• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Dari hasil analisis data yang dilakukan, diperoleh bahwa perlakuan jenis eksplan yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah tunas. Pada perlakuan komposisi media yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah tunas, panjang tunas, persentase terbentuknya daun, dan jumlah daun. Untuk interaksi antara jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap pernsentase munculnya tunas, panjang tunas, persentase terbentuknya daun, dan jumlah daun.

Persentase Munculnya Tunas (%)

Hasil pengamatan serta sidik ragam terhadap parameter persentase munculnya tunas pada perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda (Lampiran 1-3) belum menunjukkan pengaruh yang nyata, akan tetapi interaksi antara perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase munculnya tunas.

Rataan persentase munculnya tunas dari perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda terhadap persentase munculnya tunas (%) 4 minggu setelah subkultur Jenis eksplan Media Rataan A1 A2 A3 A4 A5 A6 T1 58,33b 50,00bc 88,89a 50,00bc 42,86c 42,86c 55,49 T2 88,89a 81,82a 50,00bc 90,00a 83,33a 22,22d 69,38 Rataan 73,61 65,91 69,44 70,00 63,10 32,54 62,43 Keterangan: *Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%. **Perlakuan T1= pucuk; T2= Bonggol.

Perlakuan A1= MS + BAP 0,5 mg/l, A2= MS + BAP 1 mg/l; A3= MS + BAP 1,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l; A4= WPM + BAP 0,5 mg/l; A5= WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,25 mg/l; A6= WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l.

Tabel 1, memperlihatkan persentase munculnya tunas tertinggi pada interaksi jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda terdapat pada perlakuan T2A4 yaitu T2 (bonggol) dan A4 (WPM + BAP 0,5 mg/l) dengan rataan (90,00) % dan terendah terdapat pada perlakuan T2A6 yaitu T2 (bonggol) dan A4 (WPM + BAP 0,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l) dengan rataan (22,22) %. Perlakuan T2A4, T2A1, T1A3, T2A5, T2A2 berbeda nyata dengan perlakuan T1A1, T1A2, T2A3, T1A4, T1A5, T1A6, T2A6.

Gambar eksplan sebelum dan sesudah membentuk tunas pada salah satu perlakuan dapat dilihat pada gambar 1 dan gambar 2.

Gambar 1. Eksplan bonggol sebelum Gambar 2. Eksplan bonggol setelah membentuk tunas membentuk tunas

Umur Munculnya Tunas (hari)

Hasil pengamatan terhadap parameter umur munculnya tunas pada perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda (Lampiran 4). Rataan umur munculnya tunas dari perlakuan jenis eksplan dan komposisi media dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda terhadap umur munculnya tunas (hari) 4 minggu setelah subkultur Jenis eksplan Media Rataan A1 A2 A3 A4 A5 A6 T1 21,00 21,00 21,00 21,00 21,00 21,00 21,00 T2 14,88 16,33 16,33 7,78 7,00 17,50 13,30 Rataan 17,94 18,67 18,67 14,39 14,00 19,25 17,15 Keterangan: Perlakuan T1= pucuk; T2= Bonggol.

Perlakuan A1= MS + BAP 0,5 mg/l, A2= MS + BAP 1 mg/l; A3= MS + BAP 1,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l; A4= WPM + BAP 0,5 mg/l; A5= WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,25 mg/l; A6= WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l.

Jumlah Tunas

Hasil pengamatan serta sidik ragam terhadap parameter jumlah tunas pada perlakuanjenis eksplan dan komposisi media yang berbeda (Lampiran 5-7) menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah tunas pada 4 minggu setelah subkultur, akan tetapi interaksi antara perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah tunas.

Rataan jumlah tunas dari perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda terhadap jumlah tunas (tunas) 4 minggu setelah subkultur

Jenis eksplan Media Rataan A1 A2 A3 A4 A5 A6 T1 0,58 0,50 0,89 0,63 0,43 0,43 0,58b T2 1,44 0,91 1,17 0,90 1,00 0,22 0,94a Rataan 1,01a 0,70c 1,03a 0,76b 0,71c 0,33d 0,76 Keterangan : *Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%. **Perlakuan T1= pucuk; T2= Bonggol.

Perlakuan A1= MS + BAP 0,5 mg/l, A2= MS + BAP 1 mg/l; A3= MS + BAP 1,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l; A4= WPM + BAP 0,5 mg/l; A5= WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,25 mg/l; A6= WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l.

Tabel 3, memperlihatkan jumlah tunas tertinggi pada perlakuan jenis eksplan terdapat pada perlakuan T2 (bonggol) dengan rataan (0,94) dan terendah pada perlakuan T1 (pucuk) dengan rataan(0,58). Perlakuan jenis eksplan dengan perlakuan T2 berbeda nyata dengan perlakuan T1. Untuk perlakuan komposisi media yang berbeda memperlihatkan jumlah tunas tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (MS + BAP 0,5 mg/l) dengan rataan (1,01) tunas, sedangkan

(0,33). Komposisi media A1dan A3 berbeda nyata terhadap perlakuan A2, A4, A5, dan A6.

Panjang Tunas (cm)

Hasil pengamatan serta sidik ragam terhadap parameter panjang tunas pada perlakuan jenis eksplan (Lampiran 8-10) belum menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap panjang tunas pada 4 minggu setelah subkultur, sedangkan komposisi media yang berbeda serta interaksi antara perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang tunas.

Rataan panjang tunas dari perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda terhadap panjang tunas (cm) 4 minggu setelah subkultur

Jenis eksplan

Media

Rataan

A1 A2 A3 A4 A5 A6

T1 0,20d 0,15de 0,44a 0,09f 0,10e 0,10e 0,18 T2 0,23c 0,23c 0,08f 0,50a 0,37b 0,03f 0,24

Rataan 0,22 0,19 0,26 0,29 0,23 0,07 0,21

Keterangan : *Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%. **Perlakuan T1= pucuk; T2= Bonggol.

Perlakuan A1= MS + BAP 0,5 mg/l, A2= MS + BAP 1 mg/l; A3= MS + BAP 1,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l; A4= WPM + BAP 0,5 mg/l; A5= WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,25 mg/l; A6= WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l.

Tabel 4, memperlihatkan panjang tunas tertinggi pada interaksi perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda tertinggi terdapat pada perlakuan T2A4 yaitu T2 (bonggol), A4 (WPM + BAP 0,5 mg/l) dengan rataan (0,50) dan terendah pada perlakuan T2A6 yaitu T2 (bonggol), A6 (WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l) dengan rataan (0,03). Perlakuan T2A4 dan T1A3 berbeda nyata

dengan perlakuan T2A5, T1A1,T2A1, T2A2, T1A2, T1A5, T1A6, T1A4, T2A3, T2A6.

Persentase Terbentuknya Daun (%)

Hasil pengamatan serta sidik ragam terhadap parameter persentase terbentuknya daun pada perlakuan jenis eksplan belum menunjukkan pengaruh yang nyata, sedangkan komposisi media yang berbeda dan interaksi antara perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase terbentuknya daun (Lampiran 11-13).

Rataan persentase terbentuknya daun dari perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda terhadap persentase terbentuknya daun (%) 4 minggu setelah subkultur Jenis eksplan Media Rataan A1 A2 A3 A4 A5 A6 T1 0,00d 0,00d 33,33b 0,00d 0,00d 0,00d 5,56 T2 0,00d 0,00d 0,00d 50,00a 25,00c 0,00d 12,50 Rataan 0,00 0,00 16,67 25,00 12,50 0,00 9,03

Keterangan : *Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

**Perlakuan T1= pucuk; T2= Bonggol.

Perlakuan A1= MS + BAP 0,5 mg/l, A2= MS + BAP 1 mg/l; A3= MS + BAP 1,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l; A4= WPM + BAP 0,5 mg/l; A5= WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,25 mg/l; A6= WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l.

Tabel 5, memperlihatkan persentase terbentuknya daun tertinggi pada interaksi perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda terdapat pada perlakuan T2A4 yaitu T2 (bonggol), A4 (WPM + BAP 0,5 mg/l) dengan rataan (50,00) % dan terendah terdapat pada perlakuan T1A1, T1A2, T1A4, T1A5, T1A6, T2A1, T2A2, T2A3, T2A6 yaitu dengan jenis eksplan T1 (pucuk) dan T2 (bonggol) dengan masing-masing media A1 (MS + BAP 0,5 mg/l), A2 (MS + BAP 1 mg/l), A4 (WPM + BAP 0,5 mg/l), A5 (WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,25

mg/l), A6 (WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l), A3 (MS + BAP 1,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l) dengan rataan (0,00). Perlakuan T2A4 berbeda nyata dengan seluruh perlakuan.

Jumlah Daun (helai)

Hasil pengamatan serta sidik ragam terhadap parameter jumlah daun pada perlakuan jenis eksplan belum menunjukkan pengaruh yang nyata, sedangkan komposisi media yang berbeda dan interaksi antara perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun (Lampiran 14-16).

Rataan jumlah daun dari perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda terhadap jumlah daun (helai) 4 minggu setelah subkultur

Jenis eksplan Media Rataan A1 A2 A3 A4 A5 A6 T1 0,00d 0,00d 1,11b 0,00d 0,00d 0,00d 0,19 T2 0,00d 0,00d 0,00d 1,40a 0,42c 0,00d 0,30 Rataan 0,00 0,00 0,56 0,70 0,21 0,00 0,24

Keterangan : *Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

**Perlakuan T1= pucuk; T2= Bonggol.

Perlakuan A1= MS + BAP 0,5 mg/l, A2= MS + BAP 1 mg/l; A3= MS + BAP 1,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l; A4= WPM + BAP 0,5 mg/l; A5= WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,25 mg/l; A6= WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l.

Tabel 6, memperlihatkan jumlah daun tertinggi pada interaksi perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda terdapat pada perlakuan T2A4 yaitu T2 (bonggol), A4 (WPM + BAP 0,5 mg/l) dengan rataan (1,40) daun dan terendah terdapat pada perlakuan T1A1, T1A2, T1A4, T1A5, T1A6, T2A1, T2A2, T2A3, T2A6 yaitu dengan jenis eksplan T1 (pucuk) dan T2 (bonggol) dengan masing-masing media A1 (MS + BAP 0,5 mg/l), A2 (MS + BAP 1 mg/l),

A4 (WPM + BAP 0,5 mg/l), A5 (WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,25 mg/l), A6 (WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l), A3 (MS + BAP 1,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l) dengan rataan (0,00). Perlakuan T2A4 berbeda nyata dengan seluruh perlakuan.

Gambar 3. Eksplan setelah membentuk daun pada perlakuan T2 (bonggol) dan media A4 (WPM + BAP 0,5 mg/l)

Tabel 7. Rekapitulasi Peubah Amatan Sidik Ragam pada Multiplikasi Tunas Mikro Tanaman Karet Pada Jenis Eksplan dan Komposisi Media yang Berbeda (4 minggu setelah subkultur)

Peubah Amatan Perlakuan

T A T x A

Persentase Munculnya Tunas (%)a tn tn **

Umur Muncul tunas (hari)a - - -

Jumlah Tunas (tunas)a ** ** tn

Panjang Tunas (cm)a tn ** **

Persentase terbentuknya Daun (%)a tn ** **

Jumlah Daun (helai)a tn ** **

Kehadiran Kalus Ada ada ada

Warna Kalus Ada ada ada

Morfogenesis Tidak ada Tidak ada Tidak ada Keterangan: T= Jenis eksplan

A= komposisi media yang berbeda

TxA= interaksi jenis eksplan dengan komposisi media yang berbeda **= sangat nyata pada taraf 5 %

tn= tidak nyata a= transformasi data Kehadiran Kalus

Kehadiran kalus ditemukan pada perlakuan T2 (jenis eksplan bonggol) dan media A5 (WPM + BAP 0,5 mg/l + NAA 0,25 mg/l). Kehadiran kalus muncul pada minggu ke-3 setelah subkultur. Kalus terdapat pada bekas potongan bonggol.

Gambar 4. Kehadiran kalus dari eksplan T2 (bonggol) dan media A5 (WPM + BAP 0,5 mg/l + NAA 0,25 mg/l).

Warna Kalus

Kalus yang terbentuk memiliki warna putih kehijauan. Warna kalus yang terbentuk dapat diamati secara visual.

Morfogenesis

Berdasarkan kemunculan terbentuknya tunas mikro tanaman karet,maka tidak diperoleh kemunculan tunas dliuar jaringan meristem aksilar (pangkal batang, ujung batang, atau bagian lain dari eksplan).

Pembahasan

Pengaruh Eksplan terhadap Pembentukan Tunas Tanaman Karet Secara In Vitro

Dari hasil analisis data secara statistik diketahui bahwa perlakuan jenis eksplan memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah tunas dan belummemberikan pengaruh nyata pada peubah amatan lain.

Pada peubah amatan jumlah tunas tertinggi pada perlakuan jenis eksplan terdapat pada perlakuan T2 (bonggol) dengan rataan (0,94) dan terendah pada perlakuan T1 (pucuk) dengan rataan (0,58). Pada eksplan pucuk, tunas yang muncul hanya berjumlah satu yang berasal dari tunas pucuk yang memanjang, sedangkan pada eksplan bonggol dengan satu mata tunas jumlah tunas tertinggi adalah tiga tunas yang terdapat pada pangkal batang. Jaringan meristem organ bonggol tanaman mikro merupakan jaringan yang dapat membentuk tunas apabila jaringan tersebut ditempatkan pada komposisi medium dan zat pengatur tumbuh yang sesuai. Hal ini juga didukung oleh Gunnatilleke dan Samaranayake (1988) yang menyatakan bahwa terjadi pemanjangan tunas aksilar dan pada beberapa pengkulturan, masing-masing tunas tanaman karet menghasilkan dua tunas aksilar dibawah tunas terminal dengan panjang 0.5 – 0.7 cm dan tumbuhnya tunas aksilar dilihat dalam waktu seminggu pada semua media dan tunas terminal tumbuh lebih cepat dari tunas aksilar pada tanaman karet. Sedangkan hasil dari penelitian ini tunas aksilar lebih baik pertumbuhannya daripada tunas terminal. Hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh kondisi fisiologis eksplan dan hormon endogen. Menurut Yusnita (2003) kondisi fisiologis, ukuran eksplan, serta bagian tanaman yang diambil merupakan hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih eksplan yang akan digunakan sebagai bahan awal kultur.

Menurut Gunatilleke dan Samaranayake (1988) yang menyatakan bahwa respon eksplan tunas pucuk tanaman karet pada media dengan tambahan ZPT

mengalami pertumbuhan yang lambat. Hal ini dikaitkan dengan pertumbuhan tunas hanya muncul dari titik tumbuh terminalnya saja. Hal ini mungkin disebabkan belum diperolehnya komposisi medium dan zat pengatur tumbuh yang sesuaiuntuk mendorong pertumbuhan pucuk aksilar. Paranjothy dan Gandimathi (1976) yang mencoba mengkulturkan tunas ujung pucuk (panjang 2-3 cm), yang berasal dari perbanyakan pertama dengan biji. Walupun tunas ini mengalami perakaran di medium cair MS, namun tunas tersebut mengalami kegagalan pertumbuhan pada medium MS padat.

Pengaruh Komposisi Media yang Berbeda terhadap Pembentukan Tunas Tanaman Karet Secara In Vitro

Dari hasil analisis data secara statistik diperoleh bahwa perlakuan komposisi media yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah tunas, panjang tunas, persentase munculnya daun, dan jumlah daun. Panjang tunas, persentase munculnya tunas dan jumlah daun dibahas pada interaksi jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda karena memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah amatan tersebut.

Pada peubah amatan jumlah tunas tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (MS + BAP 0,5 mg/l) dengan rataan (1,01) tunas, sedangkan terendah pada perlakuan A6 (WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l) dengan rataan (0,33). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan zat pengatur tumbuh pada media dapat mempengaruhi jumlah tunas pada tanaman karet. BAP dengan konsentrasi lebih tinggi daripada NAA atau tanpa NAA akan mendorong pembelahan sel dan pembentukan tunas. Hal ini didukung oleh penelitian Harahap et al. (2014) yang menyatakan bahwa didapat medium MS terbaik untuk multiplikasi pertumbuhan tunas aksilar karet yaitu medium MS yang ditambahkan BAP 0,5mg/l, medium

MS yang ditambahkan BAP 1,0 mg/l dan NAA 0 mg/l, dan medium MS yang ditambahkan BAP 1,5 mg/l dan NAA 0,1 mg/l. Hal ini juga didukung oleh Gunnatilleke dan Samaranayake (1988) yang menyatakan bahwa hanya dengan 0.5 mg/l dan 4.0 mg/l BAP dan 0.5 mg/l BAP yang dikombinasi dengan 0.1 mg/l IBA maka terjadi pemanjangan tunas aksilar dan pada beberapa pengkulturan, masing-masing tunas tanaman karet menghasilkan dua tunas aksilar dibawah tunas terminal dengan panjang 0.5 – 0.7 cm. Menurut Wattimena et al. (1992) ploriferasi tunas aksilar hanya memerlukan sitokinin dalam konsentrasi yang tinggi tanpa auksin atau auksin dalam konsentrasi yang rendah sekali.

Pengaruh Interaksi Jenis Eksplan dan Komposisi Media yang Berbeda terhadap Pembentukan Tunas Tanaman Karet Secara In Vitro

Interaksi antara jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase munculnya tunas, panjang tunas,persentase terbentuknya daun, dan jumlah daun.

Pada peubah amatan persentase munculnya tunas tertinggi pada interaksi jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda terdapat pada perlakuan T2A4 yaitu T2 (bonggol) dan A4 (WPM + BAP 0,5 mg/l) dengan rataan (90,00) % dan terendah terdapat pada perlakuan T2A6 yaitu T2 (bonggol) dan A4 (WPM + BAP 0,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l) dengan rataan (22,22) %. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara eksplan dan media dengan tambahan ZPT berpengaruh terhadap pembentukan tunas. Konsentrasi hormon eksogen akan berinteraksi dengan hormon endogen yang terdapat dalam eksplan. Penambahan sitokinin diduga berinteraksi dengan sitokinin yang berada dalam eksplan sehingga terjadi pembentukan tunas. Hal ini didukung Seneviratne et al (1996) tentang potensi penggunaan berbagai eksplan untuk pertumbuhan tunas aksilar tanaman karet

secara in vitro, yang menunjukkan bahwa pada pemberian BAP yang lebih tinggi dari NAA pada medium MS dengan eksplan buku yang aktif yaitu yang memiliki daun, pada 8 minggu setelah tanam perlakuan S0 (tanpa hormon) dan S1 (2 ppm kinetin + 1 ppm BAP + 0.2 ppm NAA) diperoleh 90 % terhadap persentase munculnya tunas dan pada 12 minggu setelah tanam seluruh perlakuan baik S0 dan S1 serta S2 ( 7.5 ppm Kinetin + 3.75 BAP + 0.2 ppm NAA) dan S3 ( 10 ppm Kinetin + 5 pm BAP + 0.2 NAA) memberikan respon sebesar 100 % terhadap persentase munculnya tunas. Sumiasri dan Priadi (2002) menyatakan bahwa konsentrasi BAP yang optimal untuk memacu pertumbuhan tanaman bervariasi dan tergantung pada jenis tanaman. Banyak jumlah tunas yang terbentuk karena tercapainya antara zat pengatur tumbuh eksogen dengan eksplan untuk merangsang pemunculan tunas-tunas baru, karena untuk menghasilkan tunas dalam jumlah banyak eksplan yang dikulturkan juga berasal dari tunas sehingga eksplan yang digunakan lebih aktif merespon zat pengatur tumbuh.

Panjang tunas tertinggi pada interaksi perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda tertinggi terdapat pada perlakuan T2A4 yaitu T2 (bonggol), A4 (WPM + BAP 0,5 mg/l) dengan rataan (0,50) dan terendah pada perlakuan T2A6 yaitu T2 (bonggol), A6 (WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l) dengan rataan (0,03). Hal ini diduga karena eksplan bonggol dengan mata tunas memiliki jaringan meristem yang aktif membelah sehingga terjadi pemanjangan tunas. Komposisi medium dan zat pengatur tumbuh yang tepat akan mendorong eksplan ke arah pemanjangan tunas.Hal ini didukung oleh penelitian Seneviratne et al (1996) bahwa pada perlakuan S2 ( 7.5 ppm Kinetin + 3.75 BAP + 0.2 ppm NAA), pemberian BAP yang lebih tinggi dari NAA menghasilkan panjang tunas

yang tertinggi sebesar 17 mm. Menurut Miah et al. (2008) menyatakan bahwa yang menghasilkan panjang tunas lebih tinggi pada konsentrasi 1 mg/l BAP yaitu pada eksplan nodus yaitu 22,20 cm dibandingkan dengan eksplan pucuk 19,35 cm pada C. macroptera. Menurut penelitian Gunatilleke dan Samaranayake (1988) yang menyatakan bahwa pengkulturan karet menggunakan eksplan tunas pucuk yang baik terdapat pada media dengan 0,5 mg dan 4,0 mg/l BAP dan 0,005; 0,1; 0,5 mg/l IBA, sedangkan pertumbuhan eksplan nodus dengan mata tunas diketahui lebih baik pada 0,5 mg/l BAP + 0,005 mg/l IBA.

Persentase terbentuknya daun tertinggi pada interaksi perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda terdapat pada perlakuan T2A4 yaitu T2 (bonggol), A4 (WPM + BAP 0,5 mg/l) dengan rataan (50,00) % dan terendah terdapat pada perlakuan T1A1, T1A2, T1A4, T1A5, T1A6, T2A1, T2A2, T2A3, T2A6 yaitu dengan jenis eksplan T1 (pucuk) dan T2 (bonggol) dengan masing-masing media A1 (MS + BAP 0,5 mg/l), A2 (MS + BAP 1 mg/l), A4 (WPM + BAP 0,5 mg/l), A5 (WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,25 mg/l), A6 (WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l), A3 (MS + BAP 1,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l) dengan rataan (0,00). Hal ini menunjukkan bahwa eksplan bonggol dengan mata tunas dan media dengan tambahan zpt berpengaruh dalam membentuk daun. Terbentuknya daun dapat dipengaruhi oleh interaksi antara hormon endogen pada eksplan dan hormon eksogen yang ditambahkan. Penambahan sitokinin dalam konsentrasi rendah dan tanpa auksin dapat mendorong diferensiasi ke arah pembentukan daun. Menurut George dan Sherrington (1984), menyatakan bahwa kemampuan suatu eksplan untuk berdiferensiasi tidak hanya bergantung pada penambahan auksin

pada media pertumbuhan tetapi bergantung pula pada interaksi antara auksin eksogen dan endogen.

Jumlah daun tertinggi pada interaksi perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda terdapat pada perlakuan T2A4 yaitu T2 (bonggol), A4 (WPM + BAP 0,5 mg/l) dengan rataan (1,40) daun dan terendah terdapat pada perlakuan T1A1, T1A2, T1A4, T1A5, T1A6, T2A1, T2A2, T2A3, T2A6 yaitu dengan jenis eksplan T1 (pucuk) dan T2 (bonggol) dengan masing-masing media A1 (MS + BAP 0,5 mg/l), A2 (MS + BAP 1 mg/l), A4 (WPM + BAP 0,5 mg/l), A5 (WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,25 mg/l), A6 (WPM BAP 0,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l), A3 (MS + BAP 1,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l) dengan rataan (0,00). Hal ini menunjukkan bahwa eksplan bonggol dengan mata tunas dan media dengan tambahan zpt berpengaruh dalam membentuk daun. Penambahan sitokinin dalam konsentrasi rendah dan tanpa auksin dapat mendorong diferensiasi ke arah pembentukan daun. Menurut George dan Sherrington (1984), menyatakan bahwa kemampuan suatu eksplan untuk berdiferensiasi tidak hanya bergantung pada penambahan auksin pada media pertumbuhan tetapi bergantung pula pada interaksi antara auksin eksogen dan endogen. Menurut Nursetiadi (2008), dengan penambahan sitokinin (BAP) pada media dapat mendorong sel–sel meristem pada eksplan untuk membelah dan mempengaruhi sel lainnya untuk berkembang menjadi tunas dan membentuk daun.

Umur munculnya tunas adalah waktu yang dibutuhkan untuk melihat respon tanaman dalam menghasilkan tunas baru. Dalam penelitian ini umur munculnya tunas paling lama adalah 21 hari dan umur munculnya tunas paling cepat adalah 7 hari. Umur munculmnya tunas 7 hari terdapat pada perlakuan

T2A4 yaitu T2 (bonggol), A4 (WPM + BAP 0,5 mg/l). Hal ini diduga karena pada eksplan tersebut memiliki mata tunas yang masih muda dan aktif membelah sehingga saat ditambah BAP mampu menghasilkan tunas dengan cepat yaitu dalam waktu 1 minggu. Menurut Kosmiatin et al. (2005) menyatakan bahwa waktu induksi tunas tercepat diperoleh dari eksplan buku tanpa daun. Eksplan yang relatif lebih mudah diinduksi tunasnya adalah eksplan yang memiliki jaringan meristem atau bakal tunas pada buku. Menurut Miah et al. (2008) yang menyatakan bahwa pemberian 1,0 mg/l BAP pada tanaman C. macroptera Mont. menunjukkan hari muncul tunas tercepat pada eksplan nodus yaitu 6 HST dari pada menggunakan eksplan tunas apeks yaitu 7 HST.

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa dalam multiplikasi tanaman karet menghasilkan kalus. Kehadiran kalus ditemukan pada bekas potongan bonggol dalam media A5 (WPM + BAP 0,5 mg/l + NAA 0,25 mg/l) setelah 3 minggu pengkulturan. Kehadiran kalus ini dapat muncul sehubungan berkaitan dengan penambahan zat pengatur tumbuh sitokinin dan auksin dalam media. Menurut Delmer dan Amor (1995), kalus yang dikembangkan pada permukaan batang yang mengalami pelukaan telah terbukti mampu berkembang menjadi tanaman yang sehat. Hasil penelitian Normayati dan Jamnah (2014) mengemukakan bahwa kultur meristem lateral bibit in vitro tanaman karet RRIM 2020 dapat menginduksi kalus. Tingkat callogenesis tertinggi diinduksi pada media WPM (0,1 mg/l BA + 0,5 mg/l 2,4 D) pada 95%, diikuti dengan media WPM (0,5 mg/l BA + 0,5 mg/l 2,4D) dan media MS (0,5 mg/l BA + 0,1 mg/l NAA + 0,5 mg/l 2,4 D).

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa dalam multiplikasi tanaman karet menghasilkan kalus dengan warna kehijauan. Hal ini menunjukkan bahwa kalus mengandung klorofil. Hal ini diduga karena panambahan sitokinin dalam media. Menurut Kresnawati (2006), menyatakan bahwa warna kalus dari suatu eksplan dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh. Warna kalus yang bermacam-macam diakibatkan oleh adanya pigmentasi cahaya dan asal eksplan. Pigmentasi bisa merata keseluruh permukaan kalus atau hanya sebagian saja, bisa dilihat adanya perbedaan warna dalam satu kalus yaitu putih, hijau, coklat, putih kecoklatan, dan putih kehijauan. Warna putih kehijauan memungkinkan warna paling cerah dengan kandungan klorofil lebih sedikit. Warna hijau pada kalus akibat efek sitokinin dalam pembentukan klorofil.

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa dalam multiplikasi tunas tanaman karet tidak mengalami morfogenesis di luar jaringan meristem aksilar (pangkal batang, ujung batang, bagian manapun dari eksplan). Morfogenesis terbentuk tergantung dari rasio konsentrasi sitokinin dan auksin. Menurut Wattimena et al (1992) menyatakan bahwa pengaruh zat pengatur tumbuh untuk suatu proses morfogenesis atau pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan kerja sama dari dua atau lebih zat pengatur tumbuh.

Dokumen terkait