• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Dalam dokumen UJI EFEKTIVITAS BIOFUNGISIDA BERBAHAN AKTIF (Halaman 32-44)

Hasil

Hasil pengamatan mingguan persentase intensitas penyakit (%) adalah bahwa pada pengamatan pertama (tanaman berumur 14 HST) hingga pengamatan ke-3 belum ada terjadi gejala penyakit. Gejala penyakit mulai terlihat pada

Pada Tabel 1 dapat dilihat hasil pengamatan keempat dimana sudah mulai terlihat gejala penyakit hawar daun (Helminthosporium spp.). Dari hasil pengamatan pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan A1 (Kontrol) dengan rataan 4,00% berbeda sangat nyata dengan perlakuan A2 (konsentrasi 1,25 gr/L air) dengan rataan 1,33%, perlakuan A3 (konsentrasi 2,5 gr/L air) dengan rataan 0,89%, perlakuan A4 (konsentrasi 3,75 gr/L air) dengan rataan 0,44%, dan perlakuan A5 (konsentrasi 5 gr/L air) dengan rataan 0,00%. Perlakuan A2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A3, tetapi berbeda sangat nyata dengan perlakuan A4 dan A5. Perlakuan A3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A4, tetapi Rataan intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp) pada tanaman jagung (Z. mays L.) pengamatan ke-4.

Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%

berbeda nyata dengan perlakuan A5. Perlakuan A4 berbeda nyata dengan perlakuan A5 (Lampiran 4).

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa intensitas penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (kontrol) dengan rataan 4,00%, diikuti dengan perlakuan A2 dengan rataan 1,33%, perlakuan A3 dengan rataan 0,89%, perlakuan A4 dengan rataan 0,44%, dan kemudian yang terendah perlakuan A5 dengan rataan 0,00%.

Tabel 2. (Helminthosporium spp.) pada pengamatan ke-5. Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan A1 (Kontrol) dengan rataan 5,78% berbeda sangat nyata dengan perlakuan A2 (konsentrasi 1,25 gr/L air) dengan rataan 3,78%, perlakuan A3 (konsentrasi 2,5 gr/L air) dengan rataan 3,11%, perlakuan A4 (konsentrasi 3,75 gr/L air) dengan rataan 2,89%, dan perlakuan A5 (konsentrasi 5 gr/L air) dengan rataan 1,39%. Perlakuan A2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A3, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A4 dan perlakuan A5. Perlakuan A3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A4, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A5.

Perlakuan A4 berbeda nyata dengan perlakuan A5 (Lampiran 5).

Rataan intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp) pada tanaman jagung (Z. mays L.) pengamatan ke-5.

Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa intensitas penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (kontrol) dengan rataan 5,78%, diikuti dengan perlakuan A2 dengan rataan 3,78%, perlakuan A3 dengan rataan 3,11%, perlakuan A4 dengan rataan 2,89%, dan kemudian yang terendah perlakuan A5 dengan rataan 1,39%.

Tabel 3. (Helminthosporium spp.) pada pengamatan ke-6. Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan A1 (Kontrol) dengan rataan 8,22% berbeda sangat nyata dengan perlakuan A2 (konsentrasi 1,25 gr/L air) dengan rataan 5,38%, perlakuan A3 (konsentrasi 2,5 gr/L air) dengan rataan 7,56%, perlakuan A4 (konsentrasi 3,75 gr/L air) dengan rataan 5,33%, dan perlakuan A5 (konsentrasi 5 gr/L air) dengan rataan 3,77%. Perlakuan A2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A4, tetapi berbeda sangat nyata dengan perlakuan A3 dan perlakuan A5. Perlakuan A3 berbeda sangat nyata dengan perlakuan A4 dan perlakuan A5. Perlakuan A4 berbeda nyata dengan perlakuan A5 (Lampiran 6).

Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa intensitas penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (kontrol) dengan rataan 8,22%, diikuti dengan perlakuan A3 Rataan intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp) pada tanaman jagung (Z. mays L.) pengamatan ke-6.

Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%

dengan rataan 7,56%, perlakuan A2 dengan rataan 5,33%, perlakuan A4 dengan rataan 5,33%, dan kemudian yang terendah perlakuan A5 dengan rataan 3,77%.

Tabel 4. (Helminthosporium spp.) pada pengamatan ke-7. Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan A1 (Kontrol) dengan rataan 10,67% berbeda sangat nyata dengan perlakuan A2 (konsentrasi 1,25 gr/L air) dengan rataan 6,89%, perlakuan A3 (konsentrasi 2,5 gr/L air) dengan rataan 9,78%, perlakuan A4 (konsentrasi 3,75 gr/L air) dengan rataan 6,45%, dan perlakuan A5 (konsentrasi 5 gr/L air) dengan rataan 6,00%. Perlakuan A2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A4, tetapi berbeda sangat nyata dengan perlakuan A3 dan perlakuan A5. Perlakuan A3 berbeda sangat nyata dengan perlakuan A4 dan perlakuan A5. Perlakuan A4 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A5 (Lampiran 7).

Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa intensitas penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (kontrol) dengan rataan 10,67%, diikuti dengan perlakuan A3 dengan rataan 9,78%, perlakuan A2 dengan rataan 6,89%, perlakuan A4 dengan rataan 6,45%, dan kemudian yang terendah perlakuan A5 dengan rataan 6,00%.

Rataan intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp) pada tanaman jagung (Z. mays L.) pengamatan ke-7.

Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%

Tabel 5. (Helminthosporium spp.) pada pengamatan ke-8. Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan A1 (Kontrol) dengan rataan 21,78% berbeda sangat nyata dengan perlakuan A2 (konsentrasi 1,25 gr/L air) dengan rataan 17,33%, perlakuan A3 (konsentrasi 2,5 gr/L air) dengan rataan 18,67%, perlakuan A4 (konsentrasi 3,75 gr/L air) dengan rataan 13,56%, dan perlakuan A5 (konsentrasi 5 gr/L air) dengan rataan 8,22%. Perlakuan A2 berbeda nyata dengan perlakuan A3, perlakuan A4, dan perlakuan A5. Perlakuan A3 berbeda nyata dengan perlakuan A4 dan perlakuan A5. Perlakuan A4 berbeda sangat nyata dengan perlakuan A5 (Lampiran 8).

Hasil pengamatan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa intensitas penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (kontrol) dengan rataan 21,78%, diikuti dengan perlakuan A3 dengan rataan 18,67%, perlakuan A2 dengan rataan 17,33%, perlakuan A4 dengan rataan 13,56%, dan kemudian yang terendah perlakuan A5 dengan rataan 8,22%.

Rataan intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp) pada tanaman jagung (Zea mays L.) pengamatan ke-8.

Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%

Tabel 6. (Helminthosporium spp.) pada pengamatan ke-9. Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan A1 (Kontrol) dengan rataan 28,44% berbeda sangat nyata dengan perlakuan A2 (konsentrasi 1,25 gr/L air) dengan rataan 17,33%, perlakuan A3 (konsentrasi 2,5 gr/L air) dengan rataan 22,66%, perlakuan A4 (konsentrasi 3,75 gr/L air) dengan rataan 24,44%, dan perlakuan A5 (konsentrasi 5 gr/L air) dengan rataan 17,78%. Perlakuan A2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A4, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A3, dan perlakuan A5. Perlakuan A3 berbeda nyata dengan perlakuan A4 dan perlakuan A5. Perlakuan A4 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A5 (Lampiran 9).

Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa intensitas penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (kontrol) dengan rataan 28,44%, diikuti dengan perlakuan A3 dengan rataan 24,44%, perlakuan A2 dengan rataan 22,66%, perlakuan A4 dengan rataan 18,67%, dan kemudian yang terendah perlakuan A5 dengan rataan 17,78%.

Rataan intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp) pada tanaman jagung (Z. mays L.) pengamatan ke-9.

Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%

Tabel 7. (Helminthosporium spp.) pada pengamatan ke-10. Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan A1 (Kontrol) dengan rataan 39,78% berbeda sangat nyata dengan perlakuan A2 (konsentrasi 1,25 gr/L air) dengan rataan 32,00%, perlakuan A3 (konsentrasi 2,5 gr/L air) dengan rataan 30,67%, perlakuan A4 (konsentrasi 3,75 gr/L air) dengan rataan 27,11%, dan perlakuan A5 (konsentrasi 5 gr/L air) dengan rataan 20,00%. Perlakuan A2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A3, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A4, dan perlakuan A5. Perlakuan A3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A4, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A5.

Perlakuan A4 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A5 (Lampiran 10).

Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa intensitas penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (kontrol) dengan rataan 39,78%, diikuti dengan perlakuan A2 dengan rataan 32,00%, perlakuan A3 dengan rataan 30,67%, perlakuan A4 dengan rataan 27,11%, dan kemudian yang terendah perlakuan A5 dengan rataan 20,00%.

Rataan intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp) pada tanaman jagung (Z. mays L.) pengamatan ke-10.

Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%

Tabel 8.

Perlakuan Tingkat Efektivitas Keterangan

AI (Kontrol)

A2 (1,25 gr/L air) 20% Tidak Efektif

A3 (2,5 gr/L air) 23% Tidak Efektif

A4 (3,75 gr/L air) 32% Tidak Efektif

A5 (5 gr/L air) 50% Efektif

Pada Tabel 8 dapat dilihat tingkat efektivitas biofungisida berbahan aktif T. harzianum pada setiap perlakuan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan A5 dengan konsentrasi 5 gr/L air merupakan satu-satunya perlakuan yang efektif untuk mengendalikan penyakit hawar daun pada tanaman jagung.

Tabel 9.

dengan rataan 13,92 ton/ha tidak berbeda nyata dengan perlakuan A2 (konsentrasi 1,25 gr/L air) dengan rataan 14,20 ton/ha,tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A3 (konsentrasi 2,5 gr/L air) dengan rataan 14,21 ton/ha, perlakuan A4 (konsentrasi 3,75 gr/L air) dengan rataan 14,62 ton/ha, dan perlakuan A5 (konsentrasi 5 gr/L air) dengan rataan 15,25 ton/ha. Perlakuan A2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A3, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A4, dan

Rataan hasil produksi tanaman Jagung (Zea mays L.)

Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%

Tingkat efektivitas biofungisida berbahan aktif T. harzianum

perlakuan A5. Perlakuan A3 berbeda nyata dengan perlakuan A4, dan perlakuan A5. Perlakuan A4 berbeda nyata dengan perlakuan A5 (Lampiran 11).

Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa hasil produksi tertinggi terdapat pada perlakuan A5 dengan rataan 15,25 ton/ha, diikuti dengan perlakuan A4 dengan rataan 14,62 ton/ha, perlakuan A3 dengan rataan 14,21 ton/ha, perlakuan A2 dengan rataan 14,20 ton/ha, dan kemudian yang terendah perlakuan A1 dengan rataan 13,92 ton/ha.

Pembahasan

Gejala penyakit hawar daun (Helminthosporium spp.) terhadap daun jagung (Z. mays L.) mulai tampak pada pengamatan yang ke-4, yakni pada saat tanaman jagung berusia 5 MST.

Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 1- tabel 7), diperoleh bahwa rata-rata intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp.) tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (kontrol) sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan A5 (5 gr/L air). Ini membuktikan bahwa konsentrasi 5 gr/L air merupakan konsentrasi terbaik yang dapat diberikan pada pertanaman jagung untuk menekan perkembangan penyakit hawar daun (Helminthosporium spp.). Hal ini dikarenakan dalam 1 gr biofungisida yang digunakan mengandung bahan aktif T. harzianum sebanyak 1012 koloni tunggal. Cendawan antagonis T. harzianum berperan menghambat pertumbuhan dan perkembangan cendawan penyebab penyakit hawar daun. Meskipun T. harzianum dikenal sebagai cendawan yang hidup di tanah, cendawan ini juga dapat mengendalikan patogen penyebab penyakit yang berada di filosfer (daun tanaman jagung) dengan persaingan nutrisi dengan patogen. Hal ini sesuai dengan literatur Soesanto (2008) yang mengatakan

bahwa penyemprotan biofungisida berbahan aktif T. harzianum juga dapat mengendalikan penyakit yang berada di filosfer. Patogen yang mengkoloni jaringan mati akan dihambat pengkoloniannya oleh T. harzianum yang disemprotkan pada jaringan tanaman. Sehingga penyemprotan ini dapat menghambat dan menunda pengkolonian serta mengurangi perkembangan penyakit selanjutnya dengan mekanisme persaingan nutrisi dengan patogen.

Pada pengamatan tingkat efektivitas biofungisida berbahan aktif T. harzianum, diperoleh hasil pada setiap perlakuan berturut-turut sebagai berikut,

perlakuan A1 (kontrol) sebesar 0,00%, perlakuan A2 (konsentrasi 1,25 gr/L air) sebesar 20%, perlakuan A3 (konsentrasi 2,5 gr/L air) sebesar 23%, perlakuan A4 (konsentrasi 3,75 gr/L air) sebesar 32%, dan perlakuan A5 (konsentrasi 5 gr/L air) sebesar 50%. Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 12), perlakuan yang memenuhi syarat adalah perlakuan A5 (konsentrasi 5 gr/L air) dengan TE sebesar 50%. Hal ini sesuai dengan literatur Dirjen Tanaman Pangan (2015) yang menyatakan bahwa suatu formulasi biofungisida dikatakan efektif apabila pada pengamatan terakhir, tingkat efikasi sekurang-kurangnya 50%.

Pada penyemprotan biofungisida, selain dengan mekanisme persaingan nutrisi, T. harzianum juga mengendalikan patogen dengan mekanisme parasitisme. Dimana T. harzianum akan melilit hifa jamur patogen dan mengeluarkan sejenis enzim yang bersifat toxic bagi jamur patogen. Hal ini sesuai dengan literatur Suwahyono & Wahyudi (2004) dalam Herlina (2009) yang mengatakan bahwa jamur Trichoderma spp. umumnya melakukan mekanisme pengendalian mikoparasitisme, dimana jamur Trichoderma spp. akan melilit hifa jamur patogen dan mengeluarkan enzim yang mampu merombak dinding sel hifa

jamur patogen. Dan beberapa jenis enzim yang dihasilkan itu adalah enzim kitinase dan glukanase.

Gambar 5.

Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 1- tabel 7), diperoleh hasil pengamatan bahwa penyakit hawar daun yang disebabkan oleh Helminthosporium spp. berkembang di setiap minggu pada setiap perlakuan (Gambar 5). Pada perlakuan A5 yang memiliki serangan terendah juga didapati bahwa setiap minggunya penyakit mengalami perkembangan. Oleh karena T. harzianum berperan menghambat perkembangan penyakit, terdapat perbedaan yang sangat nyata antara perlakuan A5 dengan perlakuan A1 (kontrol).

Perkembangan penyakit yang terjadi setiap minggu dikarenakan oleh faktor iklim dan suhu di lapangan yang sangat mendukung perkembangan penyakit ini, dimana suhu di daerah Berastagi relatif rendah, kelembaban tinggi, serta curah hujan yang tinggi (Lampiran 8). Hal ini sesuai dengan literatur Lipps and Mills (2002) dalam Prematirosari (2006) yang mengatakan bahwa penyakit hawar daun yang

0.00

Pengaruh biofungisida T. harzianum terhadap intensitas penyakit

hawar daun (Helminthosporium spp.) pada tanaman Jagung (Z. mays L.) setiap minggu.

disebabkan oleh Helminthosporium spp. berkembang dengan sangat baik pada kelembaban yang tinggi sebab infeksi penyakit dapat terjadi bila terdapat lapisan air pada permukaan daun. Menurut Semangun (2005), penyakit hawar daun jagung ini juga dibantu oleh curah hujan yang tinggi dan suhu yang relatif rendah.

Semakin tinggi konsentrasi biofungisida T. harzianum yang diberikan, maka semakin rendah intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp.), sehingga hasil produksi semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah konsentrasi biofungisida T. harzianum yang diberikan, maka semakin tinggi intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp.), sehingga hasil produksi semakin rendah. Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 11), diperoleh bahwa hasil panen tertinggi terdapat pada perlakuan A5, dengan rataan 15,25 ton/ha, sedangkan hasil panen terendah terdapat pada perlakuan A1 (kontrol) dengan rataan 13,92 ton/ha. Ini dikarenakan T. harzianum yang merupakan cendawan tanah juga dapat berperan melancarkan proses transpor hara. Hal ini sesuai dengan

literatur Herlina (2010) yang menyatakan bahwa kelebihan pemberian T. harzianum pada tanaman dapat menyebabkan transpor hara dan air menjadi

lancar, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi baik dan berpengaruh pada hasil panen.

Dalam dokumen UJI EFEKTIVITAS BIOFUNGISIDA BERBAHAN AKTIF (Halaman 32-44)

Dokumen terkait