• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Contoh

Contoh dalam penelitian ini berjumlah 42 orang. Contoh yaitu orang dewasa pria yang menderita dislipidemia serta bersedia menjawab pertanyaan yang terdapat pada kuesioner. Karakteristik contoh yang diamati meliputi usia, pendidikan, pendapatan, besar keluarga dan pekerjaan. Distribusi contoh berdasarkan karakteristik contoh disajikan pada Tabel 5.

Karakteristik usia contoh dikategorikan berdasarkan (Kemenkes 2014). Sebagian besar contoh (47.6%) berada pada rentang usia 50-64 tahun. Rata-rata usia contoh adalah 62±8.7 tahun dengan usia termuda yaitu berusia 45 tahun dan usia tertua yaitu 76 tahun. Rata-rata profil lipid menunjukan angka yang buruk

terdapat pada contoh dengan kategori usia 50-64 tahun (kecuali kadar trigliserida). Hasil uji beda Kruskal-Wallis H menunjukkan bahwa rata-rata profil lipid (kolesterol total, trigliserida, LDL dan HDL) antar ketiga kelompok usia adalah tidak berbeda. Menurut Shahbazian et al. (2013) menunjukkan bahwa semakin bertambahnya usia dan berat badan berlebih maka akan meningkatkan resiko terkena sindrom metabolik. Sebagian besar prevalensi tingginya kadar trigliserida dan obesitas abdominal seseorang terjadi pada rentang umur 50-59 tahun.

Tingkat pendidikan contoh dikategorikan menjadi 2 kategori meliputi kurang dari SMA dan lebih dari sama dengan SMA. Secara umum contoh memiliki tingkat pendidikan yang tergolong tinggi. Contoh dengan tingkat pendidikan kurang dari sama dengan SMA sebesar 23.8%, lebih dari dan sama dengan SMA sebesar 76.2% (Tabel 5). Pendidikan akan memepengaruhi tingkat pengetahuan individu. Contoh dengan pendidikan lebih dari SMA memiliki nilai rata-rata profil lipid (Kolesterol total, LDL dan HDL) yang lebih baik dibandingkan contoh dengan tingkat pendidikan kurang dari sama dengan SMA. Semakin rendah tingkat pendidikan akan semakin rendah pula akses terhadap informasi kesehatan, hal tersebut diduga akan berpengaruh pada pola makan dan gaya hidup seseorang (Aekplakorn et al. 2007).

Tabel 5 Distribusi karekteristik berdasarkan profil lipid contoh Karakteristik

contoh

Contoh Rata-rata (mg/dl)

n % Kolesterol total Trigliserida LDL HDL Usia 30-49 tahun 5 11.9 203 196.4 133.8 32.2 50-64 tahun 20 47.6 230.6 160.9 159.8 36.4 65-80 tahun 17 40.5 208.5 141.5 152.1 39.3 Total 42 100 p value 0.528 0.234 0.622 0.420 Pendidikan < SMA 10 23.8 228.3 157 161.5 33.9 ≥ SMA 32 76.2 215.3 157.3 151.1 38.1 Total 42 100 p value 0.179 0.383 0.193 0.852 Pendapatan (Rp/bulan) ≤ 4 juta 31 73,8 217,6 157,1 154,4 37,7 > 4 juta 11 26,2 220,5 157,7 151,4 35,3 Total 42 100 p value 0.797 0.966 0.510 0.636 Besar keluarga ≤ 4 orang 32 76,2 229,6 162,4 156,1 34,6 > 4 orang 10 23,8 182,4 140,7 145,6 45 Total 42 100 p value 0.114 0.434 0.988 0.988 Pekerjaan Belum pensiun 14 33,4 222,3 162,4 148,4 33,4 Pensiunan 28 66,6 216,4 154,7 156,1 38,9 Total 42 100 p value 0.739 0.343 0.262 0.611

Pendapatan keluarga mempunyai peranan penting dalam memberikan efek terhadap taraf hidup keluarga. Efek disini lebih berorientasi pada kesejahteraan dan kesehatan, dimana perbaikan pendapatan akan meningkatkan tingkat gizi masyarakat (Sayogyo 1994). Sebagian besar contoh (73.8%) memiliki pendapatan keluarga kurang dari sama dengan Rp 4 juta/bulan. Rata-rata pendapatan keluarga contoh adalah Rp 4.2±1.5 juta/bulan dengan pendapatan terendah yaitu sebesar Rp 2 juta/bulan dan pendapatan tertinggi sebesar Rp 10 juta/bulan. Contoh dengan pendapatan lebih dari Rp 4 juta/bulan memiliki profil lipid (kolesterol total, trigliserida dan HDL) cenderung lebih buruk dibandingkan contoh dengan pendapatan kurang dari sama dengan Rp 4 juta/bulan. Penelitian yang dilakukan oleh Reynolds et al. (2007) menunjukkan bahwa pendapatan berhubungan dengan obesitas sentral pada laki-laki. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga semakin berisiko obesitas (Erem et al. 2004). Orang yang obes cenderung terkena dislipidemia (Janssen et al. 2004). Peningkatan pendapatan berpengaruh pada peningkatan konsumsi rumah tangga seperti makanan tinggi lemak dan konsumsi daging (WHO 2000).

Besar keluarga menururt BKKBN (1997) adalah keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, isteri, anak dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Ukuran besarnya keluarga berkaitan dengan kejadian masalah gizi dan kesehatan. Sebagian besar contoh termasuk dalam kategori jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang yaitu sebesar 76.2%. Rata-rata jumlah anggota keluarga contoh adalah 3±1 orang dengan jumlah anggota keluarga terkecil adalah 2 orang dan terbesar adalah 7 orang. Contoh yang memiliki jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang memiliki kecenderungan profil lipid lebih buruk. Hal ini diduga kareda pada contoh yang tergolong dalam keluarga kecil memiliki akses terhadap konsumsi pangan yang lebih besar dibandingkan dengan contoh yang tergolong keluarga besar.

Status pekerjaan dikategorikan menjadi 2 yakni belum pensiun dan sudah pensiun. Sebesar 33.4% contoh masih dalam kategori bekerja dan sisanya 66.6% contoh tergolong sudah pensiun. Contoh dalam kategori belum pensiun atau masih bekerja cenderung memiliki profil lipid (kolesterol total, trigliserida dan HDL) yang lebih buruk dibanding contoh dengan kategori sudah pensiun. Pekerjaan seseorang mempengaruhi tingkat aktifitas fisik seseorang. Pekerjaan atau profesi yang lebih menuntut penggunaan aktifitas fisik seperti tukang bangunan, buruh, dan sebagainya tidak memacu seseorang untuk berpeluang kegemukan. Sebaliknya pada pekerjaan atau profesi yang banyak menuntut optimalisasi mental atau bekerja di belakang meja akan memacu terjadinya kegemukan pada seseorang. Menurut Muchtadi dalam Humayrah (2009), aktivitas kerja kantor yang seringkali aktivitasnya dari satu rapat ke rapat lainnya sepanjang hari kerja mengakibatkan minimnya keluaran energi sehingga dapat meningkatkan kejadian kegemukan pada seseorang.

Gaya Hidup

Gaya hidup contoh merupakan kebiasaan contoh dalam melakukan aktivitas fisik, kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok dan kebiasaan minum alkohol. Rata-rata profil lipid contoh berdasarkan gaya hidup ditampilkan pada Tabel 6.

Aktivitas fisik dapat didefinisikan sebagai gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Berdasarkan FAO (2001), besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) dan dikategorikan menjadi sangat ringan, ringan, sedang dan berat. Sebagian besar contoh yang mengalami dislipidemia memiliki aktivitas fisik yang tergolong dalam kategori sangat ringan (21.4%) dan kategori ringan (76.2%). Contoh yang memiliki aktivitas fisik kategori berat hanya sebesar 2.4%. Contoh dengan aktivitas fisik kategori sangat ringan memiliki kecenderungan profil lipid (kolesterol total dan LDL) yang lebih buruk dibandingkan contoh dengan aktivitas kategori ringan dan berat. American Heart Association (AHA) menyarankan agar orang dewasa usia 18-65 tahun melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang minimal 30 menit dan minimal 5 hari dalam seminggu atau dengan intensitas tinggi minimal 20 menit 3 hari seminggu (AHA 2007).

Kebiasaan olahraga dibagi menjadi dua kategori yakni kurang dari dan sama dengan 90 menit/minggu dan lebih dari 90 menit/minggu. Adapun jenis kegiatan olahraga yang dilakukan oleh contoh meliputi jalan kaki ringan, aerobik, badminton dan jogging. Tabel 6 menunjukkan bahwa contoh dengan kebiasaan olahraga kurang dari dan sama dengan 90 menit/minggu memiliki kecenderungan profil lipid darah (kolesterol total dan LDL) yang lebih buruk dibandingkan contoh yang memiliki kebiasaan olahraga lebih dari 90 menit/minggu. Hasil uji beda Mann-Whitney U menunjukkan bahwa rata-rata profil lipid (kolesterol total, trigliserida, LDL dan HDL) contoh yang memiliki kebiasaan olahraga kurang dari dan sama dengan 90 menit/minggu adalah tidak berbeda nyata dengan contoh yang memiliki kebiasaan olahraga lebih dari 90 menit/minggu.

Tabel 6 Rata-rata profil lipid contoh berdasarkan gaya hidup.

Gaya hidup contoh Contoh Rata-rata (mg/dL)

n % Kolesterol total Trigliserida LDL HDL

Aktifitas Fisik Sangat ringan 9 21.4 236.4 124.9 168.4 39.7 Ringan 32 76.2 214.4 167.3 150.3 36.6 Berat 1 2.4 181 129 125 30 Total 42 100 Kebiasaan olahraga ≤90(mnt/minggu) 35 83.3 229.5 145.5 159.4 38.6 >90(mnt/minggu) 7 16.7 162.8 215.8 124.6 29.6 Total 42 100 p value 0.201 0.201 0.232 0.230 Kebiasaan minum alkohol Ya 22 52.4 218.9 149.1 151.4 32.2 Tidak 20 47.6 217.8 166.3 156.0 42.5 Total 42 100 p value 0.821 0.981 0.840 0.045 Kebiasaan merokok Ya 38 90.5 224.3 157.6 155.4 33.7 Tidak 4 9.5 162.3 153.5 136 69 Total 42 100 p value 0.199 0.830 0.416 0.027

Kebiasaan minum alkohol dikategorikan menjadi ya dan tidak. Secara keseluruhan jumlah antara contoh yang mengkonsumsi dan tidak mengkonsumsi alkohol tidak berbeda jauh. Sebaran contoh dengan terbiasa konsumsi alkohol sebesar (52.4%). Hasil uji beda Mann-Whitney U menunjukkan bahwa nilai rata-rata profil lipid (kolesterol total, trigliserida, LDL dan HDL) contoh tidak berbeda nyata antara kategori kebiasaan minum alkohol (ya dan tidak).

Kebiasaan merokok dikategorikan menjadi ya dan tidak. Sebagian besar contoh memiliki kebiasaan merokok (90.5%), sisanya (9.5%) yang tidak memiliki kebiasaan merokok. Rata-rata jumlah rokok yang dihisap oleh contoh adalah 19±11 batang per harinya dengan jumlah rokok terkecil adalah 1 batang dan terbesar adalah 48 batang rokok. Contoh yang terbiasa merokok memiliki kecenderungan profil lipid (kolesterol total, trigliserida, LDL dan HDL) yang lebih buruk dibandingkan contoh yang tidak merokok. Hal ini mengindikasikan bahwa merokok memiliki pengaruh terhadap kecenderungan profil lipid kearah yang lebih buruk. Hasil uji beda Mann-Whitney U menunjukkan bahwa nilai rata-rata profil lipid (kecuali kolesterol HDL) contoh tidak berbeda nyata antara yang biasa dan tidak biasa merokok. Konsumsi rokok dapat meningkatkan kandungan radikal bebas didalam tubuh dan berdampak pada penurunan kadar kolesterol HDL dalam plasma.

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi) dan pemanfaatan (utilization) zat gizi makanan. Penilaian terhadap status gizi seseorang atau sekelompok orang akan menentukan apakah orang atau sekelompok orang tersebut memiliki status gizi yang baik atau tidak (Riyadi 2001). Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat, yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.

Penilaian antropometri untuk menilai status gizi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar pinggang (LP). IMT mengindikasikan berat tubuh terhadap tinggi tubuh seseorang. IMT digunakan sebagai suatu ukuran untuk menentukan status kegemukan dan obesitas. Kelebihan pengukuran IMT adalah mudah, cepat dan tidak bersifat invasif (Gibson 2005). Indeks massa tubuh (IMT)

Kategori status gizi berdasarkan profil lipid darah contoh ditampilkan pada Tabel 7. Sebagian besar contoh (83.3%) yang mengalami dislipidemia memiliki kategori status gizi gemuk. Banyaknya contoh yang memiliki status gizi gemuk (overweight dan obes) diduga karena sebagian besar contoh memiliki gaya hidup dengan aktivitas fisik rendah (sedentary) sehingga peluang terjadinya penyimpanan energi berlebih menjadi semakin besar.

Tabel 7 Kategori status gizi berdasarkan profil lipid contoh Status Gizi

(IMT)

Contoh Rata-rata (mg/dl)

n % Kolesterol total Trigliserida LDL HDL

Normal 7 16.7 212.8 146.2 159.1 35.9

Gemuk 35 83.3 219.5 159.5 152.5 37.3

Total 42 100

p value 1.00 0.860 0.421 0.368

Hasil uji beda Mann-Whitney U menunjukkan bahwa nilai rata-rata profil lipid (kolesterol total, trigliserida, LDL dan HDL) antar contoh gemuk dan normal adalah tidak berbeda nyata (p>0.05). Namun demikian, contoh gemuk (overweight dan obes) cenderung memiliki profil lipid darah yang lebih buruk dibandingkan dengan contoh yang memiliki status gizi normal, khususnya kadar kolesterol total dan trigliserida. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya IMT seseorang maka resiko memiliki profil lipid darah yang buruk semakin meningkat. Hasil ini sejalan dengan penelitian Patel (1994) dalam Hotama (2014), yang menunjukkan bahwa seseorang dengan status gizi berlebih umumnya memiliki kandungan lemak yang tinggi dalam tubuhnya sehingga dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Sejalan dengan penelitian Janssen et al. (2004) bahwa orang yang obes cenderung terkena dislipidemia.

Lingkar pinggang

Lingkar pinggang merupakan indikator yang mengukur jaringan lemak khususnya pada bagian abdominal. Lingkar pinggang (LP) lebih banyak digunakan dan memberikan hasil pengukuran yang lebih baik daripada rasio lingkar pinggang panggul (RLPP) dalam menentukan distribusi penumpukan jaringan lemak abdominal. LP berhubungan lebih kuat terhadap gangguan metabolik yang bersifat aterogenik daripada RLPP.

Lingkar pinggang dapat digunakan sebagai indikator pelengkap untuk mendeteksi risiko kesehatan pada berat normal dan berlebih (Wannamethee et al. 2005). Menurut Sonmez et al. (2003), lingkar pinggang merupakan pengukuran yang lebih mudah daripada rasio lingkar pinggang dan panggul. Pengukuran menggunakan lingkar pinggang lebih kuat sebagai prediktor CHD (Lofgren et al. 2004). Lebih lanjut dinyatakan bahwa pria cenderung memiliki LP yang lebih besar dibandingkan dengan wanita (Gibson 2005). Sebaran contoh berdasarkan kategori lingkar pinggang dan profil lipid dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan kategori lingkar pinggang dan profil lipid. Lingkar

Pinggang

Contoh Rata-rata (mg/dl)

n % Kolesterol total Trigliserida LDL HDL

Normal 11 26.2 227.6 142.6 144.3 33.6

Tidak normal 31 73.8 215.1 162.5 156.9 38.3

Total 42 100

p value 0.448 0.457 0.721 0.763

Rata-rata ukuran lingkar pinggang contoh secara total adalah 97.2±12.1 cm, sehingga berisiko mengalami komplikasi metabolik. Tabel 8 menunjukkan bahwa 73.8% contoh dislipidemia memiliki lingkar pinggang tidak normal, yaitu lebih dari 90 cm.

Kadar trigliserida dan LDL contoh dengan lingkar pinggang tidak normal (≥90 cm) adalah lebih tinggi dari pada contoh dengan kategori lingkar pinggang normal (<90 cm). Hal ini mengindikasikan bahwa meningkatnya ukuran LP sejalan dengan meningkatnya kadar profil lipid (trigliserida dan LDL) yang semakin buruk. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Von-Eyben et al. (2003) bahwa jaringan lemak intra-abdominal berhubungan linier dengan lima faktor risiko metabolik, seperti tekanan darah sistol, tekanan darah diastol, glukosa darah, trigliserida serum, dan plasminogen activator inhibitor 1 (PAI-1) plasma. Lofgren et al. (2004) menemukan bahwa ukuran LP (waist circumference) berhubungan dengan kadar insulin, leptin, tekanan darah diastol, trigliserida plasma, dan apolipoprotein-C. Wildman et al. (2005) menemukan bahwa obesitas sentral meningkatkan risiko hipertensi, dislipidemia, diabetes dan sindrom metabolik pada pria dan wanita. Hasil uji beda Mann-Whitney U menunjukkan bahwa rata-rata profil lipid (kolesterol total, trigliserida, LDL dan HDL) contoh adalah tidak berbeda nyata antar contoh dengan lingkar pinggang tidak normal dan yang normal.

Dislipidemia

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan kadar trigliserida serta penurunan kadar HDL (Anwar 2004). Sebaran contoh berdasarkan profil lipid dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan profil lipid

Profil lipid Frekuensi Rata-rata (mg/dL) Nilai rujukan (mg/dL) n % Kolesterol total 218±59.1 <200 Normal 13 30.9 156.2±45.6 Abnormal 29 69.1 246,2±40,2 Trigliserida 157±66.4 <150 Normal 25 59.5 113.3±19.2 Abnormal 17 40.5 221.9±57.7 LDL 154±44.9 <100 Normal 2 4.8 88±8 Abnormal 40 95.2 156.9±43.5 HDL 37±19.9 >40 Normal 6 14.3 67.5±39.3 Abnormal 36 85.7 32.0±4.9

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa lebih dari setengah contoh (69.1%) memiliki kadar kolesterol total dalam keadaan abnormal. Kolesterol membentuk empedu yang berfungsi dalam pencernaan dan penyerapan lemak. Kolesterol diproduksi dalam tubuh terutama oleh hati. Jika produksi kolesterol berlebihan bisa meningkatkan risiko penyumbatan pembuluh arteri. Kolesterol banyak terdapat dalam daging, organ dalam (jeroan), otak dan kuning telur [Duyff (1998); Leeds dan Gray (2001) dalam (Kemenkes 2014)].

Contoh yang memiliki kadar kolesterol LDL dan HDL dalam kategori abnormal adalah sangat tinggi yaitu berturut-turut sebesar 95.2% dan 85.7%. Jika kolesterol LDL dan HDL secara terus menerus berada pada level abnormal maka dapat menyebabkan pengendapan kolesterol pada dinding pembuluh darah yang berdampak pada pengerasan pembuluh darah (aterosklerosis).

Trigliserida merupakan lemak darah yang cenderung naik seiring dengan penignkatan konsumsi alkohol, berat badan dan diet tinggi gula atau lemak, serta gaya hidup tidak sehat lainnya (Maulana 2007). Rata-rata kadar trigliserida contoh adalah 157±66.4 mg/dL. Terdapat 40.5% contoh memiliki kadar trigliserida yang tidak normal.

Frekuensi Konsumsi Makanan Sumber Lemak dan Kolesterol

Frekuensi konsumsi makanan sumber lemak dan kolesterol merupakan frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan yang mengandung lemak dan kolesterol selama periode tertentu. Frekuensi makanan sumber lemak dan kolesterol dalam penelitian ini meliputi makanan dalam kelompok daging dan olahannya, minyak, susu dan hasil olahannya, jajanan (bolu, brownies, gorengan), jeroan (hati, ampela, usus, babat), telur, ikan dan kelompok Mollusca & Crustacea(cumi, kepiting, kerang). Frekuensi konsumsi pangan sumber lemak dan kolesterol yang sering dikonsumsi oleh contoh dapat dilihat pada Tabel 10.

Rata-rata frekuensi konsumsi kelompok pangan sumber lemak dan kolesterol (kecuali daging sapi, brownies, ayam KFC, usus dan cumi) contoh dengan status gizi gemuk umumnya lebih rendah dibandingkan contoh dengan status gizi normal. Hal ini mengindikasikan bahwa contoh dengan status gizi normal cenderung lebih tinggi dalam hal konsumsi pangan sumber lemak dan kolesterol dibandingkan dengan contoh gemuk.

Hal ini terjadi diduga contoh gemuk kemungkinan besar sudah mulai menyadari bahwa asupan pangan sumber lemak dan kolesterol yang berlebihan merupakan salah satu faktor penyebab kegemukan, sehingga mereka mulai mengurangi konsumsi pangan sumber tersebut. Selain itu, adanya flat-slope syndrom (Gibson 2005), yaitu menunjukkan bahwa contoh dengan status gizi gemuk memiliki sindrom ketika menceritakan jumlah pangan yang dikonsumsi adalah cenderung lebih sedikit daripada yang sebenarnya.

Tabel 10 menunjukkan bahwa secara keseluruhan frekuensi makanan sumber lemak yang paling sering dikonsumsi adalah gorengan, yaitu 33.3±24.3 kali/bulan dengan jumlah konsumsi 70.7±40.1g/hari dan asupan lemak yang disumbangkan sebesar 13.3 g/hari (Lampiran 1). Makanan sumber kolesterol yang sering dikonsumsi adalah telur ayam, yaitu 22.2±12.6 kali/bulan dengan jumlah konsumsi 44.8±23.8 g/hari dan asupan kolesterol yang disumbangkan sebesar 171.0 mg/hari (Lampiran 1). Data ini lebih tinggi dari angka kisaran konsumsi telur nasional yang dikeluarkan Susenas (2010) dalam waloya (2013) yaitu sebesar 17,04 g/kap/hari. Data Balitbangkes (2013), menunjukkan bahwa proporsi nasional penduduk dengan perilaku konsumsi makanan berlemak, berkolesterol dan makanan gorengan ≥1 kali per hari 40.7%.

Tabel 10 Rata-rata frekuensi konsumsi pangan sumber lemak dan kolesterol contoh Kelompok

pangan

Frekuensi konsumsi (kali/bulan)

Total (rata-rata±Stdev) Gemuk Normal Rata-rata±Stdev Min - Max

Rata-rata±Stdev Min - Max Daging dan olahannya Daging babi 0 0 1.1±3.0 0-8 0.2±1.2 Daging sapi 5.9±14.1 0-84 3.4±2.7 0-8 5.5±12.9 D. kambing 0.5±1.3 0-4 1.1±1.9 0-4 0.6±1.4 Daging ayam 5.6±2.7 0-12 7.4±9.3 0-28 5.9±4.4 Bakso 2.1±2.2 0-8 2.8±3.2 0-8 2.2±2.3 Minyak Margarine 0.9±1.7 0-4 1.7±2.1 0-4 1.0±1.7 Susu dan olahannya Susu 2.3±5.1 0-28 2.9±1.9 0-4 2.3±4.7 Ice cream 0.6±1.4 0-4 0.6±1.5 0-4 0.6±1.4 Yoghurt 20.8±12.4 0-28 24±19.3 0-56 21.3±13.5 Jajanan Bolu 0.1±0.7 0-4 0.6±1.5 0-4 0.2±0.9 Brownies 0.1±0.2 0-4 0 0 0.2±0.9 Gorengan 31.7±23.2 0-84 41.7±29.4 12-84 33.3±24.2 Ayam KFC 1±1.7 0-4 0.6±1.5 0-1 0.9±1.7 Siomai 1.8±2.0 0-4 2.3±2.1 0-4 1.9±2.0 Jeroan Hati ayam 3.3±2.8 0-8 4.5±3.5 0-8 3.5±2.9 Ampela 3.3±2.8 0-8 4.5±3.5 0-8 3.5±2.9 Usus 3.5±3.2 0-8 2.9±3.8 0-8 3.4±3.2 Telur 22.2±12.6 0-56 23.4±8.1 8-28 22.3±11.9 Ikan 5.8±5.1 0-28 9.1±8.5 4-28 6.4±5.8 Mollusca & Crustacea Cumi 0.3±2.0 0-12 0 0 0.3±1.9 Udang 0.5±1.3 0-4 2.8±3.8 0-8 0.9±2.1 Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Mengkonsumsi pangan tidak hanya penting untuk kesehatan, tetapi juga untuk kecerdasan, kekuatan, sumber energi dan pendukung pertumbuhan.

Pengukuran konsumsi pangan contoh dalam penelitian ini menggunakan metode semi quantitative FFQ. Metode semi quantitative FFQ ini digunakan untuk mengetahui kebiasaan contoh dalam mengkonsumsi makanan dan memperkirakan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh contoh sehingga asupan zat gizi dapat dihitung. Metode semi quantitative FFQ mudah digunakan, relatif cepat dan dapat memberikan gambaran nyata konsumsi makanan contoh. Metode ini bergantung pada daya ingat individu.

Konsumsi pangan dalam penelitian ini meliputi kelompok pangan pokok, protein hewani, protein nabati, sayuran, buah-buahan, jajanan dan lainnya (kopi, teh, softdrink dan fast food). Berikut disajikan Tabel 11 rata-rata konsumsi pangan berdasarkan status gizi (IMT) contoh.

Tabel 11 Rata rata konsumsi pangan contoh berdasarkan status gizi Kelompok pangan Konsumsi (gram/kap/hari) p value Gemuk Normal Rata-rata±SD Med(min.max) Rata-rata±SD Med(min.max) Pangan pokok Nasi 252±65.8 224(112.420) 264±95.4 336(112.420) 0.037 Mie 15.7±24.2 9.3(0.149) 16±5.6 9.3(9.7) 0.890 Roti 9.3±12.5 8(0.70) 14±5.6 10(8.20) 0.830 Protein hewani Telur ayam 44.3±25.3 56(0.112) 46.9±16.3 56(16.56) 0.004 Daging sapi 13.4±27.5 8(2.168) 8.3±3.7 8(4.16) 0.894 Ikan 23.0±17.1 17.3(0.71) 26±13.7 17.3(11.47) 0.367 Ayam 10.4±4.8 7.3(2.22) 14.4±2.1 7.3(4.51) 0.708 Hati ayam 5.1±2.7 4.7(1-9) 5.7±3.8 4.7(0.9) 0.216 Usus 5.4±4.4 5.3(0.5) 5.7±6.1 2.7(0.16) 0.237 Ampela 2.2±1.2 2(1.4) 2.4±1.6 2(0.4) 0.216 Protein nabati Tahu 61.9±26.1 74.7(16.112) 73.1±32.1 74.7(27.112) 0.609 Tempe 77.3±33.3 93.3(20.140) 91.4±41.0 93.3(33.140) 0.609 Sayuran D. Singkong 5.8±6.3 6.7(0.26) 10.5±5.3 6.7(7.20) 0.739 Wortel 5.5±22.9 1.3(0.137) 3.2±2.1 4(0.6) 0.134 Terong 3.7±5.5 0(0.12) 3.4±5.8 0(0.12) 0.322 Kangkung 2.7±1.9 4(0.5) 4.4±2.3 4(0.7) 0.945 Buah-buahan Mangga 36.2±66.8 8.3(0.233) 12.4±14.7 8.3(0.33) 0.277 Pisang 8.6±7.8 5(0.20) 7.8±4.3 5(3.13) 0.209 Jeruk 8.5±8.7 6.7(0.40) 7.1±6.2 6.7(0.13) 0.934 Pepaya 8.1±16.9 3.3(0.93) 8.1±6.6 13.3(0.13) 0.308 Jajanan Bakwan 70.1±40.9 74(0.130) 73.9±38.3 74.7(32.112) 0.118 Bakso 22.8±14.7 25(0.66) 28.6±29.8 33.3(0.67) 0.068 Siomay 14.8±9.6 17(0.36) 14.6±10.8 22.7(0.23) 0.414 Lainnya Kopi 137.3±58.8 169.8(0.169) 156±36.7 169.8(72.169) 0.333 Gula 2.8±4.9 0(0.48) 4±7.3 0(0.18) 0.124 Softdrink 16.8±20.6 0(0.48) 34.3±23.4 48(0.48) 0.473 KFC/Mc D 15.1±5.5 17(0.23) 13.7±5.5 11.3(6.23) 0.709 Ket: Med=median, min=minimal, max=maksimal

Rata-rata konsumsi makanan pokok, protein hewani (kecuali daging sapi) dan protein nabati contoh dengan status gizi gemuk umumnya lebih rendah dibandingkan contoh dengan status gizi normal. Demikian pula konsumsi jajanan dan lainnya cenderung lebih rendah pada contoh gemuk daripada normal, kecuali siomai dan fastfood (KFC/McD) lebih banyak dikonsumsi oleh contoh gemuk daripada normal. Sebaliknya, konsumsi sayuran (kecuali daun singkong dan

kangkung) serta buah-buahan cenderung lebih banyak pada contoh gemuk dibandingkan contoh normal (Tabel 11). Hal ini diduga bahwa contoh gemuk sudah menyadari bahwa makanan pokok, protein dan jajanan yang berlebih berperan terhadap terjadinya kegemukan. Sedangkan pada contoh yang memiliki status gizi normal diduga kurang peduli dalam hal konsumsi pangan karena merasa dirinya masih memiliki status gizi yang normal.

Konsumsi nasi pada contoh dengan status gizi normal memiliki asupan yang lebih tinggi (264±95.4 gram/kap/hari) dibandingkan dengan status gizi gemuk (252±65.8 gram/kap/hari). Hal ini menunjukan bahwa konsumsi pangan pokok masih didominasi oleh nasi yaitu dengan rata-rata sebesar (254±70.3 gram/kap/hari). Hal ini diduga disebabkan oleh beras yang menjadi sumber karbohidrat utama di Indonesia dan mudah didapatkan oleh contoh.

Secara keseluruhan rata-rata asupan pangan hewani contoh adalah sebesar 120.7±114.3 gram/kap/hari dan asupan pangan nabati sebesar 143.4±62.2 gram/kap/hari (Lampiran 4). Angka ini sudah sesuai dengan anjuran pedoman giizi seimbang (PGS). Telah dijelaskan didalam PGS bahwa kebutuhan pangan hewani adalah sebesar 70-140 gram dan kebutuhan pangan nabati sebesar 100-200 gram.

Konsumsi telur pada contoh dengan status gizi normal memiliki asupan yang lebih tinggi (46.9±16.3 gram/kap/hari) dibandingkan dengan contoh gemuk (44.3±25.3 gram/kap/hari). Telur ayam memiliki rata-rata konsumsi tertinggi sebesar (44.8±23.8 gram/kap/hari).

Secara keseluruhan rata-rata asupan sayuran contoh adalah sebesar 33.0±72.7 gram/kap/hari dan asupan buah-buahan sebesar 69.7±130.9 gram/kap/hari (Lampiran 4). Angka ini masih jauh lebih rendah dari batas anjuran yang tertera dalam pedoman gizi seimbang (PGS). Badan Kesehatan Dunia (WHO) secara umum menganjurkan konsumsi sayuran dan buah-buahan untuk hidup sehat sejumlah 400 gram perorang perhari, yang terdiri dari 250 g sayur dan 150 g buah. Bagi orang Indonesia khususnya usia remaja dan dewasa dianjurkan konsumsi sayur dan buah-buahan adalah sebesar 400-600 g perorang perhari. Sekitar dua pertiga dari jumlah anjuran konsumsi sayuran dan buah-buahan tersebut adalah porsi sayur.

Daun singkong memiliki rata-rata konsumsi paling tinggi dari seluruh jenis sayuran yang dikonsumsi oleh contoh dengan IMT normal maupun gemuk (Tabel 11). Secara berturut-turut jumlah konsumsi daun singkong oleh contoh dengan status gizi normal dan gemuk yakni 10.5±5.3 gram/kap/hari dan 5.8±6.3 gram/kap/hari. Rata-rata asupan buah pada contoh gemuk adalah lebih tinggi dibandingkan contoh dengan status gizi normal. Konsumsi buah mangga pada contoh normal memiliki asupan yang lebih rendah (12.4±14.7 gram/kap/hari) dibandingkan dengan contoh gemuk (36.2±66.8 gram/kap/hari). Hal ini diduga bahwa contoh dengan status gizi gemuk telah merubah pola konsumsinya ke arah yang lebih baik.

Pangan jajanan identik dengan tinggi kandungan kalori dan rendah serat. Hal ini memicu berlebihnya asupan kalori kedalam tubuh yang mengakibatkan kegemukan atau obesitas. Rata-rata konsumsi kelompok jajanan dan lainnya cenderung lebih tinggi pada contoh normal dibandingkan contoh gemuk (Tabel 11). Konsumsi bakwan pada contoh normal memiliki asupan yang lebih tinggi (73.9±38.3 gram/kap/hari) dibandingkan dengan contoh gemuk (70.1±40.9 gram/kap/hari). Data Balitbangkes (2013) menunjukan bahwa proporsi rata-rata

nasional perilaku konsumsi makanan berisiko pada penduduk usia ≥10 tahun yaitu

Dokumen terkait