• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESPONSE TIME PERAWAT DI IGD RSU TIPE C DI KUPANG BERDASARKAN TEORI KINERJA GIBSON Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESPONSE TIME PERAWAT DI IGD RSU TIPE C DI KUPANG BERDASARKAN TEORI KINERJA GIBSON Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESPONSE TIME

PERAWAT DI IGD RSU TIPE C DI KUPANG BERDASARKAN TEORI KINERJA GIBSON

PENELITIAN CROSS-SECTIONAL

Oleh :

YUMIATI TUWA RINGU NIM : 131611123039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

2017

(2)

SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESPONSE TIME

PERAWAT DI IGD RSU TIPE C DI KUPANG BERDASARKAN TEORI KINERJA GIBSON

PENELITIAN CROSS-SECTIONAL

Untuk memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan UNAIR

Oleh :

YUMIATI TUWA RINGU NIM : 131611123039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

2017

(3)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU ii

(4)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU iii

HALAMAN PERNYATAAN

(5)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU iv

(6)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU v

(7)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU vi

MOTTO

(8)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa, atas rahmat dan bimbinganNya saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESPONSE TIME

PERAWAT DI IGD RSU TIPE C DI KUPANG BERDASARKAN TEORI KINERJA GIBSON”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

Bersama ini perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya dengan hati yang tulus kepada:

1. Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons) selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya dan sekaligus Pembimbing I yang telah menyediakan waktu untuk membimbing, memberikan masukan, dan saran demi kesempurnaan skripsi ini serta telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Pendidikan Ners.

2. Dr. Kusnanto, S.Kp., M.Kes selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah memberikan kesempatan dan dorongan kepada kami untuk menyelesaikan Program Studi Pendidikan Ners.

(9)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU viii

4. Dr. Retno Indarwati, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Pembimbing II yang telah menyediakan waktu untuk membimbing, memberikan masukan, dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Bapak/ ibu dosen beserta staff Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. 6. Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Barat yang telah memberikan kesempatan

kepada saya untuk menimba ilmu di Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

7. dr. Loeta Lapoe Moekoe selaku Direktur Rumah Sakit Kristen Lendemoripa yang telah mengijinkan saya untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

8. dr. Erol P.A. Nenobais selaku Direktur RSUD Naibonat Kupang yang telah mengijinkan saya untuk melakukan penelitian di RSUD Naibonat Kupang. 9. dr. Martinus Ginting, Sp.P selaku Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Kupang

yang telah mengijinkan saya untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Bhayangkara Kupang.

10.dr. Immanuel E. S. Purba, Sp. THT-KL selaku Kepala Rumah Sakit Tk.IV 09.07.01 Wirasakti Kupang yang telah mengijinkan saya untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Tk.IV 09.07.01 Wirasakti Kupang.

11.dr. Slamet Rahardja, Sp.B selaku Kepala Rumah Sakit TNI AL Samuel J. Moeda Kupang yang telah mengijinkan saya untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit TNI AL Samuel J. Moeda Kupang.

(10)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU ix

13.Responden penelitian (perawat pelaksana IGD RSU S.K. Lerik Kota Kupang, RSU Bhayangkara, Rumah Sakit Tk.IV 09.07.01 Wirasakti, RS TNI AL Samuel J. Moeda) yang telah bersedia dan berpartisipasi dalam penelitian saya.

14.Teruntuk yang terkasih kedua orang tua, K Yanto, K Ani, K Jek yang selalu jadi sponsor mendadak dalam keadaan terjepit, Rian, Lenora, dan K Roy yang tidak kenal lelah selalu mendukung dan mendoakan, K Min dan Susi yang sudah bersedia memberikan tumpangan selama melakukan penelitian di Kupang, Om Bill Gresham yang sudah banyak memberi masukan dalam proses penulisan. 15.Teman-teman kontrakan, rekan seperjuangan AJ1 B19 khususnya dan Angkatan

Ksatria Airlangga B19 Fakultas Keperawatan serta semua pihak yang membantu penyelesaian skripsi ini.

Semoga Tuhan membalas budi baik semua pihak yang telah memberi kesempatan, dukungan, dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Kami sadar bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, tetapi kami berharap kritik dan saran demi kesempurnaan dari semua pihak, mudah – mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta pembaca pada umumnya.

(11)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU x

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESPONSE TIME

PERAWAT IGD TIPE C DI KUPANG BERDASARKAN TEORI KINERJA GIBSON

Penelitian Cross Sectional di RSU Tipe C Kupang Oleh: Yumiati Tuwa Ringu

Pendahuluan: Response time perawat merupakan salah satu indikator kinerja perawat. Response time yang tepat akan mengurangi angka mortalitas, morbiditas dan kepuasan pasien akan terpenuhi. Response time perawat dipengaruhi banyak faktor. Metode: penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan tingkat pendidikan, lama kerja, kemampuan, keterampilan, imbalan dan motivasi perawat dengan response time perawat IGD Tipe C di Kupang. Desain penelitian ini menggunakan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah semua perawat pelaksana yang bekerja di IGD RSU Tipe C di Kupang. Besar sampel penelitian 61 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Variabel dependen yaitu response time perawat, sedangkan variabel independen yaitu tingkat pendidikan, lama kerja, kemampuan, keterampilan, imbalan dan motivasi. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dan observasi pada perawat. Data kemudian dianalisis menggunakan Regresi Logistik Berganda. Hasil: hasil menunjukkan bahwa tidak ada hubungan tingkat pendidikan dengan response time perawat (p=0,360)dan hubungan lama kerja (p=0,483), tidak ada hubungan kemampuan dengan response time perawat (p=0,414), dan juga keterampilan (p=0,508), tidak ada hubungan motivasi dengan response time perawat (p=0,320), namun ada hubungan yang signifikan antara besarnya imbalan dengan response time perawat (p=0,003). Diskusi: dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan tingkat pendidikan, lama kerja, kemampuan, keterampilan, dan motivasi dengan response time perawat namun ada hubungan yang besarnya imbalan dengan response time perawat. Response time perawat sebagian besar <5 menit. Peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti tentang analisa faktor yang berkitan dengan response time perawat, seperti: struktur organisasi, persepsi, sikap, kepribadian.

(12)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU xi

ABSTRACT

ANALYSIS OF FACTORS INFLUENCING RESPONSE TIME OF NURSES AT THE KUPANG GENERAL HOSPITAL, BASED ON GIBSON

PERFORMANCE THEORY

A Cross Sectional Research project involving nurses (Type C) at the Kupang General Hospital

By: Yumiati Tuwa Ringu

Introduction: Response time is one of a nurse's performance indicators. Appropriate response times will reduce mortality, morbidity and increase patient satisfaction. A nurse's response time is influenced by several factors. Method: This study analyzed the relationship between response time for emergency ward nurses and their education level, length of work experience, ability, skill, reward and motivation. The surveyed were all nurses of Type C at the Kupang General Hospital. The sample size of 61 respondents all met the inclusion criteria. The dependent variable was the nurse's response time, while the independent variables were education level, length of work experience, ability, skill, reward and motivation. Data collection involved questionnaires and observation of the nurses at work. The data were analyzed using Multiple Logistic Regression. Results: The results showed that there was no significant correlation between nurse response time and education level (p = 0,360) and their length of work experience (p = 0,483), nurses response time had no corelation with nurse’s ability (p = 0,414) and their skills (p = 0,508), no significant correlation between nurse response time and motivation (p = 0,320), but there was with reward for effort (p = 0,003). Discussion: There was a significant correlation between nurse response time and reward for effort, but not for education level, length of work experience, ability, skill or motivation. Response times of the nurses were mostly <5 minutes. Further research is recommended to examine other factors which may influence nurse response times, such as:organizational structure, perceptions, attitudes, and personality.

(13)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL DAN PRASYARAT GELAR ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

2.1 Konsep Teori Kinerja Gibson ... 8

2.2 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kinerja ... 12

2.2.1 Faktor individu ... 12

2.5.4Syarat bangunan fisik IGD ... 28

(14)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU xiii

2.6 Konsep Keperawatan Emergensi ... 30

2.6.1 Definisi ... 30

2.6.2 Standar perawat emergensi ... 30

2.6.3 Level perawat emergensi ... 31

2.6.4 Kualifikasi dan kompetensi perawat IGD ... 32

2.7Konsep Response time ... 36

2.7.1 Definisi ... 36

2.7.2 Tujuan ... 38

2.7.3 Faktor-faktor yang memengaruhi response time ... 38

2.7.4 Metode triage ... 39

2.8Keaslian penelitian ... 44

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 51

3.1 Kerangka Konseptual ... 51

3.2 Hipotesis ... 55

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 56

4.1 Desain Penelitian ... 56

4.5.4 Lembar observasi kecepatan response time ... 66

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 67

4.6.1 Uji validitas ... 67

4.6.2 Uji reliabilitas ... 67

4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 68

4.8 Prosedur Pengumpulan Data ... 68

4.9 Analisis Data ... 69

4.9.1 Analisis deskriptif ... 69

4.9.2 Analisis inferensial ... 70

4.10Kerangka Operasional Penelitian ... 71

4.11 Masalah Etik Penelitian (Ethical Clearance) ... 72

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 73

5.1 Hasil Penelitian ... 73

(15)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU xiv

5.1.2 Karakteristik responden ... 75

5.1.3 Deskripsi variabel penelitian ... 77

5.1.4 Analisis hasil uji hipotesis ... 82

5.2 Pembahasan ... 86

5.2.1 Hubungan tingkat pendidikan dengan response time ... 86

5.2.2 Hubungan lama kerja dengan response time ... 87

5.2.3 Hubungan kemampuan dengan response time ... 88

5.2.4 Hubungan keterampilan dengan response time ... 89

5.2.5 Hubungan imbalan dengan response time ... 91

5.2.6 Hubungan motivasi dengan response time ... 93

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 94

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

a. Kesimpulan ... 96

6.2 Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 98

(16)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU xv

Daftar Tabel

Tabel 2.1 Jenis dan Pelayanan IGD Berdasarkan Level dan Tipe RS ... 28

Tabel 2 2 Kategori Triage Berdasarkan Beberapa Sistem ... 38

Tabel 2 3 Lama Waktu Tunggu Tiap Kategori ATS... 40

Tabel 2 4 Indikator Keberhasilan Triage CTAS Berdasarkan Waktu Respon ... 41

Tabel 2 5 Keaslian Penelitian ... 44

Tabel 4.1 Jumlah Besar Sampel Tiap Rumah Sakit ... 59

Tabel 4. 2 Variabel Independen Penelitian ... 60

Tabel 4. 3 Variabel Dependen Penelitian ... 61

Tabel 4.4 Definisi Operasional ... 61

Tabel 4. 5 Blue Print Kuesioner Kemampuan ... 63

Tabel 4. 6 Blue Print Kuesioner Keterampilan ... 64

Tabel 4. 7 Blue Print Kuesioner Imbalan ... 65

Tabel 4. 8 Blue Print Kuesioner Motivasi ... 66

Tabel 5. 1 Karakteristik Responden ... 76

Tabel 5. 2 Faktor Kemampuan Responden ... 78

Tabel 5. 3 Faktor Keterampilan Responden ... 79

Tabel 5. 4 Faktor Imbalan Responden ... 80

Tabel 5. 5 Faktor Motivasi Responden ... 81

Tabel 5. 6 Faktor Response time Responden ... 82

(17)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU xvi

Daftar Gambar

Gambar 2.2 Kerangka Teori Kinerja Gibson ... 8

Gambar 3.2 Kerangka Konseptual ... 51

Gambar 4.2 Kerangka Desain Penelitian . ... 56

(18)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU xvii

Daftar Lampiran

Lampiran 1 Permohonan Menjadi Responden Penelitian ... 101

Lampiran 2 Persetujuan Menjadi Responden ... 102

Lampiran 3 Kuesioner ... 103

Lampiran 4 Lembar Observasi ... 110

Lampiran 5 Tabulasi Data Responden ... 111

Lampiran 6 Analisis dan Uji Statistik ... 113

Lampiran 7 Surat Perijinan Peneitian ... 135

(19)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU ENA : The Emergency Nursing Association ERT : Emergency Response time

MAKP : Metode Asuhan Keperawatan Profesional MPDS : Medical Priority Dispatch System

STEPPS : Systems Training for Emotional Predictability and Problem Solving TP : Tidak pernah

(20)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU 1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di rumah sakit, baik di Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap maupun Instalasi Gawat Darurat. Instalasi Gawat Darurat (IGD) sebagai salah satu pintu pertama masuknya pasien ke rumah sakit, secara tidak langsung akan memberikan gambaran tentang pelayanan rumah sakit secara keseluruhan. Prioritas pelayanan pasien di IGD ditentukan oleh suatu sistem yang disebut dengan triage yaitu pemilahan penanganan berdasarkan tingkat kegawatdaruratannya (Kementrian Kesehatan RI 2011). Penanganan pasien di IGD juga harus dilakukan secara cepat dan tepat karena penanganan yang lama akan meningkatkan angka kecacatan dan kematian, meningkatkan kecemasan pasien dan juga dapat berpengaruh pada kepuasan pasien terhadap pelayanan suatu rumah sakit, oleh karena itu diperlukan suatu standar yang mengatur lama waktu respon terhadap pasien di IGD (Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Teknis Medik 2011).

(21)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU angka kesalahan pemberian obat (Nursalam 2014). Tidak hanya di Indonesia, di Irlandia hal yang sama juga disebutkan oleh Sufello (2007) bahwa response time juga merupakan indikator kinerja utama (Key Performa Indikators/ KPIs) dalam pelayanan kegawatdaruratan, menurutnya indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja sebaiknya spesifik, dapat diukur, dapat dicapai dan relevan dengan keadaan pasien (Suffoletto 2007). Kinerja seorang perawat akan menunjukan kinerja suatu rumah sakit, secara khusus kinerja seorang perawat di IGD dalam standar pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit dapat dinilai dari kecepatan response time dalam melayani pasien, angka kepuasan pasien >70% dan angka kematian di IGD <24 jam (Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Teknis Medik 2011).

(22)
(23)
(24)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang (Nursalam 2014). Motivasi mempunyai tiga unsur utama yaitu kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Kebutuhan terjadi jika ada ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki dengan apa yang diharapkan sedangkan dorongan adalah kekuatan mental yang berorientasi pada pencapaian tujuan. Dorongan untuk mencapai tujuan adalah inti dari motivasi (Nursalam 2014).

Peningkatan kinerja perawat dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan penanganan pasien gawat darurat, adanya reward dan punishment yang jelas serta remunerasi (Bogar et al. 2013). Di Colorado upaya peningkatan response time dilakukan dengan edukasi, kolaborasi dan survey terhadap staf dalam melaksanaakan response time. Perawat diminta untuk mengungkapkan persepsi mereka tentang response time, pengetahuan, efektifitas komunikasi dan dampaknya terhadap pasien (Braaten & Bilys 2015). Di RSUD Naibonat Kupang dan RSUD S. K. Lerik, upaya yang dilakukan terkait dengan kecepatan response time dengan mengadakan pendidikan dan pelatihan terkait kegawatdaruratan seperti BTLS bagi seluruh perawat IGD. Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kinerja perawat yang berdampak pada peningkatan mutu pelayanan dan kepuasan pasien.

(25)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU di Kupang Berdasarkan Teori Kinerja Gibson”. Diharapkan, dari hasil penelitian ini dapat menggambaran kinerja perawat IGD RSU Tipe C di Kupang terkait response time.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ada hubungan faktor individu: kemampuan, keterampilan, lama kerja, dan pendidikan dengan response time perawat IGD RSU Tipe C di Kupang? 2. Apakah ada hubungan faktor psikologi: motivasi dengan response time perawat

IGD RSU Tipe C di Kupang?

3. Apakah ada hubungan faktor organisasi: sistem imbalan dengan response time perawat IGD RSU Tipe C di Kupang?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Menganalisis hubungan faktor individu, faktor psikologi dan faktor organisasi dengan kecepatan response time perawat IGD RSU Tipe C di Kupang.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Menganalisis hubungan faktor individu: kemampuan, keterampilan, latar belakang pendidikan dan lama kerja dengan response time perawat IGD RSU Tipe C di Kupang.

(26)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU 3. Menganalisis hubungan faktor organisasi: imbalan dengan response time perawat

IGD RSU Tipe C di Kupang.

1.4 Manfaat 1.4.1 Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi perkembangan ilmu keperawatan khususnya bidang ilmu manajemen keperawatan terkait dengan kinerja perawat di IGD.

1.4.2 Praktis

(27)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… YUMIATI TUWA RINGU 8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori Kinerja Gibson

Faktor yang memengaruhi prilaku dan kinerja individu menurut Gibson (1997) adalah faktor individu, faktor organisasi dan faktor psikologis. Hubungan

faktor-faktor yang memengaruhi kinerja tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Menurut Gibson, James L., Ivancevich, John M., dan Donelly JR, James H., (1997) menggambarkan bahwa kinerja seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor individu, faktor organisasi dan faktor psikologis (Gibson et al. 1997). Faktor individu yang dapat memengaruhi perilaku dan kinerja adalah kemampuan, keterampilan, latar belakang dan demografis seseorang, yang termasuk faktor

Faktor Psikologi

(28)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU psikologis adalah persepsi dan sikap, kepribadian dan motivasi, sedangkan faktor ketiga adalah faktor organisasi yang meliputi sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur organisasi dan beban kerja.

Faktor pertama yang memengaruhi kinerja adalah faktor individu yaitu kemampuan, keterampilan, latar belakang dan demografis seseorang. Kemampuan adalah sifat (bawaan atau pembelajaran) yang memungkinkan seseorang melakukan sesuatu secara mental atau fisik sedangkan keterampilan adalah faktor yang paling menunjang seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan seperti kompetensi yang berkaitan dengan tugas, keterampilan untuk mengoperasikan komputer, komunikasi atau keterampilan yang berkaitan dengan misi suatu kelompok. Menurut Gibson pendidikan dan pelatihan sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan seorang karyawan (Gibson et al. 1997). Latar belakang dan demografis juga ikut memengaruhi perilaku seseorang, yang termasuk latar belakang dan demografis menurut Gibson adalah latar belakang keluarga, kepribadian, pengalaman, pendidikan, usia, suku dan jenis kelamin.

(29)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU tunjangan yang diberikan oleh pimpinan kepada karyawan dapat juga berupa bonus dan tunjangan. Imbalan antarpribadi merupakan imbalan psikologis berupa pengakuan dan penghargaan yang diberikan oleh pimpinan ataupu rekan kerja. Imbalan ekstrinsik yang lainnya adalah berupa promosi atau jenjang karir yang diberikan sebagai imbalan atas prestasi karyawan. Peran kepemimpinan dalam kelompok sangat penting karena pemimpin memainkan peran penting dalam menentukan keberhasilan kelompok, pemimpin bisa memberi penghargaan atau menghukum anggota yang tidak mematuhi arahan, perintah, atau peraturan. Peran kepemimpinan adalah berkontribusi pada kelompok dalam mencapai tujuannya, memungkinkan paemenuhan kebutuhan anggota, mewujudkan nilai-nilai kelompok, fasilitator konflik kelompok, inisiator tindakan kelompok, dan yang bersangkutan menjaga kelompok sebagai unit yang berfungsi. Struktur atau hirarki dalam organisasi membentuk periaku seseorang sesuai dengan tingkatannya, struktur dibentuk berdasarkan faktor-faktor seperti keahlian, agresivitas, kekuasaan, keterampilan kepemimpinan, dan status. Struktur juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti senioritas pekerjaan, usia, atau kemampuan. yang paling kuat memengaruhi kinerja seseorang. Dari kelima faktor organisasi faktor imbalan adalah yang paling memengaruhi perilaku dan kinerja seseorang dalam organisasi (Gibson et al. 1997).

(30)
(31)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU 2.2 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kinerja

Faktor yang memengaruhi kinerja seorang pegawai menurut teori Gibson adalah :

2.2.1 Faktor individu

Yang termasuk dalam faktor individu yang memengaruhi kinerja seseorang adalah kemampuan dan keterampilan baik mental maupun fisik, latar belakang dan demografis dari individu tersebut.

1. Kemampuan dan keterampilan

(32)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU Pelatihan merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, prilaku, keterampilan dan pengetahuan para pegawai. Dengan program pelatihan diharapkan para pegawai dapat memberikan kotribusi dan prestasi yang optimal sehingga tujuan organisasi tercapai (Darodjad 2015). Menurut John B. Miner dan Donald P. Crane (2003:390) seperti dikutip dalam Darodjad (2015) menyebutkankan bahwa “Training is specific to the needs of organization, it help people to perform better in a job either though improving their fit with job requirements or though a better fit with the overall strategies, philosophies, and culture of the organization as a whole” yang artinya pelatihan adalah hal yang diperlukan dalam pengorganisasian, dengan pelatihan menjadikan seseorang untuk lebih baik, lebih kreatif dalam inovasi-inovasi kerja, lebih mempunyai strategi-strategi yang mantap, filosofis, dan tahu budaya organisasi (Darodjad 2015).

(33)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU Metode-metode pelatihan yang banyak dilakukan antara lain:

1) On The Job Training yaitu peserta pelatihan langsung bekerja di tempat untuk belajar dan meniru di bawah bimbingan pengawas.

2) Vestibule adalah metode pelatihan yang dilakukan dalam kelas yang biasanya diselenggarakan dalam suatu perusahaan untuk memperkenalkan pekerjaan pada pegawai baru dan melatih mereka untuk pekerjaan tersebut.

3) Demonstration and Example yaitu metode pelatihan yang dilakukan dengan cara peragaan dan penjelasan bagaimana mengerjakan sesuatu pekerjaan melalui contoh-contoh atau pekerjaan yang didemonstrasikan. Metode ini adalah metode paling efekif karena peserta dapat langsung melihat sendiri teknik pengerjaan suatu pekerjaan.

4) Simulation adalah situasi atau kejadian yang ditampilkan semirip mugkin dengan situasi sebenarnya.

5) Appreticepship metode untuk mengembangkan keahlian pertukangan sehingga pegawai dapat mempelajari segala aspek pekerjaannya.

6) Classroom Methode yaitu pertemuan di kelas yang meliputi ceramah, role play, diskusi dan seminar.

2. Latar belakang dan demografis

(34)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU sifat berpikir kritis, logika yang matang, sistematis dalam berpikir. Selain itu, faktor lain yang sangat mempengaruhi kinerja adalah lama kerja. Menurut Robin (2006) tingkat senioritas dari seorang karyawan berbanding lurus dengan produktifitas kerja. Teori ini didukung dengan penelitian Bogar (2013) yang menyatakan bahwa ada pengaruh pengalaman terhadap kinerja perawat.

2.2.2 Faktor organisasi

Dalam organisasi, faktor-faktor yang memengaruhi kinerja seseorang adalah sumber daya organisasi, tipe kepemimpinan, imbalan, struktur organisasi dan desain pekerjaan.

1. Sumber daya organisasi

Terdapat 6 sarana yang dibutuhkan untuk membentuk sumber daya organisasi yaitu dikenal dengan 6M yaitu man, money, material, machine dan market (Simamora 2014).

(35)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU Personel maintenence, pemeliharaan SDM seperti penghargaan, insentif, jaminan keselamatan dan kesehatan kerja; (5) Personel utilization yaitu memanfaatkan serta mengoptimalkan SDM seperti promosi, demosi, transfer dan juga seperasi (Simamora 2014).

Material merupakan faktor kedua yang memengaruhi kinerja seseorang dalam organisasi. Yang termasuk dalam material atau sarana dan prasarana yang ikut memengaruhi kinerja adalah penataan gedung/lokasi dan denah ruangan , fasilitas untuk pasien dan tenaga kesehatan, termasuk kamar mandi, nursing station dan ruang ganti, alat-alat kesehatan, obat-obatan dan bahan abis pakai, dan aministrasi penunjang lainnya (Nursalam 2014).

Faktor lainya yang merupakan sumber daya organisasi adalah method yaitu metode yang digunakan dalam ruangan seperti MAKP yang meliputi timbang terima, pelaksanaan ronde keperawatan, pengadaan logistik dan obat-obatan, penerimaan pasien baru, dan discharge Planning.

Money adalah semua pemasukan rumah sakit termasuk di dalamnya koperasi, pembiayaan pasien dan pendapatan dari jasa pelayanan, RAB, yang meliputi biaya operasional (kegiatan pelayanan), manajemen (pembayaran pegawai, listrik,air) dan pengembangan (sarana prasarana dan sumber daya manusia.

(36)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU 2. Kepemimpinan

Sub variabel kedua dari faktor organisasi adalah kepemimpinan. Kepemimpinan adalah kegiatan yang memengaruhi bawahan melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan yang efektif dilihat dari ketepatan komunikasi dan fokus pencapaian tujuan yang jelas (Gibson et al. 1997).

3. Struktur organisasi

Struktur organisasi merupakan bagan organisasi yang didalamnya memuat susunan posisi, tugas dan wewenang masing-masing anggota dalam organisasi. Struktur yang efektif akan memunculkan keefektifan prilaku dan prestasi kerja yang berdampak pada kinerja organisasi tersebut (Gibson et al. 1997)

4. Imbalan

Faktor organisasi yang paling kuat memengaruhi kinerja seseorang adalah imbalan. Imbalan adalah suatu pernyataan penghargaan atas suatu pencapaian tujuan. Imbalan terdiri dari dua hal yaitu imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik. Imbalan intrinsik adalah imbalan yang muncul dari dalam diri karyawan itu sendiri seperti penyelesaian tugas, pencapaian dan pertumbuhan. Sedangkan imbalan ekstrinsik atau imbalan dari luar terdiri dari finansial, antarpribadi dan promosi (Gibson et al. 1997)

(37)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU merupakan hak untuk mengembangkan keahlian dalam pekerjaannya (Gibson et al. 1997).

Imbalan finansial adalah imbalan yang berupa uang dan tunjangan yang diberikan berupa program bonus dan pengupahan (Gibson et al. 1997). Program bonus lebih efektif diterapkan dari pada program pengupahan untuk mencapai prestasi seorang karyawan. Imbalan finansial yang bisa memengaruhi tingkat kinerja adalah gaji pokok, tunjangan hari tua, tunjangan makan, transportasi, tunjangan kesehatan dan keselamatan kerja, dan program rekreasi.

Imbalan ekstrinsik lain adalah imbalan antar pribadi yaitu imbalan psikologis yang diberikan oleh pimpinan atau rekan kerja, berupa status atau pengakuan dan penghargaan. Pengakuan dari seorang menejer dapat berupa pujian, pernyataan tentang pekerjaan yang dilakukan dengan baik. Imbalan yang lain yang dapat diterima karyawan juga dapat berupa promosi atau jenjang karir. Imbalan yang ditrima oleh karyawan menentukan kepuasan dan prilaku karyawan yang lebih baik dalam kinerjanya (Gibson et al. 1997).

5. Desain pekerjaan

(38)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU 2.2.3 Faktor psikologis

Faktor psikologis yang berpengaruh pada prilaku dan kinerja seseorang adalah persepsi individu terhadap pekerjaan, sikap, kepribadian, belajar dan juga motivasi.

1. Persepsi

Persepsi merupakan proses kognitif yang digunakan untuk menafsirkan dan memahami lingkungan sekeliling (Gibson et al. 1997). Cara seorang perawat dalam mengamati dan menafsirkan sesuai dengan apa yang dipikirkan jauh lebih bermakna dari apa yang dipikirkan menejer. Untuk meningkatkan kinerja pendekatan yang harus dilakukan adalah melalui pendekatan persepsi dan perundingan bersama (Gibson et al. 1997).

2. Sikap

Sikap adalah kesiapan mental yang dipelajari dan diorganisasi melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain, obyek, dan situasi yang berhubungan dengan. Sikap dapat dipelajari dan menentukan kecenderungan orang terhadap segi tertentu.

3. Kepribadian

(39)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU 4. Belajar

Pola belajar merupakan proses fundamental yang mendasari prilaku yang dilakukan seseorang dengan terjadinya perubahan setiap saat akibat pengalaman atau pembelajaran melalui pendidikan formal ataupun non formal.

5. Motivasi

Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang (Nursalam 2014). Motivasi mempunyai tiga unsur utama yaitu kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Kebutuhan terjadi jika ada ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki dengan apa yang diharapkan sedangkan dorongan adalah kekuatan mental yang berorientasi pada pencapaian tujuan. Dorongan untuk mencapai tujuan adalah inti dari motivasi (Nursalam 2014).

(40)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU yang paling menonjol atau paling kuat bagi mereka pada waktu tertentu (Nursalam 2014).

Menurut Mc Clelland ada tiga macam kebutuhan yang memengaruhi motivasi seseorang, yaitu:

1. Need for Achievement (Kebutuhan untuk berprestasi)

Kebutuhan untuk berprestasi merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah. Penelitian menunjukan orang yang mempunyai Need for Achievement yang tinggi akan mempunyai performance yang lebih baik. Ciri-ciri orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi yaitu : (1) Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara yang baru dan kreatif; (2) Mencari feedback tentang perbuatannya; (3) Memilih resiko yang sedang dalam perbuatannya; (4) Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatannya.

2. Need for Affiliation (Kebutuhan untuk berafiliasi)

(41)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU kesepakatan dari orang lain; (4) Lebih suka dengan orang lain dari pada sendirian; (5) Selalu berusaha menghindari konflik.

3. Need for power (Kebutuhan untuk berkuasa)

Kebutuhan akan kekuasaan merupakan dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain. Orang dengan Need of Power yang tinggi akan mengadakan kontrol, mengendalikan atau memerintah orang lain. Ciri orang yang memiliki kebutuhan berkuasa yang tinggi adalah sebagai berikut: (1) Menyukai pekerjaan dimana mereka menjadi pemimpin; (2) Sangat efektif dalam menentukan arah kegiatan dari sebuah organisasi dimanapun dia berada; (3) Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu perkumpulan yang dapat mencerminkan prestasi, (4) Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau organisasi.

Performa dari seorang staf dilihat dari seberapa besar motivasi kebutuhan untuk berprestasi dan motivasi kebutuhan untuk afiliasi. Seorang perawat dengan motivasi kebutuhan untuk berprestasi yang tingi akan memiliki performa yang lebih baik dari perawat dengan kebutuhan untuk berprestasinya rendah.

(42)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU 2.3 Manfaat Penilaian Kinerja

Manfaat penilaian kinerja sebagai berikut :

1. Performance Improvement yaitu penilaian kinerja memungkinkan pegawai dan manajer untuk mengambil tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja;

2. Compensation adjustment yaitu membantu pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima kenaikan gaji;

3. Placement decision yaitu untuk menentukan promosi, transfer, dan demotion; 4. Training and development needs, penilaian kinerja membantu mengevaluasi

kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi pegawai agar kinerjanya lebih optimal;

5. Carrer planning and development yaitu untuk menentukan jenis karir dan potensi karir yang dapat dicapai;

6. Staffing process deficiencies, penilaian kinerja memengaruhi proses perekrutan pegawai;

7. Informational inaccuracies and job design errors, penilaian kinerja membantu menjelaskan apa saja kesalahan yang telah terjadi dalam manajemen sumber daya manusia terutama dibidang informasi job-analysis, job-design, dan sistem manajemen sumber daya manusia.

(43)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU 9. External challenges yaitu untuk memngetahui faktor eksternal yang

memengaruhi kinerja sehingga organisasi dapat membantu memberikan bantuan guna meningkatkan ginerja pegawai;

10.Feedback, penilaian kinerja dapat memberikan umpan balik terhadap organisasi.

2.4 Konsep Kinerja Perawat

(44)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU Untuk memonitor atau mengevaluasi suatu kinerja atau fungsi diperlukan suatu indikator yang disebut Indikator Kinerja Utama (Key Performancr Indicators/KPIs). Indikator kinerja utama harus disesuaikan dengan visi strategis organisasi, mengenali area yang memerlukan perbaikan dan bertujuan untuk keberhasilan organisasi (Murphy et al. 2016). Indikator kinerja digunakan untuk memantau fungsi klinis guna meningkatkan kepuasan pasien. Indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur kinerja perawat IGD di Delphi adalah menggunakan 73 Donabedian structureprocessoutcome framework yaitu yang terdiri dari 7 indikator struktur, 46 indikator struktur dan 20 indikator proses (Murphy et al. 2016). Sedangkan di Jepang, penilaian kinerja perawat dinilai menggunakan 6 skala dimensi kinerja perawat (6 Dimension Scale of Nursing Performance) yang terdiri dari kepemimpinan, keperawatan kritis, pengajaran dan kolaborasi, perencanaan dan evaluasi, hubungan interpersonal dan komunikasi, dan pengembangan profesional. Instrumen ini sudah digunakan sejak 1978 dan dikembangkan oleh Schwiriandi bagi menjadi 52 item (Fujino et al. 2015).

(45)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU Sedangkan indikator standar mutu pelayanan di IGD dinilai dari adanya dokumen hasil pelaksanaan keselamatan pasien dan perawat, adanya dokumen hasil evaluasi pelaksanaan keselamatan pasien, waktu tanggap pelayanan gawat darurat ( response time ) ≤ 5 menit, angka kematian pasien ≤ 24 jam atau ≤ dua perseribu dan kepuasan pelanggan ≥ 70% (Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Teknis Medik 2011).

Penilaian kinerja merupakan proses yang dibutuhkan dalam organisasi kesehatan untuk memastikan bahwa kualitas asuhan terpenuhi (Nikpeyma et al. 2014). Proses ini menggunakan metode untuk memberi informasi yang menentukan apakah karyawan memenuhi harapan atau bisa meningkatkan kinerjanya. Beberapa komponen yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja perawat meliputi: penentuan kompetensi profesional, pengembangan staf, memotivasi untuk meningkatkan prestasi, memperbaiki komunikasi antara manajer dan personil dan mendorong hubungan yang lebih baik di antara perawat, tentukan pelatihan dan pengembangan kebutuhan perawat, pemilihan perawat yang berkualitas dan penambahan gaji (Nikpeyma et al. 2014).

(46)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU terkait kelemahan-kelemahnanya juga merupan motivasi bagi karyawan dalam memperbaiki diri (Nursalam 2015). Peningkatan kinerja perawat akan memberi dampak pada peningkatan kualitas asuhan keperawatan dan peningkatan keselamatan serta kepuasan pasien (DeLucia et al. 2009).

2.5 Konsep UGD 2.5.1 Definisi

Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah Instalasi pelayanan rumah sakit yang memberikan pelayanan pertama selama 24 jam pada pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan multidisiplin ilmu, multiprofesi dan terintegrasi (Kementrian Kesehatan RI, 2009).

2.5.2 Klasifikasi IGD

Klasifikasi pelayanan IGD terdiri dari :

1. Pelayanan Gawat Darurat Level IV sebagai standar minimal RS Kelas A.

2. Pelayayan Instalasi Gawat Darurat Level III sebagai standar minimal untuk RS Kelas B.

3. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level II sebagai standar minimal untuk RS Kelas C.

4. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level I sebagai standar minimal untuk RS Kelas D.

2.5.3 Jenis pelayanan

(47)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU

2.5.4 Syarat bangunan fisik IGD

Ketentuan umum bangunan fisik IGD adalah sebagai berikut :

1. Luas bangunan IGD disesuaikan dengan beban kerja RS dengan memperhitungkan kemungkinan penanganan korban massal/bencana.

(48)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU 4. Ambulans/kendaraan yang membawa pasien harus dapat sampai di depan pintu

yang areanya terlindung dari panas dan hujan (catatan: untuk lantai IGD yang tidak sama tinggi dengan jalan ambulans harus membuat ramp).

5. Pintu IGD harus dapat dilalui oleh brankar.

6. Memiliki area khusus parkir ambulans yang bisa menampung lebih dari 2 ambulans (sesuai dengan beban RS).

7. Susunan ruang harus sedemikian rupa sehingga arus pasien dapat lancar dan tidak ada “cross infection”, dapat menampung korban bencana sesuai dengan

kemampuan RS, mudah dibersihkan dan memudahkan kontrol kegiatan oleh perawat kepala jaga.

8. Area dekontaminasi ditempatkan didepan / diluar IGD atau terpisah dengan IGD.

9. Ruang triage harus dapat memuat minimal 2 (dua) brankar. 10. Mempunyai ruang tunggu untuk keluarga pasien.

11. Apotik 24 Jam tersedia dekat IGD.

12. Memiliki ruang untuk istirahat petugas (dokter dan perawat).

2.5.5 Komponen dan indikator standar IGD Standar pelayanan di IGD dibagi menjadi 6 yaitu:

1. Perencanaan pelayanan keperawatan gawat darurat di RS meliputi ketenagaan, sarana prasarana dan peralatan.

(49)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU 4. Asuhan keperawatan gawat darurat meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan,

pelaksanaan tindakan keperawatan dan evaluasi. 5. Pembinaan pelayanan keperawatan gawat darurat.

6. Pengendalian mutu pelayanan keperawatan gawat darurat.

2.6 Konsep Keperawatan Emergensi 2.6.1 Definisi

Keperawatan emergensi adalah pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu keperawatan gawat darurat dan teknik keperawatan gawat darurat yang komprehensif ditujukan kepada semua kelompok usia yang bersifat urgent baik dalam proses kehidupan maupun bencana (Emergency Nurses Association 2008).

Perawat emergensi adalah perawat yang telah terdaftar dan menyelesaikan kompetensi level 1, dapat bekerja dengan pasien atau kelompok pasien tanpa pengawasan langsung di IGD termasuk penilaian awal dan pemberian pengobatan (tapi bukan diagnosis) untuk pasien dan dapat bekerja di ruang resusitasi (Crossley & Hammett 2017).

2.6.2 Standar perawat emergensi

Standar perawat emergensi secara umum adalah memiliki beberapa kompetensi yaitu:

1. Lulus sertifikasi CPR.

2. Lulus sertifikasi Advanced Life Life Support (ACLS).

(50)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU 3. Lulus sertifikasi Trauma Nurse Core Course (TNCC).

Perawat baru dan semua perawat baru lainnya akan menyelesaikan TNCC dalam waktu 12-18 bulan.

4. Lulus sertifikasi Pediatric Advanced Life Support (PALS) dan Emergency Nurse Pediatric Course (ENPC) dalam waktu 12-18 bulan.

5. Dapat mengoperasikan peralatan di emergency department.

(University of Wisconsin Hospital and Clinics Emergency Department 2016)

2.6.3 Level perawat emergensi

Perawat emergensi menurut ENA dibagi menjadi 2 level yaitu

1. Perawat level 1

Tiga bulan pertama mengenal lingkungan dan bekerja sebagai anggota tim yang merawat pasien di bawah pengawasan perawat senior, memahami proses operasional dan pasien di berbagai lingkungan, mulai mengembangkan praktik keperawatan dan kompetensi yang baik dari tema lintas sektoral di level 1, mengenali keterbatasannya sendiri, mencari bantuan dan saran bila diperlukan (Crossley & Hammett 2017).

(51)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU Dua belas bulan sampai 2 tahun sudah diperbolehkan mengelola pasien yang dialokasikan di berbagai seting. Dapat memberikan asuhan keperawatan gawat darurat anak atau kelompok usia terentu, mampu melakukan penilaian awal pasien dan triase dengan tepat. Menyelesaikan praktik keperawatan yang baik, dapat bekerja secara lintas sektoral dan kompetensi klinis tertentu di level 1. Dapat menjadi mentor perawat siswa dan bertindak sebagai pemandu bagi staf yang kurang berpengalaman (Crossley & Hammett 2017).

2. Perawat level 2

Perawat pada level dua sudah menyelesaikan tahapan pada level 1 dan memiliki kemampuan untuk memimpin, penyediaan perawatan holistik berdasarkan evidane base kepada kelompok pasien. Mampu mengajar dan mengawasi staf serta siswa yang kurang berpengalaman. Mengembangkan pengetahuan mendalam tentang area minat tertentu dan berkomunikasi secara efektif ini kepada rekan kerja, misalnya, manajemen operasional (perawat darurat / perawat), spesialis pendidikan (praktisi pendidik / pimpinan untuk pengembangan praktik keperawatan gawat darurat) dan spesialis klinis (praktisi perawat darurat / praktisi perawat tingkat lanjut) (Crossley & Hammett 2017).

2.6.4 Kualifikasi dan kompetensi perawat IGD

Kualifikasi perawat IGD di Indonesia di atur dalam standar pelayanan minimal IGD, adapun kualifikasi perawat yang ditempatkan di IGD adalah sebagai berikut:

(52)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU Kualifikasi:

Pendidikan Diploma 3 keperawatan dengan pengalaman klinik dua (2) tahun, Ners dengan pengalaman klinik 1 tahun di Rumah Sakit dan sudah tersertifikasi Emergency nursing basic 2.

Kompetensi yang harus dimiliki:

1) Mampu menguasai basic assessment primary survey dan secondary survey. 2) Mampu memahami triase dan re triase,

3) Mampu memberikan asuhan keperawatan kegawatdaruratan; pengkajian, diagnosa, perencanaan, memberikan tindakan keperawatan, evaluasi dan tindak lanjut.

4) Mampu melakukan tindakan keperawatan : life saving antara lain resusitasi dengan atau tanpa alat, stabilisasi,

5) Mampu memahami terapi definitif, 6) Mampu menerapkan aspek etik dan legal,

7) Mampu melakukan komunikasi terapeutik kepada pasien/ keluarga, 8) Mampu bekerjasama didalam tim ,

9) Mampu melakukan pendokumentasian / pencatatan dan pelaporan.

2. Ketua Tim (Penanggung Jawab Shift)

(53)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU Kualifikasi Ketua Tim IGD Level III dan IV:

1) Lulusan Diploma 3 keperawatan dengan pengalaman lima (5) tahun di IGD dan sudah tersertifikasi emergency nursing basic 2 dan pelatihan gawat darurat advance lainnya,

2) Ners dengan pengalaman tiga (3) tahun di IGD dan sudah memiliki sertifikat emergency nursing basic 2 dan pelatihan gawat darurat advance lainnya,

3) S2 keperawatan dengan pengalaman satu (1) tahun di IGD dan sudah tersertifikasi emergency nursing basic 2 dan pelatihan gawat darurat advance lainnya.

Kompetensi yang harus dimiliki:

1) Memiliki kemampuan sebagai perawat pelaksana, 2) Mampu mengelola pelayanan asuhan keperawalan, 3) Mampu menjaga mutu asuhan keperawatan

Kualifikasi Ketua Tim IGD Level I dan II

1) Lulusan Diploma 3 keperawalan dengan pengalaman kerja dua (2) tahun di IGD dan sudah memiliki sertifikat emergency nursing basic 2,

2) Ners dengan pengalaman kerja satu (1) tahun di IGD dan sudah memiliki sertifikat emergency nursing basic 2

Kompetensi yang harus dimiliki:

(54)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU 2) Mampu mengelola pelayanan asuhan keperawatan,

3) Mampu menjaga mutu asuhan keperawatan, 4) Mampu melakukan triase.

1. Kepala Ruang IGD :

Kepala ruang IGD adalah perawat profesional yang berlanggung jawab dan berwenang dalam mengelola pelayanan keperawatan di instalasi gawat darurat dan secara operasional berlanggung jawab kepada kepala rumah sakit.

Kualilikasi Kepala Ruangan IGD level III dan IV :

Minimal Ners, pengalaman sebagai perawal pelaksana tiga (3) lahun di IGD, pengalaman menjadi ketua tim dua (2) tahun dan sudah memiliki sertifikat emergency

nursing basic 2 dan pelatihan gawat darurat advance lainnya serta pelalihan manajemen.

Kompetensi yang harus dimiliki dan dibuktikan dengan sertifikat :

1) Memiliki kemampuan sebagai ketua tim,

2) Mampu menjamin tersedianya tenaga keperawatan yang kompeten di rumah sakit, 3) Mampu mengorganisasi dan mengkoordinasi semua kegiatan keperawatan gawat

darurat dan bencana,

(55)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU 2.7Konsep Response time

2.7.1 Definisi

Response time adalah kecepatan penanganan pasien, dihitung sejak pasien datang sampai dilakukan penanganan (Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Teknis Medik 2011). Kecepatan response time dihitung dalam menit, standar kecepatan waktu merespons pada pasien dengan keadaan gawat darurat paling lama adalah < 5 menit (Kementrian Kesehatan RI, 2009). Response time atau interval waktu respon juga didefinisikan sebagai waktu dari penerimaan panggilan sampai kedatangan ambulans pertama di tempat kejadian. Interval waktu dihitung dalam menit sampai detik yaitu < 0 menit sampai > 120 menit (Nehme et al. 2016). Dalam penelitian yang di lakukan oleh Thompson di Amerika, waktu tunggu untuk pasien nyeri yang tidak mengangancam jiwa adalah sekitar 110 menit atau rata-rata 2 jam sejak pasien datang sampai obat analgetik pertama diberikan, sedangkan menurut persepsi pasien waktu yang wajar untuk menunggu sampai diberikan tindakan adalah 23 menit (Bergman 2012).

(56)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU untuk kasus kritis, kasus kritis tapi tidak darurat diberi label "Code 2", tidak gawat dan tidak darurat diberi label "Code 3". Kasus "Priority Zero" digunakan untuk subklasifikasi kasus Code 1 dimana pasien berada dalam ancaman langsung seperti kasus jantung dan pernapasan (Nehme et al. 2016).

Kata triage beasal dari bahasa Prancis “Trier” yang berarti membagi dalam tiga kelompok (Kartikawati. N. 2013). Sistem ini digunakan dalam medan pertempuran dan bila terjadi bencana untuk menentukan prioritas penanganan. Triage mulai digunakan di IGD pada akhir tahun 1950, karena peningkatan jumlah kunjungan dan menyebabkan waktu tunggu serta keterlambatan penanganan kasus yang gawat.

Dalam dunia medis triage adalah proses pengambilan keputusan yang kompleks dalam rangka menentukan pasien mana yang berisiko meninggal, berisiko mengalami kecacatan, atau berisiko memburuk keadaan klinisnya apabila tidak mendapatkan penanganan medis segera, dan pasien mana yang dapat dengan aman menunggu. Berdasarkan definisi ini, proses triage diharapkan mampu menentukan kondisi pasien yang memang gawat darurat, dan kondisi yang berisiko gawat darurat (Habib et al. 2016).

(57)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU Tabel 2 2 Kategori Triage Berdasarkan Beberapa Sistem (Habib et al. 2016)

Level (ESI) Warna (MTS) Kriteria CTAS Kriteria ATS

Level 1 Merah Resusitasi Segera mengancam nyawa

Level 2 Oranye Emergensi Mengancam nyawa

Level 3 Kuning Segera (urgen) Potensi mengancam nyawa

Level 4 Hijau segera(semi urgen) Segera

Level 5 Biru Tidak segera Tidak segera

2.7.2 Tujuan

Tujuan triage menurut Australian Triage Scale adalah: (1) Memastikan bahwa pasien dirawat berdasarkan urutan urgensi klinisnya; (2) Memastikan pasien mendapat pengobatan yang tepat dan tepat waktu; (3) Mengalokasikan pasien untuk penilaian dan pengobatan lanjut yang tepat; (4) Mengumpulkan informasi penempatan pada bagian urgensi yang tepat (Curtin University 2011). Hal yang sama di ungkapaka oleh Kartika (2013) bahwa tujuan dari triage adalah untuk mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa, memprioritaskan pasien menurut kondisi keakutannya serta menggali data yang legkap tentang kondisi pasien (Kartikawati. N. 2013).

2.7.3 Faktor-faktor yang memengaruhi response time

(58)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU jam kerja, hari kerja, ambulans set, priority zero case (dugaan serangan jantung atau pernafasan). Faktor lain yang ikut memengaruhi dari pasien seperti usia, jenis kelamin, keluhan medis utama, dan tingkat keparahan (Nehme et al. 2016). Selain faktor internal seperti man, metode, peralatan, bahan, manajemen terdapat juga faktor eksternal yang ikut memepengaruhi kecepatan response time perawat yaitu ketersediaan sarana prasarana, dan lingkungan di IGD (Wahyu & Naser 2015).

Hal yang sama dikatakan Nur Ainuyah (2014) bahwa pelaksanaan triage dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor kinerja (performance), faktor pasien, faktor perlengkapan triage, faktor ketenagaan, dan model of caring yang digunakan instansi tersebut. Selain itu Andersson, A.K., M. Omberg, dan M. Svedlund (2007) dalam Nur Ainuyah (2014) membagi faktor yang memengaruhi response time menjadi dua yaitu faktor internal dan ekstarnal. Yang termasuk faktor internal meliputi keterampilan perawat dan kapasitas pribadi, sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan kerja, beban kerja yang tinggi, pengaturan sif, kondisi klinis pasien dan riwayat klinis pasien (Nur Ainiyah, Ahsan 2014).

2.7.4 Metode triage

1. Australian Triage Scale

(59)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU Kategori 1 meliputi kondisi yang menjadi ancaman bagi kehidupan (atau akan segera terjadi kemunduran dan membutuhkan penanganan segera). ATS kategori 2 adalah penilaian dan perawatan dalam waktu 10 menit. Kondisi pasien cukup serius atau dapat memburuk begitu cepat sehingga ada potensi ancaman terhadap kehidupan, atau kegagalan sistem organ jika tidak diobati dalam waktu sepuluh menit dari kedatangan. Kategori ATS 3 yaitu penilaian dan perawatan dimulai dalam 30 menit, kondisi pasien dapat berlanjut pada keadaan yang mengancam kehidupan, atau dapat menyebabkan morbiditas jika penilaian dan perawatan tidak dimulai dalam waktu tiga puluh menit setelah kedatangan (urgency situasional). ATS kategori 4 yaitu penilaian dan perawatan dimulai dalam waktu 60 menit. Kondisi pasien dapat mengancam, atau dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan, ada potensi untuk hasil yang merugikan jika pengobatan tidak dimulai dalam waktu satu jam, cenderung memerlukan konsultasi atau manajemen rawat inap. Yang terakhir adalah ATS kategori 5 yaitu penilaian dan perawatan dimulai dalam 120 menit kondisi pasien tidak urgent sehingga gejala atau hasil klinis tidak akan terjadi perubahan secara signifikan jika penilaian dan pengobatan ditunda hingga dua jam dari kedatangan (Curtin University 2011).

Tabel 2 3 Lama Waktu Tunggu Tiap Kategori ATS

(60)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU Triage Kanada disebut dengan The Canadian Triage and Acuity Scale (CTAS). Pertama kali dikembangkan tahun 1990 oleh dokter yang bergerak dibidang gawat darurat. Konsep awal CTAS mengikuti konsep ATS, dimana prioritas pasien disertai dengan waktu yang diperlukan untuk mendapatkan penanganan awal. CTAS juga dilengkapi dengan rangkuman keluhan dan tanda klinis khusus untuk membantu petugas melakukan identifikasi sindrom yang dialami pasien dan menentukan level triage. Metode CTAS juga mengharuskan pengulangan triage (re-triage) dalam jangka waktu tertentu atau jika ada perubahan kondisi pasien ketika dalam observasi. Tabel 2 4 Indikator Keberhasilan Triage CTAS Berdasarkan Waktu Respon

Kategori Waktu untuk segera ditangani

1 Pasien dengan kategori ini 98% harus segera ditangani oleh dokter

(61)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU 4. Triage Amerika Serikat

Triage Amerika Serikat disebut juga dengan Emergency Severity Index (ESI) dan pertama kali dikembangkan di akhir tahun 90 an. Ditandai dengan dibentuknya Joint Triage Five Level Task Force oleh The Emergency Nursing Association (ENA) dan American College of Physician (ACEP) untuk memperkenalkan lima kategori triage untuk menggantikan tiga kategori sebelumnya. Perubahan ini berdasarkan pertimbangan kebutuhan akan presisi dalam menentukan prioritas pasien di IGD, sehingga pasien terhindar dari keterlambatan pengobatan akibat kategorisasi terlalu rendah, atau sebaliknya pemanfaatan IGD yang berlebihan untuk pasien yang non urgen akibat kategorisasi terlalu tinggi.

Metode ESI menentukan prioritas penanganan awal berdasarkan sindrom yang menggambarkan keparahan pasien dan perkiraan kebutuhan sumber daya unit gawat darurat yang dibutuhkan (pemeriksaan laboratorium, radiologi, konsultasi spesialis terkait, dan tindakan medik di unit gawat darurat).

(62)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU Pasien yang tidak memenuhi kriteria level 1 dan 2 akan memasuki tahap penilaian kedua yaitu perkiraan kebutuhan pemakaian sumber daya IGD (pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, tindakan atau terapi intravena) dan pemeriksaan tanda vital lengkap. Apabila saat triage diperkirakan pasien yang datang tidak membutuhkan pemeriksaan penunjang dan terapi intravena, maka pasien termasuk kategori 5, apabila pasien diperkirakan perlu menggunakan satu sumber daya IGD (laboratorium atau x ray atau EKG, atau terapi intravena) maka termasuk kategori 4, apabila pasien diperkirakan membutuhkan lebih dari satu sumber daya IGD untuk mengatasi masalah medisnya, maka akan masuk kategori 3 (apabila hemodinamik stabil) atau kategori 2 (apabila hemodinamik tidak stabil).

5. Triage Indonesia

Di Indonesia belum ada kesepakatan tentang metode triage apa yang digunakan di rumah sakit. Belum ditemukan adanya literatur nasional yang mengidentifikasi metode-metode triage yang digunakan tiap-tiap unit gawat darurat di Indonesia, sebagian besar masih menggunakan konsep triage bencana (triage merah, kuning, hijau, dan hitam) (Habib et al. 2016).

(63)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU Korban kritis atau pasien dengan keadaan kegawatan yang menagancam jiwa diberi label merah (prioritas 1/immediate) yaitu pasien dengan luka parah atau dengan keadaan respirasi > 30x, nadi radialis tidak teraba dan terjadi penurunan kesadaran. Pasien dengan label kuning (prioritas 2/delay) adalah pasien dengan keadaan yang tidak mengancam nyawa dalam waktu dekat dan dapat menunggu untuk periode tertentu yaitu pasie dengan respirasi < 30x, nadi teraba dan status kesadaran normal. Korban yang masih bisa berjalan dan penanganannya masih bisa ditunda diberi label hijau (prioritas 3) sedangkan untuk pasien yang sudah meninggal diberi label hitam (Kartikawati. N. 2013).

(64)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU analysis, followed by (2) a quantitative

(65)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU response spoken

dialogue

systems (Young

et al. 2016)

conversational analysis emergency medical service responders

A: Chi-square test at 95% significance

(66)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU

using K irkpatrick’s four-level

framework of evaluation,17 I:Program

using K irkpatrick’s four-level

framework income, employment type, gender, patient encounters, and household economicwell-being

V:Demographic information (eg, age, gender, education, nursing experience) and the practice settings in which they worked (eg, type of emergency department, number of annual patient visits)

(67)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU

V:Emergency department nurses and patients

S:Nurses (54 respondents) and accidental sampling for patients (54 respondents)

D:Qualitative method, informed by grounded theory

V:(1) licensed registered nurses (RNs); (2) English as a first language; (3) currently working full time or part time (a minimum of 24 hours a week) in an emergency department in Northeast Florida; (4) a minimum of 1 year of ED experience; and (5) responsible for direct care of patients 18 years of age or older.

S:15 emergency nurses I:Questions guide

(68)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU

V:Patient level data on presentation to designate EDs across NSW

(69)
(70)
(71)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU Gambar 3.1 merupakan konsep teori menurut Gibson, James L., Ivancevich, John M., dan Donelly JR, James H., (1997) menggambarkan bahwa kinerja seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor individu, faktor organisasi dan faktor psikologis (Gibson et al. 1997). Faktor individu yang dapat memengaruhi perilaku dan kinerja adalah kemampuan, keterampilan, latar belakang dan demografis seseorang, yang termasuk faktor psikologis adalah persepsi dan sikap, kepribadian dan motivasi, sedangkan faktor ketiga adalah faktor organisasi yang meliputi sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur organisasi dan beban kerja.

Faktor pertama yang memengaruhi kinerja adalah faktor individu yaitu kemampuan, keterampilan, latar belakang dan demografis seseorang. Kemampuan adalah sifat (bawaan atau pembelajaran) yang memungkinkan seseorang melakukan sesuatu secara mental atau fisik sedangkan keterampilan adalah faktor yang paling menunjang seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan seperti kompetensi yang berkaitan dengan tugas, keterampilan untuk mengoperasikan komputer, kemampuan dan keterampilan dalam berkomunikasi atau keterampilan yang secara jelas berkaitan dengan misi suatu kelompok. Menurut Gibson pendidikan dan pelatihan sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan seorang karyawan (Gibson et al. 1997). Latar belakang dan demografis juga ikut memengaruhi perilaku seseorang, yang termasuk latar belakang dan demografis menurut Gibson adalah latar belakang keluarga, kepribadian, pengalaman, pendidikan, usia, suku dan jenis kelamin.

(72)
(73)
(74)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU Dari uraian tersebut peneliti akan melakukan penelitian mengenai faktor yang memengaruhi response time perawat yaitu “Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Response Time Perawat Di IGD RSU Tipe C di Kupang Berdasarkan Teori Kinerja Gison”

3.2 Hipotesis

H1 : Ada hubungan faktor individu: kemampuan, keterampilan, pendidikan dan lama kerja dengan response time perawat IGD RSU Tipe C di Kupang;

H1 : Ada hubungan faktor psikologis: motivasi dengan response time perawat IGD RSU Tipe C di Kupang.

(75)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU

56 BAB 4

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dijabarkan desain penelitian, populasi, sampel, besar sampel dan teknik pengambilan sampel, variabel penelitian, definisi operasional, alat dan bahan penelitian, instrument penelitian, lokasi dan waktu penelitian, prosedur pengumpulan data, analisis data, kerangka kerja, serta masalah etik penelitian.

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional, dimana peneliti melakukan penelitian yang menekankan waktu pengukuran, observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat dan tidak ada tindak lanjut. Peneliti melakukan pengukuran terhadap faktor individu: kemampuan, keterampilan, latar belalakang pendidikan dan lama kerja, faktor psikologis: motivasi, dan faktor organisasi: imbalan secara bersamaan tanpa ada tindak lanjut setelah melakukan pengambilan data di IGD RSU Tipe C Kupang.

Uji Hubungan dengan variabel Y:

Response time Interpretasi

Variabel X3. Faktor Organisasi : Imbalan Variabel X2. Faktor Psikologis : Motivasi Variabel X1. Faktor Individu

X1.1 Kemampuan X1.2 Keterampilan X1.3 Pendidikan X1.4 Lama Kerja

(76)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU 4.2 Populasi, Sampel, Besar Sampel, Teknik Pengambilan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah seluruh subyek atau data yang memenuhi kriteria tertentu yang akan diteliti, populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat pelaksana IGD RSU milik pemerintah Kabupaten Kupang dan Kabupaten Kota Kupang. Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan peneliti, populasi perawat IGD RSU tipe C di wilayah Kabupaten Kupang dan Kabupaten Kota Kupang berjumlah 73 orang.

4.2.2 Sampel

Sampel yang akan diambil untuk penelitian ini adalah semua perawat pelaksana IGD RSU tipe C di wilayah Kabupaten Kupang dan Kabupaten Kota Kupang yaitu berjumlah 62 responden.

Penentuan kriteria sampel dapat dibedakan menjadi kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang akan diteliti dan terjangkau. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

1. Pelaksana yang tidak dalam masa orientasi dan magang di IGD RSU Tipe C di Kupang.

2. Perawat pelaksana yang sudah mendapatkan pelatihan kegawatdaruratan. 3. Pengalaman kerja lebih dari 1 tahun.

(77)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU Kriteria eksklusi yang digunakan pada penelitian ini adalah perawat pelaksana yang sedang cuti atau sakit.

4.2.3 Besar sampel

Jumlah besar sampel yang akan diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 62 responden. Jumlah besar sampel pada penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus

Keterangan : n = Besar sampel N = Besar populasi

d = tingkat signifikansi (p), (d=0,05)

4.2.4 Teknik pengambilan sampel

Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian . Dalam penelitian ini menggunakan cluster sampling, yaitu pengambilan sampel dengan cara mengelompokkan berdasarkan wilayah atau lokasi populasi.

n = 73 1+73(0,05)2 = 62 Responden n = N

(78)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU Jumlah besar sampel di tiap rumah sakit ditentukan dengan rumus :

Keterangan :

N : Besar seluruh populasi n : Besar seluruh sampel

n1 : Besar sampel tiap IGD RSU tipe C N1 : Besar populasi tiap IGD RSU tipe C

Tabel 4.1 Jumlah Besar Sampel Perawat IGD di Tiap RS Tipe C Milik Pemerintah di Kupang

No Nama RSU Populasi Perhitungan Besar

Sampel

Pengambilan sampel terpilih dari setiap IGD dilakukan dengan metode simple random sampling yaitu mengambil secara acak dengan menggunakan tabel random sampai memenuhi besar sampel yang diinginkan yaitu 62 perawat pelaksana.

(79)

SK RIPSI ANALISIS FAK TOR Y ANG… Y UMIATI TUWA RINGU 4.3 Variabel Penelitian

4.3.1 Variabel independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor individu: kemampuan dan keterampilan, pendidikan dan lama kerja, faktor psikologis: motivasi, dan faktor organisasi: imbalan pada perawat IGD RSU Tipe C di Kupang.

Tabel 4. 2 Variabel Independen Penelitian

Variabel Sub-variabel Parameter

Exposure, riwayat alergi, riwayat

medikasi, patient medical history

Menentukan triage

Life saving (Resusitasi, Stabilisasi)

Ijazah terakhir

Waktu (dalam tahun)

X2 : Faktor psikologis Motivasi 1. Kebutuhan akan prestasi 2. Kebutuhan akan afiliasi

Gambar

Gambar 2 1 Kerangka Teori Kinerja Gibson (Gibson et al. 1997)
Tabel 2.1 Jenis dan Pelayanan IGD Berdasarkan Level dan Tipe RS  (Kementrian Kesehatan RI, 2009)
Tabel 2 2 Kategori Triage Berdasarkan Beberapa Sistem (Habib et al. 2016)
Tabel 2 3 Lama Waktu Tunggu Tiap Kategori ATS
+7

Referensi

Dokumen terkait