• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara pengetahuan gizi dengan persepsi mengenai keamanan pangan jajanan pada guru SD di Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara pengetahuan gizi dengan persepsi mengenai keamanan pangan jajanan pada guru SD di Bogor"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

AHMAD SOLEMAN

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRACT

AHMAD SOLEMAN

. Correlation between Nutritional Knowledge with Perception

About Food Safety of Elementary School Teacher in Bogor. Under direction of

M.RIZAL MARTUA DAMANIK and MIRA DEWI.

The general objective of this study was to investige nutritional knowledge and perception about food safety of teacher elementry school in Bogor. The research was conducted using a cross sectional study. The number of samples for each region was 23, sample was selected purposively. The percentage of nutritional knowledge level was 65.2% in rural area and 87% in urban area. The percentage of food safety knowledge level was 69.6% in rural area and 69.6% in urban area. The percentage of perception about food safety level was 78.3% in rural area and 95.7% in urban area. The result of independent sample t-test toward characteristic sample, nutritional knowledge, food safety knowledge, and perception about food safety indicate there was no difference (p>0.05) beetwen rural area and urban area, but there was a few characteristic sample which indicate there was a real difference (p<0.05) beetwen rural area and urban area.The result of correlation spearman test indicate there was no significant correlation (p>0.05) beetween characteristic samples with nutritional knowledge, except one characteristic sample that was training/meeting about nutrition indicate there was significant correlation with nutritional knowledge (p<0.05). The result of correlation spearman test indicate there was no significan correlation (p>0.05) beetwen characteristic sample with food safety knowledge. The result of correlation spearman test indicate there was no significant correlation (p>0.05) beetwen nutritional knowledge with food safety knowledge, nutritional knowledge with perception about food safety, and food safety knowledge with perception about food safety.

(3)

RINGKASAN

AHMAD SOLEMAN. Hubungan Antara Pengetahuan Gizi Dengan Persepsi Mengenai Keamanan Pangan Jajanan Pada Guru SD Di Bogor. Dibimbing oleh

M.RIZAL M DAMANIK dan MIRA DEWI.

Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji pengetahuan gizi dan persepsi mengenai keamanan pangan jajanan pada guru di Bogor. Tujuan Khususnya adalah mengidentifikasi karakteristik guru SD di kabupaten dan kota Bogor, menganalisis tingkat pengetahuan gizi guru SD tentang keamanan pangan jajanan di kabupaten dan kota Bogor, menganalisis persepsi guru mengenai keamanan pangan jajanan di kabupaten dan kota Bogor, dan menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi dengan persepsi tentang keamanan pangan jajanan guru SD di kabupaten dan kota Bogor.

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study yang dilakukan di enam sekolah dasar yang dipilih dengan cara sengaja atau

purposive dengan kriteria 1) Merupakan sekolah dasar negeri yang mewakili kabupaten dan kota Bogor. 2) Kemudahan akses perizinan. 3) Bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2012. Contoh dalam penelitian ini merupakan anggota populasi guru dari enam sekolah tersebut.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer dilakukan dengan cara wawancara dengan menggunakan alat bantu kuisioner. Data primer meliputi karakteristik individu, pengetahuan gizi, pengetahuan keamanan pangan, dan persepsi mengenai keamanan pangan jajanan. Data diolah menggunakan program komputer Microsoft Excel dan SPSS version 16.0 for windows dengan analisis dekriptif menggunakan uji beda

independent t-test sample dan uji kolerasi spearman dan pearson untuk melihat hubungan antar variabel.

Sebagian besar jenis kelamin contoh merupakan perempuan baik di kabupaten maupun di kota yaitu 65.2% dan 73.9%. Usia contoh di wilayah kabupaten sebagian besar pada kategori dewasa awal (20-40 tahun) sebanyak 56.5%, sedangkan wilayah kota sebagian besar contoh berada pada kategori dewasa madya (41-60 tahun) sebanyak 87%. Tingkat pendidikan contoh baik wilayah kabupaten dan kota yaitu sebagian besar S1 sebanyak 47.8% dan 87.1%. Lama bekerja contoh sebagai guru di wilayah kabupaten sebagian besar bekerja selama 1-10 tahun sebanyak 56.5%, sedangkan di wiliyah kota sebagian besar contoh bekerja selama 21-30 tahun sebanyak 69.6%. Status pekerjaan sebagai guru sebagian besar contoh di wilayah kabupaten dan kota berstatus sebagai PNS yaitu sebanyak 52.2% dan 95.7%. Sebagian besar contoh tidak pernah mengikuti pelatihan atau seminar baik di wilayah kabupaten (52.2%) dan wilayah kota (78.3%). Sebagian besar contoh merupakan guru kelas baik di wlilayah kabupaten (78.3) dan wilayah kota (78.3%).

Berdasarkan sebaran contoh sebagian besar contoh memiliki pengetahuan yang dikategorikan ke dalam sedang baik wilayah kabupaten (65.2%) dan wilayah kota (87%). Berdasarkan sebaran contoh sebagian besar contoh memiliki pengetahuan keamanan pangan pada kategori baik wilayah kabupaten (69.6%) dan kota (69.6%). Berdasarkan sebaran contoh sebagian besar persepsi contoh mengenai keamanan pangan berada pada kategori baik yaitu wilayah kabupaten (78.3%) dan wilayah kota (95.7%).

(4)

antara wilayah kabupaten dan wilayah kota. Hasil uji beda pada karakteristik contoh menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) pada usia, pendidikan, lama bekerja, dan status pekerjaan contoh antara wilayah kabupaten dan wilayah kota. Hasil uji beda pada pengetahuan gizi, pengetahuan keamanan pangan, dan persepsi mengenai keamanan pangan jajanan antar wilayah menunjukkan tidak adanya hubungan yang nyata (p>0.05).

Hasil uji kolerasi spearman karakteristik contoh dengan pengetahuan gizi menunjukkan bahwa sebagian besar tidak adanya hubungan nyagta (p>0.05) kacuali karakteristik contoh mengikuti pelatihan/ seminar tentang gizi mempunyai hubungan yang nyata dengan pengetahuan gizi (p<0.05, r=-0.340). Hasil uji kolerasi spearman antara karakteristik dengan pengetahuan keamanan pangan menunjukkan tidak adanya hubungan yang nyata antara karakteristik dengan pengetahuan keamanan pangan (p>0.05). Hasil uji kolerasi pearson antara pengetahuan gizi dengan pengetahuan keamanan pangan tidak adanya hubungan yang signifikan (p>0.05, r=-0.014). Hasil uji kolerasi pearson antara pengetahuan gizi dengan persepsi mengenai keamanan pangan menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan (p>0.05. r=-0.340). Hasil uji kolerasi

(5)

AHMAD SOLEMAN

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

Judul : Hubungan antara Pengetahuan Gizi dengan Persepsi Mengenai Keamanan Pangan Jajanan pada Guru SD di Bogor

Nama : Ahmad Soleman

NRP : I14080002

Disetujui oleh

drh.M.Rizal M Damanik, MRepSc, PhD dr. Mira Dewi, S.Ked, MSi

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua Departemen

(7)

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Pengetahuan Gizi dengan Persepsi Mengenai Keamanan Pangan Jajanan pada Guru SD di Bogor” dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. drh. M Rizal M Damanik, MRepSc, PhD selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang senantiasa membimbing, memberikan saran, masukan, dan arahannya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi. 2. dr. Mira Dewi, S.Ked, MSi selaku dosen pembimbing yang senantiasa

membimbing, memberikan saran, masukan, dan arahannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

3. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pemandu seminar skripsi yang telah memberikan koreksian dan saran demi perbaikan skripsi.

4. Ayah dan Ibu yang senantiasa memberi dukungan, doa, serta semangat moral, spiritual, dan material.

5. Seluruh pihak SDN 1 Palasari, SDN 2 Palasari, SDN 1 Cipicung, SDN 1 Sindangbarang, SDN 2 Sindangbarang, dan SDN 3 Sindangbarang atas keramahan dan kesediaan dalam membantu kelancaran penelitian.

6. Teman satu bimbingan : Egun, Eno, Ika, Indah, Kartika.

7. Sahabat terdekat : Zaenudin, Rendra, Mely, Fani, Yasmin, Fitri atas waktu dan motivaasi yang diberikan.

8. Teman-teman yang membantu dalam penelitian : Agus, Nisa, Sony, Adit, Fadel.

9. Teman-teman GM 45 : Ayu, Desti, Rohadi, Nazhif, Nilam, Dyan, Sen sen, Rahayu, Gian, Cunduy, Umbara, Ksat, Rahman, Tagor, Mumtaz dan teman-teman yang tidak disebutkan namanya satu persatu atas kebersamaan selama ini.

10. Teman-teman pembahas seminar : Anis, Babang, Faqih, dan Fera yang telah memberikan saran dalam perbaikan skripsi.

Bogor, Maret 2013

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padangsidimpuan, pada tanggal 13 Maret 1990, dari seorang ayah bernama Abadi Nasution S.Pd dan seorang ibu bernama Yusmaini Nasution S.Pd. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Aisyiah pada tahun 1996. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 26 Sadabuan pada tahun 2002. Pendidikan menengah pertama dilanjutkan penulis di SMP Negeri 04 Padangsidimpuan hingga tahun 2005. Pendidikan menengah atas ditempuh oleh penulis di SMA Negeri 4 Padangsidimpuan hingga tahun 2008. Penulis melanjutkan perkuliahan di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) melalui jalur USMI.

Selama perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi seperti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Basket periode 2009/2010 staf Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) serta periode 2010/2011 sebagai ketua Devisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM). Selain itu, penulis juga aktif ikut kepanitiaan tingkat fakultas atau departemen seperti Nutrition Fair 2010/2011, Senzational 2011, Masa Perkenalan Fakultas (MPF) 2010 dan Masa Perkenalan Departemen (MPD) 2010.

Prestasi yang pernah diraih oleh penulis selama masa perkuliahan antara lain delegasi IPB untuk LIBAMA (Liga Bola Basket Mahasiswa) Devisi II Jawa Barat 2009 dan berhasil masuk sebagai semifinalis. Delegasi IPB untuk LIBAMA (Liga Bola Basket Mahasiswa) Devisi II Jawa Barat 2010 dan berhasil menjadi juara ketiga. Delegasi IPB Untuk kejuaraan bola basket antar kampus (Campus League) se Jawa Barat 2011. Terakhir delegasi IPB untuk kejuaraan bola basket se Indonesia yang diadakan UNPAD tahun 2012 dan berhasil masuk delapan besar.

(9)

DAFTAR TABEL ... xi

Keamanan Pangan Jajanan ... 7

Makanan Jajanan ... 7

KERANGKA PEMIKIRAN ... 9

METODE ... 11

Desain, Tempat, dan Waktu ... 11

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh ... 11

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 12

Pengolahan dan Analisis Data ... 13

Defenisi Operasional ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

Gambaran Umum Sekolah ... 17

Sekolah Dasar Negeri 01 Palasari ... 17

Sekolah Dasar Negeri 02 Palasari ... 17

Sekolah Dasar Negeri 01 Cipicung ... 18

Sekolah Dasar Negeri 01 Sindangbarang ... 18

Sekolah Dasar Negeri 02 Sindangbarang ... 18

Sekolah Dasar Negeri 03 Sindangbarang ... 19

Karakteristik Contoh ... 19

Jenis Kelamin ... 19

Usia ... 19

Pendidikan ... 20

Lama Bekerja Sebagai Guru ... 21

Status Pekerjaan Sebagai Guru ... 21

Pelatihan/Seminar yang Pernah diikuti ... 22

Mata Pelajaran yang Diasuh ... 22

Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan ... 23

Persepsi Guru Mengenai Keamanan Pangan Jajanan ... 28

Hasil Uji Beda Variabel Penelitian Antar Wilayah ... 28

Uji beda Karakteristik contoh antar wilayah ... 28

Uji beda pengetahuan keamanan pangan antar wilayah ... 31

Uji beda persepsi mengenai keamanan pangan jajanan antar wilayah ... 31

Hubungan Antar Variabel ... 31

Hubungan Antara Karakteristik Contoh dengan Pengetahuan Gizi ... 31

(10)

Hubungan antara Pengetahuan Gizi dengan Pengetahuan Mengenai

Keamanan Pangan ... 36

Hubungan antara Pengetahuan Gizi dengan Persepsi Mengenai Keamanan Pangan Jajanan ... 37

Hubungan antara Pengetahuan Keamanan Pangan dengan Persepsi Mengenai Keamanan Pangan Jajanan ... 37

KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

Kesimpulan ... 39

Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(11)
(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jenis dan cara pengumpulan data ... 13

2 Jenis variabel dan pengkategoriannya ... 15

3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ... 19

4 Seberan kelompok usia contoh ... 20

5 Sebaran pendidikan contoh ... 20

6 Sebaran lama bekerja contoh ... 21

7 Sebaran status pekerjaan sebagai guru ... 21

8 Pelatihan/Seminar yang pernah diikuti ... 22

9 Sebaran mata pelajaran yang diasuh ... 23

10 Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar pada pertanyaan pengetahuan gizi ... 23

11 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi menurut wilayah ... 25

12 Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar pada pertanyaan pengetahuan kemanan pangan... 25

13 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan keamanan pangan menurut wilayah ... 27

14 Sebaran contoh berdasarkan persepsi keamanan pangan jajanan ... 28

15 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi menurut karakteristik individu ... 32

16 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan keamanan pangan menurut karakteristik individu ... 34

17 Hubungan pengetahuan gizi dan pengetahuan keamanan pangan ... 36

18 Hubungan pengetahuan gizi dan persepsi mengenai keamanan pangan ... 37

(13)

1 Kuesioner penelitian ... 45

2 Jadwal penelitian ... 53

3 Uji beda varibel antar wilayah ... 54

4 Uji kolerasi jenis kelamin dengan pengetahuan gizi ... 55

5 Uji kolerasi usia dengan pengetahuan gizi ... 55

6 Uji kolerasi pendidikan dengan pengetahuan gizi ... 56

7 Uji kolerasi lama kerja dengan pengetahuan gizi ... 56

8 Uji kolerasi status pekerjaan dengan pengetahuan gizi ... 56

9 Uji kolerasi pelatihan/seminar dengan pengetahuan gizi ... 57

10 Uji kolerasi mata pelajaran terhadap pengetahuan gizi ... 57

11 Uji kolerasi jenis kelamin dengan pengetahuan keamanan pangan ... 57

12 Uji kolerasi usia dengan pengetahuan keamanan pangan ... 58

13 Uji kolerasi pendidikan dengan pengetahuan keamanan pangan... 58

14 Uji kolerasi lama kerja dengan pengetahuan keamamanan pangan ... 58

15 Uji kolerasi status pekerjaan dengan pengetahuan keamanan pangan ... 59

16 Uji kolerasi pelatihan/seminar dengan pengetahuan keamanan pangan ... 59

17 Uji kolerasi mata pelajaran dengan pengetahuan keamanan pangan ... 59

18 Uji kolerasi pearson antara pengetahuan gizi dengan pengetahuan keamanan keamanan pangan ... 60

19 Uji kolerasi pearson antara pengetahuan gizi dengan persepsi mengenai keamanan pangan jajanan ... 60

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan adalah suatu kebutuhan dasar yang penting untuk dipenuhi oleh setiap manusia agar dapat menjaga kesehatan tubuh, pertumbuhan, serta untuk peningkatan kecerdasaan masyarakat. Dengan demikian setiap manusia harus mengonsumsi pangan sesuai dengan kebutuhannya masing-masing baik dari segi jumlah, jenis, maupun mutu pangan, sehingga tidak akan menimbulkan penyakit bagi yang mengonsumsinya. Pangan yang aman dikonsumsi adalah pangan bebas dari cemaran biologis, kimia, dan benda asing yang dapat merugikan dan mengganggu kesehatan manusia (Hardiansyah dan syarief 2000).

Pangan jajanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Selain harga murah dan jenis yang beragam, pangan jajanan juga menyumbang kontribusi yang cukup penting akan kebutuhan gizi. Hampir setiap orang, terutama anak-anak sekolah sangat menyukai pangan jajanan. Oleh sebab itu para pedagang berupaya untuk memberikan penampilan yang menarik dan rasa yang disenangi oleh anak-anak dengan menambahkan bahan-bahan tertentu tanpa memperdulikan keamanan pangannya (Fardiaz 1993).

Di sisi lain, pangan jajanan dapat menimbulkan berbagai efek negatif terhadap kesehatan apabila proses produksinya atau penyajiannya tidak memperhatikan prasyarat keamanan pangan. Sebagian besar pangan jajanan dibuat di lingkungan keluarga sebagai industri rumah tangga, di mana perhatian terhadap praktek sanitasi dan higienitas masih sangat minimal khususnya dalam menangani, mengolah dan menyajikan pangan jajanan.

(15)

Melihat kegemaran anak-anak terhadap pangan jajanan, sisi positif dan negatif pangan jajanan, dan mengingat bahwa anak SD merupakan salah satu golongan rawan terhadap masalah gizi dan kesehatan, maka peran orang tua sangatlah diperlukan untuk memantau dan memperhatikan kebiasaan jajan anak-anaknya (Thoha 2003). Menurut Komalasari (1991) pangan jajanan untuk anak sekolah pada khususnya perlu mendapatkan perhatian lebih dari semua pihak baik orang tua maupun pihak sekolah.

Pihak sekolah yang berperan seharusnya dalam memonitor keamanan pangan jajanan di sekolah adalah guru. Depdikbud 1997 menyatakan bahwa guru sebagai salah satu unsur pokok dalam pengolahan proses pendidikan di sekolah menjadi titik sentral peningkatan mutu pendidikan karena sangat mempengaruhi proses dan hasil belajar murid. Dalam memberikan pelajaran, guru sebenarnya mempunyai peranan dan tugas sebagai sumber materi. Mengingat guru sekolah dasar adalah guru kelas maka pengusahaan materi pelajaran harus lebih banyak dikuasain.

Pengetahuan guru mengenai keamanan pangan jajanan harus lebih luas karena pengetahuan diperoleh oleh seseorang dari pendidikan formal dan informal. Tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman dan kejelasan mengenai objek tertentu (Hidayati 2011). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan (Rosa 2011).

Hasil penelitian Fitri (2007) di kota Bogor bahwa peranan guru dalam memonitor keamanan pangan jajanan, menghimbau sarapan pagi, dan mengajarkan anak untuk tidak jajan sembarangan merupakan kegiatan mengajar. Hasil yang didapatkan adalah guru yang memonitor langsung keamanan jajanan di kantin sekolah adalah sebanyak 64.38% dan yang selalu mengingatkan anak didik untuk sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat sekolah sebanyak 86.87%. Sedangkan guru yang selalu mengajarkan murid untuk tidak mengonsumsi pangan jajanan sembarangan sebanyak 68.75%.

(16)

3

dilakukan untuk mengukur pengetahuan gizi dan keamanan pangan guru serta untuk mengetahui persepsi mengenai keamanan pangan jajanan.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengetahuan gizi dan persepsi tentang keamanan pangan jajanan pada guru di Bogor.

Tujuan Khusus

1. Mengindentifikasi karakteristik guru SD.

2. Menganalisis tingkat pengetahuan gizi guru SD tentang keamanan pangan jajanan.

3. Menganalisis persepsi guru SD mengenai keamanan pangan jajanan. 4. Menganalisis beda antar variabel karakteristik, pengetahuan gizi,

pengetahuan keamanan pangan, dan persepsi mengenai keamanan pangan jajanan antar wilayah.

5. Menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi dengan pengetahuan mengenai keamanan pangan jajanan pada contoh.

6. Menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi dengan persepsi tentang kemanan pangan jajanan pada contoh .

7. Menganalisis hubungan antara pengetahuan mengenai keamanan pangan jajanan dengan persepsi mengenai keamanan pangan jajanan pada contoh.

Kegunaan

(17)

Guru adalah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan pemberdayaan manusia (Sardiman 2004). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2008 tentang Guru, guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sedangkan menurut Syah (1997) guru adalah salah satu profesi sebagaimana profesi-profesi lainnya yang menuntut keahlian, tanggung jawab dan kesetiaan. Depdiknas (2009) menguraikan beberapa tugas guru, yaitu:

1. Merencanakan pembelajaran

Guru wajib membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada awal tahun atau awal semester, sesuai dengan rencana kerja sekolah/madrasah.

2. Melaksanakan Pembelajaran

Melaksanakan pembelajaran merupakan kegiatan interaksi edukatif antara peserta didik dengan guru. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan tatap muka sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun tentang guru.

3. Menilai hasil pembelajaran

Menilai hasil pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Melalui penilaian hasil pembelajaran diperoleh informasi yang bermakna untuk meningkatkan proses pembelajaran berikutnya serta pengambilan keputusan lainnya. Menilai hasil pembelajaran dilaksanakan secara terintegrasi dengan tatap muka seperti ulangan harian dan kegiatan menilai belajar dalam waktu tertentu seperti ujian tengah semester dan akhir semester.

4. Membimbing dan melatih peserta didik

(18)

5

5. Melaksanakan tugas tambahan

Peraturan pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 24 ayat (7) menyatakan bahwa guru dapat diberi tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan, wakil kepala satuan pendidikan, ketua program keahlian satuan pendidikan, kepala perpustakaan, kepala laboratorium, bengkel atau unit produksi.

Guru sekolah dasar asalah profesi yang secara formal mendapat tugas utama mengajar dan mendidik siswa SD, di sekolah formal baik negeri maupun swasta. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 menyebutkan bahwa kualifikasi akademik pendidik guru SD/MI minimal adalah S1 dengan latar belakang pendidikan tinggi dibidang pendidikan SD/MI, kependidikan lain, atau psikologi serta sertifikat profesi guru untuk SD/MI. Namun ternyata kondisi pendidikan guru SD di Kota Bogor masih belum menunjukkan seperti yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari persentase jumlah guru SD yang belum S1 di kota Bogor mencapai 79.3% (Hardini 2008).

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang tentang ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk.Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal. Selain itu, juga dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui alat-alat komunikasi, seperti membaca surat kabar dan majalah, mendengar siaran radio dan menyaksikan siaran televise ataupun melalui penyuluhan gizi (Suhardjo 2003).

Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan: (1) status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan, (2) setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk tumbuh yang optimal, pemeliharaan dan energi, (3) ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan kategori kurang.

(19)

(Kalimantan Selatan) dan Maros (Sulawesi Selatan) memiliki tingkat pengetahuan gizi yang kurang. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Fitriyani (2009) di Kota dan Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa lebih dari separuh guru SD (61.8%) memiliki tingkat pengetahuan gizi pangan dengan kategori kurang.

Persepsi

Persepsi adalah proses di mana sensasi yang dirasakan oleh konsumen, dipilih, diorganisir, dan diinterpretasikan. Tiga tahap dari persepsi adalah pemaparan, perhatian, dan interpretasi (Salminen 2004 diacu dalam Nurbaiti 2008). Dengan pengertian yang hampir sama, Tubbs dan Sylva 1996 mendefenisikan persepsi sebagai suatu proses yang aktif berupa kegiatan memperhatikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan stimuli secara selektif. Pemilihan stimuli tersebut tergantung minat, motivasi, keinginan, dan harapan. Kesalahan dalam mempersepsikan sesuatu akan memberikan respon yang negatif terhadap stimuli (Rahardjo 2007).

Persepsi yang dibentuk seseorang dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitarnya dan secara substansi bisa sangat berbeda dengan realitas, dengan kata lain persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik tetapi juga tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar juga keadaan individu yang bersangkutan. Persepsi memiliki sifat subjektif karena setiap orang akan memandang suatu objek atau situasi dengan cara yang berbeda-beda (Setiadi 2003).

Menurut Robbins (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dibagi kedalam tiga bagian, yaitu : (1) faktor situasi meliputi waktu, keadaan pekerjaan dan keadaan sosial, (2) faktor si pengamat sendiri seperti sikap/pendirian, alasan yang mendasari/ motivasi, perhatian/minat, pengalaman, dan harapan, serta (3) faktor target meliputi sesuatu (kesenangan) yang baru, gerakan dan suara. Ulfa (2002) menambahkan bahwa pengalaman masa lampau mempengaruhi setiap hipotesis persepsi yang dibentuk.

(20)

7

Keamanan Pangan Jajanan

Berdasarkan undang-undang no. 7 tahun 1996 tentang pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang mengganggu, merugikan, dan membayakan kesehatan manusia (Hardinsyah dan Syarief 2000).

Menurut Sulaeman (2007), salah satu dampak dari pangan yang tidak aman adalah timbulnya penyakit akibat makanan yang dikenal dengan foodborne disease atau kadang disebut kasus keracunan makanan. Pangan yang tidak aman, tidak hanya akan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk kesakitan atau bahkan kematian, tetapi juga akan berpengaruh terhadap produktivitas nasional, keadaan ekonomi karena meningkatnya biaya Negara untuk pengobatan, perdagangan internasional, serta merusak citra negara yang dapat berimplikasi pada sektor lainnya seperti pariwisata.

Makanan jajanan (Street food) telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun yang di pedesaan. Konsumsi makanan jajanan diperkirakan akan terus meningkat, mengingat makin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Keunggulan makanan jajanan adalah murah dan mudah di dapat, serta cita rasanya enak dan cocok dengan selera kebanyakan orang (Saparinto 2006).

Meskipun memiliki beberapa keunggulan, makanan jajanan juga berisiko terhadap kesehatan. Hal ini disebabkan oleh penanganannya yang sering tidak higienis. Akibatnya, peluang mikroba untuk tumbuh dan berkembang cukup besar. Selain itu, dalam proses pembuatannya sering kali ditambahkan bahan tambahan makanan pangan yang tidak diizinkan (Saparinto 2006). Penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak dianjurkan dapat mengakibatkan kemunduran otak. Tidak semua senyawa kimia yang ditambahkan dalam makanan mampu dicerna secara sinergis dengan komponen senyawa alami yang ada dalam tubuh kita.

Makanan Jajanan

(21)

adalah sepinggan atau main dish contohnya nasi rames, nasi rawon, nasi pecel dan sebagainya, kelompok yang kedua adalah penganan atau snack contohnya kue-kue, onde-onde, pisang goreng, dan lain sebagainya dan kelompok yang ketiga adalah golongan minum es teller, es buah, teh, kopi, dawet, jenang gendul, dan lain sebagainya, dan kelompok yang keempat adalah buah-buahan segar, seperti mangga, jeruk, pisang dan lain sebagainya (Winarno 2004)

Jenis makanan atau minuman yang disukai siswa-siswa adalah makanan yang mempunyai rasa manis, enak, dengan warna-warna yang menarik, dan bertekstur lembut. Jenis makanan seperti cokelat, permen, jeli biskuit dan snack

(22)

KERANGKA PEMIKIRAN

Guru merupakan salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumberdaya manusia. Guru mempunyai tugas utama untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi siswa dalam hal belajar mengajar. Dalam hal belajar mengajar guru juga berperan sebagai pemantau keamanan pangan jajanan di sekolah. Hal ini guru harus belajar mengenai pengetahuan gizi mengenai kemanan pangan.

Pengetahuan gizi guru mengenai keamanan pangan jajanan dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti pendidikan yang ditempuh oleh guru baik formal maupun non formal. Selain itu faktor yang mempengaruhi adalah usia, jenis kelamin, lama bekerja sebagai guru, status pekerjaan, pelatihan atau seminar yang pernah diikuti mengenai keamanan pangan jajanan serta mata pelajaran yang diasuh oleh guru tersebut.

Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang peran makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman untuk dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara pengolahan makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana cara hidup sehat. Pengetahuan gizi mengenai keamanan pangan jajanan yang harus dikuasai oleh guru yaitu mengenai hygiene dan sanitasi dari makanan jajanan yang ada di sekolah tersebut. Pendapat guru mengenai bagaimana jajanan yang sehat dan baik serta guru mengetahui isu terkait pangan jajanan yang tengah beredar di masyarakat sekarang.

Pengetahuan gizi yang baik itu akan mempengaruhi persepsi guru terhadap keamanan pangan jajanan di sekolah. Karena persepsi guru itu akan membentuk perilaku, sikap dan praktek mengenai keamanan pangan tersebut. Dalam penelitian ini yang paling di perhatikan adalah mengenai sikap guru mengenai keamanan pangan.

(23)

Keterangan:

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang dianalisis : Hubungan yang tidak dianalisis

Gambar 1 Kerangka pemikiran Pengetahuan gizi

umum

Pengetahuan Keamanan pangan jajanan :

Higiene dan Sanitasi Jajanan sehat Isu terkait pangan

Persepsi Karakteristik Guru:

Pendidikan terakhir Usia

Jenis kelamin

Lama bekerja sebagai guru

Status pekerjaan sebagai guru Pelatihan/seminar

yang pernah diikuti mengenai keamanan pangan jajanan Mata pelajaran yang

di asuh

(24)

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu

Penelitian ini menggunakan desain survey dengan desain Cross Sectional Study dikarenakan data yang dikumpulkan dan variabel yang diteliti pada suatu waktu dan hanya dilakukan satu kali saja dan data diambil di enam sekolah dasar yang dipilih dengan cara sengaja atau purposive dengan kriteria 1) Merupakan Sekolah Dasar Negeri yang berada di Kabupaten dan Kota Bogor . 2) Kemudahan akses perizinan. 3) Bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2012. Penelitian ini merupakan penelitian payung dengan judul peningkatan status gizi dan kesehatan anak sekolah melalui peningkatan mutu dan keamanan pangan jajanan di kantin.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah anggota populasi contoh yang berjumlah 27 orang di kabupaten dan 39 orang di kota. Setelah pengembilan data jumlah contoh yang berpartisipasi berjumlah 23 orang di wilayah kabupaten dan 23 di wilayah kota. Berikut adalah kriteria inklusi dan eksklusi pengambilan contoh:

1. Kriteria inklusi (kriteria yang layak diteliti) a. Guru yang masih aktif mengajar b. Dapat diajak berinteraksi

c. Bersedia berpartisipasi

2. Kriteria Eksklusi (kriteria yang tidak layak untuk di teliti) a. Guru tidak masuk mengajar.

b. Guru yang tidak bisa diajak bekerja sama dengan baik. c. Tidak bersedia berpartisipasi

(25)

Gambar 2 Pembagian Contoh di Kabupaten

Gambar 3 Pembagian Contoh di Kota

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah primer dan sekunder. Data sekunder berasal dari sekolah meliputi profil sekolah yang diperoleh dari arsip data yang ada di sekolah yang bersangkutan. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan alat bantu kuisioner. Data primer meliputi karakteristik individu (jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, lama bekerja sebagai guru, status pekerjaan sebagai guru, pelatihan/seminar yang pernah diikuti terkait dengan kemanan pangan jajanan, dan mata kuliah yang di asuh). Berikut adalah tabel jenis dan cara pengumpulan data yang dilakukan :

SDN di Kabupaten Bogor

SDN 02 Palasari 7 orang

SDN 01 Cipicung 9 orang SDN 01 Palasari

11 orang

10 orang 7 orang 6 orang

Purposive

SDN di Kota Bogor

SDN 02 Sindangbarang

13 orang

SDN 03 Sindangbarang

13 orang SDN 01

Sindangbarang 13 orang

9 orang 7 orang 7 orang

(26)

13

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

No Jenis data Variabel Cara pengumpulan data

Data Sekunder

1 Profil sekolah Jumlah guru

Sarana dan prasarana

Arsip data sekolah

Data Primer

2 Karakteristik individu Jenis kelamin Wawancara langsung dengan contoh

Data yang telah dikumpulkan selama penelitian dientri menggunakan

(27)

mengenai keamanan pangan jajanan serta data persepsi guru mengenai keamanan pangan jajanan di sekolah dasar dianalisis dengan statistik inferensia.

Data karakteristik individu seperti jenis kelamin dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan. Usia dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu dewasa awal, dewasa madya, dan dewasa akhir (Hurlock 1980). Tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi SMA, Diploma, dan S1. Lama bekerja sebagai guru dikategorikan menjadi 1-10 tahun, 11-20 tahun, dan 21-30 tahun. Data status pekerjaan sebagai guru dikategorikan menjadi guru tetap/PNS, guru kontrak, dan guru honorer. Data tentang pelatihan yang pernah diikuti terbagi atas pernah serta tidak pernah mengikuti pelatihan/seminar terkait dengan keamanan pangan jajanan. Sementara itu, data mata pelajaran yang diasuh dikelompokkan menjadi guru kelas, guru agama, guru bahasa inggris dan guru penjaskes.

Data pengetahuan gizi mengenai keamanan pangan guru diukur dengan pertanyaan multiple choice, di mana masing-masing pertanyaan diberi skor 1 jika menjawab benar dan skor 0 jika menjawab salah. Kemudian total skor dijumlahkan dan dikelompokkan menjadi tiga kategori tingkat pengetahuan yaitu baik apabila skor > 80%, sedang apabila skor 60-80%, kurang apabila < 60% (Khomsan 2000).

Analisis data akan dilakukan dengan program komputer SPSS version

16.0 for windows. Jenis analisis yang akan dilakukan adalah analisis deskriptif (rata-rata, standar deviasi, proporsi, persentase atau pengkategorian) dan uji kolerasi, serta uji beda.

Uji korelasi Spearman dan Pearson dilakukan untuk mengetahui hubungan antar dua variabel, seperti :

Hubungan antara pengetahuan gizi dengan pengetahuan keamanan pangan jajanan.

Hubungan antara pengetahuan gizi dengan persepsi mengenai keamanan pangan jajanan.

Hubungan antara pengetahuan keamanan pangan dengan persepsi mengenai keamanan pangan jajanan.

(28)

15

Tabel 2 Jenis variabel dan pengkategoriannya

No Variabel Kategori Sumber

1 Karakteristik Individu a. Jenis Kelamin

b. Usia (tahun)

c. Tingkat Pendidikan

d. Lama berkerja b. Sedang, apabila skor 60-80% c. Kurang, apabila skor < 60% b. Sedang, apabila skor 60-80% c. Kurang, apabila skor < 60%

(29)

Defenisi Operasional

Guru SD adalah profesi yang secara formal mendapat tugas utama mengajar dan mendidik siswa SD, disekolah formal, swasta dan MI.

Karakteristik Guru adalah keadaan umum guru yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, lama bekerja sebagai guru, status pekerjaan sebagai guru, pelatihan/seminar yang pernah diikuti mengenai keamanan pangan jajanan, mata pelajaran yang diasuh.

Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat menggangu, merugikan dan membahayakan kesehatan masyarakat.

Pangan adalah suatu kebutuhan dasar yang penting untuk dipenuhi oleh setiap manusia agar dapat menjaga kesehatan tubuh, pertumbuhan, serta peningkatan kecerdasan masyarakat.

Persepsi adalah suatu proses yang timbul akibat adanya rangsangan yang mengenai organ sensor dari individu yang mana memiliki sifat objektif karena setiap orang akan memandang suatu objek atau situasi dengan cara yang berbeda.

Pengetahuan keamanan pangan adalah pengetahuan tentang jenis-jenis bahan tambahan, penggunaannya dan bahaya yang akan di timbulkan jika digunakan dalam jumlah yang tidak dianjurkan.

Pengetahuan gizi adalah pemahaman sampel tentang istilah gizi, konsumsi makanan dalam kaitannya dengan persepsi keamanan pangan jajanan di sekolah dasar.

Tingkat pendidikan adalah pendidikan terakhir yang telah di tempuh oleh sampel yang terdiri atas kategori SMA, Diploma, dan S1.

(30)

17

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Sekolah

Sekolah yang menjadi sasaran pada penelitian ini terdiri dari tiga sekolah di Kabupaten Bogor yaitu SDN 01 Palasari, SDN 02 Palsari, dan SDN 01 Cipicung serta tiga sekolah di Kota Bogor yaitu SDN 01 Sindangbarang, SDN 02 Sindangbarang, dan SDN 03 Sindangbarang. Alasan pemilihan sekolah ini terdiri dari beberapa pertimbangan. Pertama, tiga sekolah yang berada di daerah Kabupaten Bogor merupakan tempat salah satu proyek kerjasama antara Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB dengan Program CSR (Corporate Social Responsibility) salah satu perusahaan di Indonesia sehingga memudahkan peneliti untuk mendapatkan perizinan untuk melakukan penelitian. Pertimbangan kedua memilih tiga sekolah di Kota Bogor karena sekolah yang dipilih karena akses dari jalan raya dekat serta mudah untuk mendapatkan perizinan melakukan penelitian di tempat sekolah tersebut.

Sekolah Dasar Negeri 01 Palasari

Sekolah Dasar Negeri 01 Palasari berdiri tahun 1926 dan terletak di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Secara geografis SDN 01 Palasari dekat dengan jalan raya. SDN 01 Palasari dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana Pendidikan. Jumlah guru/staf pengajar 11 orang, tata usaha satu orang, dan penjaga sekolah satu orang. Luas tanah sekolah seluas 1500 m2 dan luas bangunannya 504 m2. Fasilitas yang dimiliki terdiri dari enam ruang kelas, satu ruang guru, satu ruang kepala sekolah, satu lapangan olahraga sekaligus tempat parkir, satu perpustakaan, satu gudang, dua toilet guru, dua toilet siswa, dan satu ruang kesenian. Kegiatan ektrakurikuler antara lain terdiri dari pencak silat dan degung. Biaya SPP untuk siswa diperoleh dari dana BOS.

Sekolah Dasar Negeri 02 Palasari

(31)

gudang, dan satu toilet guru. Kegiatan ektrakurikuler antara lain terdiri dari voli dan pramuka. Biaya SPP untuk siswa diperoleh dari dana BOS.

Sekolah Dasar Negeri 01 Cipicung

Sekolah Dasar Negeri 01 Cipicung berdiri tahun 1948. Sekolah Dasar Negeri 01 Cipicung terletak di Kecamatan Palasari Kabupaten Bogor. SDN 01 Cipicung dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana Pendidikan. Ada kesamaan diantara SDN 01 Cipicung dengan SDN 02 Palasari yaitu kepala sekolah keduanya dipimpin oleh orang yang sama. Jumlah guru/staf pengajar berjumlah sembilan orang dan penjaga kebersihan satu orang. SDN 01 Cipicung lebih sulit ditempuh dibandingkan SDN 01 dan 02 Palasari dikarenakan akses jalan yang sangat kecil. Fasilitas yang dimiliki terdiri dari lima ruang kelas, satu ruang guru sekaligus ruang kepala sekolah, satu lapangan olahraga sekaligus tempat parkir, satu perpustakaan dan gudang, dan satu toilet guru. Kegiatan ektrakurikuler antara lain terdiri dari pramuka. Biaya SPP untuk siswa diperoleh dari dana BOS.

Sekolah Dasar Negeri 01 Sindangbarang

Sekolah Dasar Negeri 01 Sindangbarang berdiri pada tahun 1950. Sekolah Dasar Negeri 01 Sindangbarang terletak di Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor. SDN 01 Sindabarang dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang bergelar Sarjana Pendidikan. Kegiatan belajar mengajar di SDN 01 Sindangbarang dilakukan pagi hari sampai siang. Jumlah guru/staff pengajar berjumlah tiga belas orang dan penjaga sekolah satu orang. Fasilitas yang dimiliki oleh SDN 01 Sindangbarang yaitu ruangan kelas berjumlah enam ruangan, satu ruangan guru, satu ruangan perpustakaan, satu ruangan kepala sekolah, satu tempat lapangan olahraga, dan satu lapangan untuk parkir.

Sekolah Dasar Negeri 02 Sindangbarang

(32)

19

Sekolah Dasar Negeri 03 Sindangbarang

Sekolah Dasar Negeri 03 Sindangbarang berdiri pada tahun 1960. Sekolah Dasar Negeri 03 Sindangbarang terletak di Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor tepatnya berada disebelah Sekolah Dasar Negeri 01 Sindangbarang. SDN 02 Sindangbarang dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang bergelar Magister Pendidikan. Jumlah guru/staf pengajar terdiri dari tiga belas orang, satu tenaga administrasi, dan satu penjaga sekolah. Fasilitas yang dimiliki oleh SDN 03 Sindangbarang yaitu ruangan kelas berjumlah enam, ruangan kepala sekolah dan guru satu ruangan, WC siswa berjumlah tiga, dan WC guru berjumlah satu, serta satu lapangan olahraga.

Karakteristik Contoh Jenis Kelamin

Pada penelitian ini jenis kelamin contoh terdiri dari laki-laki dan perempuan. Sebaran jenis kelamin contoh berdasarkan wilayah kota dan kabupaten disajikan pada Tabel3

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin

No. Jenis Kelamin

Berdasarkan Tabel 3 jumlah guru yang berpartisipasi dalam penelitian ini berjumlah 46 orang dibagi berdasarkan sebaran wilayah yaitu 23 orang dari kota dan 23 orang dari kabupaten. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa guru perempuan di kota lebih banyak dibanding guru laki-laki dengan persentase 73.9% dan proporsi guru di kota hanya 26.1%, begitu juga dengan guru perempuan di kabupaten lebih banyak di banding guru laki-laki dengan persentase 65.2% sedangkan proporsi guru laki-laki hanya 34.8%. Hasil Tabel 3 didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Firtiyani (2009) menunjukkan bahwa guru perempuan (76.5%) lebih banyak dibandingkan guru laki-laki (23.5%).

Usia

(33)

Tabel 4 Seberan kelompok usia contoh wilayah kabupaten adalah 39.22 ± 9.81 tahun dan untuk wilayah kota adalah 47 ± 7.28 tahun. Berdasarkan sebaran usia contoh diketahui bahwa wilayah kabupaten termasuk dalam kelompok usia dewasa awal, yaitu sebesar 58.3%, sementara itu untuk wilayah kota contoh termasuk dewasa madya, yaitu sebesar 87%. Dari keseluruhan contoh dalam penelitian ini usia paling muda untuk wilayah kabupaten adalah 20 tahun dan untuk wilayah kota adalah 25 tahun, sedangkan usia yang paling tua di kabupaten adalah 56 tahun dan wilayah kota yang paling tua adalah 59 tahun. Hal ini sejalan dengan peneltitian yang dilakukan oleh fitriyani (2009) yang menunjukkan bahwa sebagian besar guru (61,8%) di Bogor memiliki rentan usia 36-50 tahun.

Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal yang telah ditempuh oleh contoh baik itu SMA, Diploma ataupun S1. Sebaran tingkat pendidikan contoh di wilayah kabupaten dan kota disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran pendidikan contoh

No. Pendidikan

(34)

21 menjadi guru dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu 1-10 tahun, 11-20 tahun, 21-30 tahun. Sebaran contoh berdasarkan lama bekerja disajikan pada Tabel 5.

Tabel 6 Sebaran lama bekerja contoh

No. Lama Bekerja

Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa contoh di wilayah kabupaten sebagian besar sudah bekerja selama 1-10 tahun (56.5%) dan 21-30 tahun (26.1%), sedangkan sisanya (17.4%) bekerja antara 11-20 tahun. Wilayah kota sebagian besar contoh sudah bekerja selama 21-30 tahun (69.6%) dan 1-10 tahun (21.7%), sedangkan sisanya (8.7%) bekerja selama 11-20 tahun. Penelitian yang dilakukan Fitriyanti (2009) menunjukkan bahwa sebagian besar guru di Kota Bogor memiliki lama bekerja 21-30 tahun sebanyak 41.2% dan 1-10 tahun 30.9%.

Status Pekerjaan Sebagai Guru

Status pekerjaan sebagai guru digolongkan menjadi tiga yaitu guru tetap, guru kontrak, dan guru honorer. Sebaran contoh berdasarkan status pekerjaan sebagai guru disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran status pekerjaan sebagai guru

No. Status

(35)

bahwa contoh yang berstatus PNS lebih banyak di wilayah kota dibandingkan di wilayah kabupaten.

Pelatihan/Seminar yang Pernah diikuti

Pelatihan/seminar yang pernah diikuti contoh dibagi menjadi dua kategori pernah dan tidak pernah. Sebaran contoh berdasarkan pelatihan/seminar yang pernah diikuti disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Pelatihan/Seminar yang pernah diikuti

No. Pelatihan/ Seminar

Wilayah Kabupaten Kota

N % n %

1. Pernah 11 47.8 5 21.7

2. Tidak Pernah 12 52.2 18 78.3

Total 23 100 23 100

Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan bahwa contoh di wilayah kabupaten sebagian besar tidak pernah mengikuti pelatihan/seminar yaitu 52.2%, sedangkan di wilayah kota sebanyak 78.3% contoh tidak pernah mengikuti pelatihan/seminar. Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian Syarief et al.

(1988) yang dilakukan di Jawa Barat dan Sumatera Barat terungkap bahwa sebagian besar guru tidak mempunyai latar pendidikan atau kursus/pelatihan tentang pangan dan gizi, atau UKS. Hasil diatas juga didukung oleh penelitian Adhitya (2011) yang dilakukan di Kota Bogor bahwa sebanyak 62.5% guru tidak pernah mengikuti pelatihan ataupun seminar yang berkaitan dengan gizi.

Contoh yang pernah mengikuti pelatihan ataupun seminar di wilayah kabupaten sebanyak 47.8% sedangkan di wilayah kota hanya 21.7% contoh yang pernah mengikuti pelatihan ataupun seminar yang terkait dengan pangan dan gizi. Pelatihan ataupun seminar yang diikuti oleh contoh di wilayah kabupaten merupakan pelatihan ataupun seminar yang diselenggarakan CSR suatu perusahan bekerja sama dengan Departemen Gizi Masyarakat Institut pertanian bogor. Wilayah kota sendiri pelatihan ataupun seminar yang diikuti diselenggarakan oleh Institut Pertanian Bogor dan adanya penelitian disekolah tersebut mengenai pangan dan gizi dari Universitas lain.

Mata Pelajaran yang Diasuh

(36)

23

Tabel 9 Sebaran mata pelajaran yang diasuh

No. Guru

Berdasarkan Tabel 9 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar contoh di wilayah kabupaten merupakan guru kelas sebanyak 78.3%, sedangkan di wilayah kota sebagian besar contoh juga ,merupakan guru kelas dengan persentase 78.3%. Sisanya guru penjaskes di wilayah kabupaten tidak ada begitu juga dengan guru bahasa inggris, sementara itu guru agama sebanyak 21.7%. Di wilayah kota persentase guru penjaskes adalah 8.7% sama dengan persentase dengan guru agama, sedangkan guru bahasa inggris persentasenya adalah 4.3%.

Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan

Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang tentang ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk (Suhardjo 2003). Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar pada pertanyaan pengetahuan gizi disajikan pada Tabel 10. 3. Kelompok bahan makanan yang

mengendung protein 23 100 23 100 46 100

4. Bahan yang merupakan sumber lemak 22 95.6 20 87.0 42 91.3 5. Informasi yang harus ada pada label

makanan. Kecuali 4 17.4 7 30.4 11 23.9

6. Salah satu upaya mempertahankan

(37)

Pertanyaan Pengetahuan gizi

9. Bahan tambahan pangan yang tidak dianjurkan seperti formalin dan boraks menyebabkan

22 95.6 23 100 45 97.8

10. Formalin dan boraks merupakan jenis 23 100 23 100 46 100

Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan bahwa dari sepuluh pertanyaan yang diajukan ada dua pertanyaan yang kurang mampu dijawab oleh contoh baik wilayah kota dan wilayah kabupaten yaitu pertanyaan mengenai informasi yang harus ada pada label makanan dan salah satu upaya mempertahankan kesehatan dengan cara berolahraga. Hanya 23.9% dari keseluruhan contoh yang dapat menjawab degan benar pertanyaan mengenai label makanan, serta 21.7% dari keseluruhan contoh yang bisa menjawab pertanyaan mengenai salah satu upaya mempertahankan kesehatan dengan cara berolahraga. Guru kesulitan menjawab pertanyaan mengenai label makanan dan mengenai upaya mempertahankan kesehatan di duga karena kurangnya informasi, sehingga guru hanya mengandalkan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari sekolah yang masih minim.

(38)

25

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi menurut wilayah

No. Pengetahuan

Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa pengetahuan gizi contoh sebagian besar contoh berpengetahuan sedang. Tabel 11 juga menunjukkan bahwa nilai skor rata-rata wilayah kabupaten (81.74 ± 2.35) lebih besar wilayah kota (80.43±2.13). Hasil ini berbeda dengan penelitian Fitriyani (2009) di Kota dan Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa lebih dari separuh guru SD (61.8%) mempunyai pengetahuan gizi yang rendah. Hasil pada Tabel 11 diatas menunjukkan adanya kesamaan pada penelitian yang dilakukan andhitya (2010) menunjukkan sebagian besar pengetahuan gizi guru SD (86.7%) di Kota Bogor termasuk pada kategori sedang.

Masalah keamanan pangan banyak ditimbulkan karena kondisi hygiene dan sanitasi yang rendah sehingga mengakibatkan terjadinya kontaminasi pada pangan. Pengetahuan yang terbatas merupakan salah satu penyebab timbulnya masalah keamanan pangan tersebut. Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar pada pertanyaan pengetahuan keamanan pangan disajikan pada Tabel 12.

a. Aspek hygiene dan sanitasi

1. Makanan yang aman bagi kesahatan 0 0 6 30.4 6 13.0

2. Makanan yang tidak aman untuk dikonsumsi 22 95.6 20 86.7 42 91.3 3. Tanda umum makanan tercemar mikroba 23 100 23 100 46 100

4. Makanan yang berjamur dan berlendir tidak

aman dikonsumsi karena 21 91.3 16 69.6 37 80.4 5. Pernyataan yang benar 17 73.2 17 73.2 34 73.2 6. Mencuci tangan sebaiknya menggunakan 22 95.6 23 100 45 97.8 7. Cara mengambil makanan yang benar 17 73.2 21 91.3 38 82.6 8. Air bekas pencucian makanan 19 82.6 20 86.7 39 84.8 9. Makanan yang disajikan harus terlindung dari

lalat 21 91.3 20 86.7 41 89.1

10. Gejala keracunan pangan 23 100 23 100 46 100

b. Jajanan sehat

1. Dalam memilih makanan jajanan. siswa

harus 23 100 23 100 46 100

(39)

Pertanyaan Pengetahuan keamanan pangan

3. Jajanan sehat harus dibungkus dengan baik

agar tidak terkontaminasi oleh mikroba 23 100 22 95.7 45 97.8 4. Melihat kandungan gizi makanan jajanan 23 100 22 95.7 45 97.8 5. Minuman yang menggunakan sakarin buatan

sehat untuk dikonsumsi 23 100 22 95.7 45 97.8 6. Memilih makanan jajanan yang mahal 23 100 21 91.3 44 95.7 7. Memilih makanan jajanan yang harganya

murah 19 82.6 23 100 42 91.3

8. Mengurangi makan jajanan yang digoreng 22 95.7 22 95.7 44 95.7 9. Jajanan yang sehat dapat meningkatkan

konsentrasi belajar 22 95.7 23 100 45 97.8 10. Memilih jajanan sebaiknya yang

berwarna-warni mencolok 23 100 23 100 46 100

c. Isu terkait keamanan pangan jajanan 1. Bahan makanan yang digunakan untuk

mengawetkan makanan adalah asam cuka 15 65.2 15 65.2 30 65.2 2. Es batu yang digunakan untuk membuat es

campur biasanya terbuat dari air mentah yang mengandung kuman penyakit

15 65.2 15 65.2 30 65.2

3. Bahan berbahaya yang digunakan untuk memberikan warna lebih terang pada makanan adalah Rhodamin B

17 73.9 17 73.9 34 73.9

Berdasarkan Tabel 12 menunjukkan bahwa pertanyaan mengenai pengetahuan keamanan pangan berjumlah dua puluh tiga dan dibagi menjadi tiga bagian yaitu sepuluh pertanyaan mengenai aspek hygiene dan sanitasi, sepuluh pertanyaan mengenai pangan jajanan, dan tiga pertanyaan mengenai isu keamanan pangan jajanan. Berdasarkan sepuluh pertanyaan mengenai aspek hygiene dan sanitasi ada satu pertanyaan yang kurang mampu dijawab oleh contoh baik contoh dari wilayah kabupaten maupun contoh dari kota, hanya 13% contoh yang bisa menjawab pertanyaan mengenai makanan yang aman bagi kesehatan. Hal ini diduga terjadi karena kurangnya informasi yang didapatkan oleh guru mengenai makanan yang aman untuk kesehatan. Tabel 12 juga menunjukkan bahwa ada dua pertanyaan yang bisa di jawab oleh seluruh contoh (100%) baik contoh wilayah kabupaten maupun wilayah kota yaitu mengenai tanda umum makanan yang tercemar mikroba dan gejala keracunan pangan. Begitu juga dengan pertanyaan yang lain sebagian besar contoh bisa menjawabnya dengan baik.

(40)

27

melarang siswa untuk membeli makanan jajanan karena kurang terjamin kesehatannya. Hanya 39.1% dari contoh bisa menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini diduga karena kurangnya pengetahuan guru mengenai keamanan jajanan yang beredar di sekitar sekolah. Berdasarkan Tabel 12 menunjukkan bahwa ada satu pertanyaan yang bisa dijawab oleh seluruh contoh (100 %) yaitu mengenai memilih jajanan yang baik. Begitu juga dengan pertanyaan yang lain mengenai pangan jajanan sebagian besar contoh bisa menjawab dengan baik. Tabel 12 menunjukkan bahwa tiga pertayaan mengenai isu yang terkait dengan keamanan pangan jajanan sudah terjawab dengan baik oleh contoh yaitu pertanyaan mengenai bahan pengawet yang digunakan untuk makanan dapat dijawab oleh contoh sebanyak 65.2%, pertanyaan mengenai es yang digunakan untuk membuat es campur terbuat dari air mentah contoh yang menjawab dengan benar sebanyak 65.2%, dan pertanyaan mengenai bahan yang berbahaya yang digunakan untuk memberikan warna yang lebih cerah yaitu Rhodamin B contoh yang menjawab dengan benar sebanyak 73.9%. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan keamanan pangan menurut wilayah dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan keamanan pangan menurut wilayah

No.

(41)

mudah didapatkan dan banyak ditampilkan baik ditampilkan baik di media elektronik maupun media cetak.

Persepsi Guru Mengenai Keamanan Pangan Jajanan

Persepsi adalah proses di mana sensasi yang dirasakan oleh konsumen, dipilih, diorganisir, dan diinterpretasikan. Tiga tahap dari persepsi adalah pemaparan, perhatian, dan interpretasi (Salminen 2004, diacu dalam Nurbaiti 2008). Persepsi yang dibentuk seseorang dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitarnya dan secara substansi bisa sangat berbeda dengan realitas, dengan kata lain persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik tetapi juga tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar juga keadaan individu yang bersangkutan (Setiadi 2003). Sebaran contoh berdasarkan persepsi keamanan pangan jajanan dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan persepsi keamanan pangan jajanan

No. Persepsi

Berdasarkan Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh mempunyai persepsi yang baik mengenai keamanan pangan jajanan. Berdasarkan Tabel 14 menunjukkan bahwa tingkat persepsi mengenai keamanan pangan jajanan di wilayah kabupaten dan wilayah kota masuk dalam kategori baik dengan persentase 78.3% dan 95.7%. Tabel 14 menunjukkan bahwa nilai skor persepsi contoh di wilayah kota (86.71 ± 0.21) lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah kabupaten (84.24 ± 0.42).

Hasil Uji Beda Variabel Penelitian Antar Wilayah Uji beda Karakteristik contoh antar wilayah

Jenis Kelamin

(42)

29

dengan kota. Hal ini menunjukkan bahwa jenis kelamin contoh baik di wilayah kabupaten dan wilayah kota tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.

Usia

Hasil uji beda independent sample T-test menunjukkan bahwa adanya perbedaan nyata antara usia contoh antar wilayah di kabupaten dengan kota (p<0.05). Berdasarkan data yang di dapatkan juga menunjukkan bahwa adanya perbedaan pada usia contoh dimanacontoh di wilayah kabupaten rata-rata berada pada kategori dewasa awal (20-40 tahun), sementara itu contoh di wilayah kota rata-rata contoh berada di kategori dewasa madya (41-60 tahun). Sehingga hasil uji beda menyatakan bahwa adanya perbedaan nyata antara usia contoh di wilayah kabupaten dengan kota. Hal ini berbeda karena di wilayah kabupaten sebagian besar usia contoh masuk pada kategori dewasa awal dan sedangkan di wilayah kota sebagian besar usia contoh masuk dalam kategori dewasa madya.

Pendidikan

Hasil uji beda independent sample T-test menunjukkan bahwa adanya perbedaan nyata antara pendidikan contoh antar wilayah kabupaten dengan wilayah kota (p<0.05). Berdasarkan data yang didapatkan bahwa sebagian besar pendidikan contoh di wilayah kabupaten dengan kota adalah sama-sama S1 hanya saja di wilayah kota lebih banyak. Berdasarkan uji beda dibuktikan bahwa adanya perbedaan yang nyata antara kedua wilayah kabupaten dengan kota. Hal ini diduga karena perbedaan pada pendidikan contoh yang ada di wilayah kabupaten masih belum setengah dari contoh yang mengenyam pendidikan S1 sementara itu contoh yang berada di wilayah kota hampir seluruhnya sudah mengenyam pendidikan S1.

Lama bekerja

(43)

guru kira-kira 1-10 tahun sedangkan contoh yang ada di wilayah kota sebagian besar sudah bekerja rata-rata selama 21-30 tahun.

Status pekerjaan

Hasil uji beda independent sample T-test menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang nyata antara status pekerjaan contoh antar wilayah kabupaten dengan kota (p<0.05). Berdasarkan data yang didapatkan bahwa sebagian besar di wilayah kabupaten dengan kota sama-sama berstatus sebagai PNS,tetapi di wilayah kota lebih banyak dibandingkan di wilayah kabupaten. Sehingga hasil uji beda menyatakan bahwa adanya perbedaan yang nyata pada wilayah kabupaten dengan wilayah kota. Hal ini diduga karena perbedaan antara contoh yang berada di wilayah kabupaten masih setengah dari contoh yang berstatus pekerjaan sebagai PNS, sedangkan di wilayah kota hampir seluruh contoh sudah berstatus sebagai PNS.

Pelatihan/seminar yang pernah diikuti

Hasil uji beda independent sample T-test menunjukkan bahwa tidak terdapatnya perbedaan yang nyata antara wilayah kabupaten dengan kota pada pelatihan/seminar yang pernah diikuti oleh contoh (p>0.05). Berdasarkan data yang didapatkan bahwa rata-rata contoh tidak pernah mengikuti pelatihan /seminar mengenai gizi dan hanya sedikit dari contoh yang mengikuti pelatihan/seminar mengenai gizi. Sehingga hasil uji beda menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara pelatihan /seminar yang diikuti oleh contoh antar wilayah kabupaten dengan kota.

Mata pelajaran yang diasuh

Hasil uji beda independent sample T-test menunjukkan bahwa tidak terdapatnya perbedaan yang nyata antara mata pelajaran yang diasuh oleh contoh antar wilayah kabupaten dengan kota (p>0.05). Berdasarkan data yang didapatkan bahwa sebagian besar merupakan guru kelas baik di wilayah kabupaten dan kota. Sehingga hasil uji beda menyatakan bahwa tidak adanya hubungan yang nyata antara mata pelajaran yang diasuh oleh contoh antar wilayah kabupaten dengan kota.

Uji beda pengetahuan gizi antar wilayah

(44)

31

wilayah kabupaten dengan kota. Sehingga hasil uji beda menyatakan bahwa tidak adanya hubungan yang nyata antara pengetahuan gizi antar wilayah kabupaten dengan kota. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Fitriyani (2009) bahwa tidak adanya perbedaan yang nyata antara tingkat pengetahuan gizi antara wilayah kabupaten dan wilayah kota.

Uji beda pengetahuan keamanan pangan antar wilayah

Hasil uji beda independent sample T-test menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang nyata antara pengetahuan keamanan pangan antar wilayah kabupaten dengan kota (p>0.05). Berdasarkan data yang didapatkan bahwa contoh di wilayah kabupaten dengan kota sebagian besar contoh mempunyai tingkat pengetahuan keamanan pangan yang di kategorikan baik. Sehinggga hasil uji beda yang didapatkan tidak adanya perbedaan yang nyata antara pengetahuan keamanan pangan antar wilayah kabupaten dengan kota. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Fitriyani (2009) menyatakan bahwa tidak adanya perbedaan yang nyata antara wilayah kabupaten dan wilayah kota.

Uji beda persepsi mengenai keamanan pangan jajanan antar wilayah

Hasil uji beda independent sample T-test menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang nyata antara persepsi mengenai keamanan pangan jajanan antar wilayah kabupaten dengan kota (p>0.05). Bedasarkan data yang didapatkan contoh yang berada di wilayah kabupaten dan kota sebagian besar mempunyai tingkat persepsi mengenai keamanan pangan jajanan yang di kategoriakan baik. Sehingga hasil uji beda yang didapatkan tidak adanya perbedaan yang nyata antara variabel persepsi antar wilayah kabupaten maupun kota.

Hubungan Antar Variabel

Hubungan antar variabel dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara karakteristik contoh (jenis kelamin, usia, pendidikan, lama bekerja, status pekerjaan, pelatihan terkait gizi), mata pelajarana yang diasuh), pengetahuan gizi, pengetahuan keamanan pangan, serta persepsi mengenai keamanan pangan jajanan.

Hubungan Antara Karakteristik Contoh dengan Pengetahuan Gizi

(45)

majalah, radio, atau melalui penyuluhan kesehatan/gizi, masyarakat dapat memperoleh pengetahuan tentang gizi. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi menurut karakteristik individu dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi menurut karakteristik individu

(46)

33

Tabel 15 juga menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (31.4%) yang dikategorikan pada dewasa awal memiliki pengetahuan gizi sedang. Begitu juga dengan usia yang dikategorikan pada dewasa madya memiliki pengetahuan gizi yang dikategorikan sedang yaitu sebanyak 68.6%. Hasil uji korelasi Spearman

menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang nyata antara karakteristik usia dengan pengetahuan gizi (p>0.05, r=-0.126).

Berdasarkan Tabel 15 menunjukkan bahwa pendidikan contoh pada tingkat SMA memiliki proporsi terbesar (20%) yang memiliki tingkat pengetahuan gizi kategori sedang. Proporsi terbesar contoh dengan pendidikan diploma (14.3%) dan S1 (65.7%) masin-masing pengetahuan gizi sedang. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa pendidikan tidak berhubungan nyata terhadap pengetahuan gizi (p>0.05, r=0.056).

Menurut lama bekerja pada Tabel 15 , pengetahuan contoh menunjukkan bahwa contoh yang bekerja antara 1-10 tahun sebagian besar (37.1%) memiliki pengetahuan gizi kategori sedang. Begitu pula pada contoh yang bekerja antara 11-20 tahun (8.6%) dan contoh yang bekerja antara 21-30 tahun (54.3%) memiliki pengetahuan gizi sedang. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara lama bekerja dengan pengetahuan gizi (p>0.05, r=-0.169).

Berdasarkan status bekerja pada Tabel 15 diatas, pengetahuan gizi contoh dengan status PNS sebagian besar contoh (77.1%) memiliki tingkat pengetahuan gizi kategori sedang. Begitu pula dengan contoh yang berstatus honorer (22.9%) memiliki pengetahuan gizi di kategori sedang. Hasil uji korelasi

Spearman menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang nyata antara status pekerjaan dengan pengetahuan gizi (p>0.05, r=0.131).

Berdasarkan Tabel 15 diatas sebagian besar contoh tidak pernah mengikuti pelatihan/seminar terkait gizi memiliki pengetahuan gizi kategori sedang (74.3%). Begitu juga dengan contoh yang mengikuti pelatihan/seminar (25.7%) juga memiliki pengetahuan gizi kategori sedang. Hasil uji korelasi

(47)

Berdasarkan Tabel 15 diatas contoh yang merupakan guru kelas, guru PAI, guru Penjaskes, guru Bahasa Inggris memiliki pengetahuan gizi yang kategori sedang. Proporsi guru kelas memiliki pengetahuan gizi sedang (77.1%) lebih banyak, kemudian guru PAI (17.1%), guru Penjaskes dan guru Bahasa Inggris yaitu sama (2.9%). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang nyata antara mata pelajaran yang diasuh dengan pengetahuan gizi (p>0.05, r=-0.064).

Hubungan antara Karakteristik Contoh dengan Pengetahuan Keamanan Pangan

Pengetahuan mengenai keamanan pangan pada contoh sangat perlu karena dengan pengetahuan yang dimiliki oleh contoh tersebut contoh dapat mengawasi peredaran makanan jajanan disekolahan. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan keamanan pangan menurut karakteristik individu dapat dilihat pada Tabel 16 berikut ini.

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan keamanan pangan menurut karakteristik individu

Karakteristik Contoh

Kategori tingkat pengetahuan keamanan pangan

(48)

35

Karakteristik Contoh

Kategori tingkat pengetahuan keamanan pangan

Baik Sedang Kurang Total Berdasarkan Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh laki-laki (34.4%) memiliki pengetahuan keamanan pangan yang baik dan pada contoh perempuan (65.6%) sebagian besar memiliki pengetahuan keamanan pangan yang baik. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang nyata antara jenis kelamin dengan pengetahuan keamanan pangan (p>0.05, r=-0.129).

Tabel 16 juga menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (37.5%) yang dikategorikan pada dewasa awal memiliki pengetahuan keamanan pangan yang baik. Begitu juga dengan usia yang dikategorikan pada dewasa madya memiliki pengetahuan keamanan pangan yang di kategorikan baik yaitu sebanyak 62.5%. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang nyata antara karakteristik usia dengan pengetahuan keamanan pangan (p>0.05, r=-0.086).

Berdasarkan Tabel 16 mununjukkan bahwa pendidikan contoh pada tingkat SMA memiliki proporsi terbesar (18.8%) yang memiliki tingkat pengetahuan keamanan pangan kategori baik. Proporsi terbesar contoh dengan pendidikan diploma (15.6%) dan S1 (65.6%) masin-masing memiliki pengetahuan keamanan pangan yang baik. Hasil uji korelasi Spearman

menunjukkan bahwa pendidikan tidak berhubungan nyata terhadap pengetahuan keamanan pangan (p>0.05, r=-0.037).

Menurut lama bekerja pada Tabel 16 diatas, pengetahuan contoh menunjukkan bahwa contoh yang bekerja antara 1-10 tahun sebagian besar (43.7%) memiliki pengetahuan keamanan pangan kategori baik. Begitu pula pada contoh yang bekerja antara 11-20 tahun (21.4%) memiliki pengetahuan keamanan pangan yang sedang dan contoh yang bekerja antara 21-30 tahun (46.9%) memiliki pengetahuan keamanan pangan yang baik. Hasil uji korelasi

Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara lama bekerja dengan pengetahuan keamanan pangan (p>0.05, r=-0.086).

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran
Gambar 2 Pembagian Contoh di Kabupaten
Tabel 1  Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 2  Jenis variabel dan pengkategoriannya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan guru SD di Kecamatan Medan Selayang terhadap penatalaksanaan gigi avulsi, untuk mengetahui penyebab

Guru SLB-C yang kemampuan mengatur dirinya tinggi adalah guru yang mampu untuk mengelola emosi yang menekan dalam mengajar, tetap bersikap positif dalam situasi

Berdasarkan hasil penelitian ini dan pentingnya kinerja mengajar guru IPS sebagai komponen utama dalam kegiatan belajar mengajar IPS, maka kepada peneliti

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GURU TERHADAP SERTIFIKASI DENGAN PROFESIONALISME DALAM

Kalau pendidikan merupakan sumber utama dalam pengembangan sumber daya mansuia maka tugas atau tanggung jawab seorang guru sangat berat, karna guru sangat berperan

Dari analisis Chi-square terdapat hubungan antara profil guru seperti umur dengan persepsi guru dalam memonitor keamanan pangan jajanan di kantin sekolah dan di sekitar sekolah

Persepsi guru pada Tabel 25 mengenai penggunaan beberapa media dinilai sangat setuju (96.9%) bahwa kelima jenis media digunakan dalam pembelajaran, karena guru dapat

Metode cross-sectional dengan pengkajian analitik digunakan dalam penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara karakteristik guru SD di Jakarta