• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI EFEKTIVITAS BIOFUNGISIDA BERBAHAN AKTIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UJI EFEKTIVITAS BIOFUNGISIDA BERBAHAN AKTIF"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH :

MARIA ANGELA BR. S PELAWI 140301161

AGROTEKNOLOGI-HPT

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

(2)

SKRIPSI

OLEH :

MARIA ANGELA BR. S PELAWI 140301161

AGROTEKNOLOGI-HPT

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

(3)

Nama : Maria Angela br.S Pelawi NIM : 140301161

Program Studi : Agroteknologi

Minat : Hama dan Penyakit Tumbuhan

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

(Ir. Lahmuddin Lubis, M.P.) (Dr. Ir. Marheni, M.P.) Ketua Anggota

Mengetahui :

(Dr. Ir. Sarifuddin, M.P.) Ketua Program Studi Agroteknologi

Tanggal Lulus : 09 Juli 2019

Daun (Helminthosporium spp.) pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Lapangan

(4)

Active Ingredient Trichoderma harzianum to Leaf Blight Disease (Helminthosporium spp.) of Maize (Zea mays L.) in the Fied". Supervised by

Ir. Lahmuddin Lubis, MP and Dr. Ir. Marheni, MP. The aim of this research was to know the effectivity assay of biofungicides with active ingredient T. harzianum to leaf blight disease (Helminthosporium spp.) of Maize (Z. mays L.). This research was conducted at the Desa Gurusinga, Sub-District Berastagi, District Tanah Karo, North Sumatera and at Plant Pathology Laboratory, Agrotechnology Study Program, Agriculture Faculty, USU, from September 2018 until January 2019. This research used Randomized Block Design method (RAK) non factorial with 5 treatments: A1:

control, A2: 1.25 g/L of water, A3: 2.5 g/L of water, A4: 3.75 g/L of water, A5: 5 g/L of water. The results of this research showed that the highest and the lowest of percentage disease attack leaf blight in last observation was in the A1 treatment/control (39.78 %) and A5 treatment with a consentratation of 5 g/L of water (21.78 %). The highest production and the lowest production was in the A5 treatment with a consentratation of 5 g/L of water (15.25 ton/ha) and A1 treatment/control (13.92 ton/ha). The treatment with a consentratation of 5 g/L of water was the most effective treatment for against leaf blight disease (Helminthosporium spp.) of Maize (Z. mays L.) compared to treatment 1.25 g, 2.5 g, and 3.75 g.

Keywords: effectivity, Helminthosporium spp., Trichoderma harzianum, biofungicide

(5)

Trichoderma harzianum Pada Penyakit Hawar Daun (Helminthosporium spp.) Pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Lapangan”. Dibimbing oleh Ir. Lahmuddin Lubis, MP dan Dr. Ir. Marheni, MP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas biofungisida berbahan aktif T. harzianum terhadap penyakit hawar daun (Helminthosporium spp.) pada tanaman jagung (Z. mays L) di lapangan. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Gurusinga, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara, dan di Laboratorium Penyakit Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, USU dari bulan September 2019 – Januari 2019. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non Faktorial dengan 5 taraf konsentrasi biofungisida sebagai berikut: A1: kontrol, A2: 1,25 gr/L air, A3: 2,5 gr/L air, A4: 3,75 gr/L air, A5: 5 gr/L air. Hasil penelitian menunjukkan intensitas penyakit hawar daun tertinggi dan terendah pada pengamatan terakhir terdapat pada perlakuan A1/kontrol yaitu sebesar 39,78 % dan perlakuan A5 dengan dosis 5 gr/L air yaitu sebesar 21,78 %. Adapun hasil produksi tertinggi terdapat pada perlakuan A5 dengan dosis 5 gr/L air yaitu sebesar 15,25 ton/ha dan terendah terdapat pada perlakuan A1/kontrol yaitu sebesar 13,92 ton/ha. Perlakuan dengan dosis 5 gr/L air menjadi perlakuan yang paling efektif mengendalikan penyakit hawar daun pada tanaman jagung (Z. mays L.) dibandingkan perlakuan 1,25 gr, 2,5 gr ,dan 3,75 gr.

Kata Kunci : efektivitas, Helminthosporium spp., Trichoderma harzianum, biofungisida

(6)

puteri dari Ayah Firman Immanuel Pelawi, SE dan Ibu Christina Melinda br. Pinem, BA. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh yaitu Tahun 2008 lulus dari Sekolah Dasar (SD) Swasta St. Antonius-1 Medan. Tahun 2011 lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) Swasta St. Thomas-4 Medan. Tahun 2014 lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta Kristen Immanuel Medan. Tahun 2014 diterima di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SBMPTN.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan organisasi kampus, diantaranya: Himpunan Mahasiswa Agroteknologi (HIMAGROTEK), Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA) (2014-2016) dan Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN) (2017-2019). Penulis pernah menjadi asisten laboratorium di Fakultas Pertanian, diantaranya: Laboratorium Pengelolaan Hama Terpadu (2017- 2018) dan Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman-Sub Hama (2018). Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Juli sampai Agustus 2017 di PTPN III (Persero) Kebun Torgamba, Kabupaten Labuhan Batu Selatan.

Melaksanakan penelitian di Desa Gurusinga, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian USU pada bulan September 2018 hingga Januari 2019.

(7)

berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun judul proposal ini adalah “Uji Efektivitas Biofungisida Berbahan aktif Trichoderma harzianum Terhadap Penyakit Hawar Daun (Helminthosporium spp) Pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) Di Lapangan”

yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan finansial dan spiritual. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Lahmuddin Lubis, M.P. selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Marheni, M.P. selaku anggota pembimbing, yang telah membimbing dalam pembuatan skripsi ini. Terima kasih juga kepada teman- teman Agroteknologi angkatan 2014 serta keluarga besar minat Hama dan Penyakit Tumbuhan, dan kepada seluruh staff pengajar, pegawai, serta kerabat di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah berkontribusi dalam kelancaran studi dan penyelesaian skripsi ini.

Skripsi ini bertujuan untuk menguji keefektifan biofungisida berbahan aktif cendawan Trichoderma harzianum untuk mengendalikan penyakit hawar daun (Helminthosporium spp.) pada tanaman jagung (Zea mays L.).

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Juli 2019

Penulis

(8)

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penulisan ... 2

Hipotesis Penelitian ... 2

Kegunaan Penulisan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Hawar Daun Penyebab Penyakit ... 3

Daur Penyakit ... 4

Gejala Penyakit ... 5

Jamur Trichoderma harzianum Biologi Jamur ... 6

Ekologi Jamur ... 7

Fisiologi Jamur ... 8

Biofungisida Berbahan Aktif Trichoderma harzianum... 9

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 13

Alat dan Bahan ... 13

Metode Penelitian ... 14

Pelaksanaan Penelitian Penentuan Lokasi ... 15

Persiapan Lahan ... 15

Penanaman ... 15

Pemupukan ... 15

Pemeliharaan ... 16

Pengaplikasian Biofungisida Bahan Aktif Trichoderma harzianum ... 16

Pengamatan Serangan Penyakit ... 16

Panen ... 17

(9)

Peubah Amatan

Persentase Serangan Penyakit (%)... 18 Hasil Produksi (ton/ha) ... 19 Kriteria Efikasi Biofungisida Bahan Aktif Trichoderma harzianum ... 18 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 19 Pembahasan ... 27 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 31 Saran ... 31 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

1. Konidia Jamur Helminthosporium spp. 4 2. Koloni Jamur Helminthosporium spp pada media PDA 4

3. Gejala penyakit Hawar Daun 6

4. Jamur T. harzianum di bawah Mikroskop 8

5. Pengaruh biofungisida T. harzianum terhadap keparahan penyakit penyakit hawar daun (Helminthosporium spp.) pada tanaman Jagung (Z. mays L.) setiap minggu

29

(11)

1. Rataan keparahan penyakit hawar daun (Helminthosporium spp) pada tanaman jagung (Z. mays L.) pengamatan ke-4.

20

2. Rataan keparahan penyakit hawar daun (Helminthosporium spp) pada tanaman jagung (Z. mays L.) pengamatan ke-5.

21

3. Rataan keparahan penyakit hawar daun (Helminthosporium spp) pada tanaman jagung (Z. mays L.) pengamatan ke-6.

22

4. Rataan keparahan penyakit hawar daun (Helminthosporium spp) pada tanaman jagung (Z. mays L.) pengamatan ke-7.

23

5. Rataan keparahan penyakit hawar daun (Helminthosporium spp) pada tanaman jagung (Z. mays L.) pengamatan ke-8.

24

6 Rataan keparahan penyakit hawar daun (Helminthosporium spp) pada tanaman jagung (Z. mays L.) pengamatan ke-9.

25

7 Rataan keparahan penyakit hawar daun (Helminthosporium spp) pada tanaman jagung (Z. mays L.) pengamatan ke-10.

26

8 Tingkat efikasi biofungisida berbahan aktif T. harzianum 27 9 Rataan hasil produksi tanaman Jagung (Z. mays L.) 27

(12)

1. Bagan Penelitian 34

2. Bagan Tanaman Sampel 36

3. Deskripsi Tanaman Jagung Varietas P-32 37

4. Rataan Keparahan Penyakit.pengamatan-4 38

5. Rataan Keparahan Penyakit.pengamatan-5 39

6 Rataan Keparahan Penyakit.pengamatan-6 40

7 Rataan Keparahan Penyakit.pengamatan-7 41

8 Rataan Keparahan Penyakit.pengamatan-8 42

9 Rataan Keparahan Penyakit.pengamatan-9 43

10 Rataan Keparahan Penyakit.pengamatan-10 44

11 Rataan Hasil Produksi Jagung 45

12 Tingkat efektivitas biofungisida berbahan aktif T. harzianum 46

13 Uji Antagonis secara in vitro 47

14 Data Curah Hujan 48

15 Foto Penelitian 49

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Jagung merupakan sumber bahan pangan penting setelah beras. Selain itu, jagung juga dapat menjadi sumber bahan pakan ternak. Menurut data BPS, produksi jagung di tanah karo pada tahun 2016 mencapai 521.870 ton, sedangkan produksi keseluruhan untuk daerah Sumatera Utara sendiri, produksi jagung mencapai 1.567.483 ton (BPS, 2018).

Serangan penyakit hawar daun dapat menjadi salah satu faktor yang dapat menurunkan produksi jagung. Penyakit hawar daun merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman jagung yang dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga mencapai 70% (Latifahani et.al., 2014).

Di Indonesia, hawar daun (leaf blight) pada tanaman jagung pertama kali ditemukan di daerah Sumatera Utara, yakni pada tahun 1917. Hawar daun ini disebabkan oleh jamur yang termasuk ke dalam genus Helminthosporium.

Penyakit hawar daun ini tersebar di seluruh dunia (Semangun, 2005).

Karena itu untuk mengendalikan penyakit, banyak digunakan metode pengendalian. Salah satu metode yang ramah lingkungan adalah dengan memanfaatkan agensia pengendali hayati. Di alam ini sangat banyak jenis agensia pengendali hayati yang sudah ditemukan. Salah satunya adalah jamur antagonis Trichoderma harzianum. Spesies jamur ini paling umum dijumpai di dalam tanah, khususnya tanah organik, dan sering digunakan terhadap patogen tular tanah (rizosfer) maupun patogen filosofer. Beberapa kelebihan kemampuan jamur antagonis ini yang membuatnya telah banyak diformula dan dipasarkan. Selain

(14)

itu, kisaran inang patogen tanaman yang luas juga menjadi salah satu pertimbangan mengapa jamur ini banyak digunakan (Soesanto, 2013).

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di laboratorium, diketahui

bahwa T. harzianum efektif menghambat pertumbuhan dari Helminthosporium spp hingga 76,83 % dibandingkan jamur antagonis lainnya.

Diketahui bahwa T. harzianum melakukan penghambatan terhadap pertumbuhan dari miselium Helminthosporium spp. (Wani et.al., 2017).

Penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini karena ingin mengetahui bagaimana efektifitas penggunaan biofungisida berbahan aktif jamur T. harzianum ini terhadap patogen Helminthosporium spp. penyebab penyakit hawar daun pada tanaman Jagung di lapangan.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas biofungisida berbahan aktif T. harzianum terhadap penyakit Hawar Daun (Helminthosporium spp.) pada tanaman Jagung (Zea mays L.) di Lapangan

Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah adanya efektifitas penggunaan biofungisida berbahan aktif T. harzianum terhadap penyakit Hawar Daun (Helminthosporium spp.) pada tanaman Jagung (Z. mays L.) di Lapangan

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan penyusun data untuk skripsi dan juga untuk dapat memperoleh gelar sarjana pertanian pada program studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Hawar Daun Pada Tanaman Jagung Biologi Penyebab Penyakit

Adapun klasifikasi dari jamur penyebab penyakit hawar daun pada

tanaman jagung adalah sebagai berikut; Divisio: Amastigomyceta;

Sub Divisio: Deuteromycotina; Kelas: Deuteromycetes;

Sub Kelas: Hyphomycetidae; Ordo: Moniliales; Family: Dematiaceae;

Genus: Helminthosporium; Spesies: Helminthosporium spp.

(Alexopoulos and Mims, 1979)

Penyakit hawar daun pada tanaman jagung disebabkan oleh jamur Helminthosporium spp.. Penyakit ini dibantu oleh curah hujan yang tinggi, suhu

yang relatif rendah, dan intensitas penyinaran matahari yang kurang (Semangun, 2005).

Penyakit berkembang biak dengan baik pada kelembaban tinggi. Infeksi pada inang terjadi bila terdapat lapisan tipis air pada permukaan daun. Infeksi tersebut memerlukan waktu 6-18 jam pada suhu 18-27C. Gejala lesio berkembang 7-12 hari setelah inokulasi. Sporulasi dapat terjadi bila keadaan

lembab. Musim kering tidak mendukung terjadinya infeksi (Lipps and Mills, 2002 dalam Prematirosari, 2006)

Jamur membentuk konidiofor yang keluar dari mulut kulit, 1 atau 2 dalam kelompok, lurus atau lentur, berwarna cokelat, panjangnya sampai 300 µm, tebal 7 -11 µm, kebanyakan 8-9 µm. Konidium lurus atau agak melengkung, jorong atau berbentuk gada terbalik, pucat atau berwarna cokelat jerami, halus, mempunyai 4 – 9 sekat palsu, panjang 50 -144 (115) µm, lebar 18 – 33 µm, kebanyakan 20 – 24 µm (Gambar 1.). Konidium mempunyai hilum yang

(16)

menonjol dengan jelas, yang merupakan tanda khas dari marga Exserohilum/

Helminthosporium (Semangun, 2005).

Jika dibiakkan pada media PDA, jamur berwarna putih/hijau kelabu pudar, (Gambar 2). Hifa bersekat, konidiofor bersekat dan tidak bercabang, konidia tunggal dengan bentuk konidia lonjong atau sedikit bengkok dengan jumlah sekat 3-7 (Kusumadewi et al., 2014)

Daur Penyakit

Jamur Helminthosporium spp. dapat mempertahankan diri pada tanaman jagung yang terdapat di daerah tropik, pada bermacam-macam rumput-rumputan termasuk sorgum, pada sisa-sisa tanaman jagung sakit dan pada biji. Jamur dapat bertahan pada sisa-sisa tanaman sakit yang terdapat di atas tanah, tetapi tidak pada sisa-sisa tanaman sakit yang dipendam di dalam tanah (Semangun, 2005).

Gambar 2. Koloni Jamur Helminthosporium spp pada media PDA (Prematirosari, 2006)

Gambar 1. Helminthosporium spp. (Damanik, 2010) Konidia

(17)

Jamur Helminthosporium spp. menghasilkan konidia dalam jumlah besar.

Konidia jamur ini memiliki bentuk silinder, berwarna hitam, memiliki 3 sampai paling banyak 5 - 10 sel konidia pada dinding yang tebal yang terkadang melengkung dan ramping. Konidia berwarna hitam gelap, bersekat. Dihasilkan di ujung awal pertumbuhan pada konidiofor (Agrios, 1978).

Jamur Helminthosporium spp. dapat bertahan sebagai miselium dan konidia dalam bagian tanaman yang terserang atau dalam bentuk klamidospora.

Konidia dihasilkan dalam jumlah banyak di atas bercak dan disebarkan oleh angin. Konidium berkecambah dan pembuluh kecambah mengadakan infeksi melalui mulut kulit atau dengan mengadakan penetrasi secara langsung, yang didahului dengan pembentukan apresorium. Konidium jamur dipencarkan oleh angin. Angin yang cukup kencang akan cepat menyebarkan spora-spora yang dihasilkan patogen. Di udara, jumlah konidium akan meningkat menjelang tengah

hari. Patogen dari penyakit hawar daun ini juga dapat terbawa benih (Premitosari, 2006).

Sporulasi Helminthosporium spp. di lapang terjadi pada permukaan tanaman yang terinfeksi. Setelah spora lepas, kemudian spora terbawa angin dan hinggap pada permukaan tanaman yang lain. Selanjutnya spora beradhesi, melakukan penetrasi awal, kemudian membentuk bercak dan berkembang. Siklus hidup jamur Helminthosporium spp. berlangsung 2–3 hari dan dalam 72 jam, satu bercak mampu menghasilkan 100–300 spora. Dengan demikian penyakit hawar daun berpotensi berkembang cepat pada areal pertanaman jagung dan dapat

menyebabkan kehilangan hasil yang berarti, sekitar 60% (Massie, 1973 dalam Pakki, 2005).

(18)

Gejala Penyakit

Gejala penyakit hawar daun jagung diawali dengan muncul bercak kecil berwarna coklat kehijauan ataupun coklat kelabu berbentuk bulat memanjang, kemudian bercak berkembang besar berbentuk oval dengan panjang 2.5-15 cm.

Hifa cendawan Helminthosporium spp. tumbuh di dalam jaringan mesofil pada bercak daun. Zona hitam terbentuk pada bercak yang merupakan miselium jamur Helminthosporium spp. Satu bercak dapat semakin melebar dan bersatu dengan bercak yang lain sehingga menyebabkan jaringan daun mati (gejala nekrosis) hingga kemudian bercak akan mengering (Degefu, 2003) (Gambar 3).

Bercak-bercak tersebut sebagian besar terdapat pada daun pertama dan kedua terutama pada bagian ujung daun. Pada serangan yang berat, beberapa bercak dapat bersatu membentuk bercak yang sangat besar yang menyebabkan

jaringan mati. Pertanaman yang sakit keras tampak kering seperti habis terbakar (Semangun, 2005).

Jamur Helminthosporium spp. telah menyebar luas ke seluruh dunia dan biasanya tidak menyerang tongkol jagung. Gejala dapat timbul pada bunga jantan di ujung batang tanaman sehingga bunga tersebut akan tampak hitam berbulu.

Gambar 3. Gejala penyakit hawar daun (Damanik, 2010)

(19)

Ukuran bercak yang timbul pada daun dapat mencapai 3-15 cm (White, 1999 dalam Prematirosari, 2006).

Jamur Trichoderma harzianum Rifai Biologi Jamur

Adapun klasifikasi dari jamur T. harzianum adalah sebagai berikut:

Kingdom: Mycetaceae; Divisi: Amastigomcyota; Kelas: Deuteromycetes;

Ordo: Moniliales; Famili: Moniliaceae; Genus: Trichoderma;

Spesies : Trichoderma harzianum (Streets, 1980).

Jamur ini jika dibiakkan pada media PDA, koloninya berwarna hijau tua.

Memiliki konidium yang lembut dan halus, berbentuk bulat, agak bulat, sampai bulat telur pendek, berukuran (2,8 – 3,2) x (2,5 – 2,8) µm, berdinding halus, dengan perbandingan panjang : lebar kurang dari 1,25 (Tasik et al., 2015).

Umumnya klamidiospora jamur ini ditemukan dalam miselia dari koloni yang sudah tua, terletak interkalar dan kadang-kadang terminal, umumnya berbentuk bulat, berwarna hialin, dan berdinding halus. Konidiofor dapat bercabang menyerupai piramida, yaitu pada bagian bawah cabang lateral yang berulang-ulang, sedangkan ke arah ujung percabangan menjadi bertambah pendek. Fialid tampak langsing dan panjang dan berukuran 18 x 2,5 μm (Gandjar et al., 1999).

Jamur ini memiliki stadium berbentuk teleo dengan nama Hypocrea

albofulva Berk. & Br., Hypocrea microrufa Doi, Hypocrea gelatinoperidia Doi, Hypocrea pseudogelatinosa Komatsu & Doi, dan Hypocrea subalbocornea Doi.

Jamur ini juga memiliki kemiripan dengan Trichoderma viride, hanya saja konidiumnya agak kasar. Konidiofornya mempunyai sistem percabangan dendroid

(20)

yang ruwet, fialidnya berjumlah tiga atau lebih, tidak berdesakan, agak ramping.

Kondidofor dan percabangannya berukuran panjang dan ramping, tanpa perpanjangan hifa steril (Gambar 4). Jamur dapat hidup dengan baik secara saprofit maupun parasit pada jamur lain (Soesanto, 2008).

Ekologi

Jamur antagonis ini dapat dijumpai pada berbagai jenis tanah. Jamur ini sering dijumpai pada daerah relatif hangat sampai pada ketinggian 3.450 m, juga dapat dijumpai pada rizosfer Pinus contorta, tembakau, kentang, bit gula, gandum, dan rerumputan, pada jerami dan kayu, pada Agaricus bisporus, sklerotium Athelia rolfsii, kertas, tekstil dan minyak (Soesanto, 2008).

Konidium jamur T. harzianum berkecambah pada kelembaban optimum 30% di tanah. Perkecambahan jamur ini pada kondisi yang miskin nutrisi memerlukan sumber nutrisi luar dan CO2. Pada kondisi asam, persentase perkecambahan jamur ini lebih besar bila dibandingkan dengan kondisi netral.

Suhu untuk pertumbuhannya pada kisaran 15-36°C dengan rata-rata suhu terbaik pada 30°C. Jamur ini memiliki daya hambat tertinggi pada pH 5-6.4, sedangkan pH optimumnya antara 3,7-4,7 pada tekanan bagian CO2 normal. Jamur antagonis

Gambar 4. Jamur T. harzianum di bawah mikroskop (Gusnawaty et al., 2014)

(21)

ini mampu menguraikan pati dan selulosa, serta herbisida pada alat di dalam tanah meskipun lambat (Soesanto, 2008).

Fisiologi

T. harzianum memiliki hifa yang melilit atau membelit di sekeliling atau menyerang hifa beberapa jamur patogen tanaman kemudian mengambil makanan dari patogen tersebut sehingga hifa patogen menjadi hancur (Yuwono, 2008).

Jamur ini menyerang hifa beberapa jamur patogen tanaman. Jamur antagonis ini mampu menurunkan intensitas penyakit mati mendadak sampai 78%

pada tanaman selada, bunga matahari, kembang kol, dan kedelai, baik di rumah kaca maupun di lapang (Soesanto, 2008).

Penghambatan pertumbuhan dan perkembangan jamur ini dilakukan melalui beberapa mekanisme, yaitu 1) persaingan, yang terjadi karena terbatasnya pasokan karbon, nitrogen, besi, vitamin, tempat infeksi, dan oksigen; 2) antibiosis, karena produksi antibioka atau senyawa racun hasil metabolism sekunder yang mempengaruhi keterpaduan selaput jamur patogen; 3) mikoparasitisme, yang memarasit jamur patogen inang di lokasi dan permukaan infeksi jamur patogen;

4) kemotropisme; 5) pengenalan yang diantarai lektin; 6) pembentukan struktur perangkap dan pemantakan, dan 7) pengeluaran enzim pengurai dinding sel jamur patogen, seperti enzim lisis, kitinase, β-1,3 dan β-1,6-glukanase, proteinase, dan ekso-α-1,3-glukanase ketika ditumbuhkan pada polisa-karida, dinding sel jamur Corticium rolfsii dan Rhizoctonia solani. (Soesanto, 2008).

Biofungisida Berbahan Aktif Trichoderma harzianum

Keunggulan dari biofungisida dibandingkan dengan jenis fungisida kimia sintetis adalah selain mampu mengendalikan jamur patogen di dalam tanah,

(22)

ternyata juga dapat mendorong adanya fase revitalisasi tanaman. Revitalisasi ini terjadi karena adanya mekanisme interaksi antara tanaman dan agensia aktif

Trichoderma spp. dalam memacu hormon/stimulator pertumbuhan tanaman (Suwahyono & Wahyudi, 2004 dalam Herlina, 2009).

Beberapa artikel yang telah diterbitkan oleh ilmuwan menyebutkan bahwa ketika Trichoderma spp. ditambahkan ke dalam tanah yang mengandung jamur patogen seperti Rhizotonia maka hifa jamur Trichoderma spp. akan melilit dan tumbuh pada miselium inang sehingga jamur patogen yang terinfasi akan collapse dan terdisintegrasi (Herlina, 2009).

Mekanisme pengendalian yang dilakukan oleh jamur Trichoderma spp.

salah satunya adalah mikoparasitisime, yang artinya jamur Trichoderma spp.

tergolong dalam kelompok yang menghambat pertumbuhan jamur lain melalui mekanisme parasitisme. Mekanisme yang terjadi adalah pertumbuhan jamur di tanah berjalan begitu cepat sehingga akan melilit hifa jamur patogen. Bersama dengan pelilitan hifa tersebut dikeluarkan enzim yang mampu merombak dinding sel hifa jamur patogen. Beberapa jenis enzim yang dihasilkan adalah enzim kitinase dan glukanase dimana kedua enzim tersebut berperan menghancurkan glukan dan kitin yang merupakan komponen dinding hifa dari beberapa cendawan patogen tanaman. (Suwahyono & Wahyudi, 2004 dalam Herlina, 2009).

Jamur T. harzianum dapat dikembangkan menjadi berupa produk yang berbentuk granula, hasil campuran antara bahan matriks padat dan konidia biomassa jamur itu. Beberapa keuntungan dan keunggulannya adalah mudah dimonitor dan dapat berkembang biak, sehingga keberadaannya di lingkungan dapat bertahan lama serta aman bagi lingkungan karena tidak menimbulkan residu

(23)

kimia berbahaya yang persisten di dalam tanah. Mekanisme pengendalian biofungisida bersifat spesifik target, sehingga tidak menimbulkan hilangnya organisme nontarget (Suara Merdeka, 2002).

Faktor yang menentukan keberhasilan suatu biofungisida adalah takaran konsentrasi yang digunakan. Konsentrasi yang disarankan untuk penyemprotan biofungisida Tricho Zia adalah sebanyak 5 gr/L air. Biofungisida Tricho Zia dengan konsentrasi 5 gr mengandung 5 x 1012 koloni tunggal T. harzianum.

Aplikasi biofungisida berbahan aktif T. harzianum dengan cara

penyemprotan dinilai dapat mengendalikan patogen yang berada di filosfer.

T. harzianum. umumnya ditemukan di tanah dan sering digunakan dalam pengendalian hayati terhadap patogen tular tanah, maupun filosfer. Pengendalian penyakit yang disebabkan oleh patogen filosfer dilakukan dengan mekanisme persaingan nutrisi dengan patogen. Persaingan nutrisi merupakan strategi pengendalian penyakit melalui penekanan produksi inokulum patogen, misalnya pada Sclerotonia sp. dan Botrytis sp. pada jaringan tanaman tua. Patogen yang umumnya mengkoloni jaringan mati akan dihambat pengkoloniannya oleh agensia pengendali hayati tersebut yang disemprotkan pada jaringan tanaman.

Penyemprotan ini dapat menghambat dan menunda pengkolonian, serta mengurangi perkembangan penyakit selanjutnya. Bentuk lain dari persaingan nutrisi adalah pengkolonian awal pada sisi luka yang masih baru. Ini terjadi karena luka pada tanaman sangat mudah diserang oleh patogen, jika agensia pengendali hayati lebih dulu mengkoloninya, maka sisi luka tersebut merupakan sisi penerapan pengendalian hayati di filosfer. Persaingan antagonis pada nutrisi

yang keluar dari luka dapat menjadi penyebab turunnya infeksi patogen luka.

(24)

T. harzianum telah sering digunakan untuk pengendalian hayati pada lingkungan filosfer. Cendawan antagonis ini juga mampu menurunkan intensitas penyakit mati mendadak sampai 78% pada tanaman selada, bunga matahari, kembang kol, dan kedelai, baik di rumah kaca maupun di lapang (Soesanto, 2008).

Kelebihan lain dari pemberian T. harzianum pada tanaman juga dapat menyebabkan transpor hara menjadi lancar. Dengan kebutuhan hara yang cukup, proses metabolisme pada tanaman akan berlangsung dengan baik, termasuk proses fotosintesis. Nutrien akan memacu proses fotosintesis (Herlina, 2009).

(25)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian

Adapun penelitian ini mulai dilakukan pada bulan September 2018 sampai dengan bulan Januari 2019 di Desa Gurusinga, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Tanah Karo, Provinsi Sumatera Utara

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan adalah bibit tanaman jagung (Z. mays L.) varietas P32 sebagai bahan tanam, biofungisida merk dagang Tricho Zia 1,0 WS berbahan aktif T. harzianum (1012 cfu/gr) sebagai bahan biofungisida, Pupuk urea, SP36, dan Phonska sebagai bahan pemupukan, ajir sebagai bahan untuk menandai tanaman sampel, air bersih sebagai pelarut dari bahan biofungisida dan merendam benih, kotak tray sebagai wadah sporulasi sampel daun yang terinfeksi penyakit,

kawat sebagai media sporulasi, tissue sebagai media sporulasi, media PDA (Potato Dextrose Agar) sebagai media pertumbuhan biakan jamur patogen.

Adapun alat yang digunakan adalah timbangan analitik untuk menimbang bahan biofungisida, petri dish untuk membiakkan jamur patogen Helminthosporium spp., mikroskop binokuler untuk melihat konidia jamur patogen penyakit, sprayer knapsack semi automatis sebagai alat penyemprotan biofungisida, timbangan 30 kg untuk menimbang hasil panen, meteran, ember plastik, dan cutter/pisau.

(26)

Metode Penelitian

Adapun penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non Faktorial dengan 5 taraf konsentrasi biofungisida, yaitu :

A1 : Tanpa perlakuan (Kontrol) A2 : 1,25 gr/L air

A3 : 2,5 gr/L air A4 : 3,75 gr/L air A5 : 5 gr/L air Jumlah ulangan sebanyak : t(r-1) ≥ 15

5(r-1) ≥ 15

5r-5 ≥ 15

5r ≥ 20

r ≥ 4

r = 5

Jumlah Ulangan : 5

Jumlah Petak Perlakuan : 25 petak

Jumlah Tanaman : 84 tanaman / petak Jumlah Tanaman Sampel : 10 tanaman / petak Jumlah Sampel Keseluruhan : 250 tanaman

Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : Yij = µ +ρi + τj + eij

Dimana :

Yij : Hasil pengamatan yang diperoleh pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

(27)

µ : Nilai tengah

ρi : Pengaruh perlakuan ke-i τj : Pengaruh blok ke-j

eij : Pengaruh error dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Dari hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan menggunakan sidik ragam. Terhadap sidik ragam yang nyata, maka dilanjutkan analisis lanjutan dengan menggunakan uji jarak berganda duncan (DMRT) pada taraf 5%

(Bangun, 1991).

Pelaksanaan Penelitian Penentuan Lokasi

Lokasi yang dipilih sebagai tempat dilakukan penelitian adalah daerah endemis penyakit Hawar Daun (Helminthosporium spp.), yakni di Desa Gurusinga, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Tanah Karo, Provinsi Sumatera Utara.

Persiapan Lahan

Lahan yang digunakan terdiri dari 25 petakan. Masing-masing petakan tersebut berukuran 5 x 5 m. Jarak antar petak perlakuan 0.8 m. Tata letak petak- petak pengujian yang digunakan dan diatur sedemikian rupa sehingga infeksi patogen sasaran pada awal pengujian peluangnya relatif tidak beda. Lahan dibersihkan dari sisa-sisa tanaman yang ada dan dilakukan pengolahan tanah.

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan membuat lubang tanam pada petakan. Jarak tanam yang digunakan adalah 40 cm x 70 cm. Jumlah benih adalah 2 bibit per lubang tanam.

(28)

Pemupukan

Pemupukan diberikan sebelum dan sesudah tanam dengan menggunakan pupuk urea 150 kg/ha (saat pengolahan tanah, 21 hari setelah tanam dan 40 hari setelah tanam), SP36 100 kg/ha (saat pengolahan tanah), dan Phonska 200 kg/ha (saat pengolahan tanah dan 21 hari setelah tanam). Aplikasi pupuk dilakukan dengan cara tabur di atas tanah/lahan secara merata.

Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan melakukan penyiraman dan replanting tanaman mati, kemudian dengan membersihkan sekitar pertanaman dari gulma. Hal ini dilakukan untuk menjamin tercapainya tujuan pengujian efektivitas biofungisida berbahan aktif T. harzianum.

Pengaplikasian Biofungisida Bahan Aktif T. harzianum

Aplikasi biofungisida dilakukan merata pada tanaman jagung dalam petak sebanyak konsentrasi yang diuji, kecuali pada petak kontrol. Pengaplikasian dilakukan dengan cara penyemprotan secara merata pada permukaan daun tanaman pada masing-masing petak perlakuan. Penyemprotan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 14 hari setelah tanam (HST), aplikasi berikutnya dilakukan dengan interval 1 (satu) minggu sekali. Pengaplikasian biofungisida dilakukan sebanyak 10 kali.

Pengamatan Intensitas Penyakit

Pengamatan dilakukan pada tanaman dalam petak perlakuan sebanyak 10 tanaman sampel per petak perlakuan. Penentuan tanaman sampel dilakukan secara sistematis dengan mengamati seluruh populasi tanaman per petakan. Waktu pengamatan dilakukan setelah tanaman tumbuh berumur 14 hari.

(29)

Panen

Kriteria panen pada jagung setelah tanaman berumur 100 hari pada saat daun telah menguning dan kering, biji jagung telah berwarna oranye-kemerahan dan telah mengeras, klobot daun telah menguning dan kering dan rambut berwarna coklat kehitaman.

Percobaan di Laboratorium

Isolasi Jamur Helminthosporium spp

Helminthosporium spp. diperoleh dari daun tanaman jagung yang terinfeksi penyakit. Daun tanaman yang terinfeksi tersebut dibersihkan dengan air steril, lalu dipotong-potong sepanjang 1 cm. Setelah itu disterilkan dengan klorox 1% selama lebih kurang 3 menit dan dibilas 2-3 kali dengan air steril. Selanjutnya potongan-potongan tersebut diletakkan di dalam kotak tray yang sudah diisi air setinggi kurang lebih 2 cm. Setelah miselium Helminthosporium spp. tumbuh, potongan daun tersebut ditanam kembali dalam media PDA dan diinkubasi pada suhu kamar hingga didapatkan biakan yang bebas dari kontaminasi, lalu diisolasikan kembali untuk mendapatkan biakan murni.

Uji Antagonis secara in vitro

Pengamatan pertama sekali dilakukan dengan melarutkan biofungisida sebanyak konsentrasi terbaik yang diperoleh pada saat pengamatan di lapangan, yang dikonversikan ke dalam 250 mL air. Lalu larutan tersebut disterilkan ke dalam autoclave.

Setelah itu disiapkan beberapa petri yang telah dituang media PDA.

Dimana ada petri untuk perlakuan kontrol (tanpa biofungisida) dan petri yang lain untuk perlakuan biogungisida. Untuk perlakuan biofungisida, setelah media PDA

(30)

dituangkan ke dalam petri, biofungisida yang telah disterilkan langsung dituangkan ke dalam petri tersebut sebanyak 1 mL.

Pengamatan dilakukan dengan membandingkan perkembangan Helminthosporium spp. yang tumbuh pada media PDA kontrol dan pada media PDA dengan biofungisida.

Peubah Amatan Intensitas Penyakit

Penilaian kerusakan tanaman akibat serangan penyakit dilakukan dengan cara pengamatan pada tanaman yang menunjukkan gejala infeksi penyakit hawar daun (Helminthosporium spp) yang dinilai dengan rumus :

I = x 100%

(Dirjen Tanaman Pangan, 2015) Dimana :

I : Intensitas Penyakit (%)

ni : Jumlah tanaman atau bagian tanaman contoh dengan skala kerusakan vi vi : Nilai skala kerusakan contoh ke i

N : Jumlah tanaman atau bagian tanaman contoh yang diamati Z : Nilai skala kerusakan tertinggi

Skala/Skor Keparahan Penyakit Keadaan Tanaman/ Gejala

0 Tidak ada infeksi/gejala

1 Luas gejala pada permukaan daun >1 - 5%

3 Luas gejala pada permukaan daun 6 - 25%

5 Luas gejala pada permukaan daun 26 - 50%

7 Luas gejala pada permukaan daun 51 - 75%

9 Luas gejala pada permukaan daun 76 -- 100%

(ni x vi) Z X N

(Sujono dan Sudarmadi, 1989)

(31)

Kriteria Efektivitas Biofungisida Trichoderma harzianum

Suatu formulasi fungisida dikatakan efektif bila pada pengamatan terakhir (tujuh hari setelah aplikasi terakhir) nilai tingkat efikasi (TE) sekurang-kurangnya 50% dengan syarat intensitas serangan perlakuan berbeda nyata dengan kontrol.

TE dihitung dengan menggunakan rumus :

TE = (ISk–ISp) (ISk)-1 X 100%

(Dirjen Tanaman Pangan, 2015) Dimana :

TE : Tingkat Efektivitas

ISk : Intensitas tanaman sakit pada kontrol ISp : Intensitas tanaman sakit pada perlakuan Hasil Produksi (ton/ha)

Hasil produksi jagung ditimbang per plot. Produksi dihitung dengan ciri jagung berwarna oranye-kemerahan atau merah cerah. Setelah dilakukan pemanenan dari setiap plot tanaman, jagung dilepas dari kelobotnya,lalu dijemur selama 2 hari dan ditimbang (berat kering tongkol), kemudian dikonversikan ke dalam ton/ha dengan menggunakan rumus berikut:

Produksi (ton/ha) =

x hasil produksi/plot

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Hasil pengamatan mingguan persentase intensitas penyakit (%) adalah bahwa pada pengamatan pertama (tanaman berumur 14 HST) hingga pengamatan ke-3 belum ada terjadi gejala penyakit. Gejala penyakit mulai terlihat pada pengamatan ke-4. Dari hasil analisa sidik ragam, pada pengamatan ke-4 hingga pengamatan ke-10 adanya perbedaan yang nyata, maka dilakukan uji jarak Duncan.

Tabel 1.

Perlakuan Ulangan Rataan

I II III IV V (%)

A1 4,44 3,33 4,44 3,33 4,44 4,00 a

A2 2,22 1,11 1,11 1,11 1,11 1,33b

A3 2,22 1,11 0,00 1,11 0,00 0,89bc

A4 1,11 0,00 1,11 0,00 0,00 0,44cd

A5 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00d

Rataan (%) 2,00 1,11 1,33 1,11 1,11 1,33

Keterangan :

Pada Tabel 1 dapat dilihat hasil pengamatan keempat dimana sudah mulai terlihat gejala penyakit hawar daun (Helminthosporium spp.). Dari hasil pengamatan pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan A1 (Kontrol) dengan rataan 4,00% berbeda sangat nyata dengan perlakuan A2 (konsentrasi 1,25 gr/L air) dengan rataan 1,33%, perlakuan A3 (konsentrasi 2,5 gr/L air) dengan rataan 0,89%, perlakuan A4 (konsentrasi 3,75 gr/L air) dengan rataan 0,44%, dan perlakuan A5 (konsentrasi 5 gr/L air) dengan rataan 0,00%. Perlakuan A2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A3, tetapi berbeda sangat nyata dengan perlakuan A4 dan A5. Perlakuan A3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A4, tetapi Rataan intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp) pada tanaman jagung (Z. mays L.) pengamatan ke-4.

Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%

(33)

berbeda nyata dengan perlakuan A5. Perlakuan A4 berbeda nyata dengan perlakuan A5 (Lampiran 4).

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa intensitas penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (kontrol) dengan rataan 4,00%, diikuti dengan perlakuan A2 dengan rataan 1,33%, perlakuan A3 dengan rataan 0,89%, perlakuan A4 dengan rataan 0,44%, dan kemudian yang terendah perlakuan A5 dengan rataan 0,00%.

Tabel 2.

Perlakuan Ulangan Rataan

(%)

I II III IV V

A1 6,67 6,67 5,56 4,44 5,56 5,78a

A2 5,56 3,33 2,22 4,44 3,33 3,78c

A3 3,33 4,44 2,22 3,33 2,22 3,11bc

A4 3,33 3,33 2,22 3,33 2,22 2,89cd

A5 1,11 1,11 1,11 2,22 1,11 1,39d

Rataan (%) 4.72 3,78 2,67 3,55 2,89 3,47

Keterangan :

Pada Tabel 2 dapat dilihat hasil rataan intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp.) pada pengamatan ke-5. Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan A1 (Kontrol) dengan rataan 5,78% berbeda sangat nyata dengan perlakuan A2 (konsentrasi 1,25 gr/L air) dengan rataan 3,78%, perlakuan A3 (konsentrasi 2,5 gr/L air) dengan rataan 3,11%, perlakuan A4 (konsentrasi 3,75 gr/L air) dengan rataan 2,89%, dan perlakuan A5 (konsentrasi 5 gr/L air) dengan rataan 1,39%. Perlakuan A2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A3, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A4 dan perlakuan A5. Perlakuan A3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A4, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A5.

Perlakuan A4 berbeda nyata dengan perlakuan A5 (Lampiran 5).

Rataan intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp) pada tanaman jagung (Z. mays L.) pengamatan ke-5.

Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%

(34)

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa intensitas penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (kontrol) dengan rataan 5,78%, diikuti dengan perlakuan A2 dengan rataan 3,78%, perlakuan A3 dengan rataan 3,11%, perlakuan A4 dengan rataan 2,89%, dan kemudian yang terendah perlakuan A5 dengan rataan 1,39%.

Tabel 3.

Perlakuan Ulangan Rataan

(%)

I II III IV V

A1 7,78 8,89 8,89 6,67 8,89 8,22a

A2 6,67 4,44 4,44 6,67 4,44 5,33c

A3 6,67 7,78 6,67 7,78 8,89 7,56b

A4 4,44 6,67 5,56 4,44 5,56 5,33cd

A5 3,33 3,33 4,44 4,44 3,33 3,77d

Rataan (%) 5,78 6,22 6,00 6,00 6,22 6,04

Keterangan :

Pada Tabel 3 dapat dilihat hasil rataan intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp.) pada pengamatan ke-6. Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan A1 (Kontrol) dengan rataan 8,22% berbeda sangat nyata dengan perlakuan A2 (konsentrasi 1,25 gr/L air) dengan rataan 5,38%, perlakuan A3 (konsentrasi 2,5 gr/L air) dengan rataan 7,56%, perlakuan A4 (konsentrasi 3,75 gr/L air) dengan rataan 5,33%, dan perlakuan A5 (konsentrasi 5 gr/L air) dengan rataan 3,77%. Perlakuan A2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A4, tetapi berbeda sangat nyata dengan perlakuan A3 dan perlakuan A5. Perlakuan A3 berbeda sangat nyata dengan perlakuan A4 dan perlakuan A5. Perlakuan A4 berbeda nyata dengan perlakuan A5 (Lampiran 6).

Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa intensitas penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (kontrol) dengan rataan 8,22%, diikuti dengan perlakuan A3 Rataan intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp) pada tanaman jagung (Z. mays L.) pengamatan ke-6.

Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%

(35)

dengan rataan 7,56%, perlakuan A2 dengan rataan 5,33%, perlakuan A4 dengan rataan 5,33%, dan kemudian yang terendah perlakuan A5 dengan rataan 3,77%.

Tabel 4.

Perlakuan Ulangan Rataan

(%)

I II III IV V

A1 11,11 13,33 10,00 8,89 10,00 10,67a

A2 8,89 5,56 5,56 8,89 5,56 6,89c

A3 10,00 10,00 10,00 10,00 8,89 9,78b

A4 5,56 6,67 6,67 5,56 7,78 6,45cd

A5 7,78 5,56 4,44 6,67 5,56 6,00d

Rataan (%) 8,67 8,22 7,33 8,00 7,56 7,96

Keterangan :

Pada Tabel 4 dapat dilihat hasil rataan intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp.) pada pengamatan ke-7. Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan A1 (Kontrol) dengan rataan 10,67% berbeda sangat nyata dengan perlakuan A2 (konsentrasi 1,25 gr/L air) dengan rataan 6,89%, perlakuan A3 (konsentrasi 2,5 gr/L air) dengan rataan 9,78%, perlakuan A4 (konsentrasi 3,75 gr/L air) dengan rataan 6,45%, dan perlakuan A5 (konsentrasi 5 gr/L air) dengan rataan 6,00%. Perlakuan A2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A4, tetapi berbeda sangat nyata dengan perlakuan A3 dan perlakuan A5. Perlakuan A3 berbeda sangat nyata dengan perlakuan A4 dan perlakuan A5. Perlakuan A4 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A5 (Lampiran 7).

Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa intensitas penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (kontrol) dengan rataan 10,67%, diikuti dengan perlakuan A3 dengan rataan 9,78%, perlakuan A2 dengan rataan 6,89%, perlakuan A4 dengan rataan 6,45%, dan kemudian yang terendah perlakuan A5 dengan rataan 6,00%.

Rataan intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp) pada tanaman jagung (Z. mays L.) pengamatan ke-7.

Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%

(36)

Tabel 5.

Perlakuan Ulangan Rataan

I II III IV V (%)

A1 22,22 20,00 22,22 24,44 20,00 21,78a

A2 15,56 15,56 20,00 22,22 13,33 17,33c

A3 20,00 20,00 17,78 20,00 15,56 18,67b

A4 15,56 14,44 15,56 11,11 11,11 13,56d

A5 8,89 7,78 7,78 8,89 7,78 8,22e

Rataan (%) 16,45 15,56 16,67 17,33 13,56 15,91 Keterangan :

Pada Tabel 5 dapat dilihat hasil rataan intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp.) pada pengamatan ke-8. Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan A1 (Kontrol) dengan rataan 21,78% berbeda sangat nyata dengan perlakuan A2 (konsentrasi 1,25 gr/L air) dengan rataan 17,33%, perlakuan A3 (konsentrasi 2,5 gr/L air) dengan rataan 18,67%, perlakuan A4 (konsentrasi 3,75 gr/L air) dengan rataan 13,56%, dan perlakuan A5 (konsentrasi 5 gr/L air) dengan rataan 8,22%. Perlakuan A2 berbeda nyata dengan perlakuan A3, perlakuan A4, dan perlakuan A5. Perlakuan A3 berbeda nyata dengan perlakuan A4 dan perlakuan A5. Perlakuan A4 berbeda sangat nyata dengan perlakuan A5 (Lampiran 8).

Hasil pengamatan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa intensitas penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (kontrol) dengan rataan 21,78%, diikuti dengan perlakuan A3 dengan rataan 18,67%, perlakuan A2 dengan rataan 17,33%, perlakuan A4 dengan rataan 13,56%, dan kemudian yang terendah perlakuan A5 dengan rataan 8,22%.

Rataan intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp) pada tanaman jagung (Zea mays L.) pengamatan ke-8.

Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%

(37)

Tabel 6.

Perlakuan Ulangan Rataan

I II III IV V (%)

A1 28,89 31,11 26,67 24,44 31,11 28,44a

A2 24,44 22,22 24,44 22,22 20,00 22,66c

A3 26,67 24,44 24,44 22,22 24,44 24,44b

A4 15,56 20,00 20,00 17,78 20,00 18,67cd

A5 22,22 15,56 15,56 15,56 20,00 17,78d

Rataan (%) 23,56 22,67 22,22 20,44 23,11 22,40 Keterangan :

Pada Tabel 6 menunjukkan hasil rataan intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp.) pada pengamatan ke-9. Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan A1 (Kontrol) dengan rataan 28,44% berbeda sangat nyata dengan perlakuan A2 (konsentrasi 1,25 gr/L air) dengan rataan 17,33%, perlakuan A3 (konsentrasi 2,5 gr/L air) dengan rataan 22,66%, perlakuan A4 (konsentrasi 3,75 gr/L air) dengan rataan 24,44%, dan perlakuan A5 (konsentrasi 5 gr/L air) dengan rataan 17,78%. Perlakuan A2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A4, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A3, dan perlakuan A5. Perlakuan A3 berbeda nyata dengan perlakuan A4 dan perlakuan A5. Perlakuan A4 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A5 (Lampiran 9).

Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa intensitas penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (kontrol) dengan rataan 28,44%, diikuti dengan perlakuan A3 dengan rataan 24,44%, perlakuan A2 dengan rataan 22,66%, perlakuan A4 dengan rataan 18,67%, dan kemudian yang terendah perlakuan A5 dengan rataan 17,78%.

Rataan intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp) pada tanaman jagung (Z. mays L.) pengamatan ke-9.

Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%

(38)

Tabel 7.

Perlakuan Ulangan Rataan

I II III IV V (%)

A1 36,67 42,22 40,00 42,22 37,78 39,78a

A2 28,89 35,56 33,33 28,89 33,33 32,00b

A3 35,56 33,33 26,67 28,89 28,89 30,67bc

A4 28,89 26,67 28,89 24,44 26,67 27,11c

A5 22,22 22,22 20,00 15,56 20,00 20,00d

Rataan (%) 30,45 32,00 29,78 28,00 29,33 29,91 Keterangan :

Pada Tabel 7 dapat dilihat hasil rataan intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp.) pada pengamatan ke-10. Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan A1 (Kontrol) dengan rataan 39,78% berbeda sangat nyata dengan perlakuan A2 (konsentrasi 1,25 gr/L air) dengan rataan 32,00%, perlakuan A3 (konsentrasi 2,5 gr/L air) dengan rataan 30,67%, perlakuan A4 (konsentrasi 3,75 gr/L air) dengan rataan 27,11%, dan perlakuan A5 (konsentrasi 5 gr/L air) dengan rataan 20,00%. Perlakuan A2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A3, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A4, dan perlakuan A5. Perlakuan A3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A4, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A5.

Perlakuan A4 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A5 (Lampiran 10).

Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa intensitas penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (kontrol) dengan rataan 39,78%, diikuti dengan perlakuan A2 dengan rataan 32,00%, perlakuan A3 dengan rataan 30,67%, perlakuan A4 dengan rataan 27,11%, dan kemudian yang terendah perlakuan A5 dengan rataan 20,00%.

Rataan intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp) pada tanaman jagung (Z. mays L.) pengamatan ke-10.

Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%

(39)

Tabel 8.

Perlakuan Tingkat Efektivitas Keterangan

AI (Kontrol)

A2 (1,25 gr/L air) 20% Tidak Efektif

A3 (2,5 gr/L air) 23% Tidak Efektif

A4 (3,75 gr/L air) 32% Tidak Efektif

A5 (5 gr/L air) 50% Efektif

Pada Tabel 8 dapat dilihat tingkat efektivitas biofungisida berbahan aktif T. harzianum pada setiap perlakuan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan A5 dengan konsentrasi 5 gr/L air merupakan satu-satunya perlakuan yang efektif untuk mengendalikan penyakit hawar daun pada tanaman jagung.

Tabel 9.

Perlakuan Ulangan Rataan

(ton/ha)

I II III IV V

A1 14,70 13,18 13,86 13,14 14,70 13,92d

A2 14,70 14,36 14,70 13,31 13,94 14,20cd

A3 14,58 13,31 14,36 14,21 14,60 14,21c

A4 14,70 14,36 14,45 14,36 15,21 14,62b

A5 16,27 14,28 15,97 15,84 13,90 15,25a

Rataan 14,99 13,90 14,67 14,17 14,47 14,44

Keterangan :

Pada Tabel 8 dapat dilihat rataan hasil produksi tanaman Jagung (Z. mays L.). Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan A1 (Kontrol)

dengan rataan 13,92 ton/ha tidak berbeda nyata dengan perlakuan A2 (konsentrasi 1,25 gr/L air) dengan rataan 14,20 ton/ha,tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A3 (konsentrasi 2,5 gr/L air) dengan rataan 14,21 ton/ha, perlakuan A4 (konsentrasi 3,75 gr/L air) dengan rataan 14,62 ton/ha, dan perlakuan A5 (konsentrasi 5 gr/L air) dengan rataan 15,25 ton/ha. Perlakuan A2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A3, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A4, dan

Rataan hasil produksi tanaman Jagung (Zea mays L.)

Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%

Tingkat efektivitas biofungisida berbahan aktif T. harzianum

(40)

perlakuan A5. Perlakuan A3 berbeda nyata dengan perlakuan A4, dan perlakuan A5. Perlakuan A4 berbeda nyata dengan perlakuan A5 (Lampiran 11).

Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa hasil produksi tertinggi terdapat pada perlakuan A5 dengan rataan 15,25 ton/ha, diikuti dengan perlakuan A4 dengan rataan 14,62 ton/ha, perlakuan A3 dengan rataan 14,21 ton/ha, perlakuan A2 dengan rataan 14,20 ton/ha, dan kemudian yang terendah perlakuan A1 dengan rataan 13,92 ton/ha.

Pembahasan

Gejala penyakit hawar daun (Helminthosporium spp.) terhadap daun jagung (Z. mays L.) mulai tampak pada pengamatan yang ke-4, yakni pada saat tanaman jagung berusia 5 MST.

Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 1- tabel 7), diperoleh bahwa rata- rata intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp.) tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (kontrol) sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan A5 (5 gr/L air). Ini membuktikan bahwa konsentrasi 5 gr/L air merupakan konsentrasi terbaik yang dapat diberikan pada pertanaman jagung untuk menekan perkembangan penyakit hawar daun (Helminthosporium spp.). Hal ini dikarenakan dalam 1 gr biofungisida yang digunakan mengandung bahan aktif T. harzianum sebanyak 1012 koloni tunggal. Cendawan antagonis T. harzianum berperan menghambat pertumbuhan dan perkembangan cendawan penyebab penyakit hawar daun. Meskipun T. harzianum dikenal sebagai cendawan yang hidup di tanah, cendawan ini juga dapat mengendalikan patogen penyebab penyakit yang berada di filosfer (daun tanaman jagung) dengan persaingan nutrisi dengan patogen. Hal ini sesuai dengan literatur Soesanto (2008) yang mengatakan

(41)

bahwa penyemprotan biofungisida berbahan aktif T. harzianum juga dapat mengendalikan penyakit yang berada di filosfer. Patogen yang mengkoloni jaringan mati akan dihambat pengkoloniannya oleh T. harzianum yang disemprotkan pada jaringan tanaman. Sehingga penyemprotan ini dapat menghambat dan menunda pengkolonian serta mengurangi perkembangan penyakit selanjutnya dengan mekanisme persaingan nutrisi dengan patogen.

Pada pengamatan tingkat efektivitas biofungisida berbahan aktif T. harzianum, diperoleh hasil pada setiap perlakuan berturut-turut sebagai berikut,

perlakuan A1 (kontrol) sebesar 0,00%, perlakuan A2 (konsentrasi 1,25 gr/L air) sebesar 20%, perlakuan A3 (konsentrasi 2,5 gr/L air) sebesar 23%, perlakuan A4 (konsentrasi 3,75 gr/L air) sebesar 32%, dan perlakuan A5 (konsentrasi 5 gr/L air) sebesar 50%. Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 12), perlakuan yang memenuhi syarat adalah perlakuan A5 (konsentrasi 5 gr/L air) dengan TE sebesar 50%. Hal ini sesuai dengan literatur Dirjen Tanaman Pangan (2015) yang menyatakan bahwa suatu formulasi biofungisida dikatakan efektif apabila pada pengamatan terakhir, tingkat efikasi sekurang-kurangnya 50%.

Pada penyemprotan biofungisida, selain dengan mekanisme persaingan nutrisi, T. harzianum juga mengendalikan patogen dengan mekanisme parasitisme. Dimana T. harzianum akan melilit hifa jamur patogen dan mengeluarkan sejenis enzim yang bersifat toxic bagi jamur patogen. Hal ini sesuai dengan literatur Suwahyono & Wahyudi (2004) dalam Herlina (2009) yang mengatakan bahwa jamur Trichoderma spp. umumnya melakukan mekanisme pengendalian mikoparasitisme, dimana jamur Trichoderma spp. akan melilit hifa jamur patogen dan mengeluarkan enzim yang mampu merombak dinding sel hifa

(42)

jamur patogen. Dan beberapa jenis enzim yang dihasilkan itu adalah enzim kitinase dan glukanase.

Gambar 5.

Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 1- tabel 7), diperoleh hasil pengamatan bahwa penyakit hawar daun yang disebabkan oleh Helminthosporium spp. berkembang di setiap minggu pada setiap perlakuan (Gambar 5). Pada perlakuan A5 yang memiliki serangan terendah juga didapati bahwa setiap minggunya penyakit mengalami perkembangan. Oleh karena T. harzianum berperan menghambat perkembangan penyakit, terdapat perbedaan yang sangat nyata antara perlakuan A5 dengan perlakuan A1 (kontrol).

Perkembangan penyakit yang terjadi setiap minggu dikarenakan oleh faktor iklim dan suhu di lapangan yang sangat mendukung perkembangan penyakit ini, dimana suhu di daerah Berastagi relatif rendah, kelembaban tinggi, serta curah hujan yang tinggi (Lampiran 8). Hal ini sesuai dengan literatur Lipps and Mills (2002) dalam Prematirosari (2006) yang mengatakan bahwa penyakit hawar daun yang

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00

4 5 6 7 8 9 10

Rataan (%)

Pengamatan ke-

A1 A2 A3 A4 A5

Pengaruh biofungisida T. harzianum terhadap intensitas penyakit

hawar daun (Helminthosporium spp.) pada tanaman Jagung (Z. mays L.) setiap minggu.

(43)

disebabkan oleh Helminthosporium spp. berkembang dengan sangat baik pada kelembaban yang tinggi sebab infeksi penyakit dapat terjadi bila terdapat lapisan air pada permukaan daun. Menurut Semangun (2005), penyakit hawar daun jagung ini juga dibantu oleh curah hujan yang tinggi dan suhu yang relatif rendah.

Semakin tinggi konsentrasi biofungisida T. harzianum yang diberikan, maka semakin rendah intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp.), sehingga hasil produksi semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah konsentrasi biofungisida T. harzianum yang diberikan, maka semakin tinggi intensitas penyakit hawar daun (Helminthosporium spp.), sehingga hasil produksi semakin rendah. Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 11), diperoleh bahwa hasil panen tertinggi terdapat pada perlakuan A5, dengan rataan 15,25 ton/ha, sedangkan hasil panen terendah terdapat pada perlakuan A1 (kontrol) dengan rataan 13,92 ton/ha. Ini dikarenakan T. harzianum yang merupakan cendawan tanah juga dapat berperan melancarkan proses transpor hara. Hal ini sesuai dengan

literatur Herlina (2010) yang menyatakan bahwa kelebihan pemberian T. harzianum pada tanaman dapat menyebabkan transpor hara dan air menjadi

lancar, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi baik dan berpengaruh pada hasil panen.

(44)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Intensitas penyakit tertinggi pada pengamatan terakhir (pengamatan ke-10) terdapat pada perlakuan A1 (Kontrol) dengan rataan 39,78%, dan yang terendah terdapat pada perlakuan A5 (konsentrasi 5 gr/L air) dengan rataan 21,78%.

2. Perlakuan yang paling efektif dalam mengendalikan ataupun menekan perkembangan penyakit hawar daun (Helminthosporium spp.) pada tanaman jagung adalah perlakuan A5 dengan konsentrasi 5 gr/L air.

3. Hasil rataan produksi tertinggi terdapat pada perlakuan A5 (konsentrasi 5 gr/L air) yakni sebesar 15,25 ton/ha, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan A1 (kontrol) yakni sebesar 13,92 ton/ha.

Saran

Sebaiknya dalam pengendalian penyakit Hawar Daun pada Tanaman Jagung digunakan konsentrasi Biofungisida sebanyak 5 gr/L air.

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G. N. 1978. Plant Pathology. Academic Press. New York. 271 p,276 p.

Alexopoulus, C. J. and C. W. Mims., 1979. Introductory Mycology. Third Edition.

John Wiley & Sons, New York. Page 566-567.

Badan Pusat Statistik [BPS], 2018.www.bps.go.id. [Diakses pada 28 Maret 2018].

Bangun M.K. 1991. Rancangan Percobaan Bagian Biometri, Fakultas Pertanian, Medan.

Damanik, C.M.E, 2010. Keanekaragaman Hayati Penyakit-Penyakit yang Disebabkan oleh Jamur pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Dataran Tinggi dan Rendah di Sumatera Utara [Skripsi]. Fakultas Pertanian USU, Medan.

Degefu, Y, 2003. Cloning and Characterisation of xylanase genes from phytopathogenic fungi with a special reference to Helminthosporium turcicum, the cause of Northern Leaf Blight of Maize. Department of Applied Biology, Plant Pathology, University of Helsinki Finland

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2015. Petunjuk Teknis Pemantauan dan Pengamatan serta Pelaporan Organisme Pengganggu Tumbuhan dan Dampak Perubahan Iklim. Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.

Gusnawaty., M. Taufik., L. Triana., dan Asniah., 2014. Karakterisasi Morfologis Trichoderma spp Indigenus Sulawesi Tenggara. Jurnal Agroteknos 4 (2) : 87-93

Herlina, L. 2009. Potensi Trichoderma harzianum sebagai Biofungisida pada Tanaman Tomat. Biosaintifika 1 (1) : 62-69

Kusumadewi, T., S. Khotimah., A.H. Yanti., 2014. Ekstrak Metanol Buah Sonneratia alba J.E.Sm Sebagai Penghambat Pertumbuhan Helminthosporium sp. Yang Diisolasi Dari Daun Jagung. Jurnal Protobiont. Vol (32) : 149 – 154.

Latifahani, N., A. Cholil., dan S. Djauhari., 2014. Ketahanan Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Terhadap Serangan Penyakit Hawar Daun (Exserohilum spp. Pass. Leonard et Suggs.). Jurnal HPT 2 (1) : 52 - 60.

Pakki, S., 2005. Epidemiologi dan Pengendalian Penyakit Bercak Daun (Helminthosporium maydis) Pada Tanaman Jagung (Zea mays). Balai Penelitian Tanaman Serealia Sam Ratulangi, Manado.

(46)

Prematirosari, M.B., 2006. Pengendalian Penyakit Hawar Daun (Helminthosporium spp.) pada Jagung Manis dengan Bakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman. Skripsi. IPB, Bogor.

Semangun, H., 2005. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Soesanto, L., 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. Rajawali Press. Jakarta

Streets, R.B., 1980. Diagnosis Penyakit Tanaman. Terjemahan Santoso, I. The University of Arizona Press. Tuscon-Arizona, USA, hal 250.

Suara Merdeka, 2002. Trichoderma harzianum Biofungisida yang Ramah Ligkungan. www.suaramerdeka.com : 25 Maret 2002. Diakses 30 April 2018

Sudjono, S dan Sudarmadi, 1989. Teknik Pengamatan Hama dan Penyakit.

Fakultas Pertanian. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Syawaluddin, 2010. Uji Efektifitas Fungisida Nabati dan Fungisida Kimia terhadap Penyakit Hawar Daun (Helminthosporium turcicum (Pass) Leonard et Suggs) Pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) Di Dataran Rendah [SKRIPSI]. Fakultas Pertanian USU, Medan.

Tasik, S., S.M, Widyastuti., Harjono., 2015. Mekanisme Parasitisme Trichoderma harzianum terhadap Fusarium oxysporum Pada Semai Acacia mangium.

Jurnal HPT Tropika. Vol 15 (1) : 72-80.

Wani, T.A., M. Ahmad., A.Anwar., 2017. Evaluation of Fungicides, Bioagents and Plant Extract Againts Exserohilum spp. Causing Spp. Leaf Blight of Maize. International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences 6(8) : 2754-2762.

Yuwono, T., 2008. Bioteknologi Pertanian. UGM-Press, Yogyakarta

(47)

LAMPIRAN Lampiran 1. Bagan Penelitian

Keterangan :

A1 = Tanpa Perlakuan (Kontrol) A2 = 1,25 gr/L air

A3 = 2,5 gr/L air A4 = 3,75 gr/L air A5 = 5 gr/L air

A4

A2

A1

A5

A3

A5

A4

A3

A2

A1

A4

A3

A2

A1

A5

A1

A5

A4

A3

A2

A1

A5

A4

A3

A2

I II III IV V S

5 m

0.8 m

0.8 m

(48)

Jumlah Plot : 5 x 5 = 25 plot Jarak antar petak perlakuan : 0,8 m

Ukuran petakan/plot : 5 m x 5 m

Luas Lahan : 30 x 30 m

Jarak tanam : 40 x 70 cm

Jumlah tanaman per petakan : 84 tanaman Jumlah tanaman sampel per petakan : 10 tanaman Jumlah tanaman sampel keseluruhan : 250 tanaman Jumlah tanaman keseluruhan : 2100 tanaman

(49)

Lampiran 2. Bagan Tanaman Sampel

Keterangan :

: Tanaman Jagung

: Tanaman Sampel

S

40 cm

70 cm

(50)

Lampiran 3. Deskripsi Tanaman Jagung Varietas P-32

Nama varietas : Pioneer 32

Golongan : Hibrida

Umur (hari) : 100 HST

Batang : Tegak, besar dan kokoh, tidak mudah rebah

Warna Batang : Hijau

Daun : Agak tegak dan lebar

Warna Daun : Hijau tua

Keragaman Tanaman : Sangat Seragam

Perakaran : Baik

Kerebahan : Tahan rebah

Tongkol : Silindris

Warna Biji : Orange kemerahan/ merah cerah

Jumlah Baris/Tongkol : 12 -14 baris

Potensi Hasil : 13.4 ton/ha pipilan kering

Ketahanan terhadap Penyakit :Tahan terhadap busuk tongkol, hawar daun Helminthosporium turcicum.

Keunggulan :Sangat mudah dipanen, mudah dipipil, perakaran kuat,batang kokoh, warna biji cerah dan hasil rendemen tinggi.

Sumber : Kementerian Pertanian Badan Penyuluhan dan Perkembangan Sumber Daya Manusia.

(51)

Lampiran 4. Rataan Keparahan Penyakit Pengamatan-4

Perlakuan Ulangan

Total Rataan

I II III IV V (%)

A1 4.44 3.33 4.44 3.33 4.44 19.98 4.00

A2 2.22 1.11 1.11 1.11 1.11 6.66 1.33

A3 2.22 1.11 0.00 1.11 0.00 4.44 0.89

A4 1.11 0.00 1.11 0.00 0.00 2.22 0.44

A5 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Total 9.99 5.55 6.66 5.55 5.55 33.30

Rataan 2.00 1.11 1.33 1.11 1.11 1.33

Analisis Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F 5% Ket

Ulangan 4 2.96 0.74 2.67 3.01 tn

Perlakuan 4 49.28 12.32 44.44 3.01 *

Galat 16 4.44 0.28

Total 24 56.68

FK : 44.3556 KK : 45.62%

Keterangan tn : tidak nyata * : nyata

(52)

Lampiran 5. Rataan Keparahan Penyakit Pengamatan-5

Perlakuan Ulangan

Total Rataan

I II III IV V (%)

A1 6.67 6.67 5.56 4.44 5.56 28.90 5.78

A2 5.56 3.33 2.22 4.44 3.33 18.88 3.78

A3 3.33 4.44 2.22 3.33 2.22 15.54 3.11

A4 3.33 3.33 2.22 3.33 2.22 14.43 2.89

A5 1,11 1.11 1.11 2.22 1.11 5.55 1.39

Total 18.89 18.88 13.33 17.76 14.44 83.30

Rataan 4.72 3.78 2.67 3.55 2.89 3.47

Analisis Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F 5% Ket

Ulangan 4 5.43 1.36 1.83 3.01 tn

Perlakuan 4 56.88 14.22 19.14 3.01 *

Galat 16 11.89 0.74

Total 24 74.19

FK : 277.5556 KK : 46.26%

Keterangan tn : tidak nyata * : nyata

Gambar

Gambar 2. Koloni Jamur Helminthosporium spp pada media  PDA (Prematirosari, 2006)
Gambar 3. Gejala penyakit hawar daun (Damanik, 2010)
Gambar 4. Jamur T. harzianum di bawah mikroskop  (Gusnawaty et al., 2014)
Foto biakan jamur Helminthosporium spp. umur 6 HST pada media PDA yang  dicampur dengan biofungisida berbahan aktif Trichoderma harzianum
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dikarenakan tingkat inflasi yang terjadi di Kabupaten Jember memang mengalami fluktuatif atau perubahan dalam setiap tahunnya, peningkatan atau penurunan yang ada

Melalui penelitian ini penulis dapat mengidentifikasi karakteristik tipologi arsitektur kolonial Belanda pada rumah tinggal yang berada dikawasan Tikala dan bagaimana

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah hanya dilakukan di Yang Ming Marine Transport Corp Surabaya dengan variabel bebas yang digunakan adalah Kepemimpinan (K),

Premis 2 : Jika hasil ulangan baik, maka beberapa siswa dapat mengikuti seleksi perguruan tinggi.. Premis 3 : Semua siswa tidak dapat mengikuti seleksi

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis secara berturut-turut dapat ditunjukkan sebagai berikut: Hasil pengolahan data pada penelitian ini tidak terdapat pengaruh

Strategi diversifikasi dilakukan dengan portofolio optimal yang berarti keuntungan diperoleh dengan diversifikasi pada berbagai investasi, dengan jumlah sekuritas tertentu

[r]

Barang/Jasa sebagai Penyedia Barang seperti untuk Paket Pekerjaan tersebut pada kegiatan ini. adalah sebagai