• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKTIVITAS PRIMER PERAIRAN DANAU TOBA DI DESA SIPINGGAN KECAMATAN NAINGGOLAN KABUPATEN SAMOSIR SKRIPSI NIAT DANIATI NABABAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRODUKTIVITAS PRIMER PERAIRAN DANAU TOBA DI DESA SIPINGGAN KECAMATAN NAINGGOLAN KABUPATEN SAMOSIR SKRIPSI NIAT DANIATI NABABAN"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

NIAT DANIATI NABABAN 150302070

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

(2)

SKRIPSI

NIAT DANIATI NABABAN 150302070

Skripsi Sebagai Salah Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

(3)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Niat D Nababan

NIM : 150302070

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Produktivitas Primer Perairan Danau Toba Di Desa Sipinggan Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir” adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Medan, Agustus 2020

Niat D Nababan NIM: 150302070

(4)
(5)

i

RIWAYAT HIDUP

NIAT D NABABAN dilahirkan di kencana pada tanggal 13 Juni 1996, dari Bapak Alm. Yapeti Zega dan Ibu Romauli Sihotang. Penulis merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di SD Negeri 173316 Paranginan, SMP Negeri 1 Paranginan dan SMA Negeri 2 Lintongnihuta. Penulis lulus dari SMA pada tahun 2015 dan pada tahun yang sama Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (sbmptn) pada tahun 2015.

Penulis telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di CV Horizon group, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara dari tanggal 31 Juli sampai dengan 20 Agustus 2018 dan juga telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN- PPM) di kelurahan Bantan, Kecamatan Siantar Barat, Kota Pematang Siantar Sumatera Utara.

Penulis menyelesaikan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dengan melakukan penelitian yang berjudul “Produktivitas Primer Perairan Danau Toba Di Desa Sipinggan Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir”. Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2019 sampai dengan Desember 2019 di Desa Sipinggan Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir.

(6)

ABSTRAK

NIAT D NABABAN : Produktivitas Primer Perairan Danau Toba di Desa Sipinggan Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir. Dibimbing oleh Ipanna Enggar Susetya.

Perairan Danau Toba Desa Sipinggan Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir merupakan suatu wilayah perairan yang sering digunakan sebagai tempat pelabuhan dan tempat wisata serta berbagai aktivitas masyarakat lainnya yang dikhawatirkan dapat mempengaruhi produktivitas primer perairan danau yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi perairan Danau Toba dari produktivitas primer serta mengetahui tingkat kesuburan serta tingkat pencemaran perairan Danau Toba di Desa Sipinggan Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir.

Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober sampai dengan Desember di Desa Sipinggan dengan tiga kali pengamatan yaitu dengan selang waktu dua minggu. Pengukuran kualitas air dilakukan pada tiga titik stasiun pengamatan secara in-situ untuk parameter suhu, kecerahan, pH, oksigen terlarut (DO), serta intensitas cahaya, dan ex-situ untuk parameter fosfat, klorofil-a, BOD5 dan nitrat.

Hasil pengukuran parameter suhu, kecerahan dan intensitas cahaya yang diperoleh pada ketiga stasiun pengamatan masing-masing berkisar antara 26- 27oC, 4-6,6 m dan 5,6-6 Cd. Kemudian nilai pH dan oksigen terlarut (DO) yang diperoleh pada ketiga stasiun pengamatan berkisar antara 6,8-7,1 dan 6,2-6,7 mg/L. Adapun hasil pengukuran kandungan fosfat dan nitrat pada ketiga stasiun pengamatan masing-masing berkisar antara 0,007-0,15 mg/L dan 0,0001-0,01 mg/L. Sedangkan nilai klorofil-a dan BOD5 yang diperoleh pada ketiga stasiun pengamatan masing-masing sebesar 0,03-0,05 mg/L dan 0,9-1,6 mg/L.

Produktivitas primer tertinggi pada permukaan perairan Danau Toba di Desa Sipinggan terdapat pada stasiun III dengan nilai 300,288 mgC/m3/hari sedangkan terendah terdapat pada stasiun II dengan nilai 150,144 mgC/m3 /hari, dan nilai rata-rata sebesar 225,216 mgC/m3 /hari sehingga tergolong danau mesotrofik.

Kata kunci : danau toba, desa sipinggan, produktivitas primer perairan

(7)

iii

NIAT D NABABAN: Lake Toba aquatic Primary Productivity in Sipinggan village, Nainggolan district, Samosir regency. Supervised by Ipanna Enggar Susetya.

The waters of Lake Toba, Sipinggan Village, Nainggolan District, Samosir Regency, is a water area that is often used as a port and tourist spot as well as various other community activities that are feared to affect the primary productivity of lake waters which can cause a decrease in water quality. The purpose of this study was to determine the condition of Lake Toba waters from primary productivity and to determine the level of fertility and the level of pollution in the waters of Lake Toba in Sipinggan Village, Nainggolan District, Samosir Regency.

This research was conducted from October to December in Sipinggan Village with three observations, namely with an interval of two weeks. Water quality measurements were carried out at three point observation stations in-situ for parameters of temperature, brightness, pH, dissolved oxygen (DO), and light intensity, and ex-situ for parameters of phosphate, chlorophyll-a, BOD5 and nitrate.

The measurement results of temperature, brightness and light intensity parameters obtained at the three observation stations ranged from 26-27oC, 4-6.6 m and 5.6-6 Cd, respectively. Then the pH and dissolved oxygen (DO) values obtained at the three observation stations ranged from 6.8-7.1 and 6.2-6.7 mg / L.

The results of measurements of phosphate and nitrate content at the three observation stations ranged from 0.007-0.15 mg / L and 0.0001-0.01 mg / L, respectively. Meanwhile, the chlorophyll-a and BOD5 values obtained at the three observation stations were 0.03-0.05 mg / L and 0.9-1.6 mg / L,

The highest primary productivity at lake toba’s surface waters in Sipinggan village are at station III with a value is 300,288 mgC/m3/day while the lowest is at station II with a value is 150,144mgC/m3/day , and the average value is 225,216 mgC/m3/day so it is classified as mesotrophik lake.

Key Words : aquatic primary productivity, sipinggan village, toba lake.

(8)

Puji syukur penulis senantiasa panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Produktivitas Primer Perairan Danau Toba Di Desa Sipinggan Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada ibu Ipanna Enggar Susetya S. Kel, M.Si selaku dosen pembimbing saya yang telah senantiasa memberikan arahan dan motivasi dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberi rahmat-Nya hingga saat ini.

2. Ayah dan Ibu saya yang tercinta, kakak Niermi Nababan, abang saya Ardianto, serta adek-adek saya Oktoberiati Ernita, Rahmat Jaya, Sulyati Septima dan Mikael Sapta Louis dan semua keluarga yang tercinta yang telah memberikan dukungan, materi dan doa.

3. Ibu Amanatul Fadhilah, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji I dan bapak Risky Febriansyah Siregar, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji II.

4. Ibu Dr. Eri Yusni, M. Sc, selaku Kepala Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

5. Dosen dan Staf Tata Usaha Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

(9)

v

Halaman

RIWAYAT HIDUP ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB 1. PENDAHULUAN Latar belakang ... 1

Perumusan masalah ... 3

Kerangka pemikiran ... 4

Tujuan penelitian ... 6

Manfaat penelitian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem danau... 7

Danau Toba ... 8

Klorofil-a ... 9

Fitoplankton ... 10

Produktifitas primer perairan ... 11

Faktor fisika kimia ... 12

Suhu ... 12

Kecerahan ... 13

Derajat keasaman (pH) ... 14

Intensitas cahaya ... 15

Oksigen terlarut (disolved oxygen/DO) ... 15

Biological oxygen demand (BOD5) ... 16

Fosfat (PO4-P) ... 16

Nitrat (NO3-) ... 17

BAB 3. METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian ... 19

Alat dan bahan ... 19

Deskripsi area ... 20

Stasiun I ... 20

Stasiun II... 21

Stasiun III ... 22

Prosedur penelitian ... 22

Pengambilan sampel air ... 22

Metode pengambilan sampel plankton ... 22

(10)

Pengukuran konsentrasi klorofil-a ... 24

Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan ... 24

Analisis Data ... 25

Menghitung nilai produktivitas primer perairan ... 25

Analisis struktur komunitas fitoplankton ... 26

Penentuan status mutu air dengan metode STORET ... 27

Pengelolaan kualitas air ... 29

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN HasiL ... 30

Faktor fisika dan kimia perairan ... 30

Klorofil-a ... 31

Perhitungan STORET pada setiap stasiun ... 32

Produktivitas primer ... 34

Nilai Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan indeks dominansi (D) fitoplankton pada setiap stasiun pengamatan. ... 34

Jenis fitoplankton pada setiap stasiun pengamatan ... 35

Pembahasan ... 36

Suhu ... 36

Kecerahan ... 37

Intensitas cahaya ... 38

Oksigen terlarut (disolved oxygen/DO) ... 39

Derajat keasaman (pH) ... 40

Fosfat (PO4-P) ... 41

Biological Oxygen Demand (BOD5) ... 42

Nitrat ( NO3-)... 42

Klorofil-a ... 43

Metode Storet ... 44

Produktivitas Primer ... 45

Fitoplankton ... 46

Rekomendasi pengelolaan Danau Toba ... 46

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 49

Saran ... 50 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

vii

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman 1. Pembagian tingkat kesuburan perairan ... 17 2. Klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan konsentrasi nitrat ... 18 3. Parameter, alat, dan metode yang digunakan ... 24 4. Kriteria kualitas perairan menurut indeks keanekaragaman

fitoplankton ... 26 5. Penentuan sistem nilai untuk penentuan status mutu air ... 31 6. Nilai parameter fisika dan kimia perairan ... 31 7. Kondisi fisika-kimia yang terdapat di perairan Danau Toba menurut metode

storet ... 31 8. Nilai dari Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks

dominansi (D) ... 39 9. Jenis fitoplankton yang ditemukan pada setiap stasiun ... 39

(12)
(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ... 5

2. Peta lokasi penelitian ... 19

3. Stasiun I ... 21

4. Stasiun II... 21

5. Stasiun III ... 22

6. Grafik nilai klorofil-a pada setiap stasiun pengamatan ... 37

7. Nilai produktivitas primer perairan pada setiap stasiun ... 38

8. Nilai indeks keanekaragaman fitoplankton ... 41

(14)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Desa Sipinggan merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Nainggolan yang berada di tepi Danau Toba dan terdapat satu tempat pelabuhan kapal dan digunakan juga sebagai tempat wisata serta berbagai aktivitas masyarakat seperti mencuci, mandi dan memancing yang dikhawatirkan akan menyebabkan penurunan kualitas air. Selain itu, adanya aktivitas penyebrangan yang dilakukan masyarakat di dermaga dan keramba jaring apung yang berada di tepi Danau Toba.

Danau Toba merupakan salah satu danau yang ada di Indonesia yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai daerah tujuan wisata. Danau Toba memiliki peran yang cukup penting baik dari aspek ekologi dan ekonomi.

Secara ekologi, danau toba merupakan habitat bagi banyak organisme air tawar. Secara ekonomis, perairan Danau Toba dimanfaatkan sebagai sumber air minum, penunjang perekonomian masyarakat melalui budidaya perikanan dengan kerambah jaring apung (KJA), pariswisata, kegiatan transportasi air, dan penunjang berbagai jenis industri seperti kebutuhan air minum. Berbagai aktivitas masyarakat tersebut dipastikan dapat mempengaruhi faktor fisik dan

kimia ekosistem danau yang salah satunya adalah produktivitas primer ( Harianja et al., 2018).

Produktivitas primer perairan merupakan salah satu faktor penting dalam ekosistem perairan, karena berperan dalam siklus karbon dan rantai makanan untuk organisme heterotrof. Pada ekosistem akuatik sebagian besar produktivitas

(15)

primer perairan dilakukan olah fitoplankton dan kurang lebih produksi primer di perairan berasal dari fitoplankton ( Nuzapril et al., 2017).

Keberadaan fitoplankton di perairan memegang peranan yang sangat penting sebagai produsen primer dan awal rantai makanan dalam jaring makanan yang menyebabkan fitoplankton sering dijadikan indikator ukuran kesuburan satu ekosistem. Fitoplankton merupakan parameter biologi yang dapat dijadikan bioindikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan suatu perairan, serta mengetahui jenis-jenis fitoplankton yang mendominasi, adanya jenis fitoplankton yang dapat hidup karena zat-zat tertentu yang sedang melimpah, dapat memberikan gambaran mengenai keadaan perairan yang sesungguhnya ( Kawirian et al., 2018).

Fitoplankton dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk mengetahui kualitas dan kesuburan suatu perairan yang sangat diperlukan untuk mendukung pemanfaatan sumberdaya perairan. Terdapat hubungan positif antara kelimpahan fitoplankton dengan produktivitas perairan. Jika kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tinggi maka perairan tersebut cenderung memiliki produktivitas yang tinggi pula. Salah satu cara untuk pemantauan kualitas perairan dapat dilakukan penelitian secara biologi menggunakan indikator fitoplankton. Fitoplankton dijadikan sebagai indikator kualitas perairan karena siklus hidupnya pendek, respon yang sangat cepat terhadap perubahan lingkungan dan merupakan produsen primer yang menghasilkan bahan organik serta oksigen yang bermanfaat bagi kehidupan perairan dengan cara fotosintesis ( Ramadhania et al., 2015).

(16)

Penelitian yang telah dilakukan oleh Wantrido (2018), menyatakan bahwa Danau Toba merupakan suatu ekosistem air yang telah banyak mengalami perubahan terutama akibat dari berbagai aktivitas manusia yang terdapat di sekitar ekosistem air ini. Bagi penduduk yang berada di sekitar daerah danau, kebutuhan akan air bersih ini diperoleh dari air danau.

Menurut Sagala (2013), akibat banyaknya aktifitas manusia dan transportasi motor air dan kapal penumpang yang beroperasi di wilayah perairan Danau Toba menyebabkan perubahan kualitas air danau sebagai akibat beban introduksi segala material dan energi yang diterima oleh perairan. Hal ini berdampak negatif bagi lingkungan perairan yang pada akhirnya mempengaruhi kehidupan organisme akuatik dan manusia di sekitarnya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terkait produktivitas primer perairan Danau Toba di Desa Sipinggan, Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir.

Perumusan masalah

Danau Toba merupakan danau yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai bentuk kegiatan wisata, memancing, mencuci, mandi, budidaya ikan, transportasi air dan penangkapan ikan yang menyebabkan banyaknya bahan- bahan organik sehingga mempengaruhi/ berpengaruh terhadap kondisi kualitas perairan dan produktivitas primer perairan. Maka dapat diketahui masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah produktivitas primer di perairan Danau Toba di Desa Sipinggan, Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir?

(17)

2. Bagaimanakah hubungan antara produktivitas primer dengan faktor fisika-kimia air terhadap produktivitas primer di perairan Danau Toba di Desa Sipinggan, Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir?

3. Bagaimanakah tingkat pencemaran perairan di Danau Toba di Desa Sipinggan, Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir?

Kerangka pemikiran

Desa Sipinggan merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Nainggolan yang berada di tepi Danau Toba yang memiliki potensi wisata yang dekat dengan pelabuhan penyebrangan kapal dan pemukiman warga. Aktivitas masyarakat sekitar dapat menyebabkan penurunan kualitas air danau yang berasal dari limbah pelabuhan dan aktivitas masyarakat serta aktivitas wisata.

Kegiatan masyarakat seperti wisata, budidaya ikan, pertanian dapat mengganggu kualitas air Danau Toba. Akibatnya perlu dilakukan penelitian tentang produktivitas perairan sehingga dapat diketahui kesuburan danau dan juga mengetahui kondisi fisik-kimia serta hubungannya dengan klorofil-a yang terkandung di perairan Danau Toba. Sehingga dapat diketahui cara pengelolaan secara berkelanjutan

(18)

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian Keterangan:

= objek yang diteliti Danau Toba

Kegiatan Masyarakat/

Pemanfaatan

Wisata Budidaya Ikan Pemberhentian

Kapal

Kegiatan Masyarakat

Pengaruh Fisika dan Kimia Perairan

Klorofil-A Kelimpahan Fitoplankton

Produktivitas Primer Perairan

Tingkat Kesuburan Perairan

(19)

Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui faktor fisika-kimia kualitas perairan di perairan Danau Toba di Desa Sipinggan, Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir.

2. Mengetahui tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan nutrien di perairan Danau Toba di Desa Sipinggan, Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir.

3. Mengetahui tingkat pencemaran perairan di Danau Toba di Desa Sipinggan, Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir.

4. Mengetahui produktivitas primer di perairan Danau Toba di Desa Sipinggan, Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir.

Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui faktor fisika- kimia kualitas perairan, tingkat kesuburan, tingkat pencemaran perairan serta untuk mengetahui produktivitas primer di perairan Danau Toba khususnya di Desa Sipinggan dan juga berguna sebagai informasi dasar untuk pengelolaan dan pemanfaatan Danau Toba sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem danau

Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terbentuk dari proses interaksi timbal balik antar mahluk hidup dalam suatu komunitas dalam lingkungan abiotiknya. Menurut Odum (1993) ekosistem atau sistem ekologi merupakan pertukaran bahan - bahan antara bagian - bagian yang hidup dan yang tak hidup di dalam sistem. Dalam suatu ekosistem terdapat dua kompomen dasar yang saling mengetahui, yaitu organisme – organisme yang merupakan komponen biotik dan lingkungan fisik – kimia sebagai komponen abiotik. Ada berbagai ekosistem yang dapat kita temui di permukaan bumi, salah satu contohnya adalah ekosistem perairan (Rizki et al., 2015).

Pembagian danau menurut Payne (1986) berdasarkan keadaan nutrisinya, danau dibagi menjadi tiga jenis yaitu :

a) Danau oligotrofik, yaitu suatu danau yang mengandung sedikit nutrien (miskin nutrien), biasanya lebih dalam dan produktivitas primernya rendah. Sedimen pada bagian dasar kebanyakan mengandung senyawa anorganik dan konsentrasi oksigen pada bagian hipolimnion tinggi.

Walaupun jumlah organisme pada danau ini rendah tetapi keanekaragaman spesies tinggi.

b) Danau eutrofik, yaitu suatu danau yang mengandung banyak nutrien (kaya nutrien), khususnya nitrat dan fosfor yang menyebabkan pertumbuhan algae dan tumbuhan akuatik lainnya meningkat. Dengan demikian

(21)

produktivitas primer pada danau ini tinggi dan konsentrasi oksigen rendah.

Walaupun jumlah dan biomassa organisme pada danau ini tinggi tetapi keanekaragaman spesies rendah.

c) Danau distrofik, yaitu suatu danau yang memperoleh sejumlah bahan- bahan organik dari luar danau, khususnya senyawa-senyawa asam yang menyebabkan air berwarna coklat. Produktivitas primer pada danau ini rendah, yang umumnya berasal dari fotosintesis plankton. Tipe danau distrofik ini juga sedikit mengandung nutrien dan pada bagian hipolimnion terjadi defisit oksigen. Suatu danau berlumpur mewakili bentuk danau distrofik ini.

Menurut Goldman dan Horne (1983), berdasarkan nutrien (tingkat kesuburan) danau diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu : danau eutrofik, danau oligotrofik dan danau mesotrofik. Danau eutrofik (nutrien tinggi) merupakan danau yang memiliki perairan yang dangkal, tumbuhan litoral melimpah, kepadatan plankton lebih tinggi, sering terjadi blooming alga dengan tingkat penetrasi cahaya matahari umumnya rendah. Sementara itu danau oligotrofik adalah danau dengan nutrien rendah, biasanya memiliki perairan yang dalam dengan bagian hipolimnion lebih besar dibandingkan dengan epilimnion.

Danau Toba

Danau merupakan badan air yang berbentuk cekungan berisi air yang dikelilingi oleh daratan baik terbentuk secara alami maupun buatan. Air diperlukan sebagai hajat hidup orang banyak. Semua makhluk hidup membutuhkan air untuk kehidupannya sehingga sumberdaya air perlu dilindungi

(22)

agar dapat tetap dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup lainnya. Untuk itu kualitas air merupakan hal yang penting dan harus tetap dijaga kestabilannya (Rizki et al., 2015).

Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia yang terletak di Provinsi Sumatera Utara. Danau Toba berada di pegunungan Bukit Barisan pada ketinggian 905 dpl. Danau Toba memiliki luas perairan sebesar 1.124 km2, volume air 256,2 x 109 m3 dan kedalaman rata-rata 228 m. Danau Toba banyak dimanfaatkan untuk berbagai macam aktivitas manusia, antara lain sebagai tempat budidaya ikan di keramba jaring apung (KJA), pertanian, pariwisata, transportasi, dan pemukiman penduduk.

Aktivitas-aktivitas tersebut berpotensi memberikan masukan baik berupa bahan organik maupun anorganik ke dalam perairan (Rahman et al., 2016).

Klorofil-a

Klorofil merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan produktivitas primer di perairan. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a sangat terkait dengan kondisi oseanografi suatu perairan. Beberapa parameter fisika kimia yang mempengaruhi sebaran klorofil-a adalah intensitas cahaya dan nutrien (Sihombing et al., 2013).

Klorofil-a adalah suatu pigmen aktif dalam sel tumbuhan yang mempunyai peranan penting dalam berlangsungnya proses fotosintesis di perairan yang dapat digunakan sebagai indikator banyak atau tidaknya ikan di suatu wilayah dari gambaran siklus rantai makanan yang terjadi di perairan. Konsentrasi klorofil-a pada suatu perairan sangat tergantung pada ketersediaan nutrien dan intensitass

(23)

cahaya matahari. Bila nutrien dan intensitas matahari cukup tersedia, maka konsentrasi klorofil-a akan tinggi dan sebaliknya (Effendi et al., 2012).

Klorofil-a merupakan pigmen yang selalu ditemukan dalam fitoplankton serta semua organisme autotrof dan merupakan pigmen yang terlibat langsung (pigmen aktif) dalam proses fotosintesis. Jumlah klorofil-a pada setiap individu fitoplankton tergantung pada jenis fitoplankton, oleh karena itu komposisi jenis fitoplankton sangat berpengaruh terhadap kandungan klorofil-a di perairan ( Aryawati et al., 2014).

Fitoplankton

Fitoplankton merupakan produsen primer terpenting di lingkungan perairan, karena fitoplankton mampu berfotosintesis. Fotosintesis adalah suatu proses yang kompleks, dimana sinar matahari diserap oleh sel-sel fitoplankton dan diubah menjadi energi biologi kemudian disimpan dalam bentuk senyawa organik ( Aryawati dan Hikmah, 2011).

Fitoplankton merupakan tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil dan mampu melaksanakan reaksi fotosintesis. Keberadaan Fitoplankton dalam lingkungan perairan mempunyai arti yang penting karena fitoplankton merupakan rantai makanan pertama dalam penyediaan energi bagi kehidupan dalam air.

Fitoplankton disebut juga sebagai produsen primer, karena merupakan pangkal rantai pakan dan fondamen yang mendukung kehidupan seluruh biota perairan lainnya ( Widiana, 2012)

Keberadaan fitoplankton sangat mempengaruhi kehidupan di perairan karena memegang peranan penting sebagai makanan bagi berbagai organisme perairan. Berubahnya fungsi perairan sering diakibatkan oleh adanya perubahan

(24)

struktur dan nilai kuantitatif fitoplankton. Perubahan ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari alam maupun dari aktivitas manusia seperti adanya peningkatan konsentrasi unsur hara secara sporadis sehingga dapat menimbulkan peningkatan nilai kuantitatif fitoplankton melampaui batas normal yang dapat ditolerir organisme hidup lainnya. Kondisi ini dapat menimbulkan dampak negatif berupa kematian massal organisme perairan akibat persaingan penggunaan oksigen terlarut seperti yang terjadi di berbagai perairan di dunia dan beberapa perairan Indonesia (Djokosetiyanto dan Sinung, 2006).

Fitoplankton mempunyai peranan yang sangat penting di dalam suatu perairan, selain sebagai dasar dari rantai pakan (primary producer) juga merupakan salah satu parameter tingkat kesuburan suatu perairan. Terdapat hubungan positif antara kelimpahan fitoplankton dengan produktivitas perairan ( Yuliana et al., 2012).

Produktivitas primer perairan

Produktivitas primer pada dasarnya tergantung pada aktivitas fotosintesis dari organisme autrotof yang mampu mentransformasi karbondioksida menjadi bahan organik dengan bantuan sinar matahari. Oleh karena itu pendugaan produktivitas primer alami didasarkan pada pengukuran aktivitas fotosintesis yang terutama dilakukan oleh fitoplankton. Besarnya produktivitas primer fitoplankton dapat diperoleh melalui perubahan produksi oksigen atau laju asimilasi karbon (Wetzel, 2001).

Produktivitas primer merupakan mata rantai makanan yang memegang peranan penting bagi sumberdaya perairan. Melalui produktivitas primer, energi akan mengalir dalam ekosistem perairan. Peningkatan suplai zat hara khususnya

(25)

nitrogen dan fosfor merupakan faktor kimia perairan yang dapat mempengaruhi produktivitas primer disamping faktor fisik cahaya dan temperatur (Wetzel, 2001). Proses penting dalam hal produktivitas primer adalah fotosintesis. Dalam fotosintesis, matahari merupakan unsur penting dalam proses tersebut. Apa saja yang mempengaruhi sinar matahari akan mempengaruhi fotosintesis (Romimohtarto dan Juwana, 2009).

Selain sebagai produsen primer, fitoplankton juga berfungsi sebagai bioindikator kualitas air yang memiliki sifat kosmopolit yakni dapat hidup di beragam jenis perairan atau dengan kata lain pola penyebarannya sangat luas, yang berarti penyebaran plankton bervariasi dari satu tempat ke tempat lain karena kualitas air yang berbeda. Kemampuan fitoplankton akan berkurang bila terjadi kerusakan lingkungan di sekitarnya, seperti pencemaran limbah, kerusakan terumbu karang, penebangan hutan mangrove, dll. Begitu juga sebaliknya, baik buruknya suatu perairan dapat dilihat melalui tingkat produktivitas primer dan keanekaragaman fitoplankton (Yulianto et al., 2014).

Faktor fisika-kimia

Baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemaran yang ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukannya (Peraturan Pemerintah Indonesia No. 82 tahun 2001).

Suhu

Suhu adalah ukuran derajat panas atau dingin suatu benda. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu disebut termometer. Suhu menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda

(26)

tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing bergerak, baik itu dalam bentuk perpindahan maupun gerakan di tempat berupa getaran. Makin tingginya energi atom-atom penyusun benda, makin tinggi suhu benda tersebut. Suhu juga disebut temperatur, satuan suhu adalah Kelvin (K). Skala-skala lain adalah Celcius, Fahrenheit, dan Reamur (Supu et al., 2016).

Suhu perairan merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di perairan. Suhu merupakan salah satu faktor eksternal yang paling mudah untuk diteliti dan ditentukan. Aktivitas metabolisme serta penyebaran organisme air banyak dipengaruhi oleh suhu air (Nontji, 2005).

Suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di perairan. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika banyak dijumpai bermacam - macam jenis hewan yang terdapat diberbagai tempat didunia.

Sebagai contoh hewan karang di mana penyebarannya sangat dibatasi oleh perairan yang hangat yang terdapat di daerah tropik dan subtropik ( Hutabarat, 2012).

Kecerahan

Kecerahan merupakan tingkat transparansi perairan yang dapat diamati secara visual menggunakan secchi disk. Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan mana yang tidak keruh, dan yang paling keruh. Perairan yang memiliki nilai kecerahan rendah pada waktu cuaca yang normal dapat memberikan suatu petunjuk atau indikasi banyaknya partikel- partikel tersuspensi dalam perairan tersebut ( Hamuna et al., 2018).

(27)

Kecerahan perairan adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan aktivitas fotosintesis.

Kecerahan merupakan faktor penting bagi proses fotosintesis dan produksi primer dalam suatu perairan. Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan ( Nuriya et al., 2010).

Intensitas cahaya matahari mempengaruhi produktivitas primer. Hasil perubahan energi cahaya matahari menjadi energi kimia dapat diperoleh melalui proses fotosintesis oleh tumbuhan hijau. Proses fotosintesa sangat tergantung pada intensitas cahaya matahari, konsentrasi CO2, oksigen terlarut dan temperatur perairan. Oleh karena itu tumbuhan hijau sangat tergantung pada kecerahan suatu perairan karena mempengaruhi proses fotosintesis (Barus, 2004).

Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen dalam perairan derajat keasaman menunjukkan suasana air tersebut apakah masih asam ataukah basa. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan (Anas et al., 2017)

Derajat keasaman (pH) merupakan logaritma negatif dari konsentrasi ion- ion hidrogen yang terlepas dalam suatu cairan dan merupakan indikator baik buruknya suatu perairan. pH suatu perairan merupakan salah satu parameter kimia yang cukup penting dalam memantau kestabilan perairan (Simanjuntak, 2009).

Variasi nilai pH perairan sangat mempengaruhi biota di suatu perairan.

Selain itu, tingginya nilai pH sangat menentukan dominasi fitoplankton yang mempengaruhi tingkat produktivitas primer suatu perairan dimana keberadaan

(28)

fitoplankton didukung oleh ketersediaanya nutrien di perairan (Megawati et al., 2014).

Intensitas cahaya

Cahaya matahari merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis, dan jumlah energi yang diterima tergantung pada kualitas, kuantitas, dan lama periode penyinaran merupakan faktor abiotik utama bukan hara yang sangat menentukan laju produktivitas primer perairan. Periode cahaya yang berbeda akan memberikan nilai produktivitas primer yang berbeda pula. Pengukuran produktivitas primer selama ini dilakukan dengan memperhitungkan penyinaran matahari dan dilakukan inkubasi untuk menghitung besarnya produktivitas primer dalam suatu perairan ( Yuliana, 2006 ).

Efektivitas pemanfaatan cahaya matahari melalui mekanisme fotosintesis dalam ekosistem perairan dipengaruhi oleh kerapatan klorofil. Semakin banyak jumlah klorofil dalam suatu satuan luas akan meningkatkan aktivitas penangkapan

cahaya yang selanjutnya dikonversi menjadi rantai karbon ( Pitoyo dan Wiryanto, 2002).

Oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO)

Oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO) adalah total jumlah oksigen yang ada (terlarut) di air. DO dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik.

Umumnya oksigen dijumpai pada lapisan permukaan karena oksigen dari udara di dekatnya dapat secara langsung larut berdifusi ke dalam air. Kebutuhan organisme

(29)

terhadap oksigen terlarut relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya (Gemilang et al., 2017).

Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah tangga ( Salmin, 2005 ).

Biological oxygen demand (BOD5)

BOD5 (biological oxygen demand) adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik.

Konsentrasi BOD5 menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan semua zat organik yang terlarut apabila nilai BOD5 tinggi jumlah oksigen terlarut yang ada pada badan air pun akan semakin berkurang, menimbulkan bau yang tidak sedap dan mengakibatkan kematian pada biota air.

Fosfat (PO4-P)

Fosfat (PO4-P) merupakan salah satu unsur esensial bagi metabolisme dan pembentukan protein. Fosfat yang merupakan salah satu senyawa nutrien yang

(30)

sangat penting di perairan. Di perairan, fosfat berada dalam bentuk anorganik dan organik terlarut seta partikulat fosfat ( Affan, 2010).

Fosfat merupakan zat hara yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan metabolisme fitoplankton dan organisme laut lainnya dalam menentukan kesuburan perairan, kondisinya tidak stabil karena mudah mengalami proses pengikisan, pelapukan dan pengenceran ( Hamuna et al., 2018).

Fosfat merupakan salah satu zat hara yang dibutuhkan dan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme perairan.

Tinggi rendahnya kadar fosfat dan nitrat di suatu perairan adalah salah satu indikator untuk menentukan kesuburan suatu perairan (Patty 2014).

Kesuburan perairan dapat terbagi menjadi tiga kategori yaitu oligotrofik, mesotrofik dan eutrofik. Perairan oligotrofik merupakan perairan dengan unsur hara dan produktivitas yang rendah, perairan mesotrofik merupakan peralihan antara oligotrofik dan eutrofik sedangkan eutrofik yaitu perairan dengan kadar unsur hara tinggi serta memiliki tingkat kecerahan dan kadar oksigan terlarut yang rendah (Effendi, 2003).

Hubungan antara produktivitas perairan dengan konsentrasi fosfat total (Wetzel 2001):

Tabel 1. Pembagian tingkat kesuburan perairan

Tingkat produktivitas perairan Fosfat total (μg/liter)

Ultra-oligotrof < 5

Oligo-mesotrofik 5-10

Meso-eutrof 10-30

Eutrof 30-100

Hypereutrof >100

(31)

Nitrat (NO3-)

Nitrat (NO3-)merupakan bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama yang berguna bagi pertumbuhan fitoplankton dan tumbuhan lainnya. Fungsi nitrogen adalah membangun dan memperbaiki jaringan tubuh serta memberikan energi. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Nitrifikasi merupakan proses oksidasi amonia (NH3) menjadi nitrit (NO2) dan nitrat (NO3) oleh organisme. Proses oksidasi tersebut dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter seperti yang tertera pada persamaan reaksi berikut (Effendi, 2003):

2NH3 + 3O2 Nitrosomonas 2NO2 - + 2H+ + 2H2O 2NO2- + O2 Nitrobacter 2NO3-

Klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan konsentrasi nitrat yaitu:

Tabel 2. Klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan konsentrasi nitrat

NO3- (mg/L air) Tingkat kesuburan (trofik) perairan

0 – 0,11 Rendah (oligotrofik)

0,11 – 0,29 Cukup (mesotrofik)

0,29 – 0,94 Baik (eutrofik)

> 0,94 Hipertrofik

Sumber: Hakanson dan Bryann (2008)

Sumber utama nitrat di perairan berasal dari dekomposisi organisme, aktivitas pertanian, pertambakan, industri dan rumah tangga. Aktivitas pertanian dan pertambakan banyak menggunakan pupuk yang mengandung unsur N dan P.

Sebagian dari pupuk tersebut kemudian hanyut ke perairan melalui aliran sungai dan pada akhirnya menyebabkan variabilitas konsentrasi nitrat secara spasial dan temporal (Faizal et al., 2012).

(32)

METODE PENELITIAN

Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember di perairan Danau Toba di Desa Sipinggan, Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Kelas I Medan dan Balai Riset dan Satandarisasi Industri Medan. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta lokasi penelitian Alat dan bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (aplikasi GPS Coordinates), plankton net, botol sampel, botol winkler, botol terang, botol gelap, pH meter (merk ATC), termometer, lux meter (merk PM6612), secchidisk, col

Stasiun III

Stasiun II Stasiun I

(33)

box, kamera, spektrometer, pipet tetes, kalkulator, alat tulis, sedgewick rafter,

mikroskop, perahu dan laptop.

Bahan yang digunakan adalah sampel air, mangan sulfat (MnSO4), asam sulfat (H2SO4), kalium hidroksida (KOH-KI), natrium tiosulfat (Na2S2O3), lakban bening, lakban hitam, sarung tangan, tali plastik, aluminium foil, amilum, lugol, kertas label dan tissue. Gambar alat dan bahan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Deskripsi area

Lokasi pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu pengambilan data dengan alasan dan pertimbangan tertentu dengan sengaja untuk mendapatkan sampel yang mewakili baik area maupun kelompok sampel sehingga didapat gambaran lokasi penelitian secara keseluruhan ( Nurtirta et al., 2014). Lokasi pengambilan sampel dilakukan di perairan Danau Toba dengan memilih 3 stasiun pengamatan berdasarkan ekologi dan karakteristik kegiatan masyarakat yang dilakukan.

Stasiun I

Stasiun I merupakan lokasi pemberhentian kapal untuk mencari penumpang yang akan dibawa ke Balige atau Ajibata. Stasiun I terletak pada koordinat 2026’03” LU – 98053’53” BT. Gambar stasiun I dapat dilihat pada Gambar 3.

(34)

Gambar 3. Stasiun I Stasiun I

Stasiun II yaitu sebagai stasiun yang sangat dekat dengan lahan pertanian dan daerah banyak aktivitas masyarakat (mencuci dan mandi). Stasiun II terletak pada koordinat 2025’46” LU – 98053’45” BT. Gambar stasiun II dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Stasiun II

(35)

Stasiun III

Stasiun III merupakan area yang dekat dengan keramba jaring apung ikan serta dekat dengan pemukiman penduduk. Stasiun III berada pada koordinat 2025’52” LU - 98053’12” BT. Gambar stasiun III dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Stasiun III Prosedur penelitian

Pengambilan sampel air

Pengambilan air sampel dilakukan pada tiga stasiun pengamatan setiap dua minggu sebanyak tiga kali pengulangan. Sampel air diambil secara horizontal (permukaan) dari badan air.

Metode pengambilan sampel plankton

Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dengan selang waktu 2 minggu. Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 09.00-14.00 WIB.

Penentuan waktu ini didasarkan pada penelitian Tambaru (2003), yang menyatakan dalam pengukuran produktivitas fitoplankton dengan sistem inkubasi sebaiknya dilakukan antara pukul 09.00-14.00. Pada selang waktu inkubasi tersebut sudah ada penyesuaian cahaya oleh fitoplankton dalam melakukan

(36)

aktifitas . Penyesuaian tersebut telah berlangsung pada saat matahari terbit mulai sejak jam 06.00 pagi, dengan demikian intensitas cahaya pada selang waktu inkubasi tersebut oleh fitoplankton secara optimal digunakan untuk proses fotosintesis.

Pengambilan sampel plankton di lapisan permukaan air dilakukan secara horizontal, plankton net diletakkan di permukaan air kemudian ditarik dengan bantuan perahu menuju ke titik lain. Pengambilan sampel seiring dengan kecepatan perahu secara perlahan (±2 knot), plankton net ditarik untuk jarak ± 5 m, kemudian air yang tersaring dalam botol (bucket) dimasukan ke dalam botol sampel dan di beri lugol sebanyak 3 tetes yang kemudian di beri label agar terhindar dari kekeliruan untuk diawetkan ( Usman et al., 2013).

Metode perhitungan nilai DO dan BOD5

Pengambilan sampel oksigen terlarut ( dissolved oxygen/DO) dilakukan pada setiap stasiun. Pengambilan sampel dilakukan secara horizontal. Pada masing-masing sampel dimasukkan kedalam botol gelap, botol terang dan inisial.

Bagan kerja dapat dilihat pada Lampiran 2.

Metode titrasi dengan cara winkler secara umum banyak digunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan mangan sulfat (MnSO4) sebanyak 1 mL dan 1 mL alkali iodida azida ditambahkan menggunakan ujung pipet tepat di atas permukaan larutan, Botol segera ditutup dan dihomogenkan hingga terbentuk gumpalan sempurna, asam sulfat (H2SO4) sebanyak 1 mL ditambahkan dan ditutup, Larutan dihomogenkan hingga endapan larut sempurna. Larutan homogen yang telah larut sempurna sebanyak 100 mL diambil dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer,

(37)

larutan sampeldititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N sampai larutan berwarna kuning pucat atau kuning transparan , larutan sampelditetesi 5 tetes indikator amilum atau kanji, titrasi kembali dilakukan sampai larutan jernih atau sampai warna biru hilang kemudian kadar DO dihitung ( Salmin, 2005).

Pengambilan sampel BOD5 dilakukan dengan cara mengambil sampel air menggunakan botol gelap dan Pengukuran BOD5 dilakukan secara ex-situ di BTKLPP (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit ) Kelas I Medan.

Pengukuran konsentrasi klorofil-a

Sampel air diambil dari setiap stasiun dilakukan secara horizontal pada setiap stasiun. Sampel air dimasukkan ke dalam botol yang gelap agar klorofil-a nya tetap terjaga kemudian diletakkan dalam cool box kemudian dibawa ke laboratorium FMIPA USU untuk diukur konsentrasi klorofil-a menggunakan spektrofotometer.

Pengukuran parameter fisika kimia perairan

Pengukuran parameter fisika dan kimia dilakukan dengan dua cara, yakni secara langsung (in-situ) yakni parameter yang mencakup: suhu, kecerahan, pH, DO dan intensitas cahaya, dan secara tidak langsung (ex-situ) mencakup parameter: fosfat, klorofil-a, BOD5 dan nitrat. Parameter kualitas air dan metode analisis pengukuran dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.

(38)

Tabel 3. Parameter, alat, dan metode yang digunakan dalam pengambilan sampel fisika kimia

No Parameter Satuan Alat Keterangan

1 Suhu °C Thermometer In situ

2 Kecerahan m Sechidisk In situ

3 pH pH-meter In situ

5 DO mg/L Metode Winkler In situ

6 Intensitas cahaya Cd Lux Meter In situ

7 Fosfat mg/L Botol sampel Laboratorium

8 Klorofil-a mg/L Spektrofotometer Laboratorium

9 BOD5 mg/L Metode Winkler Laboratorium

10 Ntotal mg/L Botol sampel Laboratorium

Analisis data

Data yang diperoleh dilapangan akan diolah dengan menghitung nilai produktivitas primer perairan.

Menghitung nilai produktivitas primer perairan

Cara yang umum dipakai dalam mengukur produktivitas primer suatu perairan adalah dengan menggunakan botol gelap dan botol terang menurut Pratiwi et al., (2016) adalah menggunakan rumus:

Produktivitas Bersih (PN) = Produktivitas Kotor (PG) – Respirasi (R) Dimana:

R = [O2]awal-[O2]akhir pada botol gelap

PG = [O2] akhir pada botol terang – [O2] akhir pada botol gelap

Untuk mengubah nilai mg/l oksigen menjadi mg C/m3, maka nilai dalam mg/l dikalikan dengan faktor 375,36 hal ini akan menghasilkan mg C/m3 untuk

(39)

jangka waktu pengukuran. Untuk mendapatkan nilai produktivitas dalam satuan hari, maka nilai perjam harus dikalikan dengan 12, mengingat cahaya matahari hanya selama 12 jam per hari. Gambar pengukuran produktivitas primer perairan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Analisis struktur komunitas fitoplankton

Analisis identifikasi fitoplankton mengacu pada buku yang berjudul the freshwater plankton yang ditulis oleh Mizuno (1979). Nilai keanekaragaman atau

diversitas jenis fitoplankton dalam penelitian ini dihitung berdasarkan modifikasi Indeks Shanon-Wiener (Odum, 1971):

H' = - Keterangan:

H' = Indeks diversitas/Indeks keanekaragaman pi = (proporsi jenis ke-i)

ni = jumlah individu jenis ke-i N = jumlah total individu

Menurut Canter dan Hill (1981) dalam Soegianto (2004), kriteria indeks keanekaragaman tersebut diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 4. Kriteria kualitas perairan menurut indeks keanekaragaman fitoplankton

Tingkat pencemaran Indeks keanekaragaman

Sangat Baik > 2,00

Baik 1,60-2,00

Sedang 1,00-1,59

Buruk 0,70-0,99

Sangat Buruk < 0,70

Nilai H’maks dihitung dengan rumus:

H’maks = ln s

(40)

Keterangan: s = jumlah spesies (jumlah jenis)

Selanjutnya untuk melihat keseragaman penyebaran jenis digunakan indeks keseragaman Eveness Shannon (Soegianto, 1994):

E = H’/H’maks

Perhitungan evenness seringkali disebut juga keanekaragaman relatif.

Nilai indeks keseragaman berkisar antara 0-1. Semakin kecil nilai E, akan semakin kecil pula keseragaman suatu populasi, yang berarti penyebaran jumlah individu setiap jenis tidak sama dan ada kecenderungan populasi tersebut didominasi oleh jenis organisme tertentu. Begitupun sebaliknya, semakin besar nilai E maka populasi menunjukkan keseragaman yang tinggi, yaitu jumlah individu tiap jenis dapat dikatakan sama atau tidak jauh berbeda (Supriyanti, 2001).

Untuk mengetahui dominansi dapat menggunakan Indeks Dominansi Simpson (Krebs, 1989):

D = Keterangan:

D = Indeks Dominansi Simpson pi = (proporsi jenis ke-i)

Nilai indeks simpson berkisar antara 0-1, semakin kecil nilainya berarti tidak ada dominansi. Sebaliknya jika nilai indeks simpson semakin besar maka ada dominansi oleh jenis tertentu.

Penentuan status mutu air dengan metode STORET

Metode STORET merupakan salah satu metode yang dgunakan untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan. Dengan metode Storet ini

(41)

dapat diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara prinsip metode STORET adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu yang disesuaikan dengan peruntukknya guna menentukan status mutu air.

Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai dari ‘’US-EPA ( United States-Environmental Protection Agency)’’

dengan mengklasifikasikan mutu air dalam empat kelas, yaitu :

1. Kelas A : Baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu 2. Kelas B : Baik, skor= -1 s/d-10 cemar ringan

3. Kelas C : Sedang, skor = -11 s/d-30 cemar sedang 4. Kelas D : Buruk, skor ≥ -31 cemar berat

Adapun langkah-langkah penentuan status mutu air dengan metode Storet adalah sebagai berikut (Lampiran Kepmen LH No.15 Tahun 2003) :

1. Data kualitas air dan debit air terlebih dahulu dikumpulkan secara periodik sehingga membentuk data dari waktu ke waktu (time series data)

2. Kemudian data hasil pengukuran masing-masing parameter air dibandingkan dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air.

3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran baku mutu) maka diberi skor 0.

4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran baku mutu), maka diberi nilai seperti yang tertera pada Tabel 5.

(42)

Tabel 5. Penentuan sistem nilai untuk penentuan status mutu air Jumlah

Contoh

Nilai Parameter

Fisika Kimia Biologi

10 Maksimum -1 -2 -3

Minimum -1 -2 -3

Rata-rata -3 -6 -9

10 Maksimum -2 -4 -6

Minimum -2 -4 -6

Rata-rata -6 -12 -18

Sumber : Lampiran 1 Kepmen LH No. 115 Tahun 2003 Pengelolaan kualitas air

Menurut PP. No 82 Tahun 2001 Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukkanya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam alamiahnya.

Klasifikasi mutu air dibagi menjadi empat kelas, yakni :

1. Kelas satu, yaitu air yang peruntukkanya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan/atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

2. Kelas dua, yaitu air yang peruntukkanya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudiayaan ikan air tawar, mengairi pertanaman, dan atau/atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

3. Kelas tiga, yaitu air yang peruntukkanya untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, mengairi pertanaman dan/ atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

4. Kelas empat, yaitu air dengan peruntuknya untuk mengairi pertanaman dan/atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Faktor fisika dan kimia perairan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di perairan Danau Toba Desa Sipinggan diperoleh nilai parameter suhu pada stasiun I adalah 26,2

0C, stasiun II adalah 26 0C, stasiun III adalah 27 0C. Nilai parameter kecerahan pada stasiun I adalah 4,5 m, stasiun II adalah 6,6 m, stasiun III adalah 4 m. Nilai intensitas cahaya pada stasiun I adalah 5,6 Cd, stasiun II adalah 5,9 Cd, satasiun III adalah 6 Cd. Nilai DO pada stasiun I adalah 6,7 mg/L, stasiun II adalah 6,7 mg/L, stasiun III adalah 6,2 mg/L. Nilai pH stasiun I adalah 6,8, stasiun II adalah 6,9, stasiun III adalah 7,1. Nilai Fosfat pada stasiun I adalah 0,007 mg/L, stasiun II adalah 0,15 mg/L, stasiun III adalah 0,02 mg/L. Nilai BOD5 pada stasiun I adalah 1,2 mg/L, stasiun II adalah 0,9 mg/L, stasiun III adalah 1,6 mg/L.

Adapun nilai parameter fisika dan kimia perairan yang diperoleh pada setiap stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai parameter fisika dan kimia perairan Parameter Satuan

Stasiun I

Stasiun II

Stasiun

III Rata-Rata

Suhu 0C 26.2 26 27 26.4

Kecerahan m 4.5 6.6 4 5.03

Intensitas Cahaya Cd 5.6 5.9 6 5.83

DO mg/L 6.7 6.7 6.2 6.53

Ph - 6.8 6.9 7.1 6.93

Fosfat mg/L 0.007 0.15 0.02 0.05

BOD5 mg/L 1.2 0.9 1.6 1.23

Ntotal mg/L 0.001 0.01 0.001 0.004

(44)

Klorofil-a

Pengukuran kandungan klorofil-a merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam menentukan tingkat kesuburan suatu perairan yang dinyatakan dalam bentuk produktivitas primer. Pengukuran kandungan klorofil-a dapat mencerminkan biomassa fitoplankton dalam sebuah perairan.

Berdasarkan hasil penelitian, nilai klorofil-a pada masing-masing stasiun pengamatan diperoleh nilai pada stasiun I adalah 0,03, pada stasiun II adalah 0,04 dan pada stasiun II adalah 0,05. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini:

Gambar 6. Grafik nilai klorofil-a pada setiap stasiun pengamatan Perhitungan status mutu air dengan metode STORET

Metode STORET merupakan salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan. Dengan metode STORET ini dapat diketahui tingkatan klasifikasi mutu parameter - parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Penentuan status mutu air dengan sistem STORET ini dimaksudkan sebagai acuan dalam melakukan pemantauan kualitas air dengan tujuan untuk mengetahui mutu (kualitas) suatu sistem akuatik. Penentuan status mutu air ini berdasarkan pada analisis parameter fisika dan kimia.

(45)

Kualitas air yang baik akan sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan pemerintah tersebut dengan kadar (konsentrasi) maksimum yang diperbolehkan.

Sedangkan untuk mengetahui seberapa jauh contoh air tersebut disebut baik atau tidak dinilai dengan sistem STORET. Hasil perhitungan metode storet ini dapat diketahui dengan cara melihat nilai minimum dan maksimum setiap parameter yang kemudian akan di rata-ratakan maka hasil yang telah didapatkan akan dibandingkan dengan nilai baku mutu yang telah ditetapkan pada Kepmen LH No.

15 tahun 2003 dan seluruh hasilnya akan dijumlahkan yang kemudian dimasukkan dalam kategori kelas A,B,C atau D.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh nilai perhitungan storet untuk stasiun 1 yaitu -10, pada stasiun 2 yaitu -12 dan pada stasiun 3 diperoleh nilai -12. Hasil perhitungan storet menggunakan metode storet dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini:

(46)

Tabel 7. Kondisi fisika-kimia yang terdapat di perairan Danau Toba menurut metode STORET

Parameter Satuan Baku

Mutu Air Gol I

Stasiun I Stasiun II Stasiun III Skor

St 1 St 2 St 3

Min Max Rerata Min Max Rerata Min Max Rerata

Suhu 0C Deviasi 3 26 26,5 26,25 25,6 27 26,3 26,3 27,5 26,9 0 0 0

Kecerahan M - 4,5 4,5 4,5 6,6 6,6 6,6 4 4 4 - - -

Intensitas Cahaya Cd - 5,09 6,5 5,7 5,28 6,5 5,8 5,5 6,5 6 - - -

DO mg/L 6 6,4 6,9 6,6 6,6 6,8 6,7 6,2 6,2 6,2 -10 -10 -10

pH - 6-9 6,8 6,8 6,8 6,8 7 6,9 7 7,2 7,1 0 0 0

Fosfat mg/L 0,2 0,001 0,02 0,01 0,008 0.25 0,129 0,02 0,03 0,025 0 -2 0

BOD5 mg/L 2 0,96 1,5 1,23 0,54 1,1 0,82 1,2 2 1,6 0 0 -2

Ntotal mg/L - 0,001 0,001 0,001 0,02 0,097 0,05 0,001 0,001 0,001 - - -

Total -10 -12 -12

(47)

Produktivitas primer

Pengukuran produktivitas primer fitoplankton merupakan satu syarat dasar untuk mempelajari struktur dan fungsi ekosistem perairan. Pengukuran produktivitas primer di perairan dilakukan dengan metode botol gelap dan botol terang dan diperoleh hasil pada setiap stasiun yang berbeda - beda. Pada hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka diperoleh nilai produktivitas primer pada stasiun I adalah 225,21 mgC/m3/hari, stasiun II adalah 150,14 mgC/m3/hari dan stasiun III adalah 300,28 mgC/m3/hari. Adapun grafik nilai produktivitas primer perairan yang diperoleh untuk setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Nilai produktivitas primer perairan pada setiap stasiun.

Nilai keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan indeks dominansi (D) fitoplankton pada setiap stasiun pengamatan.

Fitoplankton merupakan salah satu organisme perairan yang sangat penting berperan sebagai produsen primer di perairan. Fitoplankton akan memberikan respons terhadap perubahan kondisi perairan baik berupa perubahan pada kelimpahan, jumlah jenis, maupun struktur komunitas fitoplankton.

(48)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka nilai dari keanekaragaman fitoplankton yang diperoleh pada stasiun I, II dan III masing- masing adalah 1,06, 1,64 dan 1,84. Kemudian nilai keseragaman fitoplankton pada stasiun I, II dan III masing-masing adalah 0,97, 0,91 dan 0,94. Sedangkan nilai indeks dominansi fitoplankton pada stasiun I, II dan III masing-masing adalah 0,98, 0,92 dan 0,92. Faktor utama lainnya yang mengontrol laju produktivitas primer fitoplankton di perairan adalah fitoplankton. Nilai dari indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks dominansi (D) fitoplankton yang terdapat di tiga stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini.

Tabel 8. Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks dominansi (D)

Parameter Stasiun

I II III

Indeks Keanekaragaman (H’) 1,06 1,64 1,84

Indek Keseragaman (E) 0,97 0,91 0,94

Indeks Dominansi (D) 0,98 0,92 0,92

Jenis fitoplankton pada setiap stasiun pengamatan

Jenis fitoplankton yang ditemukan pada lokasi penelitian didapatkan ada 8 kelas diantaranya Chlorophyceae sebanyak 4 genus, Bacillariophyceae sebanyak 3 genus, Zygnematophyceae sebanyak 1 genus , Euglenoidea sebanyak 1 genus, Conjugatophyceae sebanyak 1 genus, Ulvophyceae sebanyak 2 genus, Rhodophyceae sebanyak 1 genus dan Cyanophyceae sebanyak 1 genus. Lampiran fitoplankton yang ditemukan pada masing masing stasiun dapat dilihat pada

(49)

Lampiran 6. Adapun jenis fitoplankton yang ditemukan pada masing – masing stasiun dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 9. Jenis fitoplankton yang ditemukan pada setiap stasiun

Fitoplankton Stasiun I Stasiun II Stasiun III Chlorophyceae

Ankistrodesmus falcatus + + - Gonatozygon monotaenium - - + Characium sp. - - + Bacillariophyceae

Amphipleura sp. - - + Nitzchia sp. + - - Melosira italica + - - Zygnematophyceae

Spirogyra sp. - - + Euglenoidea

Phacus caudalis - - + Conjugatophyceae

Mougeotia scalaris - - + Ulvophyceae

Enteromorpha compressa - - + Ulotrix subcontricta - + - Ulotrix tenuissima - + - Rhodophyceae

Bangia sp. - + - Cyanophyceae

Pseudoanabaena sp. - + -

Pembahasan Suhu

Hasil dari pengukuran yang telah dilakukan terhadap suhu air disetiap stasiun selama masa pengamatan yang terdapat di perairan sipinggan diperoleh kisaran suhu antara 26°C – 27°C dengan rata-rata sebesar 26,5°C. Dari rerata tersebut dapat dianggap baik untuk pertumbuhan plankton, hal ini sesuai dengan

(50)

yang dikemukakan oleh Effendi (2003) bahwa kisaran suhu yang optimum untuk pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20-30 oC.

Perubahan suhu dalam suatu perairan berpengaruh langsung terhadap kelarutan oksigen (DO). Semakin tinggi temperatur di suatu perairan maka akan semakin rendah kandungan oksigen terlarut (DO) di perairan tersebut. Suhu merupakan faktor pembatas bagi produksi, suhu yang terlalu tinggi akan menghambat proses fotosintesa dan produktivitas primer. Aktivitas metabolisme serta penyebaran organisme air banyak dipengaruhi oleh suhu air (Nontji, 2005).

Suhu juga mempengaruhi kelarutan oksigen dalam air, semakin tinggi suhu perairan mengakibatkan kelarutan oksigen (DO) menurun, sedangkan kebutuhan oksigen terlarut oleh organisme perairan semakin meningkat. Hasil tabel diatas menunjukkan bahwa suhu tertinggi berada pada stasiun 3 dan terendah berada pada stasiun 2 dan hasilnya bertolak belakang dengan hasil DO yang diperoleh.

Pada hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil nilai suhu perairan yang tidak terlalu berbeda yaitu pada stasiun 1 diperoleh hasil 26,2 0C, pada stasiun 2 diperoleh hasil 26 0C dan pada stasiun 3 diperoleh hasil 27 0C . Hal ini disebabkan oleh karena penelitian yang dilakukan pada waktu yang tidak terlalu beda jauh yaitu antara pukul 08.00-10.00. Hal ini didukung oleh Muarif (2016) yang menyatakan bahwa pada umumnya nilai suhu air yang tinggi diperoleh pada waktu pengamatan siang yaitu pada suhu 27-30 0C dan suhu air yang rendah diperoleh pada waktu pengamatan pagi yaitu pada suhu 22-250C.

Kecerahan

Kecerahan perairan dipengaruhi oleh adanya penetrasi cahaya matahari yang memasuki perairan. Semakin tinggi tingkat kecerahan suatu perairan maka

(51)

akan semakin jernih perairan tersebut ( Luh et al., 2016).Partikel yang terlarut pada perairan dapat menghambat cahaya yang datang, sehingga dapat menurunkan intensitas cahaya yang tersedia bagi organisme fitoplankton. Hasil pengukuran kecerahan pada tiga stasiun pengamatan berkisar antara 4 – 6,6 m.

Kecerahan tertinggi dijumpai pada Stasiun 2 yaitu 4,5 m, sedangkan yang terendah pada Stasiun 3 yaitu 4 m. Pada Stasiun 3 kecerahan lebih rendah karena banyaknya padatan terlarut dan padatan tersuspensi yang berasal dari keramba jaring apung, sedangkan di Stasiun 3 kecerahan lebih tinggi karena sedikit partikel terlarut dan partikel tersuspensi sehingga warna air lebih bening. Kecerahan yang diperoleh pada ketiga stasiun pengamatan masih tergolong layak bagi kehidupan organisme.

Intensitas cahaya

Hasil pengukuran dari ketiga stasiun diperoleh intensitas cahaya yaitu rata- rata antara 5,6 – 6 Cd. Hasil yang diperoleh pada area penelitian masih tergolong baik untuk kehidupan fitoplankton, hal ini sesuai dengan penelitian Facta et al., (2006) yang menyatakan bahwa nilai intensitas cahaya yang baik untuk kehidupan fitoplankton yaitu pada kisaran 4,3 - 6,5 Cd.

Nilai intensitas cahaya yang diperoleh dari masing-masing stasiun I, II, dan III tidak terlalu jauh perbedaannya yaitu dengan nilai 5,6, 5,9 dan 6 Cd, hal ini dikarenakan waktu pengambilan sampling dilakukan pada pagi hari yaitu diantara jam 08.00 - 10.00 WIB hal ini sesuai dengan Irawati et al., (2013) yang menyatakan bahwa besarnya intensitas cahaya matahari yang sampai bagian atas permukaan air mengikuti pola harian, yaitu mengalami peningkatan di pagi hari, mencapai puncak pada siang hari, selanjutnya menurun pada sore hari.

Referensi

Dokumen terkait

Komparasi Indeks Keanekaragaman Dan Indeks Saprobik Plankton Untuk Menilai Kualitas Perairan Danau Toba Provinsi Sumatera Utara.. Jakarta:

Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu solusi dalam menghadapi permasalahan lingkungan yang terjadi di perairan Danau Toba khususnya Kabupaten Samosir karena

Penelitian Keanekaragaman Makrozoobentos Di Perairan Danau Toba Desa Silalahi Kabupaten Dairi telah dilakukan untuk menganalisis keanekaragaman makrozoobentos dan

Hubungan Nilai Produktivitas Primer dengan Konsentrasi Klorofil-a dan Faktor Fisik Kimia di Perairan Danau Toba Balige Sumatera Utara [Tesis].. Universitas

Terdapat hubungan yang sangat kuat antara laju produktivitas primer perairan dengan klorofil-a dan faktor fisika kimia perairan (suhu, kecerahan, intensitas cahaya, DO

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pertumbuhan Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) Di perairan Sungai Aek Alian Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir

Kandungan klorofil-a fitoplankton pada suatu perairan berbeda-beda, khususnya danau kerena dipengaruhi oleh faktor fisika-kimia dan biologi dari suatu perairan Danau

Kandungan klorofil-a fitoplankton pada suatu perairan berbeda-beda, khususnya danau kerena dipengaruhi oleh faktor fisika-kimia dan biologi dari suatu perairan Danau