• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) Dengan Pemberian Kompos Limbah Kakao Pada Tanah Inseptisol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Respons Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) Dengan Pemberian Kompos Limbah Kakao Pada Tanah Inseptisol"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DENGAN PEMBERIAN

KOMPOS LIMBAH KAKAO PADA TANAH INSEPTISOL

SKRIPSI

Oleh :

DYANNE GISELLA P. TAMBAK/080307003 PEMULIAAN TANAMAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DENGAN PEMBERIAN

KOMPOS LIMBAH KAKAO PADA TANAH INSEPTISOL

SKRIPSI

Oleh :

DYANNE GISELLA P. TAMBAK/080307003 PEMULIAAN TANAMAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Skripsi : Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas

Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian

Kompos Limbah Kakao Pada Tanah Inseptisol

Nama : Dyanne Gisella P. Tambak

NIM : 080307003

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Pemuliaan Tanaman

Disetujui oleh,

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP. MSc. Ph.D) (Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS NIP. 1973 0712 2005 02.1.002 NIP. 1958 1017 1984 03.1.003

)

Mengetahui,

Ketua Program StudiAgroekoteknologi

(4)

ABSTRAK

DYANNE GISELLA P TAMBAK : Respons Beberapa Varietas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Kompos Limbah Kakao Pada Tanah Inseptisol dibimbing oleh Luthfi Aziz Mahmud Siregar dan Rosmayati.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggap empat varietas bawang merah terhadap pemberian kompos limbah kakao pada tanah inseptisol, yang telah dilaksanakan di Lahan Kampus Universitas Tengku Amir Hamzah, Jalan Pancing, Medan Estate, Deli Serdang dari bulan April hingga July 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan faktor ganda, Faktor pertama adalah varietas yanaman antara lain Varietas Medan, Maja, Kuning dan Bali Karet. Faktor kedua dosis kompos limbah kakao dengan 4 taraf, yaitu 0 g, 236 g, 472 g, dan 708 g.Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata pada tinggi tanaman, jumlah daun pada 2 minggu setelah tanam, diameter umbi per sampel, bobot segar umbi per sampel, bobot kering per sampel, berat segar per plot, berat kering per plot dan umur panen.Dosis kompos limbah kakao tidak berbeda nyata seluruh parameter pengamatan. Interaksi antara varietas dan dosis kompos limbah kakaobelum berpengaruh nyata terhadap semua parameter.

(5)

ABSTRACK

DYANNE GISELLA P. TAMBAK: Response Varieties of Onion (Allium ascalonicum L.) Against Giving Cocoa Waste Compost on The Ground Inceptisol supervised by Luthfi Aziz Mahmud Siregar and Rosmayati.

The study aimed to know respons of four onion extent on the provision of cocoa waste compost on soil inseptisol. Research was conducted at campus area Tengku Amir Hamzah University,Pancing, Medan Estate, Deli Serdang (± 15 m above sea level) from April -Juli 2012. This study used a randomized block design the frist factorsis the variety, Medan Variety, Maja variety, Kuning variety and Bali Karet variety. The second factor is with 4 levels of cocoa waste compost, namely 0 g, 236 g, 472 g, and708 g.. The data obtained were analyzed using analysis of variance, followed by Honestly Significant Difference test.

The results showed that the varieties significantly of plant height, number of leaves at 2 week after plant, bulbs per sample,fresh weight per sample, dry weight per sample, fresh weight per plot, dry weight per plot and harves time. Response of giving cocoa waste compost not significantly to all observation parameters. Interaction between varieties and cocoa waste compost doses not significantlyto all observation parameters.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Dyanne Gisella P. Tambak, lahir di Bangun Purba pada tanggal 18 Juni

1990. Anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan

Drs. Erius Simson P. Tambak dan Ibunda Anna br. Girsang.

Tahun 2002 penulis lulus dari SD Negeri SD Negeri 101990, tahun 2005

lulus dari SMP Negeri 1 Bangun Purba dan tahun 2008 lulus dari SMA Negeri 1

Bangun Purba.

Tahun 2008 penulis lulus melalui jalur PMDK di Universitas Sumatera

Utara (USU), Fakultas Pertanian pada Departemen Budidaya Pertanian Program

Studi Pemuliaan Tanaman.

Pada Tahun 2011 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di

PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung Para Kab. Simalungun,

Sumatera Utara. Dan tahun 2012 melaksanakan penelitian di Lahan Kampus

Universitas Tengku Amir Hamzah, Jln. Pancing, Medan Estate, Deli Serdang.

Selama perkuliahan penulis mengikuti kegiatan organisasi Himpunan

Mahasiswa Departemen Budidaya Pertanian (HIMADITA), mengikuti Traning

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang Maha Kuasa, atas segala berkat Rahmat dan

Berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Respons Beberapa Varietas

Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Kompos Limbah Kakao Pada Tanah Inseptisol”, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada

Ayahanda Drs. Erius Simson P. Tambak dan Ibunda Anna br. Girsang yang

dengan penuh keikhlasan dan kesabaran dalam mendidik, menyayangi dan

mendukung penulis. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada

Komisi Pembimbing, Bapak Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP. MSc. Ph.D selaku

Ketua dan Ibu Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS selaku Anggota yang telah banyak

memberikan saran dan arahan kepada penulis selama melakukan penelitian hingga

penulisan skripsi ini selesai. Penulis juga berterimakasih kepada adik saya

Ryando Quares P. Tambak atas dukungan dan doanya. Terima kasih juga penulis

ucapkan kepada Keluarga Bapak Hakim Purba, SP. atas bantuannya dan

teman-teman MILITAN’08, atas bantuan, hiburan serta dukungannya kepada penulis.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi bidang ilmu pengetahuan.

Medan,April 2013

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTARLAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5

Syarat Tumbuh ... 6

Iklim ... 6

Tanah ... 7

Kompos Limbah Kakao ... 8

Varietas ... 10

(9)

Heritabilitas ... 13

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan waktu penelitian ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian ... 15

PELAKSANAAN PENELITIAN Pembuatan Kompos Limbah Kakao ... 19

Persiapan Lahan ... 19

Aplikasi Kompos Limbah Kakao ... 19

Persiapan Bibit ... 19

Penanaman Bibit ... 20

Penanaman ... 20

Pemeliharaan Tanaman ... 20

Penyiraman ... 20

Penyulaman ... 20

Pemupukan ... 20

Pembumbunan ... 21

Penyiangan ... 21

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 21

Panen ... 21

Pengeringan ... 21

Pengamatan Parameter ... 22

Tinggi Tanaman (cm) ... 22

Jumlah Daun (helai) ... 22

Jumlah anakan per Sampel (siung) ... 22

Diameter Umbi (cm) ... 22

Bobot segar per sampel (g) ... 22

Bobotkeringper sampel (g) ... 22

Bobot segar per plot ... 23

(10)

Umur panen ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 24

Tinggi Tanaman (cm) ... 24

Jumlah Daun (helai) ... 25

Jumlah Anakan per Sampel (siung) ... 26

Diameter Umbi (cm) ... 26

Bobot Segar Umbi per Sampel(g) ... 27

Bobot Kering Umbiper Sampel(g) ... 28

Bobot Segar Umbi per Plot ... 29

Bobot Kering per Plot ... 30

Umur Panen ... 31

Heritabilitas ... 32

Pembahasan ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37

Saran... 37

DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

Hal

1. Rataan tinggi tanaman (cm) pada 2 – 7 MST dengan perlakuan

varietas dan pemberian kompos limbah kakao ... 24

2. Rataan jumlah daun (helai) dengan perlakuan varietas dan pemberian

kompos limbah kakao ... 25

3. Rataan jumlah anakan (siung) dengan perlakuan varietas dan

pemberian kompos limbah kakao... 26

4. Rataan diameter umbi (cm) dengan perlakuan varietas dan pemberian

kompos limbah kakao ... 27

5. Rataan bobot segar umbi per sampel (g) denganperlakuan varietas dan

pemberian kompos limbah kakao... 28

6. Rataan bobot kering umbi per sampel (g) dengan perlakuan varietas

dan pemberian kompos limbah kakao ... 29

7. Rataan bobot segar umbi per plot (g) dengan perlakuan varietas dan

pemberian kompos limbah kakao... 30

8. Rataan bobot kering umbi per plot (g) dengan perlakuan varietas dan

pemberian kompos limbah kakao... 31

9. Rataan umur panen (HST) dengan perlakuan vrietas dan pemberian

kompos limbah kakao ... 32

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1. Bagan Penelitian ... 40

2. Bagan Plot Penelitian ... 41

3. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 42

4. Deskripsi Bawang Merah Varietas Medan ... 43

5. Deskripsi Bawang Merah Varietas Maja ... 44

6. Deskripsi Bawang Merah Varietas Kuning ... 45

7. Deskripsi Bawang Merah Varietas Bali Karet ... 46

8. Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 2 MST ... 47

9. Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 2 MST ... 47

10.Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 3 MST ... 48

11.Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 3 MST ... 48

12.Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 4 MST ... 49

13.Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 4 MST ... 49

14.Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 5 MST ... 50

15.Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 5MST ... 50

16.Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 6 MST ... 51

17.Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 6 MST ... 51

18.Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 7 MST ... 52

19.Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 7 MST ... 52

20.Tabel Pengamatan Jumlah Daun (helai) 2 MST ... 53

(13)

23.Sidik Ragam Jumlah Daun (helai) 3 MST ... 54

24.Tabel Pengamatan Jumlah Daun (helai) 4 MST ... 55

25.Sidik Ragam Jumlah Daun (helai) 4 MST ... 55

26.Tabel Pengamatan Jumlah Daun (helai) 5 MST ... 56

27.Sidik RagamJumlah Daun (helai) 5 MST ... 56

28.Tabel Pengamatan Jumlah Daun (helai) 6 MST ... 57

29.Sidik Ragam Jumlah Daun (helai) 6 MST ... 57

30.Tabel Pengamatan Jumlah Daun (helai) 7 MST ... 58

31.Sidik Ragam Jumlah Daun (helai) 7 MST ... 58

32.Tabel DataJumlah Anakan per Sampel (siung) ... 59

33.Sidik Ragam Jumlah Siung per Sampel (siung) ... 59

34.Tabel Diameter Umbi (cm) ... 60

35.Sidik Ragam Diameter Umbi (cm) ... 60

36.Tabel Bobot Segar per Sampel (g) ... 61

37.Sidik Ragam Bobot Segar Umbi per Sampel (g) ... 61

38.Tabel Bobot Kering Umbiper Sampel (g) ... 62

39.Sidik Ragam Bobot Kering Umbi per Sampel (g) ... 62

40.Tabel Bobot Segar Umbi per Plot (g) ... 63

41.Sidik Ragam Bobot SegarUmbi per Plot (g) ... 63

42.Tabel Bobot Kering Umbi per Plot (g) ... 64

43.Sidik Ragam Bobot Kering Umbiper Plot (g) ... 64

44.Tabel Umur Panen (HST) ... 65

45.Sidik Ragam Umur Panen (HST) ... 65

(14)

47.Foto Umbi Bawang Merah Setiap Perlakuan ... 67

48.Foto Bibit Bawang Merah ... 68

49.Data BMKG ... 69

50.Data Analisis Tanah ... 70

(15)

ABSTRAK

DYANNE GISELLA P TAMBAK : Respons Beberapa Varietas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Kompos Limbah Kakao Pada Tanah Inseptisol dibimbing oleh Luthfi Aziz Mahmud Siregar dan Rosmayati.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggap empat varietas bawang merah terhadap pemberian kompos limbah kakao pada tanah inseptisol, yang telah dilaksanakan di Lahan Kampus Universitas Tengku Amir Hamzah, Jalan Pancing, Medan Estate, Deli Serdang dari bulan April hingga July 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan faktor ganda, Faktor pertama adalah varietas yanaman antara lain Varietas Medan, Maja, Kuning dan Bali Karet. Faktor kedua dosis kompos limbah kakao dengan 4 taraf, yaitu 0 g, 236 g, 472 g, dan 708 g.Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata pada tinggi tanaman, jumlah daun pada 2 minggu setelah tanam, diameter umbi per sampel, bobot segar umbi per sampel, bobot kering per sampel, berat segar per plot, berat kering per plot dan umur panen.Dosis kompos limbah kakao tidak berbeda nyata seluruh parameter pengamatan. Interaksi antara varietas dan dosis kompos limbah kakaobelum berpengaruh nyata terhadap semua parameter.

(16)

ABSTRACK

DYANNE GISELLA P. TAMBAK: Response Varieties of Onion (Allium ascalonicum L.) Against Giving Cocoa Waste Compost on The Ground Inceptisol supervised by Luthfi Aziz Mahmud Siregar and Rosmayati.

The study aimed to know respons of four onion extent on the provision of cocoa waste compost on soil inseptisol. Research was conducted at campus area Tengku Amir Hamzah University,Pancing, Medan Estate, Deli Serdang (± 15 m above sea level) from April -Juli 2012. This study used a randomized block design the frist factorsis the variety, Medan Variety, Maja variety, Kuning variety and Bali Karet variety. The second factor is with 4 levels of cocoa waste compost, namely 0 g, 236 g, 472 g, and708 g.. The data obtained were analyzed using analysis of variance, followed by Honestly Significant Difference test.

The results showed that the varieties significantly of plant height, number of leaves at 2 week after plant, bulbs per sample,fresh weight per sample, dry weight per sample, fresh weight per plot, dry weight per plot and harves time. Response of giving cocoa waste compost not significantly to all observation parameters. Interaction between varieties and cocoa waste compost doses not significantlyto all observation parameters.

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang

sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas ini juga

merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan

kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah. Karena

memiliki nilai ekonomis yang tinggi, maka pengusahaan bawang merah telah

menyebar hampir semua propinsi di Indonesia. Meskipun minat petani cukup

kuat, namun dalam proses pengusahaannya masih ditemui berbagai kendala, baik

kendala yang bersifat teknis maupun ekonomis

(Sumarni dan Hidayat, 2005).

Bawang merah mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi. Tiap 100

gram bawang merah mengandung kalori 39 kal, 150 protein, 0,30 gram lemak,

9,20 gram karbohidrat, 50 vitamin A, 0,30 mg vitamin B, 200 mg vitamin C, 36

mg kalsium, 40 mg fosfor dan 20 gram air. Di Indonesia tanaman bawang merah

telah lama diusahakan oleh petani sebagai usaha tani yang bersifat komersial

untuk memenuhi permintaan pasar yang cukup besar. Hal ini merupakan suatu

indikasi bawang merah posisi yang strategis dalam beberapa aspek

(Nur dan Thohari, 2005).

Produksi bawang merah propinsi Sumatera Utara pada tahun 2010

menurut Dinas Pertanian yang dikutip dari Badan Pusat Statistik (2012) adalah

9.413 ton, sedangkan kebutuhan bawang merah untuk daerah Sumatera Utara

masih jauh dibawah kebutuhan. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan

(18)

tersebut salah satunya dikarenakan belum optimalnya sistem kultur teknis dalam

budidaya (Badan Pusat Statistik, 2012).

Saat ini petani cendrung memilih menggunakan pupuk kimia dari pada

menggunakan kompos. Hal ini karena kandungan hara didalam pupuk kimia lebih

tinggi sehingga pengaruhnya cepat terlihat, sedangkan kompos pengaruhnya tidak

terlihat cepat. Akibatnya kandungan bahan organik tanah berkurang, kesuburan

tanah menurun, hasil panen terus menurun. Kondisi ini mendorong petani

menggunakan pupuk kimia dengan dosis yang semakin meningkat. Salah satu

cara untuk mengembalikan kondisi kesuburan tanah seperti semula adalah dengan

menambahkan kompos ke tanah pertanian dan mengurangi penggunaan pupuk

kimia (Isroi, 2007).

Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran

bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai

macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau

anaerobik. Sedangkan proses pengomposan adalah proses dimana bahan organik

mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang

memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah

mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk

lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang,

pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator

pengomposan (Isroi, 2007).

Kekhawatiran adanya pengaruh buruk terhadap kesehatan akibat pencemaran

pupuk imia, kini disadari peran yang dimainkan oleh bahan organik, dan berusaha

(19)

pupuk 3 buatan (anorganik). Kecenderungan semacam tersebut di atas memunculkan

sistem pertanian yang dikenal dengan sistem pertanian berkelanjutan dengan masukan

eksternal rendah. Di samping berfungsi utama untuk memperbaiki sifat fisika tanah

(sebagai soil conditioner), bahan organik juga membantu mengubah unsur hara tanah

yang semula tidak tersedia menjadi tersedia, serta mengandung unsur hara yang

diperlukan tanaman meskipun dalam jumlah sedikit. Sifat fisik tanah yang baik akan

menyebabkan penyerapan unsur hara tanah oleh tanaman menjadi lebih lancar. Oleh

karena itu, penambahan bahan organik akan mengurangi jumlah unsur hara yang

diperlukan tanaman dalam bentuk pemberian pupuk anorganik (Abdoellah, 2000).

Kandungan hara mineral kulit buah kakao cukup tinggi, khususnya Kalium

dan Nitrogen. Dilaporkan bahwa 61% dari total nitrogen buah kakao disimpan

dalam kulit buah. Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa kandungan hara

kompos yang dibuat dari kulit buah kakao adalah 1,81% N, 26,62% C-organik,

0,31% P2O5, 6,08%K2O, 1,22% CaO, 1,37% MgO, dan 44,85 cmol/kg KTK.

Aplikasi kompos kulit kakao dapat meningkatkan produksi hingga 19,48% pada

tanaman (Isroi, 2007).

Jenis tanah ternyata memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil

dan kualitas umbi bawang merah. Tanah inseptisol tidak memberikan hasil umbi

yang lebih baik dan tinggi, tetapi memberikan kualitas umbi yang lebih baik dari

pada tanah – tanah jenis latosol dan jenis andosol. Pada tanah jenis inseptisol

dihasilkan umbi yang berbentuk bulat, keras dan warna kulitnya merah violet

yang mengkilap. Kualitas umbi bawang merah seperti itudisukai oleh konsumen.

Pada tanah jenis-jenis latosol dan jenis andosol dihasilkan umbi yang bentuknya

(20)

Hingga kini, belum ada data tentang pengaruh pemberian kompos limbah

kakao pada tanah inseptisol terhadap pertumbuhan dan produksi beberapa varietas

bawang merah. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian guna mengetahui pertumbuhan dan produksi beberapa varietas

bawang merah (Alium ascalonicum L.) terhadap aplikasi kompos limbah kakao

pada tanah inseptisol.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui tanggap empat varietas bawang merah terhadap aplikasi

kompos limbah kakao pada tanah inseptisol.

Hipotesis Penelitian

Ada perbedaan pertumbuhan dan produksi beberapa varietas bawang merah,

pemberian beberapa taraf kompos limbah kakao dan interaksi keduanya pada

tanah inseptisol terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah.

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi

(21)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Menurut Rukmana (2005) klasifikasi tanaman bawang merah adalah

sebagai berikut kingdom Plantae, divisio Spermatophyta, sub-divisio

Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, ordo Lilialaes, famili Liliales, genus

Allium, spesis Allium ascalonicum L.

Bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan

bercabangterpencar, pada kedalaman antara 15-30 cm di dalam tanah. Karena sifat

perakaran inilah, bawang merah tidak tahan kering (Azmi, dkk, 2011).

Batang bawang merah merupakan bagian kecil dari keseluruhan bagian

tanaman, berbentuk seperti cakram disebut diskus, beruas – ruas dan diantara ruas

– ruas terdapat kuncup-kuncup. Bagian bawah cakram merupakan tempat tumbuh

akar. Bagian atas batang sejati merupakan umbi semu, berupa umbi lapis (bulbus)

yang berasal dari modifikasi pangkal daun bawang merah. Pangkal dan sebagian

tangkai daun menebal, lunak dan berdaging, berfungsi sebagai tangkai daun

menebal, lunak dan berdaging, berfungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan

makanan (Rukmana, 2005).

Daun pada bawang merah hanya merupakan satu permukaan, berbentuk

bulat kecil memanjang dan berlubang seperti pipa. Bagian ujung daunnya

meruncing dan bagian bawahnya melebar seperti kelopak dan membengkak

(Rukmana, 2005).

Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang

bertangkai dengan 50-200 kuntum bunga. Pada ujung dan pangkal tangkai

(22)

berlubang didalamnya. Tangkai tandan bunga ini sangat panjang, lebih tinggi dari

daunnya sendiri dan mencapai 30-50 cm. Sedangkan kuntumnya juga bertangkai

tetapi pendek antara 0,2 – 0,6 cm (Ambarwati dan Yudono, 2003).

Tangkai tandan bunga keluar dari tunas apikal yang merupakan tunas

utama (tunas inti). Tunas ini paling pertama muncul dari dasar umbi melalui

ujung-ujung umbi, seperti halnya daun biasa. Tangkai tandan bunga pada bagian

bawah berbentuk kecil, bagian tengah membesar dan semakin keatas bentuknya

semakin mengecil. Selanjutnya pada bagian yang membentuk kepala yang

meruncing seperti mata tombak (Sudirja, 2010).

Bawang merah memiliki buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumbuh

membungkus biji berjumlah 2-3 butir. Bentuk biji agak pipih, sewaktu masih

muda berwarna bening atau putih, tetapi setelah tua menjadi hitam. Biji-biji

bawang merah dapat dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara

generatif (Rukmana, 2005).

Kualitas umbi bawang merah ditentukan oleh faktor, seperti warna,

kepadatan, rasa, aroma dan bentuk. Bawang merah yang warnanya merah,

umbinya padat, rasanya pedas, aromanya wangi jika digorengdan bentuk yang

lonjong serta umbi yang lebih besar lebih menarik dan disukai oleh konsumen

(Sumarni dan Hidayat, 2005).

Syarat Tumbuh Iklim

Bawang merah paling menyukai daerah yang beriklim kering dengan suhu

yang agak panas dan cuaca cerah. Daerah yang sering berkabut kurang baik untuk

(23)

juga kurang baik. Demikian juga tempat yang terlindung dan teduh

(Azmi, dkk, 2011).

Bawang merah biasa dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di

dataran rendah sampai dataran tinggi ± 1.100 meter diatas permukaan laut, tetapi

produksi terbaik dihasilkan didataran rendah yang memiliki suhu udara 25-32 dan

iklim kering. Sebaiknya ditempat yang terbuka dan mendapat sinar matahari ±

70%, karena bawang merah termasuk tanaman yang memerlukan sinar matahari

cukup panjang. Ketinggian tempat paling ideal antara 0-800 meter diatas

permukaan laut (Rukmana, 2005).

Bawang merah lebih senang pada iklim kering, tanah aluvial, dan udara

panas sehingga sangat baik bila ditanam didataran rendah. Bawang merah sangat

baik ditanam pada musim kemarau. Tanaman bawang merah masih tumbuh dan

dapat berumbi di dataran tinggi, tetapi umur tanamannya menjadi lebih panjang

0,5-1 bulan dan hasil umbinya lebih rendah (Sumarni dan Hidayat, 2005).

Tanah

Tanah yang paling baik untuk lahan bawang merah adalah tanah yang

mempunyai kemasaman yang agak sedikit asam samapai normal, yaitu pH-nya

antara 6,0-6,8. Kemasaman dengan pH antara 5,5-7,0 masih termasuk kisaran

kemasaman yang dapat digunakan untuk lahan bawang merah

(Ambarwati dan Yudono, 2003).

Tanaman bawang merah memerlukan tanah tekstur sedang sampai liat

drainase/aerase naik, mengandung bahan organik, dan reaksi tanah tidak masam

(pH tanah: 5,6-6,5). Tanah yang paling cocok untuk tanaman bawang merah

(24)

lembab dan air tidak mengenang disukai oleh tanaman bawang merah

(Rismunandar, 1989).

Pada prinsipnya, seperti pada bawang putih, tanaman bawang merah

memerlukan tiga unsur pokok dalam pupuk yaitu N, P, dan K dalam bentuk N,

P2O5 dan K2O. Dosis yang diberikan adalalah 100 -120 kg N, 150 kg P2O5 dan

100 kg K2O. Akan tetapi pupuk tunggal sejenis ini sulit dijumpai dipasaran

adalah Urea/ZA untuk sumber N, TS/DS untuk sumber P2O5 dan KCl/ZK untuk

sumber K2O (Sumarni dan Hidayat, 2005).

Pada tanaman bawang merah biasanya dibutuhkan unsur kalium yang

sangat penting untuk pembentukan umbi. Kalium dalam tanaman sangat penting

yaitu berperan sebagai kofaktor enzim dalam proses metabolisme tanaman,

regulasi stomata, dan asimilasi CO. Kekurangan kalium menyebabkan umbi kecil

sehingga produksi menurun (Tjionger, 2010).

Kompos Limbah Kakao

Kulit buah kakao merupakan salah satu limbah dari perkebunan kakao.

Apabila tidak dimanfaatkan dapat merupakan masalah lingkungan disekitar

perkebunan. Salah satu cara untuk memanfaatkan kulit buah kakao adalah

dijadikan kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk organik.

Budidaya atau pengolahan tanaman perkebunan, seperti kelapa sawit, teh,

kakao, dihasilkan limbah padat organik dalam jumlah melimpah. Berdasarkan

data statistik perkebunan 2006, luas areal kakao di Indonesia tercatat 992,448ha,

produksi 560,880 ton dan tingkat produktivitas 657 kg/ha/tahun. Bobot buah

(25)

Limbah kulit kakao dapat diolah menjadi kompos untuk menambah bahan organik

(Isroi, 2007).

Dari hasil penelitian diperoleh kompos kulit buah kakao memiliki C/N

sebesar 12. Kompos limbah kakao mempunyai CaO dan MgO yang tinggi dan S

yang rendah. CaO terlibat dalam pembelahan sel dan sebagian besar kegiatan pada

membran sel. MgO merupakan komponen klorofil dan beberapa macam enzim.

Sedangkan unsur S terlibat dalam penyediaan energi untuk tanaman

(Rosniawaty, 2004).

Food and Fertiizir Technology Center (1997) secara umum telah

mengusulkan persyaratan minimal untuk pupuk organik, yaitu:

1. Mencantumkan kadar kandungan hara, pH. 2. C/N rasio maksimal 20

3. Kandungan bahan organic maksimal 60%.

Pada dasarnya, kulit buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur

hara tanaman dalam bentuk kompos, pakan ternak, produksi biogas dan sumber

pektin. Sebagai bahan organik, kulit buah kakao mempunyai komposisi hara dan

senyawa yang sangat potensial sebagai medium tumbuh tanaman

(Rosniawaty, 2004).

Menurut KEPMEN Pertanian pada SNI nomor 19-7030-2004 kematangan

kompos ditentukan oleh hal-hal berikut:

1. C/N – rasio mempunyai nilai 10-20, 2. Suhu sesuai dengan suhu air tanah,

(26)

Proses pengomposan dilakukan pada standar lokasi pengomposan yang

baik. Limbah kakao yang berupa kulit buah kakao di giling kompos limbah kakao

dicampur dengan penambahan dedak padi dan kotoran kambing sebagai bahan

tambah sebanyak 30% dari jumlah limbah kakao. Setelah bahan tercampur,

kompos dipermentasikan dengan diberi dekomposer. Tujuan diberikan

dekomposer yakni sebagai pengurai kompos dan dapat mempercepat kematangan

kompos. Selama masa fermentasi kompos harus dicek suhu nya dan kompos

dibolak-balik agar suhu tetap normal dan kematangan kompos merata.

Varietas

Varietas adalah sekumpulan individu tanaman yang dapat dibedakan oleh

setiap sifat (morfologi, fisiologi,sitologi,kimia, dan lain-lain) yang nyata untuk

usaha pertanian dan bila diproduksikan kembali akan menunjukkan sifat-sifat

yang dapat dibedakan dari yang lainnya (Poehlman and Sleper, 1995).

Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab

keragaman tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada berbagai sifat

tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan

keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat

perbedaaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang

digunakan berasal dari jenis tanaman yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995)

Lingkungan yang sering mempengaruhi tanaman adalah lingkungan yang

terdapat dekat disekitar tanaman dan disebut lingkungan mikro. Faktor ini

tergantung dari gen tanaman menerima respon dari lingkungan tersebut. Gen dari

tanaman menerima respon dari lingkungan tersebut. Gen dari tanaman dapat

(27)

yang sesuai. Jika berada dalam kondisi tidak sesuai maka tidak ada pengaruh gen

terhadap berkembangnya karekteristik dengan mengubah tingkat keadaaan

lingkungan (Allard, 2005).

Bawang merah merupakan tanaman berhari panjang, proses pembentukan

umbi membutuhkan jumlah siang yang lebih panjang dibandingkan tanaman

berhari pendek. Umbi bawang merah dapat terus membesar. Besar umbi dapat

dipengaruhi oleh faktor genetik. Ukuran diameter umbi lebih besar dari 2 cm,

merupakan karakteristik utama umbi bawang merah yang disukai oleh petani,

yaitu umbi berbentuk bulat, berwarna merah tua, berdiameter 2cm, dan beraroma

menyengat (Putrasamedja dan Soedomo, 2007).

Varietas unggul merupakan faktor utama yang menentukan tingginya

produksi yang diperoleh bila persyaratan lain terpenuhi. Varietas unggul dapat

diperoleh melalui pemuliaan tanaman. Suatu varietas unggul tidak selamanya

akan menunjukkan keunggulannya, tetapi makin lama akan meurun tergantung

pada komposisi genetiknya (Poehlman and Sleper, 1995).

Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu

mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis

tanaman yang sama, namun perlu diingat bahwa susunan genetik yang berbeda

dapat juga diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan

fungsi tanaman yang akan menghasilkan keragaman pertumbuhan

(Sitompul dan Guritno, 1995).

Tanah Inseptisol

Penyebaran tanah inseptisol sangat luas di Indonesia berkisar 1.349.152

(28)

bervariasi mulai dari rendah sampai tinggi. Sifat tanahnya beraksi masam hingga

agak netral. Kadar bahan organik tanah berkisar dari rendah hingga sedang.

Sedangkan kandungan N dan P berpotensial rendah sampai tinggi. Kalium

potensial digolongkan sedang sampai tinggi dan kejenuhan basa dari tinggi

sampai sangat tinggi (Subagyo, 2000).

Pembentukan solum tanah inseptisol yang terdapat didataran rendah

umumnya tebal, sedangkan pada daerah-daerah berlereng curam solum yang

terbentuk tipis. Warna tanah Inseptisol beranekaragam tergantung dari jenis bahan

induknya. Warna kelabu bahan induknya dari endapan sungai, warna coklat

kemerah-merahan karena mengalami proses reduksi, warna hitam mengandung

bahan organik yang tinggi (Resman, dkk, 2006).

Inseptisol adalah tanah yang belum matang (immature) dengan

perkembangan profil yang lebih dibandingkan dengan tanah yang matang dan

masih banyak mempunyai sifat bahan induknya (Hardjowigeno, 1993).

Sifat fisik dan kimia Inseptisol antara lain: bobot jenis 1,0 g/cm3

Proses pedogenesis yang mempercepat proses pembentukan tanah

Inseptisol adalah pemindahan, penghilangan karbonat, hidrolisis mineral primer

menjadi formasi lembung, pelepasan sesquioksida, akumulasi bahan organik dan

paling utama adalah proses pelapukan, sedangkan proses pedogenesis yang , kalsium

karbonat kurang dari 40%, pH mendekati netral atau lebih (pH<4 tanah

bermasalah), kejenuhan basa kurang dari 50% pada kedalaman 1,8 m, COLE

antara 0,07 dan 0,09, nilai porositas 68% sampai 85%, air yang tersedia cukup

(29)

menghambat pembentukan tanah Inseptisol adalah pelapukan bantuan dasar

menjadi bahan induk (Resman dkk, 2006).

Perkembangan tanah inseptisol umunya terjadi pada horizon B,

strukturnya yang mantap dan teguh. Berasal dari batuan beku, sedimen dan

metamorf. Arah perkembangannya dapat menuju tanah ultisol dan alfisol

(Harjowigeno, 1985).

Heritabilitas

Gen-gen dari tanaman tidak dapat menyebabkan berkembangnya suatu

karakter terkecuali bila berada pada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak

ada pengaruhnya terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat

keadaan lingkungan terkecuali gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari

bahwa keragaman yang dapat diamati terhadap sifat-sifat yang terutama

disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan

terhadap variabilitas di dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh

perbedaan lingkungan dimana individu berada (Allarrd, 2005).

Heritabilitas menentukan keberhasilan seleksi karena heritabilitas dapat

memberikan petunjuk suatu sifat lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor

lingkungan. nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik

lebih berperan dalam mengendalikan suatu sifat dibandingkan faktor lingkungan

(Poehlman and Sleper, 1995).

Perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan munculnya

variasi yang akan menetukan penampilan akhir dari tanaman tersebut. Bila ada

variasi yang timbul atau tampak pada populasi tanaman yang ditanam pada

(30)

berasal dari genotif individu anggota populasi. Variasi yang ditimbulkan ada yang

langsung dapat dilihat, isalnya adanya perbedaan warna bunga, daun dan bentuk

biji (ada yang berkerut, ada yang tidak), ini disebut variasi sifat yang kualitatif.

Namun adapula variasi yang merupakan pengamatan dengan pengukuran,

misalnya tingkat produksi, jumlah anakan, tinggi tanaman, dan lainnya

(Allarrd, 2005).

Pada umumnya tanaman memiliki perbedaan fenotif dan genotif yang

sama. Perbedaan varietas cukup besar mempengaruhi perbedaan sifat dalam

tanaman (genetik) atau perbedaan lingkungan atau kedua-duanya. Perbedaan

susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman panampilan

tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pad berbagai sifat tanaman

yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman

pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan

susunan genetik selau mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan

(31)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di lahan Kampus Universitas Tengku Amir

Hamzah, Jalan Pancing, Medan Estete,Kabupaten Deli Serdang, dengan

ketinggian tempat ± 15 m di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada

bulan April sampai Juli 2012. Tanah dilokasi penelitian merupakan tanah

Inseptisol sesuai dengan penelitian Surya Edi Syahputra Pasca Sarjana Universitas

Sumatera Utara yang berjudul Pengelolaan Hara Pada Berbagai Varietas Jagung

(Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kabupaten Deli Serdang

(Repoitory USU,2010).

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bibit bawang merah

varietas Medan, varietas Maja, varietas Bali Karet dan varietas Kuning, Kompos

Limbah Kakao, MOD 71 sebagai decomposer kompos, fungisida Mancozeb 80 %,

tanah inseptisol sebagai media tanam, air untuk menyiram tanaman dan pupuk

NPK(15,15,15) sebagai pupuk dasar.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain cangkul untuk

membuka lahan, gembor untuk menyiram tanaman, meteran untuk mengurkur

luas lahan dan tinggi tanaman, timbangan analitik untuk mengukur produksi berat

basah serta berat kering tanaman, pacak sampel uantuk tanda tanaman yang

merupakan sampel, jangka sorong untuk mengukur diameter umbi, alat tulis dan

(32)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial

dengan dua faktor perlakuan sebagai berikut :

Faktor 1 : Jenis bibit bawang merah yang digunakan dengan 4 varietas, yaitu :

V1 : Varietas Medan - Samosir

V2 : Varietas Maja - Tongging

V3 : Varietas Kuning – Brebes

V4 : Vaerietas Bali Karet - Lembang

Faktor 2 : Kompos Limbah Kakao dengan 4 taraf, yaitu :

K0 : Kontrol

K1 : 236 gram/plot (164,47 kg/ha)

K2 : 472 gram/plot (328,94 kg/ha)

K3 : 708 gram/plot (493,41 kg/ha)

Sehingga diperoleh 16 kombinasi, yaitu :

V1K0 V1K1 V1K2 V1K3

V2K0 V2K1 V2K2 V2K3

V3K0 V3K1 V3K2 V3K3

V4K0 V4K1 V4K2 V4K3

Jumlah ulangan : 3

Jumlah kombinasi : 16

Jumlah plot penelitian : 48

Jumlah sampel / plot : 5

Jumlah tanaman / plot : 36

(33)

Jumlah sampel seluruhnya : 240

Jarak antar plot : 30 cm

Jarak antar blok : 50 cm

Jarak antar tanaman : 20 x 20 cm

Ukuran plot : 1,2 x 1,2 m

Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam

berdasarkan model linier sebagai berikut :

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + ɛijk

i = 1,2,3 j = 1,2,3,4 k = 1,2,3,4

Dimana:

Yijk = Hasil pengamatan dari blok ke- i dengan varietas (V) pada taraf ke-j

dan pemberian kompos limbah kakao (K) pada taraf ke-k

µ = Nilai tengah

ρi = Pengaruh blok ke-i

αj = Pengaruh varietas (V) pada taraf ke-j

βk = Pengaruh pemberian kompos limbah kakao (K) pada taraf ke-k

(αβ)jk = Pengaruh interaksi antara varietas pada taraf ke-j dan pemberian

kompos limbah kako pada taraf ke-k

Σijk = Efek galat pada blok ke-i yang disebabkan varietas padataraf ke-j

dan pemberian kompos limbah kakao pada taraf ke-k

Jika perlakuan menunjukkan pengaruh dan berbeda nyata melalui analisis

sidik ragam, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%

(34)

Heritabilitas

Menurut Stansfield (1991) untuk menganalisis apakah hasil peubah

amatan merupakan fenotip disebabkan lingkungan atau fenotip, maka digunakan

heritabilitas, berdasarkan rumus:

σ2g σ2 h

g 2

σ

= = 2

p σ2g + σ2

dengan :

e

h2 = heritabilitas σ2

σ

g = varians genotipe

2

p = varians penotipe σ2

Dengan kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut:

e = varians lingkungan

h2> 0,5 : tinggi h2

h

< 0,2 : rendah.

2

(35)

PELAKSANAAN PENELITIAN Pembuatan Kompos Limbah Kakao

Proses pengomposan dilakukan pada standar lokasi pengomposan yang

baik. Limbah kakao yang berupa kulit buah kakao digiling terlebih dahulu dengan

menggunakan mesin penggiling kompos, setelah digiling limbah kakao dicampur

dengan menambahkan dedak padi dan kotoran ternak sebagai bahan tambah

sebanyak 30% dari jumlah limbah kakao. Setelah bahan tercampur, kompos

difermentasikan dengan diberi dekomposer MOD 71 dengan tujuan sebagai

pengurai kompos dan dapat mempercepat kematangan kompos. Selama masa

fermentasi harus dicek suhunya dan kompos dibolak-balik agar suhu normal yaitu

sekitar 40-55 °C , pengomposan didiamkan selama 3 minggu.

Persiapan Lahan

Lahan penelitian dibersihkan dari gulma dan sampah lainnya. Lahan

diukur dan dilakukan pembuatan plot dengan luas 1,2 x 1,2 m dengan jarak antar

plot 30 cm dan jarak antar blok 50 cm, tinggi bedengan 20 cm.

Aplikasi Kompos Limbah Kakao

Aplikasi kompos limbah kako pada saat penanaman bibit dengan dosis,

yaitu: 0 gram/plot, 236 gram/plot (164,47 kg/ha), 472 gram/plot (328,94 kg/ha),

708 gram/plot (493,41 kg/ha). Kompos limbah kakao diaplikasikan dengan cara

menebarkan secara merata.

Persiapan Bibit

Untuk bibit yang dipakai, dipilih bibit dengan berat relatif sama 5

(36)

ujung umbi dipotong kecuali varietas Medan, kemudian bibit direndam dengan

Mancozeb 80 % selama 3 menit.

Penanaman Bibit

Penanaman bibit bawang merah dilakukan 2 minggu setelah aplikasi

kompos limbah kakao. Sehari sebelum tanam, tanah disiram secukupnya agar

lapisan tanah atas cukup lembab. Bibit bawang ditanam 2/3 bagian siung ke dalam

tanah dengan jarak tanam 20x20 cm.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman terdiri dari penyiraman, penyulaman, penyiangan,

pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit.

Penyiraman

Penyiraman dilakukan dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari.

Penyiraman tidak dilakukan jika kondisi lapangan lembab. Hal ini dikarenakan

bawang merah sangat membutuhkan air pada saat pertumbuhannya, namun

setelah pembentukan umbi penyiraman kemudian dikurangi, hal ini bermaksud

agar umbi yang berada dalam tanah tidak busuk.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan pada 1 MST pada tanaman yang mati atau

pertumbuhannya kurang sempurna. Hal ini dilakukan setelah tanaman ditanam

agar diperoleh pertumbuhan yang serentak.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan sekali, yaitu pada 2 MST, dengan tujuan sebagai

(37)

Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan dua kali, yaitu pada 2 MST, 3 MST dan 4 MST.

Tujuan dari pembumbunan agar mempelancar sirkulasi udara didalam tanah,

menggemburkan tanah serta untuk menutup umbi.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan pada 2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, 6 MST dan

7 MST. Cara menyiang rumput liar (gulma) harus hati-hati agar tidak merusak

perakaran bawang merah, dan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan pada 4 MST, dengan

menyemprotkan Mancozeb 80 % dengan dosis 2 gram/liter air.

Panen

Panen dilakukan pada 60 HSAT, 61 HST, 62 HST, 63 HST, 67 HST, 68

HST, 72 HST, 73 HST dan 74 HST. Beberapa tanda tanaman siap dipanen antara

lain adalah 60 - 70% leher daun lemas, daun menguning, umbi padat tersembul

sebagian di atas tanah, dan warna kulit mengkilap. Umbi dicabut beserta

batangnya, lalu akar dan tanahnya dibersihkan.

Pengeringan

Cara mengeringkan adalah dengan menjemur bawang, dengan suhu kamar,

(38)

Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari leher umbi sampai ke ujung daun

tertinggi. Tinggi tanaman dihitung mulai 2 MST sampai 7 MST, yang dilakukan

dengan interval 1 minggu sekali.

Jumlah Daun per Rumpun (helai)

Jumlah daun per rumpun dihitung dengan cara menghitung jumlah seluruh

daun yang muncul pada anakan untuk setiap rumpunnya. Dimulai dari umur

tanaman 2 MST sampai 7 MST, yang dilakukan dengan interval 1 minggu sekali.

Jumlah anakan per Rumpun (buah)

Dihitung jumlah anakan yang terbentuk dalam satu rumpun, dilakukan

pada saat pemanenan.

Diameter Umbi per Sampel (cm)

Diameter umbi dihitung dengan menggunakan jangka sorong. Diameter

umbi dihitung pada setiap tanaman sampel, dan dilakukan saat bawang telah

dikeringkan.

Bobot Segar Umbi per sampel

Bobot basah umbi per sampel ditimbang setelah dipanen, dengan syarat

umbi bersih dari tanah dan kotoran.

Bobot Kering Umbi per Sampel

Bobot kering umbi per sampel ditimbang setelah dikeringkan denagan cara

(39)

Bobot Segar Umbi Per Plot

Produksi per plot ditimbang setelah tanaman dipanen dan dijemur selama

± 2 minggu dengan syarat umbi telah dibersihkan dari kotoran serta daun telah

dipotong dari umbi.

Bobot Kering Produksi per Plot (g)

Bobot kering produksi per plot ditimbang setelah tanaman dijemur selama

2 minggu.

Umur Panen (HST)

Umur panen dilihat sesuai pemanenan, dimana setiap tamanan dilakukan

pemanen tidak serempak.

Heritabilitas

Nilai heritabilitas diketahui dengan menggunakan tabel Estimasi Kuadrat

Tengah.

Sumber Keragaman

Db Jk KT Estimasi Kuadrat

Tengah

Ulangan (r-1) JK B KTB

Varietas (a-1) J KV KTV σ2+ r σ2VK + rb σ2V

Kompos Limbah Kakao (b-1) JKK KTK σ2+ r σ2VK + ra σ2K

Interaksi V x K (a-1)(b-1) JKVxK σ2+ r σ2VK

Error (ab-1)(r-1) JKE σ2e = σ2

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Tinggi Tanaman

Data hasil pengamatan tinggi tanaman 2 MST sampai 7 MST dapat dilihat

pada Lampiran 8-19 dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas berbeda

nyata terhadap tinggi tanaman pada 2-7 MST, sedangkan pemberian kompos

limbah kakao dan interaksi antara keduanya tidak bebeda nyata terhadap

pengamatan parameter tinggi tanaman.

Untuk mengetahui rataan tinggi tanaman dari perlakuan varietas

[image:40.595.109.515.370.581.2]

danpemberian kompos limbah kakaodapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Rataan pertumbuhan tinggi tanaman (cm) pada perlakuan varietas dan pemberian kompos limbah kakao

Perlakuan

Minggu Setelah Tanam (MST)

2 3 4 5 6 7

Varietas

V1 (Medan) 16,63 b 18.89 b 20.48 b 20.71 b 20.8 b 20.9 b V2 (Maja) 17.60 ab 20.14 ab 21.87 b 22.11 b 22.32 b 22.38 b V3 (Kuning) 19.73 a 21.74 ab 23.1 b 23.37 b 23.37 b 23.47 ab V4 ( Bali Karet) 17.71 ab 23.3 a 26.77 a 26.86 a 26.86 a 26.33 a

Kompos Limbah Kakao

K0 (0 g) 17,13 21,10 23,24 23,47 23,61 23,57 K1 (236 g) 17,59 20,90 22,72 22,96 23,17 22,78 K2 (472 g) 18,63 21,06 23,10 23,21 23,21 23,21 K3 (708 g) 18,32 21,05 23,16 23,42 23,69 23,53 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang

sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari Tabel 1 pada 7 MST, dapat dilihat bahwa varietas Bali Karet (V4)

berbeda nyata dengan varietas Medan (V1) dan varietas Maja (V2) namun tidak

berbeda nyata dengan varietas Kuning (V3), dengan rataan tertinggi pada varietas

(41)

Jumlah Daun (Helai)

Data hasil pengamatan jumlah daun 2 MST sampai 7 MST dapat dilihat

pada Lampiran 20-31 dari hasil sidik ragam diketahui bahwa varietas berbeda

nyata terhadap jumlah daun pada 2 MST sedangkan pemberian kompos limbah

kakao dan interaksi antara keduanya tidak berbeda nyata terhadap pengamatan

parameter jumlah daun.

Untuk mengetahui rataan jumlah daun dari perlakuan varietas dan kompos

[image:41.595.110.517.335.545.2]

limbah kakao dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Rataan pertumbuhan jumlah daun (helai) pada perlakuan varietas dan pemberian kompos limbah kakao

Perlakuan

Minggu Setelah Tanam (MST)

2 3 4 5 6 7

Varietas

V1 (Medan) 12.30 a 14,37 15,30 16,35 16,83 16,22 V2 (Maja) 11.75 ab 14,13 16,60 17,32 18,30 17,37 V3 (Kuning) 10.55 ab 13,22 15,07 16,33 17,32 17,03 V4 ( Bali Karet) 9.55 b 12,27 15,33 16,55 17,20 17,58

Kompos Limbah Kakao

K0 (0 g) 11,23 13,75 16,27 17,20 18,15 17,08 K1 (236 g) 11,22 13,60 15,78 17,02 17,87 17,82 K2 (472 g) 10,85 13,55 15,78 16,78 17,32 17,07 K3 (708 g) 10,85 13,08 14,47 15,55 16,32 16,23 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang

sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa rataan jumlah daun tanaman tertinggi

pada perlakuan varietas Bali Karet (V4) yaitu 17.58 dan terendah pada perlakuan

varietas Medan (V1) yaitu 16.22 helai.

(42)

Data hasil pengamatan jumlah siung per sampel dapat dilihat pada

Lampiran 32 dan 33,dari hasil sidik ragam diketahui bahwa varietas, pemberian

limbah kompos kakao dan interaksi antara keduanya tidak berbeda nyata terhadap

parameter jumlah anakan per sampel.

Untuk mengetahui rataan jumlah siung per sampel dari perlakuan varietas

[image:42.595.108.519.279.391.2]

dan pemberian limbah kompos kakao dapat dilihat pada Tabel 3 berikut :

Tabel 3. Rataan jumlah anakan per sampel pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao

Perlakuan Varietas

Rataan Kompos V1(Medan) V2(Maja) V3(Kuning) V4(Bali Karet)

K0 2,79 2,72 2,39 2,60 2,63

K1 2,63 2,65 2,49 2,78 2,63

K2 2,75 2,54 2,41 2,63 2,58

K3 2,46 2,44 2,37 2,53 2,45

Rataan 2,65 2,59 2,42 2,63

Diameter Umbi per Sampel (cm)

Data hasil pengamatan diameter umbi per sampel dapat dilihat pada

Lampiran 34 dan 35, dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas

berbeda nyata terhadap diameter umbi per sampel, sedangkan pemberian kompos

limbah kakao dan interaksi antara keduanya tidak berbeda nyata.

Untuk mengetahui rataan diameter umbi per sampel dari perlakuan

(43)

Tabel 4. Rataan diameter umbi per sampel (g) pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao

Perlakuan Varietas

Rataan Kompos V1(Medan) V2(Maja) V3(Kuning) V4(Bali karet)

K0 1,23 0,92 1,20 1,41 1,19

K1 0,97 1,13 1,10 1,29 1,12

K2 1,27 1,09 1,20 1,63 1,30

K3 0,98 1,08 1,02 1,53 1,15

Rataan 1,11b 1,05b 1,13b 1,46a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa varietas Bali Karet (V4) berbeda nyata

dengan varietas Medan (V1), varietas Maja (V2) dan varietas Kuning (V3), rataan

diameter umbi per sampel (cm) tertinggi pada perlakuan varietas Bali Karet (V4)

yaitu 1,46 cm dan terendah pada varietas Maja(V2) yaitu 1,05 cm.

Bobot Segar Umbi per Sampel (g)

Data hasil pengamatan bobot segar umbi per sampel dapat dilihat pada

Lampiran 36 dan 37, dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas

berbeda nyata terhadap bobot segar per sampel, sedangkan pemberian kompos

limbah kakao dan interaksi antara keduanya tidak berbeda nyata.

Untuk mengetahui rataan bobot segar per sampel dari perlakuan varietas

[image:43.595.107.518.593.711.2]

danpemberiankompos limbah kakaodapat dilihat pada Tabel 5 berikut :

Tabel 5. Rataan bobot segar per sampel (g) pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao

Perlakuan Varietas

Rataan Kompos V1(Medan) V2(Maja) V3(Kuning) V4(Bali Karet)

K0 3,59 3,33 3,05 4,41 3,59

K1 3,26 3,29 3,07 3,97 3,40

K2 3,26 3,04 2,94 4,60 3,46

K3 3,04 2,78 3,10 4,48 3,35

Rataan 3,29b 3,11b 3,04b 4,36a

(44)

Dari Tabel 5, dapat dilihat bahwa varietas Bali Karet (V4) berbeda nyata

dengan varietas Medan (V1), Maja (V2) dan Kuning (V3), dimana rataan bobot

segar per sampel tertinggi pada perlakuan varietas Bali Karet (V4) yaitu 4,36 g

dan terendah pada perlakuan varietas Kuning (V3) yaitu 3,04 g.

Bobot Kering Umbi per Sampel (g)

Data hasil pengamatan bobot kering umbi per sampel dapat dilihat pada

Lampiran 38 dan 39, dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas

berbeda nyata terhadap bobot kering per sampel, sedangkan pemberian kompos

limbah kakao dan interaksi antara keduanya tidak berbeda nyata.

Untuk mengetahui rataan bobot kering per sampel dari perlakuan varietas

[image:44.595.105.519.418.528.2]

dan kompos limbah kakao dapat dilihat pada Tabel 6 berikut :

Tabel 6. Rataan bobot kering per sampel (g) pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao

Perlakuan Varietas

Rataan Kompos V1(Medan) V2(Maja) V3(Kuning) V4(Bali Karet)

K0 3,07 2,81 2,58 4,19 3,16

K1 2,74 2,91 2,52 3,68 2,96

K2 2,85 2,63 2,69 4,37 3,13

K3 2,47 2,33 2,70 4,19 2,92

Rataan 2,78b 2,67b 2,62b 4,11a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari Tabel 6, dapat dilihat bahwa varietas Bali Karet (V4) berbeda nyata

dengan varietas Medan (V1), Maja (V2), dan Kuning (V3), dimana rataan bobot

kering tertinggi pada perlakuan varietas Bali Karet (V4) yaitu 4,11 g dan terendah

pada perlakuan varietas Kuning (V3) yaitu 2,62 g.

Bobot Segar Umbi per Plot (g)

(45)

nyata terhadap bobot segar per plot, sedangkan pemberian kompos limbah kakao

serta interaksi keduanya tidak berbeda nyata terhadap bobot segar per plot.

Untuk mengetahui rataan bobot segar per plot dari perlakuan varietas dan

[image:45.595.111.519.222.359.2]

kompos limbah kakao dapat dilihat pada Tabel 7 berikut :

Tabel 7. Rataan bobot segar per plot (g) pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao

Perlakuan Varietas

Rataan Kompos V1(Medan) V2(Maja) V3(Kuning) V4(Bali Karet)

K0 16,08 12,80 8,73 14,96 13,14

K1 13,36 14,29 11,00 17,56 14,05

K2 15,43 13,45 11,86 18,16 14,72

K3 12,90 13,67 10,73 16,46 13,44

Rataan 14,44ab 13,55bc 10,58c 16,79a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari Tabel 7, dapat dilihat bahwa varietasBali Karet (V4) tidak berbeda

nyata dengan varietas Medan (V1) namun berbeda nyata dengan varietas Maja

(V2) dan Kuning (V3) tertinggi pada varietas Bali Karet (V4) 16,79 g yaitu dan

bobot terendah pada varietas Kuning (V3) yaitu 10,58 g.

Bobot Kering Umbi Per Plot (g)

Data hasil pengamatan bobot kering umbi per plot dapat dilihat pada

Lampiran 42 dan 43, dari hasil sidik ragam diketahui bahwa varietas berbeda

nyata terhadap bobot kering per plot, sedangkan pemberian kompos limbah kakao

serta interaksi keduanya tidak berbeda nyata terhadap bobot segar per plot.

Untuk mengetahui rataan bobot kering per plot dari perlakuan varietas dan

(46)
[image:46.595.110.517.592.706.2]

Tabel 8. Rataan bobot kering per plot (g) pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao

Perlakuan Varietas

Rataan Kompos V1(Medan) V2(Maja) V3(Kuning) V4(Bali karet)

K0 14,43 11,63 7,93 13,56 11,89

K1 12,17 13,00 9,96 15,93 12,77

K2 13,98 12,17 10,73 16,46 13,34

K3 11,70 12,42 9,22 14,75 12,02

Rataan 13,07ab 12,31bc 9,46c 15,17a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %

Dari Tabel 8, dapat dilihat bahwa varietasBali Karet (V4) tidak berbeda

nyata dengan varietas Medan (V1) namun berbeda nyata dengan varietas Maja

(V2) dan Kuning (V3)rataan tertinggi pada varietas Bali Karet (V4) 15,17 g yaitu

dan bobot terendah pada varietas Kuning yaitu 9,46 g.

Umur Panen (HST)

Data hasil pengamatan umur panen dapat dilihat pada Lampiran 44 dan 45,

dari hasil sidik ragam diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap mur

panen, sedangkan pemberian kompos limbah kakao serta interaksi keduanya tidak

berbeda nyata terhadap bobot segar per plot.

Untuk mengetahui rataan umur penen dari perlakuan varietas dan kompos

limbah kakaodapat dilihat pada Tabel 8 berikut:

Tabel 8. Rataan umur panen (HST) pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao

Perlakuan Varietas

Rataan Kompos V1(Medan) V2(Maja) V3(Kuning) V4(Bali Karet)

K0 67,67 61,20 61,13 73,20 65,80

K1 67,53 61,33 62,07 73,00 65,98

K2 67,40 61,53 61,67 73,20 65,95

K3 67,20 61,00 61,93 73,20 65,83

Rataan 67,45b 61,27d 61,70c 73,15a

(47)

Dari Tabel 8, dapat dilihat bahwa rataan umur panen bahwa varietas Bali

Karet (V4) berbeda nyata terhadap varietas Medan (V1), Maja (V2) dan Kuning

(V3), dan rataan tertinggi pada perlakuan varietas Bali Karet (V4) yaitu 73,15 g

dan terendah pada perlakuan varietas Maja (V2) yaitu 61,27 g.

Heritabilitas

Nilai duga heritabilitas (h2

Berdasarkan kriteria heritabilitas diperoleh seluruh parameter mempunyai

nilai heritabilitas tinggi.

) untuk masing-masing parameter dapat

dievaluasi dan dapat dilihat pada Tabel 9 . Nilai duga heritabilitas berkisar antara

[image:47.595.108.516.375.565.2]

0 - 0,97.

Tabel 9. Nilai duga heritabilitas (h2 Parameter

) masing-masing parameter

Heritabilitas (h) (%)

Tinggi Tanaman (cm) 0,80t

Jumlah Daun (helai) 0,80t

Jumlah Anakan (siung) 0,77t

Diameter Umbi (cm) 0,98t

Bobot Segar Per Sampel (g) 0,80t

Bobot Kering Per Sampel (g) 0,79t

Bobot Segar Per Plot (g) 0,24s

Bobot Kering Per plot (g) 0,61t

Umur Panen (hari) 0,80t

Keterangan :

r = rendah (<0,2) s = sedang (0,2-0,5) t = tinggi (>0,5)

Tabel 9 menunjukkan nilai heritabilitas tertinggi terdapat pada parameter

diameter umbi yaitu 0,98 sedangkan nilai heritabilitas terendah terdapat pada

parameter bobot segar per plot yaitu 0,24.

Pembahasan

Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa varietas menunjukkan

pengaruh yang nyata pada parameter tinggi tanaman 2 MST hingga 7 MST dan

(48)

berpengaruh tidak nyata. Hal ini disebabkan masing-masing varietas membawa

sifat karakter genetik masing-masing terhadap pertumbuhan dan perkembangan

bawang merah. Hal ini sesuai dengan literatur Sitompul dan Guritno (1995) yang

menyatakan bahwa perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor

penyebab keragaman tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada

berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang

menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman

akibat perbedaaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan

tanaman yang digunakan berasal dari jenis tanaman yang sama.

Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa varietas, kompos dan interaksi

keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah anakan. Hal ini dikarenakan

faktor lingkungan yang tidak sesuai yaitu tingginya curah hujan pada saat

perkembangan anakan bawaang merah sehingga mengakibatkan perkembangan

anakan bawang merah tidak optimal. Hal ini sesuai denga literatur Sumarni dan

Hidayat (2005) yang menyatakan bahwa bawang merah lebih senang pada iklim

kering, dan udara panas dan bawang merah sangat baik ditanam pada musim

kemarau.

Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa varietas menunjukkan pengaruh

yang nyata terhadap diameter umbi bawang merah, sedangkan kompos dan

interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Hal ini disebabkan karena besar

umbi dapat dipengaruhi oleh faktor genetik. Hal ini sesuai dengan literatur

Putrasamedja dan Soedomo (2007) yang menyatakan bahwa umbi bawang merah

(49)

ukuran diameter umbi lebih besar dari 2 cm, merupakan karakteristik utama umbi

bawang merah.

Dari hasil yang diperoleh bahwa varietas menunjukkan pengaruh yang

nyata terhadap bobot segar, bobot kering per sampel dan bobot segar, bobot

kering per plot, sedangkan kompos dan interaksi keduanya berpengaruh tidak

nyata. Hal ini disebabkan karena pengaruh genetis pada yang membedakan ukuran

diameter umbi sehingga berpengaruh pada bobot segar dan kering tiap varietas.

Hal ini sesuai dengan literatur Putrasamedja dan Soedomo (2007) yang

menyatakan setiap varietas bawang merah memiliki deskripsi yang berbeda-beda.

Dalam ukuran diameter umbi yang berbeda, hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor

genetik masing-masing varietas. Selain itu lingkungan juga dapat mempengaruhi

besar umbi. Jika berbagai varietas ditanam di lahan yang sama, maka besar umbi

tiap varietas juga berbeda yang menyebabkan bobot tiap varietas berbeda.

Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian kompos limbah

kakao tidak berpengaruh nyata pada seluruh parameter. Hal ini disebabkan karena

kurangnya kematangan kompos yang disebabkan pengadukan pada saat

fermentasi kompos kurang merata sehingga suhu tidak stabil. Kurangnya

kematangan kompos tersebutmengakibatkan unsur K yang dihasilkan kompos

rendah yaitu sebesar 1,93 sedangkan unsur K pada standarlisasi kompos limbah

kakao sebesar 6,08 K2O. Selain itu, unsur K didalam tanah inseptisol rendah. Hal

ini sesuai dengan literatur Isroi (2007) yang menyatakan bahwa kandungan hara

mineral kulit buah kakao cukup tinggi, khususnya Kalium dan Nitrogen.

Dilaporkan bahwa 61% dari total nitrogen buah kakao disimpan dalam kulit buah.

(50)

dibuat dari kulit buah kakao adalah 1,81% N, 26,62% C-organik, 0,31% P2O5,

6,08%K2O, 1,22% CaO, 1,37% MgO, dan 44,85 cmol/kg KTK.

Hasil analisis data penelitian diperoleh bahwa interaksi antara varietas

dengan pemberian kompos berbeda tidak nyata terhadap semua parameter. Hal ini

diduga karena respon setiap varietas berbeda-beda terhadap kondisi lingkungan,

jika kondisi lingkungan tidak menentu, seperti kondisi curah hujan tinggi seberasr

, kelembaban dan suhu yang rendah dapat memungkinkan rhambatnya

pertumbuhan tanaman bawang merah dan pemberian kompos tidak dapat

berinteraksi dengan tanaman disebabkan karena rasio C/N tinggi yakni sebesar

23,24 yang menyebabkan unsur hara yang terkandung dalam kompos tidak

tersedia dan tidak dapat diserap oleh tanah sedangkan rasio C/N dalam kompos

yang matang berkisar 15-20.Hal ini sesuai dengan literatur Foot and Fertiizir

Technology Center (1997) secara umum telah mengusulkan persyaratan minimal

untuk pupuk organik, yaitu mencantumkan kadar kandungan hara, pH, C/N rasio

maksimal 20, kandungan bahan organic maksimal 60%.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kompos limbah kakao berpengaruh

tidak nyata pada seluruh parameter. Hal ini disebabkan karena unsur hara yang

tersedia pada tanah inseptisol sangat sedikit, terbukti dari hasil analisis tanah

diperoleh C-organik 0,56%, N-total 0,05%, K-tukar 0,101 me/100 yang

menyatakan tanah miskin unsur hara tersedia. Dengan tidak tersediannya unsur

hara dalam tanah, maka kompos dalam dosis yang diberikan tidak menambah

ketersediaan hara pada tanah inseptisol karena unsur yang terdapat dalam kompos

C-organik 23,27%, N-total 1,13%, ratio C/N 23,24, P2O5-total 1,46%, K2O

(51)

memeliki unsur hara yang rendah menyebabkan pertumbuhan dan produksi

(52)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Varietas bawang merah yang pertumbuhan dan produksinya tinggi yaitu

varietas Bali Karet terlihat pada parameter tinggi tanaman, diameter umbi,

bobot segar per sampel, bobot kering per sampel, bobot segar per plot,

bobot kering per plot berbeda nyata pada varietas Medan, varietas Kuning,

dan Varietas Maja.

2. Pemberian kompos limbah kakao berpengaruh tidak nyata terhadap

pertumbuhan dan produksi tanaman bawang merah.

3. Interaksi antara varietas dan pemberian kompos limbah kakao pada

tanaman bawang merah berbeda tidak nyata pada pertumbuhan dan

produksi bawang merah.

Saran

Lebih diperhatikan dalam kematangan kompos yang optimal sehingga

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Abdoellah, S. 2000. Substitusi pupuk anorganik dengan pupuk organik pada tanaman kopi. Pelita Perkebunan.

Ambarwati, E, P. Yudono. 2003. Keragaman Stabilitas Hasil Bawang Merah.

Ilmu. 10(2):1-10.

Azmi,. Hidayat, Wiguna, 2011. Pengaruh Varietas dan Ukuran Umbi terhadap

Produktivitas Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.

Allard, R. W., 2005. Principles of Plant Breeding. Jhon Wiley and Sons, New

York

BPS,. 2011. Sumatera Utara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Provinsi

Sumatera Utara, Medan.[17 September 2010]

Hardjowigono, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis Akademika Pressindo,

Jakarta.

Isroi, 2007. Pengomposan Limbah Kakao. Balai Penelitian Bioteknologi

Perkebunan Indonesia. Bogor.

KEPMEN Pertanian, 2004. SNI Nomor 19-7030-2004. Jakarta.11 April 2013.

Foot Fertilezer Technologi Center (FFTC). 1997. Quality Control for Organic

Fertilizer. News Letter 117, Taiwan. ROC.

Nur, S., Thohari, 2005. Tanggap Dosis Nitrogen dan Pemberian Berbagai Macam

Bentuk Bulus Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah

(Allium ascalonicu L.). Staf Dinas Pertanian. Brebes.

Poehlman, J. M.,Sleper, D. A., 1995. Bredding Field Crops. Panima Publishing

Coorporation, New Delhi.

Putrasamedja, S, P. Soedomo. 2007. Evaluasi Bawang Merah yang Akan Dilepas. J. Pembangunan Pedesaan 7(3):133-146.

Resman, Syamsul A. Siradz, dan Bambang H. Sunarminto. 2006. Kajian Beberapa Sifat Kimia dan Fisika Inceptisol pada Toposekuen Lereng Selatan Gunung Merapi, Kabupaten Sleman. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 6 (2) p : 101-108.

Rismunandar, 1989. Membudidayakan 5 Jenis Bawang. Sinar Baru, Bandung.

Rosniawaty, S. 2004. Pengaruh Kompos Kulit Kakao dan Kascing Terhadap

Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) Kultivar Upper Amazone

(54)

Rukmana, E., 2005. Teknik Pelaksanaan Kegiatan Efikasi Zat Perangsang

Tumbuh Pada Bawang Merah. Buletin Teknik Pertanian Vol. 9. No 2, 2005

Sitompul, S. M., Guritno, B., 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM Press,

Yogyakarta.

Stansfield, W. D., 1991. Teori dan Soal-soal Genetika. Alih bahasa : M. Affandi dan L. T. Hardy. Erlangga, Jakarta.

Subagyo, H. N., Suharta, A.B Siswanto, 2000. Tanah-Tanah Pertanian di

Indonesia dan Sumber Daya Lahan Indonesia dan Pengolahannya. Pusat

Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor, 21-65 hal.

Sudirja, 2010. Bawang Merah. http//www.lablink.or.id/Agro/bawangmrh/

Alternaria partrait.html [12 Juni 2010]

Sumarni, N. Hidayat, A., 2005. Budidaya Bawang Merah. Balai Penelitian

Tanaman Sayuran, Bandung.

Suwandi, Hendro, H. P. Anggoro, dan A. B. Farid, 1995. Teknologi Produksi

Bawang Merah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Jakarta.

Tjionger, M. 2010. Memperbesar dan Memperbanyak Umbi Bawang Merah.

Gambar

Tabel 1. Rataan pertumbuhan tinggi tanaman (cm) pada perlakuan varietas dan pemberian kompos limbah kakao
Tabel 2. Rataan pertumbuhan jumlah daun (helai) pada perlakuan varietas dan  pemberian kompos limbah kakao
Tabel 3. Rataan jumlah anakan per sampel pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao
Tabel 5. Rataan bobot segar per sampel (g) pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao
+5

Referensi

Dokumen terkait

Sri Wahyuningsih, dkk, Persepsi dan Sikap Penegak Hukum Terhadap Penanganan Kasus-Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Sesuai dengan Undang-Undang Penghapusan KDRT Nomor 23

Menurut Wilbraham (1992), eceng gondok dapat digunakan sebagai adsorben material berbahaya pada lingkungan. Kandungan selulosa ini sangat berpotensi untuk digunakan

In this project, thermal imagery collected via a lightweight remote sensing Unmanned Aerial Vehicle (UAV) was used to create a surface temperature map for the purpose of

(2) Bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Kota Payakumbuh Nomor O4 Tahun 2}ll Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Kesatuan Bangsa

Dengan adanya simulasi ini diharapkan rekan mahasiswa lebih mudah memahami binary search dan dapat mengurangi kejenuhan bagi mahasiswa yang mempelajari pencarian data dengan

Tata Bangunan adalah produk dari penyelenggaraan bangunan gedung beserta lingkungannya sebagai wujud pemanfaatan ruang, meliputi berbagai aspek termasuk pembentukan citra/

Kompetensi Khusus Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tentang : (1) masalah- masalah pokok organisasi ekonomi, 2) metodologi

[r]