• Tidak ada hasil yang ditemukan

Healthy Eating Index Remaja di Kota Yogyakarta dan Padang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Healthy Eating Index Remaja di Kota Yogyakarta dan Padang"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

HEALTHY EATING INDEX

REMAJA DI KOTA

YOGYAKARTA DAN PADANG

YOGA HENDRIYANTO

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Healthy Eating Index Remaja di Kota Yogyakarta dan Padang adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulisan lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftra Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Yoga Hendriyanto

(4)
(5)

ABSTRAK

YOGA HENDRIYANTO. Healthy Eating Index Remaja di Kota Yogyakarta dan Padang. Dibimbing oleh LILIK KUSTIYAH dan CESILIA METI DWIRIANI.

Remaja rentan terhadap masalah kekurangan maupun kelebihan gizi. Salah satu faktor penyebab masalah tersebut adalah kualitas konsumsi pangan yang dapat diukur dengan healthy eating index (HEI) dan mean adequacy ratio (MAR). Tujuan penelitian ini adalah mempelajari hubungan karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan kualitas konsumsi pangan remaja di Yogyakarta dan Padang. Data konsumsi diperoleh dari recall 1x24 jam. Skor MAR termasuk kategori kurang (61.8 %), sedang (21.1 %), dan baik (17.1 %). Skor HEI konsumsi contoh termasuk kategori buruk (77.9 %). Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan positif antara pendidikan ayah dan ibu dengan skor HEI dan MAR (p<0.05), hubungan signifikan positif antara pendidikan ayah dan ibu (p<0.05), dan hubungan signifikan antara sumber karbohidrat dengan status gizi IMT/U (p<0.05).

Kata kunci: healthy eating index, kualitas konsumsi, mean adequacy ratio.

ABSTRACT

YOGA HENDRIYANTO. Healthy Eating Index of Adolescent in Yogyakarta and Padang. Supervised by LILIK KUSTIYAH and CESILIA METI DWIRIANI.

Adolescent can result about nutrition problem over or low. The direct cause of problem was dietary intake. There are several indicators of consumption quality, two of them are healthy eating index (HEI) and mean adequacy ratio (MAR). The purpose of this study was to determine the relationship between consumption quality (HEI and MAR) and nutritional status of adolescent in Yogyakarta and Padang. Food consumption data were collected by 24 h recall. Based on mean adequacy ratio (MAR) showed that 61.8 %, 21.1 %, and 17.1 % subjects were categorized as poor, medium, and good, respectively. HEI score category were poor (77.9 %). There were significant correlation between father's and mother’s education and score of HEI and MAR, father’s education and mother’s education (p<0.05), and source of carbohydrate and nutritional status (BMI/A) (p<0.05).

(6)
(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

HEALTHY EATING INDEX

REMAJA DI KOTA

YOGYAKARTA DAN PADANG

YOGA HENDRIYANTO

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(10)
(11)

Judul : Healthy Eating Index Remaja di Kota Yogyakarta dan Padang

Nama : Yoga Hendriyanto NIM : I14100099

Disetujui oleh

Dr Ir Lilik Kustiyah MSi Pembimbing I

Dr Ir Cesilia Meti Dwiriani MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Rimbawan Ketua Departemen

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya tulis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Agustus 2014 ini ialah kualitas konsumsi pangan dengan judul Healthy

Eating Index Remaja di Kota Yogyakarta dan Padang. Ucapan terima kasih

penulis aturkan kepada:

1. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si dan Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani,M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah bersedia membimbing dan membantu penulis.

2. Program Beasiswa Bidik Misi DIKTI, Kemendikbud tahun 2010 sehingga penulis dapat menempuh Prodi Ilmu Gizi (S1) IPB.

3. Seluruh pihak yang terkait yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan kontribusinya dalam penulisan dan pembuatan skripsi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR GAMBAR xvii

DAFTAR LAMPIRAN xvii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan 2

Manfaat 3

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 5

Desain, Lokasi dan Waktu 5

Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh 5

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Karakteristik Individu dan Sosial Ekonomi Keluarga 9 Konsumsi Pangan dan Intake Energi dan Zat Gizi 13

Kualitas Konsumsi Pangan (MAR dan HEI) 19

Hubungan antara Karakteristik Contoh dan Sosial Ekonomi Keluarga

dengan Kualitas Konsumsi 23

SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 30

(16)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data 6

2 Komponen Indonesia Healthy Eating Index 8

3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu dan asal SMA 10 4 Sebaran contoh berdasarkan status gizi dan asal SMA 11 5 Sebaran contoh berdasarkan sosial ekonomi keluarga dan asal

SMA 12

6 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua dan asal SMA 14 7 Rata-rata konsumsi pangan dan intake energi dan zat gizi contoh

di SMA Yogyakarta (orang/hari) 15

8 Rata-rata konsumsi pangan dan intake energi dan zat gizi contoh

di SMA Padang (orang/hari) 16

9 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi serta asal SMA 17 10 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupam energi

dan zat gizi makro serta asal SMA 18

11 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan zat gizi

mikro dan asal SMA 19

12 Sebaran contoh berdasarkan skor MAR dan asal SMA 19 13 Sebaran contoh berdasarkan kategori skor MAR dan asal SMA 20 14 Skor healthy eating index dalam satuan porsi berdasarkan

komponen 21

15 Sebaran contoh berdasarkan kategori skor healthy eating index

dan asal SMA 22

16 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi yang berlebih dan kurang

dari anjuran HEI dan asal SMA 22

17 Korelasi antara skor HEI dengan MAR 23

18 Sebaran contoh berdasarkan skor HEI dan MAR dengan status gizi serta asal SMA

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran healthy eating index remaja di Yogyakarta

dan Padang 4

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sebaran contoh berdasarkan tabulasi silang antara karakteristik

contoh dan skor HEI serta asal SMA 30

2 Sebaran contoh berdasarkan tabulasi karakteristik contoh dan

besar MAR serta asal SMA 31

3 Sebaran contoh berdasarkan tabulasi silang sosial ekonomi

keluarga dan skor HEI di SMA Yogyakarta 32

4 Sebaran contoh berdasarkan tabulasi silang sosial ekonomi

(17)

5 Sebaran contoh berdasarkan sosial ekonomi keluarga dan MAR di

SMA Yogyakarta 34

6 Sebaran contoh berdasarkan tabulasi sosial ekonomi keluarga dan

skor MAR di SMA Padang 35

7 Sebaran contoh berdasarkan tabulasi status gizi dan skor HEI

serta asal SMA 36

8 Sebaran contoh berdasarkan tabulasi status gizi dan skor MAR

serta asal SMA 37

9 Uji hubungan 38

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Remaja merupakan generasi penerus yang akan menentukan kualitas bangsa di masa depan. Pada masa remaja terjadi perubahan, yaitu pubertas dan perkembangan tubuh atau perubahan fisik misalnya perubahan ukuran berat badan dan tinggi badan (Arisman 2009). Perubahan fisik tersebut menyebabkan remaja membutuhkan asupan zat gizi yang baik. Konsumsi pangan yang berkualitas dapat menyebabkan asupan zat gizi terpenuhi sehingga menjadikan remaja mendapatkan status gizi yang normal.

Permasalahan gizi yang dialami oleh remaja usia sekolah di negara maju dan berkembang adalah status gizi lebih dan status gizi kurang. Indonesia merupakan negara berkembang dan saat ini mengalami double burden malnutrition yaitu status gizi lebih dan masih terdapat masalah gizi kurang terjadi secara bersamaan. Keadaan tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya pemenuhan kecukupan energy dan zat gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik, pendidikan dan pengetahuan tentang gizi, dan riwayat penyakit yang pernah diderita. Menurut Arisman (2009) faktor yang memengaruhi konsumsi pangan yang berdampak pada status gizi pada usia remaja adalah lingkungan, sosial-budaya, dan aktivitas fisik. Hasil Riskesdas (2010) status gizi kurang dan lebih pada remaja usia 13-15 tahun adalah 31.2 % pendek, 8.9 % kurus, dan 1.4 % gizi lebih (Depkes 2010).

Status gizi lebih dan kurang dapat menimbulkan berbagai konsekuensi kesehatan, sosial, dan ekonomi apabila tidak dapat ditangani dengan baik oleh pemerintah. Status gizi kurang dapat berdampak pada kurangnya kualitas sumber daya manusia yang ada sehingga berdampak pada mundurnya pembangunan. Jørgensen et al. (2006) menyebutkan kejadian kegemukan berhubungan dengan peningkatan kardio vaskuler dan metabolisme. Dari segi sosial, kegemukan akan berdampak terhadap perasaan rendah diri, kelambanan bergerak, dan malu bergaul.

(20)

2

Perumusan Masalah

Gizi makro dan mikro merupakan kompenen yang sangat penting untuk pertumbuhan, perkembangan, aktivitas, dan daya tahan tubuh, termasuk bagi anak-anak dan remaja. Siklus kehidupan manusia pada masa anak dan remaja merupakan masa yang relatif pendek tetapi sarat dengan proses pertumbuhan dan perkembangan sehingga menempati posisi yang penting. Baik buruknya pemenuhan gizi pada masa anak-anak dan remaja dapat menentukan banyak faktor seperti tingkat kesehatan, prestasi di sekolah, intelektualitas, dan produktivitas kerja. Salah satu indikasi kejadian kurang gizi pada anak-anak dan remaja adalah akumulasi keadaan gizi yang diberikan sejak balita atau pola makan yang tidak sesuai anjuran. Status gizi kurang adalah salah satu penyebab menurunnya IQ (Coly et al. 2006) sedangkan usia remaja apabila terjadi kualitas pola makan yang berlebihan (ad libitum) yang tidak diimbangi aktivitas fisik secara teratur maka akan terjadi kelebihan berat badan atau obesitas (Hoffman et al. 2000).

Kejadian kelebihan berat badan atau obesitas pada remaja sekolah menengah atas disebabkan oleh berbagai faktor yang lebih kompleks dibandingkan pada anak-anak. Hal ini terutama disebabkan remaja merupakan salah satu kelompok yang sudah banyak dipengaruhi oleh faktor luar yang memengaruhi kecukupan gizinya misalnya lingkungan (perkotaan, desa, kemajuan zaman, dan lainnya) dan gaya hidup (makanan fast food, body image, kurangnya makan sayur dan buah). Healthy Eating Index dapat memberikan gambaran seberapa baik pengonsumsian pangan yang dilakukan oleh remaja, yaitu semakin beragam pangan yang dikonsumsinya skor HEI (Healthy Eating Index) akan semakin tinggi (sesuai dengan anjuran PUGS) dan apabila skor HEI (Healthy Eating Index) terlalu rendah maka kualitas konsumsinya akan sangat buruk. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan skor Healthy Eating Index dengan risiko obesitas pada remaja Sekolah Menengah Atas pada dua kota yang berbeda yaitu Yogyakarta dan Padang.

Tujuan

Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan kualitas konsumsi pangan (Healthy Eating Index) dengan status gizi pada remaja di Kota Yogyakarta dan Padang.

Tujuan Khusus

1. Mengkaji karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, besar uang jajan, dan status gizi) dan sosial ekonomi keluarga (besar keluarga, pendidikan orangtua, dan pekerjaan orangtua).

(21)

3 4. Menganalisis hubungan antara karakteristik contoh dan sosial

ekonomi keluarga dengan kualitas konsumsi (MAR dan HEI). Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan tambahan pengetahuan dan informasi mengenai kualitas konsumsi pangan pada remaja. Bagi pemerintah penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi atau masukan untuk mengambil kebijakan. Selain itu juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu dan menjadi landasan bagi pengembangan penelitian-penelitian sejenis.

KERANGKA PEMIKIRAN

Konsumsi pangan pada remaja selain memerhatikan jumlah yang dikonsumsi harus dilihat juga kualitas atau keragaman konsumsi pangannya. Pola konsumsi pangan yang baik menghasilkan status gizi yang normal. Kualitas konsumsi pangan dapat diukur dengan mean adequacy ratio

(22)

4

Keterangan :

= Variabel yang diteliti

= Hubungan yang dianalisis

= Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang tidak dianalisis

Gambar 1 Kerangka pemikiran healthy eating index remaja di SMA Yogyakarta dan Padang

Sosial ekonomi keluarga:  Besar keluarga  Pendidikan orangtua  Pekerjaan orangtua Karakteristik contoh:

 Umur

 Jenis kelamin  Besar uang jajan  Status gizi (IMT/U

dan TB/U)

 Konsumsi pangan

Intake energi dan zat gizi  Kualitas konsumsi pangan

Mean adequacy ratio (MAR)

(23)

5

METODE

Desain, Lokasi, dan Waktu

Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu sebagian data dari penelitian Pengembangan Model Pendidikan Gizi Berbasis Web (Dwiriani et al.

2013). Penelitian ini dilakukan di Kota Yogyakarta dan Padang masing-masing pada empat Sekolah Menengah Atas (SMA) yang terdiri dari dua SMA Negeri dan dua SMA Swasta di Kota Yogyakarta dan Padang. Waktu penelitian dimulai pada bulan Januari sampai dengan Agustus 2014.

Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh

Contoh ditentukan secara purposive sampling. Contoh merupakan siswa aktif yang terdaftar dalam kelas X. Masing-masing SMA diambil kurang lebih 50 contoh sehingga contoh di Yogyakarta adalah 208 orang (laki-laki sebanyak 106 orang dan perempuan 102 orang) sedangkan di SMA Padang adalah 203 orang (laki-laki sebanyak 102 orang dan perempuan 101 orang). Total contoh sebanyak 411 orang. Data konsumsi pangan diambil dari separuh total contoh sehingga diperoleh 98 orang (laki-laki 48 orang dan perempuan 50 orang) di SMA Yogyakarta sedangkan di Padang adalah 101 orang (laki-laki 49 orang dan perempuan 52 orang). Contoh yang dipilih adalah yang rekomendasikan oleh pihak sekolah dan bersedia untuk diukur berat badan, tinggi badan, dan dilakukan wawancara terkait konsumsi pangannya.

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dwiriani et al. (2013). Jenis data yang dikumpulkan meliputi data karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, besar uang jajan, dan status gizi IMT/U dan TB/U), sosial ekonomi keluarga (besar keluarga, pendidikan orangtua, dan pekerjaan orangtua), dan kualitas konsumsi pangan (HEI dan MAR).

(24)

6

berdasarkan umur (IMT/U) dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Jenis dan cara pengambilan data dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

No. Jenis data Cara pengumpulan Alat pengumpulan 1. Karakteristik contoh

Data yang telah didapat dan dikumpulkan melalui kuesioner diolah dan dianalisis secara statistik analisis dan deskriptif. Proses yang dilakukan dalam pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis. Data dianalisis dengan menggunakan program komputer WHO Anthro Plus, Microsoft Excell 2010 dan SPSS versi 16.0 for windows.

(25)

7 diselesaikan oleh orangtua contoh yang dikategorikan menjadi kurang dari SMA, SMA, dan Perguruan Tinggi (PT). Pekerjaan orangtua adalah jenis pekerjaan yang dilakukan ayah dan ibu contoh, meliputi tidak bekerja, buruh, jasa, PNS/ABRI/Polisi, karyawan swasta, profesi (dokter, dosen), wirausaha, dan lainnya.

Data konsumsi pangan diperoleh dengan cara recall pada satu hari aktif sekolah (recall 1x24 jam) dikonversi beratnya dalam bentuk energi (Kal) dan zat gizi lainnya (gram) dengan menggunakan Daftar Konversi Bahan Makanan (DKBM). Apabila makanan yang dikonsumsi adalah makanan siap saji maka digunakan nutrition fact dari makanan yang dikonsumsi tersebut. Konversi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan:

KGij = kandungan zat gizi i dari bahan makanan j dengan berat B gram

Bj = berat bahan makanan j yang dikonsumsi (gram)

Gij = kandungan zat gizi i dalam 100 gram BDD bahan makanan j

BDDj = Persen bahan makanan j yang dapat dimakan (% BDD) Tingkat kecukupan gizi (TKG) atau nutrient adequacy ratio (NAR) pada remaja yang mempunyai status gizi normal dihitung dengan rumus:

TKG =Konsumsi zat gizi aktual

Angka kecukupan gizi 100 %

Rumus perhitungan angka kecukupan gizi memakai AKG anjuran WNPG (2013) individu dilakukan dengan melakukan koreksi terhadap berat badan yaitu berat badan yang tidak normal atau sesuai anjuran pada contoh dikoreksi dengan berat badan sehat yang terdapat pada AKG. Berdasarkan pada acuan dari Departemen Kesehatan RI (2003) tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu defisit tingkat (< 89% AKG), cukup atau normal (90% - 119% AKG), dan kelebihan (>120% AKG). Tingkat kecukupan kalsium, fosfor, zat besi,

vitamin A, dan vitamin C dikelompokkan menjadi cukup (≥ 77 % AKG)

dan kurang (< 77 % AKG) (Gibson 2005).

Nilai rata-rata tingkat konsumsi gizi (MAR) dalam penelitian ini diperoleh dari perbandingan jumlah tingkat kecukupan gizi (TKG) atau

nutrient adequacy ratio (NAR) dengan jumlah jenis zat gizi yang dihitung. Rumus perhitunggannya menurut Gibson (1990) adalah:

MAR = ��� � � � �� �

� � � �� � � � �ℎ� �

(26)

8

kategori skor MAR mengacu pada Hardinsyah (1996) yaitu sangat kurang apabila skor < 55 %, kurang apabila skor 55-69 %, cukup apabila skor 70-84 % dan baik apabila skor ≥ 85 %. Healthy eating index diolah dan dianalisis dengan menggunakan PUGS (2012) yang diadaptasikan ke dalam kompenennya. Healthy eating index Indonesia disusun berdasarkan healthy

eating index dari USDA (1995) dengan menggunakan pendekatan piramida

makanan. Piramida makanan Indonesia kompenen seimbang dengan tiga guna makanan dan fungsi lainnya makanan. Beberapa uraian pesan dari PUGS yaitu:

1. Makanlah aneka ragam makanan, yaitu makanan sumber karbohidrat, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. 2. Konsumsi gula sebaiknya dibatasi 5% dari jumlah kecukupan energi

atau sekitar 3-4 sendok per hari.

3. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai 25% dari kecukupan energi.

4. Dianjurkan untuk mengonsumsi garam tidak lebih dari 6 gram (1 sendok teh) atau kurang dalam per hari.

Kennedy (2008) menyebutkan komponen pangan yang dapat dihitung porsinya dalam penentuan HEI yaitu konsumsi grain, sayuran, buah-buahan, susu, daging, intake lemak, intake lemak jenuh, intake

kolesterol, intake garam, dan keragamannya. Modifikasi dalam penelitian ini menggunakan komponen sumber karbohidrat, sayuran, buah-buahan, protein hewani, protein nabati, total lemak, dan keragamannya dalam perhitungan HEI. Perhitungan skor HEI dilakukan melalui beberapa tahap yaitu :

1. Pengelompokan pangan ke dalam golongan pangan sesuai dengan komponen pada sesuai pada Tabel 2.

2. Perhitungan jumlah porsi makan per hari untuk setiap golongan pangan. 3. Keragaman dihitung berdasarkan jumlah jenis makanan yang

dikonsumsi dalam satu hari (jenis makanan yang sama dihitung 1 kali). 4. Perhitungan skor HEI dari penjumlahan total pada setiap kompenen

dengan ketentuan setiap komponen HEI memiliki nilai minimal 0 dan maksimal 10. Skor 0 diberikan jika konsumsi kurang dari batas minimal atau lebih dari batas maksimal dan skor 10 jika konsumsi sesuai anjuran. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi pemberian nilai skor dengan cara pembobotan jika konsumsi berada kisaran yang ditetapkan.

(27)

9 Tabel 2 Komponen Indonesia Healthy Eating Index

Komponen Skor Kriteria Porsi Kriteria Skor

Sumber Karbohidrat 0-10 3-8 porsi 0 dan >9 Keragamannya 0-10 Lebih dari 8 jenis pangan ≤ 3 jenis

pangan Sumber : Kennedy (2008) dengan modifikasi

Pengukuran status gizi melalui indeks IMT/U dan TB/U. Kategori status gizi IMT/U dibagi dalam sangat kurus, kurus, normal, overweight,

dan obesitas sedangkan status gizi TB/U dibagai menjadi severe stunting,

stunting, dan normal (WHO 2007). Analisis data dilakukan dengan

menggunakan program komputer SPSS versi 16.0 for Windows. Analisis deskriptif yang dilakukan meliputi: Karakteristik contoh (jenis kelamin, umur, dan besar uang jajan, status gizi IMTU dan TB/U), keadaan sosial ekonomi keluarga (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, dan besar keluarga), konsumsi pangan, intake energi dan zat gizi, dan kualitas konsumsi (MAR dan HEI).

Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji

(28)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Individu dan Sosial Ekonomi Keluarga Umur

Penelitian ini menggunakan contoh dari penelitian Dwiriani et al.

(2013). Umur contoh dalam penelitian ini antara 14-17 tahun sehingga termasuk ke dalam rentang usia remaja. Umur contoh di SMA Yogyakarta tidak ada yang 17 tahun sedangkan di SMA Padang terdapat contoh yang berumur 17 tahun (2.0 %). Sebaran contoh berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 3. Usia remaja awal yaitu 10-13 tahun, usia remaja pertengahan yaitu 14-17 tahun, dan usia remaja akhir yaitu 18-21 tahun (Hurlock 2004). Pada Tabel 3 tentang sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu dan asal SMA.

Jenis Kelamin

Proporsi antara laki-laki dan perempuan di kedua SMA sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3. Hal ini terjadi karena menggunakan data penelitian Dwiriani et al. (2013) yang mengusahakan proporsional pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan di masing-masing SMA.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu dan asal SMA Karakteristik

Individu

SMA Yogyakarta SMA Padang Total

n % n % n %

(29)

11 PNS/ABRI/Polisi, karyawan swasta, dan profesi. Contoh di SMA Yogyakarta dan Padang yang memiliki uang jajan yang besar dapat diduga bahwa contoh menghabiskan uang jajan tersebut untuk membeli makanan yang lebih banyak misalnya karena kesibukkan orangtua.

Status Gizi

Status gizi merupakan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan utilisasi zat gizi makanan yang dapat diukur secara langsung ataupun tidak langsung (Gibson 2005). Pengukuran nilai z-score IMT/U dan TB/U dilakukan pada contoh dengan rentang usia 5-19 tahun berdasarkan standar WHO (2007). Sebaran contoh berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi status gizi dan asal SMA

Status gizi SMA Yogyakarta SMA Padang Total p

(30)

12

1.26 kali lebih banyak dari Yogyakarta serta persentase contoh kurus dan sangat kurus di Padang 3.6 kali lebih banyak dari Yogyakarta. Persentase contoh severe stunting dan stunting di Padang 1.48 kali lebih sedikit dari Yogyakarta. Status gizi overweight contoh diduga diakibatkan dari konsumsi pangan yang berlebih. Hal ini sejalan dengan Hoffman et al.

(2000) bahwa keadaan konsumsi pangan secara ad libitum dapat mengakibatkan keadaan status gizi lebih. Keadaan status gizi kurang yaitu kurus pada contoh di SMA Yogyakarta dan Padang adalah keadaan yang dapat diduga oleh beberapa penyabab yang tampak yaitu kurangnya energi, zat gizi mikro, dan makro akan tetapi keadaan tersebut merupakan akumulasi dalam kurun waktu beberapa lama sehingga tidak bisa jika disimpulkan secara langsung (Fernald & Neufeld 2007).

Besar Keluarga jumlah anggota keluarga dalam satu tempat tinggal maka dapat disimpulkan kebutuhan pangan yang harus dicukupinya semakin meningkat sehingga biaya yang diperlukan untuk memenuhinya semakin besar (Arisman 2009). Sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga dan asal SMA disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan sosial ekonomi keluarga dan asal SMA

(31)

13 Pendidikan Orangtua

Pendidikan orangtua contoh pada penelitian ini memiliki rentang antara Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Pendidikan ayah contoh di SMA Yogyakarta (74.5 %)yang menamatkan Perguruan Tinggi lebih besar daripada di Padang (52.4 %). Pendidikan orangtua ayah pada kedua kelompok contoh adalah nyata berbeda (p<0.05). Pendidikan orangtua ibu pada kedua kelompok contoh tidak berbeda nyata (p>0.05) tetapi pendidikan ibu contoh di SMA Yogyakarta (69.4) yang menamatkan Perguruan Tinggi lebih tinggi daripada di Padang (58.4). Pendidikan orangtua yang semakin tinggi dapat diduga akan menghasilkan pendapatan yang tinggi dan pengetahuan gizi yang bagus. Hurley et al. (2009) menyebutkan bahwa pendapatan yang rendah akan berakibat menurunnya skor HEI sehingga dapat diartikan bahwa skor HEI yang tinggi dapat berhubungan dengan pendapatan (Dubois et al. 2011).

Pekerjaan Orangtua

Pekerjaan orangtua adalah jenis pekerjaan utama ayah dan ibu untuk mendapatkan penghasilan bulanan. Pekerjaan yang baik akan mendapatkan penghasilan yang baik untuk memenuhi konsumsi pangan keluarganya. Pekerjaan ayah di SMA Yogyakarta sebagian besar adalah karyawan swasta sedangkan di SMA Padang sebagian besar adalah PNS/ABRI/Polisi. Sebagian besar contoh di SMA Yogyakarta (45.9 %) dan SMA Padang (46.5 %) memiliki ibu yang tidak bekerja yaitu sebagai ibu rumah tangga. Contoh di SMA Yogyakarta dan Padang memiliki ibu yang bekerja sebagai PNS/ABRI/Polisi. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua dan asal SMA dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua dan asal SMA Pekerjaan orangtua SMA Yogyakarta SMA Padang Total

(32)

14

Konsumsi Pangan, Intake Energi dan Zat Gizi Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan yang dihitung adalah konsumsi pangan aktual berdasarkan data recall 1x24 jam. Hoffman et al. (2010) menyebutkan bahwa konsumsi pangan yang baik adalah konsumsi pangan yang sesuai anjuran sehingga akan menyebabkan status gizi normal sebaliknya apabila konsumsi selalu di atas angka anjuran maka status gizi akan cenderung berlebih. Tabel 6 menunjukkan bahwa konsumsi nasi contoh di SMA Yogyakarta menyumbang energi yang sangat besar, sedangkan untuk protein banyak disumbang dari konsumsi daging sapi dan olahannya, daging ayam, telur, dan makanan lainnya. Konsumsi nasi contoh di SMA Padang (Tabel 7) juga menyumbang energi yang paling besar, sedangkan untuk konsumsi sumber protein yang paling tinggi didapatkan dari makanan lainnya. Kedua kelompok contoh kurang mengonsumsi buah-buahan dan sayuran yaitu terlihat dari jumlah berat (gram) yang ada pada kedua tabel. Konsumsi yang paling banyak yang merupakan bahan makanan lainnya adalah minuman bersoda, sprite, cola, dan lainnya. Sebaran rata-rata konsumsi pangan dan intake zat gizi contoh di SMA Yogyakarta (g/orang/hari) dapat dilihat pada Tabel 7 dan rata-rata konsumsi pangan dan

(33)

Tabel 7 Rata-rata konsumsi pangan dan intake energi dan zat gizi contoh di SMA Yogyakarta (orang/hari)

Bahan Berat Energi Protein Lemak KH Ca Fo Fe Vit A Vit C

Makanan (gram) (Kal) (g) (g) (g) (mg) (mg) (mg) (RE) (mg)

Nasi 376.3 715 8.4 1.8 148.0 18.7 72.6 2.0 0.0 0.0

Mie 54.7 73 2.4 1.0 13.4 5.4 26.3 0.4 0.2 0.0

Roti 17.3 46 1.5 0.5 8.6 3.6 18.6 0.2 0.8 0.0

Wafer dan biscuit 2.2 8 0.1 0.2 1.5 1.0 0.7 0.0 0.3 0.0

Kerupuk 7.4 24 0.2 0.2 5.7 1.9 5.1 0.1 0.4 1.7

Kentang 11.8 33 0.5 2.1 3.3 1.7 11.1 0.1 0.1 1.3

Kacang-kacangan 4.4 8 0.4 0.3 0.9 2.3 9.5 0.1 1.1 0.3

Tempe dan Tahu 49.8 119 6.8 8.3 4.5 64.8 14.0 3.2 0.8 0.0

Daging sapi dan olahannya 12.2 19 1.5 1.1 0.5 1.6 11.2 0.3 0.5 0.2

Daging ayam dan olahannya 75.6 133 10.8 9.0 1.6 6.7 91.0 0.7 56.6 0.1

Telur 35.2 68 4.4 5.2 0.7 18.8 61.5 0.9 111.1 0.1

Ikan 18.6 38 4.4 2.2 0.0 20.9 44.3 0.3 4.3 0.0

Sayuran 38.0 14 0.5 0.4 2.2 16.2 10.5 0.4 164.1 8.1

Buah-buahan 37.0 20 0.2 0.2 3.9 4.6 5.0 0.2 10.6 8.9

Gula 18.9 63 0.4 0.0 15.8 8.4 9.6 0.1 0.0 0.0

Susu 66.1 140 4.3 4.4 20.8 177.7 133.2 1.8 44.2 9.3

Santan 0.4 0 0.0 0.0 0.0 0.1 0.1 0.0 0.0 0.0

Minyak 3.7 34 0.0 3.7 0.0 0.0 0.0 0.0 315.2 0.0

Mentega dan olahannya 7.7 1708 54.4 50.6 240.9 420.5 539.8 14.0 715.3 30.3

Lainnya 23.5 341 16.6 3.0 100.4 482.6 291.8 7.5 39.9 8.3

(34)

Tabel 8 Rata-rata konsumsi pangan dan intake energi dan zat gizi contoh di SMA Padang (orang/hari)

Bahan Berat Energi Protein Lemak KH Ca Fo Fe Vit A Vit C

Makanan (gram) (Kal) (g) (g) (g) (mg) (mg) (mg) (RE) (mg)

Nasi 340.6 648 7.7 2.1 132.5 17.1 64.7 1.8 0.4 0.0

Mie 24.3 63 1.2 2.4 9.1 3.0 6.2 0.2 0.0 0.1

Roti 14.0 38 1.2 0.4 7.4 1.5 14.1 0.1 0.0 0.0

Wafer dan biscuit 3.7 12 0.2 0.3 2.3 1.9 1.6 0.0 0.5 0.0

Kerupuk 6.7 20 0.4 0.6 4.4 4.6 10.3 0.1 0.8 3.0

Kentang 10.5 7 0.2 0.0 1.7 1.0 5.0 0.1 0.0 1.5

Kacang-kacangan 5.1 14 0.6 0.9 1.1 2.5 10.0 0.1 0.1 0.1

Tempe dan Tahu 24.6 45 2.5 3.4 1.3 28.1 3.4 0.9 0.0 0.0

Daging sapi dan olahannya 12.6 22 2.3 0.9 0.6 2.0 12.9 0.4 0.3 0.1

Daging ayam dan olahannya 47.7 86 6.9 5.8 1.2 4.5 60.2 0.4 30.8 0.0

Telur 23.0 66 3.3 5.5 1.2 13.2 45.2 0.7 87.8 0.3

Ikan 40.1 52 6.0 3.0 0.0 15.5 76.3 0.3 7.2 0.2

Sayuran 19.4 11 0.6 0.5 1.3 9.8 10.6 0.3 37.5 3.3

Buah-buahan 37.6 25 0.3 0.2 4.9 4.4 5.4 0.1 8.0 5.4

Gula 2.7 10 0.1 0.0 2.5 1.0 1.1 0.0 0.0 0.0

Susu 65.7 147 5.2 5.7 18.7 225.9 156.1 1.9 84.8 8.6

Santan 5.2 9 0.1 0.8 1.0 2.5 2.1 0.0 0.1 0.2

Minyak 2.2 19 0.0 2.2 0.0 0.0 0.0 0.0 133.4 0.0

Mentega dan olahannya 2.7 1363 41.4 39.2 195.4 368.5 490.4 8.4 399.0 22.9

Lainnya 17.8 261 15.9 4.7 74.7 526.1 265.2 8.6 83.0 3.2

(35)

17 Intake Energi dan Zat Gizi

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi adalah zat gizi aktual yang dikonsumsi oleh seseorang yang dibandingkan dengan kecukupan gizinya dalam keadaan sehat. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi (TKG) dapat menggambarkan kuantitas konsumsi pada seseorang yang dapat dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, aktivitas, tinggi badan, berat badan, hamil, dan menyusui (Gibson 2005). Tingkat kecukupan energi dan zat gizi diperoleh dari hasil recall responden yang dibandingkan dengan AKG. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi serta asal SMA dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi serta asal SMA

Energi dan zat gizi

SMA Yogyakarta SMA Padang

intake TKG (%) intake TKG (%)

Energi 2049±890a 88.1±36.7 1624±840b 70.0±36

Protein 71.0 (13.9, 243)a 103.6 (20.2,337) 57.3 (9.6,186)b

83.6 (14.0 , 258)

Lemak 53.6±35.1a 68.8±43.3 43.8±27b 56.8±35

Karbohidrat 341.3 (91.9, 785)a 106.6 (31.5, 269) 270.1 (39.1, 788)b

84.7 (11.5, 228.5) Kalsium 903.1(14.8,5022)a 75.3(1.2,419) 894.7(31.6,4245)a 74.6(2.6,354) Fosfor 831.6(127,2962)a 69.3(10.6,247) 755.6(82,2463)a 63.0(7,205) Zat Besi 21.5(2.6,87)a 105.5(10,464) 17.0(1.2,71)b 81.5(4.7,375) Vitamin A 755.2(23.7,3801)a 125.9(3.9,634) 482.0(4.1,2268)b 80.3(0.7,378) Vitamin C 38.6(0,236.3)a 53.5(0,364) 26.1(0,167)b 36.1(0,199,7)

a

Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang beda adalah berbeda nyata (p<0.05)

Contoh di SMA Yogyakarta memiliki intake energi, protein, lemak, karbohidrat, zat besi, vitamin A, dan vitamin C nyata relatif lebih tinggi daripada contoh di Padang (p<0.05). Intake vitamin A kelompok contoh diduga banyak berasal dari makanan yang digoreng dengan menggunakan minyak goreng kelapa sawit.

Hasil Riskesdas (2010) menunjukkan bahwa tingkat rata-rata kecukupan energi usia 13-15 tahun di DIY dan Padang memiliki rata-rata sebesar 71.3 % dan 77.8 % dengan konsumsi kurang dari 70 % sebesar 59.2 % dan 46.3 %. Rata-rata tingkat kecukupan protein usia 13-15 tahun di DIY dan Padang memiliki rata-rata sebesar 95.7 % dan 49.4 % dengan konsumsi kurang dari 80 % sebesar 38.4 % dan 35.5 %. Hasil penelitian ini munjukkan hasil yang tinggi pada tingkat kecukupan energi di DIY daripada hasil Riskesdas sedangkat tingkat kecukupan energi di Padang menunjukkan hasil lebih yang lebih rendah sedangkan presentase tingkat kecukupan protein di DIY dan Padang menunjukkan hasil yang lebih tinggi daripada hasil Riskesdas (2010).

(36)

18

DIY pada penelitian ini lebih tinggi sedangkan di Padang menunjukkan hasil yang lebih rendah. Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro serta asal SMA

Kategori tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro

SMA Yogyakarta SMA Padang Total n % n % n %

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa kedua kelompok contoh > 65 % defisit energi, > 55 % defisit protein, > 80 % defisit lemak, dan > 40 % defisit karbohidrat. Keadaan defisit energi, protein, dan karbohidrat contoh di SMA Yogyakarta lebih rendah daripada di Padang sedangkan lemak relatif proporsional. Kelebihan karbohidrat di SMA yogyakarta lebih tinggi daripada di Padang. Keadaan tersebut dapat diduga sebagai pemicu obesitas. Keadaan defisit energi dan zat gizi diduga dapat terjadi karena kurangnya konsumsi pangan daripada aktivitas yang dilakukan. Oleh karena itu diperlukannya konsumsi pangan yang cukup baik kualitas dan kuantitasnya, beragam, dan bergizi.

(37)

19 Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan zat gizi

mikro dan asal SMA Kategori tingkat

kecukupan zat gizi mikro

SMA Yogyakarta SMA Padang Total n % n % n %

Pada Tabel 11 dapat diketahui bahwa pada kedua kelompok contoh > 60 kurang kalsium, > 60 % kurang fosfor, > 60 % kurang zat besi, dan > 65 % kurang vitamin C sedangkan contoh di Yogyakarta sebanyak 51 % cukup vitamin A. Kekurangan zat gizi mikro pada contoh diduga karena pangan yang dikonsumsi contoh kurang mengandung sumber kalsium, fosfor, dan zat besi. Sedangkan kekurangan vitamin C dapat diduga karena kurangnya konsumsi buah-buahan dan sayuran. Oleh karena itu kelompok contoh dianjurkan untuk memilih menu hewani sumber kalsium, fosfor, dan zat besi serta menu sayuran dan buah-buahan yang merupakan sumber vitamin.

Kualitas Konsumsi Pangan Mean Adequacy Ratio (MAR)

Mean adequacy ratio adalah hasil dari pembagian tingkat

kecukupan energi dan zat gizi atau NAR (Nutrient Adequacy Ratio) dengan jumlah jenis zat gizi yang dihitung (Gibson 1990). Nilai MAR maksimal adalah 100 sehinga apabila ada nilai lebih dari 100 maka akan dibulatkan menjadi 100. Skor MAR yang mendekati 100 berarti bahwa kualitas konsumsi pangan yang baik. Dalam penelitian ini membagi skor MAR ke dalam tiga kategori yaitu baik, cukup, dan kurang. Sebaran contoh berdasarkan skor MAR di SMA Yogyakarta dan Padang dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan skor MAR dan asal SMA

Skor SMA Yogyakarta SMA Padang Rata-rata

MAR 64.3 ± 19.7a 56.2 ± 24.9b 60.2 ± 22.8

(38)

20

Skor MAR di SMA Yogyakarta nyata lebih tinggi (p<0.05) daripada di Padang. Hal ini mengidentifikasikan bahwa konsumsi pangan contoh di SMA Yogyakarta lebih beragam dalam menyumbang zat gizi daripada contoh di Padang. Hasil penelitian Lativa (2013) menyebutkan bahwa rata-rata skor MAR remaja usia 13-18 tahun di Bogor adalah 62.0 ± 25.9. Skor MAR di SMA Yogyakarta lebih tinggi daripada hasil tersebut sedangkan skor MAR di Padang lebih rendah.

Dapat diduga faktor yang dapat memengaruhi kualitas konsumsi pangan adalah kesadaran akan pemilihan pangan yang akan dikonsumsinya (Manjiang et al. 2003; Arisman 2009). Nilai MAR yang melebihi 100 dibulatkan ke 100 karena supaya zat gizinya saling menggantikan nilai NAR zat gizi yang di bawah 100 (Gibson 1990). Penelitian ini mengkatagorikan skor MAR dalam tiga kategori yaitu kurang, sedang, dan baik. Sebaran contoh berdasarkan kategori MAR di SMA Yogyakarta dan Padang. Sebaran contoh berdasarkan kategori MAR dan asal SMA disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kategori skor MAR dan asal SMA

Kategori SMA Yogyakarta SMA Padang Total

MAR n % n % n %

Tabel 13 menunjukkan bahwa persentase kategori skor MAR yang sangat kurang dan kurang di SMA Yogyakarta (57.1 %) lebih sedikit daripada di Padang (66.4 %). Kategori baik di SMA Yogyakarta (19.4 %) lebih tinggi dariapada Padang (14.9 %). Hal ini dapat menjadi gambaran bahwa kualitas konsumsi pangan di SMA Yogyakarta lebih baik daripada di Padang. Secara keseluruhan skor MAR yang tergolong buruk adalah hampir dari setengah total contoh pada kedua kelompok. Lee et al. (2012) menyatakan bahwa kualitas konsumsi pangan pada contoh yang baik akan memengaruhi status gizi.

Healthy Eating Index (HEI)

Status gizi dapat dipengaruhi secara langsung oleh konsumsi pangan dan infeksi. Konsumsi dapat diukur secara kuantitas dan kualitas.

(39)

21

Healthy eating index (HEI) adalah skor kualitas pangan yang dikonsumsi seseorang yang menggambarkan seberapa baik konsumsi pangannya dan berpengaruh pada status gizi (USDA 1995; Kennedy 2008). Kompenen dari healthy eating index terdiri dari sepuluh kompenen yang akan diolah menjadi skor yang menghasilkan kualitas konsumsi pangan contoh. Penilaian dari setiap komponen yang sesuai anjuran diberikan skor 10 sedangkan yang tidak sesuai anjuran bernilai nol (0) hal dapat berarti bahwa konsumsi pangan contoh melebihi batas anjuran ataupun contoh tidak mengonsumsi makanan tersebut namun pada penelitian ini dilakukan modifikasi dalam system skoring yaitu pada kriteria porsi berada pada kisaran tertinggi maka diberi skor 10. Hal ini berlaku juga pada kriteria porsi terendah (pembobotan porsi).

Terdapat perbedaan konsumsi antara contoh di SMA Yogyakarta dan Padang yaitu pada kompenen sayuran, protein nabati, dan keragamannya yang menunjukkan nilai lebih besar contoh di SMA Yogyakarta daripada Padang. kelompok contoh tersebut adalah terdapat hasil nyata berbeda pada kualitas konsumsi kompenen sayuran, protein nabati, dan keragamannya di SMA Yogyakarta dan Padang sedangkan untuk kompenen lainnya menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05). Total HEI contoh di SMA Yogyakarta lebih besar yaitu 31.3±7.9 daripada contoh di SMA Padang yaitu 27.9±8.5. Total skor HEI kedua kelompok contoh tersebut adalah nyata berbeda (p<0.05). Skor HEI dalam satuan porsi berdasarkan kompenen dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Skor healthy eating index dalam satuan porsi berdasarkan kompenen

Kompenen SMA Yogyakarta SMA Padang

Sumber KH 5.8 (0.0, 10.0)a 5.1±2.9a

Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang beda adalah beda nyata (p<0.05)

(40)

22

Konsumsi yang kurang dari anjuran harus lebih ditingkatkan lagi adalah konsumsi sayuran, buah-buahan, dan protein nabati pada contoh. Oleh karena itu penambahan menu buah-buahan, sayuran, dan sumber protein nabati pada contoh harus ditingkatkan. Konsumsi protein nabati contoh yang kurang dapat menyebabkan contoh di Yogyakarta dan Padang berisiko menderita anemia gizi besi (Semba et al. 2010) Berikut disajikan Tabel 15 tentang sebaran contoh berdasarkan kategori total skor HEI.

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan kategori skor healthy eating index dan asal SMA

Kategori SMA Yogyakarta SMA Padang Total

HEI n % n % n % menyebutkan bahwa ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan makanan dari anjuran dapat diakibatkan oleh keadaan sosial ekonomi yang rendah dan terbatasnya akses pangan.

Konsumsi yang berlebih dari anjuran HEI contoh di SMA Yogyakarta dan Padang bahwa konsumsi aktual melebihi AKG (2013) yaitu pada sumber karbohidrat, protein hewani, protein nabati, total lemak, total dan gula. Kelebihan asupan karbohidrat, protein hewani, lemak, dan gula akan disimpan dalam tubuh sebagai cadangan makanan sehingga apabila keadaan ini berlangsung lama dan terakumulasi maka akan mengakibatkan status gizi kelebihan berat badan (Khasnutdinova & Grjibovski 2010). Sebaran contoh berdasarkan konsumsi yang berlebih dan kurang dari anjuran HEI dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi yang berlebih dan kurang dari anjuran HEI dan asal SMA

Lebih dari anjuran Kurang dari anjuran Kompenen SMA Yogyakarta SMA Padang SMA Yogyakarta SMA Padang

n % n % n % n %

(41)

23 menyebutkan akses terhadap pangan dapat menjadikan alasan ketidak terpenuhinya konsumsi pangan. Hal tersebut dapat menyebabkan kualitas konsumsi pangannya rendah karena kurang beragam. Kondisi remaja usia sekolah cenderung untuk lebih memilih makanan junk food daripada konsumsi sayuran dan buah-buahan (Manjiang et al. 2003; Arisman 2009). Keterkaitan antara MAR dengan HEI

Uji hubungan antara Skor MAR dengan HEI bertujuan untuk menguji seberapa baik skor HEI dalam memprediksi skor MAR sebagai

gold standard. Berdasarkan hasil uji tidak terdapat hubungan positif signifikan antara besar skor HEI dengan MAR (p>0.05) akan tetapi pada Tabel 16 dapat diketahui bahwa skor HEI yang berada pada kategori buruk pada kedua kelompok contoh maka akan diikuti oleh skor total MAR yang buruk pada kedua kelompok contoh (Tabel 13). Korelasi antara skor HEI dan MAR disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17 Korelasi antara skor HEI dan MAR Skor HEI Skor MAR Total

Laki-laki Perempuan

r,p r,p r,p SMA Yogyakarta -0.004, 0.969 -0.184, 0.070 0.162, 0.112 SMA Padang -0.045, 0.664 0.039, 0.689 0.116, 0.255 Total -0.004, 0.969 -0.138, 0.167 0.690, 0.329

Tabel 17 menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara skor HEI dan MAR pada kedua kelompok contoh (p>0.05). Nilai koefisien korelasi total menunjukkan hasil yang kuat akan tetapi tidak terdapat hubungan yang signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara skor HEI dan MAR pada kedua kelompok contoh tetapi skor HEI memampu memprediksikan skor MAR.

Hubungan antara Karakteristik Contoh dan Sosial Ekonomi Keluarga dengan Kualtias Konsumsi

Hubungan antara Karakteristik Contoh dengan Kualitas Konsumsi Karakteristik contoh dalam penelitian ini meliputi: umur, jenis kelamin, dan besar uang jajan sedangkan kualitas konsumsi konsumsinya adalah skor HEI dan MAR. Hasil uji hubungan menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan antara karakteristik contoh dengan kualitas konsumsi (p>0.05). Hasil ini berbeda dengan review yang dilakukan oleh Drewnowski (2005) yang menyebutkan bahwa usia akan mempengaruhi pengetahuan tentang gizi. Hal tersebut dapat diperoleh dari membaca panduan yang ada dalam kemasan pangan (nutrition fact) atau media.

(42)

24

penelitian Serra-Majem et al. (2004) yang menyebutkan bahwa kualitas diet akan berbeda pada setiap level pendapatan pada keluarga (income) yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan.

Terdapat hubungan positif signifikan antara pendidikan ayah dengan pendidikan ibu (p=0.000, r=0.485). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pendidikan ayah maka pendidikan ibu juga semakin tinggi. Berdasarkan uji hubungan tidak terdapat hubungan positif signifikan besar keluarga dengan total skor HEI dan MAR (p>0.05) Hal ini berbeda dengan pernyataan Utter et al. (2010) yang menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga akan memengaruhi terjadinya pemilihan makanan dalam diet. Perbedaan tersebut dapat diduga karena contoh yang berusia remaja sering tidak mengonsumsi buah-buahan dan sayuran, cenderung pemilihan menu makan yang seragam, cenderung meninggalkan makan pagi, lebih memilih makanan yang cepat saji (Arisman 2009; Beydoun & Wang 2008).

Hubungan antara Besar Uang Jajan dengan Sosial Ekonomi Keluarga Uji hubungan besar uang jajan dengan keadaan sosial ekonomi keluarga menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan positif signifikan antara besar uang jajan dengan sosial ekonomi keluarga (p>0.05). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Hurley et al. (2009) yang menyatakan bahwa semakin tinggi sosial ekonomi keluarga maka income per bulan akan semakin bagus sehingga berakibat menaikkan skor kualitas konsumsi yang dapat dilakukan dengan cara memberikan uang jajan kepada anaknya. Keadaan sosial ekonomi keluarga pada kedua kelompok contoh tidak memengaruhi pemberian uang jajan kepada anaknya akan tetapi pemberian uang jajan yang lebih dari Rp 10 000 memiliki orangtua ayah yang berprofesi sebagai PNS/ABRI/Polisi.

Hubungan antara Status Gizi IMT/U dengan Kualitas Konsumsi

Uji hubungan antara konsumsi status gizi IMT/U dengan konsumsi yang lebih dan kurang dari anjuran HEI di SMA Yogyakarta dan Padang. Terdapat hubungan positif signifikan status gizi IMT/U dengan jumlah konsumsi karbohidrat (p<0.05) hal ini berarti bahwa semakin normal nilai

z-score IMT/U maka konsumsi karbohidrat contoh akan semakin banyak. Lee

et al. (2012) menyebutkan bahwa apabila konsumsi karbohidrat semakin banyak dan melebihi anjuran maka akan berdampak obesitas.

Uji hubungan yang dilakukan meliputi status gizi IMT/U dengan MAR dan HEI. Berikut disajikan Tabel 18 tentang sebaran contoh berdasarkan skor HEI dan MAR dengan status gizi.

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan skor HEI dan MAR dengan status gizi serta asal SMA

Skor SMA Yogyakarta SMA Padang

IMT/U IMT/U

HEI

Butuh perbaikan 0.25±1.33 -0.36±1.60

Buruk 0.34±1.18 -0.06±1.64

MAR

Baik 1.21±-1.05 0.08±1.65

Sedang 1.30±-1.10 -0.20±1.75

(43)

25

Tabel 18 menunjukkan bahwa pada kategori HEI butuh perbaikan dan buruk tersebar contoh yang memiliki rata-rata nilai z-score status gizi IMT/U normal pada kedua kelompok contoh. Kategori MAR baik, sedang, dan buruk tersebar paling banyak adalah contoh yang memiliki nilai z-score

yang normal pada kedua kelompok contoh. Kennedy (2006) menyebutkan bahwa konsumsi pangan yang baik akan membuat status gizi pada individu berkembang dengan baik. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Bailey et al. (2009) yang menyebutkan bahwa kualitas konsumsi dapat menjadikan alat untuk menentukan apakah populasi berisiko terkena penyakit gizi atau tidak berisiko.

Hasil uji hubungan menunjukan tidak terdapat hubungan positif signifikan antara skor MAR dan HEI dengan status gizi IMT/U pada kedua kelompok contoh (p>0.05). Hasil ini berbeda dengan penelitian Hoffman et al. (2000) bahwa konsumsi pangan akan berpengaruh pada status gizi. Hasil penelitian Hurley et al. (2009) dan de Coen et al. (2011) menunjukkan bahwa adanya efek yang posotif antara healthy eating dengan status gizi dan komposisi tubuh. Hal ini diduga karena pada kelompok contoh di SMA Yogyakarta dan SMA Padang tidak melakukan konsumsi pangan yang tidak sesuai anjuran pedoman gizi akan tetapi melakukan aktivitas fisik yang lebih sehingga pada kualitas konsumsi pangan yang bagus atau jelek tidak rata uang saku contoh di SMA Yogyakarta adalah Rp 10 000 ± 10 209 dan Padang adalah Rp 10 000 – 11 184. Besar keluarga contoh di SMA Yogyakarta dan Padang adalah besar keluarga kecil dan sedang dengan besar keluarga Yogyakarta kurang dari Padang. Pendidikan ayah dan ibu contoh di SMA Yogyakarta sebagian besar adalah Perguruan Tinggi sedangkan contoh di SMA Padang sebagian besar adalah SMA. Pekerjaan ayah contoh di SMA Yogyakarta sebagian besar adalah karyawan swasta sedangkan contoh di SMA Padang adalah PNS/ABRI/Polisi. Pekerjaan ibu kedua kelompok contoh adalah ibu rumah tangga.

Skor total kualitas konsumsi healthy eating index (HEI) kelompok contoh di SMA Yogyakarta lebih tinggi (31.3±7.9) daripada contoh di SMA Padang (27.9±8.5). Kedua kelompok contoh cenderung kurang mengonsumsi buah-buahan, sayuran, dan protein nabati. Skor total mean adequacy ratio (MAR) kelompok contoh di SMA Yogyakarta lebih tinggi (64.3±19.7) daripada contoh di SMA Padang (56.2±24.9).

(44)

26

menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan antara karakteristik contoh dengan kualitas konsumsi (p>0.05), terdapat hubungan positif signifikan antara pendidikan ayah dan ibu dengan skor HEI dan MAR (p<0.05), hubungan positif signifikan antara pendidikan ayah dengan pendidikan ibu (p<0.05), terdapat hubungan positif signifikan antara kelebihan karbohidrat pada komponen HEI dengan status gizi IMT/U (p=0.043), tidak terdapat hubungan antara kualitas konsumsi HEI dan MAR dengan status gizi IMT/U (p>0.05), dan tidak ada hubungan signifikan antara skor HEI dengan MAR (p>0.05) akan tetapi koefisien korelasi skor HEI dan MAR menunjukkan hasil yang kuat (r=0.690).

Saran

Penelitian ini menyarankan bahwa pentingnya melakukan keberagaman atau kualitas konsumsi pangan, peningkatan konsumsi buah-buahan dan sayuran pada remaja. Selain itu diperlukannya pemahaman konsumsi pangan yang beragam pada masyarakat secara luas. Penelitian lebih lanjut diharapkan mampu menganalisis variabel lain yang dapat memengaruhi kualitas konsumsi pangan pada remaja (misalnya: infeksi).

DAFTAR PUSTAKA

Akbaraly TN, Ferrie JE, Berr C, Brunner EJ, Head J, Marmot MG, Singh-Manoux A, Ritchie, Shipley MJ, Kivimaki M. 2011. Alternative healthy eating index and mortality over 18 y of follow-up: results from the Whitehall II cohort. Am J Clin Nutr. 94:247-53.

Almatsier S. 2002. Penuntun Diet. Jakarta (ID): Gramedia Utama.

Arisman. 2009. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Palupi Widyastuti, editor. Jakarta (ID) : EGC Penerbit Buku Kedokteran. Bailey RL, Miller PE, Mitchel DC, Hartman TJ, Lawrence FR, Sempos CT,

Smiciklas-Wright H. 2009. Dietary screening tool identifies nutritional risk in older adults. Am J Clin Nutr. 90:177–83.

Beydoun MA, Wang Y. 2008. How do socio-economic status, perceived economic barriers and nutritional benefits affect quality of dietary intake among US adults?. European Journal of Clinical Nutrition. 62:303–13. doi:10.1038/sj.ejcn.1602700.

Coly AN, Milet J, Diallo A, Ndiaye T, Bénéfice E, Simondon F, Wade S, Simondon KB. 2006. Preschool stunting, aldolescent migration, catch-up growth, and adult heigth in young Senegalese men and women of rural origin. J. Nutr . 136: 2412–20.

Cordain L, Eaton SB, Sebastian A, Mann N, Lindeberg S, Watkins BA,

(45)

27 de Coen V, Bourdeaudhuij ID, Vereecken C, Verbestel V, Haerens L, Huybrechts I, Van Lippevelde W, Maes L. 2011. Effects of a 2-year healthy eating and physical activity intervention for 3–6-year-olds in communities of high and low socio-economic status: the POP (Prevention of Overweight among Pre-school and school children) project. Public Health Nutrition. 15(9):1737-45. doi:10.1017/S136 8980012000687.

de Onis M, Blössner M, Borghi E. 2010. Global prevalence and trends of overweight and obesity among preschool children. Am J CCLin Nutr.

92: 1257-64. doi: 10.3945/ajcn.2010.29786.

[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 2003. Gizi dalam Angka. Jakarta (ID): Direktorat Gizi Masyarakat.

Drewnowski A. 2005. Concept of nutritious food: toward a nutrient density score. Am J Clin Nutr. 82:721-32.

Dubois L, Farmer A, Girard M, Burnier D, Porcherie M. 2011. Demographic and socio-economic factors related to food intake and adherence to nutritional recommendations in a cohort of pre-school children. Publich Health Nutrition. 14(6):1096-104. doi:10.1017/S1368980010003769.

Dwiriani CM, Kustiyah L, Hartoyo, Herdiyeni Y. 2013. Pengembangan model pendidikan gizi berbasis web untuk perbaikan perilaku makan remaja. Laporan Penelitian. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Fernald LC, Neufeld LM. 2007. Overweight with concurrent stunting in

very young children from rural Mexico: prevalence and associated factors. European Journal of Clinical Nutrition. 61:623–32.

Hardinsyah. 1996. Measurement and determinants of diversity: implication

for Indonesia’s food and nutrition policy [disertation]. Brisbane (AU):

Faculty of Medicine, University of Queendsland.

Hoffman DJ, Sawaya AL, Verreschi I, Tucker KL, Roberts SB. 2000. Why are nutritionally stunted children at increased risk of obesity? Studies of metabolic rate and fat oxidation in shantytown children from São Paulo, Brazil. Am J Clin Nutr. 72:702-7.

Hurley KM, Oberlander SE, Merry BC, Wrobleski MM, Klassen AC, Black MM. 2009. The healthy eating index and youth healthy eating index are uniqu, nonredundant measures of diet quality among low-income, African American adolescents. The Jornal of Nutrition. 139(2): 359-65.

Hurlock EB. 2004. Psikologi Perkembangan. Istiwidiyanti, Soedjarwo, penerjemah; Sijabat RM, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Development Psycology. Ed. Ke-5.

(46)

28

Kant AK, Graubard BI. 2013. Family Income and Education Were Related with 30-Year Time Trends in Dietary and Meal Behaviors of American Children and Adolescents. American Society for Nutrition. 143 : 690-700.

[Kemenkes] Kementrian Kesehatan Republik Indonsia. 2012. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Jakarta (ID): Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.

Kennedy ET. 2006. Evidence for nutritional benefits in prolonging wellness.

Am J Clin Nutr. 83:410S-4S.

Kennedy E. 2008. Putting the pyramida into action : the healthy eating index and food quality score. Asia Pac J Clin Nutr. 17 (S1):70-4. Khasnutdinova SL, Grjibovski. 2010. Prevalence stunting, underweight,

overweight and obesity in adolescents in Velsk districk, nort-west Russia: A cross sectional study using both international and Russian growth references. The Royal Society of Public Healthy. 124:392-7. doi:10.1016/j.puhe.2010.03.017.

Lativa. 2013. Konsumsi pangan dan gizi serta skor pola pangan harapan (PPH) pada remaja usia 13-18 tahun di Indonesia [skripsi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Lee J, Hauser RF, Must A, de Fulladolsa PP, Bermudez OI. 2012. Socioeconomic disparities and the familial coexistence of child stunting and maternal overweigth in Guatemala. Economic and Human Biology Elsevier BV. 10:232-41. doi: 10.1016/j.eh b.2011.08.002.

Majiang Y, McCorry MA, Guansheng M, Tucker KL, Gao S, Fuss P, Roberts SB. 2003. Relative influence of diet and physical activity on body composition in urban Chinese adults. Am J Clin Nutr. 77:1409-16.

McCabe-Sellers BJ, Bowman S, Staff JE, Champagne CM, Simpson PM, Bogle ML. 2007. Assessment of the diet quality of US adults in the lower Mississippi Delta. Am J Clin Nutr. 86:697–706.

Oldewage-Therron W, Kruger R. 2011. Dietary diversity and adequacy of women caregivers in a peri-urban informal settlement in South Africa.

Nutrition. 27: 420-7. doi:10.1016/j.nut.2010.05.013.

Patrick H, Nicklas TA. 2005. A review of family and social determinants of

children’s eating patterns and diet quality. Journal of the American College of Nutrition 24:283–92.

[Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar. 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. Jakarta (ID): Balitbangkes, Kemenkes RI.

Ritche LD, Whaley SE, Spector P, Gomez J, Crawford PB. 2010. Favorable impact of nutrition education on California WIC Families. J Nutr Educ Behav. 42:S2-10.

Semba RD, Moench-Pfanner R, Kai Sun, de Pee S, Akhter N, Jee Hyun Rah, Campbell AA, Badham J, Bloem MW, Kraemer K. 2010. Iron-fortified milk and noodle consumption is associated with lower risk of anemia among children aged 6–59 mo in Indonesia. Am J Clin Nutr.

(47)

29 Serra-Majem L, Ribas L, Ngo J, Ortega RM, Garcia A, Pérez-Rodrigo C, Aranceta J. 2004. Food, youth and Mediterranean diets in Spain. Development of KIDMED, Mediterranean Diet Quality Index in children and adolescents. Public Health Nutrition. 7(7): 931-5.

[USDA] Unitated States Departement of Agriculture. 1995. The food guide pyramid: Human Nutrition Information Service [Internet]. [Diakses pada 2014 Feb 1]. Tersedia pada: www.usda.gov.

Utter J, Denny S, Crengle S, Ameratungga S, Clark T, Maddison R, Percival T. 2010. Socio-economic differences in eating-realated attitudes, behaviour and environments of adolesence. Public Health Nutrition.

14(4):629-34. doi:10.1017/S1368980010001898.

[WHO] World Health Organization. 2007. Cut off point nutritional status.

WHO [Internet]. [diunduh pada 2013 Juni 7]. Tersedia pada: http://www.euro.who.intnutrtion-20030507_1.

(48)

30

Lampiran 1 Sebaran contoh berdasarkan tabulasi silang antara karakteristik contoh dan skor HEI serta asal SMA

Karakteristik contoh Buruk Sedang Total SMA Yogyakarta n % n % n %

Umur (Tahun)

14 5 6.8 0 0.0 5 5.1 15 49 67.1 16 64.0 65 66.3 16 19 26.0 9 36.0 28 28.6 Total 73 100.0 25 100.0 98 100.0

Jenis Kelamin

Laki-laki 36 49.3 12 48.0 48 49.0 Perempuan 37 50.7 13 52.0 50 51.0 Total 73 100.0 25 100.0 98 100.0

Uang jajan (Rp)

< 10 000 36 49.3 12 48.0 48 49.0

≥ 10 000 37 50.7 13 52.0 50 51.0

Total 73 100.0 25 100.0 98 100.0 SMA Padang

Umur (Tahun)

14 9 11.0 1 5.3 10 9.9 15 50 61.0 15 78.9 65 64.4 16 21 25.6 3 15.8 24 23.8 17 2 2.4 0 0.0 2 2.0 Total 82 100.0 19 100.0 101 100.0

Jenis Kelamin

Laki-laki 38 46.3 11 57.9 49 48.5 Perempuan 44 53.7 8 42.1 52 51.5 Total 82 100.0 19 100.0 101 100.0

Uang jajan (Rp)

< 10 000 22 26.8 4 21.1 26 25.7

≥ 10 000 60 73.2 15 78.9 75 74.3

(49)

31 Lampiran 2 Sebaran contoh berdasarkan tabulasi karakteristik contoh dan

besar MAR serta asal SMA

Karakteristik Kurang Sedang Baik Total SMA Yogyakarta n % n % n % n %

Umur (Tahun)

14 1 3.7 3 6.7 1 3.8 5 5.1 15 24 88.9 26 57.8 15 57.7 65 66.3 16 2 7.4 16 35.6 10 38.5 28 28.6 Total 27 100.0 45 100.0 26 100.0 98 100.0

Jenis Kelamin

Laki-laki 9 33.3 23 51.1 16 61.5 48 49.0 Perempuan 18 66.7 22 48.9 10 38.5 50 51.0 Total 27 100 45 100.0 26 100.0 98 100.0

Uang jajan (Rp)

< 10 000 8 29.6 26 57.8 14 53.8 48 49.0

≥ 10 000 19 70.4 19 42.2 12 46.2 50 51.0

Total 27 100.0 45 100.0 26 100.0 98 100.0 SMA Padang

Umur (Tahun)

14 5 11.4 2 5.4 3 15.0 10 9.9 15 27 61.4 25 67.6 13 65.0 65 64.4 16 10 22.7 10 27.0 4 20.0 24 23.8 17 2 4.5 0 0 0 0.0 2 2.0 Total 44 100.0 37 100.0 20 100.0 101 100.0

Jenis Kelamin

Laki-laki 20 45.5 22 59.5 7 35.0 49 48.5 Perempuan 24 54.5 15 40.5 13 65.0 52 51.5 Total 44 100.0 37 100.0 20 100.0 101 100.0

Uang jajan (Rp)

< 10 000 15 34.1 8 21.6 3 15.0 26 25.7

≥ 10 000 29 65.9 29 78.4 17 85.0 75 74.3

(50)

32

Lampiran 3 Sebaran contoh berdasarkan tabulasi silang sosial ekonomi keluarga dan skor HEI di SMA Yogyakarta

(51)

33 Lampiran 4 Sebaran contoh berdasarkan tabulasi silang sosial ekonomi

(52)

34

(53)

35 Lampiran 6 Sebaran contoh berdasarkan tabulasi sosial ekonomi keluarga

(54)

36

Lampiran 7 Sebaran contoh berdasarkan tabulasi status gizi dan skor HEI serta asal SMA

Status gizi IMT/U Buruk Sedang Total

n % n % n %

SMA Yogyakarta Laki-laki

Sangat kurus 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Kurus 2 5.6 0 0.0 2 4.2

Normal 20 55.6 7 58.3 27 56.2

Overweight 8 22.2 3 25.0 11 22.9

Obesitas 6 16.7 2 16.7 8 16.7

Total 36 100.0 12 100.0 48 100.0

Perempuan

Sangat kurus 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Kurus 1 2.7 0 0.0 1 2.0

Normal 27 73.0 11 84.6 38 76.0

Overweight 6 16.2 2 15.4 8 16.0

Obesitas 3 8.1 0 0.0 3 6.0

Total 37 100.0 13 100.0 50 100.0

SMA Padang Laki-laki

Sangat kurus 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Kurus 7 18.4 1 9.1 8 16.3

Normal 21 55.3 9 81.8 30 61.2

Overweight 3 7.9 0 0.0 3 6.1

Obesitas 7 18.4 1 9.1 8 16.3

Total 38 100.0 11 100.0 49 100.0

Perempuan

Sangat kurus 1 2.3 0 0.0 1 1.9

Kurus 2 4.5 0 0.0 2 3.8

Normal 28 63.6 7 87.5 35 67.3

Overweight 8 18.2 1 12.5 9 17.3

Obesitas 5 11.4 0 0.0 5 9.6

(55)

37

Lampiran 8 Sebaran contoh berdasarkan tabulasi status gizi dan skor MAR serta asal SMA

Status gizi Sgt Kurang Kurang Sedang Baik Total

n % n % n % n % n %

SMA Yogyakarta Laki-laki

Sangat kurus 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Kurus 0 0.0 1 8.3 1 5.9 0 0.0 2 4.2

Normal 3 33.3 7 58.3 12 70.6 5 50.0 27 56.2

Overweight 2 22.2 3 25.0 3 17.6 3 30.0 11 22.9

Obesitas 4 44.4 1 8.3 1 5.9 2 20.0 8 16.7

Total 9 100.0 12 100.0 17 100.0 10 100.0 48 100.0

Perempuan

Sangat kurus 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Kurus 0 0.0 0 0.0 0 0.0 1 11.1 1 2.0

Normal 16 72.7 10 76.9 5 83.3 7 77.8 38 76.0

Overweight 4 18.2 3 23.1 0 0.0 1 11.1 8 16.0

Obesitas 2 9.1 0 0.0 1 16.7 0 0.0 3 6.0

Total 22 100.0 13 100.0 6 100.0 9 100.0 50 100.0

SMA Padang Laki-laki

Sangat kurus 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Kurus 3 15.0 3 20.0 0 0.0 0 0.0 8 16.3

Normal 12 60.0 9 60.0 5 83.3 6 85.7 30 61.2

Overweight 1 5.0 1 6.7 0 0.0 1 14.3 3 6.1

Obesitas 4 20.0 2 13.3 1 16.7 0 0.0 8 16.3

Total 20 100.0 15 100.0 6 100.0 7 100.0 49 100.0

Perempuan

Sangat kurus 0 0.0 0 0.0 0 0.0 1 12.5 1 1.9

Kurus 1 4.0 1 14.3 0 0.0 0 0.0 2 3.8

Normal 16 64.0 4 57.1 9 75.0 6 75.0 35 67.3

Overweight 4 16.0 2 28.6 3 25.0 0 0.0 9 17.3

Obesitas 4 16.0 0 0.0 0 0.0 1 12.5 5 9.6

(56)

38

Lampiran 9 Uji Hubungan

Correlations

Usia BUangJajan SkorHEI SkorMAR

Spearm

BsrKel PendAyah PendIbu SkorHEI SkorM AR

(57)

39 Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 6.277a 2 .043

Likelihood Ratio 6.892 2 .032

Linear-by-Linear Association .007 1 .935

N of Valid Cases 199

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum

expected count is ,65.

Correlations

SkorHEI SkorMAR

SkorHEI Pearson Correlation 1 .069

Sig. (2-tailed) .329

N 199 199

SkorMAR Pearson Correlation .069 1

Sig. (2-tailed) .329

(58)

40

Lampiran 10 Kelompok sumber bahan pangan komponen healthy eating index

Komponen Sumber bahan pangan

Sumber Karbohidrat Bihun, bubur beras, biskuit, havermout, kentang, makaroni, mie, nasi, roti, singkong, talas, tepung terigu, tepung maizena, tepung hunkue, tepung sagu, ubi, dll.

Sayuran Baligo, gambas, jamur, ketimun, labu, lobak,

slada, tomat, bayam, bit, buncis, brokoli, caisim, daun pakis, daun waluh, genjer, kol, kembang kol, kangkung, kacang panjang, pepaya muda, sawi, toege, wortel, jagung muda, bayam merah, daun katuk, daun melinjo, nangka muda, kacang kapri, dll.

Buah-buahan Anggur, apel, belimbing, blewah, duku, durian, jambu, jeruk, kedondong, kemang, kolang-kaling, kurma, leci, melon, mangga, nangka masak, nenas, pepaya, pisang, salak, rambutan, sawo, semangka, sirsak, dll.

Protein Hewani Susu, ayam, babat, daging kerbau, daging sapi, ikan, udang, dideh, bakso, daging kambing, hati dan jeroan, otak, telur, dll.

Protein Nabati Kacang hijau, kacang kedelai, kacang merah, kacang tanah, kacang tolo, oncom, susu kedelai, tahu, tempe, dll

(59)

41

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran healthy eating index remaja di SMA
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 2 Komponen Indonesia Healthy Eating Index
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu dan asal SMA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rata-rata diameter yang terbentuk dianalisis menggunakan Uji Normalitas Kolmogorov- Smirnov untuk melihat distribusi data yang diperoleh, dan diperoleh hasil p

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan presentase dari variabel yang diteliti

Analisis uji Kolmogorov-smirnov untuk melihat apakah data yang digunakan dalam penelitian ini berdistribusi normal atau tidak, dengan pengambilan keputusan apabila

Analisis univariat bertujuan untuk melihat hasil deskripsi data karakteristik individu, tingkat kepatuhan dan nilai HbA1c sedangkan analisis bivariat yang digunakan

Selanjutnya dilakukan analisis data secara univariat untuk melihat distribusi frekuensi dan melakukan uji fisher exsact untuk melihat faktor risiko yang dapat terjadi

Analisis data pada penelitian ini meng- gunakan analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi persalinan preterm, usia, tingkat pendidikan, jarak persalinan,

Ditemukan bahwa berdasarkan uji Kolmogorov Smirnov, data dalam penelitian ini berdistribusi normal pada setiap dimensi karena memiliki nilai signifikansi p &gt; 0,05

Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini berupa analisis univariat, dimana analisis yang dilakukan ini adalah untuk melihat gambaran, distribusi, frekuensi dan presentase