• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Karakter Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) yang Berpotensi sebagai Batang Bawah pada Lahan Marginal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Karakter Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) yang Berpotensi sebagai Batang Bawah pada Lahan Marginal"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KARAKTER JARAK PAGAR (

Jatropha curcas

L.)

YANG BERPOTENSI SEBAGAI BATANG BAWAH

PADA LAHAN MARGINAL

ANDENG SUTRISNA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Studi Karakter Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) yang Berpotensi sebagai Batang Bawah pada Lahan Marginal merupakan gagasan dan karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2010

(3)

ABSTRAK

ANDENG SUTRISNA. (Study of Physic Nut (Jatropha curcas L.) Characteristics that Potential as Rootstock on Marginal Land). Under direction of MIFTAHUDIN and HAMIM.

Grafting in physic nut (Jatropha curcas L.) is one of the methods to improve plant characteristics, such as the capability of the plant to grow better in marginal land. Grafting is performed by combining two distinct rootstock and scion. Therefore, the selection of Jatropha germplasm is required to be done in order to get the best rootstock. The aim of the study was to obtain the high quality of Jatropha rootstock that had the best performance of shoot and root growth characteristics on rocky and clay soil. The experiment was designed as a Completely Randomized Design (CRD) with two factors. The first factor was the type of soil, which were organic-sandy soil as a control (M0), rocky soil (M1), and clay soil (M2). The second factor was the various of the Jatropha accession (coded as S1, S2, S3, J1, J2, J3, B1, B2, B3, T, and JB accession). To determine the best Jatropha rootstocks, Principle Component Analysis (PCA) was employed based on all growth parameters. The result showed that all parameters, except chlorophyll b content, were influenced by the type of soil. Jatropha plants that were grown on M0 soil medium showed growth characteristics better than that of plants grown on the other soil media (M1 and M2). In general, M1 soil medium reduced growth parameters more than M2 soil medium, except the secondary root characters, which showed similar growth in both M1 and M2 soil media. Among accession of Jatropha showed different shoot growth characteristics, except shoot dry weight. On root growth characteristics, among Jatropha accession showed differences only in total primary root length, total primary root, and root dry weight. Only root dry weight parameter that was influenced by interaction of soil media and Jatropha accession. Based on PCA result it could be concluded that Jatropha S2, J3, B3, J2 and S1 accessions were the best rootstock candidate for rocky soil, while S2, J3, S1, JB, and J2 accessions were the best rootstock candidate for clay soil.

(4)

RINGKASAN

ANDENG SUTRISNA. (Studi Karakter Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) yang Berpotensi sebagai Batang Bawah pada Lahan Marginal). Dibimbing oleh MIFTAHUDIN dan HAMIM.

Salah satu kunci keberhasilan budidaya tanaman jarak pagar sangat ditentukan oleh ketersediaan bibit yang bermutu. Upaya untuk memperoleh tanaman dengan perakaran yang baik dan produksi yang tinggi dapat dilakukan dengan teknik penyambungan. Penyambungan merupakan penggabungan dua bagian tanaman yang berbeda (batang atas dan batang bawah) menjadi satu tanaman yang terus tumbuh dan berkembang dengan baik.

Batang bawah merupakan tanaman yang memiliki karakteristik perakaran kuat dan dalam, mampu beradaptasi atau tumbuh kompak dengan batang atas serta tanaman dalam keadaan bebas hama dan penyakit. Untuk itu diperlukan upaya untuk mendapatkan batang bawah yang memiliki karakteristik tahan terhadap lahan marginal seperti tanah berbatu dan atau bertekstur berat. Beberapa aksesi seperti aksesi Banten, Sumatera Barat, Jawa Barat dan Jawa Tengah dipandang cukup potensial sebagai kandidat batang bawah. Percobaan yang mengarah kepada seleksi calon batang bawah belum banyak dilakukan sehingga sangat dibutuhkan upaya tersebut untuk mengantisipasi keperluan penanaman di lahan-lahan kritis di masa mendatang. Kombinasi yang baik antara batang bawah yang perakarannya adaptif terhadap lahan marginal dan batang atas yang berproduksi tinggi akan sangat ideal dalam memacu produksi jarak pagar di lahan kritis.

Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan aksesi jarak pagar yang dapat dijadikan sebagai sumber batang bawah bermutu tinggi yang didasarkan pada karakteristik pertumbuhan tajuk dan akar yang toleran pada tanah berbatu dan bertekstur berat.

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 Faktor. Faktor pertama adalah jenis media tumbuh (M0, M1, dan M2). Faktor kedua adalah jenis aksesi berdasarkan asal aksesi (S1, S2, S3, J1, J2, J3, B1, B2, B3, T, dan JB). Semua taraf dikombinasikan secara lengkap sehingga terdapat 33 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan menggunakan satu tanaman dan diulang sebanyak 5 kali, sehingga jumlah total tanaman yang digunakan adalah 165 tanaman.

(5)

karakter pertumbuhan tajuk (diameter batang, jumlah daun, tinggi tanaman dan bobot kering tajuk) dan sistem perakaran (jumlah, panjang, dan diameter akar serta bobot kering akar).

Tanaman jarak pagar yang ditanam dengan menggunakan media tumbuh M0 menghasilkan seluruh nilai komponen pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan dua media tumbuh lainnya (M1 dan M2). Perlakuan dengan menggunakan media tumbuh M1 dan M2 menyebabkan komponen pertumbuhan pada semua aksesi terhambat. Disamping itu media tumbuh M1 menyebabkan penurunan komponen pertumbuhan yang lebih besar daripada media tumbuh M2. Namun demikian pada beberapa komponen pertumbuhan akar sekunder, media tumbuh M1 dan M2 memberikan pengaruh yang sama. Aksesi jarak pagar berpengaruh nyata terhadap semua parameter, kecuali bobot kering tajuk, panjang akar sekunder total, jumlah akar sekunder, diameter akar, serapan unsur hara Mg, kandungan klorofil b serta kandungan klorofil total. Pengelompokan kesebelas aksesi jarak pagar didasarkan pada semua komponen pertumbuhan. Secara umum kesebelas aksesi jarak pagar yang menjadi kandidat batang bawah cenderung mempunyai sistem perakaran yang baik. Aksesi S2, J3, B3, J2 dan S1 merupakan aksesi yang berpotensi sebagai kandidat batang bawah pada media tumbuh M1, sementara aksesi S2, J3, S1, JB, dan J2 merupakan aksesi yang berpotensi sebagai kandidat batang bawah pada media tumbuh M2.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

2. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. 3. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

STUDI KARAKTER JARAK PAGAR (

Jatropha curcas

L.)

YANG BERPOTENSI SEBAGAI BATANG BAWAH

PADA LAHAN MARGINAL

ANDENG SUTRISNA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tesis : Studi Karakter Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) yang Berpotensi sebagai Batang Bawah pada Lahan Marginal

Nama : Andeng Sutrisna NIM : G351064011

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Miftahudin, M.Si Dr. Ir. Hamim, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dedy Duryadi S, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S

(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April-November 2009 ialah fisiologi, dengan judul Studi Karakter Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) yang Berpotensi sebagai Batang Bawah pada Lahan Marginal.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Miftahudin, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Hamim, M.Si selaku pembimbing serta Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc.Agr selaku penguji luar komisi. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf Unit Usaha Jasa dan Industri, Departemen Biologi, FMIPA IPB yang telah membantu selama pengerjaan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada abah (alm), ibu, isteri, anak, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 17 Juni 1980 dari ayah Sawari dan Ibu Hj. Riswen. Penulis merupakan putra keempat dari empat bersaudara. Saat ini penulis telah dikaruniai seorang putri Nisrina Zihni El Khansa dari istri Siti Jamilah.

(12)

DAFTAR ISI

Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Percobaan ... 16

Respon Tanaman terhadap Media Tumbuh ... 17

Karakteristik Pertumbuhan Aksesi Jarak Pagar ... 18

Interaksi Media Tumbuh dengan Aksesi Jarak Pagar ... 20

Kandungan Klorofil Aksesi Jarak Pagar pada Tiga Media Tumbuh ... 20

Serapan Hara Aksesi Jarak Pagar pada Tiga Media Tumbuh ... 21

Pengelompokan Aksesi Jarak Pagar ... 25

Pembahasan ... 27

Respon Tanaman terhadap Media Tumbuh ... 27

Karakteristik Pertumbuhan Aksesi Jarak Pagar ... 31

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Tanaman jarak pagar berdasarkan kode dan asal aksesi ... 12 2 Jenis media tumbuh dan asalnya ... 13 3 Sifat fisik dan kimia tanah media tumbuh pada akhir percobaan ... 16 4 Pengaruh media tumbuh terhadap pertumbuhan tajuk dan

perkembangan akar pada sebelas aksesi jarak pagar ... 18 5 Diameter batang, jumlah daun, tinggi tanaman pada sebelas

aksesi jarak pagar... 19 6 Komponen pertumbuhan akar pada sebelas aksesi jarak pagar ... 19 7 Pengaruh media tumbuh terhadap kandungan klorofil pada sebelas

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Bobot kering akar sebelas aksesi tanaman jarak pagar pada perlakuan

kombinasi media tumbuh dan aksesi jarak pagar ... 20 2 Rataan serapan hara makro tanaman jarak pagar pada perlakuan

kombinasi media tumbuh dan aksesi jarak pagar ... 23 3 Rataan serapan hara mikro tanaman jarak pagar pada perlakuan

kombinasi media tumbuh dan aksesi jarak pagar ... 24 4 Plot dua dimensi komponen utama pada 11 aksesi jarak pagar antara

KU1 dan KU2 pada media tumbuh M1 ... 26 5 Plot dua dimensi komponen utama pada 11 aksesi jarak pagar antara

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Kerangka penelitian ... 41 2 Penataan rancangan acak lengkap percobaan ... 42

3 Kriteria penelitian sifat kimia tanah ... 43 4 Analisis sidik ragam pengaruh media tumbuh dan aksesi jarak pagar

terhadap pertumbuhan tajuk ... 44 5 Analisis sidik ragam pengaruh media tumbuh dan aksesi jarak pagar

terhadap sistem perakaran ... 45 6 Analisis sidik ragam pengaruh media tumbuh dan aksesi jarak pagar

terhadap kandungan klorofil ... 47 7 Analisis sidik ragam pengaruh media tumbuh dan aksesi jarak pagar

terhadap serapan unsur hara ... 48 8 Persen relatif pertumbuhan tajuk dan akar aksesi jarak pagar pada

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kenaikan harga solar, keterbatasan bahan bakar fosil, dan isu pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca (greenhouse gas), serta pertimbangan kenyamanan mendorong dunia untuk mencari bahan bakar alternatif baik sebagai pencampur maupun pengganti bahan bakar diesel. Salah satu bahan bakar alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut di atas adalah biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif dari sumber terbarukan (renewable). Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai potensi sebagai sumber bahan baku biodiesel (Heller 1996).

Salah satu kunci keberhasilan budidaya tanaman jarak pagar sangat ditentukan oleh ketersediaan bibit yang bermutu. Upaya untuk memperoleh tanaman dengan perakaran yang baik dan produksi yang tinggi dapat dilakukan dengan teknik penyambungan. Penyambungan merupakan penggabungan dua bagian tanaman yang berbeda menjadi satu tanaman yang terus tumbuh dan berkembang dengan baik. Hartmann et al. (1997) mengatakan bahwa manfaat sambungan pada tanaman adalah untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas hasil tanaman, keunggulan dari segi perakaran dan produksi tanaman, serta dapat mempercepat waktu berbunga dan berbuah. Selain itu penyambungan difungsikan sebagai peremajaan tanpa memerlukan bibit baru. Lestari dan Hariyono (2009) telah melakukan teknik penyambungan pada tanaman jarak pagar dengan tingkat keberhasilan ≥ 90%. Tanaman batang atas yang digunakan adalah IP-1A, IP-1M dan IP-1P, sedangkan batang bawah berupa tanaman jarak pagar lokal berumur satu tahun.

(17)

Beberapa aksesi seperti aksesi Banten, Sumatera Barat, Jawa Barat dan Jawa Tengah dipandang cukup potensial sebagai kandidat batang bawah (Pranowo D 2009, komunikasi pribadi). Percobaan yang mengarah kepada seleksi calon batang bawah belum banyak dilakukan sehingga sangat dibutuhkan upaya tersebut untuk mengantisipasi keperluan penanaman di lahan-lahan kritis di masa mendatang. Kombinasi yang baik antara batang bawah yang perakarannya adaptif terhadap lahan marginal dan batang atas yang berproduksi tinggi akan sangat ideal dalam memacu produksi jarak pagar di lahan kritis.

Tujuan Penelitian

Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan aksesi jarak pagar yang dapat dijadikan sebagai sumber batang bawah bermutu tinggi yang didasarkan pada karakteristik pertumbuhan tajuk dan akar yang toleran terhadap tanah berbatu dan bertekstur berat.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Jarak Pagar

Tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae, satu famili dengan karet dan ubi kayu. Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1-7 m bercabang tidak teratur. Batangnya berkayu, silindris dan bila terluka mengluarkan getah. Tanaman jarak pagar memiliki daun tunggal berlekuk dan bersudut 3 atau 5. Daun tersebar di sepanjang batang. Permukaan atas dan bawah daun berwarna hijau dengan bagian bawah lebih pucat dibandingkan dengan permukaaan atas. Bunga tanaman jarak pagar adalah bunga majemuk berbentuk malai, berwarna kuning kehijauan, berkelamin tunggal, dan berumah satu (putik dan benang sari dalam satu tanaman). Bunga betina 4-5 kali lebih banyak dari bunga jantan. Jarak pagar termasuk tanaman monoecious dan bunganya uniseksual. Kadangkala muncul bunga hermaprodit yang berbentuk cawan berwarna hijau kekuningan. Buah tanaman jarak pagar berupa buah kotak berbentuk bulat telur dengan diameter 2-4 cm, panjang buah 2 cm dengan ketebalan sekitar 1 cm. Buah berwarna hijau ketika muda serta abu-abu kecoklatan atau kehitaman ketika masak. Buah jarak terbagi menjadi 3 ruang, masing-masing ruang berisi satu biji sehingga dalam setiap buah terdapat tiga biji. Biji berbentuk bulat lonjong dan berwarna coklat kehitaman. Biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan rendemen sekitar 30-50% dan mengandung racun sehingga tidak dapat dimakan (Heller 1996).

Penyebaran dan Syarat Tumbuh Jarak Pagar

Penyebaran Jarak Pagar

(19)

oil plant yang menunjukkan bahwa tanaman ini dibawa dari daerah lain dan ditanam untuk diambil minyaknya. Selanjutnya jarak pagar dikenal luas sebagai hedge castor oil plant yang menunjukkan bahwa tanaman ini biasanya ditanam di pagar-pagar (Heyne 1950; Heller 1996; Fundora et al. 2004). Penyebaran jarak pagar di Thailand terjadi lebih dari dua abad yang lalu oleh saudagar-saudagar Portugis. Terdapat lima spesies jarak di Thailand, yaitu J. curcas, J. gossypifolia, J. multifida, J. integrrima, dan J. podagrica. Menurut catatan setempat, orang Portugis menggunakan biji jarak untuk membuat sabun cuci dan lainnya (Sadakorn 1984).

Di Indonesia tidak ada catatan yang pasti kapan jarak pagar masuk ke wilayah Nusantara, tetapi diperkirakan bersamaan dengan di Malaysia. Jarak pagar dapat ditemukan di berbagai tempat, namun umumnya tumbuh di pagar-pagar atau tepi jalan di pedesaan (Heyne 1950). Jarak pagar-pagar dikenal dengan berbagai nama daerah, antara lain nawaih nawas di Aceh, jarak wolanda di Manado, jirak di Minangkabau, jarak kosta di Jawa Barat, jarak budeg, jarak gundul, jarak iri, jarak pager, jarak cina, kaleke di Madura, jarak pageh di Bali, tangang-tangan kali kanjoh di Makassar, malate (hoti) di Seram Timur, bolacai di Halmahera Utara, dan balacai hisa di Tidore (Heyne 1950).

Syarat Tumbuh Jarak Pagar

Jarak pagar tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Kisaran curah hujan daerah penyebarannya bervariasi yaitu 480-2 380 mm/tahun (Jones & Miller 1992), 200-2 000 mm/tahun (Heller 1996), tetapi tanaman tumbuh baik pada curah hujan 900-1 200 mm/tahun (Becker & Makkar 1999). Di Indonesia, jarak pagar dapat dijumpai di beberapa daerah dengan curah hujan lebih dari 3 000 mm/tahun, seperti di Bogor, Sumatera Barat, dan Minahasa. Ketinggian tempat berkisar 0-1 700 m dpl, dengan suhu 11-38 °C. Jarak pagar tidak tahan cuaca yang sangat dingin (frost) dan tidak sensitif terhadap panjang hari (daylength) karena tanaman berasal dari daerah tropis (Heller 1996).

Menurut Henning (2004), jarak pagar membutuhkan curah hujan minimal 600 mm/tahun. Jika curah hujan kurang dari 600 mm/tahun maka tanaman tidak dapat tumbuh, kecuali dalam kondisi tertentu seperti di Kepulauan Cape Verde

(20)

dengan curah hujan hanya 250 mm/tahun tetapi kelembapan udaranya sangat tinggi. Di daerah-daerah dengan kelengasan tanah bukan menjadi faktor pembatas (misalnya irigasi atau curah hujan cukup merata), jarak pagar dapat berproduksi sepanjang tahun, tetapi tidak dapat bertahan dalam kondisi tanah jenuh air. Iklim yang kering akan meningkatkan kadar minyak biji, tetapi kekeringan yang berkepanjangan menyebabkan tanaman menggugurkan daun sehingga pertumbuhan tanaman terhambat (Jones & Miller 1992). Sebaliknya, pada daerah dengan curah hujan tinggi seperti di Bogor, tanaman memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebat tetapi pembentukan bunga dan buah kurang. Arivin et al. (2006) melaporkan bahwa di Desa Cikeusik Malingping, Banten, dengan curah hujan 2 500-3 000 mm/tahun, tanaman jarak pagar dapat berbunga dan berbuah, tetapi hal ini masih perlu diteliti apakah pembungaan tersebut berlangsung sepanjang tahun. Walaupun curah hujan daerah ini cukup tinggi, yang memungkinkan radiasi rendah, pembuahan cukup baik. Hal ini diduga merupakan hasil interaksi antara potensi genetik dan lingkungan seperti suhu yang selalu panas (± 27 °C) karena letaknya di tepi pantai, serta tekstur tanahnya berpasir yang menjamin drainase dan aerasi yang baik. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (2006) mengemukakan bahwa tipe iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi jarak pagar. Jarak pagar tumbuh baik di lahan kering dataran rendah beriklim kering dengan ketinggian tempat < 500 m dpl, curah hujan 300-1 000 mm/tahun, serta suhu > 20 °C.

Jarak pagar dapat tumbuh pada semua jenis tanah, tetapi pertumbuhan yang baik dijumpai pada tanah-tanah ringan atau lahan dengan drainase dan aerasi yang baik (terbaik mengandung pasir 60-90%). Tanaman jarak pagar dapat beradaptasi di lahan marginal dan dapat tumbuh pada tanah berbatu, berpasir, berliat, dan pada lahan yang tererosi (Mal & Joshi 1991). Tanaman ini dapat pula dijumpai di wilayah perbukitan atau sepanjang saluran air dan batas kebun (Heller 1996; Arivin et al. 2006). Menurut Okabe dan Somabhi (1989), jarak pagar yang ditanam pada tanah bertekstur lempung berpasir menghasilkan biji lebih tinggi daripada di tanah bertekstur lainnya. Selanjutnya Jones dan Miller (1992) mengemukakan bahwa meskipun jarak pagar dapat tumbuh dengan baik di tanah yang dangkal dan umumnya ditemukan tumbuh di tanah berkerikil, berpasir, dan

(21)

berliat, pada tanah yang tererosi berat pertumbuhannya kerdil. Di daerah yang sangat kering, umumnya tinggi tanaman hanya 2-3 m.

Jarak pagar dapat tumbuh pada tanah yang ketersediaan air dan unsur-unsur haranya terbatas atau lahan marginal, tetapi lahan yang berdrainase baik merupakan tempat yang sesuai bagi tanaman ini untuk tumbuh dan berproduksi secara optimal. Bila perakarannya sudah berkembang, jarak pagar toleran terhadap kondisi tanah masam atau alkalin (terbaik pada pH tanah 6.50) (Heller 1996; Arivin et al. 2006). Jones dan Miller (1992) menyatakan untuk mendapatkan produksi yang tinggi pada tanah miskin hara dan alkalin, tanaman perlu dipupuk dengan pupuk anorganik maupun organik, yang mengandung sedikit kalsium, magnesium, dan sulfur. Pada daerah-daerah dengan kandungan fosfat rendah, penggunaan mikoriza dapat membantu pertumbuhan tanaman jarak.

Sifat Umum Tanah

Media tumbuh yang digunakan dalam percobaan ini meliputi tanah jenis Andosol, Entisol dan Grumusol. Andosol merupakan tanah yang berkembang dari bahan induk volkan seperti: hujan abu, deposit abu aluvial, pasir vulkanik maupun bahan piroklastik. Andosol memiliki reaksi tanah masam sampai agak masam, kandungan bahan organik tinggi, kafasitas fiksasi tinggi dan muatan fraksi koloid tergantung pH. Mineral liat alofon dan imogilit pada Andosol dapat membentuk komplek dengan bahan organik sehingga kadar bahan organik di lapisan permukaan tanah dapat dipertahankan yang dicirikan dengan warna tanah yang gelap (Mohr et al. 1972).

(22)

1978). Menurut Schaetzl dan Anderson (2005), Andosol memiliki banyak karakteristik unik yang membedakannya dengan jenis tanah lainnya: solum tebal, horizon A berwarna gelap, porositas tinggi, bobot isi rendah, muatan permanen rendah, komplek pertukaran yang didominasi oleh muatan variabel, serta kapasitas erapan anion dan daya retensi air yang tinggi.

Entisol dicirikan oleh bahan mineral tanah yang belum membentuk horison diagnostik yang nyata karena pelapukan baru diawali bahan induk yang sukar larut seperti pasir kuarsa, atau berbentuk batuan keras yang larutnya lambat seperti batu gamping, atau topografi sangat miring sehingga kecepatan erosi melebihi pembentukan horison pedogenik (Darmawijaya 1990).

Sifat fisik Entisol sebagian besar tidak baik. Umumnya penghambat utama tanah ini adalah sifat fisik disertai kurangnya air (Komar 1984). Entisol mempunyai kadar lempung dan bahan organik yang rendah, sehingga daya menahan airnya rendah, struktur remah sampai berbutir dan sangat jarang, hal ini menyebabkan tanah tersebut mudah melewatkan air dan air mudah hilang karena perkolasi.

Menurut klasifikasi Pusat Penelitian Tanah (PPT), Grumusol setara dengan Order Vertisol pada sistem taksonomi tanah. Faktor pembentuk tanah yang dominan untuk Grumusol adalah iklim yang relatif agak kering sampai kering dengan bulan-bulan kering yang jelas dan/atau bahan induk yang relatif kaya basa, seperti bahan volkan intermedier, batu gamping, napal, batu liat, batu berkapur atau bahan alluvial (Subagyo et al. 2004). Sifat khas Grumusol adalah mengembang dan lengket pada keadaan basah serta mengekerut sehingga tanah menjadi keras dan retak-retak pada keadaan kering. Sifat tersebut disebabkan kandungan liat Grumusol yang tinggi (lebih dari 30%) dan didominasi oleh mineral liat yang mempunyai sifat mengembang dan mengkerut (Mohr et al. 1972).

Menurut Soepraptohardjo (1978), Grumusol merupakan tanah yang mempunyai solum yang tebal (1-2 meter) dengan warna kelabu sampai hitam. Kandungan liatnya semakin ke bawah semakin meningkat. Tanah ini berekasi agak masam (pH H2O 5.5-6.5) hingga alkalin (pH H2O 7.5-8.0), tingkat kejenuhan basa tinggi (80-100%) dengan kandungan Ca dan Mg tinggi.

(23)

Penyambungan Tanaman

Perbanyakan Vegetatif dengan Penyambungan

Penyambungan merupakan metode perbanyakan vegetatif buatan. Penyambungan adalah seni menyambungkan dua jaringan tanaman hidup sedemikian rupa sehingga keduanya bergabung dan tumbuh serta berkembang sebagai satu tanaman gabungan. Teknik apapun yang memenuhi kriteria ini dapat digolongkan sebagai metode penyambungan (Hartmann et al. 1997). Tanaman sebelah atas disebut entres atau batang atas (scion), sedangkan tanaman batang bawah disebut understam atau batang bawah (rootstock) (Ashari 1995). Batang atas berupa potongan pucuk tanaman yang terdiri atas beberapa tunas dorman yang akan berkembang menjadi tajuk, sedangkan batang bawah akan berkembang menjadi sistem perakaran (Hartmann et al. 1997).

Penyambungan dipilih dengan pertimbangan untuk memperbanyak tanaman yang sukar/tidak dapat diperbanyak dengan cara stek, perundukan, pemisahan, atau dengan cangkok. Menurut Ashari (1995), banyak jenis tanaman buah-buahan yang sukar/tidak dapat diperbanyak dengan cara-cara tersebut, tetapi mudah dilakukan penyambungan, misalnya pada manggis, mangga, belimbing, jeruk dan durian. Alasan lain untuk melakukan penyambungan adalah: (1) memperoleh keuntungan dari batang bawah tertentu, seperti perakaran kuat, toleran terhadap lingkungan tertentu, (2) mengubah kultivar dari tanaman yang telah berproduksi, yang disebut top working, (3) mempercepat kematangan reproduktif dan produksi buah lebih awal, (4) mempercepat pertumbuhan tanaman dan mengurangi waktu produksi, (5) mendapatkan bentuk pertumbuhan tanaman khusus, dan (6) memperbaiki kerusakan pada tanaman (Hartmann et al. 1997). Aplikasi penyambungan juga dapat dilakukan untuk membuat satu tanaman dengan jenis yang berbeda-beda, untuk mengatasi masalah polinasi, dalam kasus self-incompability atau tanaman berumah dua (Ashari 1995).

Proses Pertautan Sambungan

(24)

meristematik yang terbentuk antara jaringan yang tidak terluka dengan lapisan nekrotik. Lapisan nekrotik ini kemudian menghilang dan digantikan oleh kalus yang dihasilkan oleh sel-sel parenkim (Hartmann et al. 1997). Menurut Ashari (1995) sel-sel parenkim batang atas dan batang bawah masing-masing mengadakan kontak langsung, saling menyatu dan membaur. Sel parenkim tertentu mengadakan diferensiasi membentuk kambium sebagai kelanjutan dari kambium batang atas dan batang bawah yang lama. Pada akhirnya terbentuk jaringan/pembuluh dari kambium yang baru sehingga proses translokasi hara dari batang bawah ke batang atas dan sebaliknya dapat berlangsung kembali.

Agar proses pertautan tersebut dapat berlanjut, sel atau jaringan meristem antara daerah potongan harus terjadi kontak untuk saling menjalin secara sempurna. Ashari (1995) mengemukakan bahwa hal ini hanya mungkin jika kedua jenis tanaman cocok (kompatibel) dan irisan luka rata, serta pengikatan sambungan tidak terlalu lemah dan tidak terlalu kuat, sehingga tidak terjadi kerusakan jaringan. Dalam melakukan penyambungan (grafting) atau okulasi (budding), perlu diperhatikan polaritas batang atas dan batang bawah. Untuk batang atas bagian dasar entris atau mata tunas harus disambungkan dengan bagian atas batang bawah. Untuk okulasi, mata tunas harus menghadap ke atas. Jika posisi ini terbalik, sambungan tidak akan berhasil baik karena fungsi xilem sebagai pengantar hara dari tanah meupun floem sebagai pengantar asimilat dari daun akan terbalik arahnya (Ashari 1995). Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penyambungan adalah kompatibilitas. Pengertian kompatibilitas adalah kemampuan dua jenis tanaman yang disambung untuk m.enjadi satu tanaman baru. Bahan tanaman yang disambung akan menghasilkan persentase kompatibilitas tinggi jika masih dalam satu spesies atau satu klon, atau bahkan satu famili, bergantung pada jenis tanaman masing-masing (Ashari 1995). Inkompatibilitas antar jenis tanaman yang disambung dapat dilihat dari kriteria sebagai berikut menurut Hartmann et al (1997), diantaranya tingkat keberhasilan sambungan rendah, pada tanaman yang sudah berhasil tumbuh, terlihat daunnya menguning, rontok, dan mati tunas, mati muda, pada bibit sambungan, terdapat perbedaan laju tumbuh antara batang bawah dengan batang atas, serta terjadinya pertumbuhan berlebihan baik batang atas maupun batang bawah.

(25)

Sifat Batang Bawah

Batang bawah adalah tanaman yang berfungsi sebagai batang bagian bawah yang dilengkapi dengan sistem perakaran. Menurut Prastowo dan Roshetko (2006), keuntungan batang bawah dari biji diantaranya adalah perkembangan sistem perakarannya lebih kuat dan dalam karena memiliki akar tunggang, sehingga relatif lebih tahan terhadap kekeringan. Penyediaan batang bawah jenis ini bisa dilakukan dalam jumlah banyak. Kriteria tanaman yang akan dijadikan batang bawah: mampu beradaptasi atau tumbuh kompak dengan batang atasnya, sehingga batang bawah ini mampu menyatu dan menopang pertumbuhan batang atasnya. Selain itu batang bawah harus berada dalam keadaan sehat, sistem perakarannya baik dan dalam serta tahan terhadap keadaan tanah yang kurang menguntungkan, termasuk hama dan penyakit yang ada dalam tanah. Batang bawah yang disambungkan dengan batang atas juga tidak boleh mengurangi kualitas dan kuantitas buah pada tanaman. Perawatan batang bawah seperti pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, serta penyiraman perlu diperhatikan agar batang bawah tumbuh subur dan sehat. Pertumbuhan yang subur dan sehat memudahkan pengelupasan kulit dan kayunya, karena sel-sel kambium berada dalam keadaan aktif membelah diri. Proses pembentukan kalus atau penyembuhan luka berlangsung dengan baik, sehingga pada akhirnya keberhasilan sambungan atau okulasinya juga tinggi.

Menurut Supriyanto (2000), tanaman yang menjadi batang bawah harus mempunyai pertumbuhan yang baik dan perakaran yang kuat, tahan terhadap kekurangan dan kelebihan air, berasal dari tanaman yang subur serta tahan terhadap penyakit sehingga mempunyai daya kompatibitilitas yang tinggi dengan batang atas. Sebagai contoh pada tanaman jeruk, yang biasa dijadikan sebagai batang bawah adalah jeruk var. Rough Lemon (RL) atau Japanesche Citroen (JC). Jenis jeruk ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu penyebaran akar dalam tanah cukup luas, baik secara lateral maupun vertikal, serta mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap kekeringan. Pada penyambungan tanaman karet, syarat batang bawah harus mempunyai perakaran kuat dan daya serap hara yang baik (Anwar 2001).

(26)

Pengaruh Batang Bawah terhadap Batang Atas

Pada penyambungan sifat-sifat batang bawah sangat berpengaruh terhadap batang atas. Salah satu peran nyata batang bawah adalah pengaruh terhadap kecepatan tumbuh batang atas. Hasil penelitian Barus (2000) menunjukkan bahwa batang bawah jeruk var. Rough Lemon dan Rangpur Lime paling dapat mengendalikan pertumbuhan batang atas jeruk besar Nambangan dan Cikoneng dibandingkan dengan batang bawah jeruk var. Japansche Citroen dan Citrumelo. Jeruk besar Nambangan dan Cikoneng yang disambung dengan jeruk var. Rough Lemon dan Rangpur Lime mempunyai tinggi tanaman, panjang tunas, jumlah daun, luas daun, diameter batang, bobot akar dan bobot tajuk yang lebih kecil.

Di Inggris batang bawah tanaman apel telah berhasil dipilah-pilah. Batang bawah yang dapat menghasilkan batang atas kerdil (dwarf), semi kerdil (semi-dwarf) dan vigor (vigorous) (Ashari 1995). Hasil penelitian Roose et al. (1989) menunjukkan batang bawah jeruk var. C-32 citrange bersifat mendorong pertumbuhan batang atas untuk jeruk var. Wasington Navel sehingga memiliki volume yang lebih besar. Sebaliknya, batang bawah jeruk var. C-35 citrange bersifat dapat mengendalikan pertumbuhan batang atas dan menghasilkan pohon yang berukuran lebih kecil serta menghasilkan efisiensi hasil yang lebih baik pada tanaman jeruk var. Wasington Navel. Batang bawah juga dapat menyebabkan tanaman resisten terhadap penyakit (Cameron & Soost 1986). Penyakit busuk pangkal batang akan banyak menyerang tanaman apabila anggur var. Redblush disambung dengan batang bawah anggur var. sweet orange Precoe de Valence dibandingkan dengan batang bawah yang lain, sehingga walaupun produksinya tinggi namun tidak menguntungkan digunakan sebagai batang bawah pada pertanaman komersial (Rouse & Maxwell 1979).

(27)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan mulai bulan April sampai November 2009 bertempat di Kebun Percobaan Cikabayan IPB dan Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Departemen Biologi IPB.

Bahan

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah 11 aksesi jarak pagar. Sepuluh aksesi jarak pagar diperoleh dari Kebun Induk Jarak Pagar Pakuwon dan 1 aksesi diperoleh dari kebun jarak pagar bekas tambang PT Timah Bangka (Tabel 1). Bahan lainnya adalah 3 jenis media tumbuh, diantaranya adalah tanah gembur (M0), tanah berbatu (M1), dan tanah berat (M2) (Tabel 2).

Tabel 1 Tanaman jarak pagar berdasarkan kode dan asal aksesi

Kode Asal Aksesi Provinsi

S1 Surantih, X Koto Tarusan, Pesisir Selatan Sumatera Barat S2 Marunggi, Nan Sabaris, Padang Pariaman Sumatera Barat S3 Balingbing, Rambatan, Tanah Datar Sumatera Barat

J1 Rawalu, Banyumas Jawa Tengah

J2 Sidourip, Binangun, Cilacap Jawa Tengah J3 Tegal Kamulyan, Cilacap Jawa Tengah B1 Sukawaris, Cikeusik, Pandeglang Banten B2 Tanjungan, Cikeusik, Pandeglang Banten B3 Cikeruh Wetan, Cikeusik, Pandeglang Banten

T Eks Tambang timah PT Timah Bangka Belitung JB Ciwareng, Babakan Cikao, Purwakarta Jawa Barat

Metode Penelitian

Penelitian ini didasarkan pada kerangka penelitian seperti disajikan pada Lampiran 1.

Rancangan Percobaan

(28)

asal aksesi diantaranya adalah aksesi berasal dari Sumatera Barat (S1, S2, S3), Jawa Tengah (J1, J2, J3), Banten (B1, B2, B3), Bangka Belitung (T), dan Jawa Barat (JB). Semua taraf dikombinasikan secara lengkap sehingga terdapat 33 satuan percobaan dan setiap satuan percobaan diulang sebanyak 5 kali. Total satuan percobaan adalah 165.

Tabel 2 Jenis media tumbuh dan asalnya

Kode Asal Media Tumbuh Jenis Tanah

M0 Tanah gembur: Sukamantri, Ciomas, Bogor, Jawa Barat Andosol M1 Tanah berbatu: Cikampak, Ciampea, Bogor, Jawa Barat Entisol M2 Tanah berat: Cihea-Neglasari, Bojong Picung, Ciranjang,

Cianjur, Jawa Barat Grumusol

Penyiapan Bibit, Penanaman, dan Pemeliharaan

Bibit jarak pagar yang digunakan untuk penelitian adalah bibit yang telah berumur dua bulan di persemaian dengan rata-rata diameter batang bawah 5.63 mm dan rata-rata tinggi 19.23 cm serta rata-rata jumlah daun 8 helai per tanaman. Metode dan teknik pembibitan mengacu pada Istiana dan Sadikin (2008). Kesebelas bibit aksesi jarak pagar yang telah disiapkan ditanam di dalam polybag berukuran 60 x 60 cm dengan volume optimal 35.5 liter dan telah berisi tanah sesuai perlakuan. Selanjutnya tanaman tersebut ditempatkan di lapang untuk diamati selama 2.5 bulan. Semua tanaman tidak dipupuk selama percobaan berlangsung, namun disiram seminggu dua kali. Penyiangan dilakukan seminggu sekali.

Pengamatan

(29)

kandungan klorofil dilakukan pada minggu keempat setelah hari tanam mengacu pada prosedur Yoshida et al. (1976). Analisis serapan unsur hara dilakukan dengan menggunakan spektroskopi serapan atom (AAS). Pengukuran jumlah, diameter dan panjang akar dilakukan dalam keadaan segar. Akar yang diamati adalah akar primer dan akar sekunder sesuai Gardner et al. (1985).

a. Tinggi tanaman. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur tanaman mulai dari permukaan tanah sampai pucuk tanaman dengan menggunakan mistar.

b. Jumlah daun. Perhitungan jumlah daun dilakukan dengan cara menghitung seluruh daun di setiap batang dan percabangan.

c. Diameter batang. Diameter batang diukur pada jarak 2 cm diatas permukaan media tumbuh dengan menggunakan kaliper.

d. Bobot kering tajuk. Untuk menghitung berat kering tajuk, terlebih dahulu tajuk tanaman yaitu bagian leher akar ke atas dipotong lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 80 °C selama 48 jam. Tajuk yang telah kering kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering tersebut.

e. Panjang akar total. Panjang akar diukur dengan menggunakan meteran dari pangkal hingga ujung akar. Panjang akar total merupakan keseluruhan panjang akar yang diukur pada tiap tanaman.

f. Jumlah akar. Jumlah akar dihitung berdasarkan kedudukan akar pada sistem perakaran. Penghitungan jumlah akar dilakukan secara manual.

g. Diameter akar total. Diameter akar diukur dari pangkal akar atau percabangan akar dengan menggunakan kaliper. Diameter akar total merupakan keseluruhan diameter akar yang diukur pada tiap tanaman.

h. Berat kering akar. Untuk menghitung berat kering akar, terlebih dahulu akar tanaman yaitu bagian leher akar ke bawah dipotong lalu dicuci dengan air sampai bersih dan selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 80 °C selama 48 jam. Akar yang telah kering kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering tersebut.

(30)

secukupnya. Hasil gerusan kemudian disaring dengan kertas Whatman no. 1 ke dalam labu ukur 100 ml. Penggerusan dan penyaringan diulang bila masih ada klorofil yang tersisa. Tambahkan aseton 80% ke dalam labu ukur sampai mencapai 100 ml, kemudian ambil 5 ml larutan ini dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml dan diencerkan dengan aseton 80% sampai volumenya 50 ml. Dengan menggunakan spektrofotometer larutan klorofil tersebut diukur absorbasninya (A) pada panjang gelombang (λ) 645 nm dan 663 nm. Untuk menghitung kandungan klorofil digunakan rumus sebagai berikut:

Kl a = 0.0127. A663 – 0.00269. A645 Kl b = 0.0229. A645 – 0.00468. A663

Kl total = Kl a + Kl b = 0.0202. A645 + 0.00802. A663 Kl a = klorofil a ; Kl b = klorofil b

A663 = Absorbansi pada λ 663 nm A645 = Absorbansi pada λ 645 nm

j. Analisis unsur hara. Analisis unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg) dan mikro (Fe, Cu, dan Zn) dilakukan dengan mengambil sampel daun tanaman untuk melihat pola serapan hara tanaman dan tingkat defisiensi hara. Daun yang berkembang penuh (fully expended leaf) di ambil kemudian dikeringkan segera di dalam oven pada suhu 70oC selama 3 hari kemudian dianalisis. Analisis hara makro dan mikro dilakukan dengan menggunakan spektroskopi serapan atom (AAS).

Analisis Data

Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis sidik ragam pada α = 0.05 dengan menggunakan SPSS 15. Pembandingan nilai tengah antar perlakuan setelah uji F menggunakan uji Duncan Multiple Range Test. Untuk penetapan aksesi terbaik pada M0, M1, dan M2 digunakan Analisis Komponen Utama (AKU) dengan MINITAB 15. Peubah yang digunakan adalah peubah yang terkait dengan karakter pertumbuhan tajuk (diameter batang, jumlah daun, tinggi tanaman dan bobot kering tajuk) dan sistem perakaran (jumlah, panjang, dan diameter akar serta bobot kering akar).

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Percobaan

Analisis sifat-sifat kimia dan fisik Andosol Sukamantri (M0), Entisol Cikampak (M1), dan Grumusol Cihea (M2) yang dilakukan pada akhir percobaan, hasilnya disajikan pada Tabel 3. Status sifat kimia tanah yang diteliti didasarkan pada Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) (Lampiran 3).

Tabel 3 Sifat fisik dan kimia tanah media tumbuh pada akhir percobaan st = sangat tinggi; tr = tidak terukur.

(32)

Entisol Cikampak memiliki kandungan C-organik dan N-total sedang, sedangakan kandungan P tinggi. Kandungan P yang tinggi dapat dipengaruhi dari bahan induk penyusun yang kaya posfor. Grumusol Cihea memiliki kadar Mg tinggi dan P sangat tinggi. Hal tersebut dipengaruhi oleh bahan induk penyusun yang relatif kaya basa. Kadar C-organik pada Grumusol Cihea tergolong rendah dengan N-total rendah. Kandungan pasir, debu, dan liat pada media tumbuh M0 masing-masing terdiri atas 34.52; 33.40; dan 32.08%. Media tumbuh M1 dan M2 memiliki kandungan liat lebih dominan (50.87 dan 49.80%) dibandingkan dengan tekstur pasir dan debu. Jumlah batuan media tumbuh M1 rata-rata 55% per 35.5 liter media tumbuh.

Respon Tanaman terhadap Media Tumbuh

Media tumbuh berpengaruh nyata terhadap semua komponen pertumbuhan (Tabel 4, Lampiran 4). Tanaman jarak pagar yang ditanam dengan menggunakan media tumbuh M0 menghasilkan seluruh nilai komponen pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan dua media tumbuh lainnya (M1 dan M2). Perlakuan dengan menggunakan media tumbuh M1 dan M2 menyebabkan komponen pertumbuhan pada semua aksesi terhambat. Walaupun demikian media tumbuh M1 menyebabkan penurunan komponen pertumbuhan yang lebih besar daripada media tumbuh M2, kecuali pada beberapa komponen pertumbuhan akar sekunder (Tabel 4).

Tanaman jarak pagar yang ditanam pada media tumbuh M0 menghasilkan bobot kering tajuk paling besar (109.58 g) diikuti oleh media tumbuh M2 (83.63 g) dan media tumbuh M1 (63.43 g). Rata-rata diameter batang jarak pagar pada media tumbuh M2 (19.54 mm) lebih tinggi daripada media tumbuh M1 (17.86 mm). Hal yang sama juga terjadi pada jumlah daun dan tinggi tanaman.

(33)

primer dan sekunder total (Tabel 4). Ada suatu kecenderungan media tumbuh M1 dan M2 memberikan pengaruh yang sama terhadap jumlah akar sekunder, panjang akar sekunder total dan diameter akar sekunder total, sedangkan pada akar primer nilai-nilai tersebut lebih rendah pada media tumbuh M1 dibandingkan dengan media tumbuh M2. Akibat cekaman yang diberikan pada media tumbuh M1 dan M2 menyebabkan penurunan rata-rata bobot kering akar tanaman berturut-turut hingga 9.86% dan 5.71%.

Tabel 4 Pengaruh media tumbuh terhadap pertumbuhan tajuk dan sistem perakaran pada sebelas aksesi jarak pagar

Komponen Pertumbuhan M0 Media tumbuh M1 M2

Bobot kering tajuk (g) 109.58 c 63.43 a 83.63 b

Aksesi jarak pagar berpengaruh nyata terhadap semua komponen pertumbuhan tajuk kecuali pada bobot kering tajuk (Tabel 5, Lampiran 4). Aksesi JB memiliki diameter batang terbesar (22.39 mm), berturut-turut diikuti oleh aksesi J2, J1, S3, dan S2 (20.93; 21.14; 21.10; dan 19.73 mm). Meskipun aksesi JB memiliki diameter batang terbesar namun aksesi JB merupakan aksesi jarak pagar yang memiliki jumlah daun paling sedikit (35.20 helai). Aksesi jarak pagar yang memiliki jumlah daun terbanyak adalah aksesi S3 (56.60 helai), B2 (53.87 helai), dan B3 (49.60 helai). Aksesi S2 (50.36 cm), B3 (51.77 cm), B1 (51.17 cm), T (48.42 cm), B2 (47.95 cm), dan J3 (47.54 cm) merupakan tanaman berhabitus tertinggi diantara aksesi lainnya.

(34)

Tabel 5 Diameter batang, jumlah daun, tinggi tanaman pada sebelas aksesi jarak pagar

Aksesi Diameter batang (mm) Jumlah daun (helai) tanaman (cm) Tinggi

S1 21.53 de 47.73 bc 49.41 ab tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT.

Sistem Perakaran

Faktor aksesi jarak pagar hanya berpengaruh nyata terhadap panjang akar primer total, jumlah akar primer total, dan bobot kering akar (Tabel 6, Lampiran 5). Hasil analisis sidik ragam terhadap peubah panjang akar total menunjukkan bahwa panjang akar primer total berbeda secara nyata antar aksesi jarak pagar. Panjang akar primer total yang cenderung paling besar dimiliki oleh aksesi S1 (223.73 cm), S2 (208.33 cm), dan S3 (213.60 cm), sementara yang paling rendah adalah aksesi T (146.80 cm) (Tabel 6).

Tabel 6 Komponen pertumbuhan akar pada sebelas aksesi jarak pagar

Aksesi primer total (cm) Panjang akar Jumlah akar primer Bobot kering akar (g)

S1 223.73 c 7.40 c 17.95 c tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT.

(35)

Interaksi Media Tumbuh dengan Aksesi Jarak Pagar

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan interaksi antara media tumbuh dan aksesi jarak pagar berpengaruh nyata hanya pada peubah bobot kering akar (Gambar 1, Lampiran 5). Hampir semua aksesi pada media tumbuh M0 cenderung mempunyai bobot kering akar lebih tinggi dibandingkan pada media tumbuh M1 dan M2. Walaupun demikian tidak semua aksesi jarak pagar mengalami hal yang sama seperti yang ditunjukkan oleh aksesi B2 dam aksesi T (Gambar 1). Aksesi B2 pada media M1 kecenderungan mempunyai bobot kering akar lebih tinggi dibandingkan pada media tumbuh M2. Aksesi T pada media tumbuh M1 dan M2 kecenderungan mempunyai bobot kering akar yang sama.

Gambar 1 Bobot kering akar sebelas aksesi tanaman jarak pagar pada perlakuan kombinasi media tumbuh dan aksesi jarak pagar.

Kandungan Klorofil Aksesi Jarak Pagar pada Tiga Media Tumbuh

Media tumbuh berpengaruh nyata pada kandungan klorofil, kecuali kandungan klorofil b (Tabel 7, Lampiran 6). Jarak pagar pada media tumbuh M0 memiliki kandungan klorofil a dan klorofil total lebih tinggi dibandingkan dengan media tumbuh M1 dan M2. Hasil uji lanjut DMRT terhadap faktor media tumbuh menunjukkan bahwa pengaruh media tumbuh M1 dan M2 tidak berbeda nyata terhadap kandungan klorofil (Tabel 7, Lampiran 6).

(36)

Tabel 7 Pengaruh media tumbuh terhadap kandungan klorofil pada sebelas aksesi jarak pagar

Komponen Pertumbuhan M0 Media tumbuh M1 M2

Kandungan klorofil a (mg/l) 3.33 b 3.01 a 3.02 a Kandungan klorofil b (mg/l) 2.96 2.98 3.23 Kandungan klorofil total (mg/l) 6.54 b 5.99 a 5.98 a Keterangan: Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata

pada taraf 5% menurut uji DMRT.

Faktor aksesi jarak pagar berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil a tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil b dan klorofil total. Kecenderungan kandungan klorofil a paling besar dimiliki oleh aksesi B1 dan JB, sementara yang paling rendah adalah aksesi S2 (Tabel 8, Lampiran 6).

Tabel 8 Kandungan klorofil pada sebelas aksesi jarak pagar

Aksesi Klorofil a (mg/l) Kandungan Klorofil b (mg/l) Kandungan Klorofil Total (mg/l) Kandungan

S1 3.21 ab 3.15 6.32

Keterangan: Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT.

Serapan Hara Aksesi Jarak Pagar pada Tiga Media Tumbuh

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara media tumbuh dan aksesi jarak pagar berpengaruh nyata terhadap semua serapan unsur hara kecuali serapan unsur hara P dan Mg (Gambar 2, Lampiran 7). Secara umum jarak pagar yang ditanam pada media tumbuh M0 menyerap unsur hara lebih banyak dibandingkan dengan media tumbuh lainnya, kecuali pada serapan unsur hara Ca (Gambar 2 & 3).

(37)

Serapan hara makro

Berdasarkan Gambar 2 terdapat variasi serapan unsur hara yang cukup mencolok antara aksesi dalam merespon perbedaan media tumbuh. Aksesi jarak pagar menyerap lebih banyak unsur hara N dan K pada media tumbuh M0 dibandingkan dengan pada media tumbuh lainnya. Namun ada kecenderungan aksesi jarak pagar yang tumbuh pada media tumbuh M2 melakukan serapan unsur hara N dan K lebih tinggi dibanding dengan media tumbuh M1.

Serapan unsur hara terbesar pada media tumbuh M0 dimiliki oleh aksesi S3 (5.40 % berat kering total) dan aksesi S1 (4.76 % berat kering total). Kemampuan tanaman jarak pagar dalam menyerap unsur hara N dan K mengalami penurunan pada media tumbuh M1 dan M2. Aksesi yang mengalami penurunan serapan hara N terendah pada media tumbuh M1 adalah aksesi S2 (0.64%), sedangkan yang mengalami penurunan relatif besar adalah aksesi S3 (3.54%). Serapan unsur hara K terbesar pada media tumbuh M0 adalah aksesi S3 (3.97% bobot kering total) dan J1 (3.75 % bobot kering total). Tanaman jarak pagar mengalami penurunan serapan unsur hara K pada media tumbuh M1 dan M2. Aksesi B3 merupakan aksesi yang mengalami penurunan serapan hara K terendah pada media tumbuh M1 (0.43%) dan media tumbuh M2 (0.31%), sedangkan aksesi S3 merupakan aksesi yang mengalami penurunan serapan hara K terbesar pada media tumbuh M1 (3.33 % ) dan media tumbuh M2 (2.83 %).

Kecenderungan serapan hara Ca berbeda dengan serapan hara N dan K. Pada media tumbuh M1, aksesi J3 merupakan tanaman jarak pagar yang mampu melakukan serapan hara Ca 0.02 % lebih tinggi dibandingkan dengan ketika aksesi J3 ditanam pada media tumbuh M0. Hal yang sama terjadi pada media tumbuh M2, hampir semua aksesi melakukan serapan unsur hara Ca lebih tinggi dibandingkan dengan ketika tanaman tersebut ditempatkan di media tumbuh Mo, kecuali aksesi S1, S2, S3, dan T. Aksesi yang melakukan serapan unsur hara Ca tertinggi pada media tumbuh M2 adalah aksesi B3 sebesar 1.17 % bobot kering total.

(38)

Gambar 2 Rataan serapan hara makro tanaman jarak pagar pada perlakuan kombinasi media tumbuh dan aksesi jarak pagar. Keterangan: A: serapan unsur hara N; B: serapan unsur hara K; dan C: serapan unsur hara Ca.

Serapan hara mikro

Berdasarkan Gambar 3 terdapat variasi yang cukup signifikan antar aksesi dalam merespon perbedaan media tumbuh. Secara umum menunjukkan pola serapan unsur hara yang sama untuk setiap unsur hara. Sama halnya pada serapan

A

C B

(39)

unsur hara makro, kemampuan tanaman jarak pagar menyerap unsur hara pada media tumbuh M0 lebih tinggi dibandingkan dengan media tumbuh M1 dan M2, sedangkan serapan unsur hara mikro masing-masing tanaman jarak pagar pada media tumbuh M1 dan M2 lebih bervariasi.

Gambar 3 Rataan serapan hara mikro tanaman jarak pagar pada perlakuan kombinasi media tumbuh dan aksesi jarak pagar. Keterangan: A: serapan unsur hara Fe; B: serapan unsur hara Cu, dan C: serapan unsur hara Zn.

A

B

C

(40)

Tanaman jarak pagar mengalami penurunan serapan unsur hara pada media tumbuh M1. Aksesi yang mengalami penurunan serapan hara Fe terendah adalah aksesi JB (3.58 %), sedangkan yang mengalami penurunan relatif besar adalah aksesi S1 (47.43 %). Pada media tumbuh M1 yang mengalami penurunan unsur hara Cu dan Zn terendah adalah aksesi J3 (1.93 dan 6.83 %). Aksesi T merupakan tanaman jarak yang mampu melakukan serapan hara Cu dan Zn lebih tinggi pada media tumbuh M2. Pada media tumbuh M2, aksesi T melakukan serapan hara Cu 3.03 % lebih tinggi dibandingkan dengan ketika aksesi tersebut terdapat pada media tumbuh M0, sedangkan serapan unsur hara Zn 5.01 % lebih tinggi dibandingkan saat aksesi T tumbuh pada media tumbuh M0.

Pengelompokan Aksesi Jarak pagar

Untuk melihat peubah yang cukup dominan pengaruhnya terhadap respon masing-masing aksesi yang tumbuh pada media tumbuh M1 dan M2 terhadap M0, dilakukan analisis komponen utama. Nilai yang digunakan untuk analisis komponen utama merupakan nilai perbandingan masing-masing komponen pertumbuhan tajuk dan akar antara media tumbuh M1 dan M2 terhadap media tumbuh M0 yang dinyatakan dalam persen relatif (Lampiran 8). Hal tersebut dilakukan agar dapat dipilih aksesi jarak pagar yang responnya terhadap media tumbuh M1 dan M2 paling kecil. Pengelompokan kesebelas aksesi jarak pagar didasarkan pada semua respon pertumbuhan tajuk dan sistem perakaran.

Aksesi Jarak Pagar pada Media Tumbuh M1

(41)

kecenderungan memiliki tinggi tanaman yang tidak terlalu dipengaruhi oleh media tumbuh, terutama aksesi S3. Kelompok ke-2 dan ke-1 memiliki potensi yang cukup baik sebagai tanaman batang bawah (Gambar 4).

5,0

Gambar 4 Plot dua dimensi komponen utama pada 11 aksesi jarak pagar antara KU1 dan KU2 pada media tumbuh M1 (a). Keterangan: T: tinggi; DB: diameter batang; JD: jumlah daun; BKT: bobot kering tajuk; PAP: panjang akar primer total; PAS: panjang akar sekunder total; DAP: diameter akar primer total; DAS: diameter akar sekunder total; JAP: jumlah akar primer; JAS: Jumlah akar sekunder; BKA: bobot kering akar.

Aksesi Jarak Pagar pada Media Tumbuh M2

Pada media tumbuh M2 terdapat empat kelompok aksesi jarak pagar berdasarkan sebaran komponen pertumbuhan. Kelompok ke-1 ditempati aksesi S2, JB, dan S1. Kelompok ke-1 mempunyai kecenderungan pertumbuhan diameter akar primer total, jumlah akar primer, panjang akar primer total, diameter akar sekunder total, diameter batang dan tinggi tanaman. Pada kelompok ke-2 hanya terdapat aksesi J2 yang kecenderungan memiliki jumlah daun, jumlah akar sekunder, panjang akar sekunder total, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk lebih baik. Kelompok ke-3 ditempati oleh aksesi S3, B1, T dan B2. Kelompok ke-4 pada media tumbuh M2 ditempati aksesi B3 dan J1. Kedua kelompok aksesi jarak pagar ini merupakan aksesi jarak pagar dengan komponen pertumbuhan yang dipengaruhi paling besar oleh media tumbuh. Kelompok ke-1

(42)

dan ke-2 memiliki potensi yang cukup baik sebagai tanaman batang bawah

Gambar 5 Plot dua dimensi komponen utama pada 11 aksesi jarak pagar antara KU1 dan KU2 pada media tumbuh M2. Keterangan: T: tinggi; DB: diameter batang; JD: jumlah daun; BKT: bobot kering tajuk; PAP: panjang akar primer total; PAS: panjang akar sekunder total; DAP: diameter akar primer total; DAS: diameter akar sekunder total; JAP: jumlah akar primer; JAS: Jumlah akar sekunder; BKA: bobot kering akar.

Pembahasan

Respon Tanaman terhadap Media Tumbuh

(43)

mampu beradaptasi pada daerah kering bahkan pada tanah marjinal dengan nutrisi rendah. Jarak pagar ditemukan di daerah berbatu seperti di aliran sungai kering dan tebing berbatu. Walaupun demikian, tanah berpasir dan berkerikil dengan aerasi dan drainase yang baik lebih dipilih menjadi tempat tumbuh bagi tanaman jarak pagar. Hal ini seperti diperlihatkan pada Tabel 3 bahwa untuk semua aksesi yang ditanam pada media tumbuh M1 (Andosol Sukamantri) umumnya mendapatkan nilai tertinggi untuk semua komponen pertumbuhan.

Pada tanah berat seperti Grumusol Cihea, pembentukan akar akan terhambat. Penghambatan akar pada tanah berat menurut Salisbury dan Ross (1992) disebabkan oleh berkurangnya asupan O2 untuk perkembangan dan pernapasan akar yang dibutuhkan tanaman. Pada saat kandungan oksigen rendah, akar mengalami respirasi anaerob dan kondisi ini sangat menghambat pertumbuhan akar. Saat kondisi oksigen minimal, banyak menimbulkan toksin, serta penghentian pertumbuhan akar dan kematian akar. Kondisi ini mengakibatkan berkurangnya jumlah, panjang, dan diameter akar. Pengurangan ukuran pada akar akan menyebabkan penurunan ukuran pada daerah tajuk. Dari hasil pengamatan terbukti bahwa aksesi yang tumbuh pada Entisol Cikampak dan Grumusol Cihea mengalami penurunan pada peubah akar dan tajuk, sedangkan hal serupa tidak terjadi pada Andosol Sukamantri.

Menurut Weisel (2002), pembentukan akar berkaitan erat dengan lingkungan dimana tanaman tersebut hidup. Pada keadaan basah perkembangan akar pesat tetapi kepadatannya bervariasi. Kelembaban tanah yang rendah akan menurunkan bobot kering akar dan akan menyebabkan akar yang terbentuk sedikit dan ukurannya kecil serta daerah penyebaran yang relatif sempit. Penghambatan perkembangan akar ini selain karena terhambatnya aktifitas sel, juga karena daerah penetrasi akar dalam keadaan kering sehingga akar yang terbentuk tidak dapat menembus dan akhirnya mati. Hal ini sejalan dengan data yang terlihat pada Gambar 1 bahwa aksesi yang tumbuh pada media tercekam, seperti Entisol Cikampak dan Grumusol Cihea menghasilkan bobot kering akar lebih kecil dari Andosol Sukamantri.

(44)

pengaruh lebih nyata daripada Entisol Cikampak. Hal ini terkait dengan komposisi tanah diantara keduanya, meskipun Grumusol Cihea berupa tanah berat, kondisi ini masih memungkinkan akar untuk melakukan penetrasi, berbeda halnya dengan Entisol Cikampak yang komposisinya terdiri dari tanah dan batu seperti ditunjukkan pada jumlah, panjang, dan diameter akar primer tanaman di Grumusol Cihea lebih besar dibandingkan dengan Entisol Cikampak. Keberadaan bebatuan pada Entisol Cikampak menimbulkan tekanan mekanis pada proses pemanjangan akar baru. Selain itu kondisi Entisol Cikampak memudahkan air cepat hilang dibandingkan dengan Grumusol Cihea. Kecenderungan yang sama diperlihatkan Entisol Cikampak dan Grumusol Cihea pada Tabel 4, dimana jarak pagar yang tumbuh pada media tersebut mungkin menggunakan akar sekunder untuk penyerapan unsur hara. Ukuran diameter akar sekunder yang lebih kecil dibandingkan akar primer memiliki peran penting dalam mengabsorpsi unsur hara. Hal yang sama diungkapkan Munoz dan Beer (2001) bahwa akar halus (≤ 2 mm) memberikan peranan penting dalam penyerapan unsur hara dan air dari dalam tanah. Selain mengabsorpsi air dan hara, akar inipun banyak berperan dalam memperkuat cengkraman pada partikel tanah dan penyeimbang tekanan beban dari tajuk sehingga tanaman dapat berdiri kokoh. Kondisi demikian sesuai dengan pola serapan unsur hara yang disajikan pada Gambar 2 dan 3, dimana tanaman jarak pagar pada Andosol Sukamantri memiliki serapan unsur hara yang paling tinggi dibandingkan dengan Entisol Cikampak dan Grumusol Cihea.

(45)

berfungsi sebagai pelarut hara, berperan dalam translokasi hara dan fotosintesis. Ketersediaan air diperlukan untuk menyesuaikan diri dan digunakan untuk pertumbuhan tanaman, diantaranya untuk peningkatan luas daun (Doorenbos & Kassan 1978). Defisit air dalam jangka waktu yang pendek hanya berpengaruh pada kapasitas pertukaran gas dan efesiensi fotosintesis, sedangkan untuk jangka panjang mengakibatkan menurunnya efesiensi pembentukan bahan kering (Munchow et al. 1986). Kekurangan air mengakibatkan berkurangnya kaju fotosintesis karena dehidrasi protoplas akan menurunkan kapasitas fotosintesis (Thomas & Lasminingsih 1994). Selain itu, rendahnya jumlah air akan menyebabkan terbatasnya perkembangan akar, sehingga mengganggu penyerapan unsur hara oleh akar tanaman (Santoso 1995).

Hara tersedia dalam tanah memiliki keterkaitan dengan kandungan klorofil pada tanaman, terutama nitrogen. Nitorgen merupakan unsur hara esensial senyawa penyusun klorofil, diantarnya klorofil a (C55H72O5N4Mg) dan klorofil b (C55H70O6N4Mg) (Taiz & Zeiger 1991). Kekurangan unsur hara nitrogen akan mengakibatkan klorosis pada tanaman (Dwijoseputro 1980). Berdasarkan data hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 7, kandungan klorofil a dan klorofil total dari tanaman yang tumbuh pada Andosol lebih tinggi dibandingkan dengan Entisol dan Grumusol. Hal ini ada keterkaitan dengan karakteristik media tumbuh, dimana Andosol memiliki kandungan N lebih tinggi dibandingkan dengan Entisol dan Grumusol Cihea. Selain itu Andosol memberikan nilai lebih tinggi pada serapan unsur hara N dibandingkan dengan Entisol Cikampak dan Grumusol Cihea. Meskipun demikian terdapat hasil penelitian yang berbeda yang diperoleh Sirait (2008) bahwa pemupukan dengan taraf N yang berbeda (0 kg; 100 kg; 200 kg N/ha) pada rumput jenis Paspalum notatum, Brachiaria humidicola dan Stenotaphrum secundatum tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kandungan klorofil a, klorofil b maupun klorofil total.

(46)

oleh tanaman sebagai upaya penyesuaian secara fisiologi dengan kondisi naungan guna mengoptimalkan penangkapan cahaya, sebab klorofil b berperan langsung sebagai antena pemanen cahaya. Sementara, klorofil a berpartisipasi dalam pengubahan energi radiasi yang ditangkap oleh klorofil b menjadi energi kimia. Cahaya yang berkerja lewat fotosintesis mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Karakteristik Pertumbuhan Aksesi Jarak Pagar

Dari hasil pengamatan seperti yang terlihat pada Tabel 5, pertumbuhan dari tiap aksesi jarak pagar tidak sama. Ada aksesi jarak pagar yang memiliki satu komponen pertumbuhan tajuk lebih tinggi namun tidak demikian dengan yang lainnya. Seperti halnya pada aksesi JB, diameter batang dan tinggi tanaman relatif lebih tinggi dari aksesi lainnnya tetapi tidak demikian pada jumlah daun. Kondisi serupa juga terjadi pada komponen pertubuhan akar (Tabel 6). Menurut Hartati et al. (2009) pada seleksi tanaman jarak pagar dari 20 genotipe terpilih yang berasal dari Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi menunjukkan variasi pada karakter tinggi tanaman, diameter batang, jumlah percabangan, umur berbunga, jumlah infloresen, jumlah tandan buah, jumlah biji, serta kadar minyak biji.

Pada keadaan tanah yang subur dengan banyak kandungan hara mineral, maka akar akan cenderung membentuk percabangan yang banyak. Ketersediaan N pada media tumbuh memacu pertumbuhan akar yang lebih dalam dan lebih banyak. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan luas daun sehingga lebh banyak hasil asimilasi yang digunakan untuk pertumbuhan akar. Unsur P dapat memacu pertumbuhan akar. Hal ini disebabkan karena ketersediaan fosfor akan meningkatkan laju fotosintesis yang selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan akar (Islami & Utomo 1995).

(47)

terlihat dari beberapa aksesi yang mempunyai potensi sebagai kandidat batang bawah pada Lampiran 5 cenderung memiliki sistem perakaran dan pertumbuhan tajuk yang baik. Sistem pertumbuhan yang baik tersebut dicirikan dari serapan unsur hara makro yang tinggi seperti aksesi S1, S2 dan JB (Gambar 2 dan 3).

Kandungan klorofil pada sebelas aksesi jarak pagar cenderung menunjukkan nilai tidak berbeda nyata terutama pada kandungan klorofil b dan klorofil total (Tabel 8). Perbedaan kandungan klorofil a pada aksesi jarak pagar kemungkinan disebabkan perbedaan genetik masing-masing aksesi. Menurut Mahmud (2006), jarak pagar memiliki variasi genetik yang cukup luas. Variasi genetik jarak pagar terlihat pada karakter perbedaan variasi warna daun, seperti warna hijau muda dan hijau tua pada aksesi yang berasal dari Sumatera Barat, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi, mungkin termasuk dalam kandungan klorofil.

Batang Bawah Aksesi Potensial

(48)

pada Grumusol Cihea. Aksesi S1 dan S2 selalu berada di kelompok yang sama, demikian pula yang diperlihatkan aksesi B1 dan T.

Secara umum kesebelas aksesi jarak pagar memperlihatkan bahwa aksesi yang menjadi kandidat batang bawah cenderung mempunyai sistem perakaran yang baik. Pada Entisol Cikampak maupun Grumusol terdapat dua kelompok besar aksesi, diantaranya kelompok pertama dan kedua. Pada media tumbuh M1 terdapat aksesi S2, J3, B3, J2 dan S1 sebagai aksesi yang memiliki potensi sebagai kandidat batang bawah sementara pada media tumbuh Grumusol Cihea terdapat aksesi S2, J3, S1, JB, dan J2.

Pada Entisol Cikampak, aksesi S2 merupakan aksesi yang memiliki bobot kering tajuk, diameter batang, bobot kering akar dan seluruh sistem perakaran (primer dan sekunder) cenderung lebih tinggi dibandingkan keempat aksesi lainnya. Kelebihan karakter aksesi J3 terletak pada diameter batang, jumlah daun, bobot kering akar, dan sistem perakaran primer. Aksesi B3 memiliki karakter yang baik sebagai kandidat batang bawah pada bobot kering tajuk, diameter batang, jumlah daun, jumlah dan diameter akar sekunder total. Sementara pada aksesi J2, karakter yang relatif baik terdapat pada bobot kering tajuk, jumlah daun, jumlah dan panjang akar sekunder total. Aksesi S1 merupakan aksesi yang memiliki tinggi, panjang dan diameter akar sekunder total relatif baik sebagai syarat kandidat batang bawah.

Pada Grumusol Cihea, aksesi S2 merupakan aksesi yang relatif paling baik dibandingkan keempat aksesi lainnya terutama pada karakter bobot kering tajuk, tinggi, dan seluruh sistem perakaran (primer dan sekunder). Akesi J3 pada media tumbuh Grumusol Cihea memiliki karakter bobot kering tajuk, diameter batang, jumlah daun, bobot kering akar, jumlah akar primer dan panjang akar primer total relatif baik. Sementara aksesi S1 memiliki diameter batang dan tinggi tanaman pada pertumbuhan tajuk, panjang dan diameter akar primer total serta diameter akar sekunder total relatif baik pada sistem perakaran. Aksesi JB memiliki karakter yang baik pada bobot kering tajuk dan tinggi, panjang dan diameter akar primer total, serta diameter akar sekunder total. Aksesi J2 relatif baik untuk menjadi kandidat batang bawah karena memiliki jumlah daun, bobot kering akar, jumlah dan panjang akar sekunder total.

(49)

Sistem perakaran yang baik menurut Weisel (2000) memungkinkan tanaman memperoleh hara dan air sesuai dengan kebutuhan tanaman, meskipun tidak selalu demikian. Tetapi karena pada umumnya kondisi pertumbuhan tanaman di lapangan tidak berada dalam keadaan optimum maka adanya sistem perakaran yang dalam dan luas sangat diperlukan oleh tanaman agar dapat tumbuh baik. Sama halnya seperti yang diungkapkan Prastowo dan Roshetko (2006), kriteria tanaman yang akan dijadikan batang bawah harus mempunyai sistem perakaran baik dan dalam serta tahan terhadap keadaan tanah yang kurang menguntungkan, selain mampu beradaptasi atau tumbuh kompak dengan batang atasnya, mampu menopang pertumbuhan batang atasnya, dan tahan terhadap hama dan penyakit yang ada dalam tanah. Batang bawah juga diharapakan tidak mengurangi kualitas dan kuantitas buah pada tanaman yang dilakukan penyambungan.

(50)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Tanaman jarak pagar yang ditanam dengan menggunakan media tumbuh M0 menghasilkan seluruh nilai komponen pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan dua media tumbuh lainnya (M1 dan M2). Perlakuan dengan menggunakan media tumbuh M1 dan M2 menyebabkan komponen pertumbuhan pada semua aksesi terhambat. Disamping itu media tumbuh M1 menyebabkan penurunan komponen pertumbuhan yang lebih besar daripada media tumbuh M2. Namun demikian media tumbuh M1 dan M2 memberikan pengaruh yang sama pertumbuhan akar sekunder, serapan unsur hara Cu, dan kandungan klorofil.

Aksesi jarak pagar berpengaruh nyata terhadap semua parameter, kecuali bobot kering tajuk, panjang akar sekunder total, jumlah akar sekunder, diameter akar, serapan unsur hara Mg, kandungan klorofil b serta kandungan klorofil total. Secara umum kesebelas aksesi jarak pagar memperlihatkan bahwa aksesi yang menjadi kandidat batang bawah cenderung mempunyai sistem perakaran yang baik. Aksesi S2, J3, B3, J2 dan S1 merupakan aksesi yang berpotensi sebagai kandidat batang bawah pada media tumbuh M1, sementara aksesi S2, J3, S1, JB, dan J2 merupakan aksesi yang berpotensi sebagai kandidat batang bawah pada media tumbuh M2.

Saran

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, C. 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet: Medan.

Arivin, AR et al.. 2006. Karakteristik fisik lingkungan daerah pertanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) di Cikeusik, Banten. Di dalam: Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar. Prosiding: Lokakarya II; Bogor.

Ashari, S. 1995. Hortikultura. Aspek Budidaya. UI Press. Jakarta.

Barus, T. 2000. Respon fisiologi jeruk besar (Citrus grandis (L.) Kultivar ‘Cikoneng’ dan ‘Nambangan’ terhadap penyambungan dengan beberapa jenis batang bawah [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Becker, K, HPS. Makkar. 1999. Jatropha and Moringa: Source of renewable energy for fuel, edible oil, animal feed and pharmaceutical products, ideal trees for increasing cash income. Magdeburg: The World Bank Environment Forum.

Cameron, JW, RK. Soost. 1986. C35 and C32: citrange rootstock for citrus. J. Hort. Sci. 21(1): 157-158.

Darmawijaya, MI. 1990. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Gadjah Mada Univ Press. Yogyakarta.

Doorrenbos, V, Kassam A. 1979. Yield Respons to Water Irrigation and Drainage. Food and Agric. Org. Toronto. Canada.

Dwijoseputro, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tanaman. Jakarta: Gramedia.

Fitter, AH, RKM. Hay. 1994. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Andini S dan ED. Purbayanti, penerjemah; Yogyakarta: Gajah Mada University Pr. Indonesian Ed.

Fundora-Mayor, L. et al.. 2004. Seed Systems and Genetic Diversity in Home Garden: a Cuban Approach. In Proceeding of Seed Systems and Crop Genetic Diversity on Farm. International Plant Genetic Resources Institute, Rome, Italy. hlm 68-77.

Gardner FP, RB. Pearce, RL. Mitchel. 1985. Physiology of Crop Plants. The Iowa State Univ. Press.

Gambar

Tabel 1 Tanaman jarak pagar berdasarkan kode dan asal aksesi
Tabel 2  Jenis media tumbuh dan asalnya
Tabel 4 Pengaruh media tumbuh terhadap pertumbuhan tajuk dan sistem perakaran pada sebelas aksesi jarak pagar
Tabel 5 Diameter batang, jumlah daun, tinggi tanaman pada sebelas aksesi jarak pagar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota) Submit an Article (https://ejournal3.und User Username Password Remember me Login Keywords Aktivitas Komersial

Mulai dari bentuk asli ritual Deo Kayangan hingga menjadi tari Mambang Deo-Deo Kayangan, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sosok Wan Harun Ismail sebagai

BAHAWASANYA negara kita Malaysia mendukung cita- cita untuk mencapai perpaduan yang lebih erat dalam kalangan seluruh masyarakatnya; memelihara satu cara hidup demokratik;

[r]

Direktorat Kelembagaan dan Kerja Sama Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia... Peluang

Universitas Negeri

• Menent ukan pasangan yang tepat pada tabel cont oh kegi at an dan per ubahan wuj ud benda yang terjadiC. • Menj el askan faktor-faktor yang menyebabkan per ubahan benda

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Almilia dan Devi (2007) dan Sejati (2010) Andry (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan ( growth )