• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekosistem Danau

Danau adalah wilayah yang digenangi badan air sepanjang tahun serta terbentuk secara alami. Pembentukan danau terjadi karena gerakan kulit bumi sehingga bentuk dan luasnya sangat bervariasi. Danau yang terbentuk sebagai akibat gaya tektonik kadang-kadang badan airnya mengandung bahan-bahan dari perut bumi seperti belerang dan panas bumi. Bahan belerang bersifat racun bagi organisme, sedangkan panas bumi dalam batas tertentu menyuburkan perairan. Danau yang akan digunakan untuk lahan pemeliharaan harus diteliti sifat fisik dan

kimia airnya terlebih dahulu, baik secara horizontal maupun vertikal (Kordi dan Tancung, 2005).

Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan terbatas hanya pada daerah pinggir saja. Berdasarkan pada proses terjadinya danau dikenal danau tektonik (terjadi akibat gempa) dan danau vulkanik (akibat aktivitas gunung berapi). Danau tektonik umumnya sangat dalam sedangkan danau vulkanik umumnya memiliki sumber air atau gas panas (Barus, 2004).

Sebagai salah satu bentuk ekosistem, perairan danau terdiri atas faktor abiotik (fisika dan kimia) dan faktor biotik (produsen, konsumen dan dekomposer), dimana faktor-faktor tersebut membentuk suatu hubungan timbal-balik dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Secara fisik, danau merupakan suatu tempat yang luas yang mempunyai air tetap, jernih atau beragam

dengan aliran tertentu dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja (Barus, 2004).

Berdasarkan adanya perbedaan suhu yang terdapat pada setiap kedalaman air, Effendi (2003) membedakan suatu perairan danau secara vertikal menjadi 3 (tiga) stratifikasi, yaitu:

1. Epilimnion merupakan lapisan bagian atas dari perairan danau. Lapisan ini merupakan bagian yang hangat dari kolom air dengan keadaan suhu yang relatif konstan (perubahan suhu secara vertikal sangat kecil). Seluruh massa air pada lapisan ini dapat bercampur dengan baik akibat dari pengaruh angin dan gelombang.

2. Metalimnion atau yang sering disebut termoklin. Lapisan ini berada di sebelah bawah lapisan epilimnion. Pada lapisan ini perubahan suhu secara vertikal relatif besar, dimana setiap penambahan kedalaman 1 meter, terjadi penurunan suhu air sekitar 1 oC.

3. Hipolimnion adalah lapisan paling dalam dari perairan danau yang terletak di sebelah bawah lapisan termoklin. Lapisan ini mempunyai suhu yang lebih dingin dan perbedaan suhu vertikal relatif kecil, massa airnya stagnan, tidak mengalami percampuran dan memiliki kekentalan air (densitas) lebih besar.

Selain membedakan lapisan air berdasarkan suhu, suatu perairan danau dapat juga dibedakan berdasarkan kedalaman penetrasi cahaya matahari kedalam badan air menjadi beberapa zona. Dalam hal ini, Odum (1996) membedakan suatu perairan danau menjadi 3 (tiga) zona, yaitu:

1. Zona litoral adalah daerah perairan dangkal pada danau, dimana penetrasi cahaya dapat mencapai hingga ke dasar perairan. Organisme utama yang

hidup pada zona ini terdiri atas produser yang meliputi tanaman berakar (anggota spermatophyta) dan tanaman yang tidak berakar (fitoplankton dan ganggang), sedangkan konsumernya meliputi beberapa larva serangga air, rotifera, moluska, ikan, penyu, zooplankton dan lain sebagainya.

2. Zona limnetik, adalah daerah perairan terbuka sampai pada kedalaman penetrasi cahaya yang efektif, sehingga daerah ini efektif untuk proses fotosintesis. Organisme utama yang hidup pada zona ini terdiri atas produser yang meliputi fitoplankton dan tumbuhan air yang terapung-apung bebas, sedangkan organisme konsumernya meliputi zooplankton dari copepoda, rotifera dan beberapa jenis ikan.

3. Zona profundal adalah daerah dasar dari perairan danau yang dalam, dimana pada daerah ini tidak dapat lagi dicapai oleh penetrasi cahaya efektif. Sebagai organisme utama yang hidup pada zona ini adalah konsumer yang meliputi jenis cacing darah dan kerang-kerang kecil.

Plankton

Plankton merupakan organisma perairan pada tingkat (tropik) pertama dan berfungsi sebagai penyedia energi. Secara umum plankton dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu: fitoplankton yang merupakan golongan tumbuhan umumnya mempunyai klorofil (plankton nabati) dan zooplankton (golongan hewan) atau plankton hewani (Wibisono, 2005).

Plankton adalah organisma baik tumbuhan maupun hewan yang umumnya berukuran relatif kecil (mikro), hidup melayang-layang di air, tidak mempunyai daya gerak/walaupun ada daya gerak relatif lemah sehingga distribusinya sangat dipengaruhi oleh daya gerak air, seperti arus dan lainnya. Plankton diaplikasikan

untuk seluruh hewan dan tumbuhan yang hidup secara bebas di air karena keterbatasan pergerakannya atau secara pasif melawan arus perairan karena memiliki flagel (Nybakken, 1992).

Menurut Basmi (1995), pengelompokkan plankton berdasarkan beberapa hal berikut:

a. Nutrien pokok yang dibutuhkan, terdiri atas:

1. Fitoplankton yaitu plankton nabati (> 90% terdiri atas algae) yang mengandung klorofil yang mampu mensintesa nutrien-nutrien anorganik menjadi zat organik melalui proses fotosintesis dengan energi yang berasal dari cahaya matahari.

2. Saproplankton yaitu kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur) yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis, dan memperoleh nutrisi dan energi dari sisa-sisa organisme lain yang telah mati.

3. Zooplankton yaitu plankton hewani yang makanannya sepenuhnya tergantung pada organisme lain yang masih hidup maupun partikel-partikel sisa organisme seperti detritus. Di samping itu plankton itu juga mengkonsumsi fitoplankton.

b. Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas:

1. Limnoplankton yaitu plankton yang hidup di air tawar. 2. Haliplankton, yaitu plankton yang hidup di laut.

3. Hipalmyroplankton yaitu plankton yang hidupnya di air payau. 4. Heleoplankton yaitu plankton yang hidupnya di air kolam.

c. Berdasarkan ada tidaknya cahaya di tempat mereka hidup, terdiri atas: 1. Hipoplankton yaitu plankton yang hidupnya di zona afotik.

2. Epiplankton yaitu plankton yang hidupnya di zona eufotik.

3. Bathiplankton yaitu plankton yang hidupnya dekat dasar perairan yang juga umumnya tanpa cahaya.

d. Berdasarkan asal usul plankton, dimana ada plankton yang hidup dan berkembang dari perairan itu sendiri dan ada yang berasal dari luar, terdiri atas:

1. Autogenetik plankton yaitu plankton yang berasal dari perairan itu sendiri.

2. Allogenetik plankton yaitu plankton yang datang dari perairan lain (hanyut terbawa oleh sungai atau arus).

Berdasarkan ukuran tubuhnya plankton dapat dibedakan menjadi lima yaitu: megaplankton (organisme planktonik yang besarnya lebih dari 2 mm), makroplankton (memiliki ukuran antara 0,2 mm - 2,0 mm), mikroplankton

(memiliki ukuran antara 20 μm - 0,2 mm), nanoplankton (organisme planktonik

yang sangat kecil yang berukuran 2 μm – 20 μm) dan ultraplankton (organisme

planktonik yang berukuran kurang dari 2 μm). Nanoplankton dan ultraplankton

tidak dapat ditangkap oleh jaring-jaring plankton baku (Nybakken, 1992).

Fitoplankton merupakan kelompok biota perairan yang memiliki peran penting dalam keseimbangan ekosistem perairan darat. Sebagai organisme yang berfotosintesis, fitoplankton berfungsi sebagai produsen primer yang sangat menentukan produktivitas perairan secara keseluruhan. Oleh karena itu upaya pengelolaan sumber daya perairan yang berkelanjutan memerlukan evaluasi kondisi kelimpahan dan tingkat produktivitas kelompok biota produsen ini secara lebih akurat. Upaya-upaya pengukuran tingkat produktivitas fitoplankton banyak

dilakukan dengan menggunakan parameter kandungan klorofil serta kelimpahan sel, meskipun kedua pararemeter ini masih dianggap belum dapat sepenuhnya mewakili kondisi yang sebenarnya (Chrismada, 2011).

Peran utama fitoplankton dalam ekosistem air tawar adalah sebagai produsen primer. Sebagai produsen, fitoplankton merupakan makanan bagi komponen ekosistem lainnya khususnya ikan. Posisinya di dasar piramida makanan mempertahankan kesehatan lingkungan air. Bila ada gangguan terhadap fitoplankton, maka seketika komunitas lain akan terpengaruh. Komposisi fitoplankton bergantung pada kualitas air, karena itu jenis alga tertentu dapat digunakan sebagai indikator eutrofikasi air. Keasaman air juga mempengaruhi kelimpahan fitoplankton (Monk, dkk., 2000).

Kelimpahan Plankton

Perubahan terhadap kualitas perairan erat kaitannya dengan potensi perairan ditinjau dari kelimpahan dan komposisi fitoplankton. Keberadaan fitoplankton di suatu perairan dapat memberikan informasi mengenai kondisi perairan. Fitoplankton merupakan parameter biologi yang dapat dijadikan indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan suatu perairan. Fitoplankton juga merupakan penyumbang oksigen terbesar di dalam perairan laut (Fachrul, dkk., 2005).

Plankton di suatu perairan merupakan sumber makanan bagi ikan, oleh karena itu kelangsungan hidup ikan di suatu perairan akan sangat tergantung pada banyak sedikitnya jumlah plankton yang ada. Selain itu plankton dapat berperan sebagai salah satu parameter ekologi yang dapat menggambarkan kondisi suatu perairan dan juga merupakan komponen biotik penting dalam metabolisme badan

air karena merupakan mata rantai primer dan sekunder dalam rantai makanan ekosistem perairan. Dengan demikian keberadaan plankton di suatu perairan dapat mengindikasikan karakteristik suatu perairan apakah berada dalam keadaan subur atau tidak (Boney, 1975 diacu oleh Umar, 2010).

Pentingnya peranan fitoplankton sebagai pengikat awal energi matahari menjadikan fitoplankton berperan penting bagi perairan. Dengan demikian keberadaan fitoplankton dapat dijadikan indikator kualitas perairan yaitu gambaran tentang banyak atau sedikitnya jenis fitoplankton yang hidup di suatu perairan dan jenis-jenis fitoplankton yang mendominasi, adanya jenis fitoplankton yang dapat hidup karena zat-zat tertentu yang sedang blooming, dan dapat memberikan gambaran mengenai keadaan perairan yang sesungguhnya (Fachrul, dkk., 2005).

Sebaran klorofil-a di danau bervariasi secara geografis maupun berdasarkan kedalaman perairan. Menurut Valiela (1984) diacu oleh Pugesehan (2010) variasi tersebut diakibatkan oleh perbedaan intensitas cahaya matahari dan konsentrasi nutrien yang terdapat di dalam suatu perairan. Konsentrasi klorofil-a suatu perairan sangat tergantung pada ketersediaan nutrien dan intensitas cahaya matahari. Bila nutrien dan intensitas cahaya matahari cukup tersedia, maka konsentrasi klorofil-a akan tinggi dan sebaliknya.

Komunitas fitoplankton di perairan waduk dan danau cenderung didominasi oleh jenis-jenis dari kelas Chlorophyceae, Cyanophyceae dan Bacillariophyceae (Seller dan Markland, 1987 diacu oleh Mujiyanto, dkk., 2011). Dominansi suatu jenis fitoplankton pada badan air ditentukan oleh perbandingan jenis nutrien yang terlarut dalam badan air. Hal ini disebabkan setiap jenis

fitoplankton mempunyai respon yang berbeda terhadap perbandingan jenis nutrien yang ada terutama nitrogen dan fosfor dalam badan air (Barus, 2004).

Kegiatan budidaya dalam Keramba Jaring Apung (KJA) dapat berpengaruh terhadap kondisi kualitas perairan karena adanya sisa pakan yang tidak dimakan dan sisa metabolisme yang menumpuk dapat menyebabkan peningkatan nutrien dan mendorong terjadinya eutrofikasi dan mengakibatkan blooming fitoplankton. Di perairan Waduk Ir. H. Djuanda blooming fitoplankton sering terjadi yang didominasi jenis Microcystis sp. Kelimpahan jenis ini dapat mengganggu rantai makanan dan menurunkan kualitas air di perairan melalui senyawa racun yang dikeluarkannya dan menyebabkan terjadinya kematian ikan (Kartamihardja, dkk., 2001 diacu oleh Mujianto, dkk., 2011).

Faktor penunjang pertumbuhan fitoplankton sangat kompleks dan saling berinteraksi antara faktor fisika-kimia perairan seperti intensitas cahaya, oksigen terlarut, stratifikasi suhu, dan ketersediaan unsur hara nitrogen dan fosfor, sedangkan aspek biologi adalah adanya aktivitas pemangsaan oleh hewan, mortalitas alami, dan dekomposisi (Goldman dan Horne, 1983 diacu oleh Yuliana, 2007). Danau Laguna merupakan salah satu danau yang ada di Pulau Ternate, yang telah dimanfaatkan sebagai kawasan pariwisata dan lokasi budidaya keramba jaring apung (KJA). Danau Laguna berpotensi menjadi danau yang mempunyai tingkat kesuburan yang sangat tinggi (eutrofik) disebabkan oleh jumlah KJA yang meningkat setiap tahun, hal ini dapat berpengaruh terhadap produktivitas perairan. Salah satu di antaranya adalah dapat meningkatkan unsur hara (nitrogen dan fosfor) yang berasal dari sisa pakan yang tidak termakan oleh ikan dan sisa metabolisme ikan. Muatan unsur hara yang berlebihan dapat

merangsang pertumbuhan fitoplankton dengan cepat dan berlimpah sehingga dapat mempengaruhi fluktuasi dan kelimpahan fitoplankton yang ada di perairan ini (Yuliana, 2007).

Penyebaran plankton di dalam air tidak sama pada kedalaman yang berbeda. Tidak samanya penyebaran plankton dalam badan air disebabkan adanya perbedaan suhu, kadar oksigen, intensitas cahaya, dan faktor-faktor abiotik lainnya di kedalaman yang berbeda. Selain itu, kepadatan plankton pada suatu badan air sering bervariasi antar lokasi. Pada lokasi bagian pinggir suatu badan air kepadatan plankton biasanya lebih padat dibandingkan dengan bagian tengah (Suin, 2002).

Sebagaimana organisme lainnya, eksistensi dan kesuburan fitoplankton di dalam suatu ekosistem sangat ditentukan oleh interaksinya terhadap faktor-faktor fisika, kimia, dan biologi. Tingginya kelimpahan fitoplankton pada suatu perairan adalah akibat pemanfaatan nutrien dan radiasi cahaya matahari, di samping suhu, dan pemangsaan oleh zooplankton. Hubungan antara komunitas fitoplankton dengan perairan adalah positif. Bila kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tinggi, maka dapat diduga perairan tersebut memiliki produktivitas perairan yang tinggi pula (Nontji, 1993).

Fitoplankton mempunyai peran penting bagi ekologi karena terdiri atas bagian penting produsen utama di perairan lingkungan tersebut. Fitoplankton, seperti tanaman di darat, yaitu makanan dasar dalam lingkungan air untuk semua konsumen seperti zooplankton dan ikan. Biomassa alga fitoplankton dapat dinyatakan sebagai jumlah organisme per satuan volume tetapi sebagai populasi fitoplankton sangat bervariasi dalam jangkauan ukuran distribusi, angka saja tidak

dapat mewakili sesuai gambar dinamika populasi dan keragaman dan struktur ekosistem.

Faktor Fisika Kimia Air

Dalam studi ekologi, pengukuran faktor lingkungan abiotik penting dilakukan. Dengan dilakukannya pengukuran faktor lingkungan abiotik, maka akan dapat diketahui faktor yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan kepadatan populasi. Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi atas faktor iklim, fisika dan kimia (Suin, 2002).

Faktor fisik air yang sering merupakan faktor pembatas bagi organisme air adalah suhu, cahaya, konduktivitas, dan kecepatan arus, sehingga faktor fisik tersebut selalu diukur di dalam studi ekologi perairan (Suin, 2002). Beberapa faktor fisik yang mungkin ikut menentukan kualitas air adalah kekeruhan (turbiditas), warna, ketransparanan, suhu, kecepatan aliran, volume aliran (Sastrawijaya, 2000).

Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses metabolisme organisme di perairan. Perubahan suhu yang bersifat ekstrim akan mengganggu kehidupan organisme bahkan dapat menyebabkan kematian. Suhu perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air. Suhu air mempunyai peranan dalam mengatur kehidupan biota perairan, terutama dalam proses metabolisme. Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, namun di lain pihak juga mengakibatkan turunnya kelarutan oksigen dalam air. Oleh karena

itu, maka pada kondisi tersebut organisme akuatik seringkali tidak mampu memenuhi kadar oksigen terlarut untuk keperluan proses metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003).

Kecerahan dan Kekeruhan Air

Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disc (Effendi, 2003). Kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat terlarut, partikel-partikel dan warna air. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa oleh aliran sungai dapat mengakibatkan tingkat kecerahan air danau menjadi rendah, sehingga dapat menurunkan nilai produktivitas perairan (Nybakken, 1992).

Kekeruhan yang terjadi pada perairan tergenang seperti danau lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa koloid dan parikel-partikel halus. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi seperti pernafasan dan daya lihat organisme akuatik serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Menurut Koesbiono (1989), pengaruh kekeruhan yang utama adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok, sehingga aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga menurun, akibatnya produktivitas perairan menjadi turun. Disamping itu, Effendi (2003) menyatakan bahwa tingginya nilai kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.

pH Air (Derajat Keasaman)

Derajat keasaman air biasanya dimanfaatkan untuk menentukan indeks pencemaran dengan melihat tingkat keasaman atau kebasaan. Nilai pH yang ideal

bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya terdapat antara 7 – 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam atau sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004).

Dissolved Oxygen (DO)

Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Semakin tinggi suatu tempat dari permukaan air laut, tekanan atmosfer semakin rendah. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman, tergantung pada percampuran dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah yang masuk ke badan air. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Difusi oksigen kedalam air dapat terjadi secara langsung pada kondisi air diam (stagnant). Di perairan danau, oksigen lebih banyak dihasilkan oleh fotosintesis alga yang banyak terdapat pada lapisan epilimnion. Pada perairan tergenang yang dangkal dan banyak ditumbuhi tanaman air pada zona litoral, keberadaan oksigen lebih banyak dihasilkan oleh aktivitas fotosintesis tumbuhan air (Effendi, 2003).

Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Kebutuhan oksigen biologi suatu badan air adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh organisme yang terdapat didalamnya untuk bernafas selama

lima hari. Untuk itu maka perlu diukur kadar oksigen terlarut pada saat pengambilan contoh air (DO0 hari) dan kadar oksigen terlarut dalam contoh air yang telah disimpan selama lima hari (DO5 hari). Selama dalam penyimpanan itu harus tidak ada penambahan oksigen melalui proses fotosintesis, dan selama lima hari itu semua organisme yang berada dalam contoh air itu bernafas menggunakan oksigen yang ada dalam contoh air tersebut (Suin, 2002).

Kandungan Nitrat dan Fosfat

Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisma air. Keberadaan nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang dapat berasal dari industri, bahan peledak dan pemupukan. Secara alamiah kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah di daerah yang diberi pupuk nitrat/nitrogen (Alaerts, 1987).

Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur-unsur lain. Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan algae akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Menurut Jones dan Bachmann diacu olehEffendi (2003) menyatakan bahwa adanya korelasi positif antara kadar fosfor total dengan klorofil a. Sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral dan dekomposisi bahan organik. Sumber antropogenik fosfor adalah limbah industri dan domestik, yaitu fosfor yang berasal dari detergen. Kadar fosfor yang diperkenankan bagi kepentingan air minum adalah 0,2 mg/l

dalam bentuk fosfat (PO4). Kadar fosfor pada perairan alami berkisar antara 0,005-0,02 mg/l (Effendi, 2003).

Analisis Regresi Linear

Analisis regresi dipergunakan untuk menggambarkan garis yang menunjukan arah hubungan antar variabel, serta dipergunakan untuk melakukan prediksi. Analisa ini dipergunakan untuk menelaah hubungan antara dua variabel atau lebih, terutama untuk menelusuri pola hubungan yang modelnya belum diketahui dengan sempurna. Regresi yang terdiri atas satu variabel bebas (predictor) dan satu variabel terikat (Response/Criterion) disebut regresi linier sederhana (bivariate regression), sedangkan regresi yang variabel bebasnya lebih dari satu disebut regresi berganda (Multiple regression/multivariate regression), yang dapat terdiri atas dua prediktor (regresi ganda) maupun lebih. Adapun bentuk persamaan umumnya adalah:

Y= a + bX Dimana :

Y : Variabel terikat

A : Parameter intersep (garis potong kurva terhadap sumbu Y) B : Koefisien regresi (kemiringan atau slop kurva linear) X : Variabel bebas

Tanda positif pada nilai b atau koefisien regresi menunjukkan bahwa antara variabel bebas dengan variabel terikat berjalan satu arah, dimana setiap penurunan atau peningkatan variabel bebas akan diikuti dengan peningkatan atau penurunan variabel terikatnya. Sementara tanda negatif pada nilai b menunjukkan

bahwa antara variabel bebas dengan variabel terikat berjalan dua arah, dimana setiap peningkatan variabel bebas akan diikuti dengan penurunan variabel terikatnya, dan sebaliknya (Abdurahman, dkk., 2012).

Dokumen terkait