• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR –FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA PERAWAT DALAM MELAKUKAN TRIASE DI IGD RUMAH SAKIT KUTACANE

N/A
N/A
Yan's Nightcore

Academic year: 2024

Membagikan "FAKTOR –FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA PERAWAT DALAM MELAKUKAN TRIASE DI IGD RUMAH SAKIT KUTACANE "

Copied!
214
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR –FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA PERAWAT DALAM MELAKUKAN TRIASE

DI IGD RUMAH SAKIT KUTACANE

TESIS

OLEH : RENO ANGGARA NIM. 2114101110013

MAGISTER ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

KEHUSUSAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT UNIVERSIRAS MUHAMMADIYAHBANJARMASIN

2023

(2)

i

FAKTOR –FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA PERAWAT DALAM MELAKUKAN TRIASE

DI IGD RUMAH SAKIT KUTACANE

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan

Oleh:

RENO ANGGARA NIM. 2114101110013

MAGISTER ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

KEKHUSUSAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

BANJARMASIN 2023

(3)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis ini Faktor – faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat dalam melakukan triase di IGD Rumah Sakit Kutacane, yang dibuat oleh Reno anggara (NIM. 2114101110013), telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing dan akan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Seminar Tesis Program Studi Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.

Banjarmasin, Februari 2023 Pembimbing I

Dr. Syamsul Firdaus, S.Kp.,M.Kes NIDN 4023096601

Pembimbing II

M. Syafwani, S.Kp., M.Kep.,Sp. Jiwa NIK. 01 10091971 004 012 096

Mengetahui, Ketua Program Studi Magister Keperawatan

Lukman Harun, Ns., M.Imun NIK. 01 27101985 061 006 011

(4)

iii

PENGESAHAN TESIS

Tesis ini berjudul Faktor – faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat dalam melakukantriase di IGD Rumah Sakit Kutacane dibuat oleh Reno Anggara, NIM.

2114101110013, telahdiujikan di depan tim penguji pada Seminar Tesis Program Studi Magister Keperawatan pada tanggal 28 Juli2023

DEWAN PENGUJI Penguji

Dr.SyamsulFirdaus,S.Kp.,M.Kes

(PimpinanSidang)

M.Syafwani,S.Kp.,M.Kep.,Sp.Jiwa

(Anggota) Penguji

Hj.Ruslinawati,Ns.,M.Kep (Anggota)

Penguji

Muthmainnah,Ns.,M.Kep

(Anggota )

Mengesahkandi :Banjarmasin

Tanggal :

Mengetahui

Direktur Pascasarjana Ka.ProdiMagister Keperawatan

M.Syafwani,S.Kp.,M.Kep.,Sp.Jiwa LukmanHarun, Ns.,M.Imun

(5)

iv

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

Tesis, Juli 2023

Reno Anggara NIM. 2114101110013

Faktor – faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat dalam melakukan triase di IGD Rumah Sakit Kutacane

ABSTRAK

Latar Belakang : Faktor yang berasal dari perawat itu sendiri meliputi pengetahuan dan kemampuan, kompetensi terkait pekerjaan, motivasi kerja, dan kebahagiaan kerja.Sedangkan faktor di luar kendali perawat seperti beban kerja dan gaya kepemimpinan organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat.

Tujuan : Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat dalam melalukan triase di IGD RS Kutacane.

Metode Penelitian : Penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional.

Penelitian ini melibatkan 50 responden yang dipilih dengan teknik sampel total sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan regresi logistik berganda.

Instrumen penelitian merupakan untuk menilai variabel bebas yang meliputi aspek internal dan eksternal.

Hasil Penelitian : Hubungan keterampilan dengan kinerja perawat berada pada kategori paling berhubungan dengan dinai P-value ( 0,000 )< 0,05. Kepada perawat agar mampu meingkatkan kinerja perawat dalam melakukan triase di IGD RS Kutacane. Faktor paling dominan yang berhubungan kinerja perawat adalah keterampilan perawat dalam melakukan triase di IGD RS Kutacane dibuktikan dengan Odd Rasio132,0.

Kata Kunci : Kinerja Perawat, Triase

(6)

v ABSTRACT

Background: Factors originating from the nurses themselves include knowledge and abilities, work-related competencies, work motivation, and work happiness.

Meanwhile, factors outside the nurse's control such as workload and organizational leadership style have a significant effect on nurse performance.

Objective: Factors related to the performance of nurses in carrying out triage in the Emergency Room of Kutacane Hospital.

Research Methods: Quantitative research with a cross sectional approach. This study involved 50 respondents selected by total sampling technique. Data collection using questionnaires and multiple logistic regression. The research instrument is to assess independent variables which include internal and external aspects.

Research Results: The relationship between skills and nurse performance is in the category most related to the P-value (0.000) <0.05. For nurses to be able to improve the performance of nurses in conducting triage in the Kutacane Hospital Emergency Room. The most dominant factor related to nurse performance is the skills of nurses in conducting triage in the Emergency Room of Kutacane Hospital as evidenced by the Odd Ratio of 132.0.

Keywords: Nurse Performance, Triage

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat terselesainya tesis ini dengan judul ―Faktor –faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat dalam melakukan triasedi IGD Rumah Sakit Kutacane‖,: Study Kuantitatif‖. Dalam kesempatan ini pula penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada;

1. Prof.H. Ahmad Khairuddin, M.Ag, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Banjarmasin beserta Wakil Rektor yang telah mengesahkan secara resmi tesis penelitian ini.

2. M. Syafwani, Ns. ,M.Kep., Sp.Kep.Jiwa selaku Direktur Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Banjarmasin dan sekaligus sebagai pembimbing 2 ( Dua) yang telah meluangkan waktu memberikan bimbingan, arahan, pikiran dalam penyusunan Tesis ini.

3. Dr. Syamsul Firdaus, SKp.,M.Kesselaku Pembimbing 1 (satu) yang telah meluangkan waktu memberikan bimbingan dan arahan, pikiran dalam penyusunan tesis ini.

4. Hj.Ruslinawati,Ns.,M.Kep selaku penguji 3 yang sudah banyak memberi masukan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.

5. Muthmainnah,Ns.,M.Kep selalu penguji 4 yang sudah meluangkan aktunya memberi bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini.

6. Lukman Harun, S.Kep., Ns., M.Imun selaku Kaprodi Magister Ilmu Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Banjarmasin yang telah memfasilitasi proses penelitian.

7. Semua Dosen Program Studi Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin yang telah memberikan wawasan ilmu yang bermanfaat

8. Kepada pihak Rumah Sakit yang telah mengijinkan peneliti untuk melakukan studi pendahuluan dan untuk melakukan penelitian.

9. Kepada keluarga tercinta yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan ini.

10. Teman – teman Mahasiswa satu angkatanProgram Studi Magister Keperawatan angkatan 2021 Universitas Muhammadiyah Banjarmasin dan berbagai pihak

(8)

vii

yang tidak dapat disebutkan satu – persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.

Semoga hasil tesis ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Kutacane, J u l i 2023

Penulis,

(9)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ..i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... .ii

PENGESAHAN TESIS ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... .vx

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... ... ...1

1.1 Latar Belakang ... ...1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Manfaat terhadap Dinas Kesehatan Kutacane ... 6

1.4.2 Manfaat terhadap Instalasi Gawat Darurat... 7

1.4.3 Manfaat terhadap Ilmu Pengetahuan ... 7

1.5 Penelitian Terkait ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 KonsepTriase... 9

2.1.1 Pengertian Triage ... 9

2.1.2 Tujuan Triage ... 10

2.1.3 Aturan Triage ... 10

2.1.4 Prosedur Triage ... 11

(10)

ix

2.1.5 Klasifikasi Triage ... 12

2.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Triage ... 17

2.2 Konsep Kinerja... 19

2.2.1 Pengertian Kinerja... 19

2.2.2 Faktor yang berpengaruh terhadap kinerja... 22

2.2.3 Dimensi Kinerja ... 22

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 23

2.2.5 Penilaian Kinerja ... 26

2.3 Konsep Pengetahuan ... 27

2.3.1 Pengertian Pengetahuan ... 27

2.3.2 Skala Pengetahuan ... 28

2.3.3 Tingkat pengetahuan dalam domain dogmatif ... 29

2.3.4Cara Memperoleh Pengetahuan ... 29

2.3.5Pengukuran Pengetahuan ... 30

2.4 Konsep Keterampilan ... 31

2.4.1 Pengertian keterampilan ... 31

2.4.2 Mengukur keterampilan ... 32

2.4.3. Faktor keterampilan ... 33

2.5 Konsep Kompetensi ... 34

2.5.1 Pengertian Kompetensi ... 34

2.5.2 Karakteristik Kompetensi ... 36

2.5.3 Tipe Kompetensi ... 37

2.6 Konsep Motivasi ... 39

2.6.1 Pengertian Motivasi ... 39

2.6.2 Faktor Mempengaruhi Motivasi... 41

2.6.3 Aspek yang berhubungan dengan Motivasi ... 41

2.6.4 Pengukuran Motivasi ... 43

2.7 Konsep Kepuasan Kerja ... 46

2.7.1 Pengertian Kepuasan Kerja ... 46

(11)

x

2.7.2Karaketristik Biografi Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja ... 47

2.7.3 Pengukuran Kepuasan ... 48

2.7.4 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Perawat ... 50

2.8 Konsep Beban Kerja ... 51

2.8.1 Definisi beban kerja ... 51

2.8.2 Jenis Beban Kerja... 52

2.8.3 Indikator Beban Keja ... 53

2.8.4 Metode Dan Prosedur Pengukuran Beban Kerja Perawat ... 54

2.8.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Beban Kerja ... 55

2.9 Konsep Gaya Kepemimpinan dalam Organisasi... 59

2.9.1 Definisi Gaya Kepemimpinan ... 59

2.9.2 Macam-Macam Gaya Kepemimpinan ... 59

2.9.3 Faktor Mempengaruhi Gaya Kepemimpinan ... 62

2.9.4 Metode Pengukuran gaya kepemimpinan ... 62

2.10 Konsep Gawat Darurat ... 63

2.10.1 Depinisi gawat darurat ... 63

2.10.2 Tujuan pelayanan gawat darurat ... 64

2.10.3. Tujuan penanggulangan gawat darurat ... 67

2.11 Teori Patricia Benner ; Konsep Caring ... 67

2.12 Kerangka Teori... 71

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 72

3.1 Kerangka Konsep ... 72

3.2 Hipotesis Penelitian ... 73

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 75

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 75

4.2 Definisi Operasional ... 75

4.3 Populasi, Sampel, dan Sampling ... 79

(12)

xi

4.4 Tempat dan Waktu Penelitian ... 80

4.5 Instrumen Penelitian ... 80

4.6 Teknik Pengumpulan Data ... 85

4.7 Teknik Analisa Data ... 87

4.8 Etika Penelitian ... 89

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 91

5.1. Hasil ... 92

5.1.1. karakter responden ... 92

5.1.2. Analisi Univariat ... 93

5.1.3 Analisis Bivariat ... 96

5.1.4. AnalisisMultivariat... 102

5.2. Pembahasan ... 104

5.2.1. Analisa Univariat ... 104

5.2.2. Analisa Bivariat ... 109

5.2.3. Analisa Multivariat ... 118

5.4. KeterbatasanPeneliti ... 119

5.5 Implikasi ... 119

5.6 Profil Rumah Sakit ... 119

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 121

6.1. Kesimpulan ... 121

6.2. Saran ... 123

DAFTAR PUSTAKA ... 128 LAMPIRAN

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. DefinisiOperasional ... 75

Tabel 2. Waktu Penelitian ... 80

Tabel 3. Karekeristik responden ... 92

Tabel.4. DistribusiFrekuensiPengetahuan ... 93

Tabel 5.DistribusiFrekuensiBerdasarkanKeterampilan ... 93

Tabel 6. DistribusiFrekuensiBerdasarkanKompetensi ... 94

Tabel 7. DistribusiFrekuensiBerdasarkanMotivasi ... 94

Tabel 8. DistribusiFrekuensiBerdasarkanKepuasaanKerja ... 95

Tabel 9. DistribusiFrekuensiBerdasarkan Beban Kerja ... 95

Tabel 10. DistribusiFrekuensiBerdasarkan Gaya Kepemimpinan ... 96

Tabel 11. DistribusiFrekuensiBerdasarkan Kinerja Perawat ... 96

Tabel 12. Hubungan PengetahuanTerhadap Kinerja Perawat ... 97

Tabel 13. HubunganKeterampilanTerhadap Kinerja Perawat ... 97

Tabel 14. HubunganKompetensiTerhadap Kinerja Perawat ... 98

Tabel 15. HubunganMotivasiTerhadap Kinerja Perawat ... 99

Tabel 16.HubunganKepuasaanKerjaTerhadap Kinerja Perawat ... 99

Tabel 17. Hubungan Beban KerjaTerhadap Kinerja Perawat ... 100

Tabel 18. Hubungan Gaya KepemimpinanTerhadap Kinerja Perawat ... 101

Tabel 19. Distribusi Bivariat antara variabel independen ...102

Tabel 19. Hasil AnalisisRegresiLogistik Beranda ... 103

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Konsep Teori ... 68 Gambar 2. Skema KerangkaKonsepPenelitian ... 71

(15)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu dari banyak organisasi layanan kesehatan yang sangat efektif, rumah sakitnya luas dan menyeluruh, penuh dengan opini dan penerimaan.

Rumah sakit melakukan pelayanan publik, oleh karena itu mereka membutuhkan sumber daya, termasuk masuk dan sumber daya manusia yang terampil.Perawat merupakan salah satu tenaga medis yang memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit. Saat merawat(chistian, 2014) pasien, keperawatan juga mengacu pada layanan kesehatan berkualitas yang ditawarkan terus-menerus sepanjang waktu. Di rumah sakit, profesi keperawatan memainkan peran penting dalam memberikan perawatan medis berkualitas tinggi.sehingga jenis pertunjukan yang ditawarkan adalah yang mengambil pendekatan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual serta dilakukan secara berkelanjutan.

Rumah sakit menyediakan layanan kesehatan sepanjang waktu. Rumah sakit membagi perawatan pasien menjadi tiga kategori: mereka yang membutuhkan perawatan darurat, mereka yang tidak, dan mereka yang dirawat di rumah sakit.Peran pelayanan keperawatan mempertahankan kualitas pelayanan masyarakat yang sering digunakan di rumah sakit sebagai tolak ukur kualitas suatu RS. Hal ini memerlukan kualitas perawat yang tinggi terhadap pekerjaannya, terbukti dengan hasil usaha mereka sebagai manajer dan perawat mengerjakan dalam memberikan pelayanan keperawatan terhadap pasien.

(16)

Faktor yang mempengsruhi kinerja perawat efektivitas seorang perawat dapat dipengaruhi oleh banyak hal. Pada dasarnya, baik pengaruh internal maupun eksternal dapat berdampak pada tingkat kinerja perawat. Faktor yang berasal dari perawat itu sendiri meliputi pengetahuan dan kemampuan, kompetensi terkait pekerjaan, motivasi kerja, dan kebahagiaan kerja.Sedangkan faktor di luar kendali perawat seperti beban kerja dan gaya kepemimpinan organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat.

Mengingat banyaknya pasien yang mengunjungi UGD, yang dapat mengakibatkan masa tunggu pasien dan keterlambatan dalam menyelesaikan situasi darurat, perawat yang bertugas di UGD harus bertanggung jawab atas penyortiran pasien. Praktik mengklasifikasikan pasien menurut jenis dan tingkat keparahan kondisinya dengan mempertimbangkan ketersediaan fasilitas, staf, dan pasien potensial dikenal sebagai triase.Prioritas perawatan untuk pasien diputuskan oleh perawat ruang gawat darurat. Pengaturan prioritas mungkin bergantung pada tingkat keparahan dan jumlah pasien, keahlian perawat, ketersediaan peralatan dan sumber daya.

Perawatan intensif Efisiensi dalam triase adalah prosedur sulit yang memerlukan perencanaan dan persiapan yang cermat. Saat ini, sebagian besar negara kekurangan alat prognostik, infrastruktur, prosedur, perlindungan hukum, dan pelatihan yang diperlukan untuk membuat sistem pendukung keputusan yang efisien (protokol triase). Oleh karena itu, mengikuti rencana perawatan lonjakan massa kritis, triase perawatan kritis harus menjadi pilihan terakhir. Meskipun menggunakan pendekatan respons lonjakan, pandemi dan bencana dapat

(17)

menghasilkan sejumlah besar orang yang sakit parah atau terluka yang mungkin melebihi sumber daya yang ada. Jika ini terjadi, triase perawatan kritis akan diperlukan, yang memerlukan prioritas pasien untuk merawat dan mengalokasikan sumber daya yang terbatas (Christian, et al., 2014).

Tugas yang dilakukan oleh perawat di ruang gawat darurat (IGD) merupakan bagian dari kelompok yang memimpin dalam melakukan triase. Jika perawat mengabaikan elemen internal atau eksternal, tindakan ini dapat berdampak buruk pada penerapan triase. Usia dan jenis kelamin adalah contoh karakteristik internal yang mewakili atribut manusia. Usia berdampak pada pemahaman seseorang tentang triase; seiring bertambahnya usia, memori mereka untuk implementasi triase akan memburuk. Sebaliknya, daya tahan fisik yang cenderung lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan menjadi kriteria untuk melakukan kegiatan darurat.

Variabel eksternal mewakili pengetahuan, beban kerja, dan rasio perawat terhadap pasien. Perawat triase mungkin mengalami kelelahan di tempat kerja karena peningkatan beban kerja dan kondisi kerja yang tidak menguntungkan secara fisik, serta kekurangan perawat relatif terhadap jumlah pasien. Namun, perawat triase dengan tingkat pengetahuan yang tinggi akan dapat menyelesaikan semua tugas dengan sukses dan membuahkan hasil yang diinginkan.Penerapan triase tidak optimal karena unsur-unsur ini diabaikan, yang dapat menyebabkan kesalahan penilaian yang membuat pasien cacat, mungkin permanen (Gerdtz, dalam Ainiyah, 2015).

(18)

Satu rumah sakit Pengurus Pusat PPNI telah menghasilkan standar praktik profesi berdasarkan SK No. 025/PP.PPNI/SK/K/XII/2009 yang sesuai dengan tahapan proses keperawatan, seperti pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi, dan evaluasi keperawatan.

Satu rumah sakit pemerintah daerah dengan klasifikasi Tipe C, dua rumah sakit swasta, dan Puskesmas, yang melakukan tindakan kuratif dan rehabilitatif, merupakan tiga unit rumah sakit di Kabupaten Kutacane. Rumah sakit berfungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan rujukan dan sering menawarkan pelayanan kesehatan rujukan dari kabupaten tetangga lainnya, khususnya di Kutacane.

RSUD Kutacane dengan segala daya, sarana, dan prasarana yang dimiliki dinyatakan siap menangani pasien, khususnya kasus gawat darurat, demikian menurut Kepala IGD RSUD Kutacane. mengacu pada SPGDT-S (SPGDT-B) harian dan terkait bencana dari Sistem Manajemen Darurat Terpadu. Layanan darurat menyoroti akses pasien ke layanan kesehatan sebagai komponen penting dari perawatan darurat dengan tujuan mencegah dan menurunkan morbiditas, incapacity, dan desease RSUD Kutacane diharapkan memiliki sumber daya manusia yang baik dan ahli di bidangnya agar dapat berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan rujukan.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Perawat Dalam Melakukan Triase Di Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit Kutacane 2023.

(19)

1.2 Rumusan Masalah

Uraian latar belakang dapat melahirkan rumusan masalah penelitian sebagai berikut: Apakahadavariabel yang berhubungandengan Faktor – faktor kinerja perawat internal dan ekternaldalam Melakukan Triase Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS di Kutacane.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menganalisis Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Perawat Dalam Melakukan Triase Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS di Kutacane

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1.Mengidentifikasi gambaran faktor internal perawat (pengetahuan, keterampialan, kompetensi, motivasi dan kepuasan kerja) yang melakukan Triase Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS di Kutacane

1.3.2.2. Mengidentifikasi gambaran faktor eksternal (beban kerja dan gaya kepemimpinan dalam organisasi) yang melakukan Triase Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS di Kutacane

1.3.2.3. Mengidentifikasi gambaran kinerja perawat yang melakukan Triase Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS di Kutacane

1.3.2.4. Menganalisis hubungan faktor internal perawat dengan kinerja perawat yang melakukan triase di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kutacane.

(20)

1.3.2.5. Menganalisis hubungan faktor eksternal perawat dengan kinerja perawat yang melakukan Triase Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS di Kutacane

1.3.2.6.Menganalisis faktor yang paling berhubungan dengan kinerja perawat yang melakukan Triase Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS di Kutacane

1.4. Manfaan Penelitian

1.4.1.Memberikan saran kepada Dinas Kesehatan Kutacane tentang bagaimana memperluas keterlibatan perawat UGD dalam proses triase di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit (IGD) di Kutacane

1.4.2Menjadi narasumber bagi perawat yang bekerja di IGD rumah sakit untuk memberikan kontribusi pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan triase dan krisis bagi pasien.

1.4.3. Studi ini dapat memberikan kontribusi pemahaman ilmiah baru tentang manajemen kegawatdaruratan pasien dan triase.

1.5 Penelitian Terkait No Judul dan Tahun

Penelitian

Nama Peneliti

Metode dan Hasil Perbedaan Penelitian 1 .Pengaruh faktor

internal &

eksternal perawat terhadap

pelaksanaan triase di IGD RS Prof.DR menjadi

Eryanto Nabuasa

Uji chi square dilakukan dalam analisis statistik, dan dari 39 responden, 20 (51,3%) melakukan triase sesuai dengan SOP pelaksanaan triase. Triase menggunakan variabel internal, seperti jenis

internal, seperti jenis kelamin dan usia metode yang digunakan berbeda.

(21)

judul penelitian Eryanto

Nabuasa. Z.

Johannes Kupang ( 2021).

kelamin dan usia, berdampak kecil, Sedangkan faktor luar seperti beban kerja (p = 0,031), rasio faktor perawat (p

= 0,001), dan keahlian (p = 0,005) berdampak pada bagaimana triase dilaksanakan 2 Faktor-Faktor

yang

Mempengaruhi Kinerja Perawat di IGD RSU Bunda Thamrin Medan Tahun 2018

Kajian Hendry

Dalam proses pengumpulan data digunakan kuesioner dan analisis data univariat, serta teknik pengambilan sampel menggunakan sampel total atau exhaustive sampling. memanfaatkan aplikasi SPSS, analisis bivariat dan multivariat.

Temuan menunjukkan bahwa kinerja perawat dipengaruhi oleh beban kerja (p=0,000), stres kerja (p=0,000), kompetensi (p=0,000), insentif (p=0,000), dan lama layanan (p=0,000). Beban kerja ditemukan memiliki dampak terbesar pada kinerja perawat ruang gawat darurat setelah analisis multivariat (p=0,001). Kami sampai pada kesimpulan bahwa kinerja perawat ruang gawat darurat dipengaruhi oleh

beban kerja, stres kerja, kompetensi, insentif, dan lama layanan

(22)

beban kerja, stres kerja, kompetensi, insentif, dan durasi layanan.

(23)

9 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Triase

2.1.1 Pengertian Triage

Tiase Tingkat urgensi dan kebutuhan dengan kontemplasi tenang adalah pilihan pasien. Tingkat keparahan krisis pasien, jumlah pasien yang datang, kapasitas staf ruang gawat darurat, peralatan, dan ruang pendukung semuanya akan berdampak pada penentuan kebutuhan perawatan pasien. Salah satu perawatan yang diberikan oleh staf medis di ruang gawat darurat. Menurut tingkat keparahan cedera, triase membagi pasien menjadi beberapa kelompok dan berkonsentrasi pada gangguan saluran napas (A), pernapasan (B), dan sirkulasi (C) sebagai teknik untuk meningkatkan kemungkinan pasien bertahan (Riduansyah et al., 2021).

Saat merawat pasien dalam krisis, UGD sangat bergantung pada triase. Triase adalah proses yang menentukan apakah pemeriksaan diperlukan berdasarkan tingkat keparahan situasi klinis saat ini.

Kemampuan suatu unit untuk membuat keputusan harian dalam menangani kasus yang sangat sederhana bergantung pada keakuratan pedoman triase yang diputuskan. Kemajuan pasien yang tiba di UGD ini diperhitungkan. Tiga jenis triase tersedia: klasifikasi triase lebih sedikit, klasifikasi triase lebih besar, dan triase berdasarkan kategorisasi. Keselamatan pasien akan dikompromikan dengan

(24)

pemilihan triase yang tidak tepat, yang juga akan mengakibatkan peningkatan angka kematian dan penggunaan sumber daya yang tidak efisien (Minggawati, 2018).

2.1.2 Tujuan Triage

Tujuan utama triase adalah untuk mengurangi kemungkinan cedera dan perawatan pasien yang buruk. Perawat medis yang telah terverifikasi memiliki sertifikasi pelatihan penanganan pasien gawat darurat (PPGD) dan Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) memenuhi syarat untuk triase. Panel, 2021).

Tergantung pada kondisi pasien, triase dilakukan dengan pendekatan yang berpusat pada pasien. Profesional medis harus melakukan tinjauan kondisi pasien dengan cepat namun akurat. Petugas juga harus mengungkapkan semua fakta yang relevan dengan kondisi pasien. (Panel, 2021)

2.1.3 Aturan Triase

Triase yang cepat dan cepat diperlukan karena dapat membatasi jumlah waktu terjadinya kerusakan organ sekaligus menyelesaikan masalah pasien dengan segera. Asesmen harus sesuai dan memenuhi persyaratan, informasi yang terkumpul menghasilkan penemuan masalah yang benar, proses pengambilan keputusan berdasarkan asesmen, dan kesimpulan serta aktivitas dinamis diberikan sesuai dengan keadaan pasien (Salim, 2019).

(25)

Pemenuhan pasien harus dicapai, dan kepatuhan pasien menunjukkan bahwa masalah tersebut telah diperbaiki. Tindakan yang ditawarkan sesuai dengan kondisi dan keluhan pasien. Triase membutuhkan waktu kurang dari dua menit untuk diselesaikan karena fokusnya adalah meninjau situasi dan membuat rencana untuk tindakan selanjutnya (Salim, 2019).

2.1.4 Prosedur Triage

menurut Kemenkes (2018). Metode triageterdri untuk:

2.1.4.1 Pasien datang diterima tenaga kesehatan di IGD atau ruang tindakan, Triase juga dapat dilakukan di luar UGD atau ruang tindakan jika jumlah pasien melebihi kapasitas ruangan.

2.1.4.2 Profesional kesehatan melakukan penilaian singkat dan cepat (sekilas) dari tanda-tanda vital pasien, kondisi umum, kebutuhan medis, kemungkinan bertahan hidup, potensi bantuan, dan prioritas perawatan definitif untuk mengklasifikasikan pasien dalam keadaan darurat.

2.1.4.3 Mengkategorikan kondisi pasien berdasarkan tingkat urgensi atau ancaman terhadap nyawanya, seperti merah, kuning, hijau, atau hitam.

2.1.4.4 Kondisi pasien dapat berubah sewaktu-waktu, sehingga status triase ini perlu terus dievaluasi. Retriage dilakukan jika kondisi pasien berubah.

(26)

2.1.5 Klasifikasi Triage

Australian Triage System (ATS) dan Canadian Triage Acuity System (CTAS) adalah dua sistem yang digunakan di rumah sakit untuk triase. Indeks Keparahan Darurat (ESI), TheSalt (Sort-Asses- Lifesaving/Intervention-Treatment/Transport), Manchester Triage Scale, dan START (Simple Triage and Rapid Treatment) adalah sistem triase yang digunakan di Amerika Serikat (Risnawati et al., 2021)

2.1.5.1 SistemTriase Australia (ATS)

Lima kategori triase, yang merupakan adaptasi dari gagasan Australian Triage System (ATS), kinidigunakan di unit gawat darurat di sejumlah Rumah Sakit yang disetujui secara Internasional di Indonesia. Sistem Triase Australia (ATS) memiliki kategori triase berikut:

Kategori 1

Membutuhkan tanggapan segera terhadap evaluasi dan pengobatan bersamaan. Pada kelompok ini, kondisi pasien berisiko terhadap nyawanya jika pengobatan tidak segera diberikan.

Kategori2

Dalam waktu 10 menit, penilaian reaksi dan manajemen selesai secara bersamaan. Jika perawatan tidak dimulai dalam 10 menit setelah kedatangan, pasien mungkin mengalami kondisi yang memburuk dengan cepat yang dapat langsung menyebabkan kegagalan organ. Kategori ini digambarkan memiliki risiko yang berpotensi fatal.

Kategori 3

(27)

Dalam waktu 30 menit, penilaian reaksi dan manajemen diselesaikan secara bersamaan. Pasien termasuk dalam kategori ini jika kondisinya berpotensi serius, berpotensi mengancam nyawa, atau cenderung memburuk jika penilaian tidak dilakukan dalam waktu 30 menit setelah kedatangannya.

4. Kategori 4

Dalam 60 menit, penilaian reaksi dan manajemen diselesaikan secara bersamaan. Jika evaluasi dan perawatan tidak diberikan kepada pasien dalam kategori ini dalam waktu 30 menit setelah kedatangan, kondisinya dapat memburuk.

5. Kategori 5

Dalam 120 menit, penilaian reaksi dan manajemen diselesaikan secara bersamaan. Pasien memiliki penyakit kronis atau ringan yang digambarkan sebagai kondisi tidak langsung, artinya gejalanya tidak dalam bahaya menjadi lebih buruk jika pengobatan ditunda.

2.1.5.2 Canadian Triage Acuity System (CTAS)

Konsep ATS, di mana prioritas pasien disertai dengan waktu yang dimaksudkan untuk meneri maperawatan dini, merupakan model konsep triase CTAS pada awalnya. Petugas Triase dapat menentukan tingkat keparahan pasien dan menetapkan tingkat triase dengan bantuan CTAS,

(28)

yang mencakup ringkasan keluhan pasien dan indicator klinis. Keluhan utama dan temuan pemeriksaan tanda vital yang meliputi pernapasan, nadi, tekanan darah, derajat kesadaran, dan nyeri digunakan untuk mengambil keputusan dalam triase ini. Evaluasi ini memakan waktu antara dua hingga lima menit, tetapi jika pasien termasuk dalam kategori satu atau dua, ia harus dibawa langsung kerumah sakit. Berikut ini adalah kategori dalam triase CTAS:

kategori 1 Pasien dalam (resusitasi) harus mendapat perhatian medis segera dari dokter dalam 98% kasus.

kategori 2 95% pasien dalam (darurat) harus menemui dokter dalam waktu kurang dari 15 menit

kategori 3 90% pasien dalam (darurat) harus mengunjungi dokter dalam waktu 30 menit.it.

Kategorisasi 4 (Normal) Seorang dokter harus menemui pasien kategori 4 (85%) dalam waktu 60 menit.

Kategorisasi 5: Tidak Serius 80% pasien dalam kategori ini (n=13) harus mendapat perhatian medis dalam waktu 120 menit.

2.1.5.3 Triage Emergency Severity Index (ESI)

Indeks Keparahan Darurat (ESI) adalah salah satu triase ER yang menggunakan lima level. Keunggulan triase ini adalah mempertimbangkan ketersediaan dan perkiraan kebutuhan tenaga kesehatan dalam merawat pasien. Triase ESI memiliki kemiripan

(29)

dengan triase lainnya yaitu menggunakan 5 level dalam kategorisasinya

1. Intervensi Segera (Level 1) Level ini merupakan kategori tertinggi dalam kategori triase ESI, kondisi pasien pada level ini membutuhkan penanganan sesegera mungkin. Kondisi pasien pada level ini adalah: henti jantung dan paru, SPO2 di bawah 90%, gagal napas, luka berat disertai tidak sadarkan diri.

2. Situasi Risiko Tinggi dan Vital Sign Pada level ini kondisi pasien berisiko tinggi dengan TTV yang tidak stabil, sehingga petugas triase tidak membiarkan pasien menunggu terlalu lama. Batas waktu maksimal adalah 10 menit sebelum menerima perawatan.

3. Kebutuhan sumber daya (Level 3,4 dan 5) Triase ESI memiliki keunggulan mempertimbangkan kebutuhan staf di level 3, 4 dan 5.

Yang harus dilakukan perawat terlebih dahulu adalah melihat kondisi kegawatdaruratan pasien, menghitung jumlah tenaga medis personel untuk pemeriksaan penunjang yang diperlukan (Jainurakhma et al., 2021).

2.1.5.4 Manchester Triage System (MTS)

MTS pada tahun 1995 dikembangkan di Inggris oleh Manchester Triage Group yang beranggotakan dokter dan perawat di daerah

(30)

tersebut. MTS adalah triase yang menggunakan 5 level. Berikut ini adalah level level MTS:

Segera (Level 1) Pada level ini membutuhkan respon secepat mungkin setelah tiba di IGD dengan label merah. Kondisi pada pasien level 1 seperti : Henti nafas dan jantung, sumbatan jalan nafas total, shock dan tidak sadarkan diri.

Sangat Mendesak (Level 2) Pada level ini kondisi pasien sudah cukup serius sehingga pasien segera ditangani agar kondisinya tidak semakin parah. Penilaian dan perawatan dilakukan dalam 10 menit dengan label oranye. Kondisi pasien pada level ini adalah penurunan saturasi oksigen, gangguan pernafasan, penurunan kesadaran, cedera akut dan kelelahan.

Mendesak (Level 3) Pada level 3, diperlukan waktu penilaian dan perawatan selama 60 menit dengan label kuning. Pada tingkat ini berpotensi mengancam jiwa tetapi masih dapat dikelola. Kondisi pasien pada kondisi ini adalah perdarahan sedang, nyeri sedang, SPO2 90-95% dan trauma ringan.

Standart (Level 4) Kondisi pasien pada level ini adalah memiliki risiko yang lebih kecil dan tanda-tanda vital berada dalam batas normal. Penilaian dan perawatan dilakukan dalam waktu 120 menit.

Kondisi pasien pada level ini yaitu, trauma dada, cedera ringan, dan nyeri ringansedang.

(31)

Non Urgent (Level 5) Pada level 5 ini kondisi yang dimiliki pasien adalah tidak memiliki yang besar dan tidak mengancam nyawa pasien. Waktu yang dibutuhkan untuk penghakiman dan penanganan pada level ini adalah 240 menit dengan label berwarna putih.

2.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Triage

Ainiyah (2015) menegaskan bahwa sejumlah elemen, termasuk faktor internal dan eksternal, berdampak pada pelaksanaan triase. Usia dan jenis kelamin adalah penentu internal, dan lingkungan kerja, beban kerja, sumber daya perawat, dan pengetahuan adalah faktor eksternal.

2.1.6.1 Faktor Internal a. Jenis Kelamin

Stamina fisik menjadi faktor dalam menghadapi dan memprioritaskan keadaan darurat, menurut Ly (2017).

Kelompok gender mencakup laki-laki dan perempuan, dengan laki-laki seringkali memiliki ketahanan fisik yang lebih besar daripada perempuan.

b. Usia

Umur adalah lamanya waktu, dinyatakan dalam tahun. Usia kronologis seseorang, atau usia yang dihitung dari waktu kelahirannya hingga saat itu, adalah salah satu dari berbagai jenis usia atau perhitungan usia (Santika, 2015). Pemahaman dan perspektif seseorang berubah seiring bertambahnya usia.

Pemahaman dan perspektif Anda akan matang Bakat

(32)

intelektual seseorang memuncak pada masa dewasa awal, oleh karena itu tenaga kesehatan yang terlatih dapat melakukan triase karena kemampuan berpikir kritis dalam triase dapat berkembang terus sepanjang masa dewasa (Gurning, 2014).

2.1.6.2 Faktor Eksternal a. Beban Kerja

Mahrur (2016) mendefinisikan beban kerja sebagai frekuensi khas dari setiap tindakan kerja selama jangka waktu tertentu. Karena beban kerja yang berlebihan atau kemampuan fisik yang tidak mencukupi, seorang perawat dapat mengembangkan suatu kondisi atau penyakit yang berhubungan dengan tempat kerjanya. Beban kerja dan produktivitas petugas kesehatan sangat berkorelasi, dengan aktivitas pendukung mengambil 53% dari waktu produktif mereka yang sebenarnya.

b. Rasio jumlah perawat

Salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan triase di ruang gawat darurat adalah rasio perawat terhadap pasien.

Perencanaan untuk orang, kadang-kadang dikenal sebagai staf, adalah salah satu elemen yang paling penting dari organisasi keperawatan. Efektivitas organisasi juga dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusianya saat ini.

(33)

c. Pengetahuan

Fitur positif dan negatif dari suatu objek sama-sama hadir dalam pemahaman seseorang terhadapnya (Nau, 2018).

Ningsih (2010) menegaskan bahwa pengetahuan seseorang dapat diukur dan dipahami dengan menggunakan skala sebagai berikut:

1) Baik : Dengan hasil 51%-100%

2) Kurang : Dengan hasil<50%.

d. Keparahan keluhan

Menurut Nehme et al. dalam Ly (2017), tingkat keparahan keluhan mengacu pada tingkat keadaan darurat berdasarkan keluhan utama pasien dan biasanya menentukan prioritas tindakan di ruang triase.

e. Jarak layanan ke sasaran

Menurut Nehme et al. dalam Ly (2017), ini adalah jarak yang harus ditempuh petugas layanan darurat untuk menjangkau pasien yang membutuhkan perawatan darurat.

2.2 Konsep Kinerja

2.2.1 Pengertian Kinerja

Kinerja adalah penjumlahan dari upaya (aktivitas atau upaya) ditambah pencapaian (hasil kerja atau pencapaian hasil upaya). Kata "kinerja"

berasal dari kata kerja "to perform", yang memiliki definisi sebagai berikut: (1) to perform, to carry out, to execution; (2) untuk melepaskan atau memenuhi kewajiban niat atau niat; (3) melaksanakan atau

(34)

menyempurnakan tanggung jawab; (4) untuk melakukan sesuatu yang diharapkan dari seseorang atau mesin.Kinerja merupakan fungsi dari hubungan antara ability motivasi dan opportunity menurut Robbins S.

(2007). Ditemukan selama perkembangannya bahwa faktor-faktor lain, seperti (1) harapan mengenai imbalan, (2) persepsi tugas, (3) dorongan atau kepemimpinan eksternal, (4) kebutuhan A Maslow, dan (5) faktor kerja (desain, umpan balik, pengawasan, dan kontrol), dapat ditambahkan untuk melaksanakan fungsi dan aktivitas karyawan yang terkait dengan kepuasan dan tingkat imbalan.

Oleh karena itu, kinerja mengacu pada pencapaian pelaksanaan program operasi organisasi (usaha) dan kegiatan perencanaan strategis oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, baik secara kuantitas maupun kualitas, sesuai dengan wewenang dan tugas tanggung jawab, dan dengan cara yang legal dan tidak melanggar hukum, moralitas, atau etika. Tindakan melakukan adalah pengembangan visi.strategi, tujuan, dan misi organisasi. "Catatan hasil yang dihasilkan pada fungsi atau aktivitas pekerjaan tertentu selama periode waktu tertentu didefinisikan sebagai kinerja," Kinerja adalah produk akhir dari tenaga kerja yang dikeluarkan untuk menyelesaikan tugas, tanggung jawab, atau aktivitas tertentu dalam kerangka waktu tertentu.

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang di dalam suatu organisasi sesuai dengan hak dan

(35)

kewajibannya masing-masing guna mencapai tujuan organisasi yang lebih besar.etis, moral, dan legal. Kinerja adalah seberapa baik dan seberapa banyak anggota staf tampaknya berproduksi untuk suatu organisasi. Kepuasan kerja adalah keseluruhan perspektif seseorang tentang pekerjaannya.Tahun 2007 (Nursalam).

Kinerja adalah penjumlahan dari aktivitas (usaha) dan output (tenaga kerja). Kinerja adalah suatu organisasi yang memiliki hubungan yang baik dengan membuat produk atau penyediaan layanan. Informasi tentang kinerja organisasi sangat penting untuk menentukan apakah proses kinerja organisasi saat ini sejalan dengan tujuan yang telah ditetapkan atau tidak. Namun dalam prakteknya banyak organisasi yang kurang atau bahkan tidak jarang tidak memiliki informasi mengenai kinerja organisasinya.

Konsep kinerja organisasi menentukan berhasil atau tidaknya suatu tujuan organisasi yang sudah ditetapkan. Kecuali jika situasi menjadi sangat buruk atau ada yang tidak beres, bos atau penyelia sering kali kurang memperhatikan. Setiap orang menunjukkan kinerja dalam bentuk produk kerja yang diciptakan oleh karyawan sesuai dengan tanggung jawabnya di dalam perusahaan.

2.2.2 Faktor yang berpengaruh terhadap kinerja,

2.2.2.1 Karakteristik individu: kemampuan, keterampilan, riwayat keluarga, riwayat pekerjaan, status sosial, dan demografi seseorang.

(36)

2.2.2.2 faktor psikologis : motivasi, sikap, kepribadian, peran, dan persepsi terhadap pekerjaan seseorang.

2.2.2.3 Aspek organisasi meliputi desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan, dan struktur organisasi.

2.2.3 Dimensi Kinerja

Dimensi kinerja memperluas kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja karyawan.

2.2.3.1 Volume pekerjaan; volume pekerjaan yang diselesaikan dalam jumlah waktu yang telah ditentukan.

2.2.3.2 Kualitas produk kerja; kualitas produk kerja berdasarkan kesesuaian dan kesiapan.

2.2.3.3 pengetahuan kerja; keahlian mendalam dalam pekerjaan dan keterampilan terkait.

2.2.3.4 Kreativitas; Orisinalitas saran yang dibuat dan solusi untuk masalah yang dihadapi.

2.2.3.5loyalitas untuk bekerja dengan orang lain; kerja sama.

2.2.3.6 Keteguhan; pemahaman dan kepercayaan diri dalam kehadiran dan penyelesaian tugas.

2.2.3.7 Inisiatif; keinginan untuk mengambil tugas tambahan dan melakukan tugas baru.

2.2.3.8 Karakteristik pribadi.Mengenai kepribadian, kepemimpinan, keramahan, dan integritas pribadi.

(37)

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Pemimpin organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya. Meskipun para karyawan tersebut bekerja di tempat yang sama, namun mereka tetap memiliki kinerja yang berbeda. Begitu juga dengan karyawan yang sama akan memiliki kinerja yang berbeda jika berada di tempat yang berbeda. Menurut Mangkunegara (2017) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah:

a. Faktor Kemampuan Psikologis Ability (kemampuan) dan Ability Reality (pengetahuan dan keterampilan) artinya pegawai dengan IQ di atas rata-rata (110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam melakukan pekerjaan sehari-hari, akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.

b. Faktor Motivasi Motivasi berupa sikap seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi adalah suatu kondisi yang menggerakkan karyawan yang diarahkan

(38)

untuk mencapai tujuan kerja. Secara umum kinerja personel dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:

1. Tujuan 2. Standar 3. Umpan balik 4. Peluang 5. Sumber daya 6. Kelayakan 7. Motivasi

Namun menurut Sutrisno (2016), faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi adalah:

1. Efisiensi dan efektivitas

Dalam kaitannya dengan kinerja organisasi, baik buruknya kinerja diukur dengan efisiensi dan efektivitas. Dikatakan efektif jika tercapai suatu tujuan, dikatakan efektif jika menjadi

pendorong yang memuaskan untuk mencapai tujuan, baik efektif maupun tidak.

2. Wewenang dan tanggung jawab

(39)

Dalam organisasi yang baik, wewenang dan tanggung jawab didelegasikan dengan baik, tanpa tumpang tindih tugas. Setiap karyawan organisasi mengetahui apa hak dan tanggung jawabnya untuk mencapai tujuan organisasi. Kejelasan semua wewenang dan tanggung jawab dalam organisasi mendukung kinerja karyawan.

3. Disiplin

Secara umum disiplin menunjukkan bahwa karyawan menghormati aturan dan peraturan perusahaan.

Disiplin meliputi kepatuhan dan penghormatan terhadap kesepakatan antara perusahaan dan pekerja.

4. Inisiatif

Inisiatif seseorang mengacu pada kecerdasan, kreativitas berupa gagasan untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Setiap inisiatif harus mendapat perhatian atau umpan balik positif dari atasan jika dia benar-benar bos yang baik.

(40)

2.2.5 Penilaian Kinerja

Evaluasi kinerja pekerja adalah pengamatan tentang bagaimana mereka melakukan pekerjaan mereka. Temuan pengamatan ini mengarah pada pengukuran yang dinyatakan sebagai pilihan tentang apakah seseorang akan berhasil atau gagal di tempat kerja.

Penilaian kinerja perawat bertujuan untuk menilai kinerja perawat sesuai dengan pedoman praktik profesional.

Penilaian kinerja karyawan melibatkan menonton mereka melakukan tugasnya. Temuan pengamatan ini menghasilkan metrik yang dapat dinyatakan sebagai penilaian tentang kemungkinan keberhasilan atau kegagalan seseorang di tempat kerja. Penilaian kinerja perawat bertujuan untuk mengevaluasi kinerja perawat sesuai dengan best practice. dalam mengendalikan perilaku karyawan untuk memberikan layanan keperawatan berkualitas tinggi dalam jumlah besar. Proses operasional kinerja dapat digunakan oleh manajer perawat untuk menetapkan pedoman kerja untuk memilih, melatih, membantu perencanaan karir, dan memberi penghargaan kepada perawat yang kompeten. Ali (2010).

Berdasarkan Surat Keputusan No. 025/PP.PPNI/SK/K/XII/2009, Pengurus Pusat PPNI telah menetapkan standar praktik profesi yang sesuai dengan tahapan proses keperawatan, meliputi pengkajian keperawatan, diagnosis keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi, dan evaluasi keperawatan.

(41)

2.3 Konsep Pengetahuan

2.3.1 Pengertian Pengetahuan

Menurut Sulaeman, pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil pemahaman seseorang terhadap benda-benda melalui panca inderanya. Akibatnya, ketika seseorang mendeteksi hal tertentu, pengetahuan mengikuti. Tanpa informasi, seseorang tidak memiliki landasan untuk pengambilan keputusan dan mengambil tindakan untuk mengatasi tantangan (Sulaeman, 2016).

Unsur sekolah formal berdampak pada pengetahuan itu sendiri.

Pendidikan dan pengetahuan saling terkait erat, dan diharapkan seseorang akan memiliki basis pengetahuan yang lebih besar dengan pendidikan yang lebih tinggi. Namun perlu digarisbawahi bahwa seseorang yang berpendidikan rendah belum tentu memiliki pengetahuan yang terbatas. Mengingat bahwa pembangunan dapat dicapai melalui pendidikan nonformal maupun pendidikan formal, hal ini menjadi pertimbangan. Fitur positif dan negatif dari suatu objek sama-sama hadir dalam pemahaman seseorang terhadapnya (Nau, 2018).

2.3.2 Skala Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2016), pengukuran informasi dapat dilakukan melalui wawancara atau kuesioner yang menggambarkan isi materi yang akan diukur:

(42)

2.3.2.1Bagus: Hasil berkisar dari 76% hingga 100%.

2.3.2.2 Cukup: Hasil berkisar dari 56% hingga 75%.

2.3.2.3 Dikurangi: 56% adalah hasil dalam persentase.

2.3.3 basis pengetahuan di bidang dogmatis

Ini dapat dikategorikan secara luas ke dalam enam tingkat pengetahuan (Notoadmojo, Nau, 2018):

2.3.3.1 Memiliki pengetahuan

Mengetahui semata-mata didefinisikan sebagai menyusun ingatan lama setelah melihat sesuatu.

3.3.3.2 Pengetahuan (aplikasi)

Memahami sesuatu menuntut orang tersebut untuk dapat memahami secara tepat objek yang diketahuinya, tidak hanya mengetahuinya dan dapat mendiskusikannya.

2.3.3.3 Aplikasi (application)

Seseorang telah memahami subjek yang dihadapi jika mereka dapat menggunakan atau menerapkan konsep-konsep yang dikenal untuk berbagai keadaan.

2.3.3.4 Analisis (analysis)

Analisis adalah kapasitas untuk mendefinisikan dan/atau membedakan antara, kemudian mencari hubungan di antara komponen-komponen yang diketahui dari suatu masalah atau objek.

(43)

2.3.3.5 Sintesis (synthesis)

Kemampuan untuk mensintesis adalah kemampuan untuk memadatkan atau mengatur dalam urutan yang logis unsur-unsur pengetahuan seseorang. Dengan kata lain, kemampuan untuk membuat formulasi baru dari formulasi yang sudah ada sebelumnya dikenal sebagai sintesis.

2.3.3.6 Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kapasitas seseorang untuk mempertahankan atau menilai objek tertentu. Evaluasi ini didasarkan pada standar subyektif atau norma sosial yang diterima.

2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Sudar Minta (2002) Rachmawat (2019) faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah pemahaman, realitas, minat, rasa ingin tahu, pikiran dan akal, akal sehat dan minat manusia. Sementara itu Rachmawati (2019) menjelaskan menurut Notoatmodjo (2002) faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah tingkat pendidikan, kebaruan, budaya dan pengalaman.

Faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu (Notoatmodjo, 2014):

1) Faktor internal: a) Pendidikan merupakan proses membimbing individu menuju perkembangan individu lain untuk mencapai keinginan tertentu;

b) Pekerjaan adalah bidang di mana orang secara langsung atau tidak

(44)

langsung memperoleh pengalaman dan pengetahuan; c) usia adalah tingkat kedewasaan dan kekuatan individu dalam berpikir dan bekerja;

2) Faktor eksternal: a) lingkungan, adalah keadaan sekitar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perilaku individu tersebut; b) Sosiokultural, merupakan norma sosial yang mempengaruhi sikap pada saat informasi diperoleh

2.3.5 Pengukuran Pengetahuan

Notoatmodjo (2012) Nurmalas (2018) menjelaskan bahwa evaluasi data dilakukan melalui tanya jawab atau angket, dimana isi materi yang akan diukur diselidiki oleh peneliti dan responden. Indikator ini menunjukkan tingkat informasi kesehatan yang diklasifikasikan sebagai berikut: 1) informasi tentang penyakit; 2) pengetahuan tentang menjaga kesehatan dan pola hidup sehat; 3) Pengetahuan tentang sanitasi lingkungan (Zulmiyetri, Zulmiyetri dan Nurhastuti, Nurhastuti dan Safarruddin, 2019).

Pertanyaan pengukuran pengetahuan dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu: 1) Pertanyaan subyektif tentang kenyamanan; 2) Soal objektif adalah soal pilihan ganda, benar dan salah, soal berpasangan dan jawaban.

Penilaian tingkat pengetahuan dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu

(45)

baik (≥76%-100%), cukup (60%-75%) dan kurang (≤60%) (Arikunto, 2010).

2.4 Konsep Keterampilan

2.4.1 Pengertian Keterampilan

Istilah "keterampilan" berasal dari "terampil", yang menunjukkan

"mampu, cakap, dan gesit". Menurut Robbins (2010), ada empat kategori keterampilan yang berbeda:

2.4.1.1 Basic Literacy Skill: kemampuan dasar seperti membaca, menulis, matematika, dan mendengarkan yang harus dimiliki setiap orang.

2.4.1.2 Kompetensi teknis yang diperoleh melalui pelatihan dalam disiplin ilmu teknik, seperti menggunakan komputer dan perangkat digital lainnya, disebut sebagai keterampilan teknis.

2.4.1.3 Kemampuan setiap orang untuk berkomunikasi satu sama lain, termasuk kemampuan untuk mendengarkan, menawarkan perspektif, dan beroperasi sebagai sebuah tim.

2.4.1.4 Kecakapan pemecahan masalah: kapasitas untuk menyelesaikan masalah menggunakan alasan atau intuisi

2.4.2 Mengukur keterampilan Untuk mengukur beberapa keterampilan perwat yang harus dimiliki anrata lain.

2.4.2.1. Mampu Memberikan Asuhan Keperawatan

Untuk mengatasi kebutuhan pasien, asuhan keperawatan memerlukan serangkaian interaksi antara perawat, pasien, dan lingkungannya.

(46)

Asuhan keperawatan mencakup berbagai pelayanan, seperti:

a. Siapkan tempat tidur, b. pindahkan pasien ke kursi, c. ubah posisi berbaring pasien.

d. Ukur suhu pasien e. memandikan pasien f. menerapkan tekanan

g. Berikan obat sesuai anjuran jadwal dokter.

h. Catat asupan cairan dan output urin pasien.

i. Ambil darah untuk pengujian.

2.4.2.2 mampu bekerja sebagai konselor dan konselor pasien Keterampilan komunikasi pasien yang baik adalah salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki perawat selain melakukan operasi medis.

Kemampuan untuk menasihati pasien tentang masalah kesehatan, pencegahan penyakit, dan inisiatif promosi kesehatan lainnya adalah suatu keharusan bagi perawat.

2.4.2.3.Melaksanakan Tugas yang Dilimpahkan Kepadanya

Karena volume pasien yang tinggi atau ketika mereka harus menangani keadaan darurat, dokter sering kesulitan untuk melakukan tugasnya di lapangan.

Dalam hal ini perawat akan diberikan tugas oleh dokter. Perawat harus dapat melaksanakannya dengan benar dan akurat.

(47)

2.4.2.4. Mampu Melayani dalam Keadaan Terbatas.

Saat bekerja di ruang kecil, setiap perawat perlu dipersiapkan.

Misalnya, hanya ada sedikit obat dan fasilitas, tidak ada profesional kesehatan lainnya, dan tidak ada akses ke pusat rujukan yang jauh.

Sesuai dengan fasilitas yang tersedia, perawat harus tetap dapat memberikan pengobatan untuk penyakit umum dalam keadaan tersebut.

2.4.2.5. Memberikan Pertolongan Pertama Dalam Kondisi Gawat Darurat Dalam krisis, pengetahuan keperawatan juga penting. Perawat dapat memberikan pertolongan pertama dalam situasi ini untuk menyelamatkan nyawa pasien dan menghentikan kecacatan lebih lanjut.

2.4.3. Faktor keterampilan

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keterampilan secara langsung menurut widyanto (2015), yaitu:

2.4.3.1 Motivasi

adalah sesuatu yang membuat seseorang ingin melakukan perilaku tertentu. Seseorang termotivasi untuk bertindak sesuai dengan petunjuk yang telah diajarkan karena hal tersebut.

2.4.3.2Pengalaman

adalah suatu hal yang akan membuat kapasitas seseorang untuk melakukan suatu kegiatan (keterampilan) menjadi lebih kuat.

Seseorang memiliki kemampuan untuk mengambil tindakan yang

(48)

lebih baik di masa depan sebagai hasil dari pengalaman dan tindakan yang dilakukan di masa lalu

2.4.3.3 Keahlian

Seseorang yang memiliki keahlian akan mahir dalam melakukan tugas-tugas tertentu. Seseorang yang memiliki keahlian akan mampu melakukan suatu tindakan sesuai dengan apa yang telah diajarkan.

2.5 Konsep Kompetensi

2.5.1 Pengertian Kompetensi

Kompetensi dapat didefinisikan sebagai hal yang melekat sebagai karakteristik setiap individu yang berhubungan dengan penguasaan ilmu pengetahuan efektif atau berpenampilan superior ditempat kerja (Nursalam 2008).

Kemampuan individu untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan benar dan memiliki keunggulan yang dirasakan pada hal-hal yang menyangkut pengetahuan, keahlian dan sikap (Edison, dkk 2017).

Bahkan kompetensi ini diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1; Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan (Ika Purwanto 2021)

Ada beberapa pengertian lainnya yang diungkapkan oleh para pakar mengenai pengertian kompetensi khususnya kompetensi keperawatan.

Dalam bukunya (Wibowo 2016) menerangkan kompetensi adalah suatu

(49)

kemampuan untuk melaksanakan dan melakukan suatu pekerjaan yang dilandasi dari keterampilan dan keahlian yang dipadukan dengan penguasaan teori serta dibaluti etos kerja yang tinggi sehingga melahirkan etos kerja yang profesional sehingga menurut hemat penulis kompetensi adalah kemampuan kognitif yang dilandasi ilmu pengetahuan untuk menunjukkan ketangguhan dan profesionalisme atas sebuah tanggung jawab profesi keperawatan.(Yuli susilowati 2020)

Dalam halini Spencer menunjukkankompetensiadalahsebuahpola yang terbentukdenganwaktu yang tidaksebentar dan melahirkanketerampilandalammengerjakansebuahtanggungjawabpekerj aan (Yuli susilowati 2020).Dalam memahami kualifikasi keperawatan, PPNI Indonesia tahun 2013 menjelaskan bahwa kompetensi keperawatan mencerminkan keterampilan yang diharapkan dari orang yang bekerja di bidang pelayanan keperawatan. Kompetensi keperawatan terdiri dari kompetensi teknis dan kompetensi perilaku yang sesuai dengan pekerjaannya dan dapat memanfaatkan secara optimal kedua komponen inti kompetensi tersebut.

(50)

2.5.2 Karakteristik Kompetensi

Sedangkan menurut (Wibowo 2014) memberikan lima kategori kompetensi yang terdiri dari :

1. Task Achievement merupakan kompetensi yang berkaitan dengan task achievement yang berorientasi pada pengolahan kerja inisiatif, inovasi dan keahlian teknis

2. Relationship merupakan kompetensi yang berhubungan dengan komunikasi Kerjasama orientasi pelayanan dan kepedulian agar terciptanya integrasi pelayanan kesehatan, baik dari para tenaga medis maupun pasien itu sendiri

3. Atribut pribadi adalah kompetensi intrinsik individu dan berhubungan dengan bagaimana orang berpikir, merasakan, belajar dan berkembang, integritas dan kejujuran, pengembangan diri, ketegasan, kualitas keputusan, pemikiran analitis dan konseptual.

4. Managerial merupakan kompetensi secara specifik berkaitan dengan pegelolaan pengawasan dan pengembangan diri.

5. Leadership merupakan kompetensi yang berkaitan dengan kepemimpinan dan mentalitas dipimpin dan memimpin berpegang pada visi misi organisasi kompetensi ini membutuhkan orang orang yang visioner, berpikir strategis serta membangun komitmen organisasi.

(51)

2.5.3 Tipe Kompetensi

Kompetensi yang berbeda mengacu pada perilaku dan kemampuan seseorang untuk mempraktikkan keterampilan tertentu. Ada

beberapa kompetensi (Wibowo 2014) yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Perencanaan kompetensi yang berkaitan dengan aktivitas tertentu, seperti menetapkan tujuan, menilai risiko, dan mengembangkan urutan aktivitas untuk mencapai tujuan.

2. Kompetensi pengaruh, yang mengacu pada kegiatan seperti mempengaruhi orang lain, memaksa tindakan tertentu atau membuat keputusan yang menginspirasi dan bertindak sesuai dengan tujuan organisasi

3. Communication competency, dalam menghubungkan dan memberikan perintah menerima perintah serta memberikan penjelasan yang berhubungan dengan kemampuan berbicara mendengarkan orang lain, komunikasi tertulis maupun komunikasi verbal.

(52)

4. Interpersonal competency, meliputi rasa empati, rasa memiliki, rasa tanggung jawab, membangun konsensus jaringan, persuasi, negosiasi dan diplomasi serta menjadi tim player.

5. Kemampuan berpikir: kemampuan berpikir, berpikir sistematis, komitmen pada aktivitas analitis dan membutuhkan keterampilan kognitif serta pembangkitan ide dan gagasan dalam memecahkan masalah.

6. Kemampuan berorganisasi, meliputi kemampuan merencanakan pekerjaan, mengatur sumber daya, mengambil risiko dan mempertimbangkan kebutuhan tim.

7. Human resources management competency, kemampuan dalam

suatu kelompok atau tim dalam hal

partisipasi,mengembangkan kemampuan diri, memberikan masukan dalam kinerja tim serta kemampuan untuk menerima perbedaan dan keragaman.

8. Leadership competency, suatu kompetensi berupa kemampuan menempatkan diri, mampu mengembangkan organisasi serta dapat menentukan arah dan tujuan serta perencanaan organisasi, mampu mengatasi perubahan suatu kondisi, memberikan jaminan Kesehatan dan keselamatan dalam lingkungan kerja.

9. Client service competency, suatu kompetensi yang meliputi kemampuan dalam mengelompokkan serta menganalisa

(53)

pelanggan, berorientasi pada customer, memenuhi kebutuhan pelanggan dan menjalin hubungan baik dengan pelanggan serta selalu menjaga kualitas layanan

10. Business competency, merupakan kompetensi yang terdiri dari kemampuan bisnis kemampuan manajemen bekerja dalam sistem membuat keputusan serta menumbuhkan pendapat tim.

11. Self management competency, kemampuan berkaitan dengan motivasi diri, bertindak dengan percaya diri, mengelola pembelajaran mendemonstrasikan fleksibilitas dan inisiatif 12. Technical/operation competency,adalah kemampuan

kompetensi dalam menjalankan tugas dan dapat mengembangkan diri sesuai dengan kemajuan teknologi, bekerja secara profesional.

2.6 Konsep Motivasi

2.6.1 Pengertian Motivasi

Menurut Hafidzi dkk. (2019), motivasi adalah pemberian daya penggerak yang memicu semangat kerja seseorang, memungkinkan mereka berkolaborasi, bekerja secara produktif, dan berintegritas sambil melakukan segala upaya untuk mendapatkan kepuasan. Faktor utama yang memotivasi seseorang untuk bekerja adalah motivasi. Menurut Sedarmayanti (2017), motivasi adalah kekuatan internal dan eksternal yang mendorong seseorang untuk bertindak atau tidak, dan itu bisa

(54)

positif atau negatif. Motivasi kerja merupakan faktor yang menumbuhkan dorongan, semangat, dan semangat kerja.

Kunci untuk mencapai tujuan adalah motivasi, yang jarang bermanfaat.

aspirasi pencapaian impian dari setiap perusahaan komersial. Fungsi manusia yang bersangkutan mungkin cukup penting dalam mencapai tujuan ini. Karena motivasi itulah yang sebenarnya menentukan perilaku manusia terhadap lukisan, atau dengan kata lain, itu adalah cerminan dari motivasi yang paling sederhana, itu harus dicapai oleh motivasi orang-orang yang bekerja di perusahaan untuk menggerakkan orang agar sesuai dengan apa yang diinginkan organisasi. Seperangkat sikap dan nilai yang dikenal sebagai motivasi mendorong orang untuk melakukan tindakan tertentu sesuai dengan tujuan pribadinya. Rivai (2015).

Menurut penjelasan para ahli, motivasi dapat diartikan sebagai pemberian informasi atau nasihat yang merangsang seseorang untuk berperilaku sesuai dengan tujuannya dengan mengenali hal-hal yang memiliki nilai.

Teori motivasi kerja Herzberg, yang menggabungkan variabel motivasi dengan fitur prestasi, adalah teori yang digunakan dalam penelitian ini.kewajiban, unsur kerja aktual, unsur imbalan, dan unsur kemajuan.

Mengenai fitur praktik bisnis, kaliber hubungan interpersonal, keamanan kerja, kepemimpinan, kompensasi, dan lingkungan kerja, kebersihan memiliki peran. Karena penelitian yang menjadi dasar

(55)

pengertian ini menggunakan subjek profesional dalam organisasi daripada mahasiswa sebagaimana lazimnya dalam penelitian.

2.6.2.Faktor Mempengaruhi Motivasi

Namun menurut Hamzah (2017), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi adalah:

1. Itu adalah kemauan dan keinginan untuk berhasil 2. Ada dorongan dan harapan untuk masa depan 3. Ada keinginan dan harapan untuk masa depan 4. Belajar itu berharga

Sementara itu, menurut Hasibuan (2014), ada beberapa faktor pendorong:

1. tanggung jawab, 2. Pekerjaan itu sendiri, 3. Penghargaan,

4. Baik perkembangan maupun kemajuan. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan proses psikologis intra manusia yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor ini bisa muncul secara langsung maupun dari luar.

2.6.3 Aspek yang berhubungan dengan motivasi

Menurut Anora (2014), aspek yang terkait dengan ketenagakerjaan adalah:

2.6.3.1 Pegawai menjalankan disiplin

Sikap, perilaku atau tindakan karyawan melakukan aktivitas kerja menurut model, keputusan, peraturan dan standar tertentu yang ditetapkan dan disepakati secara tertulis dan lisan antara karyawan

(56)

dan perusahaan. Selain itu, karyawan harus siap menerima sanksi jika melanggar aturan, tugas atau wewenang yang diberikan.

2.6.3.2 perpaduan tinggi antara imajinasi dan kekuatan Membuat seni adalah hasil dari menggabungkan ide atau gambar dengan cara yang lebih disengaja atau atas inisiatif sendiri, tanpa meniru orang lain, dan dengan cara yang mempromosikan karya berkualitas lebih tinggi.

2.6.3.3 Percaya Diri Karyawan harus percaya diri dengan bakatnya, mandiri, mampu berpikir jernih saat menghadapi kenyataan, dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya agar dapat menyelesaikan kesulitan dengan tenang.

2.6.3.4 resistensi tekanan Karyawan merespons secara berbeda terhadap situasi emosional yang penuh tekanan yang mereka lihat sebagai bahaya atau sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara kebutuhan dan keinginan mereka.

2.6.3.5 Tanggung jawab terhadap pekerjaan seseorang adalah kesadaran akan tanggung jawab seseorang dalam melaksanakan tugas atau melakukan pekerjaan, yang diikuti dengan pekerjaan dan keinginan yang besar untuk melakukan dan mengubah apa yang seharusnya dan harus dilakukan.

Tema motivasi adalah karyawan menurut uraian di atas, kreativitas tinggi dan kekuatan umum, kepercayaan diri, toleransi stres, komitmen kerja, sifat kompetitif, kreativitas dalam penggunaan lukisan, kualitas kerja meningkat dari hari ke hari. , kewajiban waktu kerja dapat dipenuhi

(57)

dengan sebaik mungkin, alih kerja dapat meningkatkan efisiensi kerja, loyalitas dan kejujuran serta menciptakan hubungan kerja.

2.6.4 Pengukuran Motivasi

Menghitung Motivasi Kerja Teori ekspektasi dapat digunakan untuk mengukur motivasi karyawan di tempat kerja. Menurut teori harapan, akan sangat membantu untuk menilai sikap orang untuk mengidentifikasi masalah yang memotivasi. Dengan melalui daftar pertanyaan, pengukuran dilakukan. Jenis pengukuran ini dapat membantu manajemen tenaga kerja dalam memahami mengapa karyawan termotivasi untuk bekerja atau tidak, kekuatan motivasi apa yang ada di berbagai bidang bisnis atau instansi, dan seberapa jauh berbagai metode perubahan dapat efektif dalam memotivasi kinerja karyawan (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003).

Definisi berikut digunakan untuk mengukur motivasi kerja perawat berdasarkan variabel tanggung jawab, keadaan kerja, supervisi, dan insentif:

2.6.4.1 Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk memenuhi tugas dan tanggung

jawabnya sebagaimana yang harus dilakukannya terhadap dirinya sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan‖, berarti tanggung jawab menurut kamus. Seseorang yang dapat melakukan kontrol internal dan eksternal, percaya bahwa dia dapat

(58)

mengendalikan dirinya sendiri, dan percaya bahwa kesuksesannya adalah hasil dari usahanya sendiri yang bertanggung jawab. "Perilaku menentukan bagaimana kita menanggapi setiap hari, apakah kita cukup bertanggung jawab untuk memenuhi komitmen kita, menggunakan sumber daya, bersikap toleran dan sabar, jujur dan adil, mengembangkan keberanian dan menunjukkan kerja sama," kata kamus tanggung jawab.

Dapat disimpulkan dari argumen yang diberikan oleh beberapa ahli di atas bahwa tanggung jawab berarti menyelesaikan semua pekerjaan atau sukarela dengan sungguh-sungguh dan memiliki

2.6.4.2 Kondisi Kerja

Karyawan pada umumnya akan merasa puas dalam bekerja jika didukung oleh lingkungan kerja yang layak, yang akan meningkatkan kinerja dan produksi perusahaan. Sebaliknya, jika lingkungan atau kondisi kerja buruk, kepuasan karyawan akan turun, yang secara tidak langsung akan mempengaruhi seberapa baik kinerja karyawan dan berapa banyak yang mereka hasilkan untuk bisnis. Keadaan kerja, yang sering dikenal dengan lingkungan tempat kerja, mencakup semua unsur kerja fisik, kerja psikologis, dan peraturan tempat kerja yang dapat berdampak pada kepuasan kerja dan produktivitas karyawan. Pada dasarnya ada dua jenis situasi kerja, yaitu:

Keadaan fisik tempat kerja diutamakan. Secara khusus, semua faktor fisik eksternal yang mungkin berdampak pada pekerja secara langsung

Gambar

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian Faktor ekternal
Tabel 5.1  Karekeristik responden
tabel  5.10  menunjukkan  bahwa  responden  Pengetahuan  kurang  memiliki  kinerja  kurang,  yaitu  91,7  %  responden,  dengan  nilai  statistik  p-value  0,000
tabel  5.14  menunjukkan  bahwa  responden  mempunyai  timgkat  kepuasan  kerja yang puas menunjukkan kinerja baik, yaitu 80,8% responden, dengan  nilai statistik p-value 0,000

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor dominan dalam pengambilan keputusan perawat pelaksana terhadap ketepatan pengisian skala triase di Instalasi Gawat

Melalui hasil penelitian ini diharapkan informan dapat mengetahui gambaran kebahagiaannya menjadi perawat IGD di Rumah Sakit “X”, terutama mengenai faktor yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan kepatuhan perawat untuk menggunakan alat pelindung diri di Rumah Sakit Islam

Sehingga perlu dilakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor apa yang berhubungan dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat

Metode Goal Programming dapat diterapkan pada penjadwalan perawat IGD Rumah Sakit Umum Kota Bandung dengan menentukan variabel-variabel keputusan, menentukan fungsi tujuan

Tujuan penelitian mengetahui adanya hubungan antara beban kerja mental dengan kinerja perawat di ruangan ICU dan IGD Rumah Sakit Adi Husada Kapasari Surabaya. Penelitian ini

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA STRES KERJA PADA PERAWAT ICU DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

Pada hasil tabulasi silang Pendidikan dengan kinerja perawat rumah sakit Provinsi Bangka Belitung Tahun 2017 diperoleh bahwa dari 194 orang 100%, yang memiliki pendidikan D4/S1/S2