• Tidak ada hasil yang ditemukan

Populasi Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Di perairan Danau Toba, Desa Marlumba, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Populasi Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Di perairan Danau Toba, Desa Marlumba, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

Keterangan

(2)
(3)

Lampiran 3. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5

(Suin, 2002) dihitung nilai DO akhir

diinkubasi selama 5 hari

pada temperatur 20°C dihitung nilai DO awal

Sampel Air

Sampel Air Sampel Air

DO Akhir DO Awal

Keterangan :

Penghitungan nilai DO awal dan DO akhir sama dengan penghitungan Nilai DO

(4)

Lampiran 4. Panjang-Bobot Lobster a. Stasiun I (Daerah Bebas Aktivitas)

No Length (L) Weight (W) Log L Log W Log L*Log W Log L2 1 13.5 59.9 1.1303338 1.7774268 2.009085558 1.2776544 2 12.5 43.5 1.09691 1.6384893 1.797275272 1.2032116 3 12 41 1.0791812 1.6127839 1.740486092 1.1646322 4 13 45.7 1.1139434 1.6599162 1.849052616 1.2408698

5 10 22.7 1 1.3560259 1.356025857 1

6 9 16.5 0.9542425 1.2174839 1.161774934 0.9105788 7 11.5 30.5 1.0606978 1.4842998 1.574393634 1.1250799

8 10 23.4 1 1.3692159 1.369215857 1

9 10 21.8 1 1.3384565 1.338456494 1

10 10 21.4 1 1.3304138 1.330413773 1

(5)

b. Stasiun II (Daerah Keramba)

No Length (L) Weight (W) Log L Log W Log L*Log W Log L2 1 13.8 55 1.1398791 1.7403627 1.983803033 1.299324332 2 9.8 31.7 0.9912261 1.5010593 1.487889082 0.982529133 3 14 64.6 1.146128 1.8102325 2.07475824 1.313609474 4 12 39.9 1.0791812 1.6009729 1.727739924 1.164632162 5 12 45.5 1.0791812 1.6580114 1.789294805 1.164632162 6 11.5 30.7 1.0606978 1.4871384 1.577404463 1.125079909 7 12.2 40.4 1.0863598 1.6063814 1.745108188 1.180177682 8 10.4 25.1 1.0170333 1.3996737 1.423514839 1.034356813 9 10.5 27.2 1.0211893 1.4345689 1.464966414 1.042827585 10 13.8 52.6 1.1398791 1.7209857 1.961715658 1.299324332 11 12.8 49.6 1.10721 1.6954817 1.877254216 1.225913917

12 10 20.2 1 1.3053514 1.305351369 1

(6)

c. Stasiun III (Daerah Pemukiman)

No Length (L) Weigth (W) Log L Log w Log L*Log W Log L2

1 11.6 28 1.064458 1.447158 1.540438928 1.1330708 2 15.8 90.6 1.1986571 1.9571282 2.345925584 1.4367788 3 14.6 74.6 1.1643529 1.8727388 2.180528802 1.3557176 4 15.8 101 1.1986571 2.0043214 2.402494019 1.4367788 5 15 85.6 1.1760913 1.9324738 2.272765503 1.3831906 6 15.2 81.9 1.1818436 1.9132839 2.261202311 1.3967543 7 13.6 61 1.1335389 1.7853298 2.023740832 1.2849105 8 14 56.8 1.146128 1.7543483 2.010707812 1.3136095 9 16.4 97.8 1.2148438 1.9903389 2.417950913 1.4758456

(7)

Lampiran 5. Contoh Perhitungan

a. Kepadatan Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus)

KP =

bubu Luas

ulangan spesies

suatu individu

Jumlah /

=

=

0,010 ind/m2

b. Frekuensi Kehadiran Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus)

FK

=

x100%

plot total Jumlah

jenis suatu ditempati yang

plot Jumlah

(8)
(9)

Lampiran 7. Hasil Korelasi Pearson

Correlations

Suhu DO_dasar pH BOD_dasar C_Organik Kepadatan

Suhu

Pearson Correlation 1 -.971 .756 -.415 .950 .173

Sig. (2-tailed) .154 .454 .728 .203 .889

N 3 3 3 3 3 3

DO_dasar

Pearson Correlation -.971 1 -.577 .621 -.847 .069

Sig. (2-tailed) .154 .609 .573 .357 .956

N 3 3 3 3 3 3

pH

Pearson Correlation .756 -.577 1 .282 .923 .776

Sig. (2-tailed) .454 .609 .818 .251 .435

N 3 3 3 3 3 3

BOD_dasar

Pearson Correlation -.415 .621 .282 1 -.109 .824

Sig. (2-tailed) .728 .573 .818 .931 .383

N 3 3 3 3 3 3

C_Organik

Pearson Correlation .950 -.847 .923 -.109 1 .473

Sig. (2-tailed) .203 .357 .251 .931 .686

N 3 3 3 3 3 3

Kepadatan

Pearson Correlation .173 .069 .776 .824 .473 1

Sig. (2-tailed) .889 .956 .435 .383 .686

(10)

Lampiran 8. Foto Kerja Penelitian

Peletakan Bubu Penarikan Bubu

Lobster Hasil Tangkapan Pengukuran Panjang Tubuh Lobster

(11)

Aris, M. D. 2011. Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Pada Pendederan Di Dalam Bak Dengan Padat Penebaran 100 Hingga 175 Ekor/M2. [Skripsi]. Institut pertanian Bogor. Bogor.

Asbar. 1994. Hubungan Tingkat Eksploitasi dengan Struktur Populasi dan Produksi Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius) di Segara Anakan. Pelestariannya. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Medan.

Budiardi, T., Irawan D. Y., dan Wahjuningrum D. 2008. Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Lobster Capit Merah (Cherax quadricarinatus) Dipelihara Pada Sistem Resirkulasi Dengan Kepadatan Yang Berbeda. Jurnal Akuakultur Indonesia. Institut Pertanian Bogor. 7(2).

Carman, O., Jamal M.Y., dan Alimuddin. 2008. Pemberian 17a Metiltestosteron Melalui Pakan Meningkatkan Persentase Kelamin Jantan Lobster Air Tawar Cherax quadricarinatus. Jurnal Akuakultur Indonesia. 7(1): 25-32. Djuwito, Suradi W. S., dan Winda A. W. 2013. Beberapa Aspek Biologi Udang

Mantis (Oratosquilla Oratoria De Haan, 1844) Di Perairan Cilacap, Jawa Tengah. Journal Of Management Of Aquatic Resources. 2(3): 56-64. Dwi, T. S., Diah I., dan Syamdidi. 2008. Pengaruh Kepadatan Dan Durasi Dalam

Kondisi Transportasi Sistem Kering Terhadap Kelulusan Hidup Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus). Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 3(2).

(12)

Ekawati A.W., Rustidja., Marsoedi., dan Maheno. 1995. Studi Tentang Pertumbuhan Udang Windu (Penaeus monodan Fab.) Pada Tambak Tradisional Plus di Sidoharjo Jawa Timur. Dalam Buletin Ilmiah Perikanan. Edisi V. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang. Ghufron, M. H. K. K. 1997. Biologi Kepiting dan Bandeng di Tambak Sistem

Polikultur Dahara Prize. Semarang.

Jones, C. 1990. General Biology of Cherax quadricarinatus In C. Northern Territory, Department of Primary Industry and Fisheries-Darwin, Australia.

Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Andi. Yogyakarta.

Iskandar, 2003. Budidaya Lobster Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kurniawan, W., Suradi W. S., dan Anhar Solichin. 2016. Beberapa Aspek Biologi Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Yang Ditangkap Dengan Bubu Di Perairan Rawa Pening Kabupaten Semarang. Diponegoro Journal Of Maquares. 5 (1).

Lim, K. C. W. 2006. Pembenihan Lobster Air Tawar. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Lukito, A., dan Prayogo, S. 2007. Panduan Lengkap Lobster Air Tawar. Penebar swadaya. Jakarta.

Michael, P. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI Press. Jakarta.

Mulis. 2012. Pertumbuhan Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus), Di Akuarium Dengan Kepadatan Berbeda Dalam Sistem Terkontrol. Universitas Negeri Gorontalo. Sulawesi.

Parlindungan, E. S. 2012. Komparasi Indeks Keanekaragaman Dan Indeks Saprobik Plankton Untuk Menilai Kualitas Perairan Danau Toba Propinsi Sumatera Utara. Universitas Sriwijaya. Palembang.

Primas, P. A., Anhar S., dan Suradi W. S. 2013. Analisis Panjang-Berat Dan Faktor Kondisi Pada Udang Rebon (Acetes Japonicus) Di Perairan Cilacap, Jawa Tengah. Journal Of Management Of Aquatic Resources. 2(3):161-169.

(13)

Selviani Y., Limin S., dan Hudaidah. 2013. Substitusi Tepung Ikan Dengan Tepung Daging dan Tepung Tulang Untuk Pertumbuhan Lobster Air Tawar (Cherax Quadricarinatus). e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. 2 (1).

Setiawan. C. 2006. Teknik Pembenihan dan Cara Cepat Pembesaran Lobster Air Tawar. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Siagian, S. 2009. Keanekaragaman dan Kelimpahan Ikan serta Keterkaitannya dengan Kualitas Perairan di danau Toba Balige Sumatera Utara. [Tesis]. USU Press. Medan.

Soemarwoto, O. 2004. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan. Jakarta.

Suin, N. M. 2002. Ekologi Populasi. Edisi 2. Padang: Universitas Andalas.

Sukmajaya, Y., dan I. Suharjo. 2003. Lobster Air Tawar Komoditas Perikanan Prospektif. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Susanto, N. 2010. Prospek Pengembangan Berbagai Jenis Lobster Air Tawar Sebagai Biota Akuakultur di Indonesia. Universitas Lampung. Lampung. Tamima, N. I. 2014. Pengaruh Perbedaan Metode Inkubasi Telur Terhadap

Tingkat Penetasan Telur Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus). Jurnal Budidaya perairan. 2 (3).

Widha, W. 2003. Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Lobster Air Tawar Jenis Red Claw (Cherax Quadricarinatus, Von Martens; Crustacea; Parastacidae). [Tesis]. Bogor.

Wiyanto dan Hartono, 2006. Pembenihan dan Pembesaran Lobster Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Yazwar. 2008. Keanekaragaman Plankton dan Keterkaitannya dengan Kualitas Air di Parapat Danau Toba. Universitas Sumatera Utara. Medan.

(14)

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama bulan Februari 2016 di daerah perairan Danau Toba, Desa Marlumba, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara dan Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSDAL) Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan penentuan titik lokasi pengambilan sampel

menggunakan metode “Purpose Sampling” yaitu dengan menentukan 3 stasiun pengambilan sampel. Masing-masing stasiun ditentukan berdasarkan aktivitas yang terdapat di danau tersebut.

3.3 Deskripsi Area 3.3.1 Stasiun I

Daerah ini merupakan daerah bebas aktivitas yang terletak pada titik koordinat N;02044’24,04”E; 98046’56,80”.

(15)

3.3.2 Stasiun II

Daerah ini merupakan daerah keramba yang terletak pada titik koordinat N; 02042’35,77”E; 98048’41,58”.

Gambar 4. Stasiun II (Daerah Keramba)

3.3.3 Stasiun III

Daerah ini merupakan daerah pemukiman yang terletak pada titik koordinat N; 02043’49,62”E; 98047’47,75”.

(16)

3.4 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan untuk membantu penelitian bubu, toples, pH meter, termometer, spidol, kertas milimeter, Erlenmeyer 150 ml, pipet tetes, spit 3 ml, spit 5 ml, botol Winkler, lamnot, ekman grap, termometer, timbangan digital, kaca pembesar, kalkulator, GPS (Global Positioning System), alat tulis, penggaris besi, Camera Digital, tool box, cool box. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah tisu gulung, lakban, plastik ukuran 1 kg, alkohol 70%, MnSO4, KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3 0,0125N dan amilum.

3.5 Pengukuran Biologi Lobster dan Fisik-Kimia Perairan 3.5.1 Pengambilan Sampel Lobster

Pengambilan sampel lobster dilakukan menggunakan jaring bubu yang luasnya 57,336 m2. Sampel lobster diambil dari 3 stasiun. Masing-masing stasiun dibagi menjadi 3 plot. Setiap plot diletakkan bubu masing-masing 5 buah. Umpan yang digunakan dalam penangkapan lobster adalah potongan kelapa yang telah dibakar. Pengambilan sampel lobster ini dilakukan selama 2 hari yaitu, hari pertama pemasangan jaring bubu dilakukan pada mulai pukul 09.00 WIB dan diambil kembali pada hari berikutnya pada mulai pukul 09.00 WIB hingga selesai. Sampel lobster yang diperoleh dimasukkan kedalam toples yang telah disediakan, diawetkan dengan alkohol 70% dan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.

(17)

3.5.2 Hubungan Panjang-Bobot

Sampel lobster yang telah diperoleh, diukur panjangnya dengan menggunakan penggaris dan bobotnya dengan menggunakan timbangan digital. Dicatat hasil pengukuran setiap individu sampel.

3.5.3 Rasio Kelamin

Jenis kelamin masing-masing lobster dilihat dari ciri-ciri morfologinya dengan menggunakan kaca pembesar. Pada jantan mempunyai warna merah pada ujung capitnya, sedangkan betina tidak. Alat kelamin jantan bentuknya lancip dan menonjol keluar, sedangkan betina menyerupai bulatan dan menjorok ke dalam.

Gambar 7. Ciri kelamin jantan (kiri) dan betina (kanan)

3.5.4 Suhu (˚C)

(18)

3.5.5 pH (Potential of Hydrogen)

Pengukuran pH menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi, kemudian dimasukkan pH meter ke dalam air lalu dibaca skala yang tertera pada pH meter tersebut. Sedangkan pH substrat diukur menggunakan pH meter tanah, dimasukkan pH meter tanah ke dalam substrat yang telah diambil dari dasar perairan dan dibaca skala yang tertera pada pH meter tersebut.

3.5.6 DO (Dissolved Oxygen)

Pengukuran oksigen terlarut dilakukan dengan menggunakan metode Winkler, yaitu diambil sampel air dengan menggunakan botol winkler, kemudian ditambahkan masing-masing 1 ml MnSO4 dan KOH-KI kedalam botol tersebut dan dihomogenkan. Didiamkan sebentar hingga terbentuk endapan putih/coklat, kemudian ditambahkan 1 ml H2SO4, dihomogenkan dan didiamkan hingga terbentuk endapan coklat. Sampel yang tidak mengendap diambil 100 ml dan dimasukkan kedalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan Na2S2O3 0,0125 N hingga berwarna kuning pucat, lalu diberikan amilum sebanyak 2-3 tetes dan dihomogenkan hingga terbentuk larutan biru. Kemudian dititrasi menggunakan Na2S2O3 0,0125 N hingga berwarna biru tepat hilang. Banyaknya kadar Na2S2O3 yang dipakai menunjukkan kadar oksigen terlarut.

Kandungan oksigen di dasar perairan, diambil sampel air ketinggian 1 meter diatas substrat perairan dengan menggunakan lamnot. Pengukuran kandungan oksigen menggunakan metode winkler.

3.5.7 BOD5 atau Biochemical Oxygen Demand (mg/l)

Pengukuran BOD5 dilakukan dengan metode Winkler. Sampel air yang diambil dari dalam perairan diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20oC. Diukur nilainya dengan menggunakan metode winkler dimana nilai BOD5 diperoleh dari pengurangan DO awal – DO akhir.

3.5.8 Jenis dan Kandungan Organik Substrat

(19)

Tanah Jurusan Pertanian Universitas Sumatera Utara untuk dianalisis jenis dan kandungan organik substratnya.

Secara keseluruhan pengukuran faktor fisik-kimia perairan beserta satuan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat dan Satuan yang digunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik-Kimia Perairan

No Parameter Fisik-Kimia Satuan Alat Tempat

Pengukuran

- Ekman Grap Laboratorium

3.6 Analisis Hasil dan Pengolahan Data 3.6.1 Kepadatan Lobster

Dihitung jumlah lobster yang diperoleh per luas bubu dengan menggunakan rumus:

K (ind/m2) = A

i n/

Dimana n : jumlah individu suatu spesies i : ulangan

(20)

3.6.3 Hubungan Panjang-Bobot

Hubungan Panjang-Bobot lobster dapat dilakukan untuk melihat pola pertumbuhan lobster di alam, yang ditentukan dengan rumus sebagai berikut

W= aLb

Pendekatan regresi linier dilakukan untuk melihat hubungan kedua parameter tersebut. Nilai b digunakan untuk menduga laju pertumbuhan kedua parameter yang dianalisis. Hipotesis yang digunakan adalah:

1. Jika b=3 maka disebut isometrik (pola pertumbuhan panjang sama dengan pola pertumbuhan berat).

2. Jika b≠3 disebut allometrik yaitu:

a. Jika b>3 disebut allometrik positif (pertumbuhan berat lebih dominan). b. Jika b<3 disebut allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih

dominan).

3.6.4 Analisis Korelasi

(21)

4.1 Lingkungan Biotik

4.1.1 Kepadatan dan Frekuensi Kehadiran Lobster

Lobster yang diperoleh dari hasil penelitian sebanyak 54 individu (lampiran 4) dan satu jenis yaitu Cherax quadricarinatus. Nilai kepadatan dan frekuensi kehadiran lobster yang diperoleh di setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Data kepadatan (ind/m2) dan frekuensi kehadiran (%) lobster pada setiap

stasiun pengamatan

No Spesies Stasiun I Stasiun II Stasiun III

K FK K FK K FK

1 Cherax quadricarinatus 0,018 100 0,033 100 0,010 66,66

Total 0,018 100 0,033 100 0,010 66,66

Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai kepadatan dan frekuensi kehadiran yang paling tinggi terdapat pada stasiun II yaitu pada daerah keramba. Hal ini kemungkinan disebabkan karena tingginya kelimpahan bahan organik pada dasar perairan daerah tersebut berupa sisa pakan yang diberikan kepada ikan sebagai bahan makanan untuk lobster. Sumber pakan Cherax quadricarinatus umumnya dari pakan alami yang ada di dasar perairan, selain itu Cherax quadricarinatus juga menyukai pakan tambahan yang berasal dari sisa pakan ikan seperti pelet sesuai dengan pendapat oleh Wiyanto dan Hartono (2003) selain pakan alami segar, lobster juga menyukai pakan buatan terutama pelet.

(22)

Sumber pakan alami yang tersedia di alam sangat mendukung kehidupan lobster. Kandungan organik substrat dan adanya tambahan makanan dari sisa pakan yang mengendap di dasar perairan, mendukung pertumbuhan dan lobster mudah ditemukan (Wiyanto dan Hartono, 2006). Di perairan, zat yang mengandung bahan kimia seringkali menjadi faktor pembatas terhadap kehidupan organisme perairan, karena merupakan zat beracun dan nilainya bergantung pada kepadatan organisme tersebut. Organisme akuatik tidak dapat bertoleransi terhadap bahan kimia yang terlalu tinggi karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah dan menggangu sistem metabolisme pada organisme akuatik tersebut (Effendi, 2003).

4.1.2 Hubungan Panjang-Bobot Lobster

Hubungan panjang-bobot lobster digunakan untuk mengetahui pola pertumbuhan lobster pada masing-masing stasiun. Hubungan panjang-bobot lobster dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 8.

Tabel 3. Data Hubungan panjang-bobot lobster (Cherax quadricarinatus) pada ketiga stasiun

No Stasiun B Pola pertumbuhan

1 I 3,132 Allometrik (+)

2 II 2,680 Allometrik (-)

3 III 3,739 Allometrik (+)

(23)

perebutan makanan, sehingga pertumbuhan beratnya lebih lambat dibandingkan pertumbuhan panjangnya. Adanya perbedaan hubungan panjang-bobot lobster di atas kemungkinan disebabkan oleh tersedianya bahan makanan di daerah tersebut, suhu perairan dan faktor kimia perairan. Suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan lobster sesuai pendapat Dwi et al., (2008) Perubahan suhu yang cukup drastis (sampai batas tertentu) dapat menyebabkan lobster shock terhadap lingkungan yang tidak sesuai dengan kenyamanan hidupnya dan berpengaruh terhadap pertumbuhannya, sesuai pendapat setiawan (2006) suhu yang baik untuk pertumbuhan lobster berkisar 24-310 C.

Stasiun I. Daerah Bebas Aktivitas Stasiun II. Daerah Keramba

Stasiun III. Daerah Pemukiman

Gambar 8. Pola pertumbuhan lobster air tawar (Cheraxquadricarinatus) yang diperoleh pada ketiga stasiun.

Menurut Budiardi et al,. (2008) pada kepadatan yang lebih rendah lobster dapat memanfaatkan pakan secara lebih efisien dibandingkan dengan lobster pada kepadatan yang tinggi. Semakin tinggi kepadatan, maka nilai efisiensi pakan

(24)

semakin rendah. lobster akan tumbuh dan berkembang dengan optimal dalam lingkungan yang baik serta nutrisinya tercukupi. Menurut Hastuti (2006) dalam Selviani et al., (2013) salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan lobster air tawar agar optimal adalah terpenuhinya kebutuhan pakan, baik dari segi jumlah (kuantitas) maupun kualitasnya. Menurut Effendi (1979) pertambahan bobot badan sangat dipengaruhi oleh konsumsi makanan, karena konsumsi makanan menentukan masukan zat nutrisi ke dalam tubuh yang selanjutnya akan digunakan untuk pertumbuhan dan keperluan lainnya.

Makanan merupakan pemasok energi bagi organisme untuk pertumbuhannya, energi dari makanan yang dikonsumsi digunakan untuk kegiatan metabolisme tubuh, pertumbuhan dan pembentukan gonad. Setiap bagian tubuh organisme memerlukan energi yang berbeda dan tergantung pada stadia serta jenis organismenya (Rejeki, 2001 dalam Priyono, 2009).

Energi yang dihasilkan dalam metabolisme dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan komponen seperti jaringan otot yang berpengaruh terhadap berat lobster. Kualitas protein pada makanan lobster tidak hanya ditentukan oleh kandungan dalam sumber makanan saja tetapi ditentukan pula oleh keseimbangan asam amino yang dikandung (Murtidjo, 2007 dalam Priyono, 2009).

Proses pertumbuhan pada bangsa krustasea menurut Asbar (1994) adalah : 1. krustasea berganti kulit dengan melepaskan diri dari kulit luarnya yang keras, 2. air diserap sehingga ukuran udang menjadi lebih besar, 3. kulit luar yang baru tumbuh, 4. secara bertahap diganti oleh jaringan baru. Menurut Holdich dan Lowery (1988) dalam Mulis (2012) pertumbuhan krustasea adalah pertambahan berat dan panjang tubuh yang terjadi secara berkala saat setelah pergantian kulit (molting). Pertambahan bobot dan panjang tubuh tidak akan terjadi tanpa didahului proses molting. Frekuensi ganti kulit udang tergantung pada umur dan makanan, yaitu jumlah dan mutu makanan yang diserap.

4.1.3 Rasio Kelamin

(25)

Tabel 4. Data perbandingan jenis kelamin lobster air tawar pada setiap stasiun

No Stasiun Jantan Betina Rasio

1 I 6 10 1:1,6

2 II 12 16 1:1,3

3 III 4 5 1:1,25

Tabel 4 menunjukkan bahwa dari ketiga stasiun perbandingan rasio kelamin Cherax quadricarinatus jantan dan betina tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu 1:1,6. Jumlah Cherax quadricarinatus betina lebih banyak daripada jantan. Hal ini sejalan dengan penelitian Primas et al., (2013) yang melakukan penelitian tentang udang rebon, bahwa rasio kelamin udang rebon jantan dan betina yang diperoleh selama penelitian berkisar 1:1,6. Perbandingan seperti ini tidak membahayakan bagi kelangsungan populasi udang Rebon.

Menurut Effendi (2002) perbandingan rasio kelamin atau nisbah kelamin di alam tidaklah mutlak, hal ini dipengaruhi oleh pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi dan keseimbangan rantai makanan. Pada waktu melakukan ruaya pemijahan, populasi udang didominasi oleh udang jantan, kemudian menjelang pemijahan populasi udang didominasi oleh udang betina. Menurut Suparjo (2005) dalam Djuwito (2013) pada perairan normal perbandingan udang jantan dan betina 1:1, namun pada masa bertelur jumlah udang jantan akan menurun karena mungkin sekali udang jantan akan mati lebih awal. Jadi ini menjadi salah satu faktor kenapa semakin lama udang betina jumlahnya lebih banyak dari pada udang jantan dalam suatu perairan.

(26)

4.2Faktor Abiotik Lingkungan

4.2.1 Hasil Pengukuran Faktor Fisik-Kimia Perairan

Hasil pengukuran faktor fisik-kimia perairan setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Data faktor fisik-kimia perairan Danau Toba pada setiap stasiun

No Parameter Satuan Stasiun I Stasiun II Stasiun III

A Parameter Fisika pertumbuhan terbaik pada suhu 240 C hingga 290 C, temperatur di bawah atau di atas angka tersebut sangat membahayakan kehidupan lobster air tawar (Rouse, 1977 dalam Aris, 2011).

Substrat juga memiliki peranan yang cukup penting bagi kehidupan lobster. Jenis substrat yang dihasilkan pada stasiun I adalah Pasir, sedangkan pada stasiun II dan III adalah Lempung berpasir. Kandungan organik substrat yang paling tinggi terdapat pada stasiun II yaitu daerah keramba. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sisa pakan ikan yang mengendap di dasar perairan.

(27)

dan sisa pakan yang tidak termakan adalah bahan organik dengan kandungan protein tinggi yang dapat teruraikan menjadi amonia. Hal ini menyebabkan kualitas suatu perairan menurun dan mengurangi kadar oksigen di perairan tersebut.

4.2.3 Parameter Kimia

Tabel 5 menunjukkan nilai rata-rata parameter kimia di setiap stasiun. Nilai oksigen terlarut dasar perairan berkisar 6,2-6,6 mg/L. Nilai oksigen terlarut pada ketiga stasiun dianggap masih ideal untuk pertumbuhan lobster. Menurut Wetzel dan Likens (1979) dalam Siagian (2009) tinggi rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam perairan juga dipengaruhi oleh faktor temperatur, tekanan dan konsentrasi berbagai ion yang terlarut dalam air pada perairan tersebut. Menurut Priyono (2009) kadar oksigen terlarut sangat mempengaruhi metabolisme tubuh lobster, dalam repirasi selalu dibutuhkan oksigen sehingga untuk kelangsungan hidup lobster perlu sarana oksigen yang cukup. Oksigen yang terlarut dalam air sangat dibutuhkan lobster untuk respirasi berkisar antara 4-8 mg/l, jika kebutuhan oksigen terpenuhi maka pertumbuhan dan aktifitas lobster akan lebih baik

Derajat keasaman (pH) di setiap stasiun berkisar antara 7,4-7,7. Nilai pH yang diperoleh pada setiap stasiun masih bagus untuk mendukung kehidupan lobster di dalam perairan, sesuai dengan pendapat (Bachtiar, 2006) pH optimal untuk pemeliharaan lobster adalah 7,2-8,5. Menurut Sukmajaya dan Suharjo (2003) nilai pH kurang dari 5 sangat buruk bagi kehidupan udang karena dapat menyebabkan kematian, sedangkan pH diatas 9 dapat menurunkan nafsu makan.

(28)

4.3Nilai Analisis Korelasi Pearson

Analisis korelasi Pearson diperoleh dengan menganalisi hubungan kepadatan lobster dan faktor fisik-kimia perairan Danau Toba dengan menggunakan metode pearson. Nilai indeks korelasi (r) dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6. Nilai korelasi Pearson antara kepadatan lobster dengan sifat fisik- kimia perairan Danau Toba.

No Parameter Nilai Korelasi

A Parameter Fisika

1 Suhu 0,173

2 Kandungan organik substrat 0,473

B Parameter Kimia

3 Oksigen Terlarut (DO) dasar 0,069

4 Derajat Keasaman (pH) 0,776

5 BOD5 dasar 0,824

Tabel 6 menunjukkan hasil uji analisis korelasi antara parameter fisik-kimia perairan terhadap kepadatan lobster. Nilai BOD5 dasar berpengaruh sangat kuat terhadap kepadatan lobster yaitu dengan nilai 0,824. Nilai pH berpengaruh kuat terhadap kepadatan lobster yaitu dengan nilai 0,776. Nilai kandungan organik substrat berpengaruh sedang terhadap kepadatan lobster yaitu dengan nilai 0.473. Sedangkan suhu dan DO sedikit berpengaruh terhadap kepadatan lobster yaitu dengan nilai 0,173 dan 0,069.

Nilai BOD5 dasar berpengaruh sangat kuat terhadap kepadatan Cherax quadricarinatus. Nilai BOD5 dasar yang tinggi menunjukkan jumlah kandungan organik di dasar perairan juga tinggi. Kandungan organik yang berada di dasar perairan merupakan sumber nutrisi bagi lobster.

(29)

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

a. Nilai kepadatan dan frekuensi kehadiran lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) yang paling tinggi terdapat pada stasiun II yaitu pada daerah keramba. Pola pertumbuhan allometrik positif (+) terdapat pada stasiun I dan III sedangkan pola pertumbuhan allometrik negatif (-) terdapat pada stasiun II. b. BOD5 dasar berkorelasi sangat kuat dan pH berkorelasi kuat terhadap

kepadatan Cherax quadricarinatus di perairan Danau Toba, Desa Marlumba.

5.2 Saran

(30)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Danau Toba

Danau Toba merupakan danau vulkanik dengan panjang sekitar 100 km dan lebar 30 km yang terletak pada beberapa kabupaten dalam Propinsi Sumatera Utara. Pada pemekaran wilayah kabupaten beberapa tahun lalu, Pulau Samosir dan perairan Danau Toba di sekitarnya adalah termasuk dalam Kabupaten Samosir yang beribukota di Pangururan. Pulau Samosir, sebagai pulau vulkanik demikian juga dataran tinggi lainnya yang mengelilingi Danau Toba merupakan daerah perbukitan yang terjal. Pembentukan Danau Toba diperkirakan terjadi saat ledakan vulkanis sekitar 73.000 – 75.000 tahun yang lalu dan merupakan letusan supervulkano (gunung berapi super) yang paling baru. Sebagian perairan Danau Toba di sebelah utaranya termasuk kedalam wilayah Kabupaten Simalungun dengan kota di tepi danaunya adalah Haranggaol dan Parapat. Sebelah barat laut Danau Toba termasuk wilayah Kabupaten Tanah Karo dengan kota di tepi danau adalah Tongging. Sedangkan di sebelah barat Danau Toba adalah wilayah Kabupaten Dairi dengan kota di tepi danau adalah Silalahi. Sementara itu disebelah timur danau adalah wilayah Kabupaten Tobamas dengan kota-kota di tepi Danau Toba adalah Ajibata dan Balige. Sedangkan Kabupaten Samosir meliputi wilayah seluruh Pulau Samosir dan perairan sekitar pantainya dengan kota-kota di tepi danaunya adalah: Pangururan, Tomok, Ambarita, Simanindo dan Nainggolan dan banyak desa di sepanjang tepi danau dan di perbukitan Pulau Samosir (Parlindungan, 2012).

(31)

dibudidayakan dalam keramba jaring apung, limbah pariwisata dan limbah transportasi air. Berbagai penelitian di Danau Toba memberikan indikasi telah terjadi penurunan kualitas air dilokasi-lokasi yang terkena dampak kegiatan masyarakat (Barus, 2007).

Demikian banyaknya aktivitas yang terjadi di sekitar wilayah danau, termasuk banyaknya transportasi air dan kapal-kapal penumpang yang beroperasi di wilayah perairan danau, maka tentu kualitas air danau akan mengalami perubahan. Akibat berbagai kegiatan yang terjadi di sekitar wilayah Danau Toba, maka perairan danau akan menerima suatu dampak lingkungan yang mempengaruhi kehidupan manusia di sekitarnya dan kehidupan organisme akuatik yang ada dalam badan air danau. Kehidupan akuatik yang dipengaruhi sangat komplek yaitu terhadap rantai makanan (food chain) dan jaring makanan (foodweb) dalam ekosistem perairan (Parlindungan, 2012).

Zat-zat yang terlarut dalam suatu perairan dapat berupa partikel-partikel,sedimen dan materi organik. Semakin tinggi konsentrasi zat terlarut di dalam air maka air akan semakin keruh, sehingga produktivitas primer menurun. Faktor ini dapat menyebabkan pertumbuhan fitoplankton menurun dan juga meningkat. Meningkatnya pertumbuhan fitoplankton maka nutrisi yang dibutuhkan organisme akuatik akan terpenuhi dan nilai produktivitas primer juga meningkat, sebaliknya jika pertumbuhan fitoplankton menurun yang disebabkan oleh limbah buangan baik itu dari aktivitas manusia seperti limbah yang berasal dari hotel, transportasi, sisa pakan maka nilai produktivitas primer juga menurun. Hal ini juga mengakibatkan kualitas air menurun (Yazwar, 2008).

(32)

pakan yang tidak habis dikonsumsi oleh ikan budidaya. Demikian juga konsentrasi zat-zat nutrisi seperti nitrogen dan fosfor telah jauh melebihi ambang batas yang ditetapkan (Barus, 2007).

2.2 Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus)

Lobster air tawar Cherax quadricarinatus merupakan famili dari Parastacidae yang habitat asalnya dari Australia. Lobster air tawar ini hanya mampu bertelur dua kali setahun. Kondisi iklim di Indonesia yang sangat mendukung, juga sumber pakan alami bagi lobster air tawar juga cukup tersedia di alam, sehingga pertumbuhan lobster dapat menjadi cepat. Dengan potensi iklim yang mendukung dan sumber pakan alami tersedia, mampu membuat Indonesia menjadi salah satu negara produsen utama sekaligus pemasok lobster air tawar di pasar internasional (Tamima, 2014).

Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) merupakan salah satu hewan komoditi perikanan yang mempunyai bentuk tubuh yang unik serta memiliki warna khas dan beragam. Perkembangan hidupnya sederhana tanpa melalui stadia larva yang rumit (nauplius, zoea, mysis, postlarva) seperti pada udang (Holdich,1993 dalam Susanto, 2010).

Menurut Lukito dan Prayugo (2007) untuk memudahkan dalam identifikasi secara ilmiah, lobster air tawar diklasifikasikan dalam sebuah tata nama. Biasanya tata nama ini menggunakan bahasa latin yang bisa dipahami diseluruh dunia. Adapun tata nama lobster air tawar adalah sebagai berikut:

(33)

2.3 Anatomi dan Morfologi

Secara morfologi, spesies-spesies lobster air tawar termasuk dalam genus Cherax, famili Parastacidae, ordo Decapoda, kelas Malacostraca, dan filum Arthropoda. Umumnya, lobster air tawar memiliki ciri-ciri morfologi tubuh terbagi menjadi 2 bagian, yaitu kepala (chepalopthorax) dan badan (abdomen). Antara kepala bagian depan dan bagian belakang dikenal dengan nama (sub-chepalothorax). Cangkang yang menutupi kepala disebut karapak (carapace) yang berperan dalam melindungi organ tubuh, seperti otak, insang, hati, dan lambung. Karapak berbahan zat tanduk atau kitin yang tebal dan merupakan nitrogen polisakarida yang disekresikan oleh kulit epidermis dan dapat mengelupas saat terjadi pergantian cangkang tubuh (molting) (Sukmajaya dan Suharjo, 2003).

Gambar 1. Morfologi lobster air tawar (Cherax quadricarinatus)

Iskandar (2003) menyatakan bahwa dilihat dari organ tubuh luar, lobster memiliki beberapa alat pelengkap sebagai berikut:

a. Satu pasang antena yang berperan sebagai perasa dan peraba terhadap pakan dan kondisi lingkungan

b. Satu pasang antenula yang berfungsi untuk mencium pakan c. Mulut yang digunakan untuk mengunyah makanan.

(34)

e. Satu ekor tengah (telson) memipih, sedikit lebar dan dilengkapi dengan duri duri halus yang terletak disemua bagian tepi ekor.

f. Dua pasang ekor samping (uropod) yang memipih.

g. Enam ruas badan (abdomen), agak memipih dengan lebar rata-rata hampir sama dengan lebar kepala.

h. Empat pasang kaki renang (plepod), yang berperan dalam melakukan gerak renang.

i. Empat pasang kaki untuk berjalan (walking legs).

Gambar 2. Bagian-bagian Morfologi Cherax quadricarinatus

2.4 Jenis Kelamin

Lobster air tawar merupakan spesies dimorfis, terdiri atas jenis kelamin jantan dan betina. Jenis kelamin jantan dan betina lobster air tawar dapat dibedakan secara pasti jika usianya telah mencapai 2-3 bulan dengan panjang total rata-rata 4-6 cm. Ciri-ciri primer pembeda jenis kelamin calon induk lobster air tawar adalah bentuk tertentu yang terletak di tangkai kaki jalan dan ukuran capit. Sementara itu,

a

b

d

i

g

e

f

(35)

ciri-ciri sekunder yang dapat dilihat secara visual adalah kecerahan warna tubuhnya (Sukmajaya dan Suharjo, 2003).

Menurut Lim (2006) perbedaan jenis kelamin jantan dan betina pada lobster air tawar adalah sebagai berikut:

a. Kelamin jantan

Pada lobster air tawar jantan umumnya terdapat tanda merah di bagian luar kedua ujung capitnya. Namun, warna merah ini tidak terbentuk bila capitnya masih kecil. Tanda merah pada capit akan mulai terlihat bila ukuran lobster sudah mencapai 7,5 cm. Alat kelamin jantan berbentuk seperti sepasang tonjolan yang terlihat jelas menempel pada kaki jalan keempat yang paling mendekati badan. Pada usia yang sama, lobster air tawar berkelamin jantan cenderung mempunyai ukuran yang lebih besar dari lobster air tawar berkelamin betina. Warna tubuh calon induk jantan lebih cerah dibandingkan dengan warna dasar tubuh calon induk betina.

b. Kelamin betina

Lobster air tawar betina tidak memiliki tanda merah di kedua capitnya. Alat kelamin betina ditandai dengan adanya dua bulatan pada kaki kedua. Sama halnya dengan kelamin jantan, kelamin lobster juga harus sepasang. Pada usia yang sama, lobster air tawar berkelamin betina cenderung mempunyai ukuran yang lebih kecil dari lobster air tawar berkelamin jantan.

2.5 Habitat dan Penyebaran

Habitat asli lobster air tawar adalah danau, rawa-rawa dan daerah sungai. Lobster air tawar cenderung bersembunyi di celah-celah dan rongga-rongga seperti bebatuan, potongan-potongan pohon, dan di antara akar tanaman rawa-rawa. Hewan ini termasuk hewan yang tahan terhadap kondisi yang kurang baik, misalnya pada saat musim kering mereka bisa hidup dalam tanah bahkan mampu membuat lobang sampai kedalaman 5 cm (Iskandar, 2003).

(36)

Berdasarkan data yang terkumpul, jenis lobster air tawar sebanyak 47 spesies. Spesies-spesies ini ada yang sudah dibudidayakan dan masih hidup bebas di alam terbuka. Lobster air tawar tersebut tersebar luas di seluruh belahan dunia, mulai dari Benua Eropa hingga Benua Amerika dan Australia. Meskipun beberapa spesies lobster air tawar yang populer berasal dari Australia dan Amerika, Indonesia juga memiliki daerah sebagai asal lobster air tawar. Daerah asalnya yaitu aliran sungai-sungai di Lembah Baliem, Papua. Penyebaran lobster air tawar pun semakin meluas ke seantero Nusantara. Jakarta, Tangerang, Bogor, Depok dan Bekasi merupakan pusat perkembangan dan produksi lobster air tawar. Di Sumatera, beberapa daerah juga menjadi sentra produksi lobster air tawar, seperti Lampung, Palembang, Padang dan Medan. Di Sulawesi beberapa daerah juga sudah banyak memproduksi lobster air tawar, seperti Makassar dan Manado. Samarinda, Banjarmasin dan Balikpapan merupakan wilayah penyebaran lobster air tawar di Pulau Kalimantan (Lukito dan Prayugo, 2007).

2.6 Karakteristik

Pada umumnya semua udang memiliki sifat alami yang sama, yakni aktif pada malam hari (nocturnal), baik aktivitas untuk mencari makan dan reproduksi. Beberapa indera yang digunakan udang untuk mendeteksi makanan adalah penglihatan (sight), audio atau vibrio sense, thermosense dan chemosense. Dari keempat indera tersebut chemosense atau chemoreseptor merupakan alat yang paling peka untuk mendeteksi pakan. Mencari pakan, udang lebih mengandalkan indera kimia daripada indera penglihatan (Yuniarso, 2006).

(37)

Pertumbuhan pada lobster air tawar merupakan penambahan protoplasma dan pembelahan sel yang terus menerus pada waktu ganti kulit. Secara umum dinyatakan bahwa laju pertumbuhan krustasea merupakan fungsi dan frekuensi ganti kulit dan pertambahan berat badan setiap proses ganti kulit atau molting. Pada lobster pergantian kulit pertama dimulai pada umur 2-3 minggu, frekuensi molting sering terjadi sebelum individu tumbuh menjadi dewasa (berumur 6-7 bulan) dan setelah dewasa proses molting jarang terjadi (Wickins, 1982 dalam Yuniarso, 2006).

Frekuensi ganti kulit udang dipengaruhi oleh umur dan makanan yaitu jumlah dan mutu makanan yang diserap. Udang yang makanannya berkualitas baik dalam jumlah yang banyak akan lebih cepat mengalami pergantian kulit daripada makanannya sedikit ataupun yang kualitasnya kurang baik (Ling, 1976 dalam Aris, 2011).

2.7 Faktor Lingkungan Tumbuh

Di habitat aslinya, lobster air tawar hidup di rawa-rawa, sungai, dan danau air tawar. Lobster air tawar merupakan spesies yang berasal dari daerah tropis yang tersebar di sekitar Australia bagian utara. Penyebaran ini membuat lobster tahan terhadap berbagai kondisi dan cuaca (Lim, 2006).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah makanan dan lingkungan. Pakan berfungsi sebagai nutrisi dan energi yang digunakan untuk mempertahankan hidup, membangun tubuh dan untuk proses perkembangannya. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup lobster adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut (DO), pH, dan substrat (Ekawati et al., 1995).

(38)

2.7.1 Suhu

Suhu air mempunyai peranan paling besar dalam perkembangan dan pertumbuhan udang air tawar. Secara umum suhu optimal bagi udang air tawar adalah 25-30oC. Suhu di atas 20oC masih dianggap baik bagi kehidupan udang. Udang akan kurang aktif apabila suhu air turun di bawah 18oC dan pada suhu 15o C atau lebih rendah akan menyebabkan udang stres (Wardoyo, 1997 dalam Yuniarso, 2006).

2.7.2 pH

Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa. Nilai pH yang ideal bagi organisme akuatik pada umumnya berkisar antara 7-8,5 (Barus, 2004).

2.7.3 DO (Dissolved Oxygen)

Dissolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Oksigen terlarut merupakan faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme-organisme air. Oksigen terlarut di dalam air bersumber terutama dari adanya kontak antara permukaan air dengan udara dan dari proses fotosintesis. Air kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfer dan melalui aktivitas respirasi organisme akuatik (Barus, 2004).

2.7.4 Substrat

(39)

1.1 Latar Belakang

Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus), termasuk jenis udang-udangan (krustasea), bagian tubuh lobster air tawar terdiri atas tiga bagian yaitu kepala dan dada yang disebut (chepalothorax), bagian badan (abdomen) serta bagian ekor (telson). Bagian kepala lobster ditutupi oleh kulit yang keras atau disebut cangkang kepala (carapace), di bagian kepala bagian depan disebut (rostrum) berbentuk meruncing (Mulis, 2012).

Keberadaan lobster air tawar di Indonesia belum banyak dikenal di kalangan masyarakat. Bahkan sebagian masyarakat ada yang beranggapan bahwa lobster jenis ini hanya dapat diperoleh dari hasil tangkapan di laut. Lobster air tawar sebenarnya sudah lama dibudidayakan di habitat aslinya yaitu Queensland, Australia dan Amerika Serikat. Di Indonesia baru dirintis mulai tahun 1991 itu pun masih terbatas dilakukan oleh beberapa peternak, karena adanya kendala keterbatasan jumlah induk yang tersedia di pasaran dalam negeri pada saat itu. Sebab indukan harus didatangkan dari Australia. Sekarang ini lobster air tawar jenis Redclaw tersebar di Indonesia dan banyak dijumpai di danau, rawa ataupun di sungai (Kurniawan et al., 2016).

Setiawan (2006) menyatakan bahwa selain sebagai udang konsumsi, lobster air tawar juga bisa dijadikan sebagai udang hias. Lobster air tawar merupakan jenis udang lobster yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan banyak dijumpai di Indonesia. Keberadaan lobster air tawar juga sangat layak menghiasi akuarium karena cocok dan warna tubuhnya sangat indah. Sosok lobster ini memang unik, terutama dari bentuk capitnya yang besar.

(40)

penelitian bagaimana keberadaan populasi lobster di perairan Danau Toba khususnya di Desa Marlumba tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Danau Toba merupakan sumber daya alam akuatik yang memiliki nilai yang sangat penting dilihat dari fungsi ekologis dan fungsi ekonomis. Hal ini berkaitan dengan fungsi Danau Toba sebagai habitat berbagai jenis organisme akuatik seperti ikan, bentos, plankton, dan sebagainya. Danau Toba khususnya di Desa Marlumba banyak digunakan masyarakat untuk beraktivitas seperti pemandian, pembuangan limbah pemukiman dan perikanan yang mengakibatkan terjadinya perubahan faktor fisik-kimia perairan baik secara langsung maupun tidak langsung yang berdampak pada kehidupan berbagai organisme di danau tersebut dan sampai saat ini belum diketahui bagaimana pengaruhnya terhadap keberadaan populasi lobster di danau tersebut khususnya di Desa marlumba.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Mengetahui populasi lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) di Desa Marlumba, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. b. Menganalisis hubungan faktor lingkungan (fisik kimia air) dengan populasi

lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) di Desa Marlumba, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

a. Memberikan informasi mengenai keberadaan populasi lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) di perairan Danau Toba, Desa Marlumba.

(41)

POPULASI LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus)

DI PERAIRAN DANAU TOBA, DESA MARLUMBA,

KECAMATAN SIMANINDO, KABUPATEN SAMOSIR,

SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Penelitian ini telah dilakukan di perairan Danau Toba, Desa Marlumba pada bulanFebruari 2016. Penentuan titik lokasi penelitian menggunakan metode “Purposive Sampling” dengan menentukan tiga stasiun berdasarkan aktivitas masyarakat di danau tersebut. Alat yang digunakan dalam penangkapan lobster adalah bubu. Banyaknya individu lobster yang diperoleh dari hasil tangkapan di ketiga stasiun sebanyak 54 ekor, dari stasiun I sebanyak 16 ekor, stasiun II sebanyak 29 ekor dan stasiun III sebanyak 9 ekor. Kepadatan lobster tertinggi ditemukan pada stasiun II dengan nilai 0,033 ind/m2. Berdasarkan hasil penelitian pada ketiga stasiun, pola pertumbuhan lobster pada stasiun I dan III bersifat alometrik positif, dimana nilai koefisien pertumbuhan pada stasiun I adalah 3,132dan stasiun III adalah 3,739. Sedangkan, pola pertumbuhan pada stasiun II bersifat alometrik negatif dengan nilai 2,68. Berdasarkan hasil analisis korelasi pearson, nilai BOD5 berkorelasi sangat kuat terhadap kepadatan lobster air tawar.

(42)

v

POPULATIONS OF FRESHWATER CRAYFISH (Cherax

quadricarinatus) IN THE WATERS OF LAKE TOBA,

MARLUMBA VILLAGE, DISTRICT SIMANINDO, SAMOSIR

REGENCY, NORTH SUMATERA

ABSTRACT

This study has been conducted at Lake Toba, Marlumba village during February 2016. Purposive sampling method was used to determine three stations of the research based on community activities at the lake. Tools were used for catching freshwater crayfishes “Bubu”. Numbers of freshwater crayfishes caught from all stations are 54 individuals consisted of 16 individuals from 1st station, 29 individuals from 2nd station and 9 individuals from 3rd station. The highest density was found at the second station with the number 0,33 ind/m2. According to the result from all station, the growth pattern of freshwater crayfishes at 1st and 3rd station is allometric positive with growth coefficient for 1st station is 3,132 and 3rd station is 3,739. Meanwhile, the growth pattern of 2nd station is allometric negative with growth coefficient is equal to 2,680. Pearson correlation analysis indicated that the BOD5 value are strongly correlated with the density of freshwater crayfishes.

(43)

KECAMATAN SIMANINDO, KABUPATEN SAMOSIR,

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH:

VILLA TAMORA TIOFANTA PURBA 120805061

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(44)

POPULASI LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus)

DI PERAIRAN DANAU TOBA, DESA MARLUMBA,

KECAMATAN SIMANINDO, KABUPATEN SAMOSIR,

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

OLEH:

VILLA TAMORA TIOFANTA PURBA 120805061

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(45)

PERSETUJUAN

Judul : Populasi Lobster Air Tawar (Cherax

quadricarinatus) Di perairan Danau Toba, Desa Marlumba, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara.

Kategori : Skripsi

Nama : Villa Tamora Tiofanta Purba

Nomor Induk Mahasiswa : 120805061

Program Studi : Sarjana (S1) Biologi

Departemen : Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Oktober 2016

Komisi Pembimbing:

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M.Sc NIP. 10691018994122002 NIP. 195810161987031003

Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua

(46)

ii

PERNYATAAN

POPULASI LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus)

DI PERAIRAN DANAU TOBA, DESA MARLUMBA,

KECAMATAN SIMANINDO, KABUPATEN SAMOSIR,

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing- masing disebutkan sumbernya.

Medan, Oktober 2016

(47)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Populasi Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Di Perairan Danau Toba, Desa Marlumba, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Ing Ternala A. Barus, M.Sc selaku dosen Pembimbing I dan Ibu Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si. selaku dosen Pembimbing II atas bimbingan arahan dan dukungan kepada penulis dalam penyelesaian hasil penelitian ini. Ucapan terimakasih Penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Miswar Budi Mulya, M.si dan Ibu Dr. Etti Sartina Siregar, M.Si selaku dosen Penguji yang telah memberikan banyak kritik dan saran membangun dalam penyempurnaan hasil penelitian ini. Terimakasih kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc dan Ibu Dr. Saleha Hanum, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Biologi, Dekan dan Pembantu Dekan FMIPA USU, seluruh Bapak/Ibu Dosen Departemen Biologi, Kak Roslina dan Bang Ewin selaku staff pegawai administrasi dan seluruh Dosen dan Staff di Departemen Biologi.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan kepada orangtua dan keluarga tercinta, kepada Bapak B. Purba dan Ibu M. Simangunsong atas doa, kasih sayang, jerih payah, air mata, dukungan, semangat dan materi yang diberikan sehingga membuat penulis selalu kagum dan membutuhkan hal tersebut dalam menyelesaikan skripsi skripsi ini.

Terimakasih penulis sampaikan juga kepada kawan-kawan seperjuangan stambuk 2012 (AGENT OF CHANGE) atas semangat dan kerjasama selama ini. Terimakasih kepada abang Aprianto S.Si dan abang Doni Hutahaean S.Si selaku satu tim penelitian dan bantuan tenaga selama dilapangan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Sahabat saya Naomi C. Pangaribuan, Rina N. Saragih, Wilda Hutagalung, Venna P atas bantuan, doa, dukungan dan semangat yang selalu diberikan selama penyusunan skripsi ini. Terimakasih penulis sampaikan kepada kakak tersayang kak Julie Sinabutar S.Si, kak Frisshy Gultom S.Si, kak Laura Naibaho S.Si dan kak Elvi Siadari SP. Terimakasih kepada abang/kakak 2010 khususnya kak Riris Purba, S.Si, (kakak asuh), untuk abang/kakak 2011, adek-adek 2013, adek asuh stambuk 2014 (Petrus), adek-adek 2015, adek-adek 2016, PKBKB dan juga teman-teman bidang ekologi perairan yang memberikan semangat dan doa kepada penulis. Sebagai penutup, penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih perlu masukan dari berbagai pihak, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang berguna bagi kesempurnaan hasil penelitian ini selanjutnya. Akhir kata penulis mengucapkan sekian dan terima kasih.

Medan, Oktober 2016

(48)

iv

POPULASI LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus)

DI PERAIRAN DANAU TOBA, DESA MARLUMBA,

KECAMATAN SIMANINDO, KABUPATEN SAMOSIR,

SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Penelitian ini telah dilakukan di perairan Danau Toba, Desa Marlumba pada bulanFebruari 2016. Penentuan titik lokasi penelitian menggunakan metode “Purposive Sampling” dengan menentukan tiga stasiun berdasarkan aktivitas masyarakat di danau tersebut. Alat yang digunakan dalam penangkapan lobster adalah bubu. Banyaknya individu lobster yang diperoleh dari hasil tangkapan di ketiga stasiun sebanyak 54 ekor, dari stasiun I sebanyak 16 ekor, stasiun II sebanyak 29 ekor dan stasiun III sebanyak 9 ekor. Kepadatan lobster tertinggi ditemukan pada stasiun II dengan nilai 0,033 ind/m2. Berdasarkan hasil penelitian pada ketiga stasiun, pola pertumbuhan lobster pada stasiun I dan III bersifat alometrik positif, dimana nilai koefisien pertumbuhan pada stasiun I adalah 3,132dan stasiun III adalah 3,739. Sedangkan, pola pertumbuhan pada stasiun II bersifat alometrik negatif dengan nilai 2,68. Berdasarkan hasil analisis korelasi pearson, nilai BOD5 berkorelasi sangat kuat terhadap kepadatan lobster air tawar.

(49)

POPULATIONS OF FRESHWATER CRAYFISH (Cherax

quadricarinatus) IN THE WATERS OF LAKE TOBA,

MARLUMBA VILLAGE, DISTRICT SIMANINDO, SAMOSIR

REGENCY, NORTH SUMATERA

ABSTRACT

This study has been conducted at Lake Toba, Marlumba village during February 2016. Purposive sampling method was used to determine three stations of the research based on community activities at the lake. Tools were used for catching freshwater crayfishes “Bubu”. Numbers of freshwater crayfishes caught from all stations are 54 individuals consisted of 16 individuals from 1st station, 29 individuals from 2nd station and 9 individuals from 3rd station. The highest density was found at the second station with the number 0,33 ind/m2. According to the result from all station, the growth pattern of freshwater crayfishes at 1st and 3rd station is allometric positive with growth coefficient for 1st station is 3,132 and 3rd station is 3,739. Meanwhile, the growth pattern of 2nd station is allometric negative with growth coefficient is equal to 2,680. Pearson correlation analysis indicated that the BOD5 value are strongly correlated with the density of freshwater crayfishes.

(50)

vi

2.2 Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) 5

2.3 Anatomi dan Morfologi 6

2.7 Faktor Lingkungan Tumbuh 10

2.7.1 Suhu 11

2.7.2 pH 11

2.7.3 DO (Dissolved Oxygen) 11

2.7.4 Substrat 11

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 12

3.2 Metode Penelitian 12

3.5 Pengukuran Biologi Lobster dan Fisik-Kimia Perairan 14

3.5.1 Pengambilan Sampel Lobster 14

3.5.2 Hubungan Panjang-Bobot 15

3.5.3 Rasio Kelamin 15

(51)

3.5.5 Nilai pH 16

3.5.6 DO (Dissolved Oxygen) 16

3.5.7 BOD (Biochemical Oxygen Demand) 16

3.5.8 Jenis dan Kandungan Organik Substrat 16

3.6 Analisis Hasil dan Pengolahan Data 17

3.6.1 Kepadatan Lobster 17

4.1.1 Kepadatan dan Frekuensi Kehadiran Lobster 19 4.1.2 Hubungan Panjang-Bobot Lobster

4.1.3 Rasio Kelamin

20 22

4.2 Faktor Abiotik Lingkungan 24

4.2.1 Hasil Pengukuran Faktor Fisik-Kimia Perairan 24 4.2.2 Parameter Fisika

4.2.3 Parameter Kimia

24 25

4.3 Nilai Analisis Korelasi Pearson 26

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 27

5.2 Saran 27

(52)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1 Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik-Kimia Perairan

17 2 Data Kepadatan (ind/m2) dan Frekuensi Kehadiran (%)

Lobster pada setiap stasiun 19

3 Data hubungan panjang-bobot Lobster 20

4 Data perbandingan jenis kelamin lobster air tawar pada

setiap stasiun 23

5 Data pengukuran faktor fisik-kimia perairan Danau Toba

pada setiap stasiun 24

6 Nilai korelasi Pearson antara kepadatan lobster dengan

(53)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1 Morfologi lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) 6 2 Bagian-bagian morfologi lobster air tawar 7

3 Stasiun I (Daerah Bebas Aktivitas) 12

4 Stasiun II (Daerah Keramba) 13

5 Stasiun III (Daerah Pemukiman) 13

6 Jaring Bubu 14

7 8

Ciri kelamin jantan (kiri) dan betina (kanan)

Pola pertumbuhan lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) yang diperoleh pada ketiga stasiun

(54)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1 Peta Lokasi 31

2 Bagan Kerja Metode Winkler untuk mengukur DO 32 3 Bagan Kerja Metode Winkler untuk mengukur BOD5 33

4 Panjang-bobot Lobster 34

5 Contoh Perhitungan 37

6 Hasil Analisis Jenis dan Kandungan Organik Substrat 38

7 Hasil Analisis Korelasi Pearson 39

Gambar

Gambar 3. Stasiun I (Daerah Bebas Aktivitas)
Gambar 4. Stasiun II (Daerah Keramba)
Gambar 6. Jaring Bubu
Gambar 7. Ciri kelamin jantan (kiri) dan betina (kanan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

penelitian tentang “Studi Komparasi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Perairan Danau Toba, Desa Haranggaol, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara” yang pada saat ini

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban masukan unsur hara tertinggi di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba berasal dari keramba jaring apung (KJA) yang

Tujuan khusus penelitian ini adalah menganalisis kualitas perairan lingkungan Danau Laut Tawar; menganalisis total beban pencemaran dan daya tampung perairan Danau

Metode ini menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai kegiatan perhitungan pendugaan stok Lobster air tawar di Perairan Rawa Pening beserta aspek biologinya

Berdasarkan pada tabel diatas, dapat diketahui hasil tangkapan pada alat tangkap bubu bambu dengan umpan keong mas meliputi lobster air tawar ( Cherax quadricarinatus )

Salah satu kelebihan dari lobster air tawar dibandingkan dengan lobster air laut adalah kemampuan hidup di luar media air dalam lingkungan yang lembab dalam waktu yang lebih

Penelitian Studi Komparasi Keanekaragaman Makrozoobentos di Perairan Haranggaol, Danau Toba, Sumatera Utara telah dilakukan untuk membandingkan. keanekaragaman makrozoobentos

2. Populasi spesies asing mantap di ekosistem baru; dan 3. Berdasarkan tahapan tersebut di atas maka C. quadricarinatus di Danau Maninjau telah melewati ketiga tahap