• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) terhadap Jenis Mulsa dan Pemberian Urine Sapi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Respons Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) terhadap Jenis Mulsa dan Pemberian Urine Sapi"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicumL.) TERHADAP JENIS MULSA DAN PEMBERIAN URINE SAPI

SKRIPSI

OLEH :

DEDY PERDATA SEMBIRING 110301157

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicumL.) TERHADAP JENIS MULSA DAN PEMBERIAN URINE SAPI

SKRIPSI

OLEH :

DEDY PERDATA SEMBIRING 110301157

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Penelitian : Respons Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) terhadap Jenis Mulsa dan Pemberian Urine Sapi

Nama :Dedy Perdata Sembiring

NIM :110301157

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Ir. Rosita Sipayung, MP. Ir. E. Harso Kardhinata, M.Sc.

Ketua Anggota

Mengetahui,

(4)

ABSTRAK

DEDY PERDATA SEMBIRING: Respons Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) terhadap Jenis Mulsa dan Pemberian Urine Sapi, dibimbing oleh ROSITA SIPAYUNGdanE. HARSO KARDHINATA.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis mulsa dan dosis pemberian urine sapi tertentu yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 25 meter di atas permukaan laut, pada bulan April hingga Juli 2015. Metode penelitian menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor yaitu jenis mulsa (tanpa mulsa, mulsa plastik hitam perak, mulsa plastik hitam, mulsa jerami) dan pemberian urine sapi (tanpa urine sapi, 500ml/plot, 600ml/plot, dan 700ml/plot). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun per rumpun, jumlah anakan per rumpun, diameter umbi per sampel, bobot basah umbi per sampel, bobot kering umbi per sampel, bobot basah umbi per plot, dan bobot keringumbi per plot.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis mulsa berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah anakan per rumpun pada umur 3 MST. Pemberian urine sapi berpengaruhtidak nyata terhadap semua parameter pengamatan. Tidak ada interaksi antara kedua perlakuan terhadap semua parameter pengamatan.

(5)

ABSTRACT

DEDY PERDATA SEMBIRING:Response in growth and production ofshallot(Allium ascalonicum L.) to types of mulch andapplication of cow urine, guided by ROSITA SIPAYUNG and E. HARSO KARDHINATA.

This research has been conducted to obtain a certain types of mulch and dose of cow urine which can improve the growth and production of the shallot. The research had been conducted at experimental field of Fakultas Pertanian USU from April up to July 2015 using factorial randomized block design with two factors,types of mulch (no mulch, silver black plastic of mulch, black plastic mulch, rice straw mulch)and dose of cow urine (no cow urine, 500, 600, 700 ml/plot). Parameter observed were plant height, number of leaves per clump, number of tillers per clump, diameter ofthe bulbs per sample, wet bulb weight per sample, dry bulb weight per sample, wet bulb weight per plot, and dry bulb weight per plot.

The results showed that the type of mulch significantly affected parameter number of tillers per clump at age 3 MST.Aplication cow urine effect no significant effect on all parameters of observation. There was no interaction between types of mulch and aplication cow urine on all parameters of observation.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 12 Desember 1992

dari ayah B. Sembiring dan ibu N. br. Manik. Penulis merupakan anak keenam

dari delapan bersaudara.

Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 4Pematangsiantardan pada

tahun yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur

tertulis. Penulis memilih minat Budidaya Pertanian dan Perkebunan, Program

Studi Agroekoteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus bidang

Penelitian dan Pengembangan Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi

(Himagrotek) tahun 2013-2014, sebagai pengurus bidang Minat dan Bakat

Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Pertanian (PEMA FP) tahun 2014-2015,

sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) HIMAGROTEK tahun 2014

dan PEMA FP USU tahun 2015,sebagai asisten praktikum di Laboratorium Dasar

Agronomi,asisten praktikum di Laboratorium Perbanyakan Vegetatif

Tanaman,asisten praktikum di Laboratorium Budidaya Tanaman Sayuran, dan

asisten praktikum di Laboratorium Budidaya Tanaman Hortikultura.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Sumatera Agri

Plant di Gampong Sibintang Kecamatan Panton Reu Kabupaten Aceh Barat mulai

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Respons

Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) terhadap

Jenis Mulsa dan Pemberian Urine Sapi”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepadaAyahanda

B. Sembiringdan Ibunda N. br. Manik yang telah memberikan dukungan finansial

dan spiritual.Penulis juga menyampaikan terima kasih kepadaIbu Ir. Rosita

Sipayung, MP., selaku ketua komisi pembimbing dan kepada BapakIr. E. Harso

Kardhinata, M.Sc., selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan masukan selama penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga

ditujukan kepada seluruh staf pengajar, pegawai serta sahabat dan teman di

lingkungan Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara yang telah berkontribusi dalam kelancaran studi dan penyelesaian

skripsi ini.

Semoga hasil skripsi ini bermanfaat bagi petani budidaya bawang merah

serta bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan

terima kasih.

Medan, Agustus 2015

(8)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 4

Syarat Tumbuh... 5

Iklim ... 5

Tanah ... 6

Jenis Mulsa ... 6

Urine Sapi ... 9

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

Bahan dan Alat ... 12

Metode Penelitian ... 12

Pelaksanaan Penelitian... 15

Persiapan lahan ... 15

Persiapan bahan tanam ... 15

Pemupukan ... 15

Pemberian mulsa... 15

Penanaman ... 16

(9)

Pemeliharaan ... 16

Penyiraman ... 16

Penyulaman ... 17

Penyiangan dan pembumbunan... 17

Pengendalian hama dan penyakit ... 17

Panen ... 17

Pengeringan ... 17

Peubah Amatan ... 18

Tinggi tanaman (cm) ... 18

Jumlah daun per rumpun (helai) ... 18

Jumlah anakan per rumpun (anakan) ... 18

Diameter umbi per sampel (mm) ... 18

Bobot basah umbi per sampel (g) ... 18

Bobot kering umbi per sampel (g) ... 19

Bobot basah umbi per plot (g) ... 19

Bobot kering umbi per plot (g) ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 20

Pembahasan ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 33

Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Tinggi tanaman bawang merah umur 2-7 MST (cm) pada perlakuan jenis mulsadan pemberian urine sapi ... 21 2. Jumlah daun tanaman bawang merah umur 2-7 MST (helai) pada

perlakuan jenis mulsadan pemberian urine sapi... 22 3. Jumlah anakanper rumpuntanamanbawang merah umur 2-7 MST

(anakan) pada perlakuan jenis mulsadan pemberian urine sapi ... 24 4. Diameter umbi per sampeltanaman bawang merah (mm)

padaperlakuan jenis mulsadan pemberian urine sapi ... 26 5. Bobot basah umbi per sampeltanaman bawang merah (g) pada

perlakuan jenis mulsadan pemberian urine sapi... 26 6. Bobot kering umbi per sampel tanamantanaman bawang merah(g)

pada perlakuan jenis mulsadan pemberian urine sapi ... 27 7. Bobot basah umbi per plot tanaman bawang merah (g) pada perlakuan

jenis mulsa dan pemberian urine sapi ... 28 8. Bobot kering umbi per plot tanaman bawang merah (g) pada

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Bagan Plot Penelitian ... 37

2. Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Penelitian ... 38

3. Deskripsi Varietas Bawang Merah... 39

4. Kebutuhan Pupuk Tanaman Bawang Merah dan Mulsa Jerami ... 40

5. Hasil Analisis Tanah ... 41

6. Hasil Analisis Urine sapi ... 41

7. Perhitungan Dosis Urine sapi ... 42

8. Data Curah hujan dan Data Kelembaban Udara ... 43

9. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 2 MST (cm) ... 44

10. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST ... 44

11. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 3 MST (cm) ... 45

12. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 3 MST ... 45

13. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 4 MST (cm) ... 46

14. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST ... 46

15. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 5 MST (cm) ... 47

16. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 5 MST ... 47

17. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 6 MST (cm) ... 48

18. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST ... 48

19. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 7 MST (cm) ... 49

20. SidikRagam Tinggi Tanaman 7 MST ... 49

21. Data Pengamatan Jumlah Daun 2 MST (helai) ... 50

22. Sidik Ragam Jumlah Daun 2 MST ... 50

23. Data Pengamatan Jumlah Daun 3 MST (helai) ... 51

24. Sidik Ragam Jumlah Daun 3 MST ... 51

25. Data Pengamatan Jumlah Daun 4 MST (helai) ... 52

26. Sidik Ragam Jumlah Daun 4 MST ... 52

27. Data Pengamatan Jumlah Daun 5 MST (helai) ... 53

28. Sidik Ragam Jumlah Daun 5 MST ... 53

29. Data Pengamatan Jumlah Daun 6 MST (helai) ... 54

30. Sidik Ragam Jumlah Daun 6 MST ... 54

31. Data Pengamatan Jumlah Daun 7 MST (helai) ... 55

32. Sidik Ragam Jumlah Daun 7 MST ... 55

33. Data Pengamatan Jumlah Anakan per Rumpun 2 MST (anakan) ... 56

34. Sidik Ragam Jumlah Anakan per Tanaman 2 MST ... 56

35. Data pengamatan Jumlah Anakan per Rumpun 3 MST (anakan) ... 57

36. Sidik ragam Jumlah Anakan per Rumpun 3 MST ... 57

(12)

38. Sidik ragam Jumlah Anakan per Rumpun 4 MST ... 58

39. Data pengamatan Jumlah Anakan per Rumpun 5 MST (anakan) ... 59

40. Sidik ragam Jumlah Anakan per Rumpun 5 MST ... 59

41. Data pengamatan Jumlah Anakan per Rumpun 6 MST (anakan) ... 60

42. Sidik ragam Jumlah Anakan per Rumpun 6 MST ... 60

43. Data pengamatan Jumlah Anakan per Rumpun 7 MST (anakan) ... 61

44. Sidik ragam Jumlah Anakan per Rumpun 7 MST ... 61

45. Data Pengamatan Diameter Umbi per Sampel (mm) ... 62

46. Sidik Ragam Diameter Umbi per Sampel (mm) ... 62

47. Data Pengamatan Bobot Basah Umbi per Tanaman (g) ... 63

48. Sidik Ragam Bobot Basah Umbi per Tanaman (g) ... 63

49. Data Pengamatan Bobot KeringUmbi per Tanaman (g) ... 64

50. Sidik Ragam Bobot KeringUmbi per Tanaman (g) ... 64

51. Data Pengamatan Bobot Basah Umbi per Plot (g) ... 65

52. Sidik Ragam Bobot Basah Umbi per Plot (g) ... 65

53. Data Pengamatan Bobot Kering Umbi per Plot (g) ... 66

54. Sidik Ragam Bobot KeringUmbi per Plot (g) ... 66

(13)

ABSTRAK

DEDY PERDATA SEMBIRING: Respons Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) terhadap Jenis Mulsa dan Pemberian Urine Sapi, dibimbing oleh ROSITA SIPAYUNGdanE. HARSO KARDHINATA.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis mulsa dan dosis pemberian urine sapi tertentu yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 25 meter di atas permukaan laut, pada bulan April hingga Juli 2015. Metode penelitian menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor yaitu jenis mulsa (tanpa mulsa, mulsa plastik hitam perak, mulsa plastik hitam, mulsa jerami) dan pemberian urine sapi (tanpa urine sapi, 500ml/plot, 600ml/plot, dan 700ml/plot). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun per rumpun, jumlah anakan per rumpun, diameter umbi per sampel, bobot basah umbi per sampel, bobot kering umbi per sampel, bobot basah umbi per plot, dan bobot keringumbi per plot.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis mulsa berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah anakan per rumpun pada umur 3 MST. Pemberian urine sapi berpengaruhtidak nyata terhadap semua parameter pengamatan. Tidak ada interaksi antara kedua perlakuan terhadap semua parameter pengamatan.

(14)

ABSTRACT

DEDY PERDATA SEMBIRING:Response in growth and production ofshallot(Allium ascalonicum L.) to types of mulch andapplication of cow urine, guided by ROSITA SIPAYUNG and E. HARSO KARDHINATA.

This research has been conducted to obtain a certain types of mulch and dose of cow urine which can improve the growth and production of the shallot. The research had been conducted at experimental field of Fakultas Pertanian USU from April up to July 2015 using factorial randomized block design with two factors,types of mulch (no mulch, silver black plastic of mulch, black plastic mulch, rice straw mulch)and dose of cow urine (no cow urine, 500, 600, 700 ml/plot). Parameter observed were plant height, number of leaves per clump, number of tillers per clump, diameter ofthe bulbs per sample, wet bulb weight per sample, dry bulb weight per sample, wet bulb weight per plot, and dry bulb weight per plot.

The results showed that the type of mulch significantly affected parameter number of tillers per clump at age 3 MST.Aplication cow urine effect no significant effect on all parameters of observation. There was no interaction between types of mulch and aplication cow urine on all parameters of observation.

(15)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Bawang merah merupakan tanaman sayuran yang memiliki banyak

manfaat serta cukup populer di kalangan masyarakat. Salah satu manfaat yaitu,

hampir pada setiap masakan, sayuran ini selalu ditambahkan karena berfungsi

sebagai bumbu penyedap rasa. Selain itu, masih banyak manfaat lain yang bisa

didapat dari bawang merah, seperti untuk obat tradisional.

Badan Pusat Statistik (BPS) (2014) mencatat produksi bawang merah

diSumatera Utara pada tahun 2013 sebesar 8.305 ton. Dibandingkan produksi

tahun 2012, produksi menurun sebesar 5.851 ton (41,33 %). Penurunan ini

disebabkan oleh menurunnya produktivitas sebesar 1,03 ton per hektar (11,50 %)

dan penurunan luas panen sebesar 533 hektar (33,71 %). Sentra penghasilbawang

merah di Sumatera Utara yaitu di kabupaten Dairi, Simalungun dan Samosir.

Kebutuhan bawang merah di Sumatera Utara mencapai 66.420 ton, sehingga

untukmemenuhi kebutuhan bawang merah, dilakukan impor dari luarnegeri.

Untuk mengatasi masalah tersebut ada beberapa hal yang perlu mendapat

perhatian agar produksi yang diharapkan dapat tercapai. Selain dari sistem

budidayanya, faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

perkembangan tanaman. Bawang merah tidak tahan kekeringan karena akarnya

yang pendek. Namun, tanaman bawang merah tidak tahan terhadap tempat yang

tergenang air. Banyaknya air di musim hujan dapat menyebabkan timbulnya

penyakit yang disebabkan oleh cendawan (Rahayu dan Berlian, 1999).

Berbagai upaya dilakukan untuk dapat memanipulasi lingkungan tanaman

(16)

mencegah kehilangan air dari tanah sehingga kehilangan air dapat dikurangi

dengan memelihara temperatur dan kelembaban tanah (Mulyatri, 2003). Aplikasi

mulsa merupakan salah satu upaya menekan pertumbuhan gulma, memodifikasi

keseimbangan air, suhu dan kelembaban tanah serta menciptakan kondisi yang

sesuai bagi tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan

baik (Fithriadi, 2000).

Berdasarkan beberapa hasil penelitian, penggunaan mulsa dapat

meningkatkan hasil beberapa jenis tanaman. Hasil penelitian Ansar (2012) pada

tanaman bawang merah menunjukkan bahwa pemberian mulsa jerami padi dan

mulsa plastik hitam dapat meningkatkan bobot segar umbi per

hektarmasing-masing 29,3 % dan 24,7 % dibanding tanpa mulsa. Hasil penelitian Tabrani et al.

(2005) menunjukkan penggunaan mulsa alang–alang, plastik transparan dan

mulsa plastik hitam perak berpengaruh terhadap semua parameter bawang merah

yang diamati.

Salah satu cara untuk meningkatkan produksi bawang merah adalah

dengan mengintensifkan penggunaan lahan dan pemberian pupuk yang optimal.

Pemberian pupuk organik sangat baik digunakan untuk memperbaiki sifat fisik

kimia dan biologi tanah, meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah dan lebih

ramah terhadap lingkungan (Yetti dan Elita, 2008).

Sistem pemanfaatan limbah ternak sebagai pupuk organik pada tanaman

pertanian semakin lama semakin berkembangtetapi para petani masih sedikit yang

menerapkannya. Padahal jika limbah peternakan urin sapi diolah menjadi pupuk

organik mempunyai efek jangka panjang yang baik bagi tanah, yaitu dapat

(17)

bermacam-macam jenis kandungan unsur hara yang diperlukan tanah selain itu juga

menghasilkan produk pertanian yang aman bagi kesehatan (Affandi, 2008).

Urine sapi merupakan kotoran ternak yang berbentuk cair. Selama ini

urine sapi dibuang karena dianggap kotor juga bau, dan ternyata urine memiliki

manfaat menjadi pupuk cair bagi tanaman. Urine sapi cocok untuk tanaman

sayur-sayuran karena dapat meningkatkan hasil produksi (Aisyah et al., 2011).Pupuk

kandang sapi terdiri atas 70% bahan padat dan 30% bahan cair (urine)(Sutedjo

dan Kartasapoetra, 2002).

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian

guna mengetahui tanggap pertumbuhan dan produksi bawang merah terhadap

jenis mulsa dan pemberian urine sapi.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui respons pertumbuhan dan

produksi bawang merah terhadap jenis mulsa dan pemberian urine sapi.

Hipotesis Penelitian

Penggunaanjenis mulsa tertentu dan pemberian urine sapi pada dosis

tertentu sertainteraksi keduanya akanmeningkatkan pertumbuhan dan produksi

bawang merah.

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di

Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan

(18)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae,

Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae,

Ordo: Liliales, Famili: Liliaceae, Genus: Allium, Species: Allium

ascalonicum L. (Steenis et al., 2005).

Tanaman mempunyai akar serabut dengan daun berbentuk silinder

berongga. Umbi terbentuk dari pangkal daun yang bersatu dan membentuk batang

yang berubah bentuk dan fungsi, membesar dan membentuk umbi berlapis

(Hervani et al., 2008).

Tanaman bawang merah memiliki batang sejati (discus) yang berada pada

dasar umbi bawang merah, yang berfungsi sebagai tempat melekatnya perakaran

dan mata tunas. Pangkal daun akan bersatu dan membentuk batang semu. Yang

kelihatan seperti batang pada tanaman bawang merah sebenarnya merupakan

batang semu yang akan berubah bentuk dan fungsinya sebagai umbi lapis

(Sinclair, 1998).

Bentuk daun bawang merah memanjang seperti pipa dan berbentuk bulat,

tetapi ada juga yang membentuk setengah lingkaran pada penampang melintang

daun. Bagian ujung daun meruncing, sedangkan bagiaan bawahnya melebar dan

membengkak. Daun berwarna hijau (Brewster, 2008).

Bunga bawang merah merupakan bunga sempurna (hermaphrodites) yang

pada umumnya terdiri dari 5-6 helai benang sari, sebuah putik, dengan daun

(19)

kuntum bunga. Sebagaimana daunnya, tangkai bunga itu pun merupakan pipa

yang berlubang di dalamnya (Firmanto, 2011).

Biji berwarna hitam, berbentuk tidak beraturan, dan berukuran agak kecil,

sekitar 250 biji tiap gramnya. Biji bawang merah matang sekitar 45 hari setelah

bunga mekar. Daya tumbuh biji dapat tumbuh dengan cepat, kecuali jika biji

disimpan dalam kondisi optimum, suhu 0˚C dan RH rendah

(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Syarat Tumbuh Iklim

Budidaya bawang merah pada daerah-daerah yang beriklim kering, dengan

suhu udara yang cukup tinggi dan penyinaran matahari yang penuh akan dapat

menyebabkan pertumbuhan tanaman yang optimal. Secara umum tanaman

bawang merah lebih cocok diusahakan secara agribisnis/komersial di daerah

dataran rendah pada akhir musim penghujan, atau pada saat musim kemarau,

dengan penyediaan air irigasi yang cukup untuk keperluan tanaman(Deptan,

2003).

Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya matahari yang maksimal

(minimal 70% penyinaran), suhu udara 25o–32oC, dan kelembaban nisbi50–70%,

curah hujan 300-2500 mm/th. Tanaman bawang merah masih dapat membentuk

umbi di daerah yang suhu udaranya rata–rata 22oC tetapi hasil umbinya tidak

sebaik di daerah yang suhu udara lebih panas (Sumarni dan Hidayat, 2005).

Tanaman bawang merah cocok tumbuh di dataran rendah sampai tinggi

(0–1000 m dpl), dengan ketinggian optimum untuk pertumbuhan dan

(20)

curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi serta cuaca berkabut, juga

memerlukan penyinaran cahaya matahari maksimal (minimal 70% penyinaran)

dengan suhu udara 25-32oC, dan kelembaban nisbi 50-70% (Litbang, 2013).

Tanah

Tanaman bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah,

tekstur sedang sampai liat, drainase dan aerasi yang baik, mengandung

bahan organik yang cukup, dan pH tanah netral (5,6-6,5). Tanah yang paling

cocok untuk tanaman bawang merah adalah tanah Aluvial atau kombinasinya

dengan tanah Glei-Humus atau Latosol. Tanah lembab dengan air yang tidak

menggenang disukai oleh tanaman bawang merah (Tim Prima Tani, 2011).

Kemasaman tanah (pH) yang paling sesuai untuk bawang merah adalah

agak masam sampai normal (6,0-6,8). Tanah ber-pH 5,5-7,0 masih dapat

digunakan untuk penanaman bawang merah. Tanah yang terlalu asam dengan pH

di bawah 5,5 banyak mengandung garam aluminium (Al). Garam ini bersifat

racun sehingga dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil. Di tanah yang terlalu

basa dengan pH lebih dari 7, garam mangan (Mn) tidak dapat diserap oleh

tanaman. Akibatnya umbi yang dihasilkan kecil dan produksi tanaman rendah

(Rahayu dan Berlian, 1999).

Jenis Mulsa

Mulsa adalah bahan atau material yang digunakan untuk menutupi

permukaan tanah atau lahan pertanian dengan tujuan tertentu yang prinsipnya

adalah untuk meningkatkan produksi tanaman. Secara teknis, penggunaan mulsa

dapat memberikan keuntungan antara lain, menghemat penggunaan air dengan

(21)

menguntungkan pertumbuhan tanaman bawang merah dan mikroorganisme tanah,

memperkecil laju erosi tanah baik akibat tumbukan butir-butir hujan dan

menghambat laju pertumbuhan gulma (Lakitan, 1995).

Mulsa ada dua jenis yaitu mulsa organik dan mulsa anorganik. Mulsa

organik adalah mulsa yang berasal dari sisa panen, tanaman pupuk hijau atau

limbah hasil kegiatan pertanian, yang dapat menutupi permukaan tanah. Seperti

jerami, eceng gondok, sekam bakar dan batang jagung yang dapat melestarikan

produktivitas lahan untuk jangka waktu yang lama (Lakitan,1995).Mulsa

anorganik adalah mulsa yang meliputi semua bahan yang bernilai ekonomis tinggi

seperti plastik dan batuan. Perbedaan penggunaan bahan mulsa akan memberikan

pengaruh yang berbeda pada pertumbuhan dan hasil bawang merah. Keuntungan

dari mulsa organik lebih mudah didapatkan, dan dapat terurai sehingga menambah

kandungan bahan organik dalam tanah (Umboh, 2000).

Hasil penelitian Mayun (2007), terjadi perbedaan yang nyata antara

pemberian mulsa jerami padi (M1) dengan tanpa pemberian mulsa (M0) terhadap

jumlah daun per rumpun pada hasil umbi. Pemberian mulsa jerami padi dapat

meningkatkan hasil umbi kering sebesar 4,49 Kw Ha-1 atau terjadi peningkatan

sebesar 35,13%. Menurut Thomas et al. (1993), fungsi mulsa jerami adalah untuk

menekan pertumbuhan gulma, mempertahankan agregat tanah dari hantaman air

hujan, memperkecil erosi permukaan tanah, mencegah penguapan air, dan

melindungi tanah dari terpaan sinar matahari. Juga dapat membantu memperbaiki

sifat fisik tanah terutama struktur tanah sehingga memperbaiki stabilitas agregat

(22)

Dengan pemberian mulsa jerami padi sebanyak 10 ton/ha, umbi bawang

merah yang tumbuh dangkal di permukaan tanah menjadi terlindungi dari

pengaruh cuaca dan jasad pengganggu karena kondisi kelembaban tanah dapat

dipertahankan menjadi konstan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

pemberian mulsa 10 ton/ha dapat memberikan konstribusi peningkatan hasil nyata

dengan rata–rata 700 kg/ha atau kenaikan hasil 20 % (Gurning dan Arifin, 1994).

Mulsa jerami padi menurunkan suhu tanah rata-rata 2,5%, sedangkan

mulsa plastik hitam meningkatkan suhu tanah rata-rata 1,3% dibanding tanpa

mulsa. Mulsa jerami padi dan plastik hitam meningkatkan kelembapan air dalam

tanah masing-masing 9,9% dan 9,2% dibanding tanpa mulsa (Ansar, 2012).

Penggunaan mulsa plastik merupakan salah satu cara budidaya yang telah

terbukti dapat meningkatkan hasil tanaman. Warna mulsa plastik yang umumnya

digunakan di Amerika Utara dan Eropa secara komersial adalah warna hitam,

transparan (bening), hijau dan warna perak. Plastik berwarna hitam dapat

menghambat pertumbuhan gulma dan dapat menyerap panas matahari lebih

banyak. Mulsa plastik bening dapat menciptakan efek rumah kaca, sementara

mulsa plastik perak dapat memantulkan kembali sebagian panas yang diserap

sehingga mengurangi serangan kutu daun (aphid) pada tanaman (Mawardi, 2000).

Mulsa plastik hitam perak mampu menciptakan kondisi mikroklimat

menjadi lebih sesuai dengan kebutuhan bawang merah. Mulsa plastik hitam perak

menyebabkan tanah menjadi lembab dan lebih gelap. Kondisi ini mendukung

pertumbuhan perakaran tanaman, sehingga akar mampu menyerap air dan unsur

hara medium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan mulsa plastik hitam

(23)

bawang merah bila dibandingkan dengan tanpa mulsa berbeda dengan perlakuan

yang lainnya (Tabrani et al., 2005).

Urine Sapi

Pupuk kandang cair merupakan pupuk yang diperoleh dari urin hewan atau

ternak. Urin hewan yang digunakan sebagai pupuk kandang berwarna cokelat

dengan bau menyengat. Bau ini disebabkan oleh kandungan unsur nitrogen

(Novizan, 2007).

Selama ini masih jarang penggunakan urine sapi sebagai pupuk padahal

urine sapi memiliki prospek yang bagus untuk diolah menjadi pupuk cair karena

mengandung unsur-unsur yang lengkap seperti N, P, K, Ca, Mg yang terikat

dalam bentuk senyawa organik. Urine sapi yang paling baik untuk diolah menjadi

pupuk cair adalah urine sapi murni segar (kurang dari 24 jam) yang belum

bercampur dengan cemaran lain yang ada dalam kandang (Sudiro, 2011).

Menurut Sudiro (2011), kandungan zat hara pada urin sapi, nitrogen

1,00%, fosfor 0,50%, kalium 1,50%, dan air sebanyak 95%. Selain itu banyak

penelitian yang melaporkan bahwa urine sapi mengandung zat perangsang

tumbuh yang dapat digunakan sebagai pengatur tumbuh diantaranya adalah IAA.

Karena baunya yang khas urine ternak juga dapat mencegah datangnya berbagai

hama tanaman sehingga urine sapi juga dapat berfungsi sebagai pengendalian

hama tanaman dari serangan.

Berdasarkan hasil pengamatan pada urine yang belum difermentasi dan

urine yang sudah difermentasi terdapat perbedaan kandungan diantara keduanya.

Kandungan urine pada saat sebelum difermentasi yang memiliki kandungan unsur

(24)

peningkatan kandungan jumlah unsur hara N, P, K,menjadi 2,7; 2,4; 3,8. Pada

proses fermentasi urine terdapat kelebihan jika dibandingkan dengan urine yang

tidak difermentasi, yaitu meningkatkan kandungan hara yang terdapat pada urine

tersebut yang dapat menyuburkan tanaman. Selain itu, bau urine yang telah

difermentasi menjadi kurang menyengat jika dibandingkan dengan bau urine yang

belum difermentasi (Lingga, 1991).

Beberapa keunggulan urine sapi diantaranya mempunyai kandungan

unsur hara yang lengkap diantaranya N, P, K, Ca, Fe, Mn, Zn, dan Zu. Pemberian

urine sapi dapat memberikan pengaruh pada pertumbuhan akar tanaman. Menurut

Lingga dan Marsono (2008), dari segi kadar haranya, pupuk kandang cair dari

urin sapi memiliki kandungan hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan

kotoran padatannya.

Pupuk kandang cair (urine) selain dapat bekerja cepat juga mengandung

hormon tertentu yang ternyata dapat merangsang perkembangan tanaman. Dalam

pupuk kandang cair kandungan unsur N dan K cukup besar (Sutedjo dan

Kartasapoetra, 2002).

Kandungan unsur hara pupuk kandang dapat hilang karena beberapa

faktor, antara lain penguapan, penyerapan, dekomposisi dan penyimpanan. Proses

penguapan dan penyerapan dapat menyebabkan hilangnya kandungan hara N dan

K rata – rata setengah dari semula, sedangkan P sekitar sepertiganya.

Penyimpanan di tempat terbuka dalam waktu lama akan menambah besarnya

kehilangan unsur N. Selain kehilangan dalam bentuk ammonia (menguap), juga

terjadi pencucian senyawa nitrat oleh air hujan. Pencucian ini berlaku juga untuk

(25)

Dari hasil penelitian didapat bahwa urine hewan yang telah difermentasi

dapat digunakan sebagai nutrisi tanaman sebagai alternatif pengganti pupuk

buatan yang semakin hari harganya semakin tinggi sehingga petani tidak mampu

untuk membelinya. Kendala yang ditemui dalam pembuatan nutrisi ini adalah

proses pengambilan urinenya, karena tidak semua hewan jinak mau diperlakukan.

Demikian juga dengan masalah bau yang ditimbulkan merupakan masalah dari

(26)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaanFakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utaradengan ketinggian ± 25 meter diatas permukaan laut,

yang dimulai pada bulan April 2015 sampai denganJuli 2015.

Bahan dan Alat

Bahan – bahan yangdigunakan yaitu bibit bawang merah varietas Medan

asal Samosir, mulsa plastik hitam perak, mulsa plastik hitam, mulsa jerami padi,

urine sapi, pupuk ZA,pupuk TSP, pupuk KCl, air, fungisida berbahan aktif

propineb, azoksistrobin dan difenokonazol danbahan lainnya yang mendukung.

Alat - alat yangdigunakan yaitu cangkul, garu, gelas ukur, tali plastik,

pisau/cutter, gembor, plastik sampel, pacak sampel, ember, meteran, timbangan

digital, plank nama, kalkulator digital, label, jangka sorong digital, kamera digital,

alat tulis dan alat lain yang mendukung.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 2

faktor :

Faktor I : Penggunaan mulsa (M) dengan 4 jenis, yaitu :

M0 : Tanpa mulsa M2 : Mulsa plastik hitam

M1 : Mulsa plastik hitam perak M3 : Mulsa jerami padi

(27)

U0 : tanpa urine sapi U2 : urine sapi 600 ml/plot

U1 : urine sapi 500 ml/plot U3 : urine sapi 700 ml/plot

Sehingga diperoleh 16 kombinasi perlakuan, yaitu :

M0U0 M1U0 M2U0 M3U0

M0U1 M1U1 M2U1 M3U1

M0U2 M1U2 M2U2 M3U2

M0U3 M1U3 M2U3 M3U3

Jumlah ulangan : 3 ulangan

Jumlah plot : 48 plot

Ukuran plot : 120 cm x 120 cm

Jarak antar plot : 30 cm

Jarak antar blok : 50 cm

Jarak tanam : 20 x 20 cm

Jumlah tanaman/plot : 25 tanaman

Jumlah sampel per plot : 5 tanaman

Jumlah sampel seluruhnya : 240 tanaman

Jumlah tanaman seluruhnya : 1200 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan

model linear sebagai berikut :

Yijk= μ + ρi+ αj+ βk+ (αβ)jk+ εijk i : 1, 2, 3 j : 1, 2, 3, 4 k : 1, 2, 3, 4

dimana :

Yijk : Data hasil pengamatan dari unit percobaan blok ke-i dengan perlakuan

(28)

μ : Nilai tengah

ρi : Efek blok ke-i

αj : Efek jenis mulsa pada cara ke-j

βk : Efek perlakuan urine sapipada taraf ke-k

(αβ)jk : Efek interaksi dari jenis mulsa pada cara ke-j dan perlakuan urine sapi

pada taraf ke-k

εijk : Galat dari blok ke-i, jenis mulsa pada cara ke-j dan perlakuan urine

sapipada taraf ke-k

Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata,

maka dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan

(29)

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan

Areal pertanaman dibersihkan dari rerumputan, sisa – sisa tanaman, dan

batu – batuan yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Kemudian tanah

dicangkul dengan kedalaman sekitar 25 cm dan dibuat plot – plot dengan ukuran

120 cm x 120 cm, jarak antar plot 30 cm dan jarak antar blok50 cm. Selanjutnya

lahan dibiarkan selama seminggu.

Persiapan Bahan Tanam

Bahan tanam yang akan dipakai, yaitu dipilih bibit dengan berat yang

relatif sama yaitu 5 gram/siung, kemudian kulit yang paling luar yang telah

mengering dibersihkan dari sisa – sisa akar yang masih ada.Umbi dipotong 1/3

bagian dari ujung umbi. Bahan tanam berumur 1,5 bulan setelah panen.

Pemupukan

Pupuk nitrogen yang dipakai adalah pupuk ZA (21% N) dengan dosis

3,8 g/tanaman. Aplikasi pupuk nitrogen dilakukan 2 kali dengan ½ dosis padasaat

tanaman berumur 10 HST dan ½ dosis lagi pada umur 30 HST. Pupuk K

diberikan sesuai dengan dosis anjuran yaitu 0,6 g KCl/tanamandan diberi di

samping lubang tanam sedangkan pemberian pupuk P dengan dosis 0,8 g

TSP/tanaman dan pemberian kompos 500 g/plot dengan cara sistem sebar dan

dicampur secara merata dalam plot. Pemberian pupuk TSPdan kompos

(30)

Pemberian Mulsa

Mulsa plastik hitam perak (MPHP) dan mulsa plastik hitam dipasang

sebelum tanam pada siang hari saat matahari bersinar cerah agar bahan mulsa

memuai maksimal.Kemudian bagian pinggiran bedengan diberi paku bilahan

bambu.MPHP dan mulsa plastik hitam dilubangi dengan alat pelubang dari kaleng

susu bekas berukuran diameter 10 cm dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm.

Pemasangan mulsa jerami padi dilakukan setelah penanaman dengan cara

meratakannya di ataspermukaan petakan sesuai dengan perhitungan atau pun

dosis yang telah ditentukan (Lampiran 4).

Penanaman

Bibitditanamdilapangandenganukuran plot 120 x 120 cm,

denganjumlahbibit di tiap-tiap plot ada 25, denganjarak 20cm x 20 cm.

Umbidibenamkanke dalam lubang tanam sampaiujungnya rata

denganpermukaantanah.

Aplikasi Urine Sapi

Urine sapi diperoleh dengan mengumpulkan dari sapi dalam kandang.

Urine sapi yang dikumpulkan mulai pagi hari hingga sore hari disatukan dan

dimasukkan ke wadah ember atau pun jerigen, kemudian difermentasikan selama

dua minggu tanpa penambahan mikroorganisme. Aplikasi urine sapi diberikan

dengan cara menyiram permukaan tanah di sekeliling tanaman. Pengaplikasian

urine sapi dilakukan setelah tanaman berumur 1 MST hingga 6 MST sesuai

dengan dosis perlakuan dengan interval satu minggu sekali.

(31)

Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi atau sore hari dan disesuaikan

dengan kondisi cuaca.

Penyiramandilakukandenganmenggunakangembordandiusahakan agar

tanahnyatidakterlalubasah.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan 7 hari setelah tanam (HST) dengan mengganti

umbi busuk atau mati dengan umbi bibit cadangan yang sama pertumbuhannya

dengan tanaman di lapangan.

Penyiangan dan Pembumbunan

Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma di sekitar

lubang tanam agar perakaran tanaman tidak terganggu, yang disesuaikan dengan

kondisi lapangan. Pembumbunan dilakukan dengan menimbun bagian pangkal

tanaman sampai umur + 30 HST.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dilakukan secara manual pada tanaman yang

terserang sedangkan pengendalian penyakitdapatdigunakanfungisidaberbahan

aktif propineb dan azoksistrobin dengandosis 2 g/liter air.

Panen

Panen dilakukan pada umur 70 hari setelah tanam (HST) pada kondisi

tanahkering agar terhindar dari penyakit dengan cara mencabut seluruh tanaman

denganmenggunakan tangan lalu akar dan tanahnya dibersihkan. Pemanenan

(32)

daunmenguning, umbi padat tersembul sebagian di atas tanah, dan warna

kulitmengkilap.

Pengeringan

Pengeringan dilakukan dengan menebar/membentang umbi diatas plastik

pada ruangan dengan suhu 27 – 28°C. Pengeringan dilakukan selama + 10

harisetelah dilakukan penimbangan bobot basah dan setelah itu dilakukan

penimbangan kembali untuk mendapatkan bobot kering.

Peubah Amatan Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal umbi sampai ke ujung daun

terpanjang. Dilakukansetelah tanaman berumur 2 MST hingga 7 MST dengan

interval satu minggu sekali.

Jumlah Daun per Rumpun (helai)

Dihitung jumlah seluruh daun yang muncul pada anakan untuk setiap

rumpunnya, dilakukan setelah tanaman berumur 2 MST sampai 7 MST dengan

interval satu minggu sekali.

Jumlah Anakan per Rumpun (anakan)

Dihitung jumlah anakan yang terbentuk dalam satu rumpun, dilakukan

setelah tanaman berumur 2 MST sampai 7 MST dengan interval satu minggu

sekali.

Diameter Umbi per Sampel (mm)

Diamater umbi per sampel diukur setelah tanaman selesai dipanen,dengan

(33)

umbi. Diameter yang diukur yaitu semua umbi yang terdapat dalam rumpun

sampel dengan menggunakan jangka sorong dan kemudian dirata-ratakan.

Bobot Basah Umbi per Sampel (g)

Bobot basah umbi per sampel ditimbang setelah dipanen, dengan syarat

umbi bersih dari tanah dan kotoran serta dipisahkan dari akar dan daun dipotong

sekitar 1cm dari umbi.

Bobot Kering Umbi per Sampel (g)

Bobot kering umbi per sampel ditimbang setelah dibersihkan

dandikeringanginkan suhu ruangan 27 – 28oCselama sekitar 10 hari.

Bobot Basah Umbi per Plot (g)

Bobot basah umbi per plot ditimbang setelah dilakukan panen, dengan

syarat umbi bersih dari tanah dan kotoran.

Bobot Kering Umbi per Plot (g)

Bobot kering umbi per plot ditimbang setelah dibersihkan dan

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 9-54)

diketahui bahwa jenis mulsa berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah anakan

pada umur 3. Hasil pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 9-54) diketahui

bahwa pemberian urine sapi berpengaruh tidak nyata terhadap parameter semua

jenis parameter yang diamati. Interaksi antara jenis mulsa dan pemberian urine

sapi berpengaruh tidak nyata terhadap semua jenis parameter yang diamati.

Tinggi Tanaman (cm)

Berdasarkan hasil pengamatan dan sidik ragam tinggi tanaman 2–7 MST

(Lampiran 9-20), diketahui bahwa jenis mulsa dan pemberian urine sapi dan

interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman yang diamati.

Rataan tinggi tanaman umur 2-7 MST pada perlakuan jenis mulsa dan

(35)
[image:35.595.114.513.302.748.2]

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman bawang merah (cm) umur 2-7 MST pada perlakuan jenis mulsa dan pemberian urine sapi

Umur Dosis Urine Sapi

Jenis Mulsa

Rataan

M0 M1 M2 M3

(tanpa mulsa) (mulsa plastik hitam perak) (mulsa plastik hitam) (mulsa jerami padi) 2 MST

U0 (tanpa urine sapi) 18.81 19.59 18.92 21.19 19.63 U1 (dosis 500ml/plot) 17.23 19.92 19.57 18.71 18.86 U2 (dosis 600ml/plot) 19.05 18.73 19.69 18.87 19.09 U3 (dosis 700ml/plot) 18.65 21.09 20.65 18.71 19.78

Rataan 18.43 19.83 19.71 19.37 19.34

3MST

U0 (tanpa urine sapi) 23.77 25.85 23.45 27.51 25.14 U1 (dosis 500ml/plot) 21.64 26.37 24.53 24.67 24.30 U2 (dosis 600ml/plot) 25.68 25.03 26.02 27.03 25.94 U3 (dosis 700ml/plot) 24.22 25.67 26.44 24.77 25.27

Rataan 23.83 25.73 25.11 26.00 25.16

4 MST

U0 (tanpa urine sapi) 25.71 28.90 25.09 28.75 27.11 U1 (dosis 500ml/plot) 25.81 28.52 26.25 26.61 26.80 U2 (dosis 600ml/plot) 28.47 26.61 27.61 28.83 27.88 U3 (dosis 700ml/plot) 25.96 27.05 28.00 26.94 26.99

Rataan 26.49 27.77 26.74 27.78 27.19

5 MST

U0 (tanpa urine sapi) 26.97 31.11 27.22 30.47 28.94 U1 (dosis 500ml/plot) 28.45 30.49 28.34 28.88 29.04 U2 (dosis 600ml/plot) 31.30 28.07 29.31 30.93 29.90 U3 (dosis 700ml/plot) 27.79 27.35 30.07 28.79 28.50

Rataan 28.63 29.26 28.74 29.77 29.10

6 MST

U0 (tanpa urine sapi) 28.31 32.98 29.97 31.48 30.68 U1 (dosis 500ml/plot) 30.72 32.33 29.65 30.25 30.74 U2 (dosis 600ml/plot) 32.03 29.17 30.93 31.88 31.00 U3 (dosis 700ml/plot) 29.25 28.60 32.14 28.15 29.54

(36)

7 MST

U0 (tanpa urine sapi) 28.68 33.21 30.57 31.49 30.99 U1 (dosis 500ml/plot) 31.07 32.23 29.42 31.39 31.03 U2 (dosis 600ml/plot) 32.30 29.56 31.41 32.75 31.51 U3 (dosis 700ml/plot) 29.51 28.04 33.50 28.51 29.89

Rataan 30.39 30.76 31.23 31.03 30.85

Jumlah Daun per Rumpun (helai)

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 21-32), diketahui bahwa jenis

mulsa dan pemberian urine sapi serta interaksi antara keduanya berpengaruh tidak

nyata terhadap jumlah daun per rumpun.

Rataan jumlah daun per rumpun bawang merah umur 2-7 MST pada

[image:36.595.116.512.364.759.2]

perlakuan jenis mulsa dan pemberian urine sapi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataanjumlah daun per rumpun bawang merah(helai) umur 2-7 MST pada perlakuan jenis mulsa dan pemberian urine sapi

Umur Dosis Urine Sapi

Jenis Mulsa

Rataan

M0 M1 M2 M3

(tanpa mulsa) (mulsa plastik hitam perak) (mulsa plastik hitam) (mulsa jerami padi) 2 MST

U0 (tanpa urine sapi) 5.67 7.13 6.20 6.87 6.47 U1 (dosis 500ml/plot) 7.27 8.33 6.60 6.20 7.10 U2 (dosis 600ml/plot) 6.33 6.27 6.40 7.47 6.62 U3 (dosis 700ml/plot) 6.60 7.07 6.80 6.53 6.75

Rataan 6.47 7.20 6.50 6.77 6.73

3 MST

U0 (tanpa urine sapi) 9.60 11.67 9.33 10.20 10.20 U1 (dosis 500ml/plot) 10.27 13.07 9.67 11.27 11.07 U2 (dosis 600ml/plot) 10.00 10.80 10.73 12.40 10.98 U3 (dosis 700ml/plot) 11.53 10.80 12.13 9.47 10.98

Rataan 10.35 11.58 10.47 10.83 10.81

4 MST

U0 (tanpa urine sapi) 11.80 13.87 11.73 11.33 12.18 U1 (dosis 500ml/plot) 13.40 14.07 11.00 12.60 12.77 U2 (dosis 600ml/plot) 11.87 13.40 13.73 14.53 13.38 U3 (dosis 700ml/plot) 14.73 11.67 14.93 10.80 13.03

Rataan 12.95 13.25 12.85 12.32 12.84

5 MST

U0 (tanpa urine sapi) 14.13 16.33 14.13 14.00 14.65 U1 (dosis 500ml/plot) 16.40 19.00 12.40 15.27 15.77 U2 (dosis 600ml/plot) 13.73 16.27 17.73 16.80 16.13 U3 (dosis 700ml/plot) 17.60 13.73 17.93 12.93 15.55

Rataan 15.47 16.33 15.55 14.75 15.53

(37)

U1 (dosis 500ml/plot) 18.13 22.60 14.13 16.47 17.83 U2 (dosis 600ml/plot) 14.40 18.47 20.00 19.53 18.10 U3 (dosis 700ml/plot) 19.80 15.27 19.67 13.27 17.00

Rataan 16.97 18.77 17.52 16.20 17.36

7 MST

U0 (tanpa urine sapi) 15.60 19.00 15.67 22.20 18.12 U1 (dosis 500ml/plot) 16.93 21.60 13.80 15.20 16.88 U2 (dosis 600ml/plot) 13.47 17.53 19.87 19.00 17.47 U3 (dosis 700ml/plot) 19.20 15.07 19.93 12.33 16.63

Rataan 16.30 18.30 17.32 17.18 17.28

Jumlah Anakan per Rumpun (anakan)

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 33-44), diketahui bahwajenis

mulsa berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan per rumpun pada umur 3 MST

dan berpengaruh tidak nyata pada umur 2MST, 4 MST, 5 MST, 6 MST, dan 7

MST. Sedangkan pemberian urine sapi berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah

anakan per rumpun serta interaksi antara keduanya berpengaruh tidak nyata

terhadap jumlah anakan per rumpun.

Rataan jumlah anakan per rumpun tanaman bawang merah umur 2-7 MST

(38)
[image:38.595.114.510.304.750.2]

Tabel 3. Rataan jumlah anakan per rumpun bawang merah(anakan) umur 2-7 MST pada perlakuan jenis mulsa dan pemberian urine sapi

Umur Dosis Urine Sapi

Jenis Mulsa

Rataan

M0 M1 M2 M3

(tanpa mulsa) (mulsa plastik hitam perak) (mulsa plastik hitam) (mulsa jerami padi) 2 MST

U0 (tanpa urine sapi) 2.13 2.47 2.13 2.13 2.22 U1 (dosis 500ml/plot) 2.53 2.67 2.00 2.13 2.33 U2 (dosis 600ml/plot) 2.33 2.27 2.07 2.47 2.28 U3 (dosis 700ml/plot) 2.53 2.27 2.53 2.07 2.35

Rataan 2.38 2.42 2.18 2.20 2.30

3 MST

U0 (tanpa urine sapi) 2.67 3.07 2.53 2.60 2.72 U1 (dosis 500ml/plot) 3.47 3.47 2.60 2.73 3.07 U2 (dosis 600ml/plot) 2.60 3.00 2.80 2.87 2.82 U3 (dosis 700ml/plot) 3.20 2.80 2.93 2.27 2.80

Rataan 2.98ab 3.08a 2.72bc 2.62c 2.85

4 MST

U0 (tanpa urine sapi) 3.27 3.40 2.80 3.07 3.13 U1 (dosis 500ml/plot) 3.93 3.73 3.00 3.27 3.48 U2 (dosis 600ml/plot) 2.80 3.53 3.47 3.40 3.30 U3 (dosis 700ml/plot) 3.87 3.33 3.33 2.80 3.33

Rataan 3.47 3.50 3.15 3.13 3.31

5 MST

U0 (tanpa urine sapi) 3.27 3.53 2.93 3.47 3.30 U1 (dosis 500ml/plot) 4.00 4.07 3.00 3.33 3.60 U2 (dosis 600ml/plot) 2.80 3.67 3.73 3.53 3.43 U3 (dosis 700ml/plot) 4.00 3.47 3.67 3.00 3.53

Rataan 3.52 3.68 3.33 3.33 3.47

6 MST

U0 (tanpa urine sapi) 3.33 3.73 3.13 3.47 3.42 U1 (dosis 500ml/plot) 4.00 4.13 3.20 3.47 3.70 U2 (dosis 600ml/plot) 2.93 3.80 3.80 3.53 3.52 U3 (dosis 700ml/plot) 4.07 3.60 4.00 3.33 3.75

(39)

7 MST

U0 (tanpa urine sapi) 3.93 3.80 3.33 3.53 3.65 U1 (dosis 500ml/plot) 4.27 4.73 3.27 3.73 4.00 U2 (dosis 600ml/plot) 3.00 4.13 4.13 4.40 3.92 U3 (dosis 700ml/plot) 4.27 3.87 4.20 3.60 3.98

Rataan 3.87 4.13 3.73 3.82 3.89

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%

Dari pada tabel 3 menunjukkan jumlah anakan bawang merah umur 3

MST terbanyak diperoleh pada perlakuan M1 (mulsa plastik hitam perak) yaitu

3.08 anakan yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan M0 (tanpa mulsa) yaitu

2.98 anakan, M2 (mulsa plastik hitam) yaitu 2.72 anakan, dan M3 (mulsa jerami

padi) yaitu 2.62 anakan.

Histogram hubungan jenis mulsa dengan jumlah anakan per rumpun pada

umur 3 MST disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Histogram hubungan jenis mulsa dengan jumlah anakan per rumpun3 MST

Diameter Umbi per Sampel (mm) 2,3

2,4 2,5 2,6 2,7 2,8 2,9 3 3,1 3,2

M0 (Kontrol) M1 (Mulsa plastik

hitam perak)

M2 (Mulsa plastik hitam)

M3 (Jerami padi)

Ju

m

lah

an

ak

an

(40)

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 45-46), diketahui bahwa jenis

mulsa dan pemberian urine sapi serta interaksi antara keduanya berpengaruh tidak

nyata terhadap diameter umbi per sampel.

Rataan diameter umbi per sampel bawang merah pada perlakuan jenis

mulsa dan pemberian urine sapi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan diameter umbi per sampel bawang merah (mm) pada perlakuan jenis mulsa dan pemberian urine sapi

Dosis Urine Sapi

Jenis Mulsa

Rataan

M0 M1 M2 M3

(tanpa mulsa) (mulsa plastik hitam perak) (mulsa plastik hitam) (mulsa jerami padi)

U0 (tanpa urine sapi) 19.76 22.46 21.75 21.46 21.36 U1 (dosis 500ml/plot) 20.00 21.82 21.33 22.49 21.41 U2 (dosis 600ml/plot) 22.37 20.18 23.29 23.66 22.37 U3 (dosis 700ml/plot) 21.47 21.30 21.31 21.91 21.50

Rataan 20.90 21.44 21.92 22.38 21.66

Bobot Basah Umbi per Sampel (g)

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 47-48), diketahui bahwa jenis

mulsa dan pemberian urine sapi serta interaksi antara keduanya berpengaruh tidak

nyata terhadap bobot basah umbi per sampel.

Rataan bobot basah umbi per sampel bawang merah pada perlakuan jenis

mulsa dan pemberian urine sapi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5.Rataan bobot basah umbi per sampel bawang merah (g) pada perlakuan jenis mulsa dan pemberian urine sapi

Dosis Urine Sapi

Jenis Mulsa

Rataan

M0 M1 M2 M3

(41)

hitam perak)

hitam) padi)

U0 (tanpa urine sapi) 20.09 30.81 23.37 25.38 24.91 U1 (dosis 500ml/plot) 19.86 34.69 20.81 28.52 25.97 U2 (dosis 600ml/plot) 22.78 27.32 29.30 38.57 29.49 U3 (dosis 700ml/plot) 27.27 21.53 29.87 25.68 26.09

Rataan 22.50 28.59 25.83 29.54 26.61

Bobot Kering Umbi per Sampel (g)

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 49-50), diketahui bahwa jenis

mulsa dan pemberian urine sapiserta interaksi antara keduanya berpengaruh tidak

nyata terhadap bobot kering umbi per sampel.

Rataan bobot kering umbi per sampel bawang merah pada perlakuan jenis

mulsa dan pemberian urine sapidapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan bobot kering umbi per sampel bawang merah (g) pada perlakuan jenis mulsa dan pemberian urine sapi

Dosis Urine Sapi

Jenis Mulsa

Rataan

M0 M1 M2 M3

(tanpa mulsa) (mulsa plastik hitam perak) (mulsa plastik hitam) (mulsa jerami padi)

U0 (tanpa urine sapi) 15.43 25.98 17.46 20.30 19.79 U1 (dosis 500ml/plot) 15.42 27.29 16.21 24.43 20.84 U2 (dosis 600ml/plot) 18.02 22.61 24.88 32.71 24.56 U3 (dosis 700ml/plot) 21.61 17.27 24.00 20.23 20.78

Rataan 17.62 23.29 20.64 24.42 21.49

Bobot Basah Umbi per Plot (g)

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 51-52), diketahui bahwa jenis

mulsa dan pemberian urine sapi serta interaksi antara keduanya berpengaruh tidak

nyata terhadap bobot basah umbi per plot.

Rataan bobot basah umbi per plot bawang merah pada perlakuan jenis

mulsa dan pemberian urine sapi dapat dilihat pada Tabel 7.

(42)

Dosis Urine Sapi

Jenis Mulsa

Rataan

M0 M1 M2 M3

(tanpa mulsa) (mulsa plastik hitam perak) (mulsa plastik hitam) (mulsa jerami padi)

U0 (tanpa urine sapi) 502.17 770.23 584.13 634.38 622.73 U1 (dosis 500ml/plot) 496.48 867.32 600.13 712.88 649.20 U2 (dosis 600ml/plot) 569.50 682.90 732.43 964.15 737.25 U3 (dosis 700ml/plot) 681.77 538.27 746.78 642.08 652.23

Rataan 562.48 714.68 645.87 738.38 665.35

Bobot Kering Umbi per Plot (g)

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 53-54), diketahui bahwa jenis

mulsa dan pemberian urine sapi serta interaksi antara keduanya berpengaruh tidak

nyata terhadap bobot kering umbi per plot.

Rataan bobot kering umbi per plot bawang merah pada perlakuan jenis

mulsa dan pemberian urine sapi dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan bobot kering umbi per plot bawang merah (g) pada perlakuan jenis mulsa dan pemberian urine sapi

Dosis Urine Sapi

Jenis Mulsa

Rataan

M0 M1 M2 M3

(tanpa mulsa) (mulsa plastik hitam perak) (mulsa plastik hitam) (mulsa jerami padi)

U0 (tanpa urine sapi) 385.83 649.53 436.41 507.43 494.80 U1 (dosis 500ml/plot) 385.55 682.17 405.28 610.82 600.95 U2 (dosis 600ml/plot) 450.52 565.20 622.12 817.73 613.89 U3 (dosis 700ml/plot) 540.27 431.67 600.05 505.63 519.40

Rataan 440.54 582.14 515.96 610.40 537.26

Pembahasan

(43)

Penggunaan jenis mulsa berpengaruh tidak nyata terhadap parameter

tinggi tanaman, jumlah daun, diameter umbi, bobot basah per sampel, bobot

kering per sampel, bobot basah per plot dan bobot kering per plot. Hal ini

disebabkan pengaruh cuaca pada saat penelitian yang dominan hujan sehingga

curah hujan tinggi yaitu sebesar 249.8 mm (Lampiran 7. data curah hujanbulan

mei) menyebabkan rendahnya suhu tanah yang berpengaruh terhadap kelembaban

tanah meningkat, sehingga perlakuan pemulsaan tidak memberikan pengaruh

yang signifikan atau hampir tidak ada perbedaan antara tanpa mulsa dengan

perlakuan yang menggunakan mulsa. Penggunaan mulsa berfungsi untuk

menurunkan suhu tanah yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman kurang

optimal. Hal ini sesuai dengan Tabrani et al. (2005) yang menyatakan bahwa

mulsa plastik hitam perak menyebabkan tanah menjadi lembab dan lebih gelap

sehingga kemungkinan suhu tanah dapat diturunkan. Hasil penelitian Ansar,

(2012), meyatakan bahwa mulsa jerami padi menurunkan suhu tanahrata-rata 2,5

%, sedangkan mulsa plastik hitam meningkatkan suhu tanah rata-rata 1,3 %

dibanding tanpa mulsa.

Penggunaan jenis mulsa yang berbeda berpengaruh nyata terhadap

parameterjumlah anakan (tabel 3) pada umur 3 MST. Rataan jumlah anakan

terbanyak diperoleh pada M1 (mulsa plastik hitam perak) dan rataan terendah

diperoleh pada perlakuan M3 (mulsa jerami padi). Hal ini diduga karena masih

adanya unsur hara dari pemberian pupuk dasar yang masih tersimpan di dalam

tanah dan rendahnya pertumbuhan gulma akibat adanya mulsa. Hal ini

dikarenakan mulsa plastik hitam perak dapat menjaga kelembaban tanah dan

(44)

pada mulsa plastik hitam perak tidak dapat berkembang dengan baik karena warna

gelap pada mulsa dapat menghambat pertumbuhan gulma. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Mawardi, (2000), yang menyatakan bahwa plastik berwarna hitam

dapat menghambat pertumbuhan gulma dan dapat menyerap panas matahari lebih

banyak. Sementara mulsa plastik perak dapat memantulkan kembali sebagian

cahaya yang diserap sehingga dapat meningkatkan laju fotosintesis.

Penggunaan jenis mulsa berpengaruh tidak nyata terhadap parameter bobot

basah per sampel, bobot kering per sampel, bobot basah per plot dan bobot kering

per plot. Hal ini disebabkan pengaruh cuaca pada saat penelitian yang dominan

hujan sehingga curah hujan tinggi yaitu 249.8 mm (Lampiran 7. data curah hujan

bulan mei) menyebabkan rendahnya suhu tanah yang berpengaruh terhadap

kelembaban tanah meningkat sehingga menyebabkan timbulnya penyakit seperti

alternaria porriyang berakibat pada busuknya umbi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahayu dan Berlian (1999) yang menyatakan bahwa tanaman bawang

merah tidak tahan terhadap tempat yang tergenang air. Banyaknya air di musim

hujan dapat menyebabkan timbulnya penyakit yang disebabkan oleh cendawan.

Pengaruh pemberian urine sapiterhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah

Pemberian urine sapi berpengaruh tidak nyata terhadap semua jenis

parameter pengamatan yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan,

diameter umbi, bobot basah per sampel, bobot kering per sampel, bobot basah per

plot dan bobot kering per plot. Hal ini diduga dikarenakan kesanggupan tanah

dalam menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanman dan kandungan unsur

hara pada urine sapi yang sangat sedikit sehingga belum dapat memenuhi

(45)

tinggi pada saat aplikasi urine sapi mengakibatkan terjadi pencucian oleh air

hujan, sehingga unsur hara yang terkandung dalam urine sapi menjadi berkurang.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Musnamar (2003) yang menyatakan bahwa

kandungan unsur hara dapat hilang karena beberapa faktor, antara lain penguapan,

pencucian, penyerapan, dekomposisi dan penyimpanan. Proses penguapan dan

penyerapan dapat menyebabkan hilangnya kandungan hara N dan K rata – rata

setengah dari semula, sedangkan P sekitar sepertiganya. Selain kehilangan dalam

bentuk ammonia (menguap), juga terjadi pencucian senyawa nitrat oleh air hujan.

Pencucian ini berlaku juga untuk unsur K dan P.

Interaksi penggunaan berbagai jenis mulsa dan pemberian urine sapi terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah

Berdasarkan hasil penelitian dan sidik ragam diketahui bahwa interaksi

perlakuan penggunaan berbagai jenis mulsa dan pemberian urine sapiberpengaruh

tidak nyata terhadapsemua parameter pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa

kedua faktor perlakuan memberikan respon masing–masing sebagai faktor tunggal

tanpa adanya interaksi. Bila interaksinya tidak nyata, maka disimpulkan bahwa

faktor-faktornya bertindak bebas satu sama lain.Hal ini didukung oleh Steeel and

Torrie (1993) yang menyatakan bahwa bila pengaruh – pengaruh sederhana suatu

faktor berbeda lebih besar daripada yang dapat ditimbulkan oleh faktor kebetulan,

beda respon ini disebut interaksi antara kedua faktor itu. Bila interaksinya tidak

nyata, maka disimpulkan bahwa faktor-faktornya bertindak bebas satu sama lain,

pengaruh sederhana suatu faktor sama pada semua taraf faktor lainya dalam

(46)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Penggunaan mulsa hanya berpengaruh nyata pada parameter jumlah

anakan per rumpun pada umur 3 MST.

2. Pemberian urine sapi hingga dosis mencapai 700 ml/plot masih belum

memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua parameter yang diamati.

3. Tidak terdapat interaksi antara penggunaan jenis mulsa dan pemberian

urine sapi terhadap semua parameter yang diamati.

Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dalam penggunaan mulsa

dianjurkan menggunakan mulsa plastik hitam perak dalam meningkatkan

pertumbuhandan perlu penelitian lanjutan pemberian urine sapi dalam penentuan

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi. 2008. Pemanfaatan Urine Sapi yang Difermentasi sebagai Nutrisi

Tanaman.

2015.

Aisyah, S., Novianti, S. dan Bakhendri, S. 2011. Pengaruh Urine Sapi Terfermentasi Dengan Dosis Dan Interval Pemberian Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica Juncea L.). Jurnal Agroteknologi, Vol. 2 No. 1.

Ansar, M. 2012. Pertumbuhan Dan Hasil Bawang Merah Pada Keragaman Ketinggian Tempat. Disertasi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2014. Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Sumatera Utara No. 54/08/14/Th. XVII, 04 Agustus 2014. Biro Statistik Sumatera Utara, Medan.

Brewster, J. L. 2008. Onions and Other Vegetable Alliums 2nd Edition. CABI. USA.

Deptan. 2003. Pengembangan Usaha Agribisnis Bawang Merah Terpadu. Direktorat Tanaman Sayuran, Hias, dan Aneka Tanaman. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. Departemen Pertanian, Jakarta.

Firmanto, B. H. 2011. Praktis Bertanam Bawang Merah Secara Organik. Penerbit Angkasa, Bandung. Hal. 15-32.

(48)

Ginting, D. M. 2011. Respons Pertumbuhan Dan Produksi Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) Terhadap Pemberian Kompos Kascing Dan Urine Kambing. [Skripsi]. Medan. Fakultas Pertanian USU.

Gurning, T. M. dan Z. Arifin. 1994. Pengaruh Ukuran, Pemotongan Umbi dan Pemberian Mulsa Terhadap Hasil Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Subang.

Hervani, D., Lili, S., Etti, S., dan Erbasrida. 2008. Teknologi Budidaya Bawang Merah Pada Beberapa Media Dalam Pot di Kota Padang. Universitas Andalas. Padang.

Lakitan, B. 1995. Hortikultura I. Teori Budidaya dan Pasca Panen. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 219 hlm.

Lingga, P. 1991. Jenis dan Kandungan Hara pada Beberapa Kotoran Ternak. Bogor.

Lingga, P. dan Marsono. 2008. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal. 59-61.

Litbang, 2013. Budidaya Bawang Merah. Kementerian Pertanian Indonesia. Jakarta.

Mawardi. 2000. Pengujian mulsa plastik pada tanaman melon. Agrista 2: 175-180.

Mayun, I. A. 2007. Efek Mulsa Jerami Padi dan Pupuk Kandang Sapi terhadap Pertumbuhandan Hasil Bawang Merah di Daerah Pesisir. J. Agritrop 26 (1) : 33 – 40.

Mulyatri. 2003. Peranan pengolahan tanah dan bahan organik terhadap konservasi tanah dan air. Pros. Sem. Nas. Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi. Hal. 90-95.

Musnamar, E. I., 2003. Pupuk Organik Padat : Pembuatan dan Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal. 19-20.

Novizan. 2007. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. PT Agro Media Pustaka. Jakarta. Hal. 23-24.

Rahayu, E., dan N. Berlian VA. 1999. Bawang Merah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rubatzky, V. E. dan Yamaguchi, M. 1998. Sayuran Dunia 2. ITB-Bandung. Bandung. Hal 9-10, dan 21.

Siemonsma, J. S. and K. Pileuk, 1994. Plant Resources of South-East Asia.. Bogor.

(49)

Steel, R.G.D.,and J.H. Torrie, 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Steenis, C.G.G.J., S. Bloembergen., and P.J. Eyma, 2005. Flora. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Sudiro, A. 2011. Demontrasi Teknologi Pembuatan Pupuk Organik Cair Dari Urine Sapi di Kabupaten Sinjai. http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id. Diunduh 20 Februari 2015. Hal. 8-12.

Sutedjo, M. M dan A. G. Kartasapoetra. 2002. Pengantar Ilmu Tanah. Bina Aksara, Jakarta. Hal. 104.

Sumarni, N. dan A, Hidayat. 2005. Budidaya Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. Hal 19-22.

Tabrani, G., R. Arisanti dan Gusmawartati. 2005. Peningkatan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Pupuk KCl dan Mulsa. J. Sagu 4(1):24-31.

Thomas, R.S., R.L. Franson, and G.J. Bethlenfalvay. 1993. Separation of VAM Fungus and Root Effects on Soil Agregation. Soil Sci. Am. J. Edition: 57: 77-81.

Tim Prima Tani. 2011. Petunjuk Teknis Budidaya Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang. Hal. 1-2.

Umboh, A. H. 2000. Petunjuk Penggunaan Mulsa. Penebar Swadaya. Jakarta.

(50)

Lampiran 1. Bagan plot penelitian

50cm 50 cm

30 cm

M1U1 M2U0 M3U3

M0U0 M2U2 M2U0

M2U2 M1U0 M2U1

M3U3 M3U0 M1U1

M0U1 M2U1 M3U1

M2U0 M0U2 M1U2

M1U2 M1U1 M0U0

M2U3 M3U2 M2U2

M3U1 M0U0 M1U3

M1U3 M0U1 M0U1

M3U2 M1U2 M3U2

U

(51)

Lampiran 2. Jadwal kegiatan pelaksanaan penelitian

No. Pelaksanaan Penelitian Minggu Ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1. Persiapan lahan X

2. Persiapan bibit/bahan tanam X

3. Pemupukan X X X

4. Pemberian mulsa X

5. Penanaman X

6. Aplikasi Urine sapi X X X X X X

7. Pemeliharaan tanaman

Penyiraman Disesuaikan dengan kondisi lapangan

Penyulaman X

Penyiangan Disesuaikan dengan kondisi lapangan

Pembumbunan X X

Pengendalian hama dan penyakit Disesuaikan dengan kondisi lapangan

8. Panen X

9. Pengeringan X

10. Pengamatan parameter

Tinggi tanaman (cm) X X X X X X X

Jumlah anakan per rumpun (anakan) X X X X X X X

Jumlah daun per rumpun (helai) X X X X X X X

Diameter umbi per sampel (cm) X

Bobot basah umbi per sampel (g) X

(52)

Bobot kering umbi per sampel (g) X

Bobot basah umbi per plot (g) X

(53)

Lampiran 3. Deskripsi varietas bawang merah

Varietas Medan (Lampiran SK. Menteri Pertanian No : 595/pts/TP 290/8/1984)

Asal varietas : Samosir

Umur Panen : 70 HST

Tanaman mulai berbunga : 52 HST

Tinggi Tanaman : 26,9 – 41,3 cm

Jumlah Anakan : 6-12 Umbi

Bentuk Daun : Silindris berlubang

Warna Daun : Hijau

Jumlah daun : 22 - 43 helai

Bentuk Bunga : Payung berwarna putih

Banyaknya buah tiap tangkai : 60 – 80 Banyaknya bunga per tangkai : 90 -120

Bentuk biji : Bulat, gepeng dan berkeriput

Warna biji : Hitam

Warna Umbi : Merah

Produksi Umbi Kering : 7,4 ton/ha

Susut Umbi : 24,7 %

Ketahanan Terhadap Penyakit : Cukup tahan terhadap penyakit busuk umbi (Botritis alli)

Peka terhadap penyakit busuk daun (Phytophthora porri)

(54)

Lampiran 4. Kebutuhan pupuk tanaman bawang merah dan mulsa jerami Populasi tanaman/ha = 10.000 m2 = 10.0000 m2 = 10.000m

Jarak tanam 20 x 20 cm 0.04 m2 2

= 250000 tanaman/ha

Kebutuhan pupuk: 1. ZA = 100

21

x 200 Kg N/ha = 952.38 Kg ZA/ha

Kebutuhan urea per tanaman = 952.38 Kg Urea/ha 250000 tanaman/ha

= 3.8 g/tanaman

2. TSP = 100 46

x 100 Kg P2O5/ha = 217.39 Kg TSP/ha

Kebutuhan TSP per tanaman = 217.39 Kg TSP/ha 250000 tanaman/ha

= 0,8 g/tanaman

3. KCl = 100 60

x 100 Kg K2O/ha = 166.67 Kg KCl/ha

Kebutuhan KCl per tanaman = 166.67 Kg Urea/ha 250000 tanaman/ha

= 0.6 g/tanaman

4. Pupuk organik = 5000 kg kompos/ha 250000 tanaman/ha

= 20 g/tanaman

Kebutuhan mulsa jerami :

Mj-total =

10 A x D x Nb

Keterangan :

Mj : kebutuhan mulsa jerami per bedengan

Mj-total : kebutuhan total mulsa jerami suatu areal pertanaman A : luas bedengan (1 m2)

D : dosis anjuran untuk tanaman bawang merah (10 ton/ha) Nb : jumlah bedengan (16 plot)

Mj-total =

10

1.44 m2 x 10 ton/ha x 16

= 23.04 kg atau 1.44 kg/plot

(55)

Lampiran 5.Data analisis tanah

Jenis Analisis Nilai Metode

pH H20 5.69 Elektrometry

C-Organik (%) 1.63 Spectrophotometry

N-Total (%) 0.15 Kjedahl

P-Bray I (ppm) 18.51 Spectrophotometry

K-dd (me/100 g) 0.47 AAS

Sumber : Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara Lampiran 6. Hasil Analisis Urine Sapi

Parameter Satuan Lab. Ref.

15F02700

Moisture % 94.47

N % 0.65

P2O5 % 0.01

K2O % 1.74

Organic Carbon % 1.33

pH-H2O 8.36

(56)

Lampiran 7. Perhitungan Dosis Urine Sapi

Kebutuhan pupuk bawang adalah 200 Kg N, 90 Kg P2O5, dan 100 Kg

K2O (Sumarni dan Hidayat, 2005).

Menurut Sudiro (2011) kandungan zat hara pada urine sapi, nitrogen

1,00%, fosfor 0,50%, kalium 1,50%, dan air sebanyak 95%.

Diasumsikan kandungan N pada urine 1%, maka untuk memenuhi

kebutuhan 200 Kg N diberikan urine sapi sebanyak 20000 Kg urine sapi/Ha.

= 20000 Kg urine sapi/Ha

= 20000 Kg urine sapi/10000 m²

= 2 Kg urine sapi/ m²

Massa jenis (ρ) urine sapi adalah 0,8. Maka, volume urine sapi yang

diberikan adalah :

= 2 Kg urine sapi/m²/0,8

= 2,5 liter/m²

Untuk lahan seluas 1,44 m² (1,2 m x 1,2 m), maka urine sapi yang

diberikan adalah sebanyak :

= 2,5 liter/m² x 1,44 m²

(57)
(58)

Lampiran 9. Data Pengamatan Tinggi Tanaman Umur 2 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

M0U0 23.24 16.36 16.82 56.42 18.81

M0U1 17.64 19.50 14.54 51.68 17.23

M0U2 17.32 19.32 20.52 57.16 19.05

M0U3 19.18 18.96 17.80 55.94 18.65

M1U0 19.30 15.50 23.96 58.76 19.59

M1U1 20.78 20.80 18.18 59.76 19.92

M1U2 20.16 18.16 17.86 56.18 18.73

M1U3 23.44 21.16 18.68 63.28 21.09

M2U0 19.72 18.79 18.24 56.75 18.92

M2U1 20.46 17.80 20.46 58.72 19.57

M2U2 18.80 18.36 21.90 59.06 19.69

M2U3 21.46 18.04 22.46 61.96 20.65

M3U0 21.78 20.46 21.34 63.58 21.19

M3U1 17.14 21.52 17.46 56.12 18.71

M3U2 20.52 19.02 17.08 56.62 18.87

M3U3 17.44 20.46 18.24 56.14 18.71

Total 318.38 304.21 305.54 928.13

Rataan 19.90 19.01 19.10 19.34

Lampiran 10. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Umur 2 MST TABEL ANNOVA

SK db JK KT F.Hitung F.Tabel Keterangan

Blok 2 7.65 3.83 0.80 3.22 tn

Perlakuan 15 47.06 3.14 0.66 1.99 tn

M 3 14.40 4.80 1.00 2.92 tn

Linear 1 4.34 4.34 0.91 4.17 tn

Kuadratik 1 9.02 9.02 1.89 4.17 tn

Kubik 1 1.03 1.03 0.22 4.17 tn

U 3 6.85 2.28 0.48 2.92 tn

Linear 1 0.28 0.28 0.06 4.17 tn

Kuadratik 1 6.40 6.40 1.34 4.17 tn

Kubik 1 0.17 0.17 0.04 4.17 tn

M x U 9 25.81 2.87 0.60 2.21 tn

Galat 30 143.43 4.78

Total 47 198.14

FK 17946.36 Ket : * = Nyata α 5%

Gambar

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman bawang merah (cm) umur 2-7 MST pada perlakuan jenis mulsa dan pemberian urine sapi Jenis Mulsa
Tabel 2. Rataanjumlah daun per rumpun bawang merah(helai) umur 2-7 MST  pada perlakuan jenis mulsa dan pemberian urine sapi Jenis Mulsa
Tabel 3.  Rataan jumlah anakan per rumpun bawang merah(anakan) umur  2-7 MST pada perlakuan jenis mulsa dan pemberian urine sapi Jenis Mulsa
TABEL ANNOVA JK
+7

Referensi

Dokumen terkait

didanai tahun anggaran 2014, Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, akan melaksanakan Seminar Usulan / Desk

Kompetensi Khusus Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tentang : (1) masalah- masalah pokok organisasi ekonomi, 2) metodologi

[r]

[r]

Promotion Mix adalah kombinasi strategi yang paling baik dari variabel-variabel periklanan, personal selling , dan alat promosi yang lain, yang

Menurut Wilbraham (1992), eceng gondok dapat digunakan sebagai adsorben material berbahaya pada lingkungan. Kandungan selulosa ini sangat berpotensi untuk digunakan

• Mengomentari pada gambar perbedaan an- tara lingkungan alam yang terawat dan tidak terawat serta alasan- nya.. • Menulis ciri-ciri ling- kungan alam yang ter- awat dan

Alat yang digunakan memanfaatkan Mikrokontroler Arduino Uno sebagai pusat Kontrol, sensor arus ACS712-20A untuk mendeteksi besarnya arus yang masuk pada peralatan, keypad