• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.8 Konsep Beban Kerja

2.8.3 Indikator Beban Keja

Menurut Martha (2016) beban kerja terbagi menjadi 6 indikator.

Indikator tersebut meliputi:

2.8.3.1 Beban mental (mental demand)

ketegangan pada pikiran Anda karena harus melakukan hal-hal seperti berpikir, memutuskan, mengingat, mencari, dll. untuk mengerjakan tugas Anda.

2.8.3.2. Beban fisik (physical demand)

Anda harus menggunakan upaya fisik untuk menyelesaikan pekerjaan Anda, seperti mendorong, menarik, mengendalikan, dan mengangkat.

2.8.3.3. Kebutuhan waktu (temporal demand)

Jumlah waktu yang Anda perlukan untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan Anda, termasuk apakah Anda terburu- buru, tidak terburu-buru, atau istirahat.

2.8.3.4. Beban kinerja (performance)

Apakah Anda senang dengan kinerja atau tujuan yang Anda tetapkan?

2.8.3.5. Beban usaha (effort)

Jumlah upaya fisik dan mental yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas Anda

2.8.3.6. Beban emosi (frustation level)

Berapa banyak ketegangan, tekanan, dan kekhawatiran yang Anda alami saat bekerja

2.8.4 Teknik pengukuran beban kerja perawat

Untuk membuat standar beban kerja, volume dan jumlah beban kerja untuk setiap jenis sumber daya manusia selama periode 12 bulan harus diperoleh. Jumlah rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan utama dibagi dengan jumlah total jam kerja yang dimiliki oleh masing-masing kategori sumber daya manusia untuk sampai pada standar beban kerja. Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan beban kerja tipikal:

2.8.4.1. Standar Beban Kerja

Waktu rata-rata adalah jumlah waktu yang dibutuhkan oleh setiap jenis sumber daya manusia untuk menyelesaikan satu tugas utama.

Berdasarkan pengamatan, pengalaman, dan konsensus terkait pekerjaan, waktu rata-rata dihitung. Perlu ditentukan berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan setiap tugas utama oleh sumber daya manusia yang berkompeten agar menghasilkan waktu rata-rata yang relatif akurat dan dapat dijadikan acuan. Fakta dan data berikut diperlukan untuk membuat standar beban kerja untuk setiap kategori sumber daya manusia utama:

a. jam kerja yang telah ditentukan

b. Jenis sumber daya manusia yang dipekerjakan di setiap unit kerja rumah sakit

c. kegiatan utama (jenis dan kuantitas) di setiap unit kerja.

d. Waktu khas yang dibutuhkan setiap jenis sumber daya manusia untuk menyelesaikan setiap unit kegiatan utama

e. Standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional yang berlaku di rumah sakit. . Kegiatan primer yang berkaitan dengan standar pelayanan dan standar prosedur operasional yang digunakan di rumah sakit merupakan pengelompokan atau gabungan kegiatan yang dilakukan oleh sumber daya manusia kesehatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.

2.8.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Beban Kerja

Koesomiwidjojo (2017) menegaskan bahwa baik pengaruh internal maupun eksternal, serta beban kerja dapat dipengaruhi. Berikut adalah penjelasan dari faktor-faktor tersebut:

2.8.5.1. Beban kerja oleh karena faktor eksternal.

Beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja disebut sebagai penyebab eksternal beban kerja. Tugas itu sendiri, struktur, dan lingkungan kerja semuanya termasuk dalam beban eksternal. Stresor adalah nama umum untuk ketiga faktor ini.

a. Tugas fisik mencakup hal-hal seperti stasiun kerja, bidang atau pengaturan untuk melakukan pekerjaan, sikap kerja, teknik mengangkat dan mengangkut, alat bantu kerja, dan fasilitas informasi seperti tampilan dan kontrol. Alur kerja adalah contoh lain. Rumit atau sulitnya pekerjaan, yang mempengaruhi keadaan emosional pekerja dan kewajiban mereka terhadap pekerjaan mereka, adalah contoh dari tugas mental.

b. Praktik di tempat kerja yang mungkin memengaruhi beban kerja, seperti:

jam kerja, istirahat, kerja shift, kerja malam, skala gaji, sistem kerja, musik latar, model struktur organisasi, pendelegasian pekerjaan, wewenang, dan sebagainya.

c. Pengaturan kerja berikut dapat menyebabkan pekerja menanggung beban yang lebih besar:

1. Lingkungan kerja fisik, yang meliputi tekanan udara, getaran mekanis, intensitas iluminasi, intensitas kebisingan, dan iklim mikro (suhu udara ambien, kelembaban, kecepatan, dan suhu radiasi).

2. lingkungan kerja kimia dengan partikel di udara, gas, polutan udara, uap logam, dll.

3. Lingkungan kerja yang bersifat biologis, meliputi jamur, serangga, bakteri, virus, dan parasit

4. lingkungan kerja psikososial, termasuk penempatan dan seleksi pekerja, hubungan dengan rekan kerja, atasan, keluarga, dan lingkungan sosial, yang kesemuanya berpengaruh pada seberapa baik kinerja karyawan dalam pekerjaannya.

2.8.5.2 Beban kerja oleh karena faktor internal.

Istilah "faktor beban kerja internal" mengacu pada faktor yang diproduksi tubuh sebagai respons terhadap tuntutan eksternal. Respons tubuh disebut sebagai ketegangan. Metode obyektif dan subyektif dapat digunakan untuk menilai seberapa parah ketegangan itu. Melalui modifikasi dalam respons psikologis dan modifikasi perilaku, penilaian objektif dimungkinkan. Sementara perubahan perilaku dan psikologis serta penilaian subjektif dimungkinkan. Akibatnya, ekspektasi, keinginan, kepuasan, dan penilaian subjektif lainnya sangat erat kaitannya dengan ketegangan. Untuk singkatnya, variabel internal termasuk

a. Faktor somatic (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan, status gizi); serta

b. Faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan,keinginan, kepuasan, dll.)

2.8.5.3. Faktor utama yang menentukan beban kerja adalah tuntutan tugas , usaha dan performansi.

a. Tuntutan tugas adalah faktor (tuntutan tugas). Klaim yang dibuat sehubungan dengan elemen ini adalah bahwa dengan memeriksa tugas- tugas yang dilakukan karyawan, beban kerja dapat diketahui. Varian individu, bagaimanapun, harus selalu dipertimbangkan. Misalnya, saat melakukan tugas yang sama, karyawan baru dan karyawan

berpengalaman akan memiliki tingkat pengalaman yang sangat berbeda dengan beban kerja. Pengembangan keterampilan akan menghasilkan nilai ekonomis dan otomatisasi 'program motorik', membutuhkan lebih sedikit tenaga kerja dan mengurangi beban kerja.

b. Jumlah upaya yang dilakukan pada suatu tugas mungkin merupakan cara yang sederhana dan jelas untuk mengukur beban kerja. Namun, orang mungkin tidak dapat mengerahkan lebih banyak upaya sebagai akibat dari tuntutan tugas yang meningkat.

c. Performansi, dalam Sebagian besar studi tentang pengangguran telah mempertimbangkan tingkat lapangan kerja yang akan segera dicapai.

Demikian pula, pengukuran kinerja saja tidak akan mampu memberikan metrik beban kerja yang komprehensif. Misalnya, dengan meningkatkan ambang batas di mana permintaan dibuat untuk memperkuat kinerja, seseorang mungkin dapat meningkatkan tuntutan tugas yang semakin besar.

2.9 Konsep Gaya Kepemimpinan dalam Organisasi 2.9.1 Definisi Gaya Kepemimpinan

Model kemungkinan Defender (Robbins 2015) membedakan bahwa Gaya Otoritas memiliki pemikiran kritis pencapaian inisiatif, khususnya gaya administrasi esensial individu. Filder berharap bahwa dengan asumsi suatu keadaan mengharuskan pelopor berada dalam posisi tugas dan individu dalam peran administratif berada dalam situasi hubungan,

keadaan tersebut harus diubah atau pelopor harus diganti untuk mencapai kelangsungan hidup yang ideal.

Dari pengertian yang berbeda, wewenang dapat diartikan sebagai kapasitas individu untuk bergerak, mengarahkan dan memengaruhi mentalitas, cara kerja setiap bagian agar bebas bekerja, terutama dalam mengejar pilihan untuk mendukung percepatan pencapaian tujuan yang ditetapkan oleh Wahyudi ( 2017),

Inisiatif adalah kapasitas interaksi untuk memengaruhi latihan kelompok untuk mencapai tujuan bersama Ansory (2018

2.9.2 Macam-Macam Gaya Kepemimpinan

Gaya inisiatif adalah cara para pionir untuk memengaruhi bawahannya yang dikomunikasikan sebagai contoh perilaku atau karakter. Menurut Duncan dalam Veithzal Rivai (2014,) menyatakan bahwa ada tiga gaya manajemen yang sebenarnya, yaitu:

2.9.2.1 Administrasi Tiran

Bahwa kekuatan tiran gaya administrasi tergantung pada kekuatan langsung dan penuh. Pada akhirnya, pendahulu dalam administrasi disebut tiran, bertindak dalam mengoordinasikan pertimbangan, sentimen, dan perilaku orang lain menuju tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

(Siagian, 2014) membuat klaim berikut tentang gaya kepemimpinan otoriter: Seorang pemimpin otoriter memiliki ciri-ciri yang biasanya kurang baik. Karakteristik utamanya adalah:

a. Terlalu mempromosikan diri sendiri sebagai tanda kehadiran organisasi

b. Kecenderungan untuk memaksakan diri sebagai satu-satunya penguasa

c. Biasanya menderita penyakit megalomaniak, yang bermanifestasi sebagai keangkuhan

d. Tujuan pribadinya selaras dengan tujuan perusahaan.

e. Premi yang sangat tinggi ditempatkan pada loyalitas bawahan.

Cukup kuat untuk merusak kemanjuran, integritas, dan penerapan standar moral dan etika

f. Menetapkan budaya organisasi yang ketat

g. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian yang ketat

2.9.2.2 demokrais

Yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan yang adil adalah gaya atau cara mengemudi yang berbasis popularitas, dan bukan karena pelopor dipilih secara adil. Gaya administrasi berbasis popularitas ini, misalnya, adalah pelopor yang memberikan kesempatan dan kemampuan beradaptasi kepada bawahan dan pengikutnya untuk menawarkan pandangan, ide, dan reaksi mereka dan secara konsisten berpegang pada nilai-nilai aturan mayoritas secara keseluruhan.

2.9.2.3Kepemimpinan Bebas

(Administrasi Laisez Faire) Dalam otoritas ini pelopor biasanya menunjukkan gaya dan perilaku laten dan lebih jauh lagi sering mengelak dari kewajiban. Pelopor hanya menyerahkan dan memberikan sarana dan modal yang dibutuhkan oleh bawahannya untuk melakukan sesuatu yang penting guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perintis. Pelopor yang memiliki gaya ini pasti berada di antara bawahannya, namun tidak memberikan inspirasi, arahan dan arahan, dan semua pekerjaan dilimpahkan kepada bawahannya.

2.9.2.4 Gaya otoritas situasional

Gaya otoritas situasional menurut Harsey dan Blanchard dalam Veithzal Rivai (2014), mengemukakan bahwa gaya otoritas adalah pelopor atau direktur harus mengubah reaksinya sesuai dengan keadaan atau tingkat peningkatan perkembangan, kapasitas, dan minat perwakilan dalam menindaklanjuti dengan mereka. pekerjaan. Untuk sementara, kepala suku harus mengubah tingkat perkembangan perwakilan.

2.9.3 Faktor Mempengaruhi Gaya Kepemimpinan

Menurut H. Joseph reitz dalam indah dwi rahayu ( 2017 ) ada beberapa paktor- faktor yang mempengarugi gaya kepemimpinan, yaitu

a. Kepribadian (personaliti), yang terdiri dari nilai-nilai yang dimiliki, pengalaman, dan sejarah

b. perilaku dan harapan manajer

c. Ciri-ciri, standar, dan perilaku bawahan

d. Tuntutan tugas; penugasan masing-masing bawahan juga akan mempengaruhi gaya kepemimpinan pemimpin.

e. Budaya dan kebijakan organisasi f. Perilaku dan harapan teman sebaya 2.9.4 Metode Pengukuran gaya kepemimpinan

Menurut Kartono dalam Lisa Paramita (2017) indikator Gaya Kepemimpinan menyatakan sebagai berikut :

a. Kapasitas untuk Membuat Keputusan Membuat keputusan memerlukan pendekatan metodis terhadap sifat pilihan yang tersedia, dan tindakan terbaik adalah bertindak sesuai dengan perhitungan.

b. Kemampuan untuk Memacu Kesiapan individu dari asosiasi untuk mengaktifkan kapasitas mereka (sebagai informasi atau

kemampuan), energi, dan waktu untuk menyelesaikan berbagai usaha yang mereka andalkan dan memenuhi komitmen mereka, untuk mencapai tujuan dan target dari asosiasi yang telah ditetapkan.

telah ditetapkan baru-baru ini, digambarkan mampu menginspirasi.

c. Kemampuan relasional Kemampuan untuk mengkomunikasikan pesan, pemikiran, atau pertimbangan kepada orang lain yang sepenuhnya bertujuan untuk menjamin pemahaman yang

memuaskan, baik secara langsung maupun tidak langsung, disinggung sebagai kemampuan relasional.

d. Kemampuan Mengendalikan Bawahan Seorang pemimpin harus memiliki keinginan untuk membuat orang lain mengikuti keinginannya dengan menggunakan kekuatan pribadi atau jabatan secara efektif dan pada tempatnya.

e. Akuntabilitas Seorang pemimpin harus bertanggung jawab kepada timnya. Tanggung jawab dapat dipahami sebagai kewajiban untuk memikul, memikul segalanya, memikul tanggung jawab, atau memberi tanggung jawab dan memikul akibatnya. 6. Pengendalian Diri Emosional Kesuksesan hidup kita sangat bergantung pada kemampuan kita mengendalikan emosi. Kita akan lebih mudah menemukan kebahagiaan jika kita semakin mahir dalam mengelola emosi kita.

2.10 Konsep Gawat Darurat 2.10.1 Depinisi gawat darurat

Darurat menunjukkan bahwa kehidupan korban dalam bahaya.

Situasi klinis yang dikenal sebagai keadaan darurat memerlukan intervensi medis segera untuk menyelamatkan nyawa dan menghindari kecacatan. Menurut Kemenkes (2018), pasien gawat darurat adalah mereka yang membutuhkan pertolongan medis segera karena terancam meninggal dunia atau menjadi cacat.

standar kedaruratan Kementerian Kesehatan (2018) menyatakan bahwa untuk memenuhi syarat kedaruratan, suatu keadaan harus mengancam nyawa, membahayakan individu, orang lain, atau lingkungan, memiliki masalah dengan pernapasan, sirkulasi, atau jalan napas, tidak sadarkan diri, memiliki gangguan hemodinamik/aliran darah, dan memerlukan tindakan segera.

Kedaruratan adalah perlunya penanganan atau tindakanyang cepat untuk menghilangkan ancaman terhadap nyawa korban. Darurat juga menunjukkan bahwakehidupan korban dalam bahaya. Dengan demilian, keadaan darurat adalah keadaan dimana nyawa korban dalam bayaha dan tindakan harus segera diambil untuk mencegah atau bahkan kematian ( Htabarat & Putra, 2016 )

2.10.2 Tujuan pelayanan gawat darurat

Kondisi gawat darurat dapat terjadi dimana saja, baik pre hospital maupun in hospital ataupun post hospital, oleh karena itu tujuan dari pertolongan gawat darurat ada tiga yaitu:

2.10.2.1 Pre Hospital

Orang awam khusus atau profesional kesehatan dapat menangani berbagai situasi darurat di lingkungan pra-rumah sakit. Mereka harus kompeten untuk:

a. Singkirkan barang-barang berbahaya dari area yang dapat mengakibatkan korban lain, seperti pecahan kaca yang menggantung.

b. Lakukan triase atau pilih keadaan darurat, pastikan, dan lakukan pertolongan pertama sebelum tenaga medis yang lebih berpengalaman datang untuk membantu.

c. Lakukan stabilisasi atau perbaikan sementara.

d. Evakuasi, yang melibatkan pemindahan orang tersebut ke lokasi yang lebih aman atau merujuk mereka ke fasilitas medis berdasarkan kondisinya.

e. Latih personel publik dan medis khusus dalam kesiapsiagaan bencana.

2.10.2.2. In Hospital

Profesional kesehatan menanggapi keadaan darurat di rumah sakit untuk membantu para korban. Tujuan pertolongan rumah sakit adalah untuk:

a. Memberikan bantuan ahli kepada korban bencana sesuai dengan kondisinya.

b. Pemberian Bantuan Hidup Dasar dan Lanjutan (BHD dan BHL)

c. Stabilkan dan pertahankan akurasi hemodinamik yang konsisten

d. Melakukan pendidikan kesehatan dan mengajarkan korban untuk mengenali kondisinya dengan segala kelebihan yang dimilikinya.

e. Melakukan rehabilitasi agar produktivitas korban setelah kembali ke masyarakat sekurang-kurangnya setara dengan tragedi yang menimpanya.

2.10.2.3. Post Hospital

Kalaupun ada situasi darurat yang muncul setelah mendapat perawatan di rumah sakit, seperti korban perkosaan, praktis semua pihak mengatakan sudah tidak ada lagi situasi darurat.

Korban perkosaan seringkali mengalami trauma psikologis yang parah, seperti rendah diri dan perasaan tidak berharga, yang membuat mereka mencari pertolongan dengan bunuh diri.

Berikut ini adalah tujuan pelayanan pasca rumah sakit:

a. Membangun kembali kepercayaan diri kepada orang yang bersangkutan b. Membangun kembali rasa percaya diri yang hilang sehingga bisa

berkembang dan berkreasi

c. Mengusahakan kapasitas untuk bergaul dengan individu terdekat dan area lokal yang lebih luas

d. . Tetapkan kembali kerangka selamanya sebagai area asli korban e. Meningkatkan kesan kebenaran hidup di kemudian hari (Hutabarat

dan Putra, 2016).

2.10.3. Tujuan penanggulangan gawat darurat

2.10.3.1 Tujuan penanggulangan gawat darurat adalah:

a. Cegah kematian dan cacat pada pasien krisis, sehingga mereka dapat hidup dan bekerja kembali di arena publik.

b. Menyinggung pasien krisis melalui kerangka referensi untuk mendapatkan perawatan yang lebih memuaskan.

c. Korban bencana Mitra pengurus harus mengetahui penyebab kematian untuk mencegah kematian. Penyebab kematian yang menyertainya meliputi:

1) Matikan dalam jangka waktu singkat (4-6 menit) a. Kekecewaan sistem otak

b. Kekecewaan sistem pernapasan c. Kekecewaan sistem kardiovaskular

2) Tendang ember dalam waktu yang lebih lama (bertahap) a. Kekecewaan hati

b. Kekecewaan sistem ginjal (uriner).

c. Kekecewaan kerangka pankreas (Krisanty et al., 2016)

2.11. Teori Orlando :

Orlando mengklaim bahwa keperawatan itu berbeda dan mandiri karena secara aktif memenuhi kebutuhan pasien yang membutuhkan bantuan, apakah kebutuhan itu ada atau potensial serta dalam keadaan mendesak.

Menurut pendekatan Orlando, setiap pasien diperlakukan sebagai individu karena setiap orang memiliki keadaan yang unik. Orlando mendefinisikan permintaan atau kebutuhan pasien sebagai salah satu yang, ketika dipenuhi, mengurangi atau segera mengurangi ketidaknyamanan atau bahkan

meningkatkan emosi kepuasan dan kesejahteraan. Lima ide kunci, termasuk peran perawat profesional, mengenali perilaku pasien, respon internal atau kesegeraan, disiplin dalam proses keperawatan, dan kemajuan, digunakan oleh Orlando untuk menjelaskan model teoretisnya (Meleis & Dean, 2013).

KonsepTeoryOrlando

Gambar2.1SkemaKonsepTeoriDynamicsNurse-

PatientRelationshipyangdikemukakanIdaJeanOrlando(Pelletier),1926

Tugas seorang perawat profesional adalah mengidentifikasi kebutuhan mendesak pasien akan bantuan dan menyediakannya. Orlando mengklaim bahwa menyusui dapat membantu orang yang menderita atau mengantisipasi perasaan tidak berdaya. Ini difokuskan dengan membantu pasien secara langsung dalam situasi apa pun mereka berada untuk mencegah, mengurangi, atau mengobati perasaan tidak berdaya pada pasien. Ini berfokus pada proses perawatan dalam pengalaman langsung.

Tujuan utama keperawatan adalah untuk menawarkan, menurut Teori Disiplin Proses Keperawatan.bantuan pasien diperlukan karena tuntutan mereka harus dipenuhi. Dengan kata lain, jika pasien membutuhkan bantuan segera dan

perawat mengenali dan memberikannya, maka tujuan keperawatan telah terpenuhi.

Jawaban awal adalah tanggapan dari dalam. Pasien menggunakan panca inderanya untuk melihat benda. Persepsi ini memicu sentimen otomatis, yang memicu gagasan otomatis, yang mendorong pasien untuk bertindak. Ketiga pernyataan ini merupakan reaksi langsung dari pasien. Tanggapan jujur perawat mengungkapkan bagaimana perasaannya tentang keterlibatannya dalam hubungan perawat-pasien.

Perilaku mengganggu pasien adalah keadaannya. Perawat memperhatikan kebutuhan mendesak pasien akan bantuan dari perilaku yang disajikan. Perawat pertama-tama harus mengidentifikasi masalah sebagai masalah sebelum dia dapat mengambil tindakan. Apa pun penampilan dari perilaku yang muncul, mungkin itu adalah teriakan minta tolong pasien. Perawat secara otomatis mengalami respons internal sebagai respons terhadap perilaku presentasi pasien, yang dianggap sebagai stimulus.

Pemeriksaan kebutuhan pasien adalah disiplin proses keperawatan.

Pengamatan apa pun yang didiskusikan dan dibagikan dengan pasien akan sangat membantu dalam menentukan apakah dia saat ini memiliki kebutuhan dan dalam memastikan serta menangani kebutuhan tersebut. Sampai dia menjelajahinya dengan pasien, perawat tidak dapat berasumsi.

Bahwa setiap komponen dari responsnya terhadap pasien adalah akurat, bermanfaat, atau sesuai. Perawat memulai penyelidikan ini untuk mempelajari bagaimana tindakan dan kata-kata mereka mempengaruhi pasien. Langkah-

langkah yang diambil perawat terbukti lebih efektif daripada reaksi otomatis selain pentingnya perilaku pasien atau urgensi permintaan bantuan pasien.

Komunikasi yang efektif antara perawat dan pasien berakhir ketika perawat tidak mendiskusikan reaksi pasien dengannya.Masalah pasien diselesaikan dengan perbaikan. Kegiatan perawat tidak dinilai dalam resolusi. Sebaliknya, hasil dari tindakannya dinilai untuk melihat apakah itu bermanfaat bagi pasien.Dia harus mengungkapkan kebutuhannya akan bantuan dan bagaimana bantuan itu dipenuhi.

Perawat menjalani proses mencari tahu bagaimana membantu pasien dalam setiap interaksi. Setiap kali perawat diminta untuk memberikan pelayanan kepada mereka yang membutuhkan, dia harus melaluinya karena dia adalah seorang individu seperti pasien.

71 2.12 Kerangka Teori

GawatDarurat - Pengertiangawatdarurat - Kriteriagawatdarurat Keterampilan

- Pengertianketerampilan - Kategoriketerampilan - Faktor-

faktormempengaruhiketerampilan

Pengetahuan

- Pengertianpengetahuan - Tingkat pengetahuan

Triase - Pengertiantriase - Tujuan triase - Prinsiptriase - Prosedurtriase - Klasifikasitriase - Faktor-faktor yang

mempengaruhitriase Kompetensi

- Pengertiankompetensi - Indikatorkompetansi - Karakteristikkompetensi

- Tipekompetensi Kinerja Keperawatan

- Pengertiankinerja - Faktor yang

berpengaruhterhadapkinerja - Faktor yang mempengaruhikinerja - Penilaiankinerja

Motivasi

- Definisimotivasi - Tanggungjawab - Supervisi - Faktor motivasi KepuasanKerja

- Pengertiankepuasankerja - Teori kepuasankerja

Beban Kerja

- Definisi beban kerja

- Faktor yang mempengaruhi beban kerja

Gaya KepemimpinandalamOrganisasi - Pengertian

- Faktor yang

mempengaruhigayakepemimpina n

72 BAB 3

KERANGKA KONSEP

Pada bab ini menjelaskan tentang kerangka konsep dan hipotesa penelitian.

Kerangka konsep menjelaskan tentang variabel penelitian, yang terdiri dari variabel independen dan variabel dependen. Hipotesa penelitian menjelaskan tentang jawaban sementara atau rumusan penelitian.

3.1 Kerangka Konsep

Sementara itu, kerangka konseptual menurut Hidayat (2014) merupakan dasar pemikiran ilmiah atas isu yang dipilih berdasarkan identifikasi masalah. Landasan teoretis dari kerangka konseptual harus solid, dan data dari beberapa studi ilmiah, temuan penelitian, dan sumber lain harus digunakan untuk mendukungnya.

3.1.1 Variabel Independen

Menurut Sugiyono (2014), variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain atau disebut sebagai variabel stimulis yang menjadi sebab timbulnya variabel terikat. Variabel independen pada penelitian ini adalah yang meliputi dari paktor internal ( pengetahuan, keterampilan, kompetensi, motivasi, dan kepuasan kerja ), dari paktor ekternal ( beban kerja dan gaya kepemimpinan ).

3.1.2 Variabel Dependen

Menurut Sugiyono (2014), variabel dependen adalah variabel terikat dimana variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel lain atau menjadi akibat dari adanya variabel bebas dan sering disebut sebagai

variabel output, kriteria, atau konsekuen. Variabel dependen di mana meliputi dari kinerja perawat.

Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat seperti pada skema 3.1 di bawah ini

Variabel Independent Variabel Dependent

Ket :

: Tidak diteliti : Diteliti

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian Faktor ekternal

 Beban kerja

 Gaya

kepemimpinan

Pelaksanaan triase -dilakukan

-tidak dilakukan Faktor internal

 Pengetahuan

 Keterampilan

 Kompetensi

 Motivasi

 Kepuasan kerja

Kinerja Perawat

3.2 Hipotesis

Hipotesis penelitian, sebagaimana didefinisikan oleh Sugiyono (2014), adalah solusi sementara atau dugaan terhadap rumusan masalah penelitian dalam hal rumusan tersebut dinyatakan sebagai pertanyaan.

Sinambela (2016) menegaskan bahwa hipotesis hanyalah solusi jangka pendek untuk masalah penelitian karena hanya didasarkan pada teori yang bersangkutan dan belum memasukkan fakta empiris yang dikumpulkan dari pengumpulan data. Hipotesis penelitian ini adalah:

3.2.1. Ha ada hubungan antara variabel pengetahuan, keterampilan, kompetens, motivasi, kepuasan kerja,beban kerja, dan gaya kepemimpinana terhadap kinerja perawat.

3.2.2. Ho tidak ada hubungan antara variabel pengetahuan, keterampilan, kompetens, motivasi, kepuasan kerja,beban kerja, dan gaya kepemimpinana terhadap kinerja perawat.

75 BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metodologi cross-sectional dan desain penelitian kuantitatif, dengan variabel terikat sebagai variabel bebas Meliputi faktor internal ( pengetahuan, keterampilan, kompetensi, motivasi, dan kepuasan kerja ) dan faktor ekternal ( beban kerja dan gaya kepemimpinan ). sedangkan variabel dependen penelitian adalah kinerja perawat di IGD RS Kutacane

4.2 Definisi Operasional No Variabel DefenisiOper

asional

Parameter Alat ukur

Skala Hasil Ukur Variabelindependen

1. Pengetahuan Pengetahuan yang

dimilikiresponde ntentangmelakuk ankinerjatriase di IGD

- Pengertiantri ase

- Prinsip- prinsiptriase - Kategoritrias

e (15 pertannyan)

Kuesioner Interval Pengetahua n

Kategori : 2=Baik 1=Kurang

2 Keterampilan Keterampilan yang

dimilikiresponde ndalammelakuka nkinerjatriase di IGD.

- Memberikan AsuhanKepe rawatan - MenjadiPeny

uluh dan Konselor Bagi Pasien - Melaksanaka

nTugas yang Dilimpahkan - Melayanidal

amKeadaanT erbatas - Memberikan

Pertolongan Pertama

Observasi Interval Keterampil an:

2=Baik 1=Kurang

Dokumen terkait