• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Tinggi Tanaman

Data hasil pengamatan tinggi tanaman 2 MST sampai 7 MST dapat dilihat pada Lampiran 8-19 dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada 2-7 MST, sedangkan pemberian kompos limbah kakao dan interaksi antara keduanya tidak bebeda nyata terhadap pengamatan parameter tinggi tanaman.

Untuk mengetahui rataan tinggi tanaman dari perlakuan varietas danpemberian kompos limbah kakaodapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Rataan pertumbuhan tinggi tanaman (cm) pada perlakuan varietas dan pemberian kompos limbah kakao

Perlakuan

Minggu Setelah Tanam (MST)

2 3 4 5 6 7 Varietas V1 (Medan) 16,63 b 18.89 b 20.48 b 20.71 b 20.8 b 20.9 b V2 (Maja) 17.60 ab 20.14 ab 21.87 b 22.11 b 22.32 b 22.38 b V3 (Kuning) 19.73 a 21.74 ab 23.1 b 23.37 b 23.37 b 23.47 ab V4 ( Bali Karet) 17.71 ab 23.3 a 26.77 a 26.86 a 26.86 a 26.33 a Kompos Limbah Kakao

K0 (0 g) 17,13 21,10 23,24 23,47 23,61 23,57 K1 (236 g) 17,59 20,90 22,72 22,96 23,17 22,78 K2 (472 g) 18,63 21,06 23,10 23,21 23,21 23,21 K3 (708 g) 18,32 21,05 23,16 23,42 23,69 23,53 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang

sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari Tabel 1 pada 7 MST, dapat dilihat bahwa varietas Bali Karet (V4) berbeda nyata dengan varietas Medan (V1) dan varietas Maja (V2) namun tidak berbeda nyata dengan varietas Kuning (V3), dengan rataan tertinggi pada varietas Bali Karet (V4) yaitu 26,33 cm dan terendah pada varietas Medan (V1) yaitu 20,9

Jumlah Daun (Helai)

Data hasil pengamatan jumlah daun 2 MST sampai 7 MST dapat dilihat pada Lampiran 20-31 dari hasil sidik ragam diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap jumlah daun pada 2 MST sedangkan pemberian kompos limbah kakao dan interaksi antara keduanya tidak berbeda nyata terhadap pengamatan parameter jumlah daun.

Untuk mengetahui rataan jumlah daun dari perlakuan varietas dan kompos limbah kakao dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Rataan pertumbuhan jumlah daun (helai) pada perlakuan varietas dan pemberian kompos limbah kakao

Perlakuan

Minggu Setelah Tanam (MST)

2 3 4 5 6 7 Varietas V1 (Medan) 12.30 a 14,37 15,30 16,35 16,83 16,22 V2 (Maja) 11.75 ab 14,13 16,60 17,32 18,30 17,37 V3 (Kuning) 10.55 ab 13,22 15,07 16,33 17,32 17,03 V4 ( Bali Karet) 9.55 b 12,27 15,33 16,55 17,20 17,58 Kompos Limbah Kakao

K0 (0 g) 11,23 13,75 16,27 17,20 18,15 17,08 K1 (236 g) 11,22 13,60 15,78 17,02 17,87 17,82 K2 (472 g) 10,85 13,55 15,78 16,78 17,32 17,07 K3 (708 g) 10,85 13,08 14,47 15,55 16,32 16,23 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang

sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa rataan jumlah daun tanaman tertinggi pada perlakuan varietas Bali Karet (V4) yaitu 17.58 dan terendah pada perlakuan varietas Medan (V1) yaitu 16.22 helai.

Data hasil pengamatan jumlah siung per sampel dapat dilihat pada Lampiran 32 dan 33,dari hasil sidik ragam diketahui bahwa varietas, pemberian limbah kompos kakao dan interaksi antara keduanya tidak berbeda nyata terhadap parameter jumlah anakan per sampel.

Untuk mengetahui rataan jumlah siung per sampel dari perlakuan varietas dan pemberian limbah kompos kakao dapat dilihat pada Tabel 3 berikut :

Tabel 3. Rataan jumlah anakan per sampel pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao

Perlakuan Varietas

Rataan Kompos V1(Medan) V2(Maja) V3(Kuning) V4(Bali Karet)

K0 2,79 2,72 2,39 2,60 2,63

K1 2,63 2,65 2,49 2,78 2,63

K2 2,75 2,54 2,41 2,63 2,58

K3 2,46 2,44 2,37 2,53 2,45

Rataan 2,65 2,59 2,42 2,63

Diameter Umbi per Sampel (cm)

Data hasil pengamatan diameter umbi per sampel dapat dilihat pada Lampiran 34 dan 35, dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap diameter umbi per sampel, sedangkan pemberian kompos limbah kakao dan interaksi antara keduanya tidak berbeda nyata.

Untuk mengetahui rataan diameter umbi per sampel dari perlakuan varietas kompos limbah kakao dan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut :

Tabel 4. Rataan diameter umbi per sampel (g) pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao

Perlakuan Varietas

Rataan Kompos V1(Medan) V2(Maja) V3(Kuning) V4(Bali karet)

K0 1,23 0,92 1,20 1,41 1,19

K1 0,97 1,13 1,10 1,29 1,12

K2 1,27 1,09 1,20 1,63 1,30

K3 0,98 1,08 1,02 1,53 1,15

Rataan 1,11b 1,05b 1,13b 1,46a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa varietas Bali Karet (V4) berbeda nyata dengan varietas Medan (V1), varietas Maja (V2) dan varietas Kuning (V3), rataan diameter umbi per sampel (cm) tertinggi pada perlakuan varietas Bali Karet (V4) yaitu 1,46 cm dan terendah pada varietas Maja(V2) yaitu 1,05 cm.

Bobot Segar Umbi per Sampel (g)

Data hasil pengamatan bobot segar umbi per sampel dapat dilihat pada Lampiran 36 dan 37, dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap bobot segar per sampel, sedangkan pemberian kompos limbah kakao dan interaksi antara keduanya tidak berbeda nyata.

Untuk mengetahui rataan bobot segar per sampel dari perlakuan varietas danpemberiankompos limbah kakaodapat dilihat pada Tabel 5 berikut :

Tabel 5. Rataan bobot segar per sampel (g) pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao

Perlakuan Varietas

Rataan Kompos V1(Medan) V2(Maja) V3(Kuning) V4(Bali Karet)

K0 3,59 3,33 3,05 4,41 3,59

K1 3,26 3,29 3,07 3,97 3,40

K2 3,26 3,04 2,94 4,60 3,46

K3 3,04 2,78 3,10 4,48 3,35

Rataan 3,29b 3,11b 3,04b 4,36a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari Tabel 5, dapat dilihat bahwa varietas Bali Karet (V4) berbeda nyata dengan varietas Medan (V1), Maja (V2) dan Kuning (V3), dimana rataan bobot segar per sampel tertinggi pada perlakuan varietas Bali Karet (V4) yaitu 4,36 g dan terendah pada perlakuan varietas Kuning (V3) yaitu 3,04 g.

Bobot Kering Umbi per Sampel (g)

Data hasil pengamatan bobot kering umbi per sampel dapat dilihat pada Lampiran 38 dan 39, dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap bobot kering per sampel, sedangkan pemberian kompos limbah kakao dan interaksi antara keduanya tidak berbeda nyata.

Untuk mengetahui rataan bobot kering per sampel dari perlakuan varietas dan kompos limbah kakao dapat dilihat pada Tabel 6 berikut :

Tabel 6. Rataan bobot kering per sampel (g) pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao

Perlakuan Varietas

Rataan Kompos V1(Medan) V2(Maja) V3(Kuning) V4(Bali Karet)

K0 3,07 2,81 2,58 4,19 3,16

K1 2,74 2,91 2,52 3,68 2,96

K2 2,85 2,63 2,69 4,37 3,13

K3 2,47 2,33 2,70 4,19 2,92

Rataan 2,78b 2,67b 2,62b 4,11a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari Tabel 6, dapat dilihat bahwa varietas Bali Karet (V4) berbeda nyata dengan varietas Medan (V1), Maja (V2), dan Kuning (V3), dimana rataan bobot kering tertinggi pada perlakuan varietas Bali Karet (V4) yaitu 4,11 g dan terendah pada perlakuan varietas Kuning (V3) yaitu 2,62 g.

Bobot Segar Umbi per Plot (g)

nyata terhadap bobot segar per plot, sedangkan pemberian kompos limbah kakao serta interaksi keduanya tidak berbeda nyata terhadap bobot segar per plot.

Untuk mengetahui rataan bobot segar per plot dari perlakuan varietas dan kompos limbah kakao dapat dilihat pada Tabel 7 berikut :

Tabel 7. Rataan bobot segar per plot (g) pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao

Perlakuan Varietas

Rataan Kompos V1(Medan) V2(Maja) V3(Kuning) V4(Bali Karet)

K0 16,08 12,80 8,73 14,96 13,14

K1 13,36 14,29 11,00 17,56 14,05

K2 15,43 13,45 11,86 18,16 14,72

K3 12,90 13,67 10,73 16,46 13,44

Rataan 14,44ab 13,55bc 10,58c 16,79a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari Tabel 7, dapat dilihat bahwa varietasBali Karet (V4) tidak berbeda nyata dengan varietas Medan (V1) namun berbeda nyata dengan varietas Maja (V2) dan Kuning (V3) tertinggi pada varietas Bali Karet (V4) 16,79 g yaitu dan bobot terendah pada varietas Kuning (V3) yaitu 10,58 g.

Bobot Kering Umbi Per Plot (g)

Data hasil pengamatan bobot kering umbi per plot dapat dilihat pada Lampiran 42 dan 43, dari hasil sidik ragam diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap bobot kering per plot, sedangkan pemberian kompos limbah kakao serta interaksi keduanya tidak berbeda nyata terhadap bobot segar per plot.

Untuk mengetahui rataan bobot kering per plot dari perlakuan varietas dan kompos limbah kakao dapat dilihat pada Tabel 8 berikut:

Tabel 8. Rataan bobot kering per plot (g) pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao

Perlakuan Varietas

Rataan Kompos V1(Medan) V2(Maja) V3(Kuning) V4(Bali karet)

K0 14,43 11,63 7,93 13,56 11,89

K1 12,17 13,00 9,96 15,93 12,77

K2 13,98 12,17 10,73 16,46 13,34

K3 11,70 12,42 9,22 14,75 12,02

Rataan 13,07ab 12,31bc 9,46c 15,17a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari Tabel 8, dapat dilihat bahwa varietasBali Karet (V4) tidak berbeda nyata dengan varietas Medan (V1) namun berbeda nyata dengan varietas Maja (V2) dan Kuning (V3)rataan tertinggi pada varietas Bali Karet (V4) 15,17 g yaitu dan bobot terendah pada varietas Kuning yaitu 9,46 g.

Umur Panen (HST)

Data hasil pengamatan umur panen dapat dilihat pada Lampiran 44 dan 45, dari hasil sidik ragam diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap mur panen, sedangkan pemberian kompos limbah kakao serta interaksi keduanya tidak berbeda nyata terhadap bobot segar per plot.

Untuk mengetahui rataan umur penen dari perlakuan varietas dan kompos limbah kakaodapat dilihat pada Tabel 8 berikut:

Tabel 8. Rataan umur panen (HST) pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao

Perlakuan Varietas

Rataan Kompos V1(Medan) V2(Maja) V3(Kuning) V4(Bali Karet)

K0 67,67 61,20 61,13 73,20 65,80

K1 67,53 61,33 62,07 73,00 65,98

K2 67,40 61,53 61,67 73,20 65,95

K3 67,20 61,00 61,93 73,20 65,83

Rataan 67,45b 61,27d 61,70c 73,15a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada

Dari Tabel 8, dapat dilihat bahwa rataan umur panen bahwa varietas Bali Karet (V4) berbeda nyata terhadap varietas Medan (V1), Maja (V2) dan Kuning (V3), dan rataan tertinggi pada perlakuan varietas Bali Karet (V4) yaitu 73,15 g dan terendah pada perlakuan varietas Maja (V2) yaitu 61,27 g.

Heritabilitas

Nilai duga heritabilitas (h2

Berdasarkan kriteria heritabilitas diperoleh seluruh parameter mempunyai nilai heritabilitas tinggi.

) untuk masing-masing parameter dapat dievaluasi dan dapat dilihat pada Tabel 9 . Nilai duga heritabilitas berkisar antara 0 - 0,97.

Tabel 9. Nilai duga heritabilitas (h2 Parameter

) masing-masing parameter

Heritabilitas (h) (%)

Tinggi Tanaman (cm) 0,80t

Jumlah Daun (helai) 0,80t

Jumlah Anakan (siung) 0,77t

Diameter Umbi (cm) 0,98t

Bobot Segar Per Sampel (g) 0,80t

Bobot Kering Per Sampel (g) 0,79t

Bobot Segar Per Plot (g) 0,24s

Bobot Kering Per plot (g) 0,61t

Umur Panen (hari) 0,80t

Keterangan :

r = rendah (<0,2) s = sedang (0,2-0,5) t = tinggi (>0,5) Tabel 9 menunjukkan nilai heritabilitas tertinggi terdapat pada parameter diameter umbi yaitu 0,98 sedangkan nilai heritabilitas terendah terdapat pada parameter bobot segar per plot yaitu 0,24.

Pembahasan

Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa varietas menunjukkan pengaruh yang nyata pada parameter tinggi tanaman 2 MST hingga 7 MST dan jumlah daun hanya pada 2 MST, sedangkan kompos dan interaksi keduanya

berpengaruh tidak nyata. Hal ini disebabkan masing-masing varietas membawa sifat karakter genetik masing-masing terhadap pertumbuhan dan perkembangan bawang merah. Hal ini sesuai dengan literatur Sitompul dan Guritno (1995) yang menyatakan bahwa perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis tanaman yang sama.

Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa varietas, kompos dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah anakan. Hal ini dikarenakan faktor lingkungan yang tidak sesuai yaitu tingginya curah hujan pada saat perkembangan anakan bawaang merah sehingga mengakibatkan perkembangan anakan bawang merah tidak optimal. Hal ini sesuai denga literatur Sumarni dan Hidayat (2005) yang menyatakan bahwa bawang merah lebih senang pada iklim kering, dan udara panas dan bawang merah sangat baik ditanam pada musim kemarau.

Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa varietas menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap diameter umbi bawang merah, sedangkan kompos dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Hal ini disebabkan karena besar umbi dapat dipengaruhi oleh faktor genetik. Hal ini sesuai dengan literatur Putrasamedja dan Soedomo (2007) yang menyatakan bahwa umbi bawang merah dapat terus berkembang, besarnya umbi dapat dipengaruhi oleh faktor genetik,

ukuran diameter umbi lebih besar dari 2 cm, merupakan karakteristik utama umbi bawang merah.

Dari hasil yang diperoleh bahwa varietas menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap bobot segar, bobot kering per sampel dan bobot segar, bobot kering per plot, sedangkan kompos dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata. Hal ini disebabkan karena pengaruh genetis pada yang membedakan ukuran diameter umbi sehingga berpengaruh pada bobot segar dan kering tiap varietas. Hal ini sesuai dengan literatur Putrasamedja dan Soedomo (2007) yang menyatakan setiap varietas bawang merah memiliki deskripsi yang berbeda-beda. Dalam ukuran diameter umbi yang berbeda, hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor genetik masing-masing varietas. Selain itu lingkungan juga dapat mempengaruhi besar umbi. Jika berbagai varietas ditanam di lahan yang sama, maka besar umbi tiap varietas juga berbeda yang menyebabkan bobot tiap varietas berbeda.

Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian kompos limbah kakao tidak berpengaruh nyata pada seluruh parameter. Hal ini disebabkan karena kurangnya kematangan kompos yang disebabkan pengadukan pada saat fermentasi kompos kurang merata sehingga suhu tidak stabil. Kurangnya kematangan kompos tersebutmengakibatkan unsur K yang dihasilkan kompos rendah yaitu sebesar 1,93 sedangkan unsur K pada standarlisasi kompos limbah kakao sebesar 6,08 K2O. Selain itu, unsur K didalam tanah inseptisol rendah. Hal ini sesuai dengan literatur Isroi (2007) yang menyatakan bahwa kandungan hara mineral kulit buah kakao cukup tinggi, khususnya Kalium dan Nitrogen. Dilaporkan bahwa 61% dari total nitrogen buah kakao disimpan dalam kulit buah. Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa kandungan hara kompos yang

dibuat dari kulit buah kakao adalah 1,81% N, 26,62% C-organik, 0,31% P2O5, 6,08%K2O, 1,22% CaO, 1,37% MgO, dan 44,85 cmol/kg KTK.

Hasil analisis data penelitian diperoleh bahwa interaksi antara varietas dengan pemberian kompos berbeda tidak nyata terhadap semua parameter. Hal ini diduga karena respon setiap varietas berbeda-beda terhadap kondisi lingkungan, jika kondisi lingkungan tidak menentu, seperti kondisi curah hujan tinggi seberasr , kelembaban dan suhu yang rendah dapat memungkinkan rhambatnya pertumbuhan tanaman bawang merah dan pemberian kompos tidak dapat berinteraksi dengan tanaman disebabkan karena rasio C/N tinggi yakni sebesar 23,24 yang menyebabkan unsur hara yang terkandung dalam kompos tidak tersedia dan tidak dapat diserap oleh tanah sedangkan rasio C/N dalam kompos yang matang berkisar 15-20.Hal ini sesuai dengan literatur Foot and Fertiizir Technology Center (1997) secara umum telah mengusulkan persyaratan minimal untuk pupuk organik, yaitu mencantumkan kadar kandungan hara, pH, C/N rasio maksimal 20, kandungan bahan organic maksimal 60%.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kompos limbah kakao berpengaruh tidak nyata pada seluruh parameter. Hal ini disebabkan karena unsur hara yang tersedia pada tanah inseptisol sangat sedikit, terbukti dari hasil analisis tanah diperoleh C-organik 0,56%, N-total 0,05%, K-tukar 0,101 me/100 yang menyatakan tanah miskin unsur hara tersedia. Dengan tidak tersediannya unsur hara dalam tanah, maka kompos dalam dosis yang diberikan tidak menambah ketersediaan hara pada tanah inseptisol karena unsur yang terdapat dalam kompos C-organik 23,27%, N-total 1,13%, ratio C/N 23,24, P2O5-total 1,46%, K2O 1,93%, pH (H2O) 8,56. Kondisi tanah yang miskin unsur hara dan kompos yang

memeliki unsur hara yang rendah menyebabkan pertumbuhan dan produksi tanaman bawang tidak optimal.

Dokumen terkait