• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resistensi Relatif Beras Pecah Kulit dan Beras Sosoh Lima Varietas Padi asal Banyumas terhadap Serangan Sitophilus oryzae

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Resistensi Relatif Beras Pecah Kulit dan Beras Sosoh Lima Varietas Padi asal Banyumas terhadap Serangan Sitophilus oryzae"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

RESISTENSI RELATIF BERAS PECAH KULIT DAN BERAS

SOSOH LIMA VARIETAS PADI ASAL

BANYUMAS

TERHADAP SERANGAN

SITOPHILUS ORYZAE

ANNISA NURULHUDA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Resistensi Relatif Beras Pecah Kulit dan Beras Sosoh Lima Varietas Padi asal Banyumas terhadap Serangan Sitophilus oryzae” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

ANNISA NURULHUDA. Resistensi Relatif Beras Pecah Kulit dan Beras Sosoh Lima Varietas Beras asal Banyumas terhadap Serangan Sitophilus oryzae. Dibimbing oleh YADI HARYADI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat resistensi beras pecah kulit dan beras sosoh dari lima varietas yang berbeda. Kelima varietas beras yang digunakan adalah Pandanwangi, Inpari 13, IR-64, Situ Bagendit, dan Srikandi yang ditanam di daerah Banyumas. Penelitian ini dilakukan dalam dua seri. Percobaan Seri I dilakukan untuk mengukur pertumbuhan Sitophilus oryzae, sedangkan Percobaan Seri II dilakukan untuk mengetahui kerusakan yang terjadi pada beras selama penyimpanan. Pada Percobaan Seri I sebanyak 200 butir beras kepala diinfestasi dengan 5 pasang serangga Sitophilus oryzae yang berumur 7-15 hari lalu disimpan selama 7 hari. Setelah itu serangga dibuang dan beras disimpan lagi selama 14 hari. Setelah 14 hari dilakukan pengamatan serangga turunan pertama (F1) yang ke luar. Pengamatan dilakukan setiap hari sejak keluarnya turunan pertama sampai tidak ada serangga yang keluar selama 5 hari berturut-turut. Pada Percobaan Seri I, parameter yang digunakan adalah jumlah total populasi (Nt), periode perkembangan (D), indeks perkembangan (ID), laju perkembangan intrinsik (Rm), dan kapasitas multiplikasi mingguan (λ). Pada bahwa faktor varietas berpengaruh nyata terhadap resistensi beras terhadap serangan Sitophilus oryzae. Varietas Srikandi terbukti memiliki resistensi tertinggi terhadap serangan Sitophilus oryzae baik dalam bentuk beras pecah kulit maupun dalam bentuk beras sosoh.

Kata kunci: beras sosoh, beras pecah kulit, penyimpanan, resistensi relatif, Sitophilus oryzae, varietas padi.

ABSTRACT

ANNISA NURULHUDA. Relative Resistance of Five Different Rice Varieties of Banyumas from Sitophilus oryzae Attack during Storage. Supervised by YADI HARYADI.

(6)

7-15 days and kept for 7 days. The insects were then removed and the rice was observed every day for 14 days for emergence of the first generation (F1) of insects. The progenies were counted every day until there were no emergence for five consecutive days. The experiments were conducted in three replications. From this experiment, the parameters were number of progenies (Nt), development period (D), development index (ID), intrinsic rate of increase (Rm), and weekly multiplication capacity (λ). In second experiment, 100 g of rice infested by 25 insects and stored for 6 weeks. After 6 weeks, insects were removed and the storage loss were determined. In this second experiment, the parameters observed were percentage increase of water fraction, the loss of dry matter loss, and percentage of frass. Those two experiments were conducted in three replication. According to this experiment, Srikandi rice has the highest resistance towards Sitophilus oryzae attack among other varieties.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

RESISTENSI RELATIF BERAS PECAH KULIT DAN BERAS

SOSOH LIMA VARIETAS PADI ASAL BANYUMAS

TERHADAP SERANGAN

SITOPHILUS ORYZAE

ANNISA NURULHUDA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

Judul Skripsi : Resistensi Relatif Beras Pecah Kulit dan Beras Sosoh Lima

Varietas Padi asal Banyumas terhadap Serangan Sitophilus oryzae Nama : Annisa Nurulhuda

NIM : F2480066

Disetujui oleh

Dr Ir Yadi Haryadi, M.Sc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, M.Sc Ketua Departemen

(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah penyimpanan beras dengan judul Resistensi Beras Pecah Kulit dan Beras Sosoh Lima Varietas Beras asal Banyumas terhadap Serangan Sitophilus oryzae .

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Yadi Haryadi M.Sc sebagai pembimbing tugas akhir atas arahan dan bimbingannya selama ini, juga kepada Prof.Dr.Ir.Rizal Sjarief S.N, DESS dan Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP DEA selaku dosen penguji tugas akhir atas masukannya yang membangun. Penghargaan dan terima kasih sebesar-besarnya juga diberikan kepada keluarga : bapak, ibu, Tika dan Afi yang tak henti memberikan cinta, doa, dukungan, semangat untuk apapun yang penulis hadapi. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya pada seluruh dosen, staf departemen dan teknisi atas segala bantuan selama kuliah dan menyelesaikan skripsi di ITP IPB. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan pada teman-teman (Hafiz, Arum, Mbak Yun, Mike, Madun, Yufi, Hafiz, Riyah, Harum, Ichal, Mba Opi, Meutia,Ian) dan teman-teman ITP 45 lainnya, crew Edelweis (Mega, Euis, Ana, Priska, Bangun, Mba Mey, Mba Upe) dan teman-teman terdekat (Nuning, Ashri) atas semua kebersamaan, semangat, perhatian, dukungan, dan bantuan selama ini. Tidak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih pada semua pihak yang tidak dapat disebutkan yang telah berperan dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi masyarakat petani, khususnya masyarakat petani Banyumas, serta dapat menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Banyumas dalam penetapan kebijakan pertanian di Kabupaten Banyumas.

Bogor, Juli 2013

(13)
(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

METODE 6

Bahan 6

Alat 6

Prosedur Penelitian 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Hasil 10

Pembahasan 17

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN

(15)

DAFTAR TABEL

1 Analisis proksimat dan komposisi (%) gabah dan fraksi hasil

penggilingan pada kadar air 14% 4

2 Rata- rata jumlah total populasi S.oryzae pada beras pecah kulit dan

beras sosoh 10

6 Kapasitas multiplikasi mingguan S.oryzae pada beras pecah kulit dan

beras sosoh 14

7 Jumlah populasi teoritis S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras

sosoh selama penyimpanan 6 minggu 14

8 Rata- rata jumlah total populasi S.oryzae pada beras pecah kulit dan

beras sosoh 15

9 Perubahan kadar air pada beras pecah kulit dan beras sosoh 15 10 Persentase dry matter loss beras pecah kulit dan beras sosoh 16 11 Persentase frass pada beras pecah kulit dan beras sosoh 17

DAFTAR GAMBAR

1 Bagian biji padi 3

2 Serangga Sitophilus oryzae dewasa 5

3 Bagan pelaksanaan penelitian 7

4 Grafik laju pertumbuhan populasi serangga pada beras pecah kulit

lima varietas beras 11

5 Grafik laju pertumbuhan populasi serangga pada beras sosoh lima

varietas beras 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel analisis sidik ragam total populasi serangga (Nt) beras pecah

kulit 23

2 Tabel uji lanjut Duncan populasi serangga (Nt) beras pecah kulit 23 3 Tabel analisis sidik ragam total populasi serangga (Nt) beras sosoh 23 4 Tabel uji lanjut Duncan populasi serangga (Nt) beras sosoh 23 5 Tabel analisis sidik ragam periode perkembangan (D) beras pecah

kulit 24

(16)

9 Tabel analisis sidik ragam indeks perkembangan (ID) beras pecah

kulit 25

10 Tabel uji lanjut Duncan indeks perkembangan (ID) beras pecah kulit 25 11 Tabel analisis sidik ragam indeks perkembangan (ID) beras sosoh 25 12 Tabel uji lanjut Duncan indeks perkembangan (ID) beras sosoh 25 13 Tabel analisis sidik ragam laju perkembangan intrinsik(Rm) beras

pecah kulit 26

14 Tabel uji lanjut Duncan perkembangan intrinsik(Rm) beras pecah

kulit 26

15 Tabel analisis sidik ragam laju perkembangan intrinsik(Rm) beras

sosoh 26

16 Tabel uji lanjut Duncan laju perkembangan intrinsik(Rm) beras

sosoh 26

17 Tabel analisis sidik ragam kapasitas multiplikasi mingguan (λ) beras

pecah kulit 27

18 Tabel uji lanjut Duncan kapasitas multiplikasi mingguan (λ) beras

pecah kulit 27

19 Tabel analisis sidik ragam kapasitas multiplikasi mingguan (λ) beras

sosoh 27

20 Tabel uji lanjut Duncan kapasitas multiplikasi mingguan (λ) beras

sosoh 27

21 Tabel analisis sidik ragam jumlah populasi serangga akhir beras

pecah kulit 28

22 Tabel uji lanjut Duncan jumlah populasi serangga akhir beras pecah

kulit 28

23 Tabel analisis sidik ragam jumlah populasi serangga akhir beras

sosoh 28

24 Tabel uji lanjut Duncan jumlah populasi serangga akhir beras sosoh 28 25 Tabel analisis sidik ragam persen kenaikan bobot fraksi air beras

pecah kulit 29

26 Tabel uji lanjut Duncan persen kenaikan bobot fraksi air beras pecah

kulit 29

27 Tabel analisis sidik ragam persen kenaikan bobot fraksi air beras

sosoh 29

28 Tabel uji lanjut Duncan kenaikan bobot fraksi air beras sosoh 29 29 Tabel analisis sidik ragam persen kehilangan bobot bahan kering

beras pecah kulit 30

30 Tabel uji lanjut Duncan persen kehilangan bobot bahan kering beras

pecah kulit 30

31 Tabel analisis sidik ragam persen kehilangan bobot bahan kering

beras sosoh 30

32 Tabel uji lanjut Duncan persen kehilangan bobot bahan kering beras

sosoh 30

(17)
(18)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras sampai saat ini masih merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Tingginya permintaan beras yang masih belum diiringi dengan ketersediaan barang dengan kualitas dan kuantitas yang memadai menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi oleh bangsa ini. Kebutuhan penyimpanan beras pasca panen di Indonesia relatif penting, terutama untuk kebutuhan persediaan beras di luar masa panen.

Salah satu masalah yang mengancam kualitas beras pada masa penyimpanan adalah serangan hama gudang. Hama gudang dapat merusak beras sehingga kualitasnya menurun, bahkan membuat beras menjadi bubuk yang tidak lagi dapat dikonsumsi. Hal ini akan memberikan kerugian yang besar pada petani. Salah satu contoh kasus serangan hama yang terjadi di kabupaten Banyumas diberitakan pada harian online Pikiran Rakyat tanggal 10 April 2013. Pada waktu itu, beras petani ditolak oleh Bulog karena terserang hama gudang .

Di antara serangga hama gudang yang menyerang biji-bijian, Sitophilus oryzae merupakan salah satu hama yang paling merugikan. Serangga ini memiliki periode perkembangan yang singkat dan mampu berkembang biak dengan sangat cepat dan memicu serangan hama gudang lainnya setelah masa infestasi (Jadhav 2006). Sementara itu penelitian terdahulu (Haryadi 1991) telah menunjukkan bahwa varietas beras yang berbeda-beda menunjukkan tingkat ketahanan beras terhadap serangan hama dari spesies sama. Penelitian terkini tentang hal tersebut dilakukan oleh Askanovi (2011) dan Zulfahnur (2010). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk menguji ketahanan berbagai varietas beras di wilayah atau daerah tertentu terhadap serangan serangga hama gudang.

Dari penelitian ini dapat diketahui varietas beras yang tahan terhadap serangan Sitophilus oryzae selama penyimpanan. Data yang diperoleh dapat digunakan sebagai referensi bagi petani untuk lebih banyak membudidayakan varietas tertentu yang relatif tahan terhadap serangan hama gudang. Akibatnya beras dapat disimpan dengan kerusakan minimal. Selain itu, penyimpanan beras yang memiliki kualitas tahan hama secara alami dapat meminimalisir penggunaan insektisida.

(19)

2

Tujuan Penelitian

1. Membuktikan adanya pengaruh varietas beras terhadap resistensi dari serangan hama gudang

2. Mengetahui resistensi relatif beras dari varietas Pandanwangi, Situ Bagendit, Srikandi, Inpari 13, dan IR 64 yang dibudidayakan di daerah Banyumas

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan petani di daerah Banyumas untuk menanam varietas padi yang relatif tahan terhadap serangan hama selama penyimpanan dalam jangka waktu yang relatif lama. Selain itu, hasil penelitian juga dapat digunakan sebagai acuan untuk rekayasa genetika varietas padi yang tahan hama gudang.

TINJUAN PUSTAKA

Beras

Beras merupakan makanan pokok sebagian beras penduduk Indonesia. Menurut data Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, produksi nasional Indonesia pada tahun 2012 mencapai 68.59 juta ton gabah kering giling, sedangkan konsumsi beras nasional sekitar 102 kg/kapita/tahun. Secara umum, di Asia, beras menyumbangkan 35% energi dan 28% protein. (Juliano 1994).

Padi (Oryza sativa L) merupakan tanaman yang tergolong Gramineae, yaitu tumbuhan dengan batang beruas-ruas dan mempunyai bendera yang menempel pada pelepah daun (Damardjati 1988). Biji padi terdiri atas sekam, pericarp, aleuron, embrio, dan endosperm. Padi tersusun atas 89%-94% zat pati, sekam 16-28%, lapisan aleuron 4-6%, kulit ari 1-2%, dan lembaga 2-3% dari berat gabah (Juliano 1994).

Komposisi dan sifat biji padi dan bagian-bagiannya tergantung pada varietas lingkungan dan ragam pengolahannya. Padi yang dipanen pada umumnya mempunyai kadar air 20% atau lebih sehingga harus dikeringkan sebelum disimpan. Pengeringan padi dilakukan setelah biji padi dirontokkan dari tangkainya, menghasilkan butir-butir gabah. Di negara tropis seperti Indonesia pengeringan biasanya dilakukan menggunakan pengeringan sinar matahari hingga mencapai kadar air 14%.

Sebelum dilakukan penggilingan dan penyosohan, gabah perlu dirontokkan dari batangnya dengan mesin perontok padi. Perontokan ini bertujuan membuang kotoran-kotoran dan benda-benda asing dari gabah sehingga beras giling yang dihasilkan terbebas dari kotoran-kotoran tersebut. Setelah dilakukan perontokkan, proses selanjutnya adalah pemecahan kulit. Proses ini bertujuan melepaskan kulit gabah dengan kerusakan yang seminimal mungkin pada butiran beras.

(20)

3

Alat yang digunakan untuk pemecahan kulit disebut huller. Sebagian besar gabah yang masuk ke dalam alat ini ada yang sudah terkupas kulitnya dan ada yang belum. Proses ini dapat dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh gabah yang sekamnya benar-benar terbuang. Proses ini akan berjalan dengan baik apabila gabah memiliki kadar air antara 13-15 % (Patiwiri 2006).

Beras pecah kulit akan diproses lagi dengan penyosohan untuk memisahkan bagian dedak yang masih menempel pada beras. Selama penyosohan beras, lapisan dedak dan lembaga akan terpisah. Istilah dedak (bran) umumnya digunakan dalam perdagangan yang dapat dideskripsikan sebagai campuran dari beberapa jaringan botani: pericarp, kulit biji (seed coat), nuselus, lapisan aleuron, dan bagian terluar endosperm. Bagian utama yang diperoleh dalam proses penggilingan padi adalah beras giling atau beras sosoh yang tersusun dari bagian endosperm biji (Damardjati 1988).

Gambar 1. Bagian biji padi (Juliano 1972)

(21)

4

Banyumas

Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, terletak pada ketinggian 25-100 mdpl dan 100-500mdpl. Curah hujan yang diperoleh daerah ini cukup tinggi dan mencapai 3 439 mm per tahun. Banyumas merupakan salah satu daerah penghasil padi di Jawa Tengah. Namun produksi padi daerah Banyumas telah mengalami penurunan pada rentang tahun 1997-2001 dari 384 065 ton menjadi 330 206 ton. Penurunan produksi ini umumnya disebabkan oleh alih fungsi lahan pertanian menjadi daerah pemukiman. Selain masalah alih fungsi lahan, masalah yang juga ditemukan di Banyumas adalah adanya kerusakan beras selama penyimpanan akibat serangan hama gudang yang juga mengancam ketersediaan beras.

Tabel 1 Analisis proksimat dan komposisi (%) gabah dan fraksi hasil penggilingan pada kadar air 14%

(22)

5

Sitophilus oryzae

Sitophilus oryzae merupakan hama gudang yang termasuk dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda,kelas Insecta, ordo Coleoptera, keluarga Curculionidae, genus Sitophilus, spesies Sitophilus oryzae Linnaeus (Rees 1996). Sitophilus sp terdiri atas tiga jenis spesies yaitu S. granarius, S. oryzae dan S.zeamais. Spesies Sitophilus yang dominan tersebar di daerah tropis adalah S. oryzae dan S. zeamais, sedangkan S. granarius hidup pada daerah beriklim dingin. Serangga S. oryzae dan S.zeamais sulit dibedakan secara eksternal. Kedua spesies ini dapat dibedakan dengan membuka bagian abdomen dan memeriksa permukaan alat genitalia serangga jantan di bawah mikroskop (TDRI [tahun terbit tidak diketahui]).

Serangga S.oryzae dewasa berwarna coklat kemerahan yang berangsur menjadi hitam. Dari penampilan luar jantan dan betina terlihat serupa, namun dari pengamatan lebih lanjut, bagian rostrum (moncong) jantan lebih tebal, sungutnya tertutup melengkung kasar sedangkan pada betina bentuknya panjang, halus dan ramping, mengkilat dan agak melengkung. Panjang tubuh serangga dewasa sekitar 3.5-4.0 mm (Jadhav 2006).

Gambar 2. Serangga Sitophilus oryzae dewasa (USDA 2010)

(23)

6

perbedaan pada kekerasan dan kelekatan berbagai jenis beras. Menurut Baker (1982), kemampuan mencerna amilosa terkait dengan kemampuan enzim α -amilase dalam proses pencernaan karbohidrat. Rantai maltodekstrin yang terbentuk akibat hasil pencernaan amilosa oleh α-amilase lebih sulit untuk dicerna menjadi gula sederhana.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2013 hingga bulan Juni 2013 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah padi yang ditanam di Kabupaten Banyumas yaitu varietas-varietas Pandanwangi, Situ Bagendit, Srikandi, Inpari 13, dan IR-64. Kadar air awal kelima varietas tersebut adalah berturut-turut 9.07%, 8.39%, 8.39%, 7.75%, dan 7.52 % untuk beras pecah kulit dan 10.34%, 10.42%, 9.04%, 8.43%, dan 8.11 % untuk beras sosoh . Serangga uji yang digunakan adalah Sitophilus oryzae yang diperoleh dari SEAMEO BIOTROP, Bogor.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah stoples, gelas plastik, kain penutup, karet, dan alat-alat uji lainnya.

Prosedur Penelitian

Secara umum, penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan terdiri atas persiapan serangga Sitophilus oryzae dan persiapan beras. Tahap pelaksanaan terdiri atas Percobaan Seri I dan Percobaan Seri II. Bagan pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Tahap persiapan serangga Sitophilus oryzae

Tujuan dari tahap persiapan ini yaitu adalah untuk memperoleh serangga Sitophilus oryzae dewasa yang berumur 7-15 hari. Media jagung grits dipanaskan dalam oven pada suhu 60ºC selama 1,5 jam. Tujuan pemanasan ini adalah untuk disinfestasi serangga sehingga tidak ada serangga selain Sitophilus oryzae yang akan diinfestasi. Sebanyak 600 ekor Sitophilus oryzae imago yang diperoleh dari SEAMEO BIOTROP diinfestasikan ke dalam 1.5 kg media jagung grits dalam wadah stoples yang ditutup oleh kain blacu dan diikat dengan karet gelang (agar serangga tidak kabur) dan diinfestasi sampai diperoleh keturunan pertama yang diketahui umurnya.

Tahap persiapan beras

(24)

7

pecah kulit menggunakan mesin pengupas sekam (rice huller). Selanjutnya sebagian beras pecah kulit diolah menjadi beras sosoh menggunakan mesin penyosoh beras (rice polisher).

Gambar 3. Bagan pelaksanaan penelitian

Percobaan Seri I (Haryadi 1991)

Lima pasang serangga Sitophilus oryzae yang berumur 7-15 hari diinfestasikan ke dalam 200 butir beras kepala masing-masing varietas dalam gelas plastik yang ditutup kain blacu dan diikat dengan karet gelang. Setelah tujuh hari masa infestasi, serangga Sitophilus oryzae dikeluarkan dan dibuang. Beras kemudian dibiarkan selama 14 hari. Setelah 14 hari dilakukan pengamatan setiap hari untuk mengetahui keluarnya serangga turunan pertama(F1). Serangga dewasa yang ke luar diangkat, dihitung dan dibuang. Pengamatan dilakukan setiap hari hingga tidak ada lagi serangga turunan pertama yang ke luar selama lima hari berturut-turut. Parameter yang diamati adalah total populasi serangga (Nt), periode perkembangan (D), indeks perkembangan (ID), laju perkembangan intrinsik (Rm), dan kapasitas multiplikasi mingguan (λ). Pada percobaan ini dilakukan pengulangan (replication) sebanyak tiga kali.

Percobaan Seri II

(25)

8

Perhitungan Parameter Resistensi

Percobaan Seri I

Data yang diperoleh pada Percobaan Seri I digunakan untuk menghitung parameter lima karakteristik dinamika populasi serangga yang menunjukkan resistensi bahan pangan terhadap serangan Sitophilus oryzae. Parameter-parameter tersebut adalah Nt, D, ID, Rm, dan

Jumlah total populasi (Nt)

Nt merupakan total populasi serangga hama gudang pada sampel beras. Nt diperoleh dengan menghitung semua serangga yang keluar ditambah dengan serangga awal yang diinfestasikan sampai tidak ada lagi serangga yang keluar selama 5 hari berturut-turut.

Periode perkembangan (D)

D merupakan periode perkembangan atau lamanya waktu dari waktu tengah-tengah infestasi hingga tercapai 50% dari total populasi F1 Sitophilus oryzae.

Indeks Perkembangan (ID)

ID merupakan indeks perkembangan yang dihitung dari nilai Nt dan D dengan rumus:

Keterangan :

Nt = Jumlah akhir serangga Nt = No + N(F1)

No= Jumlah awal serangga yang diinfestasikan

Laju Perkembangan intrinsik (Rm)

Laju perkembangan intrinsik (Rm) dihitung dengan rumus:

Dimana R= Nt/No Keterangan:

No = jumlah serangga yang diinfestasikan Dm= periode perkembangan dalam satu minggu

Kapasitas multiplikasi mingguan(λ) (Howe, 1953)

(26)

9

Jumlah populasi teoritis Sitophilus oryzae selama masa penyimpanan

Keterangan :

Y = Jumlah teoritis S.oryzae

Jika , maka perhitungan jumlah teoritis S.oryzae bisa juga menggunakan nilai laju perkembangan intrinsik (Rm).

) ))

)

Percobaan Seri II

Persen fraksi bubuk (% frass)

Bubuk yang timbul ini merupakan hasil samping dari beras yang sudah mengalami kerusakan (berlubang) akibat dari kegiatan serangga memakan beras tersebut. Di dalam frass juga terkandung kotoran (feces) serangga. Untuk menghitung bubuk yang timbul, masing-masing sampel beras diayak dengan saringan untuk memisahkan antara beras dan bubuk yang ada. Kemudian sampel beras awal sebelum infestasi ditimbang dan dibandingkan dengan berat bubuk yang timbul dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Bobot fraksi air dalam sampel

Pengukuran fraksi air dalam sampel dilakukan dengan menggunakan metode oven (AOAC 1995). Langkah awal yang dilakukan adalah dengan mengeringkan cawan alumunium pada suhu 100 ºC selama 15 menit, kemudian didinginkan di dalam desikator selama 10 menit. Cawan alumunium kemudian ditimbang dengan menggunakan neraca analitik (a gram). Sebanyak 2 hingga10 g sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot kosongnya. Sampel dalam cawan kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC selama 5 jam, lalu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot konstan (y gram). Kadar air sampel dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(27)

10

Selanjutnya bobot fraksi air dalam sampel 100 g dihitung dengan mengalikan kadar air (bb) dengan bobot sampel (100 g). Persen kenaikan fraksi air dihitung berdasarkan selisih bobot fraksi air dalam sampel antara sebelum dengan sesudah penyimpanan selama 6 minggu.

Persen Kehilangan Bobot

Persen kehilangan bobot fraksi bahan kering dalam sampel (100 g) dihitung dengan mengalikan persen bahan kering dalam sampel dengan bobot sampel (100 g). Persen bahan kering dalam sampel adalah 100 %-kadar air (bb). Persen kehilangan fraksi bahan kering dihitung berdasarkan selisih bobot fraksi bahan kering dalam sampel antara sebelum dengan sesudah penyimpanan selama 6 minggu. berturut-turut disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Analisis statistik menunjukkan bahwa faktor varietas berpengaruh nyata terhadap total populasi (Nt) (Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3 dan Lampiran 4). Pada Tabel 1 terlihat bahwa varietas Srikandi secara nyata (p<0.05) merupakan varietas yang paling resisten terhadap serangan S. oryzae baik dalam bentuk beras pecah kulit maupun dalam bentuk beras sosoh. Sementara itu, varietas-varietas Pandanwangi, Inpari 13 dan IR 64 cenderung merupakan varietas-varietas yang rentan terhadap serangan S. oryzae.

Tabel 2. Rata- rata jumlah total populasi S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh

Varietas Jumlah total populasi (Nt) Beras pecah kulit Beras sosoh

Pandanwangi 109 b 82bc

Srikandi 45 a 19 a

Inpari 13 100 b 92 c

Situ Bagendit 119 b 58 b

IR 64 113 b 82 b,c

(28)

11

pandanwangi srikandi inpari 13 situ bagendit ir-64

hari ke-

Gambar 4. Grafik laju pertumbuhan populasi serangga pada beras sosoh lima varietas beras

pandanwangi srikandi inpari 13 situ bagendit ir-64

(29)

12

Periode perkembangan (D)

Hasil analisis statistik (Lampiran 5,Lampiran 6, Lampiran 7,dan Lampiran 8) menunjukkan bahwa faktor varietas tidak berpengaruh nyata terhadap parameter periode perkembangan untuk beras pecah kulit, namun berpengaruh nyata terhadap beras sosoh. Hal ini berarti bahwa periode perkembangan S. oryzae pada beras pecah kulit tidak berbeda nyata (p>0.05), namun pada kelima varietas beras sosoh, periode perkembangannya berbeda (p<0.05) satu sama lain, seperti yang terlihat pada Tabel 2.

Indeks perkembangan (ID)

Nilai Indeks perkembangan (ID) menunjukkan tingkat kepekaan bahan terhadap serangan serangga. Semakin tinggi nilai ID, semakin peka bahan tersebut terhadap serangan serangga. Hasil analisis statistik (Lampiran 9, Lampiran 10, Lampiran 11,dan Lampiran 12) menunjukkan bahwa faktor varietas berpengaruh nyata terhadap parameter indeks perkembangan (ID), baik pada beras pecah kulit maupun pada beras sosoh. Berdasarkan percobaan pada beras pecah kulit, indeks perkembangan S. oryzae pada varietas Srikandi berbeda secara nyata (p<0.05) dengan indeks perkembangan S. oryzae pada empat varietas lainnya. Hal yang berbeda terlihat pada percobaan dengan beras sosoh. Pada beras sosoh, indeks perkembangan S. oryzae pada varietas Pandanwangi secara nyata merupakan nilai terbesar, yang berarti dalam bentuk beras sosoh, varietas Pandanwangi merupakan varietas yang paling rentan terhadap serangan S. oryzae.

Tabel 3. Periode perkembangan S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh

Varietas Periode perkembangan (D) Beras pecah kulit Beras sosoh Pandanwangi 28.16 a 35.83 a,b

Srikandi 28.50 a 34.00 a

Inpari 13 28.50 a 39.50 c

Situ Bagendit 28.83 a 37.83 b,c

IR 64 28.83 a 37.83 b,c

Keterangan: angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata satu sama lain (uji Duncan p>0.05)

Tabel 4. Indeks perkembangan S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh

Varietas Indeks Perkembangan (ID) Beras pecah kulit Beras sosoh Pandanwangi 16.6432 b 12.3074 d

Srikandi 13.2787 a 8.6180 a

Inpari 13 16.1322 b 11.4337 c

Situ Bagendit 16.5707 b 10. 6946 b

IR 64 16.3607 b 11.5892 b

(30)

13

Laju perkembangan intrinsik (Rm)

Laju perkembangan intrinsik (Rm) menunjukkan laju perkembangan serangga dalam suatu bahan, sehingga dapat menunjukkan kesesuaian hidup serangga terhadap bahan yang diuji. Seperti parameter indeks perkembangan, semakin tinggi nilai laju perkembangan intrinsik, berarti serangga semakin sesuai untuk hidup pada bahan yang diuji. Berdasarkan analisis statistik (Lampiran 13, Lampiran 14, Lampiran 15,dan Lampiran16) terlihat bahwa faktor varietas berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap laju perkembangan intrinsik kelima varietas beras dalam bentuk beras pecah kulit dan beras sosoh.

Pada Tabel 4 terlihat bahwa nilai laju perkembangan intrinsik (Rm) varietas Srikandi dalam bentuk beras pecah kulit maupun dalam bentuk beras sosoh secara nyata (p<0.05) merupakan nilai yang paling rendah dibandingkan dengan nilai Rm pada keempat varietas lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa Sitophilus oryzae relatif paling tidak sesuai untuk berkembang pada beras Srikandi dibandingkan dengan pada varietas lainnya.

Kapasitas multiplikasi mingguan (λ)

Kapasitas multiplikasi mingguan adalah kemampuan serangga untuk menggandakan diri dalam waktu satu minggu. Parameter ini dapat digunakan untuk memproyeksikan jumlah serangga selama penyimpanan pada jangka waktu tertentu. Analisis statistik (Lampiran 17, Lampiran 18, Lampiran 19,dan Lampiran 20) menunjukkan bahwa faktor varietas berpengaruh nyata terhadap nilai kapasistas multiplikasi mingguan. Nilai λ S. oryzae pada varietas Srikandi secara nyata (p<0.05) merupakan nilai yang paling kecil dibandingkan dengan nilai λ pada keempat varietas yang lain baik pada bentuk beras pecah kulit maupun dalam bentuk beras sosoh.

Tabel 5. Laju perkembangan intrinsik S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh

Varietas Laju Perkembangan intrinsik (Rm)

Beras pecah kulit Beras sosoh

(31)

14

Jumlah populasi teoritis

Jumlah populasi teoritis Sitophilus oryzae selama masa penyimpanan 6 minggu dapat ditentukan berdasarkan nilai λ untuk masing-masing varietas dari percobaan. Jumlah populasi teoritis untuk masing-masing varietas beras dalam jangka waktu penyimpanan 6 minggu dengan jumlah serangga awal 5 pasang dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Jumlah populasi teoritis S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh selama penyimpanan 6 minggu

Jumlah populasi teoritis untuk beras pecah kulit lebih banyak dibandingkan pada beras sosoh. Untuk kedua jenis beras, varietas Srikandi memiliki jumlah total populasi yang lebih rendah dibandingkan varietas-varietas lainnya.

Percobaan Seri II

Jumlah populasi serangga akhir

Setelah masa inkubasi selama 6 minggu, beras diayak dan jumlah serangga yang terdapat pada beras dihitung. Selama masa penyimpanan, serangga berkembang biak, di sisi lain ada pula serangga yang mati. Jumlah total serangga hidup dan mati setelah penyimpanan 6 minggu dapat diamati pada Tabel 6. Berdasarkan analisis statistik (Lampiran 21, Lampiran 22, Lampiran 23,dan Lampiran 24), faktor varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah populasi serangga akhir (p<0.05) pada beras pecah kulit dan beras sosoh.

Tabel 6. Kapasitas multiplikasi mingguan S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh

Varietas Kapasitas multiplikasi mingguan (λ) Beras pecah kulit Beras sosoh

Pandanwangi 3.2385 b 2.0114 c sama lain (uji Duncan p>0.05)

Varietas Jumlah populasi teoritis selama penyimpanan 6 minggu (Y) Beras pecah kulit Beras sosoh

Pandanwangi 5 768 331

Srikandi 92 14

Inpari 13 2 964 342

Situ Bagendit 9 844 16

(32)

15

Persen Kenaikan Bobot Fraksi Air

Selama masa penyimpanan 6 minggu, kadar air beras meningkat. Kenaikan ini terjadi karena adanya aktivitas metabolisme kutu beras dan efek dasar dari penyimpanan yaitu penyesuaian kadar air bahan dengan kadar air ruang penyimpanan. Kadar air awal beras pecah kulit berkisar antara 7-9 % dan kadar air akhir setelah penyimpanan berkisar pada 13% untuk semua varietas. Sementara itu, kadar air awal beras sosoh berkisar antara 8-10 % dan kadar air akhirnya berkisar antara 14-15 % untuk semua varietas. Seiring peningkatan kadar air, bobot fraksi air (g/100g) pada sampel juga mengalami peningkatan.

Hasil analisis statistik (Lampiran 25, Lampiran 26, Lampiran 27,dan Lampiran 28) menunjukkan bahwa faktor varietas berpengaruh nyata terhadap persen kenaikan fraksi air, baik pada beras dalam bentuk beras pecah kulit maupun pada beras dalam bentuk beras sosoh (p<0.05). Besarnya persen kenaikan fraksi air dalam sampel disajikan pada Tabel 7.

Pada Tabel 9 terlihat bahwa dalam bentuk beras pecah kulit, persen peningkatan fraksi air yang rendah ditunjukkan oleh varietas-varietas Pandanwangi, Srikandi, dan Situ Bagendit. Dalam bentuk beras sosoh, persen kenaikan fraksi air terkecil ditunjukkan oleh varietas-varietas Situ Bagendit, Pandanwangi, dan Srikandi. Varietas Srikandi baik dalam bentuk beras pecah kulit maupun dalam bentuk beras sosoh tergolong yang persen peningkatan fraksi airnya rendah. Sementara itu, varietas IR 64 baik dalam bentuk beras pecah kulit maupun dalam bentuk beras sosoh merupakan varietas yang persen peningkatan fraksi airnya tertinggi.

Tabel 8. Rata- rata jumlah total populasi S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh

Varietas Jumlah serangga hidup Beras pecah kulit Beras sosoh

Pandanwangi 323 c 136 ab

Srikandi 147 a 87 a

Inpari 13 183 ab 183 b

Situ Bagendit 260 bc 140 ab

IR 64 233 abc 139 ab

Keterangan: angka-angka dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata satu sama lain (uji Duncan p>0.05)

Tabel 9. Perubahan fraksi air pada beras pecah kulit dan beras sosoh

Varietas % perubahan fraksi air

Beras pecah kulit Beras sosoh

Pandanwangi 49.59 a 47.39 ab

Srikandi 58.60 b 58.75 b

Inpari 13 74.30d 80.67 c

Situ Bagendit 62.72 b 42.14 a

IR 64 84.29 d 82.32 c

(33)

16

Persen Kehilangan Bobot Bahan Kering

Selama penyimpanan, terjadi penurunan bobot bahan kering beras. Perubahan ini disebabkan oleh konsumsi beras oleh kutu, perubahan bentuk beras dari butiran menjadi bubuk (frass),dan perubahan kadar air. Persentase kehilangan bobot kering dihitung berdasarkan penurunan bobot bahan kering dari sebelum ke sesudah penyimpanan dalam 100 g sampel.

Analisis statistik (Lampiran 29, Lampiran 30, Lampiran 31,dan Lampiran 32) menunjukkan bahwa faktor varietas berpengaruh sangat nyata terhadap kehilangan fraksi bobot kering dalam sampel (p<0.05). Besarnya persen kehilangan bobot bahan kering disajikan pada Tabel 8.

Pada Tabel 8 terlihat bahwa dalam bentuk beras pecah kulit, persen kehilangan fraksi bahan kering ditunjukkan oleh varietas-varietas Pandanwangi, Srikandi, dan Inpari 13. Dalam bentuk beras sosoh, persen kehilangan fraksi bahan kering terkecil ditunjukkan oleh varietas-varietas Pandanwangi, Srikandi, dan Situ Bagendit. Varietas Srikandi baik dalam bentuk beras pecah kulit maupun dalam bentuk beras sosoh tergolong yang persen kehilangan bobot fraksi keringnya rendah. Sementara itu, varietas IR 64 baik dalam bentuk beras pecah kulit maupun dalam bentuk beras sosoh merupakan varietas yang persen kehilangan fraksi bobot keringnya tertinggi.

Persentase Frass

Frass adalah fraksi bubuk yang terbentuk dari hancuran beras yang menjadi rapuh selama penyimpanan maupun akibat konsumsi beras oleh kutu. Pembentukan frass membuat beras menjadi rusak dan tidak dapat dikonsumsi. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 33, Lampiran 34, Lampiran 35,dan Lampiran 36), faktor varietas tidak berpengaruh nyata terhadap persen frass baik dalam bentuk beras pecah kulit maupun beras sosoh (p>0.05). Persen frass yang timbul pada beras sosoh lebih banyak dibandingkan yang dihasilkan oleh beras pecah kulit. Pada beras sosoh, lapisan luar sudah banyak terkikis sehingga beras menjadi rapuh dan lebih mudah hancur saat diserang serangga.

Tabel 10. Persentase kehilangan bobot kering beras pecah kulit dan beras sosoh

Varietas % kehilangan bobot kering Beras pecah kulit Beras sosoh

(34)

17

Pembahasan

Percobaan Seri I menunjukkan laju pertumbuhan populasi serangga pada varietas Pandanwangi, Srikandi, Inpari 13, Situ Bagendit, dan IR 64 dalam bentuk beras pecah kulit dan beras sosoh. Faktor varietas berpengaruh nyata terhadap laju perkembangan populasi serangga. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Askanovi (2011), Zulfahnur (2010), dan Haryadi (1991). Semakin tinggi laju pertumbahan populasi pada suatu varietas beras, berarti varietas beras tersebut relatif rentan terhadap serangan serangga hama gudang. Dalam penelitian ini, terbukti bahwa faktor varietas juga berpengaruh terhadap parameter jumlah total populasi serangga (Nt), periode perkembangan (D), laju perkembangan intrinsik (Rm), dan kapasitas multiplikasi mingguan (λ). Dari semua parameter ini, varietas Srikandi secara relatif memiliki laju dinamika populasi yang paling rendah dibandingkan varietas Situ Bagendit, Inpari 13, Pandanwangi, dan IR 64. Hal ini berlaku untuk beras pecah kulit dan beras sosoh, sehingga dari percobaan ini diketahui bahwa diantara kelima varietas yang diuji, Srikandi memiliki ketahanan relatif yang paling tinggi.

Parameter laju dinamika populasi serangga yang diperoleh pada Percobaan Seri I dapat digunakan untuk menghitung jumlah teoritis Sitophilus oryzae selama penyimpanan. Hasil perhitungan untuk varietas Srikandi dalam bentuk beras pecah kulit selama penyimpanan 6 minggu untuk 5 pasang serangga menghasilkan total populasi akhir serangga berturut-turut 92 ekor pada varietas Srikandi, 2 964 ekor pada varietas Inpari 13, 5 768 ekor pada varietas Pandanwangi, 6 464 ekor pada varietas IR 64, dan 9 844 ekor pada varietas Situ Bagendit . Pada Percobaan Seri II total populasi akhir serangga dari populasi awal 25 ekor serangga pada beras pecah kulit varietas Srikandi selama penyimpanan 6 minggu berturut-turut 147 ekor pada varietas Srikandi, 183 ekor pada varietas Inpari 13, 323 ekor pada varietas Pandanwangi, 233 ekor pada varietas IR 64, dan 260 ekor pada varietas Situ Bagendit.

Pada kenyataannya terdapat faktor pembatas yang menyebabkan jumlah serangga tidak susuai dengan jumlah teoritis perhitungan. Perkembangan serangga dibatasi oleh ketersediaan makanan dan perubahan jumlah serangga infestasi karena selama penyimpanan terdapat serangga yang mati. Namun berdasarkan perhitungan jumlah populasi teoritis, varietas Srikandi baik dalam bentuk beras pecah kulit maupun beras sosoh merupakan varietas yang paling resisten.

Tabel 11. Persentase frass pada beras pecah kulit dan beras sosoh

Varietas % frass

Beras pecah kulit Beras sosoh

Pandanwangi 0.7267 a 2.0600 a

Srikandi 0.6967 a 1.8733 a

Inpari 13 0.6467 a 2.3700 a

Situ Bagendit 0.5867 a 1.9667 a

IR 64 0.6600 a 2.3667 a

(35)

18

Secara umum, dari beberapa parameter laju populasi serangga, kemampuan pertumbuhan S. oryzae pada beras pecah kulit lebih besar dibandingkan dengan pada beras sosoh. Beras pecah kulit masih memiliki lapisan aleuron yang mengandung nutrisi lebih tinggi dan lebih lengkap dibandingkan dengan beras sosoh (Juliano 1994) sehingga mampu menyediakan nutrisi yang dibutuhkan untuk perkembangan serangga (Lopulalan 2010).

Menurut Caneppele et al. (2003), jumlah serangga Sitophilus oryzae yang berkembang di dalam bahan dan lamanya penyimpanan berkorelasi nyata dengan parameter kerusakan yaitu kenaikan kadar air dan penurunan bobot. Oleh karena itu dilakukan Percobaan Seri II untuk menunjukkan tingkat kerusakan beras akibat infestasi serangga selama penyimpanan enam minggu. Parameter yang diamati adalah jumlah total populasi akhir, persentase kenaikan kadar air, persentase kehilangan bobot kering, dan persentase frass. Percobaan Seri II diharapkan mampu memberikan verifikasi terhadap hasil yang diperoleh pada Percobaan Seri I berdasarkan analisis laju dinamika populasi.

Hasil analisis laju pertumbuhan dinamika populasi serangga tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata untuk varietas Pandanwangi, IR 64, Inpari 13 dan Situ Bagendit, begitu pula analisis ragam pada Percobaan Seri II ini. Dari Percobaan Seri II ini diketahui bahwa parameter yang dipengaruhi oleh faktor varietas adalah persen peningkatan fraksi air untuk beras pecah kulit dan beras sosoh, populasi akhir serangga pada beras sosoh, dan persen kehilangan fraksi bahan kering pada beras pecah kulit. Varietas Srikandi yang diketahui paling tahan terhadap serangan hama gudang pada Percobaan Seri I tidak menunjukkan tingkat kerusakan terendah dibandingkan dengan empat varietas padi lainnya. Hal ini dapat diakibatkan adanya faktor lain pada Percobaan Seri II fertilitas dan umur serangga yang tidak dikontrol.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Varietas padi memengaruhi ketahanan beras terhadap serangan hama gudang. Beras Pandanwangi, IR 64, Inpari 13, dan Situ Bagendit memiliki ketanahan relatif yang tidak berbeda nyata terhadap serangan hama Sitophilus oryzae, sedangkan beras Srikandi memiliki ketahanan relatif yang paling tinggi dibandingkan dengan beras lain baik dalam bentuk beras pecah kulit maupun dalam bentuk beras sosoh. Berdasarkan hasil Percobaan Seri I maupun Percobaan Seri II, varietas IR 64 merupakan varietas yang rentan terhadap serangan S. oryzae, sementara varietas Srikandi tergolong varietas yang relatif tahan terhadap serangan S. oryzae.

Saran

(36)

19

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Analytical Chemist. 1995. Official Method of Analysis 960.52, Chapter 12.1.07, p.7.

Askanovi D. 2011.Kajian Resistensi Beras Pecah Kulit dan Beras Sosoh dari Lima Varietas Padi Unggul Terhadap Serangan Hama Beras Sitophilus oryzae (L). Skripsi. Bogor: FATETA IPB

[BBP Padi] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2012. Deskripsi Varietas Padi 2012. [Internet]. 2013 Agustus 15. http://bbpadi.litbang.deptan.go.id Baker JE. 1982. Properties of amylases from midguts of larvae of S.zeamais and

S.granarius. Insect Biochem. 13:421-428.

Caneppele MAB, Caneppele C, Lázzari FA, Lázzari SMN. 2003. Correlation between the infestation level of Sitophilus zeamais Motschulsky, 1855 (Coleoptera, Curculionidae) and the quality factors of stored corn, Zea mays L. (Poaceae). Rev. Bras. Entomol., 47, 625-630.

Damardjati DS 1988. Struktur kandungan gizi beras. Di dalam: Padi, Buku 1. Ismunadji M, Partohardjono S, Syam M, Widjono A (ed) Balitbang Pertanian. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor

Haryadi Y. 1991. Sensibilité Varietale du Riz Aux Attaques de Sitophilus oryzae (L.) et de Sitotroga cereralella (Olivier). Analyse d’une Résistance Potentielle. Thèse de Doctorat Ecole Nationale Superieure Agronomique de Montpellier, France.

Haryadi Y, Fleurat-Lessard F. 1990. Factors affecting survival and development of Sitophilus oryzae L. in rice grain pericarp layer. Proceeding of the 6th International Working Conference of Stored – protection.1: 525-527. Jadhav K. 2006. Biology and Management of Rice Weevil, Sitophilus oryzae L. in

Pop Sorghum. Thesis. Dharwad University of Agricultural Science Dharwad

Juliano BO. 1972. The rice caryopsis and its composition. In: Houston DF(ed.). Rice, Chemistry and Technology. Minnesota: AACC, Inc. pp: 16-74. Juliano BO.1994. The Rice and Its Gross Compotition, Di dalam: Rice Chemistry

and Technology. Edisi ke-2. Juliano BO (ed). American Association of Cereal Chemist St. Paul Minnesota USA, halaman 17-57

Lopulalan.2010.Analisa Ketahanan Beberapa Varietas Padi Terhadap Serangan Hama Gudang (Sitophilus zeamais Motschulsky). Jurnal Budidaya Pertanian: 6 (1) :11-16

Natalia. 2007. Karakterisasi Beras Pandan Wangi dan Pengaruh Jenis Kemasan Terhadap Stabilitas Mutu Selama Penyimpanan Skripsi. Bogor: FATETA IPB

Patiwiri AW. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Rees D. 1996. Coleoptera. Di dalam: Subbramanyam B dan Hagstrum DW (eds). Integrated Management of Insects in Stored Products. New York : Marcel Dekker, Inc. pp: 1-37.

(37)

20

[TDRI] Tropical Development and Research Institute [tahun terbit tidak diketahui] Insects and Arachnids of Tropical Stored Product. Their Biology and Identification (A Training Manual). London. TDRI

[USDA] United States Departement of Agriculture.2010. Visual Reference Library- Insects-IN-2.0 Rice Weevil [Internet]. 2013 Agustus 20. http://www.gipsa.usda.gov/VRI/Insects/bug_02.html

(38)

21

(39)
(40)

23

Lampiran 1. Tabel analisis sidik ragam total populasi serangga (Nt) beras pecah kulit

Lampiran 2. Tabel uji lanjut Duncan populasi serangga (Nt) beras pecah kulit

Lampiran 3. Tabel analisis sidik ragam total populasi serangga (Nt) beras sosoh ANOVA

Lampiran 4. Tabel uji lanjut Duncan populasi serangga (Nt) beras sosoh Nt

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Nt

(41)

24

Lampiran 5 Tabel analisis sidik ragam periode perkembangan (D) beras pecah kulit

Lampiran 6. Tabel uji lanjut Duncan periode perkembangan (D) beras pecah kulit D

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Lampiran 7. Tabel analisis sidik ragam periode perkembangan (D) beras sosoh ANOVA

Lampiran 8. Tabel uji lanjut Duncan periode perkembangan (D) beras sosoh D

(42)

25

Lampiran 9. Tabel analisis sidik ragam indeks perkembangan (ID) beras pecah kulit

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Lampiran 11. Tabel analisis sidik ragam indeks perkembangan (ID) beras sosoh ANOVA

Lampiran 12. Tabel uji lanjut Duncan indeks perkembangan (ID) beras sosoh ID

(43)

26

Lampiran 13. Tabel analisis sidik ragam laju perkembangan intrinsik(Rm) beras pecah kulit

Lampiran 14. Tabel uji lanjut Duncan perkembangan intrinsik(Rm) beras pecah kulit

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Lampiran 15. Tabel analisis sidik ragam laju perkembangan intrinsik(Rm) beras sosoh

Lampiran 16. Tabel uji lanjut Duncan laju perkembangan intrinsic (Rm) beras sosoh

(44)

27

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Lampiran 19. Tabel analisis sidik ragam kapasitas multiplikasi mingguan (λ) beras sosoh

Lampiran 20. Tabel uji lanjut Duncan kapasitas multiplikasi mingguan (λ) beras sosoh

(45)

28

Lampiran 21. Tabel analisis sidik ragam jumlah populasi serangga akhir beras pecah kulit

ANOVA

Populasi

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 48323.090 4 12080.772 4.659 .031

Within Groups 20741.833 8 2592.729

Total 69064.923 12

Lampiran 22. Tabel uji lanjut Duncan jumlah populasi serangga akhir beras pecah kulit

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Lampiran 23. Tabel analisis sidik ragam jumlah populasi serangga akhir beras sosoh

ANOVA Populasi

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 13796.667 4 3449.167 4.487 .025

Within Groups 7687.333 10 768.733

Total 21484.000 14

Lampiran 24. Tabel uji lanjut Duncan jumlah populasi serangga akhir beras sosoh

populasi

(46)

29

Lampiran 25. Tabel analisis sidik ragam persentase kenaikan bobot fraksi air beras pecah kulit

Lampiran 26. Tabel uji lanjut Duncan persentase kenaikan bobot fraksi air beras pecah kulit

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Lampiran 27. Tabel analisis sidik ragam persentase kenaikan bobot fraksi air beras sosoh

Lampiran 28. Tabel uji lanjut Duncan persentase kenaikan bobot fraksi air beras sosoh

(47)

30

Lampiran 29. Tabel analisis sidik ragam persentase kehilangan bobot bahan kering beras pecah kulit

Lampiran 30. Tabel uji lanjut Duncan persentase kehilangan bobot bahan kering beras pecah kulit

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Lampiran 31.Tabel analisis sidik ragam persentase kehilangan bobot bahan kering beras sosoh

Lampiran 32. Tabel uji lanjut Duncan persentase kehilangan bobot bahan kering beras sosoh

(48)

31

Lampiran 33. Tabel analisis sidik ragam persentase frass beras pecah kulit ANOVA

Lampiran 34. Tabel uji lanjut Duncan persentase frass beras pecah kulit

Frass

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Lampiran 35. Tabel analisis sidik ragam persentase frass beras sosoh ANOVA

Lampiran 36. Tabel uji lanjut Duncan persentase frass beras sosoh Frass

(49)
(50)

33

RIWAYAT HIDUP

Penulis, Annisa Nurulhuda, dilahirkan di Purwokerto, 20 Januari 1991. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara dari Zainal Arifin dan Tuti Hartini. Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Purwokerto dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui program USMI (Ujian Saringan Masuk IPB) pada program studi Ilmu dan Teknologi Pangan.

Gambar

Grafik laju pertumbuhan populasi serangga pada beras pecah kulit
Tabel analisis sidik ragam indeks  perkembangan (ID) beras pecah
Gambar 1. Bagian biji padi (Juliano 1972)
Tabel 1 Analisis proksimat dan komposisi (%) gabah dan fraksi hasil
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan rencana pemerintah Indonesia untuk melakukan aksesi terhadap Protokol Madrid, maka permohonan pendaftaran Merek di Indonesia juga sebaiknya dapat

5BOHHVOH KBXBC CFSBSUJ NFOHFSUJ QFSCVBUBOOZB %JB CFSIBEBQBO EFOHBO QFSCVBUBOOZB TFCFMVN CFSCVBU TFMBNB CFSCVBU EBO TFTVEBI CFSCVBU 5BOHHVOH KBXBC JBMBI LFXBKJCBO NFOBOHHVOH

Hasil penghitungan pada tabel 3 menunjukkan nilai RQ &lt; 1 untuk keempat parameter kimia di ketiga kelompok umur sehingga dapat dimaknai bahwa tidak ada efek kesehatan

Analisis variabilitas urutan nukleotida sampel ikan arwana pada perairan selatan Papua memberikan informasi identitas mutasi yang sangat bervariasi baik posisi,

Kadar Fe air kolong bekas penambangan timah dapat diturunkan melalui presipitasi dengan NaOH, karena NaOH merupakan senyawa alkali yang bersifat basa kuat dan

Four Stage Life Cycle Fungsi Bisnis Utama (lanjutan) Penetapan Anggaran Penyusunan Rencana Strategis dalam Penetapan Rencana Kerja Anggaran - Penetapan kebijakan Anggaran

3 Seorang aktor harus memiliki tubuh yang siap secara lahir dan batin dalam mengolah semua elemen-elemen tersebut, aktor harus memiliki metode-metode untuk

Pada proses pendampingan kepada kelompok ibu-ibu sebelumnya memiliki cara pandang dan pola pikir yang apa adanya dan mereka pasrah terhadap apa yang sudah dimiliki berupa