• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Sekolah

Sekolah yang menjadi sasaran pada penelitian ini terdiri dari tiga sekolah di Kabupaten Bogor yaitu SDN 01 Palasari, SDN 02 Palsari, dan SDN 01 Cipicung serta tiga sekolah di Kota Bogor yaitu SDN 01 Sindangbarang, SDN 02 Sindangbarang, dan SDN 03 Sindangbarang. Alasan pemilihan sekolah ini terdiri dari beberapa pertimbangan. Pertama, tiga sekolah yang berada di daerah Kabupaten Bogor merupakan tempat salah satu proyek kerjasama antara Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB dengan Program CSR (Corporate Social Responsibility) salah satu perusahaan di Indonesia sehingga memudahkan peneliti untuk mendapatkan perizinan untuk melakukan penelitian. Pertimbangan kedua memilih tiga sekolah di Kota Bogor karena sekolah yang dipilih karena akses dari jalan raya dekat serta mudah untuk mendapatkan perizinan melakukan penelitian di tempat sekolah tersebut.

Sekolah Dasar Negeri 01 Palasari

Sekolah Dasar Negeri 01 Palasari berdiri tahun 1926 dan terletak di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Secara geografis SDN 01 Palasari dekat dengan jalan raya. SDN 01 Palasari dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana Pendidikan. Jumlah guru/staf pengajar 11 orang, tata usaha satu orang, dan penjaga sekolah satu orang. Luas tanah sekolah seluas 1500 m2 dan luas bangunannya 504 m2. Fasilitas yang dimiliki terdiri dari enam ruang kelas, satu ruang guru, satu ruang kepala sekolah, satu lapangan olahraga sekaligus tempat parkir, satu perpustakaan, satu gudang, dua toilet guru, dua toilet siswa, dan satu ruang kesenian. Kegiatan ektrakurikuler antara lain terdiri dari pencak silat dan degung. Biaya SPP untuk siswa diperoleh dari dana BOS.

Sekolah Dasar Negeri 02 Palasari

Sekolah Dasar Negeri 02 Palasari berdiri tahun 1977 dan beroperasi pada tahun 1980. Secara geografis SDN 02 Palasari dekat dengan jalan raya. Sekolah Dasar Negeri 02 Palasari terletak di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. SDN 02 Palasari dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana Pendidikan. Jumlah guru/staf pengajar berjumlah tujuh orang, penjaga sekolah satu orang, dan penjaga kebersihan satu orang. Fasilitas yang dimiliki terdiri dari enam ruang kelas, satu ruang guru sekaligus ruang kepala sekolah, satu lapangan olahraga sekaligus tempat parkir, satu perpustakaan sekaligus dijadikan mushola, satu

gudang, dan satu toilet guru. Kegiatan ektrakurikuler antara lain terdiri dari voli dan pramuka. Biaya SPP untuk siswa diperoleh dari dana BOS.

Sekolah Dasar Negeri 01 Cipicung

Sekolah Dasar Negeri 01 Cipicung berdiri tahun 1948. Sekolah Dasar Negeri 01 Cipicung terletak di Kecamatan Palasari Kabupaten Bogor. SDN 01 Cipicung dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana Pendidikan. Ada kesamaan diantara SDN 01 Cipicung dengan SDN 02 Palasari yaitu kepala sekolah keduanya dipimpin oleh orang yang sama. Jumlah guru/staf pengajar berjumlah sembilan orang dan penjaga kebersihan satu orang. SDN 01 Cipicung lebih sulit ditempuh dibandingkan SDN 01 dan 02 Palasari dikarenakan akses jalan yang sangat kecil. Fasilitas yang dimiliki terdiri dari lima ruang kelas, satu ruang guru sekaligus ruang kepala sekolah, satu lapangan olahraga sekaligus tempat parkir, satu perpustakaan dan gudang, dan satu toilet guru. Kegiatan ektrakurikuler antara lain terdiri dari pramuka. Biaya SPP untuk siswa diperoleh dari dana BOS.

Sekolah Dasar Negeri 01 Sindangbarang

Sekolah Dasar Negeri 01 Sindangbarang berdiri pada tahun 1950. Sekolah Dasar Negeri 01 Sindangbarang terletak di Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor. SDN 01 Sindabarang dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang bergelar Sarjana Pendidikan. Kegiatan belajar mengajar di SDN 01 Sindangbarang dilakukan pagi hari sampai siang. Jumlah guru/staff pengajar berjumlah tiga belas orang dan penjaga sekolah satu orang. Fasilitas yang dimiliki oleh SDN 01 Sindangbarang yaitu ruangan kelas berjumlah enam ruangan, satu ruangan guru, satu ruangan perpustakaan, satu ruangan kepala sekolah, satu tempat lapangan olahraga, dan satu lapangan untuk parkir.

Sekolah Dasar Negeri 02 Sindangbarang

Sekolah Dasar Negeri 02 Sindangbarang berdiri pada tahun 1942. Sekolah Dasar Negeri Sindangbarang 02 terletak di Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor. SDN 02 Sindangbarang dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang bergelar Sarjana Pendidikan. Jumlah guru/staf pengajar berjumlah tiga belas orang, staf tata usaha satu orang, penjaga sekolah satu orang, dan satu orang satpam. Fasilitias yang dimiliki oleh SDN 02 Sindangbarang yaitu 6 ruangan kelas, satu ruangan kepala sekolah, satu ruangan guru, satu ruangan laboratorium IPA, satu ruangan musholla, satu lapangan olahraga, dan satu ruangan gudang. SDN 02 Sindangbarang melakukan aktifitas belajar mangajar pagi sampai sore.

19

Sekolah Dasar Negeri 03 Sindangbarang

Sekolah Dasar Negeri 03 Sindangbarang berdiri pada tahun 1960. Sekolah Dasar Negeri 03 Sindangbarang terletak di Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor tepatnya berada disebelah Sekolah Dasar Negeri 01 Sindangbarang. SDN 02 Sindangbarang dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang bergelar Magister Pendidikan. Jumlah guru/staf pengajar terdiri dari tiga belas orang, satu tenaga administrasi, dan satu penjaga sekolah. Fasilitas yang dimiliki oleh SDN 03 Sindangbarang yaitu ruangan kelas berjumlah enam, ruangan kepala sekolah dan guru satu ruangan, WC siswa berjumlah tiga, dan WC guru berjumlah satu, serta satu lapangan olahraga.

Karakteristik Contoh Jenis Kelamin

Pada penelitian ini jenis kelamin contoh terdiri dari laki-laki dan perempuan. Sebaran jenis kelamin contoh berdasarkan wilayah kota dan kabupaten disajikan pada Tabel3

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin No. Jenis Kelamin

Wilayah Kabupaten Kota n % n % 1. Laki-Laki 8 34.8 6 26.1 2. Perempuan 15 65.2 17 73.9 Total 23 100 23 100

Berdasarkan Tabel 3 jumlah guru yang berpartisipasi dalam penelitian ini berjumlah 46 orang dibagi berdasarkan sebaran wilayah yaitu 23 orang dari kota dan 23 orang dari kabupaten. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa guru perempuan di kota lebih banyak dibanding guru laki-laki dengan persentase 73.9% dan proporsi guru di kota hanya 26.1%, begitu juga dengan guru perempuan di kabupaten lebih banyak di banding guru laki-laki dengan persentase 65.2% sedangkan proporsi guru laki-laki hanya 34.8%. Hasil Tabel 3 didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Firtiyani (2009) menunjukkan bahwa guru perempuan (76.5%) lebih banyak dibandingkan guru laki-laki (23.5%).

Usia

Usia merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi produktifitas seseorang (Khomsan dkk 2006). Terdapat keberagaman usia contoh dalam penelitian ini, yaitu berkisar antara 20-59 tahun. Sebaran usia contoh di wilayah kabupaten dan kota disajikan pada Tabel4.

Tabel 4 Seberan kelompok usia contoh

No. Kelompok Usia

Wilayah Kabupaten Kota n % n % 1. Dewasa Awal 13 56.5 3 13 2. Dewasa Madya 10 43.5 20 87 3. Dewasa Akhir 0 0 0 0 Total 23 100 23 100 Rata-rata ± SD 39.22 ± 9.81 47 ± 7.28

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa rata-rata usia contoh untuk wilayah kabupaten adalah 39.22 ± 9.81 tahun dan untuk wilayah kota adalah 47 ± 7.28 tahun. Berdasarkan sebaran usia contoh diketahui bahwa wilayah kabupaten termasuk dalam kelompok usia dewasa awal, yaitu sebesar 58.3%, sementara itu untuk wilayah kota contoh termasuk dewasa madya, yaitu sebesar 87%. Dari keseluruhan contoh dalam penelitian ini usia paling muda untuk wilayah kabupaten adalah 20 tahun dan untuk wilayah kota adalah 25 tahun, sedangkan usia yang paling tua di kabupaten adalah 56 tahun dan wilayah kota yang paling tua adalah 59 tahun. Hal ini sejalan dengan peneltitian yang dilakukan oleh fitriyani (2009) yang menunjukkan bahwa sebagian besar guru (61,8%) di Bogor memiliki rentan usia 36-50 tahun.

Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal yang telah ditempuh oleh contoh baik itu SMA, Diploma ataupun S1. Sebaran tingkat pendidikan contoh di wilayah kabupaten dan kota disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran pendidikan contoh

No. Pendidikan Wilayah Kabupaten Kota n % n % 1. SMA 8 34.8 1 4.3 2. Diploma 4 17.4 2 8.6 3. S1 11 47.8 20 87.1 Total 23 100 23 100

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa pendidikan terakhir contoh untuk wilayah kabupaten memiliki persentase terbesar pada tingkat S1, yaitu sebesar 47.8%. Pendidikan terakhir contoh untuk wilayah kota memiliki persentase terbesar pada tingkat S1, yaitu sebesar 87.1%. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan terakhir contoh di kota maupun di kabupaten sama yaitu S1 dengan persentase 47.8% di wilayah kabupaten dan 87.1% di wilayah kota. Hasil Tabel 5 sesuai dengan penelitian yang dilakukan

21

oleh Adhitya (2010) bahwa pendidikan terakhir guru SD di Kota Bogor merupakan lulusan S1 (78.1%).

Lama Bekerja Sebagai Guru

Lama bekerja dihitung lamanya bekerja sebagai guru, baik di sekolah yang bersangkutan saat ini maupun di sekolah sebelumnya. Lama bekerja menjadi guru dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu 1-10 tahun, 11-20 tahun, 21-30 tahun. Sebaran contoh berdasarkan lama bekerja disajikan pada Tabel 5.

Tabel 6 Sebaran lama bekerja contoh

No. Lama Bekerja

Wilayah Kabupaten Kota n % n % 1. 1-10 tahun 13 56.5 5 21.7 2. 11-20 tahun 4 17.4 2 8.7 3. 21-30 tahun 6 26.1 16 69.6 Total 23 100 23 100

Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa contoh di wilayah kabupaten sebagian besar sudah bekerja selama 1-10 tahun (56.5%) dan 21-30 tahun (26.1%), sedangkan sisanya (17.4%) bekerja antara 11-20 tahun. Wilayah kota sebagian besar contoh sudah bekerja selama 21-30 tahun (69.6%) dan 1-10 tahun (21.7%), sedangkan sisanya (8.7%) bekerja selama 11-20 tahun. Penelitian yang dilakukan Fitriyanti (2009) menunjukkan bahwa sebagian besar guru di Kota Bogor memiliki lama bekerja 21-30 tahun sebanyak 41.2% dan 1-10 tahun 30.9%.

Status Pekerjaan Sebagai Guru

Status pekerjaan sebagai guru digolongkan menjadi tiga yaitu guru tetap, guru kontrak, dan guru honorer. Sebaran contoh berdasarkan status pekerjaan sebagai guru disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran status pekerjaan sebagai guru No. Status Pekerjaan Wilayah Kabupaten Kota n % n % 1. PNS 12 52.2 22 957 2. Honorer 11 47.8 1 4.3 3. Kontrak 0 0 0 0 Total 23 100 23 100

Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa contoh di wilayah kabupaten sebagian besar berstatus PNS sebanyak 52.2%, sedangkan sisanya 47.8% merupakan guru honorer. Wilayah kota sebagian besar contoh berstatus PNS sebanyak 95.7% atau hampir seluruh contoh merupakan PNS, sedangkan sisanya 4.3% merupakan guru honorer. Berdasarkan Tabel 7 juga menunjukkan

bahwa contoh yang berstatus PNS lebih banyak di wilayah kota dibandingkan di wilayah kabupaten.

Pelatihan/Seminar yang Pernah diikuti

Pelatihan/seminar yang pernah diikuti contoh dibagi menjadi dua kategori pernah dan tidak pernah. Sebaran contoh berdasarkan pelatihan/seminar yang pernah diikuti disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Pelatihan/Seminar yang pernah diikuti No. Pelatihan/ Seminar Wilayah Kabupaten Kota N % n % 1. Pernah 11 47.8 5 21.7 2. Tidak Pernah 12 52.2 18 78.3 Total 23 100 23 100

Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan bahwa contoh di wilayah kabupaten sebagian besar tidak pernah mengikuti pelatihan/seminar yaitu 52.2%, sedangkan di wilayah kota sebanyak 78.3% contoh tidak pernah mengikuti pelatihan/seminar. Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian Syarief et al.

(1988) yang dilakukan di Jawa Barat dan Sumatera Barat terungkap bahwa sebagian besar guru tidak mempunyai latar pendidikan atau kursus/pelatihan tentang pangan dan gizi, atau UKS. Hasil diatas juga didukung oleh penelitian Adhitya (2011) yang dilakukan di Kota Bogor bahwa sebanyak 62.5% guru tidak pernah mengikuti pelatihan ataupun seminar yang berkaitan dengan gizi.

Contoh yang pernah mengikuti pelatihan ataupun seminar di wilayah kabupaten sebanyak 47.8% sedangkan di wilayah kota hanya 21.7% contoh yang pernah mengikuti pelatihan ataupun seminar yang terkait dengan pangan dan gizi. Pelatihan ataupun seminar yang diikuti oleh contoh di wilayah kabupaten merupakan pelatihan ataupun seminar yang diselenggarakan CSR suatu perusahan bekerja sama dengan Departemen Gizi Masyarakat Institut pertanian bogor. Wilayah kota sendiri pelatihan ataupun seminar yang diikuti diselenggarakan oleh Institut Pertanian Bogor dan adanya penelitian disekolah tersebut mengenai pangan dan gizi dari Universitas lain.

Mata Pelajaran yang Diasuh

Contoh yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah guru kelas, guru penjaskes, guru agama, dan guru bahasa inggris. Sebaran contoh berdasarkan mata pelajaran yang diasuh disajikan pada Tabel 9.

23

Tabel 9 Sebaran mata pelajaran yang diasuh No. Guru Wilayah Kabupaten Kota N % n % 1. Kelas 18 78.3 18 78.3 2. Penjaskes 0 0 2 8.7 3. Agama 5 21.7 2 8.7 4. Bahasa Inggris 0 0 1 4.3 Total 23 100 23 100

Berdasarkan Tabel 9 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar contoh di wilayah kabupaten merupakan guru kelas sebanyak 78.3%, sedangkan di wilayah kota sebagian besar contoh juga ,merupakan guru kelas dengan persentase 78.3%. Sisanya guru penjaskes di wilayah kabupaten tidak ada begitu juga dengan guru bahasa inggris, sementara itu guru agama sebanyak 21.7%. Di wilayah kota persentase guru penjaskes adalah 8.7% sama dengan persentase dengan guru agama, sedangkan guru bahasa inggris persentasenya adalah 4.3%.

Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan

Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang tentang ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk (Suhardjo 2003). Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar pada pertanyaan pengetahuan gizi disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar pada pertanyaan pengetahuan gizi

Pertanyaan Pengetahuan gizi

Kabupaten (n=23) Kota (n=23) Total (n=46) n % n % n %

1. Akibat kekurangan gizi pada anak 23 100 23 100 46 100

2. Akibat kegemukan 23 100 22 95.6 45 97.8 3. Kelompok bahan makanan yang

mengendung protein 23 100 23 100 46 100

4. Bahan yang merupakan sumber lemak 22 95.6 20 87.0 42 91.3 5. Informasi yang harus ada pada label

makanan. Kecuali 4 17.4 7 30.4 11 23.9

6. Salah satu upaya mempertahankan

kesehatan dengan cara berolahraga minimal 6 26.1 4 17.4 10 21.7 7. Konsumsi cairan dalam sehari untuk anak 19 82.6 18 73.9 37 80.4

Pertanyaan Pengetahuan gizi Kabupaten (n=23) Kota (n=23) Total (n=46) n % n % n % usia 10-12 tahun

8. Makanan yang paling aman dikonsumsi 23 100 23 100 46 100

9. Bahan tambahan pangan yang tidak dianjurkan seperti formalin dan boraks menyebabkan

22 95.6 23 100 45 97.8 10. Formalin dan boraks merupakan jenis 23 100 23 100 46 100

Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan bahwa dari sepuluh pertanyaan yang diajukan ada dua pertanyaan yang kurang mampu dijawab oleh contoh baik wilayah kota dan wilayah kabupaten yaitu pertanyaan mengenai informasi yang harus ada pada label makanan dan salah satu upaya mempertahankan kesehatan dengan cara berolahraga. Hanya 23.9% dari keseluruhan contoh yang dapat menjawab degan benar pertanyaan mengenai label makanan, serta 21.7% dari keseluruhan contoh yang bisa menjawab pertanyaan mengenai salah satu upaya mempertahankan kesehatan dengan cara berolahraga. Guru kesulitan menjawab pertanyaan mengenai label makanan dan mengenai upaya mempertahankan kesehatan di duga karena kurangnya informasi, sehingga guru hanya mengandalkan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari sekolah yang masih minim.

Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan bahwa dari kesepuluh pertanyaan tersebut ada empat pertanyaan yang bisa dijawab oleh keseluruhan contoh (100%) baik contoh yang berasal dari wilayah kabupaten maupun yang berasal dari wilayah kota. Pertanyaan yang dapat dijawab dengan baik oleh contoh tersebut mengenai akibat kekurangan gizi pada anak, kelompok bahan makanan yang mengandung protein, serta mengenai formalin dan boraks. Begitu juga dengan pertanyaan yang lain sebagian besar dapat dijawab dengan baik oleh keseluruhan contoh baik wilayah kabupaten maupun wilayah kota. Hal ini diduga karena banyaknya informasi dari berbagai media mengenai kekurangan gizi pada anak, mengenai bahaya boraks dan formalin yang beredar di masyarakat. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi menurut wilayah dapat dilihat pada Tabel 11.

25

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi menurut wilayah No. Pengetahuan gizi Wilayah Kabupaten Kota n % n % 1. Kurang 0 0 0 0 2. Sedang 15 65.2 20 87 3. Baik 8 34.8 3 13 Total 23 100 23 100 Rata-rata ± SD 81.74 ± 2.35 80.43± 2.13 p>0.05

Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa pengetahuan gizi contoh sebagian besar contoh berpengetahuan sedang. Tabel 11 juga menunjukkan bahwa nilai skor rata-rata wilayah kabupaten (81.74 ± 2.35) lebih besar wilayah kota (80.43±2.13). Hasil ini berbeda dengan penelitian Fitriyani (2009) di Kota dan Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa lebih dari separuh guru SD (61.8%) mempunyai pengetahuan gizi yang rendah. Hasil pada Tabel 11 diatas menunjukkan adanya kesamaan pada penelitian yang dilakukan andhitya (2010) menunjukkan sebagian besar pengetahuan gizi guru SD (86.7%) di Kota Bogor termasuk pada kategori sedang.

Masalah keamanan pangan banyak ditimbulkan karena kondisi hygiene dan sanitasi yang rendah sehingga mengakibatkan terjadinya kontaminasi pada pangan. Pengetahuan yang terbatas merupakan salah satu penyebab timbulnya masalah keamanan pangan tersebut. Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar pada pertanyaan pengetahuan keamanan pangan disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar pada pertanyaan pengetahuan kemanan pangan

Pertanyaan Pengetahuan keamanan pangan

Kabupaten (n=23) Kota (n=23) Total (n=46) n % n % n %

a. Aspek hygiene dan sanitasi

1. Makanan yang aman bagi kesahatan 0 0 6 30.4 6 13.0

2. Makanan yang tidak aman untuk dikonsumsi 22 95.6 20 86.7 42 91.3 3. Tanda umum makanan tercemar mikroba 23 100 23 100 46 100

4. Makanan yang berjamur dan berlendir tidak

aman dikonsumsi karena 21 91.3 16 69.6 37 80.4 5. Pernyataan yang benar 17 73.2 17 73.2 34 73.2 6. Mencuci tangan sebaiknya menggunakan 22 95.6 23 100 45 97.8 7. Cara mengambil makanan yang benar 17 73.2 21 91.3 38 82.6 8. Air bekas pencucian makanan 19 82.6 20 86.7 39 84.8 9. Makanan yang disajikan harus terlindung dari

lalat 21 91.3 20 86.7 41 89.1

10. Gejala keracunan pangan 23 100 23 100 46 100

b. Jajanan sehat

1. Dalam memilih makanan jajanan. siswa

harus 23 100 23 100 46 100

Pertanyaan Pengetahuan keamanan pangan Kabupaten (n=23) Kota (n=23) Total (n=46) n % n % n %

jajanan karena kurang terjamin kebersihannya

3. Jajanan sehat harus dibungkus dengan baik

agar tidak terkontaminasi oleh mikroba 23 100 22 95.7 45 97.8 4. Melihat kandungan gizi makanan jajanan 23 100 22 95.7 45 97.8 5. Minuman yang menggunakan sakarin buatan

sehat untuk dikonsumsi 23 100 22 95.7 45 97.8 6. Memilih makanan jajanan yang mahal 23 100 21 91.3 44 95.7 7. Memilih makanan jajanan yang harganya

murah 19 82.6 23 100 42 91.3

8. Mengurangi makan jajanan yang digoreng 22 95.7 22 95.7 44 95.7 9. Jajanan yang sehat dapat meningkatkan

konsentrasi belajar 22 95.7 23 100 45 97.8 10. Memilih jajanan sebaiknya yang berwarna-

warni mencolok 23 100 23 100 46 100

c. Isu terkait keamanan pangan jajanan 1. Bahan makanan yang digunakan untuk

mengawetkan makanan adalah asam cuka 15 65.2 15 65.2 30 65.2 2. Es batu yang digunakan untuk membuat es

campur biasanya terbuat dari air mentah yang mengandung kuman penyakit

15 65.2 15 65.2 30 65.2 3. Bahan berbahaya yang digunakan untuk

memberikan warna lebih terang pada makanan adalah Rhodamin B

17 73.9 17 73.9 34 73.9 Berdasarkan Tabel 12 menunjukkan bahwa pertanyaan mengenai pengetahuan keamanan pangan berjumlah dua puluh tiga dan dibagi menjadi tiga bagian yaitu sepuluh pertanyaan mengenai aspek hygiene dan sanitasi, sepuluh pertanyaan mengenai pangan jajanan, dan tiga pertanyaan mengenai isu keamanan pangan jajanan. Berdasarkan sepuluh pertanyaan mengenai aspek hygiene dan sanitasi ada satu pertanyaan yang kurang mampu dijawab oleh contoh baik contoh dari wilayah kabupaten maupun contoh dari kota, hanya 13% contoh yang bisa menjawab pertanyaan mengenai makanan yang aman bagi kesehatan. Hal ini diduga terjadi karena kurangnya informasi yang didapatkan oleh guru mengenai makanan yang aman untuk kesehatan. Tabel 12 juga menunjukkan bahwa ada dua pertanyaan yang bisa di jawab oleh seluruh contoh (100%) baik contoh wilayah kabupaten maupun wilayah kota yaitu mengenai tanda umum makanan yang tercemar mikroba dan gejala keracunan pangan. Begitu juga dengan pertanyaan yang lain sebagian besar contoh bisa menjawabnya dengan baik.

Tabel 10 menunjukkan bahwa dari sepuluh pertanyaan mengenai pangan jajanan masih ada satu pertanyaan yang kurang mampu di jawab oleh contoh baik dari wilayah kabupaten dan wilayah kota yaitu pertanyaan mengenai

27

melarang siswa untuk membeli makanan jajanan karena kurang terjamin kesehatannya. Hanya 39.1% dari contoh bisa menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini diduga karena kurangnya pengetahuan guru mengenai keamanan jajanan yang beredar di sekitar sekolah. Berdasarkan Tabel 12 menunjukkan bahwa ada satu pertanyaan yang bisa dijawab oleh seluruh contoh (100 %) yaitu mengenai memilih jajanan yang baik. Begitu juga dengan pertanyaan yang lain mengenai pangan jajanan sebagian besar contoh bisa menjawab dengan baik. Tabel 12 menunjukkan bahwa tiga pertayaan mengenai isu yang terkait dengan keamanan pangan jajanan sudah terjawab dengan baik oleh contoh yaitu pertanyaan mengenai bahan pengawet yang digunakan untuk makanan dapat dijawab oleh contoh sebanyak 65.2%, pertanyaan mengenai es yang digunakan untuk membuat es campur terbuat dari air mentah contoh yang menjawab dengan benar sebanyak 65.2%, dan pertanyaan mengenai bahan yang berbahaya yang digunakan untuk memberikan warna yang lebih cerah yaitu Rhodamin B contoh yang menjawab dengan benar sebanyak 73.9%. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan keamanan pangan menurut wilayah dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan keamanan pangan menurut wilayah

No. Pengetahuan keamanan pangan Wilayah Kabupaten Kota n % n % 1. Kurang 0 0 0 0 2. Sedang 7 30.4 7 30.4 3. Baik 16 69.6 16 69.6 Total 23 100 23 100 Rata-rata ± SD 83.36 ± 0.47 84.69± 0.47 p>0.05

Berdasarkan Tabel 13 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar contoh pengetahuan mengenai keamanan pangan berada pada kategori baik. Berdasarkan tingkat pengetahuan keamanan pangan di wilayah kabupaten masuk kategori baik (69.6%) dan di wilayah kota masuk kedalam kategori baik juga (69.6%). Tabel 13 menunjukkan bahwa skor rata-rata pengetahuan keamanan pangan wilayah kota adalah (84.69 ± 0.47) dan di wilayah kabupaten (83.36 ± 0.47). Hal di atas berbeda dengan penelitian yang dilakukan Fitriyani (2009) yang menyatakan bahwa sebagian besar guru sekolah dasar (69.1%) di wilayah kabupaten dan kota Bogor masuk ke dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar guru memiliki tingkat pengetahuan keamanan pangan yang lebih baik dibandingkan dengan pengetahuan gizinya. Hal ini karena kemudahan akses informasi tentang keamanan pangan lebih

mudah didapatkan dan banyak ditampilkan baik ditampilkan baik di media elektronik maupun media cetak.

Persepsi Guru Mengenai Keamanan Pangan Jajanan

Persepsi adalah proses di mana sensasi yang dirasakan oleh konsumen, dipilih, diorganisir, dan diinterpretasikan. Tiga tahap dari persepsi adalah pemaparan, perhatian, dan interpretasi (Salminen 2004, diacu dalam Nurbaiti 2008). Persepsi yang dibentuk seseorang dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitarnya dan secara substansi bisa sangat berbeda dengan realitas, dengan kata lain persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik tetapi juga tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar juga keadaan individu yang bersangkutan (Setiadi 2003). Sebaran contoh berdasarkan persepsi keamanan pangan jajanan dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan persepsi keamanan pangan jajanan No. Persepsi Wilayah Kabupaten Kota n % n % 1. Kurang 0 0 0 0 2. Sedang 5 21.7 1 4.3 3. Baik 18 78.3 22 95.7 Total 23 100 23 100 Rata-rata ± SD 84.28 ± 0.42 86.71 ± 0.21 p>0.05

Berdasarkan Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh mempunyai persepsi yang baik mengenai keamanan pangan jajanan. Berdasarkan Tabel 14 menunjukkan bahwa tingkat persepsi mengenai keamanan pangan jajanan di wilayah kabupaten dan wilayah kota masuk dalam kategori baik dengan persentase 78.3% dan 95.7%. Tabel 14 menunjukkan bahwa nilai skor persepsi contoh di wilayah kota (86.71 ± 0.21) lebih tinggi

Dokumen terkait