Hasil
Percobaan Seri I
Total populasi serangga (Nt)
Jumlah total serangga pada beras pecah kulit dan pada beras sosoh berturut-turut disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Analisis statistik menunjukkan bahwa faktor varietas berpengaruh nyata terhadap total populasi (Nt) (Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3 dan Lampiran 4). Pada Tabel 1 terlihat bahwa varietas Srikandi secara nyata (p<0.05) merupakan varietas yang paling resisten terhadap serangan S. oryzae baik dalam bentuk beras pecah kulit maupun dalam bentuk beras sosoh. Sementara itu, varietas-varietas Pandanwangi, Inpari 13 dan IR 64 cenderung merupakan varietas-varietas yang rentan terhadap serangan S. oryzae.
Tabel 2. Rata- rata jumlah total populasi S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh
Varietas Jumlah total populasi (Nt) Beras pecah kulit Beras sosoh
Pandanwangi 109 b 82bc
Srikandi 45 a 19 a
Inpari 13 100 b 92 c
Situ Bagendit 119 b 58 b
IR 64 113 b 82 b,c
Keterangan: angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata satu sama lain (uji Duncan p>0.05)
11
Gambar 3. Grafik laju pertumbuhan populasi serangga pada beras pecah kulit lima varietas beras
0 20 40 60 80 100 120 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 ju n lah se ran g g a
pandanwangi srikandi inpari 13 situ bagendit ir-64
hari ke-
Gambar 4. Grafik laju pertumbuhan populasi serangga pada beras sosoh lima varietas beras 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 ju m lah se ran g g a
pandanwangi srikandi inpari 13 situ bagendit ir-64
12
Periode perkembangan (D)
Hasil analisis statistik (Lampiran 5,Lampiran 6, Lampiran 7,dan Lampiran 8) menunjukkan bahwa faktor varietas tidak berpengaruh nyata terhadap parameter periode perkembangan untuk beras pecah kulit, namun berpengaruh nyata terhadap beras sosoh. Hal ini berarti bahwa periode perkembangan S. oryzae pada beras pecah kulit tidak berbeda nyata (p>0.05), namun pada kelima varietas beras sosoh, periode perkembangannya berbeda (p<0.05) satu sama lain, seperti yang terlihat pada Tabel 2.
Indeks perkembangan (ID)
Nilai Indeks perkembangan (ID) menunjukkan tingkat kepekaan bahan terhadap serangan serangga. Semakin tinggi nilai ID, semakin peka bahan tersebut terhadap serangan serangga. Hasil analisis statistik (Lampiran 9, Lampiran 10, Lampiran 11,dan Lampiran 12) menunjukkan bahwa faktor varietas berpengaruh nyata terhadap parameter indeks perkembangan (ID), baik pada beras pecah kulit maupun pada beras sosoh. Berdasarkan percobaan pada beras pecah kulit, indeks perkembangan S. oryzae pada varietas Srikandi berbeda secara nyata (p<0.05) dengan indeks perkembangan S. oryzae pada empat varietas lainnya. Hal yang berbeda terlihat pada percobaan dengan beras sosoh. Pada beras sosoh, indeks perkembangan S. oryzae pada varietas Pandanwangi secara nyata merupakan nilai terbesar, yang berarti dalam bentuk beras sosoh, varietas Pandanwangi merupakan varietas yang paling rentan terhadap serangan S. oryzae.
Tabel 3. Periode perkembangan S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh
Varietas Periode perkembangan (D) Beras pecah kulit Beras sosoh Pandanwangi 28.16 a 35.83 a,b
Srikandi 28.50 a 34.00 a
Inpari 13 28.50 a 39.50 c
Situ Bagendit 28.83 a 37.83 b,c
IR 64 28.83 a 37.83 b,c
Keterangan: angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata satu sama lain (uji Duncan p>0.05)
Tabel 4. Indeks perkembangan S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh Varietas Indeks Perkembangan (ID)
Beras pecah kulit Beras sosoh Pandanwangi 16.6432 b 12.3074 d
Srikandi 13.2787 a 8.6180 a
Inpari 13 16.1322 b 11.4337 c
Situ Bagendit 16.5707 b 10. 6946 b
IR 64 16.3607 b 11.5892 b
Keterangan: angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata satu sama lain (uji Duncan p>0.05)
13
Laju perkembangan intrinsik (Rm)
Laju perkembangan intrinsik (Rm) menunjukkan laju perkembangan serangga dalam suatu bahan, sehingga dapat menunjukkan kesesuaian hidup serangga terhadap bahan yang diuji. Seperti parameter indeks perkembangan, semakin tinggi nilai laju perkembangan intrinsik, berarti serangga semakin sesuai untuk hidup pada bahan yang diuji. Berdasarkan analisis statistik (Lampiran 13, Lampiran 14, Lampiran 15,dan Lampiran16) terlihat bahwa faktor varietas berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap laju perkembangan intrinsik kelima varietas beras dalam bentuk beras pecah kulit dan beras sosoh.
Pada Tabel 4 terlihat bahwa nilai laju perkembangan intrinsik (Rm) varietas Srikandi dalam bentuk beras pecah kulit maupun dalam bentuk beras sosoh secara nyata (p<0.05) merupakan nilai yang paling rendah dibandingkan dengan nilai Rm pada keempat varietas lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa Sitophilus oryzae relatif paling tidak sesuai untuk berkembang pada beras Srikandi dibandingkan dengan pada varietas lainnya.
Kapasitas multiplikasi mingguan (λ)
Kapasitas multiplikasi mingguan adalah kemampuan serangga untuk menggandakan diri dalam waktu satu minggu. Parameter ini dapat digunakan untuk memproyeksikan jumlah serangga selama penyimpanan pada jangka waktu tertentu. Analisis statistik (Lampiran 17, Lampiran 18, Lampiran 19,dan Lampiran 20) menunjukkan bahwa faktor varietas berpengaruh nyata terhadap nilai kapasistas multiplikasi mingguan. Nilai λ S. oryzae pada varietas Srikandi secara nyata (p<0.05) merupakan nilai yang paling kecil dibandingkan dengan nilai λ pada keempat varietas yang lain baik pada bentuk beras pecah kulit maupun dalam bentuk beras sosoh.
Tabel 5. Laju perkembangan intrinsik S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh
Varietas Laju Perkembangan intrinsik (Rm)
Beras pecah kulit Beras sosoh
Pandanwangi 1.1730 b 0.6894 c
Srikandi 0.4788 a 0.1695 a
Inpari 13 1.0611 b 0.7042 c
Situ Bagendit 1.2565 b 0.4630 b
IR 64 1.1866 b 0.6547 c
Keterangan: angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata satu sama lain (uji Duncan p>0.05)
14
Jumlah populasi teoritis
Jumlah populasi teoritis Sitophilus oryzae selama masa penyimpanan 6 minggu dapat ditentukan berdasarkan nilai λ untuk masing-masing varietas dari percobaan. Jumlah populasi teoritis untuk masing-masing varietas beras dalam jangka waktu penyimpanan 6 minggu dengan jumlah serangga awal 5 pasang dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Jumlah populasi teoritis S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh selama penyimpanan 6 minggu
Jumlah populasi teoritis untuk beras pecah kulit lebih banyak dibandingkan pada beras sosoh. Untuk kedua jenis beras, varietas Srikandi memiliki jumlah total populasi yang lebih rendah dibandingkan varietas-varietas lainnya.
Percobaan Seri II
Jumlah populasi serangga akhir
Setelah masa inkubasi selama 6 minggu, beras diayak dan jumlah serangga yang terdapat pada beras dihitung. Selama masa penyimpanan, serangga berkembang biak, di sisi lain ada pula serangga yang mati. Jumlah total serangga hidup dan mati setelah penyimpanan 6 minggu dapat diamati pada Tabel 6. Berdasarkan analisis statistik (Lampiran 21, Lampiran 22, Lampiran 23,dan Lampiran 24), faktor varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah populasi serangga akhir (p<0.05) pada beras pecah kulit dan beras sosoh.
Tabel 6. Kapasitas multiplikasi mingguan S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh
Varietas Kapasitas multiplikasi mingguan (λ)
Beras pecah kulit Beras sosoh
Pandanwangi 3.2385 b 2.0114 c
Srikandi 1.6254 a 1.1851 a
Inpari 13 2.8983 b 2.0223 c
Situ Bagendit 3.5403 b 1.5918 b
IR 64 3.3006 b 1.9382 c
Keterangan: angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata satu sama lain (uji Duncan p>0.05)
Varietas Jumlah populasi teoritis selama penyimpanan 6 minggu (Y) Beras pecah kulit Beras sosoh
Pandanwangi 5 768 331
Srikandi 92 14
Inpari 13 2 964 342
Situ Bagendit 9 844 16
15
Persen Kenaikan Bobot Fraksi Air
Selama masa penyimpanan 6 minggu, kadar air beras meningkat. Kenaikan ini terjadi karena adanya aktivitas metabolisme kutu beras dan efek dasar dari penyimpanan yaitu penyesuaian kadar air bahan dengan kadar air ruang penyimpanan. Kadar air awal beras pecah kulit berkisar antara 7-9 % dan kadar air akhir setelah penyimpanan berkisar pada 13% untuk semua varietas. Sementara itu, kadar air awal beras sosoh berkisar antara 8-10 % dan kadar air akhirnya berkisar antara 14-15 % untuk semua varietas. Seiring peningkatan kadar air, bobot fraksi air (g/100g) pada sampel juga mengalami peningkatan.
Hasil analisis statistik (Lampiran 25, Lampiran 26, Lampiran 27,dan Lampiran 28) menunjukkan bahwa faktor varietas berpengaruh nyata terhadap persen kenaikan fraksi air, baik pada beras dalam bentuk beras pecah kulit maupun pada beras dalam bentuk beras sosoh (p<0.05). Besarnya persen kenaikan fraksi air dalam sampel disajikan pada Tabel 7.
Pada Tabel 9 terlihat bahwa dalam bentuk beras pecah kulit, persen peningkatan fraksi air yang rendah ditunjukkan oleh varietas-varietas Pandanwangi, Srikandi, dan Situ Bagendit. Dalam bentuk beras sosoh, persen kenaikan fraksi air terkecil ditunjukkan oleh varietas-varietas Situ Bagendit, Pandanwangi, dan Srikandi. Varietas Srikandi baik dalam bentuk beras pecah kulit maupun dalam bentuk beras sosoh tergolong yang persen peningkatan fraksi airnya rendah. Sementara itu, varietas IR 64 baik dalam bentuk beras pecah kulit maupun dalam bentuk beras sosoh merupakan varietas yang persen peningkatan fraksi airnya tertinggi.
Tabel 8. Rata- rata jumlah total populasi S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh
Varietas Jumlah serangga hidup Beras pecah kulit Beras sosoh
Pandanwangi 323 c 136 ab
Srikandi 147 a 87 a
Inpari 13 183 ab 183 b
Situ Bagendit 260 bc 140 ab
IR 64 233 abc 139 ab
Keterangan: angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata satu sama lain (uji Duncan p>0.05)
Tabel 9. Perubahan fraksi air pada beras pecah kulit dan beras sosoh Varietas % perubahan fraksi air
Beras pecah kulit Beras sosoh
Pandanwangi 49.59 a 47.39 ab
Srikandi 58.60 b 58.75 b
Inpari 13 74.30d 80.67 c
Situ Bagendit 62.72 b 42.14 a
IR 64 84.29 d 82.32 c
Keterangan: angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata satu sama lain (uji Duncan p>0.05)
16
Persen Kehilangan Bobot Bahan Kering
Selama penyimpanan, terjadi penurunan bobot bahan kering beras. Perubahan ini disebabkan oleh konsumsi beras oleh kutu, perubahan bentuk beras dari butiran menjadi bubuk (frass),dan perubahan kadar air. Persentase kehilangan bobot kering dihitung berdasarkan penurunan bobot bahan kering dari sebelum ke sesudah penyimpanan dalam 100 g sampel.
Analisis statistik (Lampiran 29, Lampiran 30, Lampiran 31,dan Lampiran 32) menunjukkan bahwa faktor varietas berpengaruh sangat nyata terhadap kehilangan fraksi bobot kering dalam sampel (p<0.05). Besarnya persen kehilangan bobot bahan kering disajikan pada Tabel 8.
Pada Tabel 8 terlihat bahwa dalam bentuk beras pecah kulit, persen kehilangan fraksi bahan kering ditunjukkan oleh varietas-varietas Pandanwangi, Srikandi, dan Inpari 13. Dalam bentuk beras sosoh, persen kehilangan fraksi bahan kering terkecil ditunjukkan oleh varietas-varietas Pandanwangi, Srikandi, dan Situ Bagendit. Varietas Srikandi baik dalam bentuk beras pecah kulit maupun dalam bentuk beras sosoh tergolong yang persen kehilangan bobot fraksi keringnya rendah. Sementara itu, varietas IR 64 baik dalam bentuk beras pecah kulit maupun dalam bentuk beras sosoh merupakan varietas yang persen kehilangan fraksi bobot keringnya tertinggi.
Persentase Frass
Frass adalah fraksi bubuk yang terbentuk dari hancuran beras yang menjadi rapuh selama penyimpanan maupun akibat konsumsi beras oleh kutu. Pembentukan frass membuat beras menjadi rusak dan tidak dapat dikonsumsi. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 33, Lampiran 34, Lampiran 35,dan Lampiran 36), faktor varietas tidak berpengaruh nyata terhadap persen frass baik dalam bentuk beras pecah kulit maupun beras sosoh (p>0.05). Persen frass yang timbul pada beras sosoh lebih banyak dibandingkan yang dihasilkan oleh beras pecah kulit. Pada beras sosoh, lapisan luar sudah banyak terkikis sehingga beras menjadi rapuh dan lebih mudah hancur saat diserang serangga.
Tabel 10. Persentase kehilangan bobot kering beras pecah kulit dan beras sosoh
Varietas % kehilangan bobot kering Beras pecah kulit Beras sosoh
Pandanwangi 4.9410 a 5.4629 a
Srikandi 5.3685 a 5.8399a
Inpari 13 6.2416 bc 7.4222 b
Situ Bagendit 5.6060 ab 4.9010 a
IR 64 6.8575 c 7.2651b
Keterangan: angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata satu sama lain (uji Duncan p>0.05)
17
Pembahasan
Percobaan Seri I menunjukkan laju pertumbuhan populasi serangga pada varietas Pandanwangi, Srikandi, Inpari 13, Situ Bagendit, dan IR 64 dalam bentuk beras pecah kulit dan beras sosoh. Faktor varietas berpengaruh nyata terhadap laju perkembangan populasi serangga. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Askanovi (2011), Zulfahnur (2010), dan Haryadi (1991). Semakin tinggi laju pertumbahan populasi pada suatu varietas beras, berarti varietas beras tersebut relatif rentan terhadap serangan serangga hama gudang. Dalam penelitian ini, terbukti bahwa faktor varietas juga berpengaruh terhadap parameter jumlah total populasi serangga (Nt), periode perkembangan (D), laju perkembangan intrinsik (Rm), dan kapasitas multiplikasi mingguan (λ). Dari semua parameter ini, varietas Srikandi secara relatif memiliki laju dinamika populasi yang paling rendah dibandingkan varietas Situ Bagendit, Inpari 13, Pandanwangi, dan IR 64. Hal ini berlaku untuk beras pecah kulit dan beras sosoh, sehingga dari percobaan ini diketahui bahwa diantara kelima varietas yang diuji, Srikandi memiliki ketahanan relatif yang paling tinggi.
Parameter laju dinamika populasi serangga yang diperoleh pada Percobaan Seri I dapat digunakan untuk menghitung jumlah teoritis Sitophilus oryzae selama penyimpanan. Hasil perhitungan untuk varietas Srikandi dalam bentuk beras pecah kulit selama penyimpanan 6 minggu untuk 5 pasang serangga menghasilkan total populasi akhir serangga berturut-turut 92 ekor pada varietas Srikandi, 2 964 ekor pada varietas Inpari 13, 5 768 ekor pada varietas Pandanwangi, 6 464 ekor pada varietas IR 64, dan 9 844 ekor pada varietas Situ Bagendit . Pada Percobaan Seri II total populasi akhir serangga dari populasi awal 25 ekor serangga pada beras pecah kulit varietas Srikandi selama penyimpanan 6 minggu berturut-turut 147 ekor pada varietas Srikandi, 183 ekor pada varietas Inpari 13, 323 ekor pada varietas Pandanwangi, 233 ekor pada varietas IR 64, dan 260 ekor pada varietas Situ Bagendit.
Pada kenyataannya terdapat faktor pembatas yang menyebabkan jumlah serangga tidak susuai dengan jumlah teoritis perhitungan. Perkembangan serangga dibatasi oleh ketersediaan makanan dan perubahan jumlah serangga infestasi karena selama penyimpanan terdapat serangga yang mati. Namun berdasarkan perhitungan jumlah populasi teoritis, varietas Srikandi baik dalam bentuk beras pecah kulit maupun beras sosoh merupakan varietas yang paling resisten.
Tabel 11. Persentase frass pada beras pecah kulit dan beras sosoh
Varietas % frass
Beras pecah kulit Beras sosoh
Pandanwangi 0.7267 a 2.0600 a
Srikandi 0.6967 a 1.8733 a
Inpari 13 0.6467 a 2.3700 a
Situ Bagendit 0.5867 a 1.9667 a
IR 64 0.6600 a 2.3667 a
Keterangan: angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata satu sama lain (uji Duncan p>0.05)
18
Secara umum, dari beberapa parameter laju populasi serangga, kemampuan pertumbuhan S. oryzae pada beras pecah kulit lebih besar dibandingkan dengan pada beras sosoh. Beras pecah kulit masih memiliki lapisan aleuron yang mengandung nutrisi lebih tinggi dan lebih lengkap dibandingkan dengan beras sosoh (Juliano 1994) sehingga mampu menyediakan nutrisi yang dibutuhkan untuk perkembangan serangga (Lopulalan 2010).
Menurut Caneppele et al. (2003), jumlah serangga Sitophilus oryzae yang berkembang di dalam bahan dan lamanya penyimpanan berkorelasi nyata dengan parameter kerusakan yaitu kenaikan kadar air dan penurunan bobot. Oleh karena itu dilakukan Percobaan Seri II untuk menunjukkan tingkat kerusakan beras akibat infestasi serangga selama penyimpanan enam minggu. Parameter yang diamati adalah jumlah total populasi akhir, persentase kenaikan kadar air, persentase kehilangan bobot kering, dan persentase frass. Percobaan Seri II diharapkan mampu memberikan verifikasi terhadap hasil yang diperoleh pada Percobaan Seri I berdasarkan analisis laju dinamika populasi.
Hasil analisis laju pertumbuhan dinamika populasi serangga tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata untuk varietas Pandanwangi, IR 64, Inpari 13 dan Situ Bagendit, begitu pula analisis ragam pada Percobaan Seri II ini. Dari Percobaan Seri II ini diketahui bahwa parameter yang dipengaruhi oleh faktor varietas adalah persen peningkatan fraksi air untuk beras pecah kulit dan beras sosoh, populasi akhir serangga pada beras sosoh, dan persen kehilangan fraksi bahan kering pada beras pecah kulit. Varietas Srikandi yang diketahui paling tahan terhadap serangan hama gudang pada Percobaan Seri I tidak menunjukkan tingkat kerusakan terendah dibandingkan dengan empat varietas padi lainnya. Hal ini dapat diakibatkan adanya faktor lain pada Percobaan Seri II fertilitas dan umur serangga yang tidak dikontrol.