• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Jajagoan yang bertahan hidup

Tabel rataan menunjukkan bahwa perlakuan herbisida metil metsulfuron berpengaruh nyata terhadap gulma jajagoan. Rataan jajagoan yang bertahan hidup diambil dari setiap polibag.

Pengaruh masing-masing dosis herbisida metil metsulfuron terhadap gulma jajagoan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan jajagoan (E. crusgalli) yang bertahan hidup terhadap pemberian herbisida metil metsulfuron.

Dosis Metil metsulfuron

(g ba/ha)

Persentase jajagoan yang bertahan hidup pada tiap ekotip

SEC1 SEC2 SEC3 SEC4 SEC5 SEC6 SEC7

3 MSA 6 MSA 3 MSA 6 MSA 3 MSA 6 MSA 3 MSA 6 MSA 3 MSA 6 MSA 3 MSA 6 MSA 3MSA 6 MSA 0 100,00 a 100.00 a 100,00 a 100.00 a 100,00 100.00a 100,00a 100.00 a 100.00 a 100.00 a 100.00 a 100.00 a 100.00a 100.00a 1.5 100.00 a 100.00 a 100.00 a 100.00 a 100.00 100.00 a 100.00 a 100.00 a 100.00 a 100.00 a 100.00 a 100.00 a 93.33a 93.33 a 3 100.00 a 90.00 a 53.33 b 46.67 b 100.00 93.33 a 96.67 a 86.67 a 100.00 a 100.00 a 100.00 a 93.33 a 83.33a 70.00 a 6 93.33 a 90.00 a 40.00 b 23.33 b 96.67 93.33 a 93.33 a 76.67 a 96.67 a 93.33 a 96.67 a 76.67 a 50.00b 33.33 b 12 86.67 a 70.00 a 3.33 c 3.33 cd 90.00 80.00 a 46.67 b 46.67 b 56.67 b 56.67 b 80.00 a 76.67 a 6.67c 3.33 b 24 46.67 b 30.00 b 0.00 c 0.00 d 83.33 43.33 b 10.00 c 0.00 c 10.00 c 6.67 c 13.33 b 0.00 b 0.00c 0.00 c

Ket : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak Beda Nyata Terkecil. SEC : Sumatera Echinocloa crus-galli

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pada dosis 3 g ba/ha belum menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kematian jajagoan. Rataan terendah bertahan hidup terdapat pada ekotip SEC2 sebesar 53.33%, dan ketika dilihat pada 6 MSA terdapat penurunan yang bertahan hidup menjadi 46.67%. Jika dilihat pada dosis 6 g ba/ha, rataan tertinggi bertahan hidup terdapat pada SEC3,SEC5,SEC6 sebesar 96,67%, dan terendah terdapat pada ekotip SEC2 sebesar 40% . Dan pada 6 MSA rataan tertinggi terdapat pada SEC3 dan SEC5 sebesar 93.33%. dan terendah terdapat pada SEC2 sebesar 23.33 %. Pada dosis 24 g ba/ha dalam 3 MSA dapat dilihat bahwa rataan tertinggi jajagoan yang bertahan hidup adalah pada SEC3 sebesar 83.33%. Pada dosis ini terdapat terdapat ekotip yang rataan survivalnya 0% yaitu pada ekotip SEC2 dan SEC7. Rataan pada SEC 4 sebesar 43.33% sebagai jumlah rataan tertinggi pada 6 MSA.

Gambar 2. Grafik jajagoan yang bertahan hidup 3 MSA pada tiap ekotip

Jumlah anakan jajagoan pada tiap ekotip

Tabel rataan menunjukkan bahwa perlakuan herbisida metil metsulfuron berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan gulma jajagoan. Rataan jumlah anakan jajagoan diambil dari setiap polibag.

Pengaruh masing-masing dosis herbisida metil metsulfuron terhadap gulma jajagoan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan jumlah anakan jajagoan untuk setiap ekotip terhadap pemberian herbisida Metil metsulfuron

Dosis Metil

metsulfuron

(g ba/ha)

Persentase jumlah anakan pada tiap ekotip

SEC1 SEC2 SEC3 SEC4 SEC5 SEC6 SEC7

3 MSA 6 MSA 3 MSA 6 MSA 3 MSA 6

MSA 3 MSA 6 MSA 3 MSA 6 MSA 3 MSA 6 MSA 3MSA

6 MSA 0 10.00a 10.00 10.67 a 16.00a 10.67 12.67 11.00 a 12.00a 16.33 18.00a 6.00 7.33a 15.67a 17.00a 1.5 12.67a 12.67 14.67 a 14.67a 6.67 9.33 12.00 a 14.00a 10.00 15.00a 6.67 10.67a 13.33 a 15.00a 3 9.33ab 13.33 3.67 b 3.67a 9.67 10.67 8.67 a 14.33a 6.00 7.33a 5.67 10.00a 11.67 a 16.67a 6 4.67 b 13.00 2.00 b 3.00a 6.00 9.67 10.33 ab 14.67a 6.00 18.00a 4.67 9.00a 2.67 b 6.00b 12 3.00 c 11.00 0.00 b 4.00b 8.33 10.33 3.67 bc 6.33b 8.33 13.00ab 6.67 11.67a 0.67 b 1.00c 24 2.00 d 5.00 0.00 b 0.00b 3.33 9.00 0.00 c 0.00c 0.67 2.33b 0.00 0.00b 0.00 b 0.00c

Ket : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak Beda Nyata Terkecil. SEC : Sumatera Echinocloa crusgalli

Pada tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah anakan jajagoan terbanyak 3MSA pada dosis 6 g ba/ha adalah 10.33 meningkat menjadi 14.67 pada SEC4. Dan dosis 24 g ba/ha 3 MSA sebanyak 3.33 meningkat menjadi 9.00 pada ekotip SEC3. Dari keseluruhan populasi, jumlah anakan terbanyak terdapat pada ekotip SEC5 pada dosis 0 g ba/ha dalam 3MSA sebesar 16.33 dan bertambah menjadi 18.00 pada 6 MSA.

Gambar 4. Grafik jumlah anakan jajagoan tiap ekotip pada 3 MSA

Gambar 5. Grafik jumlah anakan 6 MSA pada tiap ekotip

Rataan bobot kering tiap ekotip

Tabel rataan menunjukkan bahwa perlakuan herbisida metil metsulfuron berpengaruh nyata terhadap bobot kering gulma jajagoan. Rataan jumlah bobot kering jajagoan diambil dari setiap polibag.

Pengaruh masing-masing dosis herbisida metil metsulfuron terhadap gulma jajagoan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan bobot kering jajagoan tiap ekotip terhadap pemberian herbisida metil metsulfuron.

Dosis Metil metsulfuron (g ba/ha)

Jumlah bobot kering jajagoan untuk setiap ekotipe

SEC1 SEC2 SEC3 SEC4 SEC5 SEC6 SEC7

…g…

0 7.77 ab 10.33a 18.67a 4.87ab 10.10a 6.93ab 13.27a 1.5 10.37a 6.70ab 14.30ab 8.23a 10.30a 12.00a 7.90a 3 7.60 abc 2.07bc 10.97b 7.47a 3.23ab 7.97ab 6.27ab 6 5.23 bc 0.70bc 11.70ab 5.47a 2.67ab 4.93ab 1.67bc 12 3.27 cd 1.03bc 9.17bc 2.53b 3.30ab 2.37bc 1.30c 24 0.73 d 0.00c 2.27c 0.00c 0.10b 0.00c 0.00c

Ket : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak Beda Nyata Terkecil.

SEC : Sumatera Echinocloa crus-galli

Tabel 4 menunjukkan bahwa rataan bobot kering tertinggi pada dosis 6 g ba/ha adalah pada SEC3 sebesar 11.70 g, dan terendahnya terdapat pada SEC2 sebesar 0.70 g. Pada dosis 24g ba/ha rataan bobot kering tertinggi yaitu pada ekotip SEC3 sebesar 2,27 g. Dan terendah sebesar 0 g terdapat pada ekotip SEC2 dan SEC7.

Pembahasan

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa setiap populasi jajagoan berbeda agroekologi atau ekotip mempunyai respon yang berbeda-beda terhadap berbagai dosis herbisida metil metsulfuron (Ally 20 WDG). Hal ini dapat dilihat dari berbagai ekotip yang kurang respon terhadap herbisida ini, atau hampir dikatakan lebih tahan terhadap herbisida metil metsulfuron. Hal ini dapat disebabkan oleh pengunaan dosis herbisida yang tidak tepat, atau menggunakan herbisida yang sama dalam jangka waktu beberapa lama. Sesuai dengan pernyataan Purba (2009) yang menyatakan bahwa setiap penggunaan herbisida yang sama secara berulang-ulang, dapat mengakibatkan gulma akan Menjadi resisten, atau tahan terhadap suatu jenis herbisida tertentu.

Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa jajagoan yang disemprot 3MSA mengalami penurunan jumlah yang bertahan hidup (survival) hingga 6 MSA. Dari masing-masing dosis untuk tiap ekotip mengalami penurunan jumlah hingga 24 g ba/ha. Moenandir (1988) menyatakan, respon beberapa jenis tumbuhan yang berbeda pada satu jenis herbisida dengan dosis yang sama akan berbeda pula.

Dengan demikian bahwa jajagoan yang disemprot akan mengalami kematian untuk dosis 24 g ba/ha. Terkecuali pada ekotip SEC3 yang mempunyai jumlah bertahan hidup 43,33 % untuk dosis 24 g ba/ha. Sehingga dikhawatirkan akan menurunkan produksi padi.

Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida secara tidak terkendali akan membuat gulma menjadi resisten. Seperti halnya yang terdapat pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa gulma yang tetap bertahan hidup 6 MSA pada dosis 24g ba/ha terdapat pada ekotip SEC1 (30), SEC3 (43,3), SEC5

(6,67) dan SEC6 (16,67). Respon yang berbeda antar populasi jajagoan ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk diantaranya adalah teknik pengendalian, dosis herbisida, jenis herbisida, dan waktu pemberian herbisida. Purba (2009) mengatakan bahwa populasi gulma resisten herbisida adalah populasi yang bertahan hidup normal pada dosis yang biasanya mematikan populasi tersebut.

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa jajagoan yang berbeda ekotip disemprot dengan menggunakan herbisida metil metsulfuron menunjukkan respon yang berbeda. Pada parameter jumlah anakan terdapat pada ekotip sunggal sebesar 3.33 pada dosis 24 g ba/ha. Hal ini dikarenakan bahwa jumlah yang bertahan hidup lebih tinggi dibanding yang lainnya.

Penyemprotan gulma yang dilakukan berpotensi untuk mencegah kehilangan produksi padi. Hal ini dikarenakan hingga 6 MSA, jajagoan yang masih bertahan hidup pada dosis 24 g ba/ha sudah ada yang 0 %, dan untuk yang 3 MSA terdapat kematian jajagoan yang sangat significan. Sehingga pengurangan produksi yang diakibatkan oleh jajagoan bisa dicegah. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kadir (2007) bahwa aplikasi herbisida baik pada waktu 21 hari setelah tanam dan dapat menekan kehilangan produksi padi sebesar 15-32%.

Pertumbuhan jajagoan sangat dipengaruhi oleh ekotip atau lingkungan pertumbuhan gulma. Rata-rata pertumbuahan jajagoan yang berasal dari dataran rendah menunjukkan kurang respon dalam pertumbuhannya. Dalam ekotip Binjai, dan tanjung morawa perlakuan kontrol mempunyai bobot kering yang lebih tinggi dibanding perlakuan dari 1,5 g ba/ha. Kemungkinan hal ini disebabkan penyemprotan herbisida metil metsulfuron dosis rendah dapat memacu pertumbuhan gulma. Soetikno dan Sastroutomo (1990) menyatakan

bahwa lingkungan merupakan kesatuan dari segala faktor-faktor baik yang hidup (biotis) maupun yang mati (abiotis) yang dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangbiakan, atau penyebaran dari segala jenis tumbuhan. Dimana penggunaan zat kimia tertentu dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

Dokumen terkait