• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS. menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksi belajar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIS. menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksi belajar"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIS 2.1 Peran Guru

2.1.1 Pengertian Peran Guru

Guru dalam fungsinya sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing maka diperlukan adanya berbagai peran pada diri guru. Peran akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksi belajar mengajar yang dapat dipandang sebagai sentral bagi peranannya. Sebab baik disadari atau tidak bahwa sebagian dari waktu dan perhatian guru banyak dicurahkan untuk menggarap proses belajar mengajar dan berinteraksi dengan siswanya.

Menurut Wrightman, (dalam Usman, 2006:4) Peran guru adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa menjadi tujuannya.

Mengenai apa peran guru itu ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli (Sardiman, 2001: 143-144) yaitu:

1) Prey Katz menggambarkan peran guru sebagai komunikator, sahabat yang dapat memberikan nasihat-nasihat, motivator sebagai pemberi inspirasi dan dorongan, pembimbing dalam pengembangan sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai orang yang menguasai bahan yang diajarkan.

2) Havighurst menjelaskan bahwa peran guru di sekolah sebagai Pegawai (employed) dalam hubungan kedinasan, sebagai Bawahan (subordinate) terhadap atasannya, sebagai kolega dalam hubungannya dengan anak didik, sebagai pengatur disiplin, dan pengganti orang tua.

(2)

3) James W. Brown mengemukakan bahwa tugas dan peran guru antara lain: menguasai dan menggambarkan materi pelajaran, merencanakan dan mempersiapkan palajaran sehari-hari, mengontrol dan mengevaluasi kegiatan siswa.

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat diuraikan beberapa peran guru dalam kegiatan belajar mengajar (Sardiman, 2001:144-146) sebagai berikut:

1. Guru Sebagai Demonstrator

Melalui peranannya sebagai demonstrator atau pengajar guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.

Salah satu yang harus di perhatikan oleh guru bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar terus menerus. Dengan cara demikian ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan demostrator sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis, maksudnya agar apa yang disampaikannya itu betul-betul dipahami oleh anak didik.

2. Guru Sebagai Pengelola Kelas

Dalam perannya sebagai pengelola kelas guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan di awasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan terhadap belajar lingkungan itu

(3)

turut menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik, lingkungan yang baik adalah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.

Kualitas dan kuantitas belajar siswa dalam kelas bergantung pada banyak faktor, antara lain ialah guru hubungan pribadi antara siswa di dalam kelas, Serta kondisi umum suasana di dalam kelas.

Tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.

3. Guru Sebagai Mediator

Guru sebagai mediator dapat diartikan sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa. Misalnya menengahi atau memberikan jalan keluar kemacetan dalam kegiatan diskusi siswa. Mediator juga diartikan penyedia media. Bagaimana cara memakai dan mengorganisasikan penggunaan media.

4. Guru Sebagai Fasilitator

Berperan sebagai fasilitator, guru dalam hal ini akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar mengajar, misalnya saja dengan menciptakan kegiatan belajar yang sedemikian rupa, serasi dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar mengajar akan berlangsung secara efektif. Hal ini akan bergayut dengan senboyan “ Tut Wuri Handayani “

(4)

5. Guru Sebagai Evaluator

Dalam menelaah pencapaian tujuan pengajaran, guru dapat mengetahui apakah proses belajar mengajar yang dilakukan cukup efektif memberikan hasil yang baik dan memuaskan, atau sebaliknya jadi, jelaslah bahwa guru hendaknya mampu dan terampil melaksanakan penilaian karena, dengan penilaian guru dapat mengetahui prestasi yang akan dicapai oleh siswa setelah ia melaksanakan proses belajar.

Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar siswa, guru hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan balik terhadap proses belajar mengajar.

Sedangkan menurut Sanjaya (2007:21) dalam bukunya strategi pembelajaran ia mengemukakan bahwa peran guru dalam proses pembelajaram adalah :

1. Guru sebagai sumber belajar

Peran guru sebagai sumber belajar merupakan peran yang sangat penting. Peran sebagi sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran. Kita bisa menilai baik atau tidaknya seorang guru hanya dari penguasaan materi pelajaran. Dikatakan guru yang baik manakala ia dapat menguasai materi pelajaran dengan baik, sehingga benar-benar ia berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya.

2. Guru sebagai fasilitator

Sebagai fasilitator, guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran.

(5)

3. Guru sebagai pengelola

Sebagai pengelola pembelajaran (learning manajer), guru berperan dalam iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa.

4. Guru sebagai demonstrator

Yang dimaksud dengan peran guru sebagai demonstrator adalah peran untuk mempertunjukan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan. Ada dua konteks guru sebagai demonstrator. Pertama, sebagai demonstrator guru harus menunjukan sifat-sifat yang terpuji. Kedua, sebagai demonstator harus dapat menunjukan bagaimana caranya agar setiap materi pelajaran bisa lebih dipahami dan dihayati oleh setiap siswa.

5. Guru sebagai pembimbing

Siswa adalah individu yang unik, keunikan itu bisa dilihat dari adanya setiap perbedaan. Artinya, tidak ada dua individu yang sama. Walaupun secara fisik mungkin individu memiliki kemiripan, tetapi pada hakekatnya mereka tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, kemampuan, dan sebagainya . Perbedaan itulah menuntut guru harus berperan sebagai pembimbing. Membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya sebagai bekal hidup mereka, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu dapat tumbuh dan

(6)

berkembang sebagai manusia ideal yang menjadi harapan setiap orang tua dan masyarakat.

6. Guru sebagai motivator

Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kemampuannya yang kurang, tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk mengerahkan segala kemampuannya. Dengan demikian siswa yang berprestasi rendah belum tentu disebabkan oleh kemampuannya yang rendah pula, tetapi mungkin disebabkan oleh tidak adanya dorongan atau motivasi.

7. Guru sebagai evaluator

Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Terdapat dua fungsi guru dalam memerankan perannya sebagai evaluator. Pertama, untuk menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan atau menentukan keberhasilan siswa dalam menyerap materi kurikulum. Kedua, untuk menentukan keberhasilan dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang telah diprogramkan. 2.1.2 Pengertian Guru

Guru merupakan salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang profesional dibidang pembangunan. Oleh karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur dibidang kependidikan harus berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang

(7)

semakin berkembang. Dalam arti khusus dapat dikatakan bahwa pada setiap diri guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya pada suatu kedewasaan atau taraf kematangan tertentu. Dalam rangka ini guru tidak semata-mata sebagai “pengajar” yang transfer of knowledge, tetapi juga sebagai “pendidik” yang transfer of value dan sekaligus sebagai “Pembimbing” yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar.

1) Guru Sebagai Tenaga Profesional

Berbicara soal kedudukan guru sebagai tenaga profesional, akan lebih tepat kalau diketahui terlebih dahulu mengenai maksud kata profesi. Pengertian profesi itu memiliki banyak konotasi, salah satu diantaranya tenaga kependidikan, termasuk guru. Secara umum profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut dalam science dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat.

Seorang pekerja profesional, khususnya guru dapat dibedakan dari seorang teknisi, karena disamping menguasai sejumlah teknik serta prosedur kerja tertentu, seorang pekerja profesional juga ditandai adanya informedresponsiveness terhadap implikasi kemasyarakatan dari objek kerjanya. Hal ini berarti bahwa seorang pekerja profesional atau guru harus memiliki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap menyikapi dan melaksanakan pekerjaannya. Kalau kompetensi seorang teknisi lebih bersifat mekanik dalam arti sangat mementingkan kecermatan, sedang kompetensi seorang guru sebagai tenaga profesional kependidikan, ditandai dengan serentetan diagnosa, rediagnosa, dan penyesuaian yang terus menerus.

(8)

Bagi guru yang merupakan tenaga profesional dibidang kependidikan dalam kaitannya dengan accountability, bukan berarti tugasnya menjadi ringan, tetapi justru lebih berat dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu guru dituntut adanya kualifikasi kemampuan yang lebih memadai. Secara garis besar ada tiga tingkatan kualifikasi professional guru sebagai tenaga professional kependidikan antara lain :

a) Tingkatan capable personal, maksudnya guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan dan keterampilan setiap sikap yang lebih mantap dan memadai sehingga mampu mengelola proses belajar mengajar secara efektif.

b) Guru sebagai innovator, yakni sebagai tenaga kependidikan yang memiliki komitmen terhadap upaya perubahan dan informasi.

c) Guru sebagai devaluator, guru harus memiliki visi keguruan yang mantap dan luas perspektifnya. Guru harus mampu dan mau melihat jauh kedepan dalam menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi oleh sektor pendidikan sebagai suatu sistem.

Sehubungan dengan itu maka perlu ditegaskan bahwa selain faktor pengetahuan, kecakapan, keterampilan dan tanggap terhadap ide pembaharuan serta wawasan yang lebih luas sesuai dengan keprofesiannya, pada diri juga memerlukan persyaratan khusus yang bersifat mental. Persyaratan khusus itu adalah faktor yang msenyebabkan seseorang itu merasa senang, karena merasa terpanggil hati nuraninya untuk menjadi seorang pendidik/guru.

(9)

2) Guru Sebagai Pendidik Dan Pembimbing

Seseorang dikatakan sebagai guru tidak cukup “tahu” sesuatu materi yang akan diajarkan, tetapi pertama kali ia harus merupakan seseorang yang memang memiliki “kepribadian guru,” dengan segala ciri tingkat kedewasaannya. Dengan kata lain untuk menjadi pendidik atau guru, seseorang harus berpribadi. Masalahnya yang penting adalah mengapa guru itu dikatakan sebagai “pendidik.” Guru memang seorang “Pendidik” sebab dalam pekerjaannya ia tidak hanya “mengajar” seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi guru juga melatihkan beberapa keterampilan dan terutama sikap mental anak didik. “mendidik” setiap mental seseorang tidak cukup hanya “mengajarkan” sesuatu pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan itu harus dididikkan dengan guru sebagai idolanya.

Mendidik berarti mentransfer nilai-nilai kepada siswanya. Nilai-nilai tersebut harus diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu pribadi guru itu sendiri merupakan perwujudan dari nilai yang ditransfer. Mendidik adalah mengantarkan anak didik agar menemukan dirinya, menemukan kemanusiaannya. Mendidik adalah memanusiakan manusia.Dengan demikian secara esensial dalam proses pendidikan, guru itu bukan hanya berperan sebagai “pengajar” yang transfer of knowledge tetapi juga “pendidik” yang transfer of value. Ia bukan saja pembawa ilmu pengetahuan, tetapi juga menjadi contoh seorang pribadi manusia.

Selanjutnya sebagai kelanjutan atau penyempurnaan fungsi guru sebagai pendidik, maka harus berfungsi pula sebagai pembimbing. Pengertian pendidik dalam hal ini lebih luas dari fungsi “membimbing”. Bimbingan adalah termasuk sarana dan serangkaian usaha pendidikan. Seorang guru menjadi pendidik berarti sekaligus

(10)

menjadi pembimbing. Sebagai contoh guru yang berfungsi sebagai “pendidik” dan “pengajar” seringkali akan melakukan pekerjaan bimbingan. Misalnya bimbingan belajar, bimbingan tentang sesuatu keterampilan dan sebagainya. Jadi yang jelas bahwa dalam proses pendidikan kegiatan “mendidik”, “mengajar” dan” bimbingan” sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

Membimbing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya dengan jalan memberikan lingkungan dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan, guru harus berlaku membimbing, dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarah perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, termasuk dalam hal ini yang penting ikut memecahkan persoalan-persoalan atau kesulitan yang dihadapi anak didik, dengan demikian diharapkan dapat menciptakan perkembangan yang lebih baik dari pada siswa, baik perkembangan fisik maupun mental dalam hubunganya dengan hasil dan tujuan pendidikan yang ingin dicapai.

2.2 Prestasi belajar

Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, yakni prestasi dan belajar. Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian prestasi belajar, peneliti menjabarkan makna dari kedua kata tersebut. Menurut Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, pengertian prestasi adalah hasil yang telah dicapai(dari yang telah diakukan, dikerjakan, dan sebagainya) (1991: 787) selanjutnya menurut Saiful Bahri Djamarah (1994: 20-21) dalam bukunya Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja.

(11)

Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan seseorang atau kelompok yang telah dikerjakan, diciptakan dan menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan bekerja.

Selanjutnya untuk memahami pengertian tentang belajar berikut dikemukakan beberapa pengertian belajar diantaranya menurut Slameto (2003: 2) dalam bukunya Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya bahwa belajar ialah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Muhibbin Syah (2000: 136) bahwa belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas bahwa belajar merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar dan rutin pada seseorang sehingga akan mengalami perubahan secara individu baik pengetahuan, keterampilan, sikap dan tingkah laku yang dihasilkan dari proses latihan dan pengalaman individu itu sendiri dalam

berinteraksi dengan lingkungannya.

Dalam kamus umum bahasa Indonesia prestasi belajar diartikan sebagai berikut: “prestasi belajar ialah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau dikerjakan, tinggi rendahnya suatu nilai berbagai hasil yang dicapai oleh seseorang” (Poerwodarminto, 1984: 768). kemudian menurut Winkel melalui Sunarto (1996: 162) mengatakan bahwa “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya”.

(12)

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan prestasi belajar adalah kecakapan nyata yang dapat diukur yang berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai interaksi aktif antara subyek belajar dengan obyek belajar selama berlangsungnya proses belajar mengajar untuk mencapai hasil belajar.

Dalam perspektif pendidikan, siswa adalah sejenis makhluk yang menghajatkan pendidikan. Sebagai makhluk yang memiliki potensi nalar atau cipta maka siswa membutuhkan keterlibatan dirinya didalam kegiatan pendidikan guna mendapatkan bimbingan melalui tenaga pendidik. Sebagai suatu komponen pendidikan, siswa dapat ditinjau dari berbagai pendekatan. Oemar Hamalik (2008: 7) menyebutkan tiga pendekatan dalam pembinaan siswa, yaitu: Pendekatan sosial, pendekatan psikologis, dan pendekatan edukatif/paedagogis.

Pendekatan sosial, siswa adalah anggota masyarakat yang sedang disiapkan untuk menjadi aset masyarakat yang lebih baik. Sebagai anggota masyarakat, dia berada dalam lingkungan keluarga, masyarakat sekitarnya, dan masyarakat yang lebih luas. Oleh karena itu siswa diawali dengan kehidupan dalam keluarga, dilanjutkan dengan lingkungan masyarakat atau sekolah. Dalam konteks tersebut, siswa melakukan interaksi dengan rekan sesamanya, tenaga pendidik-tenaga pendidik, dan masyarakat yang berhubungan dengan sekolah.

Pendekatan psikologis, siswa adalah suatu organisme yang sedang tumbuh dan berkembang. Siswa memiliki berbagai potensi manusiawi, seperti: bakat, minat, kebutuhan, sosial emosional personal, dan kemampuan jasmaniah. Potensi-potensi dasar tersebut perlu dikembangkan melalui pendidikan sehingga menjadi manusia

(13)

yang paripurna. Perkembangan siswa melalui kegiatan pendidikan akan memberikan perubahan perilaku yang berkualitas dan bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.

Pendekatan edukatif/paedagogis, pendekatan pendidikan menempatkan siswa atau siswa sebagai unsur penting, yang memiliki hak dan kewajiban dalam rangka sistem pendidikan menyeluruh dan terpadu.

Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil dari kegiatan nyata yang berupa kemampuan atau kecakapan serta nilai. Seseorang itu dapat dikatakan berhasil dalam belajar kalau ia memberikan nilai yang lebih tinggi di antara kelompoknya baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. 2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar secara umum menurut Slameto (2003: 54) pada garis besarnya meliputi faktor intern dan faktor ekstern yaitu:

1) Faktor intern

Dalam faktor ini dibahas 2 faktor yaitu: a) Faktor jasmaniah mencakup:

(1) Faktor kesehatan (2) Cacat tubuh

b) Faktor psikologis mencakup: (1) Intelegensi

(2) Perhatian (3) Minat (4) Bakat

(14)

(5) Motivasi (6) Kematangan (7) Kesiapan c) Faktor kelelahan 2) Faktor ekstern

Faktor ini dibagi menjadi 3 faktor, yaitu: a) Faktor keluarga mencakup: (1) cara orang tua mendidik (2) relasi antar anggota keluarga (3) suasana rumah

(4) keadaan ekonomi keluarga (5) pengertian orang tua (6) latar belakang kebudayaan

b) Faktor sekolah meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.

c) Faktor masyarakat meliputi kegiatan dalam masyarakat, mass media, teman bermain, bentuk kehidupan bermasyarakat.

Selanjutnya Sumadi Suryabrata (2002: 233) mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar sebagai berikut:

1) Faktor-faktor yang berasal dari luar dalam diri a) Faktor non-sosial dalam belajar

(15)

Meliputi keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu, tempat dan alat-alat yang dipakai ntuk belajar(alat tulis, alat peraga)

b) Faktor sosial dalam belajar

2) Faktor-faktor yang berasal dari luar diri a) Faktor fisiologi dalam belajar

Faktor ini terdiri dari keadaan jasmani pada umumnya dan keadaan fungsi jasmani tertentu.

b) Faktor psikologi dalam belajar

Faktor ini dapat mendorong aktivitas belajar seseorang karena aktivitas dipacu dari dalam diri, seperti adanya perhatian, minat, rasa ingin tahu, fantasi, perasaan, dan ingatan.

Pendapat lain mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2002: 60) yaitu:

1) Faktor internal

a) Faktor jasmaniah, Faktor jasmaniah, baik bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya

b) Faktor psikologi, baik bawaan maupun yang diperoleh yang terdiri atas : (1) Faktor intelektif yang meliputi:

(a) Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat

(b) Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki

(2) Faktor non intelektif yaitu unsure-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, penyesuaian diri.

(16)

c) Faktor kematangan fisik maupun psikis 2) Faktor Eksternal

a) Faktor sosial, yang terdiri atas : (1) Lingkungan kerja

(2) Lingkungan sosial (3) Lingkungan masyarakat (4) Lingkungan kelompok

b) Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian c) Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim d) Faktor lingkungan spiritual atau keamanan

Jadi, berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar digolongkan menjadi dua yaitu:

1) Faktor intern

Faktor ini berkaitan dengan segala yang berhubungan dengan diri siswa itu sendiri berupa motivasi, minat, bakat, kepandaian, kesehatan, sikap, perasaan dan faktor pribadi lainnya.

2) Faktor ekstern

Faktor ini berhubungan dengan pengaruh yang datang dari luar diri individu berupa sarana dan prasarana, lingkungan, masyarakat, guru, metode pembelajaran, kondisi sosial, ekonomi, dan lain sebagaianya.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu, tim pengabdian akan terlibat dalam satu atau dua kali upacara adat Nias untuk memastikan bahwa para pemangku adat Nias yang bertugas dalam

*$lusi dari permasalahan yang terakhir yaitu dengan )ara mengadakan kegiatan umat bersih. "al ini bertujuan agar mush$la disini kembali terawat dan dapat dimanfaatkan

sama yaitu melambangkan kesucian sebelum memasuki bahtera rumah tangga walaupun ada peralatan atau alat dalam prosesi mappacci.. demikian, pernikahan yang diharapkan calon

Untuk masa belajar pada tahun pertama dalam kehidupan peserta didik, Freud menyebutkan sebagai masa oral (mulut), karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan

Menyusun dan melaporkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan dan Penilaian dalam rangka Serah Terima Sementara dan Serah Terima Akhir Pekerjaan berikut berkas-berkas yang diperlukan

mengidentifikasikan bahwa pengetahuan yang baik belum sepenuhnya dapat mempengaruhi responden dalam melakukan praktik dalam pelaksanaan Discharge planning yang

Tujuan penelitian ini untuk mengkaji aspek biologis Udang Kelong, beberapa parameter pertumbuhan yang meliputi hubungan panjang karapas dan bobot tubuh, distribusi sebaran

Dihimbau untuk melakukan perbaikan terhadap setiap komponen sarana sumur gali (dinding, bibir, lantai, spal, jarak sumber pencemar) yang tidak memenuhi syarat sanitasi pada