RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DENGAN PEMBERIAN
KOMPOS LIMBAH KAKAO PADA TANAH INSEPTISOL
SKRIPSI
Oleh :
DYANNE GISELLA P. TAMBAK/080307003 PEMULIAAN TANAMAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DENGAN PEMBERIAN
KOMPOS LIMBAH KAKAO PADA TANAH INSEPTISOL
SKRIPSI
Oleh :
DYANNE GISELLA P. TAMBAK/080307003 PEMULIAAN TANAMAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas
Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian
Kompos Limbah Kakao Pada Tanah Inseptisol
Nama : Dyanne Gisella P. Tambak
NIM : 080307003
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat : Pemuliaan Tanaman
Disetujui oleh,
Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing
(Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP. MSc. Ph.D) (Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS NIP. 1973 0712 2005 02.1.002 NIP. 1958 1017 1984 03.1.003
)
Mengetahui,
Ketua Program StudiAgroekoteknologi
ABSTRAK
DYANNE GISELLA P TAMBAK : Respons Beberapa Varietas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Kompos Limbah Kakao Pada Tanah Inseptisol dibimbing oleh Luthfi Aziz Mahmud Siregar dan Rosmayati.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggap empat varietas bawang merah terhadap pemberian kompos limbah kakao pada tanah inseptisol, yang telah dilaksanakan di Lahan Kampus Universitas Tengku Amir Hamzah, Jalan Pancing, Medan Estate, Deli Serdang dari bulan April hingga July 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan faktor ganda, Faktor pertama adalah varietas yanaman antara lain Varietas Medan, Maja, Kuning dan Bali Karet. Faktor kedua dosis kompos limbah kakao dengan 4 taraf, yaitu 0 g, 236 g, 472 g, dan 708 g.Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata pada tinggi tanaman, jumlah daun pada 2 minggu setelah tanam, diameter umbi per sampel, bobot segar umbi per sampel, bobot kering per sampel, berat segar per plot, berat kering per plot dan umur panen.Dosis kompos limbah kakao tidak berbeda nyata seluruh parameter pengamatan. Interaksi antara varietas dan dosis kompos limbah kakaobelum berpengaruh nyata terhadap semua parameter.
ABSTRACK
DYANNE GISELLA P. TAMBAK: Response Varieties of Onion (Allium ascalonicum L.) Against Giving Cocoa Waste Compost on The Ground Inceptisol supervised by Luthfi Aziz Mahmud Siregar and Rosmayati.
The study aimed to know respons of four onion extent on the provision of cocoa waste compost on soil inseptisol. Research was conducted at campus area Tengku Amir Hamzah University,Pancing, Medan Estate, Deli Serdang (± 15 m above sea level) from April -Juli 2012. This study used a randomized block design the frist factorsis the variety, Medan Variety, Maja variety, Kuning variety and Bali Karet variety. The second factor is with 4 levels of cocoa waste compost, namely 0 g, 236 g, 472 g, and708 g.. The data obtained were analyzed using analysis of variance, followed by Honestly Significant Difference test.
The results showed that the varieties significantly of plant height, number of leaves at 2 week after plant, bulbs per sample,fresh weight per sample, dry weight per sample, fresh weight per plot, dry weight per plot and harves time. Response of giving cocoa waste compost not significantly to all observation parameters. Interaction between varieties and cocoa waste compost doses not significantlyto all observation parameters.
RIWAYAT HIDUP
Dyanne Gisella P. Tambak, lahir di Bangun Purba pada tanggal 18 Juni
1990. Anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan
Drs. Erius Simson P. Tambak dan Ibunda Anna br. Girsang.
Tahun 2002 penulis lulus dari SD Negeri SD Negeri 101990, tahun 2005
lulus dari SMP Negeri 1 Bangun Purba dan tahun 2008 lulus dari SMA Negeri 1
Bangun Purba.
Tahun 2008 penulis lulus melalui jalur PMDK di Universitas Sumatera
Utara (USU), Fakultas Pertanian pada Departemen Budidaya Pertanian Program
Studi Pemuliaan Tanaman.
Pada Tahun 2011 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di
PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung Para Kab. Simalungun,
Sumatera Utara. Dan tahun 2012 melaksanakan penelitian di Lahan Kampus
Universitas Tengku Amir Hamzah, Jln. Pancing, Medan Estate, Deli Serdang.
Selama perkuliahan penulis mengikuti kegiatan organisasi Himpunan
Mahasiswa Departemen Budidaya Pertanian (HIMADITA), mengikuti Traning
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan yang Maha Kuasa, atas segala berkat Rahmat dan
Berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Respons Beberapa Varietas
Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Kompos Limbah Kakao Pada Tanah Inseptisol”, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada
Ayahanda Drs. Erius Simson P. Tambak dan Ibunda Anna br. Girsang yang
dengan penuh keikhlasan dan kesabaran dalam mendidik, menyayangi dan
mendukung penulis. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada
Komisi Pembimbing, Bapak Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP. MSc. Ph.D selaku
Ketua dan Ibu Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS selaku Anggota yang telah banyak
memberikan saran dan arahan kepada penulis selama melakukan penelitian hingga
penulisan skripsi ini selesai. Penulis juga berterimakasih kepada adik saya
Ryando Quares P. Tambak atas dukungan dan doanya. Terima kasih juga penulis
ucapkan kepada Keluarga Bapak Hakim Purba, SP. atas bantuannya dan
teman-teman MILITAN’08, atas bantuan, hiburan serta dukungannya kepada penulis.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi bidang ilmu pengetahuan.
Medan,April 2013
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTARLAMPIRAN ... vii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 4
Hipotesis Penelitian ... 4
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5
Syarat Tumbuh ... 6
Iklim ... 6
Tanah ... 7
Kompos Limbah Kakao ... 8
Varietas ... 10
Heritabilitas ... 13
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan waktu penelitian ... 15
Bahan dan Alat ... 15
Metode Penelitian ... 15
PELAKSANAAN PENELITIAN Pembuatan Kompos Limbah Kakao ... 19
Persiapan Lahan ... 19
Aplikasi Kompos Limbah Kakao ... 19
Persiapan Bibit ... 19
Penanaman Bibit ... 20
Penanaman ... 20
Pemeliharaan Tanaman ... 20
Penyiraman ... 20
Penyulaman ... 20
Pemupukan ... 20
Pembumbunan ... 21
Penyiangan ... 21
Pengendalian Hama dan Penyakit ... 21
Panen ... 21
Pengeringan ... 21
Pengamatan Parameter ... 22
Tinggi Tanaman (cm) ... 22
Jumlah Daun (helai) ... 22
Jumlah anakan per Sampel (siung) ... 22
Diameter Umbi (cm) ... 22
Bobot segar per sampel (g) ... 22
Bobotkeringper sampel (g) ... 22
Bobot segar per plot ... 23
Umur panen ... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 24
Tinggi Tanaman (cm) ... 24
Jumlah Daun (helai) ... 25
Jumlah Anakan per Sampel (siung) ... 26
Diameter Umbi (cm) ... 26
Bobot Segar Umbi per Sampel(g) ... 27
Bobot Kering Umbiper Sampel(g) ... 28
Bobot Segar Umbi per Plot ... 29
Bobot Kering per Plot ... 30
Umur Panen ... 31
Heritabilitas ... 32
Pembahasan ... 33
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37
Saran... 37
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Hal
1. Rataan tinggi tanaman (cm) pada 2 – 7 MST dengan perlakuan
varietas dan pemberian kompos limbah kakao ... 24
2. Rataan jumlah daun (helai) dengan perlakuan varietas dan pemberian
kompos limbah kakao ... 25
3. Rataan jumlah anakan (siung) dengan perlakuan varietas dan
pemberian kompos limbah kakao... 26
4. Rataan diameter umbi (cm) dengan perlakuan varietas dan pemberian
kompos limbah kakao ... 27
5. Rataan bobot segar umbi per sampel (g) denganperlakuan varietas dan
pemberian kompos limbah kakao... 28
6. Rataan bobot kering umbi per sampel (g) dengan perlakuan varietas
dan pemberian kompos limbah kakao ... 29
7. Rataan bobot segar umbi per plot (g) dengan perlakuan varietas dan
pemberian kompos limbah kakao... 30
8. Rataan bobot kering umbi per plot (g) dengan perlakuan varietas dan
pemberian kompos limbah kakao... 31
9. Rataan umur panen (HST) dengan perlakuan vrietas dan pemberian
kompos limbah kakao ... 32
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1. Bagan Penelitian ... 40
2. Bagan Plot Penelitian ... 41
3. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 42
4. Deskripsi Bawang Merah Varietas Medan ... 43
5. Deskripsi Bawang Merah Varietas Maja ... 44
6. Deskripsi Bawang Merah Varietas Kuning ... 45
7. Deskripsi Bawang Merah Varietas Bali Karet ... 46
8. Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 2 MST ... 47
9. Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 2 MST ... 47
10.Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 3 MST ... 48
11.Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 3 MST ... 48
12.Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 4 MST ... 49
13.Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 4 MST ... 49
14.Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 5 MST ... 50
15.Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 5MST ... 50
16.Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 6 MST ... 51
17.Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 6 MST ... 51
18.Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 7 MST ... 52
19.Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 7 MST ... 52
20.Tabel Pengamatan Jumlah Daun (helai) 2 MST ... 53
23.Sidik Ragam Jumlah Daun (helai) 3 MST ... 54
24.Tabel Pengamatan Jumlah Daun (helai) 4 MST ... 55
25.Sidik Ragam Jumlah Daun (helai) 4 MST ... 55
26.Tabel Pengamatan Jumlah Daun (helai) 5 MST ... 56
27.Sidik RagamJumlah Daun (helai) 5 MST ... 56
28.Tabel Pengamatan Jumlah Daun (helai) 6 MST ... 57
29.Sidik Ragam Jumlah Daun (helai) 6 MST ... 57
30.Tabel Pengamatan Jumlah Daun (helai) 7 MST ... 58
31.Sidik Ragam Jumlah Daun (helai) 7 MST ... 58
32.Tabel DataJumlah Anakan per Sampel (siung) ... 59
33.Sidik Ragam Jumlah Siung per Sampel (siung) ... 59
34.Tabel Diameter Umbi (cm) ... 60
35.Sidik Ragam Diameter Umbi (cm) ... 60
36.Tabel Bobot Segar per Sampel (g) ... 61
37.Sidik Ragam Bobot Segar Umbi per Sampel (g) ... 61
38.Tabel Bobot Kering Umbiper Sampel (g) ... 62
39.Sidik Ragam Bobot Kering Umbi per Sampel (g) ... 62
40.Tabel Bobot Segar Umbi per Plot (g) ... 63
41.Sidik Ragam Bobot SegarUmbi per Plot (g) ... 63
42.Tabel Bobot Kering Umbi per Plot (g) ... 64
43.Sidik Ragam Bobot Kering Umbiper Plot (g) ... 64
44.Tabel Umur Panen (HST) ... 65
45.Sidik Ragam Umur Panen (HST) ... 65
47.Foto Umbi Bawang Merah Setiap Perlakuan ... 67
48.Foto Bibit Bawang Merah ... 68
49.Data BMKG ... 69
50.Data Analisis Tanah ... 70
ABSTRAK
DYANNE GISELLA P TAMBAK : Respons Beberapa Varietas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Kompos Limbah Kakao Pada Tanah Inseptisol dibimbing oleh Luthfi Aziz Mahmud Siregar dan Rosmayati.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggap empat varietas bawang merah terhadap pemberian kompos limbah kakao pada tanah inseptisol, yang telah dilaksanakan di Lahan Kampus Universitas Tengku Amir Hamzah, Jalan Pancing, Medan Estate, Deli Serdang dari bulan April hingga July 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan faktor ganda, Faktor pertama adalah varietas yanaman antara lain Varietas Medan, Maja, Kuning dan Bali Karet. Faktor kedua dosis kompos limbah kakao dengan 4 taraf, yaitu 0 g, 236 g, 472 g, dan 708 g.Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata pada tinggi tanaman, jumlah daun pada 2 minggu setelah tanam, diameter umbi per sampel, bobot segar umbi per sampel, bobot kering per sampel, berat segar per plot, berat kering per plot dan umur panen.Dosis kompos limbah kakao tidak berbeda nyata seluruh parameter pengamatan. Interaksi antara varietas dan dosis kompos limbah kakaobelum berpengaruh nyata terhadap semua parameter.
ABSTRACK
DYANNE GISELLA P. TAMBAK: Response Varieties of Onion (Allium ascalonicum L.) Against Giving Cocoa Waste Compost on The Ground Inceptisol supervised by Luthfi Aziz Mahmud Siregar and Rosmayati.
The study aimed to know respons of four onion extent on the provision of cocoa waste compost on soil inseptisol. Research was conducted at campus area Tengku Amir Hamzah University,Pancing, Medan Estate, Deli Serdang (± 15 m above sea level) from April -Juli 2012. This study used a randomized block design the frist factorsis the variety, Medan Variety, Maja variety, Kuning variety and Bali Karet variety. The second factor is with 4 levels of cocoa waste compost, namely 0 g, 236 g, 472 g, and708 g.. The data obtained were analyzed using analysis of variance, followed by Honestly Significant Difference test.
The results showed that the varieties significantly of plant height, number of leaves at 2 week after plant, bulbs per sample,fresh weight per sample, dry weight per sample, fresh weight per plot, dry weight per plot and harves time. Response of giving cocoa waste compost not significantly to all observation parameters. Interaction between varieties and cocoa waste compost doses not significantlyto all observation parameters.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang
sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas ini juga
merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan
kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah. Karena
memiliki nilai ekonomis yang tinggi, maka pengusahaan bawang merah telah
menyebar hampir semua propinsi di Indonesia. Meskipun minat petani cukup
kuat, namun dalam proses pengusahaannya masih ditemui berbagai kendala, baik
kendala yang bersifat teknis maupun ekonomis
(Sumarni dan Hidayat, 2005).
Bawang merah mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi. Tiap 100
gram bawang merah mengandung kalori 39 kal, 150 protein, 0,30 gram lemak,
9,20 gram karbohidrat, 50 vitamin A, 0,30 mg vitamin B, 200 mg vitamin C, 36
mg kalsium, 40 mg fosfor dan 20 gram air. Di Indonesia tanaman bawang merah
telah lama diusahakan oleh petani sebagai usaha tani yang bersifat komersial
untuk memenuhi permintaan pasar yang cukup besar. Hal ini merupakan suatu
indikasi bawang merah posisi yang strategis dalam beberapa aspek
(Nur dan Thohari, 2005).
Produksi bawang merah propinsi Sumatera Utara pada tahun 2010
menurut Dinas Pertanian yang dikutip dari Badan Pusat Statistik (2012) adalah
9.413 ton, sedangkan kebutuhan bawang merah untuk daerah Sumatera Utara
masih jauh dibawah kebutuhan. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan
tersebut salah satunya dikarenakan belum optimalnya sistem kultur teknis dalam
budidaya (Badan Pusat Statistik, 2012).
Saat ini petani cendrung memilih menggunakan pupuk kimia dari pada
menggunakan kompos. Hal ini karena kandungan hara didalam pupuk kimia lebih
tinggi sehingga pengaruhnya cepat terlihat, sedangkan kompos pengaruhnya tidak
terlihat cepat. Akibatnya kandungan bahan organik tanah berkurang, kesuburan
tanah menurun, hasil panen terus menurun. Kondisi ini mendorong petani
menggunakan pupuk kimia dengan dosis yang semakin meningkat. Salah satu
cara untuk mengembalikan kondisi kesuburan tanah seperti semula adalah dengan
menambahkan kompos ke tanah pertanian dan mengurangi penggunaan pupuk
kimia (Isroi, 2007).
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran
bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau
anaerobik. Sedangkan proses pengomposan adalah proses dimana bahan organik
mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang
memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah
mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk
lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang,
pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator
pengomposan (Isroi, 2007).
Kekhawatiran adanya pengaruh buruk terhadap kesehatan akibat pencemaran
pupuk imia, kini disadari peran yang dimainkan oleh bahan organik, dan berusaha
pupuk 3 buatan (anorganik). Kecenderungan semacam tersebut di atas memunculkan
sistem pertanian yang dikenal dengan sistem pertanian berkelanjutan dengan masukan
eksternal rendah. Di samping berfungsi utama untuk memperbaiki sifat fisika tanah
(sebagai soil conditioner), bahan organik juga membantu mengubah unsur hara tanah
yang semula tidak tersedia menjadi tersedia, serta mengandung unsur hara yang
diperlukan tanaman meskipun dalam jumlah sedikit. Sifat fisik tanah yang baik akan
menyebabkan penyerapan unsur hara tanah oleh tanaman menjadi lebih lancar. Oleh
karena itu, penambahan bahan organik akan mengurangi jumlah unsur hara yang
diperlukan tanaman dalam bentuk pemberian pupuk anorganik (Abdoellah, 2000).
Kandungan hara mineral kulit buah kakao cukup tinggi, khususnya Kalium
dan Nitrogen. Dilaporkan bahwa 61% dari total nitrogen buah kakao disimpan
dalam kulit buah. Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa kandungan hara
kompos yang dibuat dari kulit buah kakao adalah 1,81% N, 26,62% C-organik,
0,31% P2O5, 6,08%K2O, 1,22% CaO, 1,37% MgO, dan 44,85 cmol/kg KTK.
Aplikasi kompos kulit kakao dapat meningkatkan produksi hingga 19,48% pada
tanaman (Isroi, 2007).
Jenis tanah ternyata memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil
dan kualitas umbi bawang merah. Tanah inseptisol tidak memberikan hasil umbi
yang lebih baik dan tinggi, tetapi memberikan kualitas umbi yang lebih baik dari
pada tanah – tanah jenis latosol dan jenis andosol. Pada tanah jenis inseptisol
dihasilkan umbi yang berbentuk bulat, keras dan warna kulitnya merah violet
yang mengkilap. Kualitas umbi bawang merah seperti itudisukai oleh konsumen.
Pada tanah jenis-jenis latosol dan jenis andosol dihasilkan umbi yang bentuknya
Hingga kini, belum ada data tentang pengaruh pemberian kompos limbah
kakao pada tanah inseptisol terhadap pertumbuhan dan produksi beberapa varietas
bawang merah. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian guna mengetahui pertumbuhan dan produksi beberapa varietas
bawang merah (Alium ascalonicum L.) terhadap aplikasi kompos limbah kakao
pada tanah inseptisol.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui tanggap empat varietas bawang merah terhadap aplikasi
kompos limbah kakao pada tanah inseptisol.
Hipotesis Penelitian
Ada perbedaan pertumbuhan dan produksi beberapa varietas bawang merah,
pemberian beberapa taraf kompos limbah kakao dan interaksi keduanya pada
tanah inseptisol terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah.
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Menurut Rukmana (2005) klasifikasi tanaman bawang merah adalah
sebagai berikut kingdom Plantae, divisio Spermatophyta, sub-divisio
Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, ordo Lilialaes, famili Liliales, genus
Allium, spesis Allium ascalonicum L.
Bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan
bercabangterpencar, pada kedalaman antara 15-30 cm di dalam tanah. Karena sifat
perakaran inilah, bawang merah tidak tahan kering (Azmi, dkk, 2011).
Batang bawang merah merupakan bagian kecil dari keseluruhan bagian
tanaman, berbentuk seperti cakram disebut diskus, beruas – ruas dan diantara ruas
– ruas terdapat kuncup-kuncup. Bagian bawah cakram merupakan tempat tumbuh
akar. Bagian atas batang sejati merupakan umbi semu, berupa umbi lapis (bulbus)
yang berasal dari modifikasi pangkal daun bawang merah. Pangkal dan sebagian
tangkai daun menebal, lunak dan berdaging, berfungsi sebagai tangkai daun
menebal, lunak dan berdaging, berfungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan
makanan (Rukmana, 2005).
Daun pada bawang merah hanya merupakan satu permukaan, berbentuk
bulat kecil memanjang dan berlubang seperti pipa. Bagian ujung daunnya
meruncing dan bagian bawahnya melebar seperti kelopak dan membengkak
(Rukmana, 2005).
Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang
bertangkai dengan 50-200 kuntum bunga. Pada ujung dan pangkal tangkai
berlubang didalamnya. Tangkai tandan bunga ini sangat panjang, lebih tinggi dari
daunnya sendiri dan mencapai 30-50 cm. Sedangkan kuntumnya juga bertangkai
tetapi pendek antara 0,2 – 0,6 cm (Ambarwati dan Yudono, 2003).
Tangkai tandan bunga keluar dari tunas apikal yang merupakan tunas
utama (tunas inti). Tunas ini paling pertama muncul dari dasar umbi melalui
ujung-ujung umbi, seperti halnya daun biasa. Tangkai tandan bunga pada bagian
bawah berbentuk kecil, bagian tengah membesar dan semakin keatas bentuknya
semakin mengecil. Selanjutnya pada bagian yang membentuk kepala yang
meruncing seperti mata tombak (Sudirja, 2010).
Bawang merah memiliki buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumbuh
membungkus biji berjumlah 2-3 butir. Bentuk biji agak pipih, sewaktu masih
muda berwarna bening atau putih, tetapi setelah tua menjadi hitam. Biji-biji
bawang merah dapat dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara
generatif (Rukmana, 2005).
Kualitas umbi bawang merah ditentukan oleh faktor, seperti warna,
kepadatan, rasa, aroma dan bentuk. Bawang merah yang warnanya merah,
umbinya padat, rasanya pedas, aromanya wangi jika digorengdan bentuk yang
lonjong serta umbi yang lebih besar lebih menarik dan disukai oleh konsumen
(Sumarni dan Hidayat, 2005).
Syarat Tumbuh Iklim
Bawang merah paling menyukai daerah yang beriklim kering dengan suhu
yang agak panas dan cuaca cerah. Daerah yang sering berkabut kurang baik untuk
juga kurang baik. Demikian juga tempat yang terlindung dan teduh
(Azmi, dkk, 2011).
Bawang merah biasa dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di
dataran rendah sampai dataran tinggi ± 1.100 meter diatas permukaan laut, tetapi
produksi terbaik dihasilkan didataran rendah yang memiliki suhu udara 25-32 dan
iklim kering. Sebaiknya ditempat yang terbuka dan mendapat sinar matahari ±
70%, karena bawang merah termasuk tanaman yang memerlukan sinar matahari
cukup panjang. Ketinggian tempat paling ideal antara 0-800 meter diatas
permukaan laut (Rukmana, 2005).
Bawang merah lebih senang pada iklim kering, tanah aluvial, dan udara
panas sehingga sangat baik bila ditanam didataran rendah. Bawang merah sangat
baik ditanam pada musim kemarau. Tanaman bawang merah masih tumbuh dan
dapat berumbi di dataran tinggi, tetapi umur tanamannya menjadi lebih panjang
0,5-1 bulan dan hasil umbinya lebih rendah (Sumarni dan Hidayat, 2005).
Tanah
Tanah yang paling baik untuk lahan bawang merah adalah tanah yang
mempunyai kemasaman yang agak sedikit asam samapai normal, yaitu pH-nya
antara 6,0-6,8. Kemasaman dengan pH antara 5,5-7,0 masih termasuk kisaran
kemasaman yang dapat digunakan untuk lahan bawang merah
(Ambarwati dan Yudono, 2003).
Tanaman bawang merah memerlukan tanah tekstur sedang sampai liat
drainase/aerase naik, mengandung bahan organik, dan reaksi tanah tidak masam
(pH tanah: 5,6-6,5). Tanah yang paling cocok untuk tanaman bawang merah
lembab dan air tidak mengenang disukai oleh tanaman bawang merah
(Rismunandar, 1989).
Pada prinsipnya, seperti pada bawang putih, tanaman bawang merah
memerlukan tiga unsur pokok dalam pupuk yaitu N, P, dan K dalam bentuk N,
P2O5 dan K2O. Dosis yang diberikan adalalah 100 -120 kg N, 150 kg P2O5 dan
100 kg K2O. Akan tetapi pupuk tunggal sejenis ini sulit dijumpai dipasaran
adalah Urea/ZA untuk sumber N, TS/DS untuk sumber P2O5 dan KCl/ZK untuk
sumber K2O (Sumarni dan Hidayat, 2005).
Pada tanaman bawang merah biasanya dibutuhkan unsur kalium yang
sangat penting untuk pembentukan umbi. Kalium dalam tanaman sangat penting
yaitu berperan sebagai kofaktor enzim dalam proses metabolisme tanaman,
regulasi stomata, dan asimilasi CO. Kekurangan kalium menyebabkan umbi kecil
sehingga produksi menurun (Tjionger, 2010).
Kompos Limbah Kakao
Kulit buah kakao merupakan salah satu limbah dari perkebunan kakao.
Apabila tidak dimanfaatkan dapat merupakan masalah lingkungan disekitar
perkebunan. Salah satu cara untuk memanfaatkan kulit buah kakao adalah
dijadikan kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk organik.
Budidaya atau pengolahan tanaman perkebunan, seperti kelapa sawit, teh,
kakao, dihasilkan limbah padat organik dalam jumlah melimpah. Berdasarkan
data statistik perkebunan 2006, luas areal kakao di Indonesia tercatat 992,448ha,
produksi 560,880 ton dan tingkat produktivitas 657 kg/ha/tahun. Bobot buah
Limbah kulit kakao dapat diolah menjadi kompos untuk menambah bahan organik
(Isroi, 2007).
Dari hasil penelitian diperoleh kompos kulit buah kakao memiliki C/N
sebesar 12. Kompos limbah kakao mempunyai CaO dan MgO yang tinggi dan S
yang rendah. CaO terlibat dalam pembelahan sel dan sebagian besar kegiatan pada
membran sel. MgO merupakan komponen klorofil dan beberapa macam enzim.
Sedangkan unsur S terlibat dalam penyediaan energi untuk tanaman
(Rosniawaty, 2004).
Food and Fertiizir Technology Center (1997) secara umum telah
mengusulkan persyaratan minimal untuk pupuk organik, yaitu:
1. Mencantumkan kadar kandungan hara, pH. 2. C/N rasio maksimal 20
3. Kandungan bahan organic maksimal 60%.
Pada dasarnya, kulit buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur
hara tanaman dalam bentuk kompos, pakan ternak, produksi biogas dan sumber
pektin. Sebagai bahan organik, kulit buah kakao mempunyai komposisi hara dan
senyawa yang sangat potensial sebagai medium tumbuh tanaman
(Rosniawaty, 2004).
Menurut KEPMEN Pertanian pada SNI nomor 19-7030-2004 kematangan
kompos ditentukan oleh hal-hal berikut:
1. C/N – rasio mempunyai nilai 10-20, 2. Suhu sesuai dengan suhu air tanah,
Proses pengomposan dilakukan pada standar lokasi pengomposan yang
baik. Limbah kakao yang berupa kulit buah kakao di giling kompos limbah kakao
dicampur dengan penambahan dedak padi dan kotoran kambing sebagai bahan
tambah sebanyak 30% dari jumlah limbah kakao. Setelah bahan tercampur,
kompos dipermentasikan dengan diberi dekomposer. Tujuan diberikan
dekomposer yakni sebagai pengurai kompos dan dapat mempercepat kematangan
kompos. Selama masa fermentasi kompos harus dicek suhu nya dan kompos
dibolak-balik agar suhu tetap normal dan kematangan kompos merata.
Varietas
Varietas adalah sekumpulan individu tanaman yang dapat dibedakan oleh
setiap sifat (morfologi, fisiologi,sitologi,kimia, dan lain-lain) yang nyata untuk
usaha pertanian dan bila diproduksikan kembali akan menunjukkan sifat-sifat
yang dapat dibedakan dari yang lainnya (Poehlman and Sleper, 1995).
Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab
keragaman tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada berbagai sifat
tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan
keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat
perbedaaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang
digunakan berasal dari jenis tanaman yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995)
Lingkungan yang sering mempengaruhi tanaman adalah lingkungan yang
terdapat dekat disekitar tanaman dan disebut lingkungan mikro. Faktor ini
tergantung dari gen tanaman menerima respon dari lingkungan tersebut. Gen dari
tanaman menerima respon dari lingkungan tersebut. Gen dari tanaman dapat
yang sesuai. Jika berada dalam kondisi tidak sesuai maka tidak ada pengaruh gen
terhadap berkembangnya karekteristik dengan mengubah tingkat keadaaan
lingkungan (Allard, 2005).
Bawang merah merupakan tanaman berhari panjang, proses pembentukan
umbi membutuhkan jumlah siang yang lebih panjang dibandingkan tanaman
berhari pendek. Umbi bawang merah dapat terus membesar. Besar umbi dapat
dipengaruhi oleh faktor genetik. Ukuran diameter umbi lebih besar dari 2 cm,
merupakan karakteristik utama umbi bawang merah yang disukai oleh petani,
yaitu umbi berbentuk bulat, berwarna merah tua, berdiameter 2cm, dan beraroma
menyengat (Putrasamedja dan Soedomo, 2007).
Varietas unggul merupakan faktor utama yang menentukan tingginya
produksi yang diperoleh bila persyaratan lain terpenuhi. Varietas unggul dapat
diperoleh melalui pemuliaan tanaman. Suatu varietas unggul tidak selamanya
akan menunjukkan keunggulannya, tetapi makin lama akan meurun tergantung
pada komposisi genetiknya (Poehlman and Sleper, 1995).
Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu
mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis
tanaman yang sama, namun perlu diingat bahwa susunan genetik yang berbeda
dapat juga diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan
fungsi tanaman yang akan menghasilkan keragaman pertumbuhan
(Sitompul dan Guritno, 1995).
Tanah Inseptisol
Penyebaran tanah inseptisol sangat luas di Indonesia berkisar 1.349.152
bervariasi mulai dari rendah sampai tinggi. Sifat tanahnya beraksi masam hingga
agak netral. Kadar bahan organik tanah berkisar dari rendah hingga sedang.
Sedangkan kandungan N dan P berpotensial rendah sampai tinggi. Kalium
potensial digolongkan sedang sampai tinggi dan kejenuhan basa dari tinggi
sampai sangat tinggi (Subagyo, 2000).
Pembentukan solum tanah inseptisol yang terdapat didataran rendah
umumnya tebal, sedangkan pada daerah-daerah berlereng curam solum yang
terbentuk tipis. Warna tanah Inseptisol beranekaragam tergantung dari jenis bahan
induknya. Warna kelabu bahan induknya dari endapan sungai, warna coklat
kemerah-merahan karena mengalami proses reduksi, warna hitam mengandung
bahan organik yang tinggi (Resman, dkk, 2006).
Inseptisol adalah tanah yang belum matang (immature) dengan
perkembangan profil yang lebih dibandingkan dengan tanah yang matang dan
masih banyak mempunyai sifat bahan induknya (Hardjowigeno, 1993).
Sifat fisik dan kimia Inseptisol antara lain: bobot jenis 1,0 g/cm3
Proses pedogenesis yang mempercepat proses pembentukan tanah
Inseptisol adalah pemindahan, penghilangan karbonat, hidrolisis mineral primer
menjadi formasi lembung, pelepasan sesquioksida, akumulasi bahan organik dan
paling utama adalah proses pelapukan, sedangkan proses pedogenesis yang , kalsium
karbonat kurang dari 40%, pH mendekati netral atau lebih (pH<4 tanah
bermasalah), kejenuhan basa kurang dari 50% pada kedalaman 1,8 m, COLE
antara 0,07 dan 0,09, nilai porositas 68% sampai 85%, air yang tersedia cukup
menghambat pembentukan tanah Inseptisol adalah pelapukan bantuan dasar
menjadi bahan induk (Resman dkk, 2006).
Perkembangan tanah inseptisol umunya terjadi pada horizon B,
strukturnya yang mantap dan teguh. Berasal dari batuan beku, sedimen dan
metamorf. Arah perkembangannya dapat menuju tanah ultisol dan alfisol
(Harjowigeno, 1985).
Heritabilitas
Gen-gen dari tanaman tidak dapat menyebabkan berkembangnya suatu
karakter terkecuali bila berada pada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak
ada pengaruhnya terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat
keadaan lingkungan terkecuali gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari
bahwa keragaman yang dapat diamati terhadap sifat-sifat yang terutama
disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan
terhadap variabilitas di dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh
perbedaan lingkungan dimana individu berada (Allarrd, 2005).
Heritabilitas menentukan keberhasilan seleksi karena heritabilitas dapat
memberikan petunjuk suatu sifat lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor
lingkungan. nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik
lebih berperan dalam mengendalikan suatu sifat dibandingkan faktor lingkungan
(Poehlman and Sleper, 1995).
Perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan munculnya
variasi yang akan menetukan penampilan akhir dari tanaman tersebut. Bila ada
variasi yang timbul atau tampak pada populasi tanaman yang ditanam pada
berasal dari genotif individu anggota populasi. Variasi yang ditimbulkan ada yang
langsung dapat dilihat, isalnya adanya perbedaan warna bunga, daun dan bentuk
biji (ada yang berkerut, ada yang tidak), ini disebut variasi sifat yang kualitatif.
Namun adapula variasi yang merupakan pengamatan dengan pengukuran,
misalnya tingkat produksi, jumlah anakan, tinggi tanaman, dan lainnya
(Allarrd, 2005).
Pada umumnya tanaman memiliki perbedaan fenotif dan genotif yang
sama. Perbedaan varietas cukup besar mempengaruhi perbedaan sifat dalam
tanaman (genetik) atau perbedaan lingkungan atau kedua-duanya. Perbedaan
susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman panampilan
tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pad berbagai sifat tanaman
yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman
pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan
susunan genetik selau mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di lahan Kampus Universitas Tengku Amir
Hamzah, Jalan Pancing, Medan Estete,Kabupaten Deli Serdang, dengan
ketinggian tempat ± 15 m di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan April sampai Juli 2012. Tanah dilokasi penelitian merupakan tanah
Inseptisol sesuai dengan penelitian Surya Edi Syahputra Pasca Sarjana Universitas
Sumatera Utara yang berjudul Pengelolaan Hara Pada Berbagai Varietas Jagung
(Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kabupaten Deli Serdang
(Repoitory USU,2010).
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bibit bawang merah
varietas Medan, varietas Maja, varietas Bali Karet dan varietas Kuning, Kompos
Limbah Kakao, MOD 71 sebagai decomposer kompos, fungisida Mancozeb 80 %,
tanah inseptisol sebagai media tanam, air untuk menyiram tanaman dan pupuk
NPK(15,15,15) sebagai pupuk dasar.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain cangkul untuk
membuka lahan, gembor untuk menyiram tanaman, meteran untuk mengurkur
luas lahan dan tinggi tanaman, timbangan analitik untuk mengukur produksi berat
basah serta berat kering tanaman, pacak sampel uantuk tanda tanaman yang
merupakan sampel, jangka sorong untuk mengukur diameter umbi, alat tulis dan
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial
dengan dua faktor perlakuan sebagai berikut :
Faktor 1 : Jenis bibit bawang merah yang digunakan dengan 4 varietas, yaitu :
V1 : Varietas Medan - Samosir
V2 : Varietas Maja - Tongging
V3 : Varietas Kuning – Brebes
V4 : Vaerietas Bali Karet - Lembang
Faktor 2 : Kompos Limbah Kakao dengan 4 taraf, yaitu :
K0 : Kontrol
K1 : 236 gram/plot (164,47 kg/ha)
K2 : 472 gram/plot (328,94 kg/ha)
K3 : 708 gram/plot (493,41 kg/ha)
Sehingga diperoleh 16 kombinasi, yaitu :
V1K0 V1K1 V1K2 V1K3
V2K0 V2K1 V2K2 V2K3
V3K0 V3K1 V3K2 V3K3
V4K0 V4K1 V4K2 V4K3
Jumlah ulangan : 3
Jumlah kombinasi : 16
Jumlah plot penelitian : 48
Jumlah sampel / plot : 5
Jumlah tanaman / plot : 36
Jumlah sampel seluruhnya : 240
Jarak antar plot : 30 cm
Jarak antar blok : 50 cm
Jarak antar tanaman : 20 x 20 cm
Ukuran plot : 1,2 x 1,2 m
Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
berdasarkan model linier sebagai berikut :
Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + ɛijk
i = 1,2,3 j = 1,2,3,4 k = 1,2,3,4
Dimana:
Yijk = Hasil pengamatan dari blok ke- i dengan varietas (V) pada taraf ke-j
dan pemberian kompos limbah kakao (K) pada taraf ke-k
µ = Nilai tengah
ρi = Pengaruh blok ke-i
αj = Pengaruh varietas (V) pada taraf ke-j
βk = Pengaruh pemberian kompos limbah kakao (K) pada taraf ke-k
(αβ)jk = Pengaruh interaksi antara varietas pada taraf ke-j dan pemberian
kompos limbah kako pada taraf ke-k
Σijk = Efek galat pada blok ke-i yang disebabkan varietas padataraf ke-j
dan pemberian kompos limbah kakao pada taraf ke-k
Jika perlakuan menunjukkan pengaruh dan berbeda nyata melalui analisis
sidik ragam, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%
Heritabilitas
Menurut Stansfield (1991) untuk menganalisis apakah hasil peubah
amatan merupakan fenotip disebabkan lingkungan atau fenotip, maka digunakan
heritabilitas, berdasarkan rumus:
σ2g σ2 h
g 2
σ
= = 2
p σ2g + σ2
dengan :
e
h2 = heritabilitas σ2
σ
g = varians genotipe
2
p = varians penotipe σ2
Dengan kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut:
e = varians lingkungan
h2> 0,5 : tinggi h2
h
< 0,2 : rendah.
2
PELAKSANAAN PENELITIAN Pembuatan Kompos Limbah Kakao
Proses pengomposan dilakukan pada standar lokasi pengomposan yang
baik. Limbah kakao yang berupa kulit buah kakao digiling terlebih dahulu dengan
menggunakan mesin penggiling kompos, setelah digiling limbah kakao dicampur
dengan menambahkan dedak padi dan kotoran ternak sebagai bahan tambah
sebanyak 30% dari jumlah limbah kakao. Setelah bahan tercampur, kompos
difermentasikan dengan diberi dekomposer MOD 71 dengan tujuan sebagai
pengurai kompos dan dapat mempercepat kematangan kompos. Selama masa
fermentasi harus dicek suhunya dan kompos dibolak-balik agar suhu normal yaitu
sekitar 40-55 °C , pengomposan didiamkan selama 3 minggu.
Persiapan Lahan
Lahan penelitian dibersihkan dari gulma dan sampah lainnya. Lahan
diukur dan dilakukan pembuatan plot dengan luas 1,2 x 1,2 m dengan jarak antar
plot 30 cm dan jarak antar blok 50 cm, tinggi bedengan 20 cm.
Aplikasi Kompos Limbah Kakao
Aplikasi kompos limbah kako pada saat penanaman bibit dengan dosis,
yaitu: 0 gram/plot, 236 gram/plot (164,47 kg/ha), 472 gram/plot (328,94 kg/ha),
708 gram/plot (493,41 kg/ha). Kompos limbah kakao diaplikasikan dengan cara
menebarkan secara merata.
Persiapan Bibit
Untuk bibit yang dipakai, dipilih bibit dengan berat relatif sama 5
ujung umbi dipotong kecuali varietas Medan, kemudian bibit direndam dengan
Mancozeb 80 % selama 3 menit.
Penanaman Bibit
Penanaman bibit bawang merah dilakukan 2 minggu setelah aplikasi
kompos limbah kakao. Sehari sebelum tanam, tanah disiram secukupnya agar
lapisan tanah atas cukup lembab. Bibit bawang ditanam 2/3 bagian siung ke dalam
tanah dengan jarak tanam 20x20 cm.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman terdiri dari penyiraman, penyulaman, penyiangan,
pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit.
Penyiraman
Penyiraman dilakukan dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari.
Penyiraman tidak dilakukan jika kondisi lapangan lembab. Hal ini dikarenakan
bawang merah sangat membutuhkan air pada saat pertumbuhannya, namun
setelah pembentukan umbi penyiraman kemudian dikurangi, hal ini bermaksud
agar umbi yang berada dalam tanah tidak busuk.
Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada 1 MST pada tanaman yang mati atau
pertumbuhannya kurang sempurna. Hal ini dilakukan setelah tanaman ditanam
agar diperoleh pertumbuhan yang serentak.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan sekali, yaitu pada 2 MST, dengan tujuan sebagai
Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan dua kali, yaitu pada 2 MST, 3 MST dan 4 MST.
Tujuan dari pembumbunan agar mempelancar sirkulasi udara didalam tanah,
menggemburkan tanah serta untuk menutup umbi.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan pada 2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, 6 MST dan
7 MST. Cara menyiang rumput liar (gulma) harus hati-hati agar tidak merusak
perakaran bawang merah, dan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan pada 4 MST, dengan
menyemprotkan Mancozeb 80 % dengan dosis 2 gram/liter air.
Panen
Panen dilakukan pada 60 HSAT, 61 HST, 62 HST, 63 HST, 67 HST, 68
HST, 72 HST, 73 HST dan 74 HST. Beberapa tanda tanaman siap dipanen antara
lain adalah 60 - 70% leher daun lemas, daun menguning, umbi padat tersembul
sebagian di atas tanah, dan warna kulit mengkilap. Umbi dicabut beserta
batangnya, lalu akar dan tanahnya dibersihkan.
Pengeringan
Cara mengeringkan adalah dengan menjemur bawang, dengan suhu kamar,
Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur mulai dari leher umbi sampai ke ujung daun
tertinggi. Tinggi tanaman dihitung mulai 2 MST sampai 7 MST, yang dilakukan
dengan interval 1 minggu sekali.
Jumlah Daun per Rumpun (helai)
Jumlah daun per rumpun dihitung dengan cara menghitung jumlah seluruh
daun yang muncul pada anakan untuk setiap rumpunnya. Dimulai dari umur
tanaman 2 MST sampai 7 MST, yang dilakukan dengan interval 1 minggu sekali.
Jumlah anakan per Rumpun (buah)
Dihitung jumlah anakan yang terbentuk dalam satu rumpun, dilakukan
pada saat pemanenan.
Diameter Umbi per Sampel (cm)
Diameter umbi dihitung dengan menggunakan jangka sorong. Diameter
umbi dihitung pada setiap tanaman sampel, dan dilakukan saat bawang telah
dikeringkan.
Bobot Segar Umbi per sampel
Bobot basah umbi per sampel ditimbang setelah dipanen, dengan syarat
umbi bersih dari tanah dan kotoran.
Bobot Kering Umbi per Sampel
Bobot kering umbi per sampel ditimbang setelah dikeringkan denagan cara
Bobot Segar Umbi Per Plot
Produksi per plot ditimbang setelah tanaman dipanen dan dijemur selama
± 2 minggu dengan syarat umbi telah dibersihkan dari kotoran serta daun telah
dipotong dari umbi.
Bobot Kering Produksi per Plot (g)
Bobot kering produksi per plot ditimbang setelah tanaman dijemur selama
2 minggu.
Umur Panen (HST)
Umur panen dilihat sesuai pemanenan, dimana setiap tamanan dilakukan
pemanen tidak serempak.
Heritabilitas
Nilai heritabilitas diketahui dengan menggunakan tabel Estimasi Kuadrat
Tengah.
Sumber Keragaman
Db Jk KT Estimasi Kuadrat
Tengah
Ulangan (r-1) JK B KTB
Varietas (a-1) J KV KTV σ2+ r σ2VK + rb σ2V
Kompos Limbah Kakao (b-1) JKK KTK σ2+ r σ2VK + ra σ2K
Interaksi V x K (a-1)(b-1) JKVxK σ2+ r σ2VK
Error (ab-1)(r-1) JKE σ2e = σ2
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Tinggi Tanaman
Data hasil pengamatan tinggi tanaman 2 MST sampai 7 MST dapat dilihat
pada Lampiran 8-19 dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas berbeda
nyata terhadap tinggi tanaman pada 2-7 MST, sedangkan pemberian kompos
limbah kakao dan interaksi antara keduanya tidak bebeda nyata terhadap
pengamatan parameter tinggi tanaman.
Untuk mengetahui rataan tinggi tanaman dari perlakuan varietas
[image:40.595.109.515.370.581.2]danpemberian kompos limbah kakaodapat dilihat pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Rataan pertumbuhan tinggi tanaman (cm) pada perlakuan varietas dan pemberian kompos limbah kakao
Perlakuan
Minggu Setelah Tanam (MST)
2 3 4 5 6 7
Varietas
V1 (Medan) 16,63 b 18.89 b 20.48 b 20.71 b 20.8 b 20.9 b V2 (Maja) 17.60 ab 20.14 ab 21.87 b 22.11 b 22.32 b 22.38 b V3 (Kuning) 19.73 a 21.74 ab 23.1 b 23.37 b 23.37 b 23.47 ab V4 ( Bali Karet) 17.71 ab 23.3 a 26.77 a 26.86 a 26.86 a 26.33 a
Kompos Limbah Kakao
K0 (0 g) 17,13 21,10 23,24 23,47 23,61 23,57 K1 (236 g) 17,59 20,90 22,72 22,96 23,17 22,78 K2 (472 g) 18,63 21,06 23,10 23,21 23,21 23,21 K3 (708 g) 18,32 21,05 23,16 23,42 23,69 23,53 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %
Dari Tabel 1 pada 7 MST, dapat dilihat bahwa varietas Bali Karet (V4)
berbeda nyata dengan varietas Medan (V1) dan varietas Maja (V2) namun tidak
berbeda nyata dengan varietas Kuning (V3), dengan rataan tertinggi pada varietas
Jumlah Daun (Helai)
Data hasil pengamatan jumlah daun 2 MST sampai 7 MST dapat dilihat
pada Lampiran 20-31 dari hasil sidik ragam diketahui bahwa varietas berbeda
nyata terhadap jumlah daun pada 2 MST sedangkan pemberian kompos limbah
kakao dan interaksi antara keduanya tidak berbeda nyata terhadap pengamatan
parameter jumlah daun.
Untuk mengetahui rataan jumlah daun dari perlakuan varietas dan kompos
[image:41.595.110.517.335.545.2]limbah kakao dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:
Tabel 2. Rataan pertumbuhan jumlah daun (helai) pada perlakuan varietas dan pemberian kompos limbah kakao
Perlakuan
Minggu Setelah Tanam (MST)
2 3 4 5 6 7
Varietas
V1 (Medan) 12.30 a 14,37 15,30 16,35 16,83 16,22 V2 (Maja) 11.75 ab 14,13 16,60 17,32 18,30 17,37 V3 (Kuning) 10.55 ab 13,22 15,07 16,33 17,32 17,03 V4 ( Bali Karet) 9.55 b 12,27 15,33 16,55 17,20 17,58
Kompos Limbah Kakao
K0 (0 g) 11,23 13,75 16,27 17,20 18,15 17,08 K1 (236 g) 11,22 13,60 15,78 17,02 17,87 17,82 K2 (472 g) 10,85 13,55 15,78 16,78 17,32 17,07 K3 (708 g) 10,85 13,08 14,47 15,55 16,32 16,23 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %
Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa rataan jumlah daun tanaman tertinggi
pada perlakuan varietas Bali Karet (V4) yaitu 17.58 dan terendah pada perlakuan
varietas Medan (V1) yaitu 16.22 helai.
Data hasil pengamatan jumlah siung per sampel dapat dilihat pada
Lampiran 32 dan 33,dari hasil sidik ragam diketahui bahwa varietas, pemberian
limbah kompos kakao dan interaksi antara keduanya tidak berbeda nyata terhadap
parameter jumlah anakan per sampel.
Untuk mengetahui rataan jumlah siung per sampel dari perlakuan varietas
[image:42.595.108.519.279.391.2]dan pemberian limbah kompos kakao dapat dilihat pada Tabel 3 berikut :
Tabel 3. Rataan jumlah anakan per sampel pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao
Perlakuan Varietas
Rataan Kompos V1(Medan) V2(Maja) V3(Kuning) V4(Bali Karet)
K0 2,79 2,72 2,39 2,60 2,63
K1 2,63 2,65 2,49 2,78 2,63
K2 2,75 2,54 2,41 2,63 2,58
K3 2,46 2,44 2,37 2,53 2,45
Rataan 2,65 2,59 2,42 2,63
Diameter Umbi per Sampel (cm)
Data hasil pengamatan diameter umbi per sampel dapat dilihat pada
Lampiran 34 dan 35, dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas
berbeda nyata terhadap diameter umbi per sampel, sedangkan pemberian kompos
limbah kakao dan interaksi antara keduanya tidak berbeda nyata.
Untuk mengetahui rataan diameter umbi per sampel dari perlakuan
Tabel 4. Rataan diameter umbi per sampel (g) pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao
Perlakuan Varietas
Rataan Kompos V1(Medan) V2(Maja) V3(Kuning) V4(Bali karet)
K0 1,23 0,92 1,20 1,41 1,19
K1 0,97 1,13 1,10 1,29 1,12
K2 1,27 1,09 1,20 1,63 1,30
K3 0,98 1,08 1,02 1,53 1,15
Rataan 1,11b 1,05b 1,13b 1,46a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %
Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa varietas Bali Karet (V4) berbeda nyata
dengan varietas Medan (V1), varietas Maja (V2) dan varietas Kuning (V3), rataan
diameter umbi per sampel (cm) tertinggi pada perlakuan varietas Bali Karet (V4)
yaitu 1,46 cm dan terendah pada varietas Maja(V2) yaitu 1,05 cm.
Bobot Segar Umbi per Sampel (g)
Data hasil pengamatan bobot segar umbi per sampel dapat dilihat pada
Lampiran 36 dan 37, dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas
berbeda nyata terhadap bobot segar per sampel, sedangkan pemberian kompos
limbah kakao dan interaksi antara keduanya tidak berbeda nyata.
Untuk mengetahui rataan bobot segar per sampel dari perlakuan varietas
[image:43.595.107.518.593.711.2]danpemberiankompos limbah kakaodapat dilihat pada Tabel 5 berikut :
Tabel 5. Rataan bobot segar per sampel (g) pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao
Perlakuan Varietas
Rataan Kompos V1(Medan) V2(Maja) V3(Kuning) V4(Bali Karet)
K0 3,59 3,33 3,05 4,41 3,59
K1 3,26 3,29 3,07 3,97 3,40
K2 3,26 3,04 2,94 4,60 3,46
K3 3,04 2,78 3,10 4,48 3,35
Rataan 3,29b 3,11b 3,04b 4,36a
Dari Tabel 5, dapat dilihat bahwa varietas Bali Karet (V4) berbeda nyata
dengan varietas Medan (V1), Maja (V2) dan Kuning (V3), dimana rataan bobot
segar per sampel tertinggi pada perlakuan varietas Bali Karet (V4) yaitu 4,36 g
dan terendah pada perlakuan varietas Kuning (V3) yaitu 3,04 g.
Bobot Kering Umbi per Sampel (g)
Data hasil pengamatan bobot kering umbi per sampel dapat dilihat pada
Lampiran 38 dan 39, dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas
berbeda nyata terhadap bobot kering per sampel, sedangkan pemberian kompos
limbah kakao dan interaksi antara keduanya tidak berbeda nyata.
Untuk mengetahui rataan bobot kering per sampel dari perlakuan varietas
[image:44.595.105.519.418.528.2]dan kompos limbah kakao dapat dilihat pada Tabel 6 berikut :
Tabel 6. Rataan bobot kering per sampel (g) pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao
Perlakuan Varietas
Rataan Kompos V1(Medan) V2(Maja) V3(Kuning) V4(Bali Karet)
K0 3,07 2,81 2,58 4,19 3,16
K1 2,74 2,91 2,52 3,68 2,96
K2 2,85 2,63 2,69 4,37 3,13
K3 2,47 2,33 2,70 4,19 2,92
Rataan 2,78b 2,67b 2,62b 4,11a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %
Dari Tabel 6, dapat dilihat bahwa varietas Bali Karet (V4) berbeda nyata
dengan varietas Medan (V1), Maja (V2), dan Kuning (V3), dimana rataan bobot
kering tertinggi pada perlakuan varietas Bali Karet (V4) yaitu 4,11 g dan terendah
pada perlakuan varietas Kuning (V3) yaitu 2,62 g.
Bobot Segar Umbi per Plot (g)
nyata terhadap bobot segar per plot, sedangkan pemberian kompos limbah kakao
serta interaksi keduanya tidak berbeda nyata terhadap bobot segar per plot.
Untuk mengetahui rataan bobot segar per plot dari perlakuan varietas dan
[image:45.595.111.519.222.359.2]kompos limbah kakao dapat dilihat pada Tabel 7 berikut :
Tabel 7. Rataan bobot segar per plot (g) pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao
Perlakuan Varietas
Rataan Kompos V1(Medan) V2(Maja) V3(Kuning) V4(Bali Karet)
K0 16,08 12,80 8,73 14,96 13,14
K1 13,36 14,29 11,00 17,56 14,05
K2 15,43 13,45 11,86 18,16 14,72
K3 12,90 13,67 10,73 16,46 13,44
Rataan 14,44ab 13,55bc 10,58c 16,79a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %
Dari Tabel 7, dapat dilihat bahwa varietasBali Karet (V4) tidak berbeda
nyata dengan varietas Medan (V1) namun berbeda nyata dengan varietas Maja
(V2) dan Kuning (V3) tertinggi pada varietas Bali Karet (V4) 16,79 g yaitu dan
bobot terendah pada varietas Kuning (V3) yaitu 10,58 g.
Bobot Kering Umbi Per Plot (g)
Data hasil pengamatan bobot kering umbi per plot dapat dilihat pada
Lampiran 42 dan 43, dari hasil sidik ragam diketahui bahwa varietas berbeda
nyata terhadap bobot kering per plot, sedangkan pemberian kompos limbah kakao
serta interaksi keduanya tidak berbeda nyata terhadap bobot segar per plot.
Untuk mengetahui rataan bobot kering per plot dari perlakuan varietas dan
Tabel 8. Rataan bobot kering per plot (g) pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao
Perlakuan Varietas
Rataan Kompos V1(Medan) V2(Maja) V3(Kuning) V4(Bali karet)
K0 14,43 11,63 7,93 13,56 11,89
K1 12,17 13,00 9,96 15,93 12,77
K2 13,98 12,17 10,73 16,46 13,34
K3 11,70 12,42 9,22 14,75 12,02
Rataan 13,07ab 12,31bc 9,46c 15,17a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %
Dari Tabel 8, dapat dilihat bahwa varietasBali Karet (V4) tidak berbeda
nyata dengan varietas Medan (V1) namun berbeda nyata dengan varietas Maja
(V2) dan Kuning (V3)rataan tertinggi pada varietas Bali Karet (V4) 15,17 g yaitu
dan bobot terendah pada varietas Kuning yaitu 9,46 g.
Umur Panen (HST)
Data hasil pengamatan umur panen dapat dilihat pada Lampiran 44 dan 45,
dari hasil sidik ragam diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap mur
panen, sedangkan pemberian kompos limbah kakao serta interaksi keduanya tidak
berbeda nyata terhadap bobot segar per plot.
Untuk mengetahui rataan umur penen dari perlakuan varietas dan kompos
limbah kakaodapat dilihat pada Tabel 8 berikut:
Tabel 8. Rataan umur panen (HST) pada perlakuan varietas dan kompos limbah kakao
Perlakuan Varietas
Rataan Kompos V1(Medan) V2(Maja) V3(Kuning) V4(Bali Karet)
K0 67,67 61,20 61,13 73,20 65,80
K1 67,53 61,33 62,07 73,00 65,98
K2 67,40 61,53 61,67 73,20 65,95
K3 67,20 61,00 61,93 73,20 65,83
Rataan 67,45b 61,27d 61,70c 73,15a
Dari Tabel 8, dapat dilihat bahwa rataan umur panen bahwa varietas Bali
Karet (V4) berbeda nyata terhadap varietas Medan (V1), Maja (V2) dan Kuning
(V3), dan rataan tertinggi pada perlakuan varietas Bali Karet (V4) yaitu 73,15 g
dan terendah pada perlakuan varietas Maja (V2) yaitu 61,27 g.
Heritabilitas
Nilai duga heritabilitas (h2
Berdasarkan kriteria heritabilitas diperoleh seluruh parameter mempunyai
nilai heritabilitas tinggi.
) untuk masing-masing parameter dapat
dievaluasi dan dapat dilihat pada Tabel 9 . Nilai duga heritabilitas berkisar antara
[image:47.595.108.516.375.565.2]0 - 0,97.
Tabel 9. Nilai duga heritabilitas (h2 Parameter
) masing-masing parameter
Heritabilitas (h) (%)
Tinggi Tanaman (cm) 0,80t
Jumlah Daun (helai) 0,80t
Jumlah Anakan (siung) 0,77t
Diameter Umbi (cm) 0,98t
Bobot Segar Per Sampel (g) 0,80t
Bobot Kering Per Sampel (g) 0,79t
Bobot Segar Per Plot (g) 0,24s
Bobot Kering Per plot (g) 0,61t
Umur Panen (hari) 0,80t
Keterangan :
r = rendah (<0,2) s = sedang (0,2-0,5) t = tinggi (>0,5)
Tabel 9 menunjukkan nilai heritabilitas tertinggi terdapat pada parameter
diameter umbi yaitu 0,98 sedangkan nilai heritabilitas terendah terdapat pada
parameter bobot segar per plot yaitu 0,24.
Pembahasan
Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa varietas menunjukkan
pengaruh yang nyata pada parameter tinggi tanaman 2 MST hingga 7 MST dan
berpengaruh tidak nyata. Hal ini disebabkan masing-masing varietas membawa
sifat karakter genetik masing-masing terhadap pertumbuhan dan perkembangan
bawang merah. Hal ini sesuai dengan literatur Sitompul dan Guritno (1995) yang
menyatakan bahwa perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor
penyebab keragaman tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada
berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang
menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman
akibat perbedaaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan
tanaman yang digunakan berasal dari jenis tanaman yang sama.
Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa varietas, kompos dan interaksi
keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah anakan. Hal ini dikarenakan
faktor lingkungan yang tidak sesuai yaitu tingginya curah hujan pada saat
perkembangan anakan bawaang merah sehingga mengakibatkan perkembangan
anakan bawang merah tidak optimal. Hal ini sesuai denga literatur Sumarni dan
Hidayat (2005) yang menyatakan bahwa bawang merah lebih senang pada iklim
kering, dan udara panas dan bawang merah sangat baik ditanam pada musim
kemarau.
Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa varietas menunjukkan pengaruh
yang nyata terhadap diameter umbi bawang merah, sedangkan kompos dan
interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Hal ini disebabkan karena besar
umbi dapat dipengaruhi oleh faktor genetik. Hal ini sesuai dengan literatur
Putrasamedja dan Soedomo (2007) yang menyatakan bahwa umbi bawang merah
ukuran diameter umbi lebih besar dari 2 cm, merupakan karakteristik utama umbi
bawang merah.
Dari hasil yang diperoleh bahwa varietas menunjukkan pengaruh yang
nyata terhadap bobot segar, bobot kering per sampel dan bobot segar, bobot
kering per plot, sedangkan kompos dan interaksi keduanya berpengaruh tidak
nyata. Hal ini disebabkan karena pengaruh genetis pada yang membedakan ukuran
diameter umbi sehingga berpengaruh pada bobot segar dan kering tiap varietas.
Hal ini sesuai dengan literatur Putrasamedja dan Soedomo (2007) yang
menyatakan setiap varietas bawang merah memiliki deskripsi yang berbeda-beda.
Dalam ukuran diameter umbi yang berbeda, hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor
genetik masing-masing varietas. Selain itu lingkungan juga dapat mempengaruhi
besar umbi. Jika berbagai varietas ditanam di lahan yang sama, maka besar umbi
tiap varietas juga berbeda yang menyebabkan bobot tiap varietas berbeda.
Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian kompos limbah
kakao tidak berpengaruh nyata pada seluruh parameter. Hal ini disebabkan karena
kurangnya kematangan kompos yang disebabkan pengadukan pada saat
fermentasi kompos kurang merata sehingga suhu tidak stabil. Kurangnya
kematangan kompos tersebutmengakibatkan unsur K yang dihasilkan kompos
rendah yaitu sebesar 1,93 sedangkan unsur K pada standarlisasi kompos limbah
kakao sebesar 6,08 K2O. Selain itu, unsur K didalam tanah inseptisol rendah. Hal
ini sesuai dengan literatur Isroi (2007) yang menyatakan bahwa kandungan hara
mineral kulit buah kakao cukup tinggi, khususnya Kalium dan Nitrogen.
Dilaporkan bahwa 61% dari total nitrogen buah kakao disimpan dalam kulit buah.
dibuat dari kulit buah kakao adalah 1,81% N, 26,62% C-organik, 0,31% P2O5,
6,08%K2O, 1,22% CaO, 1,37% MgO, dan 44,85 cmol/kg KTK.
Hasil analisis data penelitian diperoleh bahwa interaksi antara varietas
dengan pemberian kompos berbeda tidak nyata terhadap semua parameter. Hal ini
diduga karena respon setiap varietas berbeda-beda terhadap kondisi lingkungan,
jika kondisi lingkungan tidak menentu, seperti kondisi curah hujan tinggi seberasr
, kelembaban dan suhu yang rendah dapat memungkinkan rhambatnya
pertumbuhan tanaman bawang merah dan pemberian kompos tidak dapat
berinteraksi dengan tanaman disebabkan karena rasio C/N tinggi yakni sebesar
23,24 yang menyebabkan unsur hara yang terkandung dalam kompos tidak
tersedia dan tidak dapat diserap oleh tanah sedangkan rasio C/N dalam kompos
yang matang berkisar 15-20.Hal ini sesuai dengan literatur Foot and Fertiizir
Technology Center (1997) secara umum telah mengusulkan persyaratan minimal
untuk pupuk organik, yaitu mencantumkan kadar kandungan hara, pH, C/N rasio
maksimal 20, kandungan bahan organic maksimal 60%.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kompos limbah kakao berpengaruh
tidak nyata pada seluruh parameter. Hal ini disebabkan karena unsur hara yang
tersedia pada tanah inseptisol sangat sedikit, terbukti dari hasil analisis tanah
diperoleh C-organik 0,56%, N-total 0,05%, K-tukar 0,101 me/100 yang
menyatakan tanah miskin unsur hara tersedia. Dengan tidak tersediannya unsur
hara dalam tanah, maka kompos dalam dosis yang diberikan tidak menambah
ketersediaan hara pada tanah inseptisol karena unsur yang terdapat dalam kompos
C-organik 23,27%, N-total 1,13%, ratio C/N 23,24, P2O5-total 1,46%, K2O
memeliki unsur hara yang rendah menyebabkan pertumbuhan dan produksi
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Varietas bawang merah yang pertumbuhan dan produksinya tinggi yaitu
varietas Bali Karet terlihat pada parameter tinggi tanaman, diameter umbi,
bobot segar per sampel, bobot kering per sampel, bobot segar per plot,
bobot kering per plot berbeda nyata pada varietas Medan, varietas Kuning,
dan Varietas Maja.
2. Pemberian kompos limbah kakao berpengaruh tidak nyata terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman bawang merah.
3. Interaksi antara varietas dan pemberian kompos limbah kakao pada
tanaman bawang merah berbeda tidak nyata pada pertumbuhan dan
produksi bawang merah.
Saran
Lebih diperhatikan dalam kematangan kompos yang optimal sehingga
DAFTAR PUSTAKA
Abdoellah, S. 2000. Substitusi pupuk anorganik dengan pupuk organik pada tanaman kopi. Pelita Perkebunan.
Ambarwati, E, P. Yudono. 2003. Keragaman Stabilitas Hasil Bawang Merah.
Ilmu. 10(2):1-10.
Azmi,. Hidayat, Wiguna, 2011. Pengaruh Varietas dan Ukuran Umbi terhadap
Produktivitas Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.
Allard, R. W., 2005. Principles of Plant Breeding. Jhon Wiley and Sons, New
York
BPS,. 2011. Sumatera Utara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Provinsi
Sumatera Utara, Medan.[17 September 2010]
Hardjowigono, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis Akademika Pressindo,
Jakarta.
Isroi, 2007. Pengomposan Limbah Kakao. Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia. Bogor.
KEPMEN Pertanian, 2004. SNI Nomor 19-7030-2004. Jakarta.11 April 2013.
Foot Fertilezer Technologi Center (FFTC). 1997. Quality Control for Organic
Fertilizer. News Letter 117, Taiwan. ROC.
Nur, S., Thohari, 2005. Tanggap Dosis Nitrogen dan Pemberian Berbagai Macam
Bentuk Bulus Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah
(Allium ascalonicu L.). Staf Dinas Pertanian. Brebes.
Poehlman, J. M.,Sleper, D. A., 1995. Bredding Field Crops. Panima Publishing
Coorporation, New Delhi.
Putrasamedja, S, P. Soedomo. 2007. Evaluasi Bawang Merah yang Akan Dilepas. J. Pembangunan Pedesaan 7(3):133-146.
Resman, Syamsul A. Siradz, dan Bambang H. Sunarminto. 2006. Kajian Beberapa Sifat Kimia dan Fisika Inceptisol pada Toposekuen Lereng Selatan Gunung Merapi, Kabupaten Sleman. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 6 (2) p : 101-108.
Rismunandar, 1989. Membudidayakan 5 Jenis Bawang. Sinar Baru, Bandung.
Rosniawaty, S. 2004. Pengaruh Kompos Kulit Kakao dan Kascing Terhadap
Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) Kultivar Upper Amazone
Rukmana, E., 2005. Teknik Pelaksanaan Kegiatan Efikasi Zat Perangsang
Tumbuh Pada Bawang Merah. Buletin Teknik Pertanian Vol. 9. No 2, 2005
Sitompul, S. M., Guritno, B., 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM Press,
Yogyakarta.
Stansfield, W. D., 1991. Teori dan Soal-soal Genetika. Alih bahasa : M. Affandi dan L. T. Hardy. Erlangga, Jakarta.
Subagyo, H. N., Suharta, A.B Siswanto, 2000. Tanah-Tanah Pertanian di
Indonesia dan Sumber Daya Lahan Indonesia dan Pengolahannya. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor, 21-65 hal.
Sudirja, 2010. Bawang Merah. http//www.lablink.or.id/Agro/bawangmrh/
Alternaria partrait.html [12 Juni 2010]
Sumarni, N. Hidayat, A., 2005. Budidaya Bawang Merah. Balai Penelitian
Tanaman Sayuran, Bandung.
Suwandi, Hendro, H. P. Anggoro, dan A. B. Farid, 1995. Teknologi Produksi
Bawang Merah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Jakarta.
Tjionger, M. 2010. Memperbesar dan Memperbanyak Umbi Bawang Merah.