Hasil identifikasi/determinasi yang dilakukan di “Herbarium Bogoriense” Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor, menunjukkan bahwa tanaman sirih merah yang diteliti adalah jenis Piper cf. fragile Benth., suku Piperaceae.
Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia daun sirih merah yaitu daun bertangkai berbentuk jantung, ujung daun runcing, bertepi rata, daun berkerut, berwarna coklat, panjang 10-15 cm, lebar 7-8 cm dan beraroma wangi khas sirih.
Sirih merah rasanya sangat pahit dibandingkan dengan sirih biasa atau varietas lainnya, warna daun bagian atas hijau bercorak warna putih keabu-abuan sedangkan bagian bawah daun berwarna merah cerah (Sudewo, 2005). Tanaman ini berbatang bulat hijau keunguan dan tidak berbunga. Yang membedakan dengan sirih hijau adalah selain daunnya berwarna merah, bila daunnya disobek maka akan berlendir serta aromanya lebih wangi. Tanaman tumbuh subur di tempat teduh, bila tumbuh pada daerah panas atau sinar matahari langsung maka batangnya cepat mengering. Selain itu, warna merah daunnya akan pudar, padahal kemungkinan khasiatnya terletak pada senyawa kimia yang terkandung dalam warna merah daunnya (Anonim, 2007).
Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia daun sirih merah diperoleh adanya stomata tipe anomositik, rambut penutup, berkas pembuluh, tetesan minyak dan kelenjar minyak atsiri berwarna kuning jingga.
Hasil karakteristik simplisia daun sirih merah diperoleh kadar air 8,66%, kadar sari larut air 18,39%, kadar sari larut etanol 11,62%, kadar abu total 9,56%
dan kadar abu tidak larut asam 1,20%. Karakteristik simplisia daun sirih merah belum terdapat pada monografi buku Materia Medika Indonesia (MMI), maka sebagai perbandingan dilihat dari suku Piperaceae yaitu daun sirih (Piper betle L.). Hasil karakteristik simplisia daun sirih merah (Piper cf. fragile Benth.) berbeda dengan daun sirih (Piper betle L.) yang terdapat pada buku MMI edisi IV, namun kadar yang diperoleh dari hasil karakteristik simplisia daun sirih merah tersebut memenuhi syarat yang sesuai dengan standar simplisia daun sirih (Piper betle L.) pada monografi buku MMI edisi IV jadi simplisia daun sirih merah dapat digunakan sebagai bahan penelitian.
Hasil pemeriksaan skrining fitokimia serbuk simplisia daun sirih merah menunjukkan adanya senyawa flavonoid, alkaloid, glikosida, saponin, tanin dan steroid/triterpenoid.
Ekstraksi dilakukan secara perkolasi menggunakan pelarut etanol 96% dari 200 g serbuk kering diperoleh ekstrak kental 53,2 g.
Pada uji efek hipoglikemik, terlebih dahulu dilakukan orientasi penurunan KGD EESM 1% dengan variasi dosis yaitu 50, 100 dan 200 mg/kg BB dan dari ketiga dosis yang diuji ternyata EESM 1% memberikan efek penurunan KGD dimana dosis 100 mg/kg BB memberikan efek menurunkan KGD tikus yang mendekati glibenklamid dosis 1 mg/kg BB, sehingga untuk penelitian selanjutnya tetap digunakan EESM dosis 50, 100 dan 200 mg/kg BB sebagai perlakuan.
Penelitian ini menggunakan tikus putih jantan sebagai hewan percobaan yang dibuat hiperglikemia dengan harapan tercapai kenaikan kadar gula dalam darah dengan metode toleransi glukosa yang diberikan secara oral. Tikus dikelompokkan secara acak menjadi 6 kelompok, masing-masing kelompok terdiri
dari 6 ekor tikus yaitu kelompok I tidak diberi obat hanya diberikan larutan glukosa 50% dosis 5 g/kg BB sebagai kontrol diabetes, kelompok II diberi suspensi CMC 0,5% dosis 1% BB sebagai kontrol negatif, kelompok III diberikan suspensi glibenklamid dosis 1 mg/kg BB sebagai pembanding, kelompok IV, V dan VI masing-masing diberikan suspensi EESM 50, 100 dan 200 mg/kg BB sebagai kelompok sediaan uji.
Rata-rata KGD tikus setelah puasa selama 18 jam untuk semua hewan percobaan adalah 104,40 mg/dl. Berdasarkan hasil analisis statistik Anava dan dilanjutkan uji beda rata-rata Duncan menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna untuk setiap perlakuan baik n = 6 maupun n = 36, hal ini menunjukkan bahwa tikus yang digunakan masih dalam kondisi fisiologis yang homogen yakni dengan kadar gula darah normal. Berdasarkan analisis statistik tersebut maka untuk menit 0 digunakan rata-rata KGD puasa yaitu 104,40 mg/dl.
Tikus yang telah diukur KGD puasanya, kemudian diberi larutan glukosa 50% dosis 5 g/kg BB dimana setelah 30 menit kemudian terjadi peningkatan KGD tikus pada masing-masing kelompok perlakuan.
Rata-rata KGD tikus setelah pemberian larutan glukosa 50% dosis 5 g/kg BB untuk semua hewan percobaan adalah 202,32 mg/dl, selanjutnya diistilahkan sebagai tikus diabetes. Berdasarkan hasil analisis statistik Anava dan dilanjutkan uji beda rata-rata Duncan menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna untuk setiap perlakuan baik n = 6 maupun n = 36, hal ini menunjukkan bahwa tikus yang digunakan masih dalam kondisi fisiologis yang homogen yakni hiperglikemia. Berdasarkan hasil analisis statistik tersebut maka untuk menit ke-30 digunakan rata-rata KGD diabetes yaitu 202,32 mg/dl.
Terhadap tikus diabetes masing-masing diberi perlakuan yaitu kelompok I tidak diberi obat hanya diberikan larutan glukosa 50% dosis 5 g/kg BB, kelompok II diberikan suspensi CMC 0,5% dosis 1% BB, kelompok III diberikan suspensi glibenklamid dosis 1 mg/kg BB, kelompok IV, V dan IV masing-masing diberikan suspensi EESM dosis 50, 100 dan 200 mg/kg BB. Pengukuran kadar gula darah tikus dilakukan pada menit ke 60, 90, 120, 150 dan 180.
Hasil pengukuran rata-rata KGD setelah perlakuan pada masing-masing kelompok dapat dilihat pada tabel 4 dan gambar 10 dibawah ini.
Tabel 4. Hasil pengukuran rata-rata KGD setelah perlakuan (n = 6)
No. Kelompok yang diberi perlakuan Rata-rata KGD tikus setelah puasa (mg/dl) Rata-rata KGD tikus setelah 30 menit pemberian larutan glukosa 50% (mg/dl) KGD setelah perlakuan (mg/dl) 60 menit 90 menit 120 menit 150 menit 180 menit 1. Glukosa 50% 104,40 202,32 197,16 189,33 172,83 149,16 117,16 2. CMC 1% BB 193,83 183,16 169,50 142,33 114,33 3. Glibenklamid 1 mg/kg BB 175,33 141,16 120,50 100,50 98,16 4. EESM 50 188,50 166,33 140,00 112,33 102,83 5. EESM 100 180,50 147,83 123,83 104,83 103,16 6. EESM 200 162,50 129,16 104,50 101,16 99,83
0 50 100 150 200 250 Waktu (menit) K G D (m g /d l) Glukosa 50% CMC 1% BB Glibenklamid 1 mg/kg BB EESM 50 EESM 100 EESM 200 0 30 60 90 120 150 180
Gambar 10. Grafik rata-rata KGD setelah perlakuan (n = 6)
Pada gambar 10 diatas menunjukkan bahwa pemberian EESM dengan dosis 50, 100 dan 200 mg/kg BB dapat menurunkan KGD sampai ke batas normal. Penurunan KGD EESM dengan dosis 100 mg/kg BB lebih mendekati penurunan glibenklamid dosis 1 mg/kg BB. Penurunan KGD tikus mulai terlihat pada menit ke-60 baik dengan pemberian EESM dosis 50, 100 dan 200 mg/kg BB maupun dengan pemberian glibenklamid dengan dosis 1 mg/kg BB.
Hasil pengukuran rata-rata KGD tikus/persentase penurunan KGD tikus setelah pemberian larutan glukosa 50% pada selang waktu 60 menit dapat dilihat pada gambar 11 dibawah ini.
0 50 100 150 200 250 Perlak uan R at a-rat a K G D ( m g/ d l)
Tikus diabetes Glukosa 50%
CMC 1% BB EESM 50
EESM 100 Glibenklamid 1 mg/kg BB
EESM 200
2,55% 4,19% 6,83% 10,78% 13,34% 19,68%
Gambar 11.Grafik rata-rata KGD tikus/persentase penurunan KGD tikus setelah pemberian larutan glukosa 50% pada selang waktu 60 menit
Pada gambar 11 diatas menunjukkan bahwa pada selang waktu 60 menit, persentase penurunan KGD tikus pada setiap kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok tikus diabetes yaitu 2,55% untuk kelompok kontrol diabetes, 4,19% untuk kelompok kontrol negatif, 13,34% untuk kelompok glibenklamid dosis 1 mg/kg BB dan untuk kelompok EESM dosis 50, 100 dan 200 mg/kg BB masing-masing 6,83%, 10,78% dan 19,68%. Persentase penurunan terbesar terjadi pada pemberian EESM dosis 200 mg/kg BB yaitu sebesar 19,68%.
Berdasarkan hasil analisis statistik Anava (p<0,05) terhadap penurunan KGD pada menit ke-60 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar perlakuan dan untuk mengetahui perbedaan yang bermakna antar perlakuan dilanjutkan uji beda rata-rata Duncan, yang menunjukkan bahwa kelompok EESM dosis 100 mg/kg BB tidak memberikan perbedaan bermakna dengan kelompok glibenklamid dosis 1 mg/kg BB dalam menurunkan KGD tikus. Hal ini dapat disebabkan karena absorpsi dan potensi untuk menurunkan KGD dari zat berkhasiat yang terkandung dalam ekstrak maupun glibenklamid relatif sama.
Namun, kelompok EESM dosis 100 mg/kg BB memberikan perbedaan bermakna dengan kelompok kontrol diabetes, kontrol negatif, EESM dosis 50 dan 200 mg/kg BB. Sedangkan antara kelompok kontrol diabetes dengan kontrol negatif dan antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok EESM dosis 50 mg/kg BB tidak memberikan perbedaan bermakna, hal ini dapat disebabkan karena potensi untuk menurunkan KGD relatif sama.
Hasil pengukuran rata-rata KGD tikus/persentase penurunan KGD tikus setelah pemberian larutan glukosa 50% pada selang waktu 90 menit dapat dilihat pada gambar 12 dibawah ini.
0 50 100 150 200 250 Perlak uan R at a-rat a K G D ( m g/ d l)
Tikus diabetes Glukosa 50%
CMC 1% BB EESM 50
EESM 100 Glibenklamid 1 mg/kg BB
EESM 200
6,42% 9,47% 17,78% 26,93% 30,22% 36,16%
Gambar 12.Grafik rata-rata KGD tikus/persentase penurunan KGD tikus setelah pemberian larutan glukosa 50% pada selang waktu 90 menit
Pada gambar 12 diatas menunjukkan bahwa pada selang waktu 90 menit, persentase penurunan KGD tikus pada setiap kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok tikus diabetes yaitu 6,42% untuk kelompok kontrol diabetes, 9,47% untuk kelompok kontrol negatif, 30,22% untuk kelompok glibenklamid dosis 1 mg/kg BB dan untuk kelompok EESM dosis 50, 100 dan 200 mg/kg BB
masing-masing 17,78%, 26,93% dan 36,16%. Persentase penurunan terbesar terjadi pada pemberian EESM dosis 200 mg/kg BB yaitu sebesar 36,16%.
Berdasarkan hasil analisis statistik Anava (p<0,05) terhadap penurunan KGD pada menit ke-90 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar perlakuan dan untuk mengetahui perbedaan yang bermakna antar perlakuan dilanjutkan uji beda rata-rata Duncan, yang menunjukkan bahwa kelompok kontrol diabetes tidak memberikan perbedaan bermakna dengan kelompok kontrol negatif. Kelompok EESM dosis 100 mg/kg BB tidak memberikan perbedaan bermakna dengan kelompok glibenklamid dosis 1 mg/kg BB dalam menurunkan KGD tikus, tetapi memberikan perbedaan bermakna dengan kelompok kontrol diabetes, kontrol negatif, EESM dosis 50 dan 200 mg/kg BB.
Hasil pengukuran rata-rata KGD tikus/persentase penurunan KGD tikus setelah pemberian larutan glukosa 50% pada selang waktu 120 menit dapat dilihat pada gambar 13 dibawah ini.
0 50 100 150 200 250 Perlak uan R at a-rat a K G D ( m g/ d l)
Tikus diabetes Glukosa 50%
CMC 1% BB EESM 50
EESM 100 Glibenklamid 1 mg/kg BB
EESM 200
14,57% 16,22% 30,80% 38,79% 40,44% 48,34%
Gambar 13.Grafik rata-rata KGD tikus/persentase penurunan KGD tikus setelah pemberian larutan glukosa 50% pada selang waktu 120 menit
Pada gambar 13 diatas menunjukkan bahwa pada selang waktu 120 menit, persentase penurunan KGD tikus pada setiap kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok tikus diabetes yaitu 14,57% untuk kelompok kontrol diabetes, 16,22% untuk kelompok kontrol negatif, 40,44% untuk kelompok glibenklamid dosis 1 mg/kg BB dan untuk kelompok EESM dosis 50, 100 dan 200 mg/kg BB masing-masing 30,80%, 38,79% dan 48,34%. Persentase penurunan terbesar terjadi pada pemberian EESM dosis 200 mg/kg BB yaitu sebesar 48,34%. Pada selang waktu 120 menit setelah pemberian EESM, potensi zat berkhasiat dalam EESM sudah semakin berkurang karena mulai mengalami eliminasi atau penurunan kadar zat berkhasiat dalam darah.
Berdasarkan hasil analisis statistik Anava (p<0,05) terhadap penurunan KGD pada menit ke-120 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar perlakuan dan untuk mengetahui perbedaan yang bermakna antar perlakuan dilanjutkan uji beda rata-rata Duncan, yang menunjukkan bahwa kelompok kontrol diabetes tidak memberikan perbedaan bermakna dengan kelompok kontrol negatif. Kelompok EESM dosis 100 mg/kg BB tidak memberikan perbedaan bermakna dengan kelompok glibenklamid dosis 1 mg/kg BB dalam menurunkan KGD tikus, tetapi memberikan perbedaan bermakna dengan kelompok kontrol diabetes, kontrol negatif, EESM dosis 50 dan 200 mg/kg BB.
Hasil pengukuran rata-rata KGD tikus/persentase penurunan KGD tikus setelah pemberian larutan glukosa 50% pada selang waktu 150 menit dapat dilihat pada gambar 14 dibawah ini.
0 50 100 150 200 250 Perlak uan R at a-rat a K G D ( m g/ d l)
Tikus diabetes Glukosa 50%
CMC 1% BB EESM 50
EESM 100 EESM 200
Glibenklamid 1 mg/kg BB
26,27% 29,65% 44,47% 48,18% 50,00% 50,32%
Gambar 14.Grafik rata-rata KGD tikus/persentase penurunan KGD tikus setelah pemberian larutan glukosa 50% pada selang waktu 150 menit
Pada gambar 14 diatas menunjukkan bahwa pada selang waktu 150 menit, persentase penurunan KGD tikus pada setiap kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok tikus diabetes yaitu 26,27% untuk kelompok kontrol diabetes, 29,65% untuk kelompok kontrol negatif, 50,32% untuk kelompok glibenklamid dosis 1 mg/kg BB dan untuk kelompok EESM dosis 50, 100 dan 200 mg/kg BB masing-masing 44,47%, 48,18% dan 50,00%. Persentase penurunan terbesar terjadi pada pemberian glibenklamid dosis 1 mg/kg BB yaitu sebesar 50,32%. Pada selang waktu 150 menit setelah pemberian EESM, potensi zat berkhasiat dalam EESM telah mengalami eliminasi atau penurunan kadar zat berkhasiat dalam darah, sehingga potensi dalam menurunkan KGD dari EESM tersebut sudah berkurang. Hal ini ditandai dengan KGD pada selang waktu tersebut sudah mencapai normal.
Berdasarkan hasil analisis statistik Anava (p<0,05) terhadap penurunan KGD pada menit ke-150 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar perlakuan dan untuk mengetahui perbedaan yang bermakna antar perlakuan
dilanjutkan uji beda rata-rata Duncan, yang menunjukkan bahwa kelompok kontrol diabetes tidak memberikan perbedaan bermakna dengan kelompok kontrol negatif. Kelompok EESM dosis 100 mg/kg BB tidak memberikan perbedaan bermakna dengan kelompok glibenklamid dosis 1 mg/kg BB, EESM dosis 50 dan 200 mg/kg BB dalam menurunkan KGD tikus, tetapi memberikan perbedaan bermakna dengan kontrol diabetes dan kontrol negatif.
Hasil pengukuran rata-rata KGD tikus/persentase penurunan KGD tikus setelah pemberian larutan glukosa 50% pada selang waktu 180 menit dapat dilihat pada gambar 15 dibawah ini.
0 50 100 150 200 250 Perlak uan R at a-rat a K G D ( m g/ d l)
Tikus diabetes Glukosa 50%
CMC 1% BB EESM 100
EESM 50 EESM 200
Glibenklamid 1 mg/kg BB
42,09% 43,49% 49,01% 49,17% 50,65% 51,48%
Gambar 15.Grafik rata-rata KGD tikus/persentase penurunan KGD tikus setelah pemberian larutan glukosa 50% pada selang waktu 180 menit
Pada gambar 15 diatas menunjukkan bahwa pada selang waktu 180 menit, persentase penurunan KGD tikus pada setiap kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok tikus diabetes yaitu 42,09% untuk kelompok kontrol diabetes, 43,49% untuk kelompok kontrol negatif, 51,48% untuk kelompok glibenklamid dosis 1 mg/kg BB dan untuk kelompok EESM dosis 50, 100 dan 200 mg/kg BB masing-masing 49,17%, 49,01% dan 50,65%. Persentase penurunan terbesar
terjadi pada pemberian glibenklamid dosis 1 mg/kg BB yaitu sebesar 51,48%. Pada selang waktu 180 menit setelah pemberian EESM, potensi zat berkhasiat dalam EESM telah mengalami eliminasi atau penurunan kadar zat berkhasiat dalam darah, sehingga potensi dalam menurunkan KGD dari EESM tersebut sudah berkurang. Hal ini ditandai dengan KGD pada selang waktu tersebut sudah mencapai normal.
Berdasarkan hasil analisis statistik Anava (p<0,05) terhadap penurunan KGD pada menit ke-180 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar perlakuan dan untuk mengetahui perbedaan yang bermakna antar perlakuan dilanjutkan uji beda rata-rata Duncan, yang menunjukkan bahwa kelompok kontrol diabetes tidak memberikan perbedaan bermakna dengan kelompok kontrol negatif. Kelompok EESM dosis 100 mg/kg BB tidak memberikan perbedaan bermakna dengan kelompok glibenklamid dosis 1 mg/kg BB, EESM dosis 50 dan 200 mg/kg BB dalam menurunkan KGD tikus, tetapi memberikan perbedaan bermakna dengan kontrol diabetes dan kontrol negatif.
Senyawa fitokimia yang terkandung dalam daun sirih merah adalah flavonoid, alkaloid, glikosida, saponin, tanin, steroid/triterpenoid dan minyak atsiri. Menurut Ivorra, M.D dalam buku ”A review of natural product and plants as potensial antidiabetic” senyawa aktif alkaloid dan flavonoid memiliki aktivitas hipoglikemik atau penurun kadar glukosa darah (Anonim, 2007). Flavonoid adalah zat nabati yang banyak terkandung dalam sayur dan buah, sering kali dalam zat-zat berwarna merah, jingga atau kuning (Tjay dan Kirana, 2007).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN