• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 3 Hasil

Dalam dokumen Laporan Pembenihan Perikanan Laut. docx (Halaman 33-39)

PENDEDERAN NENER BANDENG (Chanos chanos)

PROGRAM STUDI DIII PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 3 Hasil

Tabel 4.1.1 Berat dan panjang bandeng

Ikan ke Berat awal Panjang awal Berat akhir Panjang akhir

1 0,2 gr 2 cm 0,2 gr 2,9 gr

2 0,2 gr 2 cm 0,4 gr 3 gr

3 0,2 gr 2 cm - -

4 0,2 gr 2 cm - -

5 0,2 gr 2 cm - -

Tabel 4.1.2 Pengukuran suhu bandeng

Waktu Pemeliharaan Suhu Pagi Suhu Sore

Hari ke-1 28 oC 28 oC Hari ke-2 28 oC 26 oC Hari ke-3 25 oC 25 oC Hari ke-4 26 oC 25 oC Hari ke-5 27 oC 26 oC Hari ke-6 25 oC 26 oC Hari ke-7 25 oC 25 oC Hari ke-8 26 oC 27 oC Hari ke-9 25 oC 26 oC Hari ke-10 26 oC 25 oC Hari ke-11 25 oC 25 oC Hari ke-12 25 oC 27 oC Hari ke-13 25 oC 26 oC Hari ke-14 24 oC 25 oC Hari ke-15 25 oC 25 oC

IV.4 Pembahasan

Pendederan yaitu pemeliharaan benih ikan selepas dari pembenihan hingga siap dipelihara di kolam-kolam pembesaran ataupun keramba jaring apung. Tahap pendederan sangat penting karena penebaran ikan terlalu kecil dapat menyebabkan tingkat kematian tinggi pada waktu awal pembesaran ikan. Benih ikan dalam tahap pendederak membutuhkan kualitas air yang baik dan pakan yang terkontrol, sehingga pertumbuhan bobot ikan tidak terganggu dikarenakan kurangnya pakan dan buruknya kualitas air (Taufik, 2002).

Ikan bandeng termasuk jenis ikan eurihalin, sehingga ikan bandeng dapat dijumpai di daerah air tawar, air payau, dan air laut. Selama masa perkembangannya, ikan bandeng menyukai hidup di air payau tau daerah muara sungai. Ketika mencapai usia dewasa, ikan bandeng akan kembali ke laut untuk berkembang biak (Purnomowati, 2007). Pertumbuhan ikan bandeng relatif cepat, yaitu 1,1 – 1,7% bobot badan/hari (Sudrajat, 2008), dan bisa mencapai berat rata- rata 0,60 kg pada usia 5 – 6 bulan jika dipelihara dalam tambak (Murtidjo, 2002).

Ikan bandeng mempunyai kebiasaan makan pada siang hari. Di habitat aslinya ikan bandeng mempunyai kebiasaan mengambil makanan dari lapisan atas dasar laut, berupa tumbuhan mikroskopus seperti plankton, udang, jasad renik, dan tanaman multiseluler lainnya. Makanan ikan bandeng disesuaikan dengan ukuran mulutnya (Purnomowati, et al., 2007). Pada waktu larva, ikan bandeng tergolong karnivora, kemudian pada ukuran fry menjadi omnivora. Pada ukuran juvenil termasuk ke dalam golongan herbivora, dimana pada fase ini juga ikan bandeng sudah bisa makan pakan buatan berupa pellet. Setelah dewasa, ikan bandeng kembali berubah menjadi omnivora lagi karena mengkonsumsi algae, zooplankton, benthos lunak, dan pakan buatan berbentuk pellet (Aslamsyah, 2008).

Hasil pengukuran kelompok kami adalah rata-rata pertambahan berat bandeng sebesar 0,3 gr/ekor selama 15 hari dan rata-rata pertambahan panjangnya adalah 3 cm. Pertambahan pada nener bandeng ini belum sesuai dengan pernyataan dalam jurnal Putri, et al. (2011) yang menyatakan pada tahap pendederan ikan bandeng, penambahan bobot per hari berkisar antara 40 – 50 mg. Pertambahan bobot yang tidak sesuai diduga dikarenakan bandeng tidak cukup nutrisi dari pakan yang diberikan.

Pada pengujian tingkat mortalitas didapatkan pada hari ke-3 dan ke-5 terjadi kematian pada nener bandeng, adapun penyebab kematian menurut Pulungan et al. (2004) adalah predasi, penyakit, pencemaran, pemusnahan seara fisik oleh mesi atau manusia dan gejala alam yang berpengaruh secara langsung. Sedangkan pengaruh yang tidak langsung adalah dari faktor makanan, kondisi lingkungan yang kurang menyenangkan, beberapa jenis parasit, dan tekanan sosial. Diduga ikan yang mati pada kelompok kami akibat dari kelebihan makanan yang menyebabkan amoniak pada akuarium sehingga ikan mati karena kelebihan kadar amoniak dalam air.

Pemeliharaan dalam tahap pendederan merupakan fase yang penting untuk menghasilkan benih unggul dibesarkan. Jika benih berukuran 100g/ekor hasil pendederan dipindahkan ke kolam pembesaran, maka benih akan memiliki laju pertumbuhan yang cepat (Jangkaru, 1998). Kualitas air merupakan faktor yang sangat penting dalam pemeliharaan ikan, karena akan menentukan hasil yang diperoleh. Kondisi kualitas air juga berperan dalam menekan terjadinya peningkatan perkembangan bakteri patogen dan parasit di dalam media pemeliharaan. Sebagai tempat hidup ikan, kualitas air sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor fisika dan kimia air seperti suhu, oksigen terlarut, pH, amonia, nitrit, dan nitrat (Forteath, et al., 1993).

Salah satu parameter fisika air yang sangat penting peranannya dalam kehidupan ikan adalah suhu. Setiap organisme akuatik mempunyai kisaran suhu tertentu dalam pertumbuhannya karena suhu air mempengaruhi nafsu makan ikan dan pertumbuhan badan ikan. Perubahan suhu yang mendadak dapat menyebabkan kematian pada ikan meskipun kondisi lingkungan lainnya optimal. Suhu air dalam tambak pemeliharaan sebaiknya berkisar 27 – 32oC karena ikan-ikan tropis akan

tumbuh baik pada kisaran tersebut (Purnamawati, 2002). Suhu yang didapatkan pada pemeliharaan nener bandeng berkisar 25 – 26oC dikarenakan pemeliharaan

dilakukan pada musim hujan sehingga suhu air menjadi rendah dan tidak sesuai untuk pemeliharaan ikan.

V.

KESIMPULAN

Dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Kehidupan ikan bandeng dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia perairan yang meliputi kecerahan, suhu, kecepatan arus, warna air, kedalaman, salinitas,derajat keasaman (pH), O2 terlarut (DO), CO2 terlarut.

2. Fase nener pada bandeng merupakan fase kritis dalam budidaya bandeng karena terjadi mortalitas yang tinggi, hasil yang didapatkan kelompok 3 yaitu nener bandeng dengan suhu 25oC tidak sesuai untuk pemeliharaan nener

bandeng karena suhu optimal ikan-ikan tropis adalah 27 – 32oC. Dan pakan

yang diberikan tidak boleh melebihi ketentuan sehingga tidak terjadi penumpukan sisa pakan pada dasar air yang menghasilkan zat amoniak yang lama-kelamaan akan mempengaruhi nener bandeng yang dipelihara.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, T. 1998. Budidaya Bandeng Secara Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta. Aslamyah, S. 2008. Pembelajaran Berbasis SCL pada Mata Kuliah Biokimia

Nutrisi. UNHAS. Makassar.

Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Departement of Fisheries And Allied Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment

Station. Auburn University. Page 135-161.

Brotowidjoyo. 1995. Pengantar Lingkungan Perairan Dan Budidaya Air. Liberty. Yogyakarta.

Cheng, W., Su-Mei Chen, F. I. Wang, Pei-I Hsu, and C.H. Liu. 2003. Effects of

Temperature, pH, Salinity and AmmoniaOn The Phagocytic And Clearance

Efficiency Of Giant Freshwater Prawn Macrobrachium Rosenbergii To

Lactococcus Garvieae. Aquaculture 219: 111–121 pp.

Cholik F., Artati dan R. Arifudin. 1986. Pengelolaan Kualitas Air Kolam. INFIS Manual seri nomor 26. Dirjen Perikanan. Jakarta. 52 hal.

Forteath N., Wee L., Frith, M. 1993. Water Quality. In : P. Hart and D.O’ Sullivan

(eds.). Recirculation Systems : Design, Contruction and Management.

University of Tasmania at Launceston, Australia, p: 1-21.

Irawan. 2009. Faktor-Faktor Penting Dalam Proses Pembesaran Ikan di Fasilitas

Nursery Dan Pembesaran. Intitut Pertanian Bogor. Bogor.

Jangkaru, Z. 1998. Memacu Pertumbuhan Gurami. Penebar Swadaya. Jakarta. Murtidjo, B. A. 1989. Tambak Air Payau Budidaya Udang Dan Bandeng. Kanisius.

Yogyakarta.

Pulungan. P. C., 2004. Penuntun Praktikum Biologi Perikanan. Laboratorium

Biologi Perikanan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau. Pekanbaru. 2004.66 hal.

Purnamawati. 2002. Peranan Kualitas Air Terhadap Keberhasilan Budidaya Ikan

di Kolam. Warta Penelitian Perikanan Indonesia. ISSN No. 0852/894.

Volume 8. No. 1. Jakarta.

Purnomowati, I., Hidayati, D., dan Saparinto, C. 2007. Ragam Olahan Bandeng. Kanisius. Yogyakarta.

Putri, D. S., Haryati. Zainuddin. 2011. Pengaruh Tingkat Subtitusi Tepung Ikan Dengan Tepung Maggot Terhadap Komposisi Kimia Pakan Dan Tubuh

Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal). Universitas Hasanuddin. Makassar.

Raswin, M. 2003. Bidang Budidaya Ikan Program Keahlian Budidaya Ikan Air

Payau, Pembesaran Ikan Bandeng. Modul Pengelolaan Air Tambak. Jakarta

: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.

Siagian, C. 2009. Keanekaragaman dan Kelimpahan Ikan serta Keterkaitannya

dengan Kualitas Perairan di Danau Toba Balige Sumatra Utara.

Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sutanto 1994. Penginderaan Jauh Jilid 2. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Suwondo, Y., Fauziah, Syafriyanti, dan S. Wariyanti. 2005. Akumulasi Logam Cuprum (Cu) dan Zincum (Zn) di Perairan Sungai Siak dengan

Menggunakan Bioakumulator Eceng Gondok (Eihhornoa crassipes). Jurnal

Biogenesis. Vol.1 (2): 51-56.

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK PEMBENIHAN PERIKANAN LAUT

ACARA III

PEMIJAHAN KERANG DARAH

Dalam dokumen Laporan Pembenihan Perikanan Laut. docx (Halaman 33-39)

Dokumen terkait