• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Percobaan

Analisis sifat-sifat kimia dan fisik Andosol Sukamantri (M0), Entisol Cikampak (M1), dan Grumusol Cihea (M2) yang dilakukan pada akhir percobaan, hasilnya disajikan pada Tabel 3. Status sifat kimia tanah yang diteliti didasarkan pada Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) (Lampiran 3).

Tabel 3 Sifat fisik dan kimia tanah media tumbuh pada akhir percobaan Sifat fisik dan kimia tanah M0 Media tumbuh M1 M2 pH 1:1 (H2O) 4.90 (m) 6.00 (am) 5.60 (am) C-Org (%) 6.22 (st) 2.00 (s) 1.75 (r) N-Total (%) 0.54 (t) 0.22 (s) 0.18 (r) P (ppm) 39.80 (r) 50.30 (t) 68.90 (st) Ca (me/100g) 1.40 (r) 9.36 (s) 4.97 (r) Mg (me/100g) 0.40 (r) 1.63 (s) 2.82 (t) K (me/100g) 0.18 (r) 0.48 (s) 0.21 (r) KTK (me/100g) 24.36 (s) 21.71 (s) 24.18 (s) Fe (ppm) 0.30 0.20 8.16 Cu (ppm) tr tr 1.60 Zn (ppm) 0.36 0.32 3.28 Mn (ppm) 10.42 21.60 34.96 Tekstur Pasir (%) 34.52 10.96 7.27 Debu (%) 33.40 38.17 42.93 Liat (%) 32.08 50.87 49.80

Keterangan: m = masam; am = agak masam; r = rendah; s = sedang; t = tinggi; st = sangat tinggi; tr = tidak terukur.

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 3, ketiga jenis tanah menunjukkan reaksi masam dan agak masam dengan nilai pH yaitu sebesar: 4.9 (Andosol Sukamantri), 6.0 (Grumusol Cihea) dan 5.6 (Entisol Cikampak). Kandungan C-organik pada Andosol Sukamantri termasuk sangat tinggi, N-total tinggi, P tersedia rendah, basa-basa dapat ditukar rendah dan KTK sedang. Tingginya kandungan bahan organik pada Andosol karena bahan organik dapat dikomplek oleh mineral liat alofon dan imogolit sehingga kadar bahan organik di lapisan permukaan tanah dapat dipertahankan, dicirikan dengan warna tanah yang gelap.

Entisol Cikampak memiliki kandungan C-organik dan N-total sedang, sedangakan kandungan P tinggi. Kandungan P yang tinggi dapat dipengaruhi dari bahan induk penyusun yang kaya posfor. Grumusol Cihea memiliki kadar Mg tinggi dan P sangat tinggi. Hal tersebut dipengaruhi oleh bahan induk penyusun yang relatif kaya basa. Kadar C-organik pada Grumusol Cihea tergolong rendah dengan N-total rendah. Kandungan pasir, debu, dan liat pada media tumbuh M0 masing-masing terdiri atas 34.52; 33.40; dan 32.08%. Media tumbuh M1 dan M2 memiliki kandungan liat lebih dominan (50.87 dan 49.80%) dibandingkan dengan tekstur pasir dan debu. Jumlah batuan media tumbuh M1 rata-rata 55% per 35.5 liter media tumbuh.

Respon Tanaman terhadap Media Tumbuh

Media tumbuh berpengaruh nyata terhadap semua komponen pertumbuhan (Tabel 4, Lampiran 4). Tanaman jarak pagar yang ditanam dengan menggunakan media tumbuh M0 menghasilkan seluruh nilai komponen pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan dua media tumbuh lainnya (M1 dan M2). Perlakuan dengan menggunakan media tumbuh M1 dan M2 menyebabkan komponen pertumbuhan pada semua aksesi terhambat. Walaupun demikian media tumbuh M1 menyebabkan penurunan komponen pertumbuhan yang lebih besar daripada media tumbuh M2, kecuali pada beberapa komponen pertumbuhan akar sekunder (Tabel 4).

Tanaman jarak pagar yang ditanam pada media tumbuh M0 menghasilkan bobot kering tajuk paling besar (109.58 g) diikuti oleh media tumbuh M2 (83.63 g) dan media tumbuh M1 (63.43 g). Rata-rata diameter batang jarak pagar pada media tumbuh M2 (19.54 mm) lebih tinggi daripada media tumbuh M1 (17.86 mm). Hal yang sama juga terjadi pada jumlah daun dan tinggi tanaman.

Tabel 4 memperlihatkan bahwa jumlah akar primer dan panjang akar primer total lebih sedikit dibandingkan dengan akar sekunder, kecuali diameter akar total, dimana diameter akar primer total lebih besar dibandingkan dengan diameter akar sekunder total. Hasil uji lanjut DMRT terhadap faktor media tumbuh menunjukkan bahwa pengaruh media tumbuh berbeda nyata terhadap jumlah akar primer dan sekunder; panjang akar primer dan sekunder total; serta diameter akar 17

primer dan sekunder total (Tabel 4). Ada suatu kecenderungan media tumbuh M1 dan M2 memberikan pengaruh yang sama terhadap jumlah akar sekunder, panjang akar sekunder total dan diameter akar sekunder total, sedangkan pada akar primer nilai-nilai tersebut lebih rendah pada media tumbuh M1 dibandingkan dengan media tumbuh M2. Akibat cekaman yang diberikan pada media tumbuh M1 dan M2 menyebabkan penurunan rata-rata bobot kering akar tanaman berturut-turut hingga 9.86% dan 5.71%.

Tabel 4 Pengaruh media tumbuh terhadap pertumbuhan tajuk dan sistem perakaran pada sebelas aksesi jarak pagar

Komponen Pertumbuhan M0 Media tumbuh M1 M2

Bobot kering tajuk (g) 109.58 c 63.43 a 83.63 b Diameter batang (mm) 23.89 c 17.86 a 19.54 b

Jumlah daun (helai) 57.40 c 34.56 a 47.93 b

Tinggi tanaman (cm) 50.90 c 42.91 a 47.93 b

Bobot kering akar (g) 21.44 c 11.58 a 15.73 b

Jumlah akar primer 8.98 c 4.55 a 5.64 b

Jumlah akar sekunder 30.64 b 14.09 a 16.02 a Panjang akar primer total (cm) 280.75 c 132.73 a 156.60 b Panjang akar sekunder total (cm) 736.55 b 320.38 a 330.35 a Diameter akar primer total (mm) 74.69 c 32.80 a 44.02 b Diameter akar sekunder total (mm) 49.19 b 25.17 a 25.26 a Keterangan: Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata

pada taraf 5% menurut uji DMRT. Karakteristik Pertumbuhan Aksesi Jarak Pagar Pertumbuhan Tajuk

Aksesi jarak pagar berpengaruh nyata terhadap semua komponen pertumbuhan tajuk kecuali pada bobot kering tajuk (Tabel 5, Lampiran 4). Aksesi JB memiliki diameter batang terbesar (22.39 mm), berturut-turut diikuti oleh aksesi J2, J1, S3, dan S2 (20.93; 21.14; 21.10; dan 19.73 mm). Meskipun aksesi JB memiliki diameter batang terbesar namun aksesi JB merupakan aksesi jarak pagar yang memiliki jumlah daun paling sedikit (35.20 helai). Aksesi jarak pagar yang memiliki jumlah daun terbanyak adalah aksesi S3 (56.60 helai), B2 (53.87 helai), dan B3 (49.60 helai). Aksesi S2 (50.36 cm), B3 (51.77 cm), B1 (51.17 cm), T (48.42 cm), B2 (47.95 cm), dan J3 (47.54 cm) merupakan tanaman berhabitus tertinggi diantara aksesi lainnya.

Tabel 5 Diameter batang, jumlah daun, tinggi tanaman pada sebelas aksesi jarak pagar

Aksesi Diameter batang (mm) Jumlah daun (helai) tanaman (cm) Tinggi

S1 21.53 de 47.73 bc 49.41 ab S2 19.73 abc 43.80 abc 50.36 c S3 21.10 bcde 56.60 d 41.79 a J1 21.14 bcde 42.13 ab 45.31 ab J2 20.93 bcde 46.73 bc 41.71 a J3 21.41 cde 41.13 ab 47.54 bc B1 19.62 ab 47.73 bc 51.17 c B2 18.48 a 53.87 cd 47.95 bc B3 18.52 a 49.60 bcd 51.77 c T 19.86 abcd 46.40 bc 48.42 bc JB 22.39 e 35.20 a 45.29 ab

Keterangan: Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT.

Sistem Perakaran

Faktor aksesi jarak pagar hanya berpengaruh nyata terhadap panjang akar primer total, jumlah akar primer total, dan bobot kering akar (Tabel 6, Lampiran 5). Hasil analisis sidik ragam terhadap peubah panjang akar total menunjukkan bahwa panjang akar primer total berbeda secara nyata antar aksesi jarak pagar. Panjang akar primer total yang cenderung paling besar dimiliki oleh aksesi S1 (223.73 cm), S2 (208.33 cm), dan S3 (213.60 cm), sementara yang paling rendah adalah aksesi T (146.80 cm) (Tabel 6).

Tabel 6 Komponen pertumbuhan akar pada sebelas aksesi jarak pagar Aksesi primer total (cm) Panjang akar Jumlah akar primer Bobot kering akar (g)

S1 223.73 c 7.40 c 17.95 c S2 208.33 c 6.60 abc 16.10 ab S3 213.60 c 7.20 bc 17.35 bc J1 193.07 abc 6.53 abc 18.13 c J2 191.37 abc 6.47 abc 15.54 ab J3 195.33 abc 6.67 abc 15.03 a B1 183.93 abc 6.33 abc 14.96 a B2 179.37 abc 5.93 ab 15.65 ab B3 154.87 ab 5.47 a 14.79 a T 146.80 a 5.47 a 15.05 a JB 199.87 bc 6.20 abc 18.17 c

Keterangan: Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT.

Interaksi Media Tumbuh dengan Aksesi Jarak Pagar

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan interaksi antara media tumbuh dan aksesi jarak pagar berpengaruh nyata hanya pada peubah bobot kering akar (Gambar 1, Lampiran 5). Hampir semua aksesi pada media tumbuh M0 cenderung mempunyai bobot kering akar lebih tinggi dibandingkan pada media tumbuh M1 dan M2. Walaupun demikian tidak semua aksesi jarak pagar mengalami hal yang sama seperti yang ditunjukkan oleh aksesi B2 dam aksesi T (Gambar 1). Aksesi B2 pada media M1 kecenderungan mempunyai bobot kering akar lebih tinggi dibandingkan pada media tumbuh M2. Aksesi T pada media tumbuh M1 dan M2 kecenderungan mempunyai bobot kering akar yang sama.

Gambar 1 Bobot kering akar sebelas aksesi tanaman jarak pagar pada perlakuan kombinasi media tumbuh dan aksesi jarak pagar.

Kandungan Klorofil Aksesi Jarak Pagar pada Tiga Media Tumbuh

Media tumbuh berpengaruh nyata pada kandungan klorofil, kecuali kandungan klorofil b (Tabel 7, Lampiran 6). Jarak pagar pada media tumbuh M0 memiliki kandungan klorofil a dan klorofil total lebih tinggi dibandingkan dengan media tumbuh M1 dan M2. Hasil uji lanjut DMRT terhadap faktor media tumbuh menunjukkan bahwa pengaruh media tumbuh M1 dan M2 tidak berbeda nyata terhadap kandungan klorofil (Tabel 7, Lampiran 6).

Tabel 7 Pengaruh media tumbuh terhadap kandungan klorofil pada sebelas aksesi jarak pagar

Komponen Pertumbuhan M0 Media tumbuh M1 M2

Kandungan klorofil a (mg/l) 3.33 b 3.01 a 3.02 a Kandungan klorofil b (mg/l) 2.96 2.98 3.23 Kandungan klorofil total (mg/l) 6.54 b 5.99 a 5.98 a Keterangan: Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata

pada taraf 5% menurut uji DMRT.

Faktor aksesi jarak pagar berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil a tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil b dan klorofil total. Kecenderungan kandungan klorofil a paling besar dimiliki oleh aksesi B1 dan JB, sementara yang paling rendah adalah aksesi S2 (Tabel 8, Lampiran 6).

Tabel 8 Kandungan klorofil pada sebelas aksesi jarak pagar

Aksesi Klorofil a (mg/l) Kandungan Klorofil b (mg/l) Kandungan Klorofil Total (mg/l) Kandungan

S1 3.21 ab 3.15 6.32 S2 2.83 a 3.07 5.90 S3 3.24 ab 3.25 6.49 J1 3.04 ab 2.73 5.76 J2 2.96 ab 2.98 5.93 J3 3.18 ab 3.05 6.23 B1 3.26 b 2.88 6.14 B2 3.23 ab 3.12 6.35 B3 2.98 ab 3.07 6.05 T 3.06 ab 3.10 6.17 JB 3.34 b 3.20 6.54

Keterangan: Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT.

Serapan Hara Aksesi Jarak Pagar pada Tiga Media Tumbuh

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara media tumbuh dan aksesi jarak pagar berpengaruh nyata terhadap semua serapan unsur hara kecuali serapan unsur hara P dan Mg (Gambar 2, Lampiran 7). Secara umum jarak pagar yang ditanam pada media tumbuh M0 menyerap unsur hara lebih banyak dibandingkan dengan media tumbuh lainnya, kecuali pada serapan unsur hara Ca (Gambar 2 & 3).

Serapan hara makro

Berdasarkan Gambar 2 terdapat variasi serapan unsur hara yang cukup mencolok antara aksesi dalam merespon perbedaan media tumbuh. Aksesi jarak pagar menyerap lebih banyak unsur hara N dan K pada media tumbuh M0 dibandingkan dengan pada media tumbuh lainnya. Namun ada kecenderungan aksesi jarak pagar yang tumbuh pada media tumbuh M2 melakukan serapan unsur hara N dan K lebih tinggi dibanding dengan media tumbuh M1.

Serapan unsur hara terbesar pada media tumbuh M0 dimiliki oleh aksesi S3 (5.40 % berat kering total) dan aksesi S1 (4.76 % berat kering total). Kemampuan tanaman jarak pagar dalam menyerap unsur hara N dan K mengalami penurunan pada media tumbuh M1 dan M2. Aksesi yang mengalami penurunan serapan hara N terendah pada media tumbuh M1 adalah aksesi S2 (0.64%), sedangkan yang mengalami penurunan relatif besar adalah aksesi S3 (3.54%). Serapan unsur hara K terbesar pada media tumbuh M0 adalah aksesi S3 (3.97% bobot kering total) dan J1 (3.75 % bobot kering total). Tanaman jarak pagar mengalami penurunan serapan unsur hara K pada media tumbuh M1 dan M2. Aksesi B3 merupakan aksesi yang mengalami penurunan serapan hara K terendah pada media tumbuh M1 (0.43%) dan media tumbuh M2 (0.31%), sedangkan aksesi S3 merupakan aksesi yang mengalami penurunan serapan hara K terbesar pada media tumbuh M1 (3.33 % ) dan media tumbuh M2 (2.83 %).

Kecenderungan serapan hara Ca berbeda dengan serapan hara N dan K. Pada media tumbuh M1, aksesi J3 merupakan tanaman jarak pagar yang mampu melakukan serapan hara Ca 0.02 % lebih tinggi dibandingkan dengan ketika aksesi J3 ditanam pada media tumbuh M0. Hal yang sama terjadi pada media tumbuh M2, hampir semua aksesi melakukan serapan unsur hara Ca lebih tinggi dibandingkan dengan ketika tanaman tersebut ditempatkan di media tumbuh Mo, kecuali aksesi S1, S2, S3, dan T. Aksesi yang melakukan serapan unsur hara Ca tertinggi pada media tumbuh M2 adalah aksesi B3 sebesar 1.17 % bobot kering total.

Gambar 2 Rataan serapan hara makro tanaman jarak pagar pada perlakuan kombinasi media tumbuh dan aksesi jarak pagar. Keterangan: A: serapan unsur hara N; B: serapan unsur hara K; dan C: serapan unsur hara Ca.

Serapan hara mikro

Berdasarkan Gambar 3 terdapat variasi yang cukup signifikan antar aksesi dalam merespon perbedaan media tumbuh. Secara umum menunjukkan pola serapan unsur hara yang sama untuk setiap unsur hara. Sama halnya pada serapan

A

C B

unsur hara makro, kemampuan tanaman jarak pagar menyerap unsur hara pada media tumbuh M0 lebih tinggi dibandingkan dengan media tumbuh M1 dan M2, sedangkan serapan unsur hara mikro masing-masing tanaman jarak pagar pada media tumbuh M1 dan M2 lebih bervariasi.

Gambar 3 Rataan serapan hara mikro tanaman jarak pagar pada perlakuan kombinasi media tumbuh dan aksesi jarak pagar. Keterangan: A: serapan unsur hara Fe; B: serapan unsur hara Cu, dan C: serapan unsur hara Zn.

A

B

C

Tanaman jarak pagar mengalami penurunan serapan unsur hara pada media tumbuh M1. Aksesi yang mengalami penurunan serapan hara Fe terendah adalah aksesi JB (3.58 %), sedangkan yang mengalami penurunan relatif besar adalah aksesi S1 (47.43 %). Pada media tumbuh M1 yang mengalami penurunan unsur hara Cu dan Zn terendah adalah aksesi J3 (1.93 dan 6.83 %). Aksesi T merupakan tanaman jarak yang mampu melakukan serapan hara Cu dan Zn lebih tinggi pada media tumbuh M2. Pada media tumbuh M2, aksesi T melakukan serapan hara Cu 3.03 % lebih tinggi dibandingkan dengan ketika aksesi tersebut terdapat pada media tumbuh M0, sedangkan serapan unsur hara Zn 5.01 % lebih tinggi dibandingkan saat aksesi T tumbuh pada media tumbuh M0.

Pengelompokan Aksesi Jarak pagar

Untuk melihat peubah yang cukup dominan pengaruhnya terhadap respon masing-masing aksesi yang tumbuh pada media tumbuh M1 dan M2 terhadap M0, dilakukan analisis komponen utama. Nilai yang digunakan untuk analisis komponen utama merupakan nilai perbandingan masing-masing komponen pertumbuhan tajuk dan akar antara media tumbuh M1 dan M2 terhadap media tumbuh M0 yang dinyatakan dalam persen relatif (Lampiran 8). Hal tersebut dilakukan agar dapat dipilih aksesi jarak pagar yang responnya terhadap media tumbuh M1 dan M2 paling kecil. Pengelompokan kesebelas aksesi jarak pagar didasarkan pada semua respon pertumbuhan tajuk dan sistem perakaran.

Aksesi Jarak Pagar pada Media Tumbuh M1

Pada media tumbuh M1 terdapat 4 kelompok aksesi berdasarkan persebaran sebelas komponen pertumbuhan. Kelompok ke-1 terdiri atas aksesi B3, S2, dan S1. Kelompok ini kecenderungan memiliki bobot kering tajuk dan perakaran sekunder yang lebih baik. Kelompok ke-2 ditempati oleh J2 dan J3 dengan komponen pertumbuhan terbaik diantaranya jumlah daun, diameter batang, bobot kering akar, dan perakaran primer. Kelompok ke-3 ditempati aksesi B1 dan T. Kedua aksesi jarak pagar ini merupakan aksesi jarak pagar dengan komponen pertumbuhan yang dipengaruhi paling besar oleh media tumbuh. Kelompok ke-4 ditempati oleh aksesi B2, JB, J1, dan S3. Kelompok ke-4 pada media tumbuh M1 25

kecenderungan memiliki tinggi tanaman yang tidak terlalu dipengaruhi oleh media tumbuh, terutama aksesi S3. Kelompok ke-2 dan ke-1 memiliki potensi yang cukup baik sebagai tanaman batang bawah (Gambar 4).

5,0 2,5 0,0 -2,5 -5,0 3 2 1 0 -1 -2 -3 Komponen Pertama K om po nen K ed ua 0 0 DAS DAP PAS PAP JAS JAP BKA T JD DB BKT

Gambar 4 Plot dua dimensi komponen utama pada 11 aksesi jarak pagar antara KU1 dan KU2 pada media tumbuh M1 (a). Keterangan: T: tinggi; DB: diameter batang; JD: jumlah daun; BKT: bobot kering tajuk; PAP: panjang akar primer total; PAS: panjang akar sekunder total; DAP: diameter akar primer total; DAS: diameter akar sekunder total; JAP: jumlah akar primer; JAS: Jumlah akar sekunder; BKA: bobot kering akar.

Aksesi Jarak Pagar pada Media Tumbuh M2

Pada media tumbuh M2 terdapat empat kelompok aksesi jarak pagar berdasarkan sebaran komponen pertumbuhan. Kelompok ke-1 ditempati aksesi S2, JB, dan S1. Kelompok ke-1 mempunyai kecenderungan pertumbuhan diameter akar primer total, jumlah akar primer, panjang akar primer total, diameter akar sekunder total, diameter batang dan tinggi tanaman. Pada kelompok ke-2 hanya terdapat aksesi J2 yang kecenderungan memiliki jumlah daun, jumlah akar sekunder, panjang akar sekunder total, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk lebih baik. Kelompok ke-3 ditempati oleh aksesi S3, B1, T dan B2. Kelompok ke-4 pada media tumbuh M2 ditempati aksesi B3 dan J1. Kedua kelompok aksesi jarak pagar ini merupakan aksesi jarak pagar dengan komponen pertumbuhan yang dipengaruhi paling besar oleh media tumbuh. Kelompok ke-1

T B3 J1 B2 JB S2 B1 S1 J3 S3 I II III IV J2 26

dan ke-2 memiliki potensi yang cukup baik sebagai tanaman batang bawah (Gambar 5). 5,0 2,5 0,0 -2,5 -5,0 3 2 1 0 -1 -2 -3 Komponen Pertama K om po nen K ed ua 0 0 DAS DAP PAS PAP JAS JAP BKA T JD DB BKT

Gambar 5 Plot dua dimensi komponen utama pada 11 aksesi jarak pagar antara KU1 dan KU2 pada media tumbuh M2. Keterangan: T: tinggi; DB: diameter batang; JD: jumlah daun; BKT: bobot kering tajuk; PAP: panjang akar primer total; PAS: panjang akar sekunder total; DAP: diameter akar primer total; DAS: diameter akar sekunder total; JAP: jumlah akar primer; JAS: Jumlah akar sekunder; BKA: bobot kering akar.

Pembahasan

Respon Tanaman terhadap Media Tumbuh

Jenis media tumbuh yang disajikan pada Tabel 4 memberikan pengaruh berbeda terhadap semua komponen pertumbuhan. Umumnya media tumbuh yang memberikan penurunan terkecil pada komponen pertumbuhan aksesi jarak pagar diantara media tumbuh M1 (Entisol Cikampak) dan M2 (Grumusol Cihea) adalah Grumusol Cihea, kecuali perakaran sekunder. Hal ini menunjukkan bahwa jenis media tumbuh bisa menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman jarak pagar. Meskipun demikian masih dapat dikatakan bahwa tanaman jarak pagar mampu tumbuh di tanah yang kurang menguntungkan seperti media tanah berbatu dan tanah berat. Seperti yang diungkapkan Heller (1996) bahwa jarak pagar dapat tumbuh pada tanah dengan rentang yang luas. Tanaman ini

T B3 J1 B2 JB S2 B1 S1 J3 S3 I II III IV J2 27

mampu beradaptasi pada daerah kering bahkan pada tanah marjinal dengan nutrisi rendah. Jarak pagar ditemukan di daerah berbatu seperti di aliran sungai kering dan tebing berbatu. Walaupun demikian, tanah berpasir dan berkerikil dengan aerasi dan drainase yang baik lebih dipilih menjadi tempat tumbuh bagi tanaman jarak pagar. Hal ini seperti diperlihatkan pada Tabel 3 bahwa untuk semua aksesi yang ditanam pada media tumbuh M1 (Andosol Sukamantri) umumnya mendapatkan nilai tertinggi untuk semua komponen pertumbuhan.

Pada tanah berat seperti Grumusol Cihea, pembentukan akar akan terhambat. Penghambatan akar pada tanah berat menurut Salisbury dan Ross (1992) disebabkan oleh berkurangnya asupan O2 untuk perkembangan dan pernapasan akar yang dibutuhkan tanaman. Pada saat kandungan oksigen rendah, akar mengalami respirasi anaerob dan kondisi ini sangat menghambat pertumbuhan akar. Saat kondisi oksigen minimal, banyak menimbulkan toksin, serta penghentian pertumbuhan akar dan kematian akar. Kondisi ini mengakibatkan berkurangnya jumlah, panjang, dan diameter akar. Pengurangan ukuran pada akar akan menyebabkan penurunan ukuran pada daerah tajuk. Dari hasil pengamatan terbukti bahwa aksesi yang tumbuh pada Entisol Cikampak dan Grumusol Cihea mengalami penurunan pada peubah akar dan tajuk, sedangkan hal serupa tidak terjadi pada Andosol Sukamantri.

Menurut Weisel (2002), pembentukan akar berkaitan erat dengan lingkungan dimana tanaman tersebut hidup. Pada keadaan basah perkembangan akar pesat tetapi kepadatannya bervariasi. Kelembaban tanah yang rendah akan menurunkan bobot kering akar dan akan menyebabkan akar yang terbentuk sedikit dan ukurannya kecil serta daerah penyebaran yang relatif sempit. Penghambatan perkembangan akar ini selain karena terhambatnya aktifitas sel, juga karena daerah penetrasi akar dalam keadaan kering sehingga akar yang terbentuk tidak dapat menembus dan akhirnya mati. Hal ini sejalan dengan data yang terlihat pada Gambar 1 bahwa aksesi yang tumbuh pada media tercekam, seperti Entisol Cikampak dan Grumusol Cihea menghasilkan bobot kering akar lebih kecil dari Andosol Sukamantri.

Terdapat pola pertumbuhan yang menarik antara aksesi yang tumbuh di Entisol Cikampak dan Grumusol Cihea dimana Grumusol Cihea memberikan 28

pengaruh lebih nyata daripada Entisol Cikampak. Hal ini terkait dengan komposisi tanah diantara keduanya, meskipun Grumusol Cihea berupa tanah berat, kondisi ini masih memungkinkan akar untuk melakukan penetrasi, berbeda halnya dengan Entisol Cikampak yang komposisinya terdiri dari tanah dan batu seperti ditunjukkan pada jumlah, panjang, dan diameter akar primer tanaman di Grumusol Cihea lebih besar dibandingkan dengan Entisol Cikampak. Keberadaan bebatuan pada Entisol Cikampak menimbulkan tekanan mekanis pada proses pemanjangan akar baru. Selain itu kondisi Entisol Cikampak memudahkan air cepat hilang dibandingkan dengan Grumusol Cihea. Kecenderungan yang sama diperlihatkan Entisol Cikampak dan Grumusol Cihea pada Tabel 4, dimana jarak pagar yang tumbuh pada media tersebut mungkin menggunakan akar sekunder untuk penyerapan unsur hara. Ukuran diameter akar sekunder yang lebih kecil dibandingkan akar primer memiliki peran penting dalam mengabsorpsi unsur hara. Hal yang sama diungkapkan Munoz dan Beer (2001) bahwa akar halus (≤ 2 mm) memberikan peranan penting dalam penyerapan unsur hara dan air dari dalam tanah. Selain mengabsorpsi air dan hara, akar inipun banyak berperan dalam memperkuat cengkraman pada partikel tanah dan penyeimbang tekanan beban dari tajuk sehingga tanaman dapat berdiri kokoh. Kondisi demikian sesuai dengan pola serapan unsur hara yang disajikan pada Gambar 2 dan 3, dimana tanaman jarak pagar pada Andosol Sukamantri memiliki serapan unsur hara yang paling tinggi dibandingkan dengan Entisol Cikampak dan Grumusol Cihea.

Kadar C-organik dan N-total pada Entisol Cikampak termasuk dalam kategori sedang, sedangkan pada Grumusol Cihea rendah (Tabel 3). Kondisi demikian menyebabkan tanaman jarak pagar di kedua media tersebut mengalami serapan hara yang rendah, meskipun tidak demikian dengan serapan hara P. Serapan hara P di Entisol Cikampak dan Grumusol Cihea berturut-turut termasuk kategori tinggi dan sangat tinggi. Hal ini dimungkinkan karena Entisol Cikampak dan Grumusol Cihea dibentuk dari bahan induk yang kaya P. Karakteristik Entisol Cikampak yang mudah kehilangan air menyebabkan tanaman jarak pagar sulit untuk menyerap hara yang tersedia, sedangkan kekurangan air pada Grumusol Cihea memudahkan tanah menjadi kering dan retak. Fitter dan Hay (1994) mengatakan bahwa air merupakan faktor yang penting bagi tanaman, karena 29

berfungsi sebagai pelarut hara, berperan dalam translokasi hara dan fotosintesis. Ketersediaan air diperlukan untuk menyesuaikan diri dan digunakan untuk pertumbuhan tanaman, diantaranya untuk peningkatan luas daun (Doorenbos & Kassan 1978). Defisit air dalam jangka waktu yang pendek hanya berpengaruh pada kapasitas pertukaran gas dan efesiensi fotosintesis, sedangkan untuk jangka panjang mengakibatkan menurunnya efesiensi pembentukan bahan kering (Munchow et al. 1986). Kekurangan air mengakibatkan berkurangnya kaju fotosintesis karena dehidrasi protoplas akan menurunkan kapasitas fotosintesis (Thomas & Lasminingsih 1994). Selain itu, rendahnya jumlah air akan menyebabkan terbatasnya perkembangan akar, sehingga mengganggu penyerapan unsur hara oleh akar tanaman (Santoso 1995).

Hara tersedia dalam tanah memiliki keterkaitan dengan kandungan klorofil pada tanaman, terutama nitrogen. Nitorgen merupakan unsur hara esensial senyawa penyusun klorofil, diantarnya klorofil a (C55H72O5N4Mg) dan klorofil b (C55H70O6N4Mg) (Taiz & Zeiger 1991). Kekurangan unsur hara nitrogen akan mengakibatkan klorosis pada tanaman (Dwijoseputro 1980). Berdasarkan data hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 7, kandungan klorofil a dan klorofil total dari tanaman yang tumbuh pada Andosol lebih tinggi dibandingkan dengan Entisol dan Grumusol. Hal ini ada keterkaitan dengan karakteristik media tumbuh, dimana Andosol memiliki kandungan N lebih tinggi dibandingkan dengan Entisol dan Grumusol Cihea. Selain itu Andosol memberikan nilai lebih tinggi pada

Dokumen terkait