• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Individu dan Sosial Ekonomi Keluarga Umur

Penelitian ini menggunakan contoh dari penelitian Dwiriani et al.

(2013). Umur contoh dalam penelitian ini antara 14-17 tahun sehingga termasuk ke dalam rentang usia remaja. Umur contoh di SMA Yogyakarta tidak ada yang 17 tahun sedangkan di SMA Padang terdapat contoh yang berumur 17 tahun (2.0 %). Sebaran contoh berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 3. Usia remaja awal yaitu 10-13 tahun, usia remaja pertengahan yaitu 14-17 tahun, dan usia remaja akhir yaitu 18-21 tahun (Hurlock 2004). Pada Tabel 3 tentang sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu dan asal SMA.

Jenis Kelamin

Proporsi antara laki-laki dan perempuan di kedua SMA sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3. Hal ini terjadi karena menggunakan data penelitian Dwiriani et al. (2013) yang mengusahakan proporsional pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan di masing-masing SMA.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu dan asal SMA Karakteristik

Individu

SMA Yogyakarta SMA Padang Total

n % n % n % Umur (Tahun) 14 5 5.1 10 9.9 15 7.5 15 70 71.4 65 64.4 135 67.8 16 23 23.5 24 23.8 47 23.6 17 0 0.0 2 2.0 2 1.0 Total 98 100 101 100 199 100 Jenis Kelamin Laki-laki 48 49.0 49 48.5 97 48.7 Perempuan 50 51.0 52 51.5 102 51.3 Total 98 100.0 101 100.0 199 100.0 Uang Jajan (Rp) < 10 000 48 49.0 26 25.7 74 37.2 ≥ 10 000 50 51.0 75 74.3 125 62.8 Total 98 100.0 101 100.0 199 100.0 Uang jajan

Secara keseluruhan, uang jajan contoh per hari berkisar antara Rp 1 000 - Rp 15 000 dengan median Rp 10 000. Contoh di SMA Yogyakarta dan Padang masing-masing berkisar antara Rp 1 000 – Rp 11 000 dan Rp 3 000 – Rp 15 000 dengan median berturut-turut Rp 10 000 dan Rp 10 000. Rata-rata uang saku lebih dari Rp 10 000 pada contoh di SMA Padang lebih banyak daripada di Yogyakarta. Kelompok contoh tersebut adalah berbeda nyata (p<0.05). Uang jajan pada kedua kelompok contoh yang lebih besar daripada Rp 10 000 kebanyakan memiliki ayah yang bekerja sebagai

11 PNS/ABRI/Polisi, karyawan swasta, dan profesi. Contoh di SMA Yogyakarta dan Padang yang memiliki uang jajan yang besar dapat diduga bahwa contoh menghabiskan uang jajan tersebut untuk membeli makanan yang lebih banyak misalnya karena kesibukkan orangtua.

Status Gizi

Status gizi merupakan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan utilisasi zat gizi makanan yang dapat diukur secara langsung ataupun tidak langsung (Gibson 2005). Pengukuran nilai z-score IMT/U dan TB/U dilakukan pada contoh dengan rentang usia 5-19 tahun berdasarkan standar WHO (2007). Sebaran contoh berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi status gizi dan asal SMA

Status gizi SMA Yogyakarta SMA Padang Total p

n % n % n % IMT/U Laki-Laki Sangat Kurus 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0.033 Kurus 2 4.2 8 16.3 10 10.3 Normal 27 56.2 30 61.2 57 58.8 Overweight 11 22.9 3 6.1 14 14.4 Obesitas 8 16.7 8 16.3 16 16.5 Total 48 100.0 49 100.0 97 100.0 Perempuan Sangat Kurus 0 0.0 1 1.9 1 1.0 Kurus 1 2.0 2 3.8 3 2.9 Normal 38 76.0 35 67.3 73 71.6 Overweight 8 16.0 9 17.3 17 16.7 Obesitas 3 6.0 5 9.6 8 7.8 Total 50 100.0 52 100.0 102 100.0 TB/U Laki-laki Severe stunting 1 2.1 1 2.0 2 2.1 0.992 Stunting 3 6.2 4 8.2 7 7.2 Normal 44 91.7 44 89.8 88 90.7 Total 48 100.0 4 100.0 97 100.0 Perempuan Severe stunting 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Stunting 4 8.0 7 13.5 11 10.8 Normal 46 92.0 45 86.5 91 89.2 Total 50 100.0 52 100.0 102 100.0

Konsumsi pangan merupakan faktor langsung yang dapat memengaruhi status gizi sehingga semakin baik kualitas konsumsi pangan maka status gizi contoh akan semakin normal (Lee et al. 2012). Tabel 14 menunjukkan bahwa presentase contoh overweight dan obesitas di Padang

12

1.26 kali lebih banyak dari Yogyakarta serta persentase contoh kurus dan sangat kurus di Padang 3.6 kali lebih banyak dari Yogyakarta. Persentase contoh severe stunting dan stunting di Padang 1.48 kali lebih sedikit dari Yogyakarta. Status gizi overweight contoh diduga diakibatkan dari konsumsi pangan yang berlebih. Hal ini sejalan dengan Hoffman et al.

(2000) bahwa keadaan konsumsi pangan secara ad libitum dapat mengakibatkan keadaan status gizi lebih. Keadaan status gizi kurang yaitu kurus pada contoh di SMA Yogyakarta dan Padang adalah keadaan yang dapat diduga oleh beberapa penyabab yang tampak yaitu kurangnya energi, zat gizi mikro, dan makro akan tetapi keadaan tersebut merupakan akumulasi dalam kurun waktu beberapa lama sehingga tidak bisa jika disimpulkan secara langsung (Fernald & Neufeld 2007).

Besar Keluarga

Besar keluarga adalah besar anggota dalam rumah tangga yang tinggal dalam satu lingkup rumah terdiri dari ayah, ibu, anak, dan kerabat lainnya yang hidup dari sumber penghasilan yang sama. Kisaran besar keluarga contoh di Yogyakarta adalah 3-8 orang dengan median 4 orang sedangkan besar keluarga contoh di Padang adalah 2-10 orang dengan median 5 orang (Tabel 4). Contoh di SMA Yogyakarta mempunyai besar keluarga lebih kecil daripada contoh di SMA Padang. Semakin banyak jumlah anggota keluarga dalam satu tempat tinggal maka dapat disimpulkan kebutuhan pangan yang harus dicukupinya semakin meningkat sehingga biaya yang diperlukan untuk memenuhinya semakin besar (Arisman 2009). Sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga dan asal SMA disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan sosial ekonomi keluarga dan asal SMA

Sosial ekonomi Keluarga

SMA Yogyakarta SMA Padang Total p

n % n % n % Besar Keluarga Kecil (≤4 orang) 51 52.0 39 38.6 90 45.2 0.05 Sedang (5-7 orang) 45 45.9 58 57.4 103 51.8 Besar (≥8 orang) 2 2.0 4 4.0 3 3.0 Total 98 100.0 101 100.0 199 100.0 Pendidikan Ayah < SMA 1 1 4 4 5 2.5 0.000 SMA 24 24.5 44 43.6 68 34.2 PT 73 74.5 53 52.4 126 63.3 Total 98 100.0 101 100.0 199 100.0 Pendidikan Ibu < SMA 1 1 5 5 6 3 0.092 SMA 29 29.6 37 36.6 66 33.2 PT 68 69.4 59 58.4 127 63.8 Total 98 100.0 101 100.0 199 100.0

13 Pendidikan Orangtua

Pendidikan orangtua contoh pada penelitian ini memiliki rentang antara Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Pendidikan ayah contoh di SMA Yogyakarta (74.5 %)yang menamatkan Perguruan Tinggi lebih besar daripada di Padang (52.4 %). Pendidikan orangtua ayah pada kedua kelompok contoh adalah nyata berbeda (p<0.05). Pendidikan orangtua ibu pada kedua kelompok contoh tidak berbeda nyata (p>0.05) tetapi pendidikan ibu contoh di SMA Yogyakarta (69.4) yang menamatkan Perguruan Tinggi lebih tinggi daripada di Padang (58.4). Pendidikan orangtua yang semakin tinggi dapat diduga akan menghasilkan pendapatan yang tinggi dan pengetahuan gizi yang bagus. Hurley et al. (2009) menyebutkan bahwa pendapatan yang rendah akan berakibat menurunnya skor HEI sehingga dapat diartikan bahwa skor HEI yang tinggi dapat berhubungan dengan pendapatan (Dubois et al. 2011).

Pekerjaan Orangtua

Pekerjaan orangtua adalah jenis pekerjaan utama ayah dan ibu untuk mendapatkan penghasilan bulanan. Pekerjaan yang baik akan mendapatkan penghasilan yang baik untuk memenuhi konsumsi pangan keluarganya. Pekerjaan ayah di SMA Yogyakarta sebagian besar adalah karyawan swasta sedangkan di SMA Padang sebagian besar adalah PNS/ABRI/Polisi. Sebagian besar contoh di SMA Yogyakarta (45.9 %) dan SMA Padang (46.5 %) memiliki ibu yang tidak bekerja yaitu sebagai ibu rumah tangga. Contoh di SMA Yogyakarta dan Padang memiliki ibu yang bekerja sebagai PNS/ABRI/Polisi. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua dan asal SMA dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua dan asal SMA Pekerjaan orangtua SMA Yogyakarta SMA Padang Total

n % n % n %

Pekerjaan Ayah

Tidak bekerja 3 3.1 2 2.0 5 2.5

Buruh & Jasa 2 2.0 9 8.9 11 5.5

PNS/ABRI/Polisi 22 22.4 40 39.6 62 31.2

Karyawan Swasta 32 32.7 21 20.8 53 26.6

Profesi (dokter, dosen) 11 11.2 9 8.9 20 10.1

Wirausaha & Lainnya 28 28.5 20 19.8 48 24.1

Total 98 100.0 101 100 199 100.0

PekerjaanIbu

Ibu rumah tangga 45 45.9 47 46.5 92 46.2

Buruh & Jasa 1 1.0 3 3.0 4 2.0

PNS/ABRI/Polisi 17 17.3 33 32.7 50 25.1

Karyawan swasta 10 10.2 4 4.0 14 7.0

Profesi (Dokter, dosen) 8 8.2 8 7.9 16 8.0

Wirausaha & Lainnya 17 17.3 6 5.9 13 11.5

14

Konsumsi Pangan, Intake Energi dan Zat Gizi Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan yang dihitung adalah konsumsi pangan aktual berdasarkan data recall 1x24 jam. Hoffman et al. (2010) menyebutkan bahwa konsumsi pangan yang baik adalah konsumsi pangan yang sesuai anjuran sehingga akan menyebabkan status gizi normal sebaliknya apabila konsumsi selalu di atas angka anjuran maka status gizi akan cenderung berlebih. Tabel 6 menunjukkan bahwa konsumsi nasi contoh di SMA Yogyakarta menyumbang energi yang sangat besar, sedangkan untuk protein banyak disumbang dari konsumsi daging sapi dan olahannya, daging ayam, telur, dan makanan lainnya. Konsumsi nasi contoh di SMA Padang (Tabel 7) juga menyumbang energi yang paling besar, sedangkan untuk konsumsi sumber protein yang paling tinggi didapatkan dari makanan lainnya. Kedua kelompok contoh kurang mengonsumsi buah-buahan dan sayuran yaitu terlihat dari jumlah berat (gram) yang ada pada kedua tabel. Konsumsi yang paling banyak yang merupakan bahan makanan lainnya adalah minuman bersoda, sprite, cola, dan lainnya. Sebaran rata-rata konsumsi pangan dan intake zat gizi contoh di SMA Yogyakarta (g/orang/hari) dapat dilihat pada Tabel 7 dan rata-rata konsumsi pangan dan

intake zat gizi contoh di SMA Padang (g/orang/hari) dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 7 Rata-rata konsumsi pangan dan intake energi dan zat gizi contoh di SMA Yogyakarta (orang/hari)

Bahan Berat Energi Protein Lemak KH Ca Fo Fe Vit A Vit C

Makanan (gram) (Kal) (g) (g) (g) (mg) (mg) (mg) (RE) (mg)

Nasi 376.3 715 8.4 1.8 148.0 18.7 72.6 2.0 0.0 0.0

Mie 54.7 73 2.4 1.0 13.4 5.4 26.3 0.4 0.2 0.0

Roti 17.3 46 1.5 0.5 8.6 3.6 18.6 0.2 0.8 0.0

Wafer dan biscuit 2.2 8 0.1 0.2 1.5 1.0 0.7 0.0 0.3 0.0

Kerupuk 7.4 24 0.2 0.2 5.7 1.9 5.1 0.1 0.4 1.7

Kentang 11.8 33 0.5 2.1 3.3 1.7 11.1 0.1 0.1 1.3

Kacang-kacangan 4.4 8 0.4 0.3 0.9 2.3 9.5 0.1 1.1 0.3

Tempe dan Tahu 49.8 119 6.8 8.3 4.5 64.8 14.0 3.2 0.8 0.0

Daging sapi dan olahannya 12.2 19 1.5 1.1 0.5 1.6 11.2 0.3 0.5 0.2

Daging ayam dan olahannya 75.6 133 10.8 9.0 1.6 6.7 91.0 0.7 56.6 0.1

Telur 35.2 68 4.4 5.2 0.7 18.8 61.5 0.9 111.1 0.1 Ikan 18.6 38 4.4 2.2 0.0 20.9 44.3 0.3 4.3 0.0 Sayuran 38.0 14 0.5 0.4 2.2 16.2 10.5 0.4 164.1 8.1 Buah-buahan 37.0 20 0.2 0.2 3.9 4.6 5.0 0.2 10.6 8.9 Gula 18.9 63 0.4 0.0 15.8 8.4 9.6 0.1 0.0 0.0 Susu 66.1 140 4.3 4.4 20.8 177.7 133.2 1.8 44.2 9.3 Santan 0.4 0 0.0 0.0 0.0 0.1 0.1 0.0 0.0 0.0 Minyak 3.7 34 0.0 3.7 0.0 0.0 0.0 0.0 315.2 0.0

Mentega dan olahannya 7.7 1708 54.4 50.6 240.9 420.5 539.8 14.0 715.3 30.3

Lainnya 23.5 341 16.6 3.0 100.4 482.6 291.8 7.5 39.9 8.3

Tabel 8 Rata-rata konsumsi pangan dan intake energi dan zat gizi contoh di SMA Padang (orang/hari)

Bahan Berat Energi Protein Lemak KH Ca Fo Fe Vit A Vit C

Makanan (gram) (Kal) (g) (g) (g) (mg) (mg) (mg) (RE) (mg)

Nasi 340.6 648 7.7 2.1 132.5 17.1 64.7 1.8 0.4 0.0

Mie 24.3 63 1.2 2.4 9.1 3.0 6.2 0.2 0.0 0.1

Roti 14.0 38 1.2 0.4 7.4 1.5 14.1 0.1 0.0 0.0

Wafer dan biscuit 3.7 12 0.2 0.3 2.3 1.9 1.6 0.0 0.5 0.0

Kerupuk 6.7 20 0.4 0.6 4.4 4.6 10.3 0.1 0.8 3.0

Kentang 10.5 7 0.2 0.0 1.7 1.0 5.0 0.1 0.0 1.5

Kacang-kacangan 5.1 14 0.6 0.9 1.1 2.5 10.0 0.1 0.1 0.1

Tempe dan Tahu 24.6 45 2.5 3.4 1.3 28.1 3.4 0.9 0.0 0.0

Daging sapi dan olahannya 12.6 22 2.3 0.9 0.6 2.0 12.9 0.4 0.3 0.1

Daging ayam dan olahannya 47.7 86 6.9 5.8 1.2 4.5 60.2 0.4 30.8 0.0

Telur 23.0 66 3.3 5.5 1.2 13.2 45.2 0.7 87.8 0.3 Ikan 40.1 52 6.0 3.0 0.0 15.5 76.3 0.3 7.2 0.2 Sayuran 19.4 11 0.6 0.5 1.3 9.8 10.6 0.3 37.5 3.3 Buah-buahan 37.6 25 0.3 0.2 4.9 4.4 5.4 0.1 8.0 5.4 Gula 2.7 10 0.1 0.0 2.5 1.0 1.1 0.0 0.0 0.0 Susu 65.7 147 5.2 5.7 18.7 225.9 156.1 1.9 84.8 8.6 Santan 5.2 9 0.1 0.8 1.0 2.5 2.1 0.0 0.1 0.2 Minyak 2.2 19 0.0 2.2 0.0 0.0 0.0 0.0 133.4 0.0

Mentega dan olahannya 2.7 1363 41.4 39.2 195.4 368.5 490.4 8.4 399.0 22.9

Lainnya 17.8 261 15.9 4.7 74.7 526.1 265.2 8.6 83.0 3.2

17 Intake Energi dan Zat Gizi

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi adalah zat gizi aktual yang dikonsumsi oleh seseorang yang dibandingkan dengan kecukupan gizinya dalam keadaan sehat. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi (TKG) dapat menggambarkan kuantitas konsumsi pada seseorang yang dapat dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, aktivitas, tinggi badan, berat badan, hamil, dan menyusui (Gibson 2005). Tingkat kecukupan energi dan zat gizi diperoleh dari hasil recall responden yang dibandingkan dengan AKG. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi serta asal SMA dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi serta asal SMA

Energi dan zat gizi

SMA Yogyakarta SMA Padang

intake TKG (%) intake TKG (%) Energi 2049±890a 88.1±36.7 1624±840b 70.0±36 Protein 71.0 (13.9, 243)a 103.6 (20.2,337) 57.3 (9.6,186)b 83.6 (14.0 , 258) Lemak 53.6±35.1a 68.8±43.3 43.8±27b 56.8±35 Karbohidrat 341.3 (91.9, 785)a 106.6 (31.5, 269) 270.1 (39.1, 788)b 84.7 (11.5, 228.5) Kalsium 903.1(14.8,5022)a 75.3(1.2,419) 894.7(31.6,4245)a 74.6(2.6,354) Fosfor 831.6(127,2962)a 69.3(10.6,247) 755.6(82,2463)a 63.0(7,205) Zat Besi 21.5(2.6,87)a 105.5(10,464) 17.0(1.2,71)b 81.5(4.7,375) Vitamin A 755.2(23.7,3801)a 125.9(3.9,634) 482.0(4.1,2268)b 80.3(0.7,378) Vitamin C 38.6(0,236.3)a 53.5(0,364) 26.1(0,167)b 36.1(0,199,7)

a

Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang beda adalah berbeda nyata (p<0.05)

Contoh di SMA Yogyakarta memiliki intake energi, protein, lemak, karbohidrat, zat besi, vitamin A, dan vitamin C nyata relatif lebih tinggi daripada contoh di Padang (p<0.05). Intake vitamin A kelompok contoh diduga banyak berasal dari makanan yang digoreng dengan menggunakan minyak goreng kelapa sawit.

Hasil Riskesdas (2010) menunjukkan bahwa tingkat rata-rata kecukupan energi usia 13-15 tahun di DIY dan Padang memiliki rata-rata sebesar 71.3 % dan 77.8 % dengan konsumsi kurang dari 70 % sebesar 59.2 % dan 46.3 %. Rata-rata tingkat kecukupan protein usia 13-15 tahun di DIY dan Padang memiliki rata-rata sebesar 95.7 % dan 49.4 % dengan konsumsi kurang dari 80 % sebesar 38.4 % dan 35.5 %. Hasil penelitian ini munjukkan hasil yang tinggi pada tingkat kecukupan energi di DIY daripada hasil Riskesdas sedangkat tingkat kecukupan energi di Padang menunjukkan hasil lebih yang lebih rendah sedangkan presentase tingkat kecukupan protein di DIY dan Padang menunjukkan hasil yang lebih tinggi daripada hasil Riskesdas (2010).

Hasil Riskesdas (2010) menunjukkan bahwa tingkat rata-rata kecukupan energi usia 16-18 tahun di DIY dan Padang memiliki rata-rata sebesar 73.8 % dan 76.4 % dengan konsumsi kurang dari 70 % sebesar 60.7 % dan 47.1 %. Rata-rata tingkat kecukupan protein usia 16-18 tahun di DIY dan Padang memiliki rata-rata 96.4 % dan 109.4 % dengan konsumsi kurang dari 80 % sebesar 45.1 % dan 55.4 %. Hasil tingkat kecukupan protein di

18

DIY pada penelitian ini lebih tinggi sedangkan di Padang menunjukkan hasil yang lebih rendah. Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro serta asal SMA

Kategori tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro

SMA Yogyakarta SMA Padang Total n % n % n % Energi Defisit 64 65.3 74 73.3 138 69.3 Normal 17 17.3 17 16.8 34 17.1 Kelebihan 17 17.3 10 9.9 27 13.6 Total 98 100.0 101 100.0 199 100.0 Protein Defisit 54 51.5 61 60.4 115 57.8 Normal 16 16.3 17 16.8 33 16.6 Kelebihan 28 28.6 23 228 51 25.6 Total 98 100.0 101 100.0 199 100.0 Lemak Defisit 81 82.7 83 82.2 164 82.4 Normal 7 7.1 10 9.9 17 8.5 Kelebihan 10 10.2 8 7.9 18 9.0 Total 98 100.0 101 100.0 199 100.0 Karbohidrat Defisit 42 42.9 63 62.4 105 52.8 Normal 27 27.6 18 17.8 45 22.6 Kelebihan 30 30.6 21 20.8 51 25.6 Total 98 100.0 101 100.0 199 100.0 Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa kedua kelompok contoh > 65 % defisit energi, > 55 % defisit protein, > 80 % defisit lemak, dan > 40 % defisit karbohidrat. Keadaan defisit energi, protein, dan karbohidrat contoh di SMA Yogyakarta lebih rendah daripada di Padang sedangkan lemak relatif proporsional. Kelebihan karbohidrat di SMA yogyakarta lebih tinggi daripada di Padang. Keadaan tersebut dapat diduga sebagai pemicu obesitas. Keadaan defisit energi dan zat gizi diduga dapat terjadi karena kurangnya konsumsi pangan daripada aktivitas yang dilakukan. Oleh karena itu diperlukannya konsumsi pangan yang cukup baik kualitas dan kuantitasnya, beragam, dan bergizi.

Kekurangan energi dan zat gizi makro tingkat berat dapat mengakibatkan pertumbuhan remaja terganggu. Terganggunya pertumbuhan tersebut karena apabila dibiarkan tanpa adanya perbaikkan pola konsumsi maka energi dan zat gizi makro cadangan dalam tubuh dipakai tubuh untuk bermetabolisme. Kekurangan tersebut diduga dapat terjadi karena kurangnya konsumsi pangan daripada aktivitas yang dilakukan. Akibat serius dari keadaan ini adalah tubuh akan mengalami keseimbangan energi dan zat gizi makro yang negatif yang berefek pada penurunan berat badan, tinggi badan, dan gangguan pembentukkan jaringan tubuh. Oleh karena itu diperlukannya konsumsi pangan yang cukup baik kualitas dan kuantitasnya, beragam, dan bergizi. Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan zat gizi mikro dan asal SMA dapat dilihat pada Tabel 11.

19 Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan zat gizi

mikro dan asal SMA Kategori tingkat

kecukupan zat gizi mikro

SMA Yogyakarta SMA Padang Total n % n % n % Kalsium Kurang 73 74.5 63 62.4 136 68.3 Cukup 25 25.5 38 37.6 63 31.7 Total 98 100.0 101 100.0 199 100.0 Fosfor Kurang 64 65.3 71 70.3 135 67.8 Cukup 34 34.7 30 29.7 64 32.2 Total 98 100.0 101 100.0 199 100.0 Besi Kurang 62 63.3 61 60.4 123 61.8 Cukup 36 36.7 40 39.6 76 38.2 Total 98 100.0 101 100.0 199 100.0 Vitamin A Kurang 48 49.0 68 67.3 116 58.3 Cukup 50 51.0 33 32.7 83 41.7 Total 98 100.0 101 100.0 199 100.0 Vitamin C Kurang 78 79.6 89 88.1 167 83.9 Cukup 20 20.4 12 11.9 32 16.1 Total 98 100.0 101 100.0 199 100.0 Pada Tabel 11 dapat diketahui bahwa pada kedua kelompok contoh > 60 kurang kalsium, > 60 % kurang fosfor, > 60 % kurang zat besi, dan > 65 % kurang vitamin C sedangkan contoh di Yogyakarta sebanyak 51 % cukup vitamin A. Kekurangan zat gizi mikro pada contoh diduga karena pangan yang dikonsumsi contoh kurang mengandung sumber kalsium, fosfor, dan zat besi. Sedangkan kekurangan vitamin C dapat diduga karena kurangnya konsumsi buah-buahan dan sayuran. Oleh karena itu kelompok contoh dianjurkan untuk memilih menu hewani sumber kalsium, fosfor, dan zat besi serta menu sayuran dan buah-buahan yang merupakan sumber vitamin.

Kualitas Konsumsi Pangan Mean Adequacy Ratio (MAR)

Mean adequacy ratio adalah hasil dari pembagian tingkat

kecukupan energi dan zat gizi atau NAR (Nutrient Adequacy Ratio) dengan jumlah jenis zat gizi yang dihitung (Gibson 1990). Nilai MAR maksimal adalah 100 sehinga apabila ada nilai lebih dari 100 maka akan dibulatkan menjadi 100. Skor MAR yang mendekati 100 berarti bahwa kualitas konsumsi pangan yang baik. Dalam penelitian ini membagi skor MAR ke dalam tiga kategori yaitu baik, cukup, dan kurang. Sebaran contoh berdasarkan skor MAR di SMA Yogyakarta dan Padang dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan skor MAR dan asal SMA

Skor SMA Yogyakarta SMA Padang Rata-rata

MAR 64.3 ± 19.7a 56.2 ± 24.9b 60.2 ± 22.8

20

Skor MAR di SMA Yogyakarta nyata lebih tinggi (p<0.05) daripada di Padang. Hal ini mengidentifikasikan bahwa konsumsi pangan contoh di SMA Yogyakarta lebih beragam dalam menyumbang zat gizi daripada contoh di Padang. Hasil penelitian Lativa (2013) menyebutkan bahwa rata-rata skor MAR remaja usia 13-18 tahun di Bogor adalah 62.0 ± 25.9. Skor MAR di SMA Yogyakarta lebih tinggi daripada hasil tersebut sedangkan skor MAR di Padang lebih rendah.

Dapat diduga faktor yang dapat memengaruhi kualitas konsumsi pangan adalah kesadaran akan pemilihan pangan yang akan dikonsumsinya (Manjiang et al. 2003; Arisman 2009). Nilai MAR yang melebihi 100 dibulatkan ke 100 karena supaya zat gizinya saling menggantikan nilai NAR zat gizi yang di bawah 100 (Gibson 1990). Penelitian ini mengkatagorikan skor MAR dalam tiga kategori yaitu kurang, sedang, dan baik. Sebaran contoh berdasarkan kategori MAR di SMA Yogyakarta dan Padang. Sebaran contoh berdasarkan kategori MAR dan asal SMA disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kategori skor MAR dan asal SMA

Kategori SMA Yogyakarta SMA Padang Total

MAR n % n % n % Sangat kurang 31 31.6 45 44.6 76 38.2 Kurang 25 25.5 22 21.8 47 23.6 Sedang 23 23.5 19 18.8 42 21.1 Baik 19 19.4 15 14.9 34 17.1 Total 98 100.0 101 100.0 199 100.0

Tabel 13 menunjukkan bahwa persentase kategori skor MAR yang sangat kurang dan kurang di SMA Yogyakarta (57.1 %) lebih sedikit daripada di Padang (66.4 %). Kategori baik di SMA Yogyakarta (19.4 %) lebih tinggi dariapada Padang (14.9 %). Hal ini dapat menjadi gambaran bahwa kualitas konsumsi pangan di SMA Yogyakarta lebih baik daripada di Padang. Secara keseluruhan skor MAR yang tergolong buruk adalah hampir dari setengah total contoh pada kedua kelompok. Lee et al. (2012) menyatakan bahwa kualitas konsumsi pangan pada contoh yang baik akan memengaruhi status gizi.

Healthy Eating Index (HEI)

Status gizi dapat dipengaruhi secara langsung oleh konsumsi pangan dan infeksi. Konsumsi dapat diukur secara kuantitas dan kualitas.

Healthy eating index merupakan salah satu alat ukur kualitas konsumsi pangan dapat digunakan dengan menghitung porsi makanan yang dikonsumsi (Kennedy 2008). Pengembangan HEI berpedoman pada dietary guidelines pada setiap negara seperti Amerika, Australia, dan Thailand. Penyusunan HEI Indonesia adalah penjabaran dari Pedoman umum gizi seimbang (PUGS) yang ada. Prinsip penyusunan HEI Indonesia adalah pembuatan kriteria porsi pada setiap kompenen makanan yang sesuai dengan PUGS yang mengacu pada Kennedy (2008) dengan modifikasi.

21

Healthy eating index (HEI) adalah skor kualitas pangan yang dikonsumsi seseorang yang menggambarkan seberapa baik konsumsi pangannya dan berpengaruh pada status gizi (USDA 1995; Kennedy 2008). Kompenen dari healthy eating index terdiri dari sepuluh kompenen yang akan diolah menjadi skor yang menghasilkan kualitas konsumsi pangan contoh. Penilaian dari setiap komponen yang sesuai anjuran diberikan skor 10 sedangkan yang tidak sesuai anjuran bernilai nol (0) hal dapat berarti bahwa konsumsi pangan contoh melebihi batas anjuran ataupun contoh tidak mengonsumsi makanan tersebut namun pada penelitian ini dilakukan modifikasi dalam system skoring yaitu pada kriteria porsi berada pada kisaran tertinggi maka diberi skor 10. Hal ini berlaku juga pada kriteria porsi terendah (pembobotan porsi).

Terdapat perbedaan konsumsi antara contoh di SMA Yogyakarta dan Padang yaitu pada kompenen sayuran, protein nabati, dan keragamannya yang menunjukkan nilai lebih besar contoh di SMA Yogyakarta daripada Padang. kelompok contoh tersebut adalah terdapat hasil nyata berbeda pada kualitas konsumsi kompenen sayuran, protein nabati, dan keragamannya di SMA Yogyakarta dan Padang sedangkan untuk kompenen lainnya menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05). Total HEI contoh di SMA Yogyakarta lebih besar yaitu 31.3±7.9 daripada contoh di SMA Padang yaitu 27.9±8.5. Total skor HEI kedua kelompok contoh tersebut adalah nyata berbeda (p<0.05). Skor HEI dalam satuan porsi berdasarkan kompenen dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Skor healthy eating index dalam satuan porsi berdasarkan kompenen

Kompenen SMA Yogyakarta SMA Padang

Sumber KH 5.8 (0.0, 10.0)a 5.1±2.9a

Sayuran 1.3 (0.0, 10.0)a 0.7 (0.0, 7.3)b

Buah-buahan 0.0 (0.0, 5.8)a 0.0 (0.0, 9.6)a

Protein Hewani 4.6 (0.0, 10.0)a 4.8 (0.0, 10.0)a

Protein Nabati 1.7 (0.0, 10.0)a 0.0 (0.0, 10.0)b

Total Lemak 9.7 (0.0, 10.0)a 7.1 (0.0, 10.0)a

Keragaman 10.0 (5.0, 10.0)a 10.0 (5.0, 10.0)b

Total 31.3±7.9a 27.9±8.5b

a

Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang beda adalah beda nyata (p<0.05)

Keragaman konsumsi contoh di SMA Yogyakarta dan Padang adalah nyata berbeda dibuktikan dengan skor rata-rata HEI dikedua kelompok contoh. Total skor HEI kedua kelompok contoh di SMA Yogyakarta nyata lebih besar daripada Padang (p<0.05). Konsumsi Sayuran dan buah-buahan contoh di SMA Yogyakarta dan Padang adalah kurang beragam sehingga harus ditingkatkan lagi. Konsumsi sayuran dan buah-buahan merupakan hal yang sangat penting karena sumber vitamin dan mineral yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsi-fungsi fisiologis (Ritchie et al. 2010). Konsumsi protein nabati pada kedua kelompok contoh juga tergolong kurang beragam yaitu di Yogyakarta nyata lebih tinggi daripada Padang (p<0.05).

22

Konsumsi yang kurang dari anjuran harus lebih ditingkatkan lagi adalah konsumsi sayuran, buah-buahan, dan protein nabati pada contoh. Oleh karena itu penambahan menu buah-buahan, sayuran, dan sumber protein nabati pada contoh harus ditingkatkan. Konsumsi protein nabati contoh yang kurang dapat menyebabkan contoh di Yogyakarta dan Padang berisiko menderita anemia gizi besi (Semba et al. 2010) Berikut disajikan Tabel 15 tentang sebaran contoh berdasarkan kategori total skor HEI.

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan kategori skor healthy eating index dan asal SMA

Kategori SMA Yogyakarta SMA Padang Total

HEI n % n % n %

Buruk 73 74.5 82 81.2 155 77.9 Sedang 25 25.5 19 18.8 44 22.1 Total 98 100.0 101 100.0 199 100.0

Kategori HEI buruk di SMA Yogyakarta (74.5 %) lebih rendah daripada di Padang (81.2 %) sedangkan total kategori buruk adalah lebih dari 70 % contoh. Hasil penelitian Oldewage-Theron dan Kruger (2011) menyebutkan bahwa ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan makanan dari anjuran dapat diakibatkan oleh keadaan sosial ekonomi yang rendah dan terbatasnya akses pangan.

Konsumsi yang berlebih dari anjuran HEI contoh di SMA Yogyakarta dan Padang bahwa konsumsi aktual melebihi AKG (2013) yaitu pada sumber karbohidrat, protein hewani, protein nabati, total lemak, total dan gula. Kelebihan asupan karbohidrat, protein hewani, lemak, dan gula akan disimpan dalam tubuh sebagai cadangan makanan sehingga apabila keadaan ini berlangsung lama dan terakumulasi maka akan mengakibatkan status gizi kelebihan berat badan (Khasnutdinova & Grjibovski 2010). Sebaran contoh berdasarkan konsumsi yang berlebih dan kurang dari anjuran HEI dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi yang berlebih dan kurang dari anjuran HEI dan asal SMA

Lebih dari anjuran Kurang dari anjuran Kompenen SMA Yogyakarta SMA Padang SMA Yogyakarta SMA Padang

n % n % n % n % Sumber KH 19 19.4 9 8.9 1 1.0 0 0.0 Sayuran 0 0.0 0 0.0 29 29.6 41 40.6 Buah-buahan 0 0.0 0 0.0 71 72.4 79 78.2 Protein Hewani 36 36.7 40 39.6 3 3.1 2 2.0 Protein Nabati 3 3.1 3 3.0 35 35.7 60 59.4 Total Lemak 15 15.3 12 11.9 7 7.1 0 0.0 Keragaman 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Kompenen pangan yang kurang dikonsumsi secara umum meliputi sumber sayuran, buah-buahan, protein nabati, dan total gula. Kurangnya konsumsi sayuran dan buah-buahan pada masa remaja dapat mengakibatkan kurang vitamin, mineral, dan serat. Apabila dibiarkan tanpa adanya perilaku perubahan makan maka akan terjadi keadaan kurang gizi (Patrick & Nicklas

Dokumen terkait