

secara vertical sesuai dengan kedalaman lapisan air. Berdasarkan perbedaan

temperature, suatu danau dapat dibagi mrnjadi 3 lapisan permukaan yaitu lapisan

epilimnion, lapisan dibawah epilimnion yang disebut sebagai lapisan metalimnion

(26)

mempunyai temperatur yang paling tinggi dibandingkan dengan lapisan lainnya,

kecuali pada saat musim dingin di danau-danau yang terdapat di wilayah yang

beriklim sedang (Barus, 2004).

Keberadaan ekosistem danau memberikan fungsi yang menguntungkan

bagi kehidupan manusia (rumahtangga, industri, dan pertanian). Beberapa fungsi

penting ekosistem ini, sebagai berikut: 1) sebagai sumber plasma nutfah yang

berpotensi sebagai penyumbang bahan genetik; 2) sebagai tempat berlangsungnya

siklus hidup jenis flora/fauna yang penting, 3) sebagai sumber air yang dapat

digunakan langsung oleh masyarakat sekitarnya (rumahtangga, industri dan

pertanian); 4) sebagai tempat penyimpanan kelebihan air yang berasal dari air

hujan, aliran permukaan, sungai-sungai atau dari sumber-sumber air bawah tanah;

5) memelihara iklim mikro, di mana keberadaan ekosistem danau dapat

mempengaruhi kelembaban dan tingkat curah hujan setempat; 6) sebagai sarana

tranportasi untuk memindahkan hasil-hasil pertanian dari tempat satu ke tempat

lainnya; 7) sebagai penghasil energi melalui PLTA; 8) sebagai sarana rekreasi dan

obyek pariwisata (Kumurur, 2002).

Keramba Jaring Apung

Pengembangan budidaya merupakan usaha meningkatkan produksi dan

sekaligus merupakan langkah pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan

seimbang dalam rangka mengimbangi pemanfaatan dengan cara penangkapan.

Usaha budidaya merupakan bentuk pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya

(27)

Keramba jaring apung adalah sistem budidaya dalam perairan berupa

jaring yang mengapung (floating net cage) dengan bantuan pelampung dan ditempatkan di perairan seperti danau dan waduk, memiliki dasar pasir, batu atau

karang (Effendi. 2004).

Keramba memiliki beberapa tipe dan design.Keramba memiliki empat tipe,yaitu keramba tetap, keramba jaring apung, keramba yang terbenam, dan

kerambayang mencuat.Keramba tetap sangat mudah dibangun tetapi memiliki

batasan ukuran dan bentuk karena digunakan pada bagian danau yang dangkal,

dan harus sesuai dengan substrat.Keramba jaring apung harus dilengkapi material

yang dapat mengapung di permukaan perairan.Keramba jaring apung memiliki

ukuran dan bentuk yang bervariasi sesuai dengan tujuan dari pemanfaatan

keramba tersebut.Keramba yang ditanam dapat dipindahtempatkan untuk

menghindar dari perubahan lingkungan.Beberapa dari keramba yang ditanam

memiliki alat apung. Keramba yang mencuat biasanya tebentuk dari papan

kayu/bambu di antara aliran air (Tambunan, 2010).

Konstruksi jaring terapung pada dasarnya terdiri atas dua bagian yaitu

kerangka dan kantong jaring.Kerangka berfungsi sebagai tempat pemasangan

kantong jaring dan tempat lalu lalang orang pada waktu memberikan pakan pada

saat panen.kantong jaring merupakan tempat pemeliharaan ikan yang akan

dibudidayakan (Rismawati, 2010).

Menurut Gusrina (2008) diacu oleh Rismawati (2010) menyatakan bahwa

Persyaratan teknis yang harus diperhatikan dalam memilih lokasi budidayaikan

keramba jaring apung adalah (Gusrina, 2008):

(28)

Arus Air pada lokasi yang dipilih diusahakan tidak terlalu kuat namun tetap

adaarusnya agar tetap terjadi pergantian air dengan baik dan kandungan

oksigen terlarutdalam wadah budidaya air tercukupi, selain itu dengan adanya

arus maka dapatmenghanyutkan sisa-sisa pakan dan kotoran ikan yang terjatuh

di dasar perairan. Padakondisi perairan yang tidak mengalir, unit budidaya

sebaiknya diletakkan di tengah.

b. Tingkat Kesuburan

Jenis perairan yang sangat baik untuk digunakan dalam budidaya ikan

adalahperairan dengan tingkat kesuburan rendah hingga sedang. Jika perairan

dengantingkat kesuburan tinggi digunakan dalam budidaya ikan maka hal ini

sangat beresikotinggi karena perairan dengan kesuburan tinggi (eutrofik) kandungan oksigen terlarutpada malam hari sangat rendah dan berpengaruh

buruk terhadap ikan yang akandipelihara dengan kepadatan tinggi.

c. Bebas dari Pencemaran

Jika lokasi budidaya mengandung bahan pencemar maka akan

berpengaruhterhadap kehidupan ikan yang dipelihara

Perakitan teknologi budidaya sangat diperlukan dan salah satu diantaranya

adalah budidaya sistem Keramba Jaring Apung (KJA). Keuntungan yang dapat

diperoleh dengan budidaya sistem KJA adalah: a) Peningkatan devisa negara; b)

Pemenuhan protein hewani petani pantai; c) Peningkatan pendapatan dan

kesejahteraan petani pantai; d) Peningkatan pemanfaatan sarana produksi yang

tersedia seperti bibit dan pakan; e) Pemanfaatan tenaga kerja dan penanggulangan

(29)

Selain berdampak positif, jika berkembang tanpa kendali kegiatan KJA

yang kelewat intensif ini bisa menimbulkan dampak negatif karena kegiatan

tersebut menghasilkan limbah organik (terutama pencemaran unsur nitrogen dan

fosfor) yang besar akibat pemberian pakan yang tidak efisien sehingga sisa pakan

dan kotoran ikan akan menumpuk di dasar perairan. Penumpukan limbah organik

ini akan mencemari danau, mulai dari eutrofikasi yang menyebabkan ledakan

(blooming) fitoplankton dan gulma air seperti eceng gondok (Eiclzhornia crasssipes (Mart.) Solms), Hydrilla verticillata ((L.F.) Royle), Ceratophyllum demersum (L.) , dan lain-lain diikuti dengan terbentuknya gas-gas yang dapat menyebabkan kematian organisme perairan (terutama ikan-ikan budidaya) serta

diakhiri dengan makin menebalnya lapisan anaerobik di badan air danau

(Ndahawali, 2012).

Menurut Zulkifli, dkk., (2009) keramba jaring apung memiliki beberapa

persyaratan lokasi diantaranya:

a) Bebas dari faktor resiko yaitu :

· Gangguan alam (badai dan gelombang besar)

· Adanya predator (hewan buas laut dan burung laut)

· Pencemaran (limbah industri, pertanian dan rumah tangga)

· Konflik pengguna (lalu-lintas kapal umum dan kapal tanker)

b) Bebas dari faktor kenyamanan, lokasi yang dekat dengan jalan besar, pasar,

pelelanganikan, pelabuhan dan lain-lain.

c) Memiliki persyaratan kondisi hidrografi, yaitu :

· Kedalaman air > 5 m

(30)

· Tinggi air pasang 0,5 – 1,5 meter

· pH 6 – 8,5

· Suhu 27 – 32 oC

d) Faktor pendukung lainnya seperti sumber pakan, tenaga kerja, dan ketersediaan

benih merupakan syarat-syarat yang harus dipenuhi.

Faktor yang bertindak sebagai kekuatan dalam penentuan strategi

pengembangan KJA yang berkelanjutan adalah kualitas air masih mendukung,

daya dukungtinggi, pemanfatan danau masih rendah, berkembangnya budidaya,

masyarakat mempunyai keinginan berusaha, dan faktor yang bertindak sebagai

peluang adalah zona budidaya belum dimanfaatkan, tingginya permintaan pasar

dan keuntungan usaha menjanjikan. Kekuatan dan peluang ini untuk menjamin

peningkatan produksi ikan budidaya dari perairan umum dalam memenuhi

permintan pasar, jumlah penduduk yang semakin meningkat dan meningkatkan

pendapatan masyarakat setempat, terutama penduduk yang terkena dampak

penggenangan danau (Siagian, 2010).

Penempatan jaring apung di perairan umum seperti waduk, situ atau,

danau dianjurkan di jalur lurus horizontal yang terletak di daerah muara agar ikan

selalu mendapatkan suplai air yang memiliki kandungan oksigen terlarut tinggi.

Selain itu adanya pergerakan air akan membantu menghanyutkan sisa-sisa kotoran

atau bahan organik (Khairuman dan Amri, 2013).

Parameter Fisika Kimia Perairan

Kualitas suatu perairan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap

(31)

baik (hiegienis bagi hewan diperlukan untuk pertumbuhan dan kelangsungan

hidupnya (Minggawati dan Lukas, 2012). Kualitas air merupakan faktor fisik,

kimia, dan biologi dari perairan yang mempengaruhi organisme perairan. Kualitas

air yang cocok bagi ikan budiaya di perairan tercantum di PP RI No:82 Tahun

2001 Kelas III (Tambunan, 2010).

Suhu

Produktivitas suatu perairan sangat ditentukan oleh sifat fisika dan kimia

serta organisme hidup pendukung lainnya. Suhu perairan merupakan faktor

pembatas dari proses produksi di perairan. Suhu yang terlalu tinggi dapat

merusak jaringan tubuh fitoplankton, sehingga akan mengganggu proses

fotosintesa dan menghambat pembuatan ikatan-ikatan organik yang kompleks

dari bahan organik yang sederhana serta akan mengganggu kestabilan perairan

itu sendiri (Yuningsih, dkk., 2014).

Kisaran suhu optimum bagi kegidupan ikan di perairan tropis adalah

antara 28 - 32°C. Pada suhu 18 - 25°C ikan masih bertahan hidup meski nafsu

makan mulai menurun, sedangkan pada 12 - 18°C mulai berbahaya bagi ikan,

dan dibawah 12°C ikan tropis akan mati kedinginan (Kordi dan Tancung, 2010).

Penurunan suhu udara pada malam hari, pada waktu hujan atau pada

waktu sinar matahari terhalang oleh awan, asap, debu atau pelindung Iainnya

akan menurunkan suhu air permukaan. Jika proses penurunan suhu udara terus

berlangsung sehingga suhu air permukaan sama dengan suhu lapisan bawah

maka akan terjadi proses pencampuran. Apabila penurunan suhu air permukaan

terus berlanjut sehingga lebih dingin dibanding dengan suhu air di dasar maka

(32)

a. Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut merupakan zat yang paling penting dalam sistem

kehidupan di perairan, dalam hal ini berperan dalam proses metabolisme oleh

makro dan mikroorganisme yang memanfaatkan bahan organik yang berasal dari

fotosintesis. Selain itu mempunyai peranan yang penting dalam penguraian

bahan-bahan organik oleh berbagai jenis mikroorganisme yang bersifat aerobik,

sehingga jika ketersediaan oksigen tidak mencukupi akan mengakibatkan

lingkungan perairan dan kehidupan dalam perairan menjadi terganggu, sekaligus

akan menurunkan kualitas air. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara

harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing), dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air (Effendi, 2003).

b. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan suatu parameter penting untuk

menentukan kadar asam/basa dalam air. Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi

ion hidrogen dalam suatu larutan. Kemampuan air untuk mengikat atau melepas

sejumlah ion Hidrogen akan menunjukkan apakah larutan tersebut bersifat asam/

basa. Di dalam air yang bersih jumlah konsentrasi ion H+ dan OH- berada dalam

keseimbangan, sehingga air yang bersih akan bereaksi normal. Peningkatan ion

hidrogen akan menyebabkan nilai pH turun dan disebut sebagai larutan asam.

Sebaliknya apabila ion hidrogen berkurang akan menyebabkan nilai pH naik dan

keadaan ini disebut sebagai larutan basa. Nilai pH yang ideal untuk mendukung

(33)

Kisaran nilai pH yang baik adalah berkisar antara 7 – 8. Terjadinya

perubahan nilai pH disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : peningkatan gas CO

2

sebagai hasil pernafasan dari organisme aquatik, pembakaran bahan organik di

dalam air oleh jasad renik, rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, kandungan

garam (salinitas) yang tinggi, jumlah padat tebar yang tinggi, keadaan suhu air

yang tidak stabil, serta tingginya tingkat kekeruhan melebihi ambang batas

(Pratiwi, 2010).

BOD (Biochemical Oxygen Demand)

BOD (Biochemical Oxygen Demand) atau kebutuhan oksigen

menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup

untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air.Jika

konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen

terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan

oksigen tinggi. Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan mengoksidasi air pada

suhu 20 0C selama 5 hari, dan nilai BOD yang menunjukkan jumlah oksigen yang

dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen

terlarut sebelum dan sesudah inkubasi (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005).

Pada perairan alami, yang berperan sebagai sumber bahan organik adalah

tanaman dan hewan yang telah mati. Perairan alami memiliki nilai BOD antara

0,5-7,0 mg/l. Selain itu buangan hasil limbah domestik dan industry juga dapat

mempengaruhi nilai BOD. BOD5 dalam suatu perairan dapat digunakan sebagai

(34)

perairan untuk kehidupan organisme akuatik berdasarkan BOD5 dapat dilihat

pada Tabel 1 (Wijaya, 2009).

Tabel 1. Kriteria Kualitas Air Berdasarkan BOD5

BOD5 Kualitas Air

< 3 Sumber: Lee, dkk., (1978) dalam Wijaya (2009)

Amonia

Amonia merupakan produk akhir metabolisme nitrogen yang bersifat

racun Di dalam perairan senyawa amonia terdapat dalam dua bentuk yaitu

amoniak (berbahaya bila dalam konsentrasi tinggi) dan amonium (tidak

berbahaya). Pada kadar yang sangat rendah kurang berbahaya, tetapi dengan

meningkatnya kadar amoniak, secara cepat menjadi berbahaya terhadap hewan

perairan. Ketika tingkat mencapai 0,06 mg / L, ikan dapat mengalami kerusakan

insang. Ketika tingkat mencapai 0,2 mg / L, ikan sensitif seperti trout dan salmon

mulai mati. Sebagai tingkat dekat 2,0 mg / L, toleran ikan bahkan seperti mas

mulai mati (Sawyer,1994 diacu oleh Elfrida, 2011).

Amonia di perairan bersumber dari hasil metabolisme organisme akuatik

dan dekomposisi bahan organik oleh bakteri (Boyd 1989).Selain itu, amonia dapat

berasal dari nitrogen organik yang masuk ke perairan (urea), respirasi bakteri,

organisme mati, dan sel yang.Meskipun amonia bersumber dari hasil ekskresi

(35)

pembentukan amonia dari dekomposisi oleh bakteri (Wetzel, 2001 diacu oleh

Ervinia, 2013).

Kecerahan

Kecerahan merupakan kemampuan cahaya matahari untuk

menembusperairan.Kemampuan cahaya tersebut dipengaruhi oleh kekeruhan

air.Kekeruhanyang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem

osmoregulasi.Misalnyapernapasan dan daya lihat organisme akuatik serta dapat

menghambat penetrasicahaya ke dalam air. Faktor-faktor yang mempengaruhi

kekeruhan air adalahpartikel halus yang tersuspensi seperti lumpur, jasad renik

(plankton) dan warna air (Sari, 2011).

Bahan organik dan anorganik yang berupa plankton dan organisme lainnya

dipengaruhi oleh kecerahan.Perairan terbuka memiliki nilai kecerahan yang tinggi

dapat diakibatkan karena tidak adanya atau tidak banyaknya sisa sisa serasah

tumbuhan ataupun limbah pakan yang terdapat pada titik sampling. Menurut

Alianto, dkk.,(2007) cahaya merupakan faktor pembatas bagi adanya bahan

organik yang penting bagi produktivitas primer perairan. Menurut Rohyati, dkk.,

(2003) kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran,

(36)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2014 di Kecamatan Girsang

Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun pada 20 stasiun yang penyebarannya

mewakili wilayah danau dan analisis amonia dilaksanakan di Balai Teknik

Kesehatan Lingkungan dan Penanggulangan Penyakit Medan.Peta lokasi

Kecamatan Girsang Sipangan Bolon dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Kecamatan Girsang Sipangan Bolon

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer, botol duga,

DO meter, tali duga, secchi disk, pH meter, kamera digital, GPS, alat tulis, perahu,

(37)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah KOH-KI, H2SO4,

MNSO4, Na2SO3, amilum, peta administrasi Kecamatan Girsang Sipangan Bolon

dan data hasil pengukuran parameter fisika kimia air danau. Gambar alat dan

bahan dapat dilihat pada Lampiran 2.

Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer merupakan data-data hasil pengukuran parameter fisika

kimia perairan meliputi pengukuran suhu, arus, DO, amonia, kedalaman,

kecerahan, pH, dan BOD5 baik yang dilakukan secara insitu maupun exsitu yang

hasil akhirnya harus diolah di laboratorium. Pengambilan data primer dilakukan

sebanyak 1 kali.Sedangkan data sekunder merupakan data yang berkaitan dengan

peta lokasi.

Penentuan Stasiun

Stasiun pengamatan terdiri dari 20 stasiun yang ditentukan secara acak

sehingga penyebarannya mewakili wilayah Danau Toba di Kecamatan Girsang

Sipangan Bolon.Metode tersebut dinamakan metode purposive random sampling.Titik dari setiap stasiun daoat dilihat dari Tabel 2. Stasiun 1, 2, dan 3 adalah wilayah yang memiliki kegiatan keramba jaring apung. Sedangkan 17

stasiun lainnya adalah wilayah tanpa keramba jaring apung.Stasiun dengan

keramba jaring apung dapat dilihat pada Gambar 3 dan stasiun tanpa wilayah

(38)

Gambar 3. Wilayah dengan Kegiatan KJA

Gambar 4. Wilayah Tanpa KJA

Analisis Data

Analisis Kesesuaian Keramba Jaring Apung

Analisis kesesuaian wilayah untuk kawasan keramba jaring apung danau

adalah analisis untuk mengetahui kesesuaian dan kemampuan suatu kawasan

untuk dijadikan sebagai kawasan yang mendukung keramba jaring apung.Analisis

ini sangat diperlukan untuk pengembangan kawasan keramba jaring apung yaitu

untuk melakukan persiapan, pengendalian, perkiraan dampak, dan pembatasan

pengelolaan sehingga tidak mencemari lingkungan.

Penentuan kelayakan dilakukan dengan metode pembobotan atau scorring

melalui matriks kesesuaian wilayah.Menurut Hartami (2008) metode scorring

atau pembobotan maksudnya setiap parameter diperhitungkan dengan

(39)

sebagai acuannya.Bobot yang digunakan sangat tergantung dari percobaan atau

pengalaman empiris yang telah dilakukan.

Penentuan pembobotan dan scorring dilakukan untuk memberikan nilai pada kriteria yang mendukung pada kegiatan budidaya. Penentuan bobot tiap-tiap

kriteria didasarkan pertimbangan kepada seberapa besar kontribusi

masing-masing kriteria terhadap hasil akhir (Hambali, dkk., 2013). Pembobotan dalam

matriks dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Matriks Kesesuaian Wilayah Untuk Keramba Jaring Apung

No Parameter Bobot

Sumber: Dimodifikasi dari (Bakosurtanal, 1996 diacu olehNurfiarini, 2003;Tiensongrusmee dkk., 1986; Bambang dan Tjahjo, 1997; Ali, 2003; Kurniaty, 2003; Rachmansyah, 2004; KLH, 2004; Wardjan, 2005) diacu olehHartami (2008)

Berdasarkan tabel matriks kesesuaian, skor 3 untuk kategori sangat sesuai,

skor 2 untuk kategori sesuai, dan skor 1 untuk kategori tidak sesuai. Menurut

Jumadi (2011) menyatakan bahwa setiap parameter memiliki kontribusi yang

(40)

parameter tersebut terhadap nilai kesesuaian. Nilai kesesuaian pada setiap lokasi

dihitung berdasarkan rumus berikut:

Nij = Bij x Sij

keterangan: Nij = Total nilai di lokasi-ij

Bi = bobot pada setiap parameter-i

Sij = skor pada setiap parameter-i kelas j

Total nilai maksiumun (Nij maks) yang diperoleh sebesar 35 dan total nilai

minimum (Nij min) sebesar 15. Kemudian nilai total dikelompokkan berdasarkan

selang kesesuaian dengan menggunakan persamaan:

Selang interval kelas = ��� ���� −��� ��� 3

Dari perhitungan menggunakan persamaan diatas dihasilkan selang interval kelas

sebesar 10 sehingga klasifikasi kesesuaian lahan keramba jaring apung dibagi

kedalam tiga kategori, meliputi :

S1= sangat sesuai, dengan selang >35

S2= sesuai, dengan selang 25 >S2 ≤ 35

N= tidak sesuai, dengan selang<25

Ketentuan kelas kesesuaian didefinisikan sebagai berikut menurut Jumadi

(2011) yaitu:

1. S1: sangat sesuai (highly suitable), yaitu apabila lahan tidak mempunyai pembatas yang berarti untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus

diterapkan atau tidak berarti terhadap produksinya.

2. S2 : sesuai (suitable), yaitu apabila lahan mempunyai pembatas agak berarti untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas

(41)

3. N : tidak sesuai (not suitable), wilayah ini mempunyai faktor pembatas yang sangat berat baik permanen maupun tidak permanen, sehingga mencegah

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kualitas Air Danau

Hasil kualitas air danau yang didapat adalah data primer berupa parameter

fisika dan kimia yang terdiri atas suhu, pH, DO, BOD5, amonia, kedalaman,

kecerahan, dan kecepatan arus perairan baik di 20 titik yang tersebar acak.

Pengambilan sampel dilakukan sebanyak satu kali dengan pengukuran pH, DO,

kedalaman, kecerahan, dan kecepatan arus dilakukan secara insitu sedangkan

pengukuran BOD5 dan ammonia dilakukan secara eksitu. Hasil parameter fisika

kimia perairan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Pengukuran Parameter Fisika Kimia

(43)

Suhu merupakan satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan

dan kehidupan ikan dalam kegiatan budidaya KJA.Dari penelitian yang dilakukan,

suhu di Danau Toba Kecamatan Girsang Sipangan Bolon berkisar antara 27,1oC -

28,3oC dengan rata-rata suhu sebesar 27,6oC.Nilai tersebut menunjukkan jika suhu

di lokasi penelitian masih dalam ambang batas normal untuk kegiatan

budidaya.Sebaran suhu di Danau Toba Kecamatan Girsang Sipangan Bolon dapat

dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Peta Sebaran Suhu

Suhu sangat bergantung pada faktor cuaca dan musim. Sebaran suhu ini

hanya menggambarkan nilai saat pada pengambilan sampel saja sehingga

membutuhkan data time series untuk mengetahui pola sebaran suhu yang

berdasarkan pada musimnya.

(44)

DO (Dissolved Oxygen) atau oksigen terlarut merupakan zat yang paling penting dalam sistem kehidupan di perairan karena berperan penting dalam proses

metabolisme serta respirasi. Dari penelitian yang dilakukan, didapati oksigen

terlarut di Danau Toba Kecamatan Girsang Sipangan Bolon berkisar antara 5.21 –

7,39 mg/l dengan rata-rata sebesar 6,45 mg/l sehingga dapat disimpulkan jika

oksigen terlarut di perairan tersebut dapat mendukung kegiatan KJA. Peta sebaran

DO dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Peta Sebaran DO

DO dan suhu sangat berkaitan, semakin tinggi suhu maka DO akan

semakin rendah sehingga sebaran DO ini sama seperti sebaran suhu yang hanya

menggambarkan nilai saat pada pengambilan sampel saja dan membutuhkan data

time series untuk mengetahui pola sebaran oksigen yang berdasarkan pada

musimnya.

(45)

Nilai pH yang didapat dari pengukuran lapangan berkisar pada rentang

7,0– 8,2 yang ditunjukkan pada Gambar 7. Nilai pH tertinggi yaitu 8,2

terukurpada stasiun 1 yang memiliki kegiatan KJA sedangkan stasiun lainnya

diperolehhasil pengukuran nilai pH lebih rendah dari 8,2. Sebaran pH yang

terukur di perairan tersebut tergolong perairan tersebut masih berada pada batasan

pH normal untuk mendukung kegiatan KJA.

Gambar 7. Peta Sebaran pH

Sama seperti suhu dan oksigen terlarut yang bergantung pada cuaca dan

musim. Sebaran pH ini hanya menggambarkan nilai saat pada pengambilan

sampel saja dan membutuhkan data time series untuk mengetahui pola sebaran

oksigen yang berdasarkan pada musimnya.

(46)

Tingkat kecerahan memiliki kaitan erat dengan fotosintesis.Kecerahan

berperan dalam menyediakan sinar matahari yang diperlukan oleh tumbuhan air

dan fitoplankton dalam melakukan fotosintesis.Kecerahan perairan di perairan

Girsang Sipangan Bolon berkisar antara 2.03–4.45 m. Kecarahan di lokasi yang

memiliki kegiatan KJA lebih rendah dibanding lokasi tanpa kegiatan KJA.Peta

sebaran kecerahan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Peta Sebaran Kecerahan

Kedalaman

Kedalaman berkaitan erat dengan pemasangan keramba jaring apung

sehingga pembudidaya harus memperhatikan kedalaman perairan yang dijadikan

lokasi tempat keramba dipasang.Kedalaman lokasi KJA yang dipilih tidak boleh

terlalu dangkal dan terlalu dalam.Nilai kedalaman yang diukur selamat penelitian

berkisar antara 4,12–>25 m.

(47)

Amonia merupakan parameter penting dalam budidaya perikanan karena

dapat dianggap sebagai satu racun paling mematikan dalam kegiatan budidaya..

Hasil penelitian menunjukkan kadar amonia berada pada kisaran 0.00001-0.08768

mg/l.Kadar amonia di lokasi yang memiliki kegiatan KJA lebih tinggi dibanding

lokasi tanpa kegiatan KJA.Peta sebaran ammonia dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Peta Sebaran Amonia

Arus

Dari penelitian didapati bahwa tidak ada arus di lokasi penelitian.Hal ini

disebabkan lokasi penelitian adalah ekosistem danau yang merupakan perairan

menggenang/ lentik. Perairan lentik berarti tidak berarus, pergerakan muka air

sebatas terjadi akibat pergerakan kapal yang melintas ataupun pergerakan angin.

(48)

Indeks kesesuaian wilayah diperlukan untuk mengetahui wilayah potensial

bagi pelaksanaan KJA.Indeks kesesuaian didapat dari matriks yang berkaitan

dengan parameter fisika kimia yang telah ditentukan.Setiap parameter memiliki

bobot dan skor yang penentuannya disesuaikan dengan studi literatur dan besar

pengaruhnya terhadap kegiatan KJA sebelum dimasukkan ke dalam

matriks.Terdapat 2 zona pada perairan Danau Toba Girsang Sipangan Bolon yaitu

zona sangat sesuai dan sesuai.Zona sangat sesuai diinterpretasikan dengan warna

kuning sedangkan sesuai dengan warna kuning muda. Luasan wilayah sesuai

adalah 1,29km2 dan luas wilayah sangat sesuai sebesar 7,36 km2.

Kesesuaianwilayah untuk KJA dapat dilihat pada Gambar 10. Perhitungan

mengenai kesesuaian untuk KJA dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 10. Peta Kesesuaian Wilayah Untuk Keramba jaring Apung

(49)

Parameter Kualitas Air Danau

Secara umum parameter fisika kimia perairan masih dalam batasan normal

sehingga sesuai baku mutu untuk kesesuaian keremba jaring apung baik suhu,

oksigen terlarut, pH, kecerahan, kedalaman, arus, amonia dan BOD5.

Suhu yang didapat dari hasil penelitian berkisar antara 27,1oC - 28,3oCdan

termasuk ke dalam suhu normal yang dibutuhkan ikan untuk dapat berkembang

dan bertahan hidup.Menurut Kordi dan Tancung (2010), kisaran suhu optimum

bagi kehidupan ikan di perairan tropis adalah antara 28 - 32°C. pada suhu 18 -

25°C ikan masih bertahan hidup meski nafsu makan mulai menurun, sedangkan

pada 12 - 18°C mulai berbahaya bagi ikan, dan dibawah 12°C ikan tropis akan

mati kedinginan.

Secara umum, suhu di lokasi penelitian tidak menunjukkan variasi yang

besar bahkan cenderung stabil karena letak danau yang berada di dataran tinggi

sehingga tidak terlalu panas.Perbedaan suhu terjadi karena pengambilan sampel

dilakukan pada waktu yang berbeda. Semakin siang pengambilan sampel maka

akan semakin tinggi suhu yang didapat karena paparan dari panas matahari

semakin terik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi (2003) bahwa suhu

dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam

hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman air.

Suhu perairan sangat mempengaruhi biota yang hidup di dalam perairan.

Menurut Barus (2004) hal ini terjadi karena suhu perairan akan mempengaruhi

kelarutan oksigen yang diperlukan organisme akuatik untuk metabolismenya.

(50)

Suhu saat penelitian di Danau Toba Girsang Sipangan Bolon berbeda jauh

dibandingkan dengan penelitian Hartami pada tahun 2008 dan Jumadi pada tahun

2011 yang juga mengenai kesesuaian untuk keramba jaring apung, Pada penelitian

Hartami suhu yang didapat sebesar 27 – 30 oC sedangkan pada penelitian Jumadi

suhu sebesar 28 - 31°C. Hal ini disebabkan karena penelitian tersebut

dilaksanakan di laut. Menurut Jumadi (2011), semakin ke laut lepas suhu semakin

berkurang yang disebabkan oleh pengaruh panas dari daratan dimana pada siang

hari darat lebih cepat menerima panas dibandingkan dengan lautan.Perbandingan

suhu pada setiap lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Perbandingan fluktuasi suhu

Nilai sebaran oksigen terlarut di perairan Danau Toba Girsang Sipangan

Bolon berada pada kisaran 5.21 – 7,39 mg/l. Sastrawijaya (2000) menyatakan

bahwa kehidupan organisme akuatik berjalan dengan baik apabila kandungan

oksigen terlarutnya minimal 5 mg/l. Dari hasil penelitian dan literatur yang

mendukung dapat disimpulkan jika kadar oksigen terlarutnya masih layak untuk

(51)

kegiatan keramba jaring apung. Namun rentang kadar oksigen terlarut yang

didapat tidak terlalu jauh karena tidak adanya pergerakan air sehingga tidak

terjadi pengadukan dan difusi oksigen dari udara tidak terlalu optimal.

Sebagaimana dalam literatur Slamet, dkk., (2008) bahwa sumber oksigen berasal

dari bagian permukaan air yang mudah terdifusi oksigen dari udara melalui

gerakan ombak dan kegiatan fotosintesa fitoplankton.

Kondisi lokasi penelitian yang jauh dari sumber pencemar juga menjadi

penyebab nilai DO masih tergolong dalam kisaran baik.Kondisi demikian sangat

mendukung sebagai lokasi usaha budidaya.Hal ini sesuai dengan pernyataan

Mundeng, dkk., (2013) bahwa biota air membutuhkan oksigen guna pembakaran

bahan bakarnya (makanan) untuk menghasilkan aktifitas, seperti aktifitas

berenang, pertumbuhan, reproduksi, dan sebaliknya. Oleh karena itu ketersediaan

oksigen bagi biota air menentukan lingkaran aktifitasnya, konversi pakan,

demikian juga laju pertumbuhan bergantung pada oksigen.Kekurangan oksigen

dalam air dapat menggangu kehidupan biota air, termasuk kepesatan

pertumbuhannya.

Perbandingan yang dilakukan terhadap penelitian Hartami dan Jumadi

menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan. Pada penelitian Hartami DO yang

didapat berkisar antara 7,31 – 8,03 mg/l dan pada penelitian Jumadi berkisar

antara 5,20 - 6,82 mg/l. Kadar oksigen terlarut di laut lebih tinggi dibanding danau

karena laut merupakan perairanlotik yang memiliki arus dan gelombang sehingga

terjadi pengadukan pada perairan dan difusi oksigen dari udara terjadi secara

optimal. Tetapi pada penelitian Jumadi kadar oksigen lebih rending dibandingkan

(52)

di Teluk Pelabuhan Ratu. Suhu berbanding terbalik dengan kadar oksigen,

semakin tinggi suhu maka akan semakin rendah kadar oksigen di perairan

tersebut. Perbandingan kadar oksigen terlarut dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Perbandingan Oksigen Terlarut

Hasil pengukuran pH di perairan Danau Toba Girsang Sipangan Bolon

menunjukkan bahwa pH masih sesuai baku mutu untuk KJA karena berada pada

rentang 7–8,2. Pratiwi (2010) menyatakan bahwa nilai pH yang relatif stabil yaitu

berkisar pada rentang 7-8.

Nilai pH tertinggi yaitu 8,2yang terdapat pada stasiun 1 sedangkan stasiun

lainnya diperolehhasil pengukuran nilai pH lebih rendah dari 8,2. Nilai tersebut

menunjukkan bahwa perairan di stasiun 1 bersifat sedikit lebih basa dibanding

stasiun lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh adanya aktivitas KJA pada stasiun

1.Pakan sisa yang tidak termakan menjadi penyebab utamanya. Hal ini sesuai

dengan literatur Elfrida (2011) bahwa pakan ikan mengandung protein yang

cukup tinggi, dimana pakan yang tidak dimanfaatkan oleh ikan akan terbuang ke

perairan. Selanjutnya akan melewati proses penguraian. Protein akan terurai

0

DO Terendah (mg/l) DO Tertinggi (mg/l)

Khairunnisa (2014)

Hartami (2008)

(53)

menjadi amoniak dan amonium, dimana keduanya merupakan senyawa basa. Sisa

metabolisme berupa feses yang juga mengandung amoniak, akan terbuang dan

menumpuk di dasar perairan yang membuat pH perairan menjadi basa.

Sebagai perbandingan, penelitian Hartami menunjukkan pH yang didapat

berada pada kisaran 7,0 – 8,38 sedangkan pada penelitian Jumadi menunjukkan

pH yang didapat berada pada kisaran 7,88 – 8,93. Perbedaan antara hasil

penelitian tidak terlalu menunjukkan perbedaan yang signifikan. Setiap hasil

penelitian masih dalam batas ambang normal ikan dapat hidup dan berkembang

biak. pH di laut lebih tinggi dibandingkan dengan pH di danau karena suhu di laut

lebih tinggi dibanding dengan suhu di darat. pH dan suhu berbanding lurus, ketika

suhu meningkat maka pH pun akan meningkat. Perbandingan hasil pH dapat

dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Perbandingan pH

(54)

Kecerahan perairan di perairan Danau Toba Girsang Sipangan Bolon

berkisar antara 2.03–4.45 m. Secara umum, tingkat kecerahan di Danau Toba

Girsang Sipangan Bolon termasuk rendah terutama di stasiun yang memiliki

kegiatan keramba jaring apung. Hal ini disebabkan karena adanya penumpukan

sisa pakan dan feses ikan di dasar perairan yang teraduk ke atas akibat adanya

pergerakan ikan.

Berdasarkan literatur Effendi (2003) menyatakan bahwa nilai kecerahan

suatu perairan dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan

padatan tersuspensi serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran.Kecerahan

berhubungan dengan intensitas cahaya matahari karena semakin tinggi nilai

kecerahan berarti semakin tinggi pula intensitas cahaya matahari yang masuk ke

perairan juga tinggi. Tingginya kecerahan dan intensitas cahaya ini akan

mengakibatkan baiknya pertumbuhan fitoplankton di dalam perairan serta proses

fotosintesis yang terjadi padanya.Sebaliknya, rendahnya nilai kecerahanberkaitan

dengan tingginya kekeruhan. Ketika keceruhan semakin rendah, maka akan

berakibat pada kelangsungan hidup fitoplankton, proses fotosintesis serta

terganggunya visual ikan.

Penelitian Hartami menunjukkan tingkat kecerahan yang didapat selama

pengukuran lapangan berkisar antara 3,50 – 6,50 m sedangkan pada penelitian

Jumadi terukur kecerahan sebesar 4,30 – 14,75 meter. Rendahnya kecerahan pada

penelitian Hartami disebabkan karena adanya partikel pasir yang terbawa

olehombak sewaktu pecah di pantai.Perbandingan tingkat kecerahan dari setiap

(55)

Gambar 14. Perbandingan Kecerahan

Kedalaman berkaitan erat dengan lokasi penempatan keramba jaring

apung.Dalam penempatannya, KJA tidak boleh ditempatkan pada perairan dengan

kedalaman terlalu dangkal ataupun terlalu dalam. Hasil penelitian menunjukkan

kedalaman berkisar antara 4,12– >25 m. Menurut Sari (2011) menyatakan bahwa

pada perairan dengan kedalaman terlalu dekat dengan dasar sehingga rentan

terhadap penumpukan kotoran dari sisa pakan dan hasil metabolisme ikan. Begitu

juga halnya kedalaman >40 m tidak sesuai karena akanmenyulitkan dalam

pemasangan keramba dan membutuhkan biaya yang besar untuk pembuatan

keramba.Pada penelitian Hartami dan Jumadi kedalaman merupakan data

sekunder yang didapat dari peta batimetri lautan.

Danau Toba memiliki arus 0 m/detk (tidak berarus) karena digolongkan ke

dalam perairan lentik yang umumnya tidak berarus.Pergerakan air sebatas

dikarenakan kekuatan angin.Untuk itu para pembudidaya yang memasang KJA di

danau hendaknya membuat aerasi ataupun turbin sehingga tercipta arus dan

pergerakan air meskipun kecil karena arus berperan dalam sirkulasi air dan

0

Kecerahan Terendah (m) Kecerahan Tertinggi (m)

Khairunnisa (2014)

Hartami (2008)

(56)

distribusi bahan terlarut maupun oksigen.Hal ini sesuai dengan pernyataan Affan

(2012) yang menyatakan bahwa arus sangat berperan dalam sirkulasi air, selain

pembawa bahan terlarut dan tersuspensi, arus juga mempengaruhi jumlah

kelarutan oksigen dalam air.Di samping itu berhubungan dengan KJA, kekuatan

arus dapat mengurangi organisme penempel (fouling) pada jaring sehingga desain dan konstruksi keramba harus disesuaikan dengan kecepatan arus serta kondisi

dasar perairan (lumpur, pasir, karang).

Dibandingkan dengan penelitian Hartami dan Jumadi hal ini tentu jauh

berbeda karena keduanya melaksanakan penelitian di laut yang merupakan

ekosistem lotik. Arus terlambat yang terukur pada penelitian Hartami sebesar

10,50 cm/det dan Jumadi sebesar 5,31 cm/det. Sedangkan arus tercepat yang

terukur pada penelitian Hartami adalah 28,71 cm/det dan Jumadi sebesar 19,84

cm/det.

Amonia merupakan salah satu racun yang dapat membunuh biota di

perairan.Amonia merupakan produk akhir metabolisme nitrogen yang bersifat

racun. Hasil pengukuran amonia yang dilakukan di perairan Girsang Sipangan

Bolon berkisar antara 0.00001-0.08768 mg/l. Nilai amonia tertinggi didapat pada

stasiun 1 yaitu sebesar 0.08768 mg/l yang memiliki kegiatan KJA. Nilai ammonia

yang tinggi diduga berasal dari sisa pakan serta feses yang mengendap di dasar

danau.

Effendi (2003) dalam Slamet, dkk.(2013) mengemukakan bahwa amonia

dapat berasal dari limbah budidaya perikanan laut yang berupa feses dan pakan

(57)

tidak terionisasi bersifat toksik terhadap biota dan toksisitastersebut akan

meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigenterlarut.

Hal ini juga didukung oleh Beveridge (1996) yang diacu oleh Ervinia

(2011) menyebutkan bahwa pakan ikan yang terbuang ke perairan banyak

mengandung nitrogen.Jumlah penambahan nutrien ke badan air dari keramba

jaring apung tergantung pada densitas ikan dalam keramba. Hasil ekskresi ikan

akan disebarkan ke kolom air oleh arus, sedangkan padatan (pakan yang tidak

termakan dan feses) akan jatuh ke bawah atau dasar danau.

Pada penelitian Hartami terukur kadar ammonia di Teluk Pelabuhan Ratu

berkisar antara 0,019 – 0,288 mg/l. Sedangkan pada penelitian Jumadi di Pulau

Panggang terukur sebesar 0,105 – 0,691 mg/l. Amonia tertinggi pada penelitian

Hartami disebabkan titik sampling yang berada dekat dengan aktivitas manusia

dan kegiatanwisata (Pelabuhan Ratu dan Cisolok).Perbandingan nilai amonia pada

setiap penelitian dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Perbandingan Kadar Amonia

0

Amonia Terendah (mg/l) Amonia Tertinggi (mg/l)

Khairunnisa (2014)

Hartami (2008)

(58)

Nilai BOD5berkisar antara 0,21 – 1,96 mg/l dengan yang tertinggi tertinggi

1,96 mg/l yang terdapat di stasiun 2 di daerah KJA. Menurut Anggoro (1996)

yang diacu oleh Haro (2013) menyatakan bahwa menumpuknya bahan pencemar

organik di perairan akan menyebabkan proses dekomposisi oleh organisme

pengurai juga semakin meningkat, sehingga konsentrasi BOD5 juga meningkat.

Oleh karena itu, adanya perbedaan nilai BOD5 pada stasiun penelitian

mengindikasikan perairan yang terdapat aktivitas KJA menghasilkan limbah yang

berakibat terhadap semakin meningkatnya proses dekomposisi oleh organisme

pengurai, sehingga berakibat semaikn meningkatnya konsentrasi BOD5 di

perairan.

Menurut Hartami (2008), parameter yang dapat digunakan untuk

menggambarkan keberadaan bahan organik diperairan adalah BOD5. Semakin

tinggi nilai BOD5 maka semakin tinggi pula aktivitas organisme untuk

menguraikan bahan organik atau dapat dikatakan pula semakin besar kandungan

bahan organik diperairan tersebut. Nilai BOD5 tidak menunjukkan jumlah bahan

organik yag sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara kualitatif dengan melihat

jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik.

Kesesuaian Wilayah Keramba Jaring Apung

Berdasarkan hasil pembobotan atau scorring gabungan data kualitas air, diketahui bahwa Danau Toba Girsang Sipangan Bolon masih cocok dijadikan

sebagai tempat pembudidayaan melalui sistem keramba jaring apung. Hal ini

dapat dilihat dari terdapatnya zona sesuai dan sangat sesuai di lokasi tersebut

(59)

dikarenakan hampir semua parameter yang diukur masih berada dalam batasan

normal untuk menunjang kegiatan budidaya.Serta karena peneliti tidak melakukan

penelitian terhadap unsur hara.Jika dilihat dari kandungan unsur haranya, tentu

saja bisa terdapat zona tidak sesuai karena Danau Toba merupakan danau yang

oligotrofik yang berarti miskin zat hara.Akan tetapi menimbang jika keramba

jaring apung merupakan kegiatan budidaya yang terkontrol dan menggunakan

pakan tambahan, maka dipertimbangkan untuk tidak meneliti kandungan unsur

hara.

Kesesuaian ini akan dapat terus berlangsung apabila nantinya para

pembudidaya tetap memperhatikan dan mengontrol kualitas air perairan, memberi

pakan tidak secara sembarangan melainkan dengan metode FCR sehingga tidak

ada pakan yang terbuang sia-sia serta selalu membersihkan kotoran dan organisme

yang menempel pada tali keramba.

Pada penelitian Hartami juga hanya terdapat zona sangat sesuai dan sesuai

tanpa adanya zona tidak sesuai.Sedangkan pada penelitian Jumadi terdapat 3 zona

yaitu sangat sesuai, sesuai, dan tidak sesuai. Zona tidak sesuai pada penelitian

Jumadi berada pada lepas pantai yang tidak memiliki keterlindungan serta

kedalaman yang cukup dalam sehingga akan menyulitkan dalam penempatan

(60)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Wilayah perairan Danau Toba Girsang Sipangan Bolon sangat berpotensi

sebagai wilayah potensial untuk budidaya keramba jaring apung. Hal ini dapat

diketahui dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat wilayah yang

berada dalam zona klasifikasi sangat sesuai serta sesuai. Tidak ada wilayah

yang menunjukkan kelas tidak sesuai.

2. Wilayah yang masuk dalam zona sesuai adalah wilayah yang memiliki

kegiatan keramba jaring apung. Faktor pembatas yang menjadikan wilayah

tersebut sesuai adalah kecerahan, amonia, dan pH akibat sisa pakan serta feses

yang menumpuk di dasar perairan.

Saran

Penentuan kesesuaian dan penempatan lokasi untuk KJA tidak hanya

dapat dikaji berdasarkan metode scorring tetapi juga dapat dikaji oleh metode dan aspek lainnya seperti daya dukung dan parameter kualitas perairan lain yang

(61)

DAFTAR PUSTAKA

Affan, J. M. 2012. Identifikasi Lokasi Untuk Pengembangan Budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) Berdasarkan Faktor Lingkungan dan Kualitas Air di Perairan Pantai Timur Bangka Tengah.Jurnal Depik Volume 1 Nomor 1. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Sungai dan Danau. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Barus, T. A. 2007. Keanekaragaman Hayati Ekosistem Danau Toba dan Upaya Pelestariannya. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Effendi, H. 2003.Telaah Kualitas Air.Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. PT. Penebar Swadaya Jakarta.

Elfrida.2011. Analisis Kandungan Organik dan Anorganik Sedimen Limbah Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Maninjau Provinsi Sumatera Barat. Universitas Bung Hatta, Padang.

Ervinia, A. 2011.Keadaan Amonia Pasca Aerasi Hipolimnion di Danau Lido Bogor Jawa Barat.Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ghofar, A., D. W. Ginting dan P. W. Purnomo. 2013. Potensi dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Pora-Pora (Mystacoleucus padangensis Bleeker) di Danau Toba Sumatera Utara. Diponegoro Journal of Maquares Volume 2 Nomor 4. Universitas Diponegoro, Semarang.

Ghufran. 2013. Budidaya Nila Unggul. AgroMedia Pustaka. Jakarta

Ginting, O .2011.Studi Korelasi Kegiatan Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung dengan Pengayaan Nutrien (Nitrat dan Fosfat) dan Klorofil-a di Perairan Danau Toba. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Hambali, M., Y. V. Jaya dan H. Irawan. 2013. Aplikasi SIG Untuk Kesesuaian Kawasan Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Metode Lepas Dasar di Pulau Mantang, Kecamatan Mantang, Kabupaten Bintan. Universitas Raja Ali Haji.

(62)

Hartami, P. 2008. Analisis Wilayah Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Untuk Kawasan Budidaya Perikanan Sistem Keramba Jaring Apung. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kumurur, V. A. 2002. Aspek Strategis Pengelolaan Danau Tondano Secara Terpadu.Jurnal Ekoton Volume 2 Nomor 1. Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Jangkaru. 2000. Pembesaran Ikan Air Tawar di Berbagai Lingkungan Pemeliharaan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Jumadi, W. 2011.Penentuan Kesesuaian lahan Keramba Jaring Apung Kerapu Macan (Ephinephelus fuscogutattus) Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Pulau Panggang Kepulauan Seribu.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Maniagasi, R., S. S. Tumembouw, dan Y. Mundeng. 2013. Analisis kualitas fisika kimia air di Areal Budidaya Ikan Danau Tondano Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Budidaya Perairan. Volume 1 Nomor 2.

Minggawati, I dan Lukas.Studi Kualitas Air Untuk Budidaya Ikan Karamba di Sungai Khayan. Jurnal Media SainS, Volume 4 Nomor 1 . Universitas Kristen Palangkaraya. Palangkaraya.

Nasution, Z., B. J. Sengli. Dan K. Berliani. 2010. Ekologi Ekosistem Kawasan Danau Toba. USU Press. Medan.

Ndahawali, D. H. 2012. Dampak Budidaya Ikan Terhadap Kualitas Air : Studi Kasus Budidaya Ikan Jaring Apung di Danau Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara. Universitas Indonesia. Jakarta.

Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta.

Pontoh, O. 2014.Analisis usaha perkembangan budidaya ikan dalam jaring apung di Desa Tandengan Kabupaten Minahasa.Jurnal Budidaya Perairan Volume 2 Nomor 1. Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Pratiwi, I. 2010. Tehnik Cerdas Budidaya Ikan Mas.Seri Perikanan Modern.Pustaka Baru Press.Yogyakarta.

Rismawati. 2010. Analisis Daya Dukung Perairan Danau Toba Terhadap Kegiatan Perikanan Sebagai Dasar Dalam Pengendalian Pencemaran Keramba Jaring Apung. Universitas Sumatera Utara, Medan

Gambar

Gambar 1. Bagan alir kerangka pemikiran
Tabel 1. Kriteria Kualitas Air Berdasarkan BOD5
Gambar 1. Peta Lokasi Kecamatan Girsang Sipangan Bolon
Gambar 3. Wilayah dengan Kegiatan KJA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Poin peluang pada industri kecil kerajinan tenun songket/tenun ikat di Kota Pekanbaru yang memiliki skor dan bobot paling tinggi adalah adanya dukungan dari pemerintah

Melihat apa yang sudah dilakukan oleh TWI dalam mengelola wakaf uang sudah sesuai dengan tujuan dan fungsi harta benda wakaf karena dikelola dengan produktif yang manfaatnya

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terimakasih

Perbuatan yang dikriminalisasi dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE merupakan bentuk penanggulangan tindak pidana penipuan online yaitu untuk mengatur perbuatan yang

Faktor individu yang dapat memengaruhi perilaku dan kinerja adalah kemampuan, keterampilan, latar belakang dan demografis seseorang, yang termasuk faktor psikologis

informasi alat berat yang akan disewakan tersedia atau tidak tersedia harus di. informasikan terlebih dahulu ke

Hasil pengujian dengan teknik Wilcoxon Match Pairs menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada perilaku personal hygiene anak pra sekolah TK ABA

It is recommended that teachers of Sports, Physical Education and Health be always creative in implementing the curriculum, analyzing the materials and the values contained in any