• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU SOSIAL TEORI PERTUKARAN BLAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERILAKU SOSIAL TEORI PERTUKARAN BLAU"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pada umumnya hubungan sosial terdiri dari masyarakat, maka kita dan masyarakat lain dilihat mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi dalam hubungan tersebut yang terdapat unsur ganjaran, pengorbanan dan keuntungan. Ganjaran merupakan segala hal yang diperolehi melalui adanya pengorbanan,manakala pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dan keuntungan adalah ganjaran dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antara dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi. Misalnya, pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan dan persahabatan.

Analogi dari hal tersebut, pada suatu ketika anda merasa bahwa setiap teman anda yang di satu kelas selalu berusaha memperoleh sesuatu dari anda. Pada saat tersebut anda selalu memberikan apa yang teman anda butuhkan dari anda, akan tetapi hal sebaliknya justru terjadi ketika anda membutuhkan sesuatu dari teman anda. Setiap individu menjalin pertemanan tentunya mempunyai tujuan untuk saling memperhatikan satu sama lain. Individu tersebut pasti diharapkan untuk berbuat sesuatu bagi sesamanya, saling membantu jikalau dibutuhkan, dan saling memberikan dukungan dikala sedih. Akan tetapi mempertahankan hubungan persahabatan itu juga membutuhkan biaya (cost) tertentu, seperti hilang waktu dan energi serta kegiatan-kegiatan lainnya yang tidak jadi dilaksanakan. Meskipun biaya-biaya ini tidak dilihat sebagai sesuatu hal yang mahal atau membebani ketika dipandang dari sudut penghargaan (reward) yang didapatkan dari persahabatan tersebut. namun, biaya tersebut harus dipertimbangkan apabila kita menganalisis secara obyektif hubungan-hubungan transaksi yang ada dalam persahabatan. Apabila biaya yang dikeluarkan terlihat tidak sesuai dengan imbalannya, yang terjadi justru perasaan tidak enak di pihak yang merasa bahwa imbalan yang diterima itu terlalu rendah dibandingkan dengan biaya atau pengorbanan yang sudah diberikan.

(2)

memusatkan perhatiannya pada tingkat analisis mikro, khususnya pada tingkat kenyataan sosial antarpribadi (interpersonal). Pada pembahasan ini akan ditekankan pada pemikiran teori pertukaran oleh Homans dan Blau. Homans dalam analisisnya berpegang pada keharusan menggunakan prinsip-prinsip psikologi individu untuk menjelaskan perilaku sosial daripada hanya sekedar menggambarkannya. Akan tetapi Blau di lain pihak berusaha beranjak dari tingkat pertukaran antarpribadi di tingkat mikro, ke tingkat yang lebih makro yaitu struktur sosial. Ia berusaha untuk menunjukkan bagaimana struktur sosial yang lebih besar itu muncul dari proses-proses pertukaran dasar.

1.2 Masalah atau Topik Pembahasan

1. Apa Konteks Sosial yang Melahirkan Teori Pertukaran Sosial? 2. Apa Pemikiran yang Melatarbelakangi?

3. Bagaimana Latar Belakang Pribadi Peter M. Blau? 4. Apa Asumsi-Asumsi yang Mendasar?

5. Apa Pertanyaan yang Diajukan? 6. Apa Proposisi yang Ditawarkan?

7. Apa Unit Analisis Realitas Sosial yang menjadi Fokus Kajian? 8. Apa Metodologi yang Digunakan?

9. Apa Bias (Nilai, Kekuasaan, Kepentingan) yang Terkandung? 10. Bagaimana Penjelasan (Deskripsi) Teori?

1.3 Tujuan

“Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui serta memahami teori pertukaran sosial menurut Peter M Blau”.

II. PEMBAHASAN

II.1 Konteks Sosial yang Melahirkan Teori

(3)

sangat kompleks dari proses yang lebih mendasar yang meluas pada aktivitas keseharian hubungan antara individu dan hubungan antar pribadi mereka. Sebagaimana yang telah ditunjukkan dalam bukunya, Blau menempatkan kekuasaan, dominasi, dan konflik kepentingan sebgai pusat analisisnya. Hasil konsepnya tentang realitas sosial lebih bermanfaat dibandingkan dengan Parsons maupun Homans. Pada level individu Blau dan Homans tertarik pada proses serupa. Namun, konsep pertukaran sosial yang dikemukakan Blau, terbatas pada tindakan-tindakan yang tergantung pada reaksi dari orang lain – tindakan yang akan hilang ketika reaksi-reaksi yang diharapkan tindak muncul. Bagi Blau, orang tertarik satu sama lain karena berbagai alasan yang mendorong mereka membangun asosiasi sosial. Saat ikatan awal terbangun, imbalan yang diberikan satu sama lain berfungsi untuk memelihara dan memperkuat ikatan. Imbalan yang dipertukarkan dapat bersifat intrinsik (misalnya cinta, kasih, rasa hormat) atau ekstrinsik (misalnya uang atau kerja fisik). Masing-masing pihak tidak mungkin selalu memberikan imbalan secara setara. Ketika terjadi ketimpangan, perbedaan kekuasaan akan muncul.

II.2 Pemikiran yang Melatarbelakangi

(4)

bahkan menghancurkan asosiasi itu sendiri yang akan melahirkan sebuah eksploitasi kekuasaan. Ganjaran yang dimaksud dalam ini pertama adalah ganjaran yang bersifat Intrinsik, seperti cinta, kasih sayang, afeksi, dan lain-lain. Ganjaran yang kedua adalah ganjaran yang bersifat ekstrinsik, seperti uang, barang, dan bahan material lainnya, karena setiap kelompok tidak dapat memberikan ganjaran secara seimbang, maka disitulah ketimpangan kekuasaan terjadi.

Konsep Blau mengenai pertukaran sosial terbatas kepada tingkah laku yang menghasilkan ganjaran atau imbalan, yang artinya tingkah laku akan berhenti bila pelaku tersebut berasumsi bahwa dia tidak akan mendapat imbalan lagi. Blau menyatakan bahwa terjadi tarik menarik yang mendasar antara pelaku-pelaku sosial tersebut yang menyebabkan terjadinya teori pertukaran sosial, dan dia menggunakan paradigma yang terdapat dalam karya Homans untuk menjelaskan mengenai ketimpangan kekuasaan. Ketimpangan kekuasaan terjadi karena ketidakseimbangan ganjaran yang diberikan antara pihak satu dengan pihak lain. Blau mengatakan bahwa ‘sementara yang lain dapat diganjar dengan cara yang memadai melalui pengungkapan kepuasan telah menolongnya, maka pihak yang ditolong itu tidak harus memaksa dirinya dan menghabiskan waktunya untuk membahas pertolongan dari penolongnya’

II.3 Latar Belakang Pribadi Peter M. Blau

Blau lahir di Wina, Austria, 7 februari 1918. Ia bermigrasi ke AS tahun 1943. Tahun 1942 ia menerima gelar BA dari Elmhrst College di Elmhurst, Illionis. Pendidikannya terganggu oleh perang dunia II dan ia bergabung dalam AD dan menerima penghargaan the Browze Star. Setelah perang ia kembali ke sekolah dan menyelesaikan pendidikannya, menerima Ph.D. dari Universitas Columbia tahun 1952.

(5)

kajian tentang organisasi formal ini. Ia pun menulis bersama Otis Dudley uncan, The American Occupational Structure yang memenangkan hadiah bergengsi Sorokin Award dari The American Sociological Assosiation tahun 1968. Buku itu merupakan kontribusi sangat penting studi sosiologi tentang stratifikasi sosial.

Meski ia terkenal karena berbagai karya, yang menjadi sasaran perhatian kita disini adalah kontribusi Blau terhadap teori sosiologi. Yang menarik adalah bahwa ia telah memberikan kontribusi penting terhadap dua orientasi teoritis yang berbeda. Bukunya Exchange and Power ini Social Life (1964) merupakan komponen utama teori pertukaran masa kini. Kontribusi utama Blau tentang teori pertukaran pada kelompok primer berskala kecil dicoba diterapkannya pada kelompok berskala besar. Meski mengandung beberapa kelemahan, karyanya itu merupakan upaya penting untuk mengintegrasikan secara teoritis masalah sosiologi berskala luas dan berskala kecil. Blau pun berada di barisan terdepan pakar tedori struktural. Selama masa jabatannya selaku presiden The American Sociological Association (1973-1974) ia menjadikan teori stuktural ini sebagai tema pertemuan-tahunan asosiasi sosiologi itu. Sejak itu ia telah menerbitkan sejumlah buku dan artikel yang direncanakan untuk menjelaskan dan mengembangkan teori struktural. Karya terakhirnya dibidang ini adalah Structural Contexts of Opportunities (1994) dan Crosscutting Social Circles edisi kedua (Blau dan Schwartz, 1997). Peter Blau meninggal pada 12 Maret 2002.

II.4 Asumsi-Asumsi yang Mendasar

Teori pertukaran sosial dikembangkan berdasarkan tiga asumsi (Haryanto, 2012: 164), yaitu: (1) perilaku sosial merupakan suatu rangkaian pertukaran; (2) para individu selalu berusaha memaksimalkan imbalan dan meminimalkan biaya yang harus dikeluarkan; dan (3) ketika individu menerima imbalan dari pihak lain, mereka mempunyai kewajiban untuk membalasnya atau mengembalikannya.

(6)

perilaku kelompok. Blau mengisyaratkan para ilmuwan sosial agar waspada akan bahaya reduksionisme yang mengabaikan kehadiran properti sosial dan struktural. Tekanan Blau atas kelahiran (emergence) atau properti kelompok yang tak dapat diredusir pada psikologi berorientasi individual, mengakibatkan Peter Ekeh menggambarkan karya Blau sebagai suatu “tesis yang bersifat kolektivis strukturalis” yang dapat dibedakan dari teori individualistik behavioris dari Homans. Blau juga berpendapat bahwa reduksionisme dalam ilmu sosial akan menghambat para ilmuwan sosial membahas fenomena yang emergent dan penting seperti stratifikasi dan kekuasaan. Dia menolak pendapat Homans bahwa topik demikian dapat dimengerti melalui prinsip-prinsip psikologi perilaku tentang pertukaran. Di pihak lain banyak ahli teori sosial yang membahas topic itu telah menjadi korban dari “konsepsi abstrak yang sangat terpisah dari realitas empiris yang dapat diteliti”. Apa yang dilakukan Blau dalam teorinya tidak lain adalah memanfaatkan konsep pertukaran dari sosiologi mikro dan menyatukannya dengan konsep kekuasaan yang merupakan subyek usaha-usaha makro teoritis. Sebagai hasilnya, Blau berhasil melahirkan karya monumental berjudul Exchange And Power in Social Life (1964).

II.5 Pertanyaan yang Diajukan

Tujuan Peter Blau (1964) adalah untuk “memahami struktur sosial berdasarkan analisis proses sosial yang mempengaruhi hubungan antara individu dan kelompok. Pertanyaan mendasarnya adalah bagaimana cara kehidupan sosial tersusun menjadi struktur asosiasi yang makin komplek” (1964:2)

II.6 Proposisi yang Ditawarkan

(7)

individu untuk memahami struktur-struktur sosial yang berkembang dan kekuatan kekuatan sosial yang menandai perkembangan struktur tersebut.

Pusat perhatian Blau dalam proses petukaran ialah perilaku manusia dan hubungan di antara individu dan kelompok. Proses pertukaran antarpribadi yang mengarah pada struktur sosial ke perubahan sosial, dibayangkan olehnya, telah didorong oleh serangkaian empat tahap yaitu, Langkah pertama ialah transaksi-transaksi pertukaran antar pribadi akan menghasilkan suatu reward (penghargaan) atau ketidakpuasan. Langkah kedua adalah diferensiasi status dan kekuasaan sebagai akibat oleh apa yang dihasilkan pada langkah pertama. Maksudnya, traksaksi pertukaran yang mengasilkan dua kemungkinan di atas, akan menimbulkan diferensiasi status dan kekuasaan diantara individu. Langkah ketiga Blau adalah legitimasi dan organisasi sebagai akibat dari langkah sebelumnya dan akan mendorong langkah berikutnya. Status dan kekuasaan yang secara otomatis terbentuk, menunjukkan adanya legitimasi dan organisasi yang formal. Konsekuensi perbedaan status dan kekuasaan akan menampakkan adanya legitimasi dan organisasi , dimana posisi individu yang terlibat akan harus mengakui keberadaan pemimpin dalam kelompok yang menjadi bagian dan ciri utama dalam organisasi. Langkah terakhir adalah adanya perlawanan dan perubahan

(8)

yang lebih besar kemampuannya memberi hadiah akan tampil sebagai pemimpin dan kelompok pun terdiferensiasi.

II.7 Unit Analisis Realitas Sosial yang menjadi Fokus Kajian

Sebagaimana yang telah ditunjukkan dalam bukunya, Blau menempatkan kekuasaan, dominasi, dan konflik kepentingan sebgai pusat analisisnya. Peter Blau menempatkan dirinya pada permasalahan yang bersumber proses sosial, yang mengatur struktur komunitas dan struktur sosial yang sangat kompleks dari proses yang lebih mendasar yang meluas pada aktivitas keseharian hubungan antara individu dan hubungan antar pribadi mereka (Zeitlin,1995). Dijelaskan pula dalam (Peter Blau dalam Ritzer,2009:458) bahwa Tujuan dari teori pertukaran sosial Peter Blau adalah “memahami struktur sosial berdasarkan analisis proses -proses sosial yang mengatur hubungan antar individu dengan kelompok”. Pada intinya, konsep yang diungkapkan Blau membawa kita jauh dari teori pertukaran Homans yang menitikberatkan hubungan tingkah laku individu. Blau menggunakan istilah masyarakat, kelompok, norma-norma, dan nilai-nilai untuk menjelaskan masalah apa yang dapat membagi dan mempersatukan masyarakat dengan bertolak pada keprihatinan yang ada dalam paradigma fakta sosial yang telah dibahas dalam teori fungsionalisme struktural. Blau lebih memperhatikan pada perangkat-perangkat dimensi kekuasaan di dalam pertukaran sosial. Transaksi dan kekuasaan adalah akibat dari pertukaran yang membentuk tekanan sosial, sehingga harus dipelajan dari dimensi pertukaran itu sendiri, dan bukan hanya dari sudut pandang nilai dan konteks normatif sehingga dapat membatasi atau menguatkan studi tersebut.

(9)

dimotivasi untuk mendapatkan imbalan yang la harapkan yang berasal dari orang lain. Blau menyatakan bahwa mekanisme pola yang mendasar dari interaksi sosial itu haruslah ditemukan di dalam kondisi pertukaran, dan bukan dalam norma hubungan timbal-balik (dalam Zeitlin, 1995: 125).

Blau menekankan adanya kepentingan diri daripada norma-norna moral di mana kepentingan diri itu merupakan kondisi yang diperlukan dalam pertukaran individu memenuhi kewajibannya dengan memberikan jasanya pada masa yang lalu agar ia terus dapat menerimanya pada masa yang mendatang. Keuntungan yang diharapkan dari hubungan pertukaran itu, dimotivasi dari kepentingan dirinya yang berinisiatif untuk rnengadakan pertukaran.”Tidak seluruhnya ikatan-ikatan sosial itu bersifat ikatan-ikatan norma, sedangkan norma-norma yang telah diletakkan dalam pertukaran sosial hampir seluruhnya murni” (dalam Zeitlin, 1995:125-126).

II.8 Metodologi yang Digunakan

Mikro ke Makro: Pada level individu Blau dan Homans tertarik pada proses serupa. Namun, konsep pertukaran sosial yang dikemukakan Blau, terbatas pada tindakan-tindakan yang tergantung pada reaksi dari orang lain – tindakan yang akan hilang ketika reaksi-reaksi yang diharapkan tindak muncul. Bagi Blau, orang tertarik satu sama lain karena berbagai alasan yang mendorong mereka membangun asosiasi sosial. Saat ikatan awal terbangun, imbalan yang diberikan satu sama lain berfungsi untuk memelihara dan memperkuat ikatan. Imbalan yang dipertukarkan dapat bersifat intrinsik (misalnya cinta, kasih, rasa hormat) atau ekstrinsik (misalnya uang atau kerja fisik). Masing-masing pihak tidak mungkin selalu memberikan imbalan secara setara. Ketika terjadi ketimpangan, perbedaan kekuasaan akan muncul.

(10)

mereka meletakkan diri pada posisi lebih rendah dari orang lain sehingga memberikan nilai umum kepada orang lain dalam hubungan yang mereka jalani; selanjutnya orang lain dapat menarik kembali penilaian tersebut ketika mereka ingin melakukan sesuatu (penentuan diletakkan di tangan yang memiliki sumber yang dibutuhkan oleh pihak lain dalam pertukaran, dalam arti ini merupakan ciri esensial dari kekuasaan).

II.9 Bias (Nilai, Kekuasaan, Kepentingan) yang Terkandung 1. Nilai-nilai, norma-norma dan kepentingan dalam pertukaran sosial

Menurut Blau, mekanisme yang memerantarai struktur sosial yang kompleks adalah norma dan nilai (konsesus nilai yang teradapat dalam masyarakat). Nilai dan norma mengatur proses integrasi sosial serta diferensiasi dalam struktur sosial kompleks maupun perkembangan organisasi sosial serta reorganisasi yang terdapat di dalamnya. Akhirnya, dapat kita sebutkan bahwa Blau mengganti peran individu dengan berbagai jenis fakta sosial, misalnya dengan membahas tentang kelompok, organisasi, kolektivitas, masyarakat, norma dan nilai. Analisisnya memusatkan perhatian pada faktor yang mempersatukan unit-unit sosial pada tingkat skala luas dan faktor yang memisahkan dalam bagian-bagian kecil. Menurut Ritzer, meski Blau bermaksud memperluas teori pertukaran ke tingkat masyarakat, ia justru harus mengakui bahwa proses pertukaran yang terjadi di tingkat kemasyarakatan berbeda secara fundamental dari proses pertukaran di tingkat individual. Nilai-nilai, Norma-norma, dan Kepentingan dalam Pertukaran Sosial

(11)

timbal balik. Blau menekankan adanya kepentingan diri dari pada norma-norma moral, dimana kepentingan diri itu merupakan kondisi yang diperlukan dalam pertukaran.

2. Kekuasaan dan Diferensiasinya

Pengertian kekuasaan disini adalah kemampuan untuk menekan kepatuhan melalui sangsi-sangsi tindakan negatif. Kekuasaan itu merupakan suatu hal yang secara inheren bersifat hubungan sepihak yang terletak pada jaringan kemampuan seseorang untuk mempertahankan ganjaran dan menggunakan hukuman terhadap yang lain. Sumber kekuasaan bersifat ketergantungan yang sepihak. Sebab saling ketergantungan dan saling memiliki pengaruh terhadap kekuatan yang sama menunjukan adanya kelemahan kekuasaan tersebut.

3. Alternatif Terhadap Kepatuhan

Dalam buku Richard M Emerson, Blau menyatakan ada empat kemungkinan yang logis di mana individu dapat menjauhi kepatuhan ini:

 Ia dapat memperoleh pelayanan yang sama sehingga dengan demikian hubungan dengan yang lainnya masih merupakan hubungan timbal balik yang sama.

 Ia dapat memperoleh pelayanan yang sama di mana-mana.

 Ia dapat menekan yang lain untuk memberikan pelayanan, hal ini merupakan hasil dari dominasinya terhadap yang lain.

 Ia bekerja tanpa mengharapkan pelayanan seperti itu atau ia menemukan beberapa penggantinya.

(12)

karena dengan adanya empat alternatif tersebut maka individu-individu akan mampu menjauhi bentuk ketergantungan pelayanan yang lainnya.

Yang diinginkan disini yaitu bahwa siapa yang menginginkan untuk dapat melaksanakan dan menjaga kekusaan maka haruslah mengambil suatu strategi tertentu. Disinilah dapat timbulnya konflik kepentingan antara mereka yang mencoba untuk mendominasi dengan mereka yang mencari kebebasan konflik kepentingan yang ada di dalam masyarakat secara umum memiliki suatu asumsi bentuk-bentuk ideologis, ekonomi, politik, dan hukum.

4. Kepemimpinan dan Kekuasaan dalam Organisasi Formal

Sesuai dengan pendapat Blau tentang adanya perbedaan yang mendasar antara jenis dua bentuk pertukaran yang akan menyebabkan adanya perbedaan pembagian tugas. Seorang manager akan menambah kekuasaannya dengan cara mempengaruhi pribadi para bawahan. Pengaruh atasan terhadap individu yang merasa mempunyai hutang pribadi biasanya masih belum dapat melegitimasi otoritasnya. Otoritas itu, kata Blau, akan muncul hanya ketika nilai secara kolektif melegitimasi kekuasaan manager tersebut (Irving M. Zeitlin, 1995: 134). Manager yang dianggap jujur dan mendukung kesejahteraan bawahannya maka tentu saja membuat bawahannya akan selalu melaksanakan perintah-perintah dan tunduk kepada manager tersebut sehingga akan menimbulkan suatu norma sosial yang akan melegitimasi otoritas manajerial tersebut. Hal tersebut adalah suatu bentuk manipulasi untuk mengefektifkan kepatuhan dan mengurangi oposisi, sehingga membuat kewajiban dan operasi organisasi tersebut lebih lancar tanpa mengurangi ongkos.

5. Pembeda Kognitif

(13)

masih ragu dengan pilihannya itu. Teori ini beserta dengan konsepnya menyatakan bahwa dengan adanya kesulitan kognitif, maka individu tersebut akan berjuang untuk mengurangi kesulitannya dengan cara menaikkan pilihannya dan merendahkan yang bukan pilihannya.

Jika melihat kembali pada hubungan antara manajer dengan pekerjanya, Blau menyatakan bahwa pembeda kognitif ini hanya akan dialami oleh para pekerja disaat mereka memiliki rasa tanggung jawab untuk mematuhi perintah-perintah dari manajer. Pembeda kognitif tidak akan terjadi pada saat pekerja tunduk pada perintah manajer. Tunduknya para pekerja tersebut akibat adanya rasa takut terhadap sanksi-sanksi yang akan diterima apabila mereka tidak patuh terhadap perintahnya.

Versi pembeda kognitif Blau menyatakan bahwa keraguan itu hanya akan muncul disaat para pekerja merasakan adanya beberapa jasa yang diberikan oleh pihak penguasa. Jika para penguasa ini tidak menggunakan jabatannya untuk melaksanakan kehendaknya, maka pihak yang diperintah akan merasa memiliki suatu kewajiban dan akan mematuhi pihak penguasa sepenuhnya. Tetapi haruskah keraguan itu muncul pada saat mereka merasakan adanya pemberian jasa dari pihak penguasa, kemudian mereka menjadikan keraguan itu melebur ke dalam suatu kepatuhan dan menyenangkan diri mereka sendiri melalui rasionalisasi bahwa hal ini memang benar, dan bukan sebaliknya.

Bahkan disaat dia memfokuskan kepada kekuasaan pemimpin formal atas orang lain, seperti kekuasaan yang dimiliki oleh manajer, ternyata ia tidak menggali mekanisme hubungan dominasi akan tetapi hanya dengan membandingan dengan permasalahan yang ada pada pemimpin non-formal. Pemimpin non-formal harus menggantungkan kepada kualitas-kualitas mereka sendiri untuk memerintahkan pengikutnya sesuai dengan keinginannya

6. Eksploitasi

(14)

maka ia memiliki kemampuan untuk memaksa bawahannya dan memanfaatkan kekuasaannya. Selanjutnya Blau menyatakan bahwa definisi norma sosial itu tergantung atas apakah permintaan yang dibuat oleh penguasa itu jujur dan adil atau apakah permintaan itu terlalu berlebihan dibandingkan dengan jasa yang diberikan sehingga penguasa mendapatkan keuntungan yang lebih besar dengan menggunakan kekuasaannya. Pemaksaan secara berlebihan yang tidak menawarkan adanya keuntungan akan selalu ditolak bahkan ditentang. Jadi pihak yang dikontrol oleh kekuasaan dan mendapatkan pelayanan, tidak selalu berada pada posisi yang tidak diuntungkan meskipun terkadang memang berada pada posisi yang tidak diuntungkan (Irving M. Zeitlin, 1995: 140).

Eksploitasi ini sendiri terjadi apabila para penguasa sudah mengabaikan norma-norma sosial dan munculnya ketidakkejujuran penguasa kepada bawahannya. Perasaan balas dendam, kemarahan, merupakan awal dari kecenderungan adanya perasaan ditekan. Permasalahan pokok konsep eksploitasi Blau ini adalah terlalu subjektif. Sebab untuk mengetahui apakah dan dalam tingkat yang bagaimana mereka itu telah dieskploitasi, maka pihak yang diperintah harus merasakan secara subjektif terhadap pelayanan pihak penguasa dengan membandingkan porsi ganjaran yang diberikan kepada pihak penguasa dengan porsi ganjaran yang diberikan oleh pihak penguasa kepada bawahannya (Irving M. Zeitlin, 1995: 142).

7. Peranan Nilai-nilai dalam Struktur yang Kompleks

Blau menekankan bahwa analisa hubungan sosial yang memadai haruslah memberikan perhatian terhadap pola-pola kekuasaan, pelapisan dan bagaimana pola-pola semacam ini dipengaruhi oleh mobilitas dan oposisi. Dengan pengertian semacam ini maka legitimasi nilai hanya merupakan suatu dimensi dari struktur makro. Oleh karena itu jika terdapat analisa yang memfokuskan pada nilai-nilai masyarakat, maka analisa tersebut bersifat sepihak dan tidak efektif sebab mengabaikan mobilitas dan oposisi.

(15)

sebagai media pertukaran yang sekaligus akan memperluas arah interaksi sosial dan hubungan struktur sosial itu melalui ruang dan waktu sosial itu sendiri”. Ketika nilai-nilai umum itu telah melegitimasi dan menjembatani pola-pola secara normatif, maka dapat dinyatakan bahwa norma-norma itu telah dilembagakan, dan akan dilangsungkan oleh suatu generasi pada beberapa abad yang lampau maupun yang akan datang, jika terdapat tiga hal yaitu:

a. Adanya pemindahan prinsip-prinsip organisasi dan tatanan formal itu secara historis, misalnya hukum, struktur kerja sama, dogma serta ritual keagamaan tertentu,

b.Pemindahan nilai-nilai legitimasi secara umum dari satu generasi ke generasi selanjutnya melalui sosialisasi, dan

c. Identifikasi kelompok-kelompok dominan yang ada dalam masyarakat yang telah memiliki legitimasi nilai dan telah menggunakan kekuasaan itu untuk menjaga kelembagaan yang mereka perlukan. Oleh karna itu kelembagaan sosial itu memiliki akar struktur kekuasaan dan memiliki akar kesejarahan yang lebih mendalam pada masa yang lampa”.

II.10 Penjelasan (Deskripsi) Teori

Peter M. Blau mengatakan tidak semua perilaku manusia dibimbing oleh pertukaran sosial, tetapi dia berpendapat kebanyakan memang demikian. Social Exchange yang dimaksudkan dalam teori Blau ialah terbatas pada tindakan-tindakan yang tergantung pada reaksi-reaksi penghargaan dari orang lain dan berhenti apabila reaksi-reaksi yang diharapkan itu tidak kunjung muncul.

(16)

Transaksi dan kekuasaan adalah akibat dari pertukaran yang membentuk tekanan sosial sehingga harus dipelajari pada dimensi pertukaran itu sendiri dan bukan hanya dari sudut pandangan nilai dan konteks normatif sehingga dapat membatasi atau menguatkan studi tersebut. Ketika seseorang menggunakan kekuasaannya terhadap orang lain dengan segala bentuk kepuasannya berarti ia telah menekan dan meminta uang dari individu lain yaitu orang yang dibebani oleh kekuasaan tersebut. Hal ini tidak berarti bahwa hubungan sosial tidak semestinya dalam permainan yang sama. Tetapi mungkin kekuasaaan itu bermaksud setiap individu-individu dapat memperoleh keuntungan dari perkumpulan mereka.

Perhatian utama Blau ditujukan pada perubahan dalam proses-proses sosial yang terjadi sementara orang bergerak dari struktur sosial yang terjadi sementara orang bergerak dari struktur sosial yang sederhana menuju strutuktur sosial yang kompleks dan pada kekuatan-kekuatan sosial baru yang tumbuh dari yang terakhir. Tidak semua transisi sosial bersifat simetris dan berdasarkan pertukaran sosial seimbang.

Blau mengatakan tidak semua perilaku manusia dibimbing oleh pertimbangan pertukaran sosial, tetapi dia berpendapat kebanyakan memang demikian. Dua persyaratan yang harus dipenuhi bagi perilaku yang mengurus kepada pertukaran sosial :

1. Perilaku tersebut “harus berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi dengan orang lain”

2. Perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan tersebut.

Pengendalian diri yang bersifat interpersonal adalah sangat penting dalam masyarakat modern, sedangkan sumber dasar untuk membendung perilaku interpersonal tersebut adalah kekuasaan, hubungan antara ketergantungan dan kekuasaan dapat diukur sebagai berikut :

1. Pelayanan yang baik

2. Pelayanan diperlukan dimana-mana

3. Permintaan akan pelayanan dapat dipaksakan

(17)

Walaupun pertukaran berfungsi sebagai basis interaksi personal yang paling dasar, akan tetapi nilai-nilai sosial yang diterima bersama berfungsi sebagai media transaksi sosial bagi organisasi serta kelompok-kelompok sosial.

Empat tipe nilai perantara : medium pelaksanaan wewenang dan organisasi-organisasi usaha-usaha sosial berskala besar untuk mencapai tujuan-tujuan kolektif.

4. Gagasan-gagasan oposisi adalah media reorganisasi dan perubahan, oleh karena hal ini dapat menimbulkan dukungan bagi gerakan oposisi dan memberi legitimasi bagi kepemimpinan mereka.

Blau percaya bahwa kompleksitas pola-pola kehidupan sosial yang dijembatani oleh nilai-nilai bersama itu akan melembaga. Lembaga-lembaga demikian akan abadi bilamana dipenuhi tiga persayaratan :

1. Prinsip-prinsip yang di organisir harus merupakan bagian dari prosedur-prosedur yang difornalisir (konstitusi atau dokumen lainnya), sehingga setiap saat bebas dari orang yang melaksanakannya.

2. Nilai-nilai sosial yang mengesahkan banyak bentuk institusional itu harus diwariskan kepada generasi selanjutnya melalui proses sosialisasi.

3. Kelompok-kelompok dominan dalam masyarakat harus menganut nilai-nilai itu serta harus meminjamkan kekuasaanya untuk mendukung lembaga-lembaga yang memasyarakatkan nilai-nilai tersebut.

Ide utama Blau mengenai kelompok sosial yang bersifat “emergent”adalah sebagi berikut :

(18)

dimilikinya. Di sini kita melihat akar-akar dari konsep “emergent” tentang kekuasaan.

4. Kekuasaan dapat bersifat sah (wewenang) atau bersifat memaksa, wewenang tumbuh berdasarkan nilai-nilai yang syah, yang menunjukkan berbagai kelompok dan organisasi yang bersifat “emergent” berfungsi tanpa mendasarkan dan di atas hubungan tatap muka.

Social Exchange yang dimaksudkan dalam teori Blau ialah terbatas pada tindakan-tindakan yang tergantung pada reaksi-reaksi penghargaan dari orang lain dan berhenti apabila reaksi-reaksi yang diharapkan itu tidak kunjung muncul. Blau menekankan pentingnya dukungan sosial sebagai suatu kebutuhan yang bersifat egoistik untuk dipikirkan sebaik-baiknya oleh orang lain, tetapi untuk memperoleh penghargaan serupa ini individu harus dapat mengatasi dorongan egoistik yang sempit dan memperhitungkan kebutuhan dan keinginan orang lain.Hingga disini pendapat Blau sama dengan Homans, tetapi Blau meluaskan teorinya hingga ke tingkat fakta sosial. Contoh, ia menyatakan bahwa kita tak bisa meganalisis interaksi sosial terpisah dari struktur sosial yang melingkunginya. Struktu sosial muncul dari interaksi sosial tetapi sgera setelah muncul, struktur sosial terpisah keberadaannya dan memengaruhi proses interaksi.

Interaksi sosial mula-mula terjadi di dalam kelompok sosial. Individu tertarik pada satu kelompok tertentu karena merasa bahwa saling berhubungan menawarkan hadiah lebih banyakdaripada yang ditawarkan kelompok lain. karena tertarik pada satu kelompok tertentu, mereka ingin diterima. Untuk dapat diterima, mereka harus menawarkan hadiah kepada anggota kelompok yang lain. hadiah ini termasuk pemberian kesan kepada anggota kelompok dengan menunjukkan bahwa anggota yang bergabung dengan orang baru akan mendapat keuntungan. Hubungan dengan anggta kelompok akan menjadi kuat karena pendatang baru mengesankan kelompok ketika anggota menerima hadiah yang mereka harapkan. Upaya pendatang baru untuk mengesankan anggota kelompok umumnya menimbulkan persatuan kelompok, tetspi persaingan, dan akhirnya diferensiasi sosial, akan terjadi ketika terlalu banyak orang yang mencoba saling memberkan kesan dengan kemampuan mereka menawarkan hadiah.

(19)

pada perilaku individu, menurut Blau malah sebaliknya, hal utama untuk memahami fakta social adalah memahami struktur social bukan individu seperti kajian Homans. Meskipun demikian, Blau mengakui kajian perilaku individu adalah hal yang penting yang arus dilakukan untuk menuju pemahaman yang lebih kompleks yaitu struktur sosial.

Inti dasar pemikiran M. Blau tentang pertukaran sosial: Pertama, membedakan kelompok besar (organisasi) dengan kelompok kecil (individu yang merupakan bagian dari organisasi atau menut Homans perilaku individu), Kedua, pertukran sosial berlangsung antar individu dengan kelompok. Ketiga, nilai norma sebagai perantara atau media dalam aktivitas individu dan kelompok tersebut.

III. PENUTUP 3.1 Kesimpulan

(20)

yang selalu menghubungkan tingkat mikro dan makro mengambarkan bagaimana prinsip tersebut digunakan. Beliau juga mengatakan bahawa pengawalan sumber atau jasa yang disumbangkan

DAFTAR RUJUKAN

Ritzer, George. 2014. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group

Referensi

Dokumen terkait

Secara komposisi batuan, daerah penelitian tersusun atas beberapa satuan litologi, yaitu Breksi Formasi Kumbang, Batulempung Formasi Tapak, Endapan Volkanik Gunung

Peserta didik berbakat atau yang mempunyai kecerdasaan luar luar yang diterima program akselerasi biasanya adalah siswa-siswi yang telah lulus mengikuti tes

suatu model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain atau tidak. Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini

APLIKASI SENSOR ULTRASONIK SRF 05 PADA ROBOT VACUUM CLEANER MENGGUNAKAN KENDALI ANDROID BERBASIS.. MIKROKONTROLER

Fokus penelitian ini dimaksudkan agar penulisan skripsi tidak menyimpang dari tujuan penulisan maka perlu adanya rumusan masalah sebagai pedoman pembahasan yang lebih

Kasus I, garis sumbu dibentuk oleh penempatan kolom sejajar bangunan membentuk 3 bagian rumah induk yaitu serambi depan, serambi tengah dan serambi belakang

Sebaliknya, Mambotaran dan Mantawe tidak menerima jika Mananapi mengambil sebagian daging dan ikan yang setiap hari mereka kirim kepada Mawini.. Mereka ingin membuat

Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan