• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAPPACCI SEBAGAI MEDIA PESAN MASYARAKAT DI KABUPATEN BONE MAPPACCI AS A MEDIUM OF COMMUNITY MESSAGES IN BONE REGENCY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAPPACCI SEBAGAI MEDIA PESAN MASYARAKAT DI KABUPATEN BONE MAPPACCI AS A MEDIUM OF COMMUNITY MESSAGES IN BONE REGENCY"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MAPPACCI SEBAGAI MEDIA PESAN MASYARAKAT

DI KABUPATEN BONE

MAPPACCI AS A MEDIUM OF COMMUNITY MESSAGES

IN BONE REGENCY

Emilsyah Nur & Rukman Pala

Balai Besar Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penelitian Komunikasi dan Informatika Makassar Jl. Prof. Dr. Abdurahman Basalamah II No. 25, Makassar, 90123.

Telp/Fax : 0411-4460084 Pos-el: emilsyah_nur@gmail.com

ABSTRACT

This study aims to find out one of the traditional series of Bugis marriage, namely mappacci as a medium of community messages in Bone Regency. Research method applied is qualitative research and data collection techniques are in the form of interview, observation, and library study. The result shows that the meanings contained in the process of mappacci are a form of hope and pray for the welfare and happiness of the bride and groom in a summarized word from nine equipment, namely pillow, silk sarong, jackfruit leaves, banana shoots, pacci leaves, rice, candle, pacci holders, brown sugar, and coconut. The Bugis-Bone community maintains their culture from their ancestor and it is hoped that the young generations can preserve the culture. The tradition of culture in Bugis traditional marriage ceremony in Bone Regency contains a life message values and meanings with a goodness. As one of the cultural heritages of archipelago, it is a duty of young generations to care for and preserve the Bugis culture by respecting and appreciating it, maintaining and filtering it from the outside cultures, and growing love to local culture in early ages.

Keywords: marriage, mappacci, messages delivery.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui salah satu rangkaian adat perkawinan orang Bugis, yaitu mappaci sebagai media pesan masyarakat di Kabupaten Bone. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi, dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna yang terkandung dalam proses mappacci merupakan bentuk harapan dan doa untuk kesejahteraan dan kebahagiaan calon pengantin yang dirangkaikan dalam satu rangkuman kata dari sembilan macam peralatan, yaitu bantal, sarung sutera, daun nangka, daun pucuk pisang, daun pacci, beras, lilin, tempat pacci, gula merah, dan kelapa. Masyarakat Bugis Bone tetap mempertahankan kebudayaan yang telah diwariskan oleh leluhurnya dan diharapkan para generasi muda dapat melestarikan kebudayaan tersebut. Tradisi mappacci pada upacara adat perkawinan Bugis di Kabupaten Bone mengandung nilai dan makna pesan kehidupan yang bertujuan baik. Sebagai salah satu warisan budaya nusantara, sudah menjadi kewajiban para generasi muda untuk merawat dan melestarikan kebudayaan suku Bugis dengan cara menghormati dan menghargainya, memelihara dan menyaringnya dari budaya luar, dan menumbuhkan kecintaan sejak dini terhadap budaya lokal.

(2)

A. PENDAHULUAN

Kebudayaan merupakan persoalan yang sangat komplek dan luas, misalnya kebudayaan yang berkaitan dengan cara manusia hidup, adat istiadat dan tata krama. Kebudayaan sebagai bagian dari kehidupan, cenderung berbeda antara satu suku dengan suku lainnya, khususnya di Indonesia. Masyarakat Indonesia yang heterogen memiliki adat istiadat dan kebiasaannya yang berbeda dan masih dipertahankan sampai saat ini, termasuk adat perkawinan. Keanekaragaman budaya yang dimiliki bangsa Indonesia yang senantiasa dijaga dan dilestarikan secara turun-temurun merupakan gambaran kekayaan bangsa Indonesia menjadi modal dan landasan pembangunan dan pengembangan kebudayaan nasional. Pengembangan kebudayaan nasional berarti memelihara, melestarikan, menghadapkan, memperkaya, menyebarluaskan, memanfaatkan, dan meningkatkan mutu serta daya guna kebudayaan. Manfaat yang dihasilkan dalam kebudayaan itu sendiri adalah dalam melangsungkan kehidupan (Natali, 2018).

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang memiliki beragam kebudayaan dan adat-istiadat yang hidup dalam kesatuan sosial, dengan kemajemukan itulah yang menimbulkan banyak perbedaan-perbedaan suku, ras, tingkat sosial, agama, dan kebudayaan (kebiasaan). Keaneragaman ini yang memperkaya khasanah budaya masyarakat Indonesia. Adat-istiadat dan tradisi ini masih berlaku dalam lingkungan masing-masing etnis. Kenyataan menunjukkan bahwa kebudayaan masyarakat Indonesia telah tumbuh dan berkembang sejak ribuan tahun lalu. Hal ini merupakan warisan para leluhur bangsa Indonesia yang masih dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia dan selalu mewarnai kehidupan masyarakat di masa sekarang (Omi, 2017). Kebudayaan merupakan persoalan yang sangat kompleks dan luas, misalnya kebudayaan yang berkaitan dengan cara manusia hidup, adat-istiadat dan tata krama

Suku Bugis merupakan salah satu suku yang masih mempertahankan budaya dan adat-istiadatnya di Indonesia. Dalam masyarakat Bugis, hubungan kekerabatan merupakan aspek utama, baik dinilai penting oleh anggotanya maupun fungsinya sebagai suatu struktur dasar dalam suatu tatanan masyarakat. Pengetahuan mendalam tentang prinsip-prinsip kekerabatan sangat penting bagi orang Bugis untuk membentuk tatanan sosial mereka. Aspek kekerabatan tersebut termasuk perkawinan, karena dianggap sebagai pengantar kelakuan manusia yang bersangkut paut dengan kehidupan rumah tangganya. Perkawinan dalam adat Bugis merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia, suatu perkawinan tidak hanya merupakan peristiwa yang dialami oleh dua orang individu berlainan jenis, melibatkan berbagai pihak, baik kerabat keluarga maupun kedua mempelai lebih dalam lagi perkawinan melibatkan kesaksian dari anggota masyarakat melalui upacara perkawinan yang dianggap sebagai pangakuan masyarakat terhadap bersatunya dua orang individu dalam ikatan perkawinan (Supriyani 2018).

Pernikahan merupakan peristiwa penting yang menyangkut tata nilai kehidupan manusia. Bahkan dalam Islam, pernikahan merupakan tugas suci dan sangat dianjurkan oleh Allah SWT dan menjadi sunah Nabi Muhammad SAW. Pernayataan tersebut bisa dibuktikan dari penjelasan berikut. Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum: 21 yang artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya (Allah) ialah Dia menciptakan istri-istri untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cendrung dan tenteram kepadanya, dan dijadikan di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya hal itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berfikir” (Al-Malik, 2014).

Kutipan ayat di atas sangat jelas, bahwa perkawinan adalah suatu ibadah yang sakral yaitu perpaduan antara dua sosok insan yang berbeda dihimpun dalam suatu yang sakral ikatan. Dengan jalan inilah akan tumbuh rasa

(3)

saling melengkapi antarkeduanya. Diawali rasa kasih sayang akan tumbuh rasa kebersamaan dan hidup berdampingan, gotong royong dalam membangun rumah tangga untuk melanjutkan kehidupan ke depan diiringi keinginan untuk memiliki keturunan sebagai generasi penerus di masa mendatang. Budaya biasa dikenal melalui komunikasi untuk dapat menyampaikan makna dari budaya itu sendiri. Komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal balik di mana budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya.

Pada suatu sisi, komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat, baik secara “horisontal” dari suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya, atau pun secara vertikal dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Salah satu bentuk budaya yang dapat dilihat adalah adat istiadat. Setiap daerah memiliki adat istiadat yang berbeda-beda dan memiliki nilai-nilai tersendiri dalam penerapannya di masyarakat. Salah satunya adalah tradisi

mappacci pada pernikahan adat Bugis.

Berdasarkan uraian di atas, maka tulisan ini mengungkapkan budaya perkawinan

mappaci sebagai media pesan masyarakat di

Kabupaten Bone. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui adat perkawinan mapacci di Kabupaten Bone.

Budaya seperti juga komunikasi adalah istilah yang sudah akrab bagi kebanyakan orang. Sebagai bagian dari keakraban ini, istilah budaya digunakan dengan cara yang berbeda-beda. Penggunaan yang paling umum dari istilah budaya adalah sebagai persamaan kata dari negeri atau bangsa. Jika berkelana melintas, beberapa masyarakat yang menggunakan bahasa bukan Inggris, atau mendapati seorang perempuan yang mengenakan cincin di wajahnya, dapat dikatakan bahwa mereka berasal dari budaya berbeda, yang artinya dalam kasus ini, bahwa mereka berasal dari negeri yang berbeda.

Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal, budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Budaya menempatkan diri pada pola-pola bahasa dan dalam bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model-model dari tindakan-tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang-orang tinggal dalam suatu masyarakat di suatu lingkungan geografis tertentu pada tingkat perkembangan teknis tertentu dan pada suatu saat tertentu. Mereka yang mempelajari tingkah laku manusia memiliki definisi budaya yang lebih tepat.

Kebudayaan menurut E. B. Taylor (1871) yaitu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, dan kemampuan lain apa pun, dan kebiasaan yang dipelajari dan diperoleh oleh anggota-anggota dari sebuah masyarakat (Drajat, 2015). Menganalisis konsep kebudayaan perlu dilakukan dengan pendekatan dimensi dari wujud kebudayaan. Menurut dimensi wujudnya, kebudayaan mempunyai tiga wujud, yaitu: a) Kompleks gagasan, konsep, dan pikiran manusia -wujud ini disebut sistem budaya, sifatnya abstrak, tidak dapat dilihat, dan berpusat pada kepala-kepala manusia yang menganutnya. Disebutkan bahwa sistem budaya karena gagasan dan pikiran tersebut tidak merupakan kepingan-kepingan yang terlepas, melainkan saling berkaitan berdasarkan asas-asas yang erat hubungannya, sehingga menjadi sistem gagasan dan pikiran yang relatif mantap dan kontinu. b) Kompleks aktifitas, berupa aktifitas manusia yang saling berinteraksi, bersifat kongkret, dapat diamati dan diobservasi. Wujud ini sering disebut sistem sosial. Sistem sosial ini tidak dapat melepaskan diri dari sistem budaya. Apa pun bentuknya, pola-pola aktifitas tersebut ditentukan atau ditata oleh

(4)

gagasan-gagasan, dan pikiran-pikiran yang ada di dalam kepala manusia. Karena saling berinteraksi antara manusia, maka pola aktifitas dapat pula menimbulkan gagasan, konsep, dan pikiran baru serta tidak mustahil dapat diterima dan mendapat tempat dalam sistem budaya dari manusia yang berinteraksi tesebut. c) Wujud sebagai benda, aktifitas manusia yang saling berinteraksi tidak lepas dari berbagai penggunaan peralatan sebagai hasil karya manusia untuk mencapai tujuannya. Aktifitas karya manusia tersebut menghasilkan benda untuk berbagai kebutuhan hidupnya. Kebudayaan dalam bentuk fisik yang kongkret biasa juga disebut kebudayaan fisik, mulai dari benda yang diam sampai pada benda yang bergerak. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah salah satu wujud kebudayaan. Sebab, komunikasi hanya bisa terwujud setelah sebelumnya ada suatu gagasan yang akan dikeluarkan oleh pikiran individu. Jika komunikasi itu dilakukan dalam suatu komunitas, maka menjadi sebuah kelompok aktifitas dan pada akhirnya komunikasi yang dilakukan tersebut tak jarang membuahkan suatu bentuk fisik, misalnya hasil karya seperti sebuah bangunan. Bangunan didirikan karena ada konsep, gagasan, kemudian didiskusikan (dengan keluarga, pekerja atau arsitek) dan berdirilah sebuah rumah. Maka komunikasi nyata menjadi sebuah wujud dari kebudayaan. Dengan kata lain komunikasi bisa disebut sebagai proses budaya yang ada dalam masyarakat. Mulyana (2014) mengkategorikan definisi-definisi tentang komunikasi ke dalam tiga konseptual yaitu:

1. Komunikasi sebagai tindakan satu arah. Suatu pemahaman komunikasi sebagai penyampaian pesan searah dari seseorang (atau lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka) atau melalui media, seperti surat (selebaran), surat kabar, majalah, radio, atau televisi. Pemahaman komunikasi sebagai proses searah sebenarnya kurang sesuai bila diterapkan pada komunikasi tatap muka,

namun tidak terlalu keliru bila diterapkan pada komunikasi publik (pidato) yang tidak melibatkan tanya jawab. Pemahaman komunikasi dalam konsep ini, sebagai definisi berorientasi-sumber. Definisi seperti ini mengisyaratkan komunikasi semua kegiatan yang secara sengaja dilakukan seseorang untuk menyampaikan rangsangan untuk membangkitkan respon orang lain. Dalam konteks ini, komunikasi dianggap suatu tindakan yang disengaja untuk menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan komunikator, seperti menjelas-kan sesuatu kepada orang lain atau membujuk untuk melakukan sesuatu. 2. Komunikasi sebagai interaksi. Pandangan

ini menyetarakan komunikasi dengan suatu proses sebab-akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian. Seseorang menyampaikan pesan, baik verbal atau non verbal, seorang penerima bereaksi dengan memberi jawaban verbal atau non verbal, kemudian orang pertama bereaksi lagi setelah menerima respon atau umpan balik dari orang kedua, dan begitu seterusnya. 3. Komunikasi sebagai transaksi. Pandangan

ini menyatakan bahwa komunikasi adalah proses yang dinamis, yang secara bersinambungan mengubah pihak-pihak yang berkomunikasi. Berdasarkan pandangan ini, maka orang-orang yang berkomunikasi dianggap sebagai komunikator yang secara aktif mengirimkan dan menafsirkan pesan. Setiap saat mereka bertukar pesan verbal dan atau pesan non verbal. Proses yang sama muncul dalam kelompok maupun organisasi, meski jumlah orang yang terlibat lebih besar. Saat jaringan komunikasi muncul dan berubah, pola dan kenyataan yang dibagi pun berkembang. Dalam setiap kejadian ini, kata-kata khusus atau frasa-frasa tertentu, pendekatan kepemimpinan, norma peri-laku, atau kesepakatan berpakaian,

(5)

muncul sebagai hasil dari komunikasi dan adaptasi mutualistik di antara para anggota (Munandar, 2015).

Masyarakat adalah sistem sosial yang lebih besar dan lebih kompleks, yang juga di dalamnya berlangsung dinamika komunikasi yang sama. Simbol-simbol dari sebuah masyarakat adalah simbol budaya yang paling bisa dilihat. Simbol adalah dasar budaya setiap masyarakat. Bahasa lisan dan tertulis adalah unsur budaya yang paling dasar, namun, bersamanya ada pula simbol-simbol lain yang juga melayani peran yang sama. Benda-benda tertentu, tempat, orang, gagasan, dokumen, lagu, peristiwa bersejarah, monumen, figur pahlawan, gaya arsitek, dan bahkan dongeng rakyat boleh jadi penting bagi sebuah budaya (Warsito, 2016).

Komunikasi adalah sarana melalui mana individu-individu menciptakan, berbagi dan melanggengkan budaya. Pola komunikasi verbal dan non verbal yang sama, orientasi keagamaan, politik, gender, perkawanan, membesarkan anak, suku, dan sisi kehidupan sosial lainnya adalah juga menjadi bagian dari budaya di setiap masyarakat. Budaya yang terdapat pada hubungan, kelompok, organisasi, atau masyarakat, melayani fungsi yang sama terkait komunikasi: 1. Menghubungkan individu satu sama lain 2. Menciptakan konteks untuk interaksi dan negosiasi antar anggota 3. Memberikan dasar bagi identitas bersama (Morrisan, 2013).

METODE

Pada penelitian kualitatif ini sumber datanya hasil wawancara, observasi, dokumentasi disebut sumber data primer, kedua sumber data sekunder yaitu data yang telah tersedia seperti dokumen-dokumen yang telah ada di kantor. Sumber data primer yaitu data yang diambil dari penelitian lapangan yang diperoleh dari wawancara, observasi, dan dokumentasi dengan narasumber atau informan. Data primer yang diperoleh dari penelitian makna pesan tradisi mappacci di Kabupaten Bone. Dalam

prosesi upacara mapacci adat Bugis Bone di Kelurahan Talaka dalam mengungkapkan makna pesan dan simbol yang terkandung pada adat upacara mappacci tersebut.

Data sekunder merupakan data pendukung dari data primer yaitu yang diperoleh dari buku-buku, dokumen, maupun referensi yang terkait dan relevan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini terdapat perpustakaan daerah yang menyediakan buku-buku yang terkait dalam penelitian ini.

Metode pengumpulan data dilakukan berupa observasi merupakan alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat, menganalisa secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang akan diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah Bugis Bone. Pengamatan ini dilakukan dengan cara observasi partisipan, dengan menggunakan alat bantu seperti alat tulis menulis, dan sebagainya. Wawancara atau interview merupakan metode pengumpulan data untuk mendapatkan keterangan lisan melalui tanya jawab dan berhadapan langsung kepada orang yang dapat memberikan keterangan. Teknik ini memberikan data sekunder dan data primer yang akan mendukung penelitian.

Teknik analisis data yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah toeri Charles Sanders Pierce (Kudrajat, 2017). Penggunaan teori semiotika Pierce disesuaikan dengan pemahaman masing-masing. Jika penelitian semiotika hanya ingin menganalisis tanda-tanda yang tersebar dalam pesan-pesan komunikasi, maka dengan tiga jenis tanda dari Pierce sudah dapat diketahui hasilnya, tetapi jika penelitian ingin menganalisis lebih mendalam, tentunya semua tingkatan tanda dari trikotomi pertama, kedua, dan ketiga beserta komponennya dapat digunakan.

PEMBAHASAN Tradisi Mappacci

Mappacci berasal dari kata paccing

yang berarti bersih, mappaccing artinya membersihkan diri. Upacara ini secara simbolik

(6)

menggunakan daun pacci (pacar) karena acara ini dilaksanakan pada malam hari maka dalam bahasa bugis disebut “wenni mappacci”. Melaksanakan upacara mappaci akad nikah berarti calon mempelai telah siap dengan hati yang suci bersih serta ikhlas untuk memasuki alam rumah tangga dengan membersihkan segalanya termasuk mappaccing ati (bersih hati), mappaccing nawa-nawa (bersih pikiran),

mappaccing pangkaukeng (bersih baik tindak

laku/perbuatan), mappaccing ateka (bersih itikat). Orang-orang yang diminta untuk meletakkan daun pacci pada calon mempelai biasanya adalah orang-orang yang punya kedudukan sosial yang baik serta punya kehidupan rumah tangga yang bahagia. Semua ini mengandung makna agar calon mempelai kelak di kemudian hari dapat pula hidup bahagia seperti mereka yang telah meletakkan daun

pacci itu di tangannya. (Burhanuddin, 2015). Mappacci merupakan suatu acara adat

sebagai salah satu rangkaian pelaksanaan pesta pernikahan yang mengungkapkan pengertian pensucian diri, sekaligus sebagai wahana pewarisan nilai-nilai kesucian bagi sang pengantin. Dalam lontara bugis disebut bahwa “naiya mappaccei iyanaritu riasene

puasennge tau” yang berarti adat yang telah

dilaksanakan secara turun temurun oleh kaum priayi terdahulu atau keturunan bangsawan. Sebelum acara mappacci atau tudampenni dilaksanakan, pada sore harinya keluarga kedua calon mempelai melaksanakan kegiatan yang disebut malekke pacci (pengambilan daun pacci/pacar). Calon pengantin mempelai tersebut adalah keturunan bangsawan, maka tempat malekke pacci dilakukan di rumah raja atau pemangku adat. Apabila calon mempelai berasal dari keturunan bangsawan maka yang melakukan malekke pacci (pengambilan daun

pacci) adalah keluarga yang terdiri atas pria atau

wanita, tua, muda, dengan pakaian adat lengkap. Iring-iringannya adalah sebagai berikut: 1. Pembawa tombak 2. Pembawa tempat sirih 3. Pembawa bosara yang berisi kue-kue dengan minuman dan peralatannya untuk suguhan

raja dan pejabat 4. Pembawa tempat paccing yang dipayungi dengan pallellu 5. Pembawa alat bunyi-bunyian berupa gendang dan gong. Namun adanya perubahan situasi dan kondisi acara malekke pacci (pengambilan daun pacci) ini jarang dibarengi dengan upacara-upacara.

Pembacaan barasanji atau berzikir dilaksanakan pada malam hari, sebelum upacara mappacci. Dahulu pembacaan zikir bersamaan dengan acara mappacci yaitu setelah doa selamat penghulu syara’ berzikir dan saat tiba pada bacaan syalawat Nabi Muhammad saw. Orang-orang pada berdiri dan mulailah di telapak tangan pengantin yang duduk di atas

lamming (tempat pengantin). Hadirin utamanya

adalah orang-orang yang berkedudukan pejabat mendahului untuk memberi pacci pada pengantin. Dahulu karena pada umumnya calon pengantin tidak saling mengenal bahkan saling melihat pun tidak.

Pada malam mappacci, pengantin laki-laki berpakaian lengkap diantar ke rumah calon mempelai wanita untuk melihat dari jauh calon isterinya, sementara pengantin wanita dengan pakaian lengkap di atas pelaminan. Apabila calon mempelai tersebut berasal dari orang kebanyakan masyarakat biasa, maka yang akan melakukan mallekke pacci cukup satu atau dua orang keluarga terdekatnya dengan pakaian adat lengkap. Langsung melakukannya di rumah kerabat calon mempelai atau langsung mengambil daun pacci pada pohonnya.

Jalannya upacara mappacci melalui beberapa proses yaitu: 1. Calon pengantin sudah duduk di lamming, atau bisa pula dalam kamar pengantin. 2. Kelompok pembaca barasanji

(pabarasanji) sudah siap di tempat yang

disediakan 3. Para tamu telah duduk di ruangan setelah protokol pembuka acara pembaca

barasanji sudah dapat dimulai. 5. Sampai

dibacakan “Badrun alaina” maka sekaligus acara mappacci dimulai dengan mengundang satu persatu tamu yang telah ditetapkan, setiap tamu yang diundang mengambil sedikit daun

pacci yang telah dihaluskan dan diletakkan di

(7)

ibu yang mendampingi calon pengantin, sementara itu barasanji tetap dibacakan. 6. Setelah semua tamu yang telah ditetapkan telah melakukan acara mappacci maka seluruh hadirin bersama-sama mendoakan semoga calon pengantin direstui oleh yang maha kuasa agar kelak keduanya dapat menjadi suri tauladan karena martabat dan harga dirinya yang tinggi. Acara Mappacci masyarakat Bugis Bone diyakini mengandung simbolis kebersihan dan kesucian bagi calon mempelai baik laki-laki maupun calon memepelai perempuan. Artinya baik calon mempelai laki-laki maupun calon mempelai perempuan dianggap masih bersih dan suci, oleh karena itu bagi calon mempelai yang berstatus janda atau duda, tidak ada lagi acara mappacci.

Prosesi Mappacci

Adapun prosesi mappacci adalah sebagai berikut:

1. Khatammal Al-Qur’an. Pernikahan bertujuan untuk medirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga. Sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup, sehingga timbulah kebahagiaan, yakni rasa kasih sayang antara anggota keluarganya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT. Yang berbunyi dalam QS Ar-Rum,. Terjemahannya: Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. Khatammal Al-Qur’an diselenggarakan bagi calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan dari tempat terpisah. Diwajibkan didahului ayat-ayat suci Al-Qur’an yang dituntun oleh

seorang imam. Dalam artian makna pesan untuk mengingat kembali ayat suci Al-Qur’an dan senatiasa diridhai Allah SWT. Pembacaan ayat suci Al-Qur’an bagi calon mempelai, diwajibkan terlihat dua buah Al-Qur’an satu untuk dibacakan oleh seorang imam. Setelah khatammal Al-Qur’an selesai dilaksanakan kemudian dilanjutkan dengan barasanji, dalam artian makna pesan semoga kita senatiasa mengingat dari sanjungan kepada kecintaan terhadap Nabiyullah Muhammad SAW atas nikmat islam. 2. Barasanji, dilakukan oleh sekumpulan

orang-orang yang mengerti akan bacaan bernada lagu-lagu yang berisi shalawat nabi Muhammad SAW. yang dinyanyikan dengan suara keras dan lantang oleh sekumpulan orang-orang muslim.

3. Mappacci. Setelah khatammal Al-Qur’an dan barasanji dilaksanakan, barulah memasuki inti dari semua prosesi yaitu

mappacci dengan cara meletakkan daun pacci di telapak tangan calon mempelai. Mappacci dilakukan pada malam hari

yang berisi pesan untuk membersihkan raga dan kesucian jiwa sebelum memasuki bahtera rumah tangga. Calon mempelai telah siap dengan hati yang suci bersih serta ikhlas untuk membina rumah tangga dengan membersihkan segalanya termasuk bersih hati, bersih tingkah laku, atau perbuatan. Jumlah orang meletakkan pacci ketangan calon mempelai

Andi Benyamin, Andi Mappagiling, Ketua Lembaga Adat, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, wawancara oleh penulis di kediaman, 2 Oktober 2020 adalah disesuaikan dengan stratifikasi sosial calon mempelai itu sendiri, 2x7 atau 2x9 keluarga ayah dan ibu harus seimbang, jangan sampai menimbulkan perasaan dengki, iri dan pilih kasih, terhadap keluarga masing-masing. Cara memberi daun pacci kepada calon mempelai adalah sebagai berikut: a) Diambil sedikit daun pacci yang telah dihaluskan

(8)

(telah dibentuk bulat supaya praktis). b) Lalu diletakkan ke tangan calon mempelai. Pertama ke telapak tangan kanan, kemudian telapak tangan kiri, lalu disertai dengan doa semoga calon mempelai kelak dapat hidup dengan bahagia. c) Kemudian kepada orang yang telah memberikan pacci diserahkan rokok sebagai simbol penghormatan. Dahulu disuguhi sirih yang telah dilipat-lipat lengkap dengan segala isinya, tetapi karena sekarang ini sudah jarang orang memakan sirih maka diganti dengan rokok. d) Sesekali indo’botting menghamburkan wenno (butiran beras) kepada calon mempelai sebenyak tiga kali atau mereka yang meletakkan disertai dengan doa. Agar calon mempelai dapat mekar berkembang serta murah rezeki dikemudian hari. e) Calon mempelai yang telah dirias sebagaimana layaknya pengantin didudukan di atas lamming (pelaminan) dan didampingi oleh seorang

indo’ botting (juru rias pengantin) menghadapi

bantal dengan segala kelengkapannya. Kedua tangannya diletakkan di atas, hal ini dimaksudkan agar dapat menerima daun pacci yang akan diberikan oleh orang-orang yang akan melakukan mappaci.

Upacara adat mappacci diartikan sebagai bersih dan suci, yang bertujuan membersihkan jiwa dan raga calon mempelai sebelum mengarungi bahtera rumah tangga. Inti dari upacara prosesi mappacci adalah pemberian daun pacci (daun pacar) oleh para tamu yang telah ditetapkan. Satu persatu mereka dimintai mengambil sedikit daun

pacci yang telah dihaluskan dan diletakkan

di telapak tangan calon mempelai perempuan maupun calon mempelai laki-laki tapi tentunya pelaksanaannya terpisah. Tamu yang diminta untuk meletakkan pacci adalah orang-orang yang mempunyai kedudukan sosial yang baik dan mempunyai kehidupan rumah tangga yang bahagia. Semua ini mengandung makna agar calon mempelai kelak di kemudian hari dapat hidup bahagia seperti mereka yang meletakkan pacci di atas tangannya.

1. Utamanya adalah kesucian hati calon mempelai menghadapi hari esok, memasuki bahtera rumah tangga untuk melepas masa gadisnya masa remajanya (masa lajangnya) begitu pun dengan laki-lakinya.

2. Pacci, sebelum pewarnaan yang ditempelkan di kuku atau telapak tangan, maka pacci tersebut berubah menjadi warna merah pada kuku dan sangat sukar/sulit untuk menghilangkannya. Pewarnaan kuku suatu yang melambangkan harapan, yang memaknai semoga pernikahan nanti akan berlangsung dengan langgeng (selamanya) menyatu antara keduanya, dan kekal bahagia seumur hidupnya.

3. Malam mappacci ini merupakan acara hidmat, penuh doa dan restu dari para undangan calon mempelai keluarga. Semoga doa restu para undangan dapat mengukir kebahagiaan kedua pasangan suami istri kelak dalam membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Rumah tangga yang bahagia penuh rasa cinta kasih sayang, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw

“baetti jannati” yang artinya rumahku

adalah surgaku.

4. Dalam pelaksanaan mappacci akan melibatkan pasangan tujuh atau sembilan pasang. Dalam bahasa Bugis pitu atau

duakkaserra yang maksudnya sembilan

orang dari keluarga ayah, sudah termasuk ayah sendiri dan sembilan dari keluarga ibu sudah termasuk ibu sendiri.

Hasil analisis terhadap tradisi mappacci di Kabupaten Bone bahwa peneliti menemukan keunikan dari prosesi pelaksanaan tradisi

mappacci melalui tanda-tanda dalam tipologi

Pierce yaitu ikon, indeks, simbol, dalam tradisi mappacci di masyarakat Bone. Ada pun keunikan dari tradisi ini yaitu dilihat dari stratifikasi sosial/lapisan sosial dalam prosesi

mappacci, seperti dari keturunan bangsawan

melakukan tradisi mappacci yang ritualnya masih sangat sakral, sehingga persiapan dan perlengkapan tradisi ini dipersiapkan dengan alat dan bahan yang masih sangat tradisional.

(9)

Apabila keturunan bangsawan melakukan ritual mappacci akan menyiapkan sembilan perlengkapan, di antaranya: bantal, sarung sutera, daun pucuk pisang, daun nangka, daun

pacci, beras melati, lilin, wadah pacci, dan

gula merah, tetapi ada perbedaan penggunaan perlengkapan di kalangan bangsawan dengan masyarakat biasa yakni penyediaan sarung sutera, di kalangan masyarakat yang bukan keturunan bangsawan menyediakan tujuh lembar sarung sutera sedangkan yang berketurunan bangsawan menyediakan sembilan lembar sarung sutera. Selain itu ,penulis melakukan wawancara dengan ketua adat di Kelurahan Talaka Kecamatan yaitu Andi Benyamin Andi Mappagiling, dari hasil wawancara yang dilakukan dengan beliau, beliau mangatakan: “ bahwa upacara tradisi

mappacci di Kabupaten Bone memiliki berbagai

makna dalam penggunaan yang terkandung di dalam penggunaan alat-alat mappacci, di antaranya bantal merupakan lambang sebagai kemakmuran di mana bantal terbuat dari kapas dan kapuk, dalam bahasa Bugis disebut

asalewanangeng yang dikumpulkan satu persatu

yang akan dijadikan sebuah bantal sebagai pengalas kepala. Kemudian sarung sutera merupakan sebagai pembungkus atau penutup badan, tentunya akan menimbulkan rasa malu apabila tubuh kita tidak tertutup atau telanjang. Di dalam bahasa Bugis Bone mallosu-losu. Dengan demikian mengandung makna sebagai harga diri dan moral. Sehingga diharapkan agar calon mempelai senantiasa menjaga harga dirinya. Lalu ada daun pucuk pisang adalah tidak akan mati atau layu sebelum muncul tunas yang baru. Sedangkan karakter lain dari pisang yaitu satu pohon pisang, dimungkinkan untuk dinikmati oleh banyak orang. Dengan demikian, pernikahan yang diharapkan calon mempelai pengantin berguna dan membawa manfaat bagi orang banyak, makna daun pucuk pisang dalam proses mappacci, kemudian ada daun nangka (daun panasa) menyimpan makna yang mendalam yang diletakkan di atas pucuk daun pisang. Anregurutta di Bone pernah

berkata dalam bahasa Bugis “dua mitu mamala

ri yala sappo ri lalenna atuwongnge iyanarittu unganna panasae ( lempuu) sibawa belona kalukue (paccing)”. Dalam artian mengarungi

kehidupan dunia ada dua sifat yang harus kita pegang yaitu, kejujuran dan kebersihan, lalu ada daun Inai (pacci) sebagai simbol kebersihan atau kesucian, kemudian ada beras melati (benno) yang dimaknai pesan semoga calon mempelai dapat berkembang dengan baik dan mandiri dalam membina rumah tangga yang dilandasi dengan cinta kasih, penuh kedamaian dan kesejahteraan. Lalu lilin yang merupakan obor penerang untuk memberi sinar pada jalan yang akan ditempuh calon mempelai dalam memasuki bahtera rumah tangga sebagai panutan atau tauladan. Tempat pacci atau wadah yang terbuat dari logam, dalam bahasa Bugis capparu/bekkeng, yang melambangkan dua insan yang menyatu dalam satu 64 ikatan atau jalinan yang kokoh. Dan yang terakhir gula merah dan kelapa kelapa dimaknai pesan, semoga kehidupan rumah tangga diharapkan suami istri senantiasa bersama, untuk saling melengkapi kekurangan dan menikmati pahit manisnya kehidupan duniawi.

Selain itu, penulis juga melakukan wawancara dengan ketua Yayasan Tamanurung di Kecamatan Cenrana Andi Tenri Ani. Amd, Keb beliau mengatakan: Tradisi mappacci juga mempunyai perbedaan, di mana letak perbedaan itu ada pada latar belakang keluarga, seperti keluarga yang berketurunan bangsawan (andi, puang) melakukan ritual mappacci yang masih sangat sakral, seperti penyediaan sarung sutera harus disediakan sebanyak sembilan lembar yang bermakna bahwa agar kelak keluarga calon mempelai pengantin mampu mengangkat dan mempertahankan derajat keluarganya. Sedangkan bagi yang bukan keturunan bangsawan hanya menyediakan tujuh lembar sarung sutera, tetapi makna

mappacci di kalangan masyarakat Bugis-Bone

sama yaitu melambangkan kesucian sebelum memasuki bahtera rumah tangga walaupun ada peralatan atau alat dalam prosesi mappacci

(10)

demikian, pernikahan yang diharapkan calon mempelai pengantin berguna dan membawa manfaat bagi orang banyak. a) Daun pisang yang diletakkan di atas bantal, melambangkan kehidupan saling berkesinambungan. Sebagaimana keadaan pohon pisang yang setiap saat terjadi pergantian daun, daun pisang yang belum tua atau kering, sudah muncul pula daun mudanya untuk meneruskan kehidupannya dalam Bugis disebut

macolli. Hal ini selaras dengan tujuan

utama pernikahan, yang melahirkan atau mengembangkan keturunan yang baik. b) Daun pucuk pisang terkandung makna pesan yang di mana jangan pernah berhenti berupaya, dan berusaha keras demi mendapatkan hasil yang diharapkan. Sebagaimana kehidupan pohon pisang, nanti berhenti ketika berpucuk setelah berbuah. Wawancara Andi Benyamin, Andi Mappagiling, Ketua Lembaga Adat, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Bone. 2. Daun nangka tentunya juga tidak

memiliki nilai jual, tetapi menyimpan makna yang mendalam yang diletakkan di atas pucuk daun pisang. Anregurutta di Bone pernah berkata dalam bahasa Bugis “dua mitu mamala ri yala sappo ri

lalenna atuwongnge iyanarittu unganna panasae (lempuu) sibawa belona kalukue (paccing)”. Dalam artian mengarungi

kehidupan dunia ada dua sifat yang harus kita pegang yaitu, kejujuran dan kebersihan 3. Daun pacci merupakan

tumbuh-tumbuhan yang telah ditumbuk halus, disimpan dalam wadah sebagai pemaknaan kerukunan dalam kehidupan keluarga dan kehidupan masyarakat yang digunakan sebagai salah satu pelengkap acara tudampenni atau malam pacci, sebagai simbol kebersihan atau kesucian, meskipun daun pacci hanya sebuah daun tapi mempunyai makna sangat mendalam. Daun pacar atau pacci sebagai simbol dari kebersihan dan kesucian.

yang berbeda itu hanya karena latar belakang keluarga saja yang menandakan bahwa mereka keluarga berketurunan bangsawan yang setiap prosesnya tidak boleh dilakukan dengan kalangan masyarakat yang sembarangan.

Makna Mapacci

Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan beberapa poin, yaitu :

1. Kelapa dimaknai pesan, semoga kehidupan rumah tangga diharapkan suami istri senantiasa bersama untuk saling melengkapi kekurangan dan menikmati pahit manisnya kehidupan duniawi.

2. Acara mappacci masyarakat Bugis-Bone diyakini mengandung simbolis kebersihan dan kesucian bagi calon mempelai baik calon pengantin laki-laki maupun calon mempelai perempuan. Artinya, baik calon mempelai laki-laki maupun calon mempelai perempuan dianggap masih bersih dan suci, oleh karena itu bagi calon mempelai yang berstatus janda atau duda, tidak ada lagi acara mappacci.

3. Proses upacara mappacci dimulai dari Khatam Al-qur’an, barasanji, dan terakhir mappacci.

4. Beberapa alat dan bahan yang digunakan dalam proses mappacci yaitu bantal, sarung sutera, daun pucuk pisang, daun nangka, daun Inai (pacci), beras melati, lilin, tempat pacci (wadah), gula merah dan kelapa.

Makna pesan mappacci yaitu:

1. Daun pucuk pisang memang tidak memiliki nilai jual yang tinggi, tetapi memiliki makna yang mendalam bagi manusia yang diletakkan di atas sarung sutera tersebut. Salah satu sifat dari pisang adalah tidak akan mati atau layu sebelum muncul tunas yang baru. Sedangkan karakter lain dari pisang yaitu satu pohon pisang, dimungkinkan untuk dinikmati oleh banyak orang. Dengan

(11)

4. Beras Melati (benno) yang diletakkan berdekatan dengan lilin daun pacci sebagai perlengkapan dari prosesi

mappacci. Beras dimaknai pesan semoga

calon mempelai dapat berkembang dengan baik dan mandiri dalam membina rumah tangga yang dilandasi dengan cinta kasih, penuh kedamaian dan kesejahteraan (Wawancara dengan Andi Benyamin dan Andi Mappagiling, Ketua Lembaga Adat, Kecamatan Cenrana,). 5. Lilin merupakan obor penerang untuk

memberi sinar pada jalan yang akan ditempuh calon mempelai dalam memasuki bahtera rumah tangga sebagai panutan atau tauladan yang diletakkan pada tempat benno (beras) dan daun

pacci. Lilin dimaknai pesan di mana

calon mempelai dalam menempuh masa depannya senantiasa mendapat petunjuk Allah SWT. Sebelum adanya lilin, yaitu

taibani/patti yang berasal dari lebah yang

dijadikan lilin. Di mana lebah senantiasa hidup rukun, tentram, damai, rajin dan tidak saling menggangu satu sama lain. Selain dari pada itu, lebah menghasilkan suatu obat yang berguna bagi manusia yaitu madu dalam bahasa Bugis “cani” yang dikaaitkan kata “cenning” (manis). Sehingga diharapkan agar calon mempelai senantiasa memiliki hati yang manis untuk menjalin kebersamaan dan keharmonisan. 6. Tempat pacci atau wadah yang terbuat

dari logam, dalam bahasa Bugis capparu/

bekkeng, yang melambangkan dua insan

yang menyatu dalam satu ikatan atau jalinan yang kokoh. Tempat pacci merupakan makna pesan di mana pasangan Andi Benyamin, Andi Mappagiling, Ketua Lembaga Adat suami istri semoga tetap menyatu, bersama mereguk nikmatnya cinta dan kasih sayang dalam menjalin dua rumpun keluarga. Gula merah dan kelapa dalam tradisi masyarakat Bugis-Bone menikmati kelapa muda, terasa kurang lengkap tanpa adanya gula merah.

Sepertinya, kelapa muda sudah identik dengan gula merah yang melambangkan rasa nikmat

PENUTUP

Penelitian ini menemukan pesan-pesan budaya mappacci pada pernikahan adat Bugis-Bone. Berdasarkan data yang telah dihimpun dan analisa, maka dapat menyimpulkan bahwa: pesan dalam proses mappacci merupakan bentuk penyampaian pesan melalui seni budaya yang ditampilkan. Makna dari penyampaian tersebut merupakan harapan dan doa, bagi kesejahteraan dan kebahagiaan calon mempelai, yang dirangkaikan dalam satu rangkuman kata dari kesembilan macam peralatan. Bantal, sarung sutera, daun nangka, daun pucuk pisang, daun pacci, beras, lilin, tempat pacci, gula merah dan kelapa.

Makna yang terkandung dari peralatan tersebut dalam upacara mappacci yang selalu dilaksanakan pada setiap pernikahan masyarakat Bugis-Bone karena mengandung makna dan tujuan maksud yang baik. Dari hasil penelitian, maka peneliti menyarankan: Masyarakat Bugis Bone tetap mempertahankan kebudayaan yang telah diwariskan budaya leluhur dan diharapkan para generasi muda dapat melestarikan kebudayaan, di mana budaya upacara mappacci adat pernikahan Bugis-Bone mengandung nilai-nilai dan makna pesan kehidupan yang bertujuan baik. Sebagai salah satu warisan budaya nusantara sudah menjadi kewajiban untuk merawat dan melestarikan kebudayaan suku Bugis dengan cara menghormati, dan menghargai mereka dari penyaringan budaya luar tumbuhkan kecintaan sejak dini terhadap budaya lokal.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Malik, Fahdli. 2014. Budaya Pernikahan

Sulawesi Selatan. Bandung; Salemba

Humanika

Mulyana, Dedy. 2014. Ilmu Komunikasi:

Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja

(12)

Drajat. 2015. Komunikasi Dan Perilaku

Manusia. Jakarta: Rajawali Pers.

Morrisan. 2016. Teori Komunikasi Individu

Hingga Massa (Jakarta: Kharisma Putra

Utama)

Natali. 2018. ”Hakikat Kebudayaan Nasional”, Jurnal Ilmiah Dharma Ekonomi – No.38/ Th.Xx/October 2018.

Nonci. 2016. Upacara Pernikahan Masyarakat

Bugis. Makassar: Cv Aksara.

Omi Sastra. 2017. “Tradisi Pantauan Pengantin

Di Desa Alam Lama Kecamatan Kota Agung Kabupaten Lahat”. Skripsi.

Palembang: Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Raden Fatah Palembang.

Munandar, Sulaeman. 2015. Ilmu Budaya

Dasar. Bandung: PT Refika Aditama.

1998).

Supriyani, Endah. 2018. Tradisi Khatam

Al-Qur’an Pada Pernikahan Suku Bugis di Palembang (studi kasus di 3 ilir Palembang). Skripsi. Palembang: Fakultas

Adab dan Humaniora, UIN Raden Fatah Palembang.

Warsito, Tulus. 2016. Diplomasi Kebudayaan

Konsep dan Relevansi bagi Negara Berkembang. Yogyakarta: Ombak press

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil kepustakaan yang di lakukan oleh peneliti, terdapat beberapa penelitian terdahulu yang diyakini peneliti tidak ada penelitian yang sama dengan

Pada Sektor Listrik, Gas dan Air mengalami perubahan yang awalnya menjdi sektor basis berubah menjadi non basis karena nilai PDRB sektor Listrik, Gas dan Air

A review on hydroxyapatite-based scaffolds as a potential bone graft substitute for bone tissue engineering applications.. Bone grafts in

Namun satu hari sebelum akad nikah dilakukan calon mempelai laki-laki harus menyerahkan barang-barang atau perabot rumah tangga kepada calon mempelai putri untuk

Yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah mitos seperti apa dan bagaimana menafsirkan mitos tersebut sehingga dapat bermanfaat sebagai media mitigasi

[r]

Sementara hutang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan

Strategi kegiatan pemeliharaan jaringan irigasi Daerah Irigasi Blimbing dengan batasan anggaran Rp.100.000.000 dengan memaksimumkan nilai prioritas juga mempunyai