• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Individu dan Lingkungan

Contoh penelitian ini merupakan transgender atau waria yang merupakan anggota Komunitas Waria Srikandi Pakuan, Kota Bogor. Di Indonesia, masyarakat transgender laki-laki menjadi perempuan sering disebut dengan waria. Seluruh contoh merupakan waria yang tidak atau belum melakukan operasi penggantian alat seksual, oleh karena itu contoh termasuk ke dalam kaum

transgender. Gender merujuk kepada karakteristik sosial sebagai seorang laki-laki

seseorang terlahir sebagai perempuan atau laki-laki. Sex merujuk kepada jenis kelamin seseorang laki-laki atau perempuan. Maka laki-laki adalah seseorang berjenis kelamin laki-laki dan memiliki peran sosial maskulin, sedangkan perempuan adalah seseorang berjenis kelamin wanita dan memiliki peran sosial feminin (Nobelius 2004). Transgender adalah sebutan untuk menjelaskan seseorang yang secara terus menerus merasa tidak nyaman dan kesulitan untuk menerima jenis kelamin pada saat lahir. Secara anatomi terlahir dengan jenis kelamin tertentu tetapi menjalankan kehidupan sebagai seseorang yang memiliki jenis kelamin yang sebaliknya (Clements-Nolle 2001).

Waria merupakan sebutan untuk transgender laki-laki menjadi perempuan. Waria tidak sama dengan seorang perempuan yang feminine, waria bercita-cita untuk menjadi „seperti‟ perempuan tetapi tidak ingin menjadi perempuan. Waria membawakan dirinya seperti layaknya perempuan, bersolek, memakai pakaian perempuan, mencukur bulu kaki, dan menata rambut dengan tujuan untuk menutupi ciri-ciri kelaki-lakiannya. Pada praktik yang lebih jauh waria menggunakan obat-obatan kimia yang mengandung anti hormon seksualnya untuk membantu perubahan bentuk tubuhnya (Idrus 2014). Waria atau laki-laki yang mengidentitaskan diri sebagai wanita tersebut biasanya menggunakan hormon estrogen untuk membentuk karakteristik seks sekunder seperti perempuan (Deutsch 2015). Sebagian waria yang dijadikan contoh menggunakan hormon tersebut dan sebagian lagi tidak menggunakan hormon. Jumlah waria yang dijadikan contoh adalah 32 orang yang dilakukan di beberapa lokasi tempat tinggal contoh sekitar kota Bogor. Karakteristik dan sosiodemografi contoh disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 6 Karakteristik dan sosiodemografi contoh

Karakteristik dan sosiodemografi Total

N % Kelompok umur 16-18 tahun 1 3.1 19-29 tahun 5 15.6 30-49 tahun 19 59.4 50-64 tahun 7 21.9 Total 32 100.0 Pendidikan terakhir SD 9 28.1 SMP 13 40.6 SMA 9 28.1 Diploma 1 3.1 Total 32 100.0 Status pasangan Single 23 71.9 Not Single 9 28.1 Total 32 100.0 Pekerjaan Karyawan 2 6.3 Wirausaha salon 19 59.4 Lainnya 11 34.4 Total 32 100.0

Tabel 6 (Lanjutan) Karakteristik dan sosiodemografi contoh

Karakteristik dan sosiodemografi Total

N %

Orientasi seksual

Sesama jenis 31 96.9

Lainnya 1 3.1

Total 32 100.0

Rentang usia contoh cukup besar yaitu dari 18 – 58 tahun. Kelompok umur dengan jumlah contoh terbanyak adalah pada usia 20 – 49 tahun sebanyak 59.4% dari total contoh, dan contoh paling sedikit adalah pada kelompok umur 16 – 18 tahun yaitu sebanyak 3.1%. Dari 32 orang waria yang dijadikan contoh, 19 orang diantaranya menggunakan hormon dan 13 lainnya tidak menggunakan hormon. Tidak ada waria yang menggunakan hormon pada kelompok usia 16 – 18 tahun, hal ini disebabkan mereka sudah mendapat pengetahuan mengenai penggunaan hormon pada waria. Hanya ada 2 orang yang tidak menggunakan hormon pada kelompok usia 50 – 64 tahun. Artinya semakin tua semakin banyak contoh yang menggunakan hormon. Hanya saja jumlah contoh pada kelompok lansia tersebut semakin sedikit.

Contoh terbanyak berasal dari suku Sunda yaitu sebanyak 24 orang (75%) karena penelitian dilakukan di daerah Bogor, Jawa Barat. Sebanyak 6 orang lainnya (25%) berasal dari bermacam-macam suku yaitu Jawa, Betawi, Batak, dan lain-lain. Tingkat pendidikan contoh paling banyak adalah pada strata Sekolah Menengah Pertama dengan jumlah 13 orang (40.6%), kemudian contoh yang mengenyam pendidikan sampai SD dan SMA masing-masing sebanyak 9 orang (28.1%), hanya ada 1 orang yang menyelesaikan pendidikan sampai perguruan tinggi dengan tingkat Diploma yaitu 3.1% dari total contoh.

Latar belakang pendidikan contoh tergambar oleh pekerjaan contoh. Sebagian besar pekerjaan contoh adalah wirausaha di bidang salon dan tata rias yaitu 19 orang (59.4%). Baik itu sebagai penata rambut, designer, make up artist dan lain-lain yang berhubungan dengan estetika. Contoh kebanyakan menyatakan keahliannya dalam melakukan tata rias bukan dari kursus atau pendidikan tata rias tetapi sudah menjadi bakat sejak kecil walaupun tidak semua keahlian tersebut didapat dari bakat tetapi dari hasil berbagi ilmu antara waria senior dan junior. Bakat tersebut merupakan salah satu hal yang mendasari contoh untuk menjadi transgender. Sebanyak 34.4% dari total contoh mengaku pekerjaan lainnya, beberapa menyatakan pekerjaannya adalah pekerja seks, ada pun yang menyatakan sebagai buruh cuci baju, dan lainnya tidak menyebutkan pekerjaannya. Hanya ada 2 orang (6.3%) yang mengaku pekerjaannya sebagai karyawan.

Pekerjaan contoh yang telah disebutkan menghasilkan materi yang tidak tetap, sehingga bergantung kepada pelanggan yang menggunakan jasa contoh. Penghasilan yang tidak tetap tersebut belum cukup untuk dapat digunakan untuk operasi mengganti alat seksual, sehingga contoh berada pada posisi masalah

transsexual yang diartikan sebagai masalah identitas jenis kelamin, kesadaran

mental yang dimiliki individu mengenai jenis kelaminnya laki-laki atau perempuan. Identitas jenis kelamin yang dimiliki oleh transsexual berlawanan dengan jenis kelamin yang terdapat pada organ genital fisiknya (Yash 2005). Secara sederhana transexxual adalah individu yang identitas gender dan anatomi

seksualnya tidak cocok dengan jiwanya, sehingga contoh merasa terjebak dalam tubuh dan anatomi seksual yang salah (Devault dan Lyarber 2005). Sebagai waria, untuk dapat diterima sebagai anggota dengan jenis kelamin yang berbeda dari jenis kelamin yang dimilikinya secara fisik (Lumbatobing 2011) contoh hanya dapat mengatasi hal tersebut dengan melakukan penggunaan hormon dan perawatan tubuh.

Hampir semua contoh (96.9%) memiliki orientasi seksual sesama jenis. Meskipun contoh tidak melakukan operasi penggantian alat seksual, tetapi sebanyak 9 orang (28.1%) dari contoh memiliki pasangan (not single) baik itu dengan status pernikahan atau pun tidak. Bahkan salah satu contoh tidak hanya memiliki satu orang pasangan saja. Contoh yang melakukan penggunaan hormon cenderung lebih khawatir dengan penampilan, tetapi hal tersebut tidak ada kaitannya dengan status pasangan apakah contoh yang menggunakan hormon menjadi lebih menarik kemudian memiliki pasangan atau tidak.

Body Image

Body image meliputi persepsi, imajinasi, emosi dan sensasi fisik seseorang

dari dan terhadap tubuhnya. Hal ini tidak bersifat statis, melainkan akan senantiasa berubah, terutama dipengaruhi oleh suasana hati, lingkungan dan pengalaman fisik. Hal ini tidak dibawa sejak lahir melainkan diperoleh dari proses belajar. Proses belajar ini terjadi di keluarga dan di lingkungan teman sebaya (Lightstone 2002).

Body image pada umumnya dialami oleh mereka yang menganggap bahwa

penampilan adalah faktor yang paling penting dalam kehidupan. Mereka beranggapan bahwa tubuh yang kurus dan langsing adalah yang ideal bagi wanita, sedangkan tubuh yang kekar dan berotot adalah yang ideal bagi pria (Germov &

Williams 2004). Individu transgender dapat mengalami pengalaman

ketidakpuasan pada bentuk tubuh dan perhatian yang berlebihan pada penampilan (Surgenor dan Fear 1998), menurut contoh penampilan merupakan ciri identitas dirinya. Penampilan juga dibutuhkan untuk mendukung pekerjaannya pada sebagian contoh. Proses penerjemahan persepsi tubuh ini terjadi sepanjang hidupnya walaupun kebanyakan terjadi pada saat remaja karena selamanya seorang waria mengalami proses transisi akibat gender identity disorder.

Body image yang diukur pada penelitian ini ditentukan dengan tiga metode

yaitu Figure Rating Scale (FRS), Multidimensional Body-Self Relations

Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS), dan Body Image Ideals Questionnaire (BIQ). Ketiga metode ini cocok dengan karakteristik orang

Indonesia (Kurniawan 2014) dan kesimpulannya saling melengkapi baik dari segi psikologis maupun fisiologis. Berikut dipaparkan body image yang telah diteliti oleh ketiga metode tersebut.

Figure Rating Scale (FRS)

Persepsi body image figure rating scale mengukur persepsi individu mengenai bentuk tubuhnya dari beberapa aspek. Bentuk tubuh pada figure rating

scale yang menggambarkan status gizi underweight tercermin pada gambar nomor

sedangkan gambar yang menunjukkan status gizi overweight adalah gambar nomor 5, 6, 7, dan status gizi obes digambarkan oleh nomor 8 dan 9 (Nergiz-Unal

et al 2014).

Pada body image yang diukur dengan figure rating scale di dalam penelitian ini hanya akan dijabarkan 4 bagian saja dari total 11 pertanyaan. Sebagian besar mata pencaharian contoh berkaitan dengan seksual dan estetika,. Sama halnya dengan penelitian Morotti et al (2015) yang hanya menjelaskan empat aspek di dalam persepsi tubuh yang diukur dengan figure rating scale pada contoh yang berkaitan erat dengan seksualitas. Aspek body image tersebut terdiri dari bentuk tubuh yang mencerminkan saat ini (1), bentuk tubuh ideal yang diinginkan oleh contoh (2), bentuk tubuh paling menarik menurut penilaian contoh (3), dan bentuk tubuh yang paling menarik bagi lawan jenis atau pasangan menurut contoh (4). Berikut hasil persepsi body image contoh yang diukur dengan metode figure rating scale.

Tabel 7 Skor Figure Rating Scale Body Image

FRS Body image Modus Median

Bentuk tubuh yang mencerminkan saat ini 4 4

Bentuk tubuh ideal yang diinginkan 3 3

Bentuk tubuh paling menarik 3 4

Bentuk tubuh paling menarik lawan jenis 3 4

Penilaian contoh mengenai body image pada aspek bentuk tubuh yang mencerminkan kondisi saat ini, bentuk tubuh ideal yang diinginkan, dan bentuk tubuh yang paling menarik bagi lawan jenis memiliki nilai tengah 4. Tidak jauh berbeda dengan persepsi bentuk tubuh ideal yang diinginkan memiliki nilai tengah 3. Artinya pada keempat aspek bentuk tubuh tersebut contoh menganggap bentuk tubuhnya memiliki status gizi normal dan bentuk tubuh yang sudah ideal, sedangkan bentuk tubuh yang paling banyak dipilih oleh contoh pada aspek body

image bentuk tubuh ideal yang diinginkan, bentuk tubuh paling menarik dan

bentuk tubuh paling menarik lawan jenis adalah nomor 3, bentuk tubuh yang mencerminkan saat ini paling banyak dipilih adalah nomor 4. Hal tersebut mengindikasikan bahwa contoh berharap tubuhnya lebih langsing dibanding bentuk tubuh aslinya.

Body image dapat dikatakan positif jika penilaian terhadap bentuk tubuh

aktual sesuai dengan status gizi, sedangkan body image dikatakan negatif jika penilaian bentuk tubuh aktual tidak sama dengan status gizi yang sebenarnya bentuk tubuh yang dipilih oleh contoh berdasarkan nilai median dan modus belum menunjukkan body image negatif atau positif. Berikut dipaparkan sebaran body

image menurut metode figure rating scale.

Tabel 8 Sebaran body image menurut metode Figure Rating Scale

Karakteristik

Penilaian Body Image

Total Positif Negatif

n % n % N %

Bentuk tubuh saat ini 22 68.8 10 31.2 32 100

Bentuk tubuh ideal yang diinginkan 17 53.1 15 46.9 32 100 Bentuk tubuh paling menarik 15 46.9 17 53.1 32 100 Bentuk tubuh paling menarik bagi lawan jenis 19 59.4 13 40.6 32 100

Di antara body image positif, persentase terbesar ada pada body image yang mencerminkan bentuk tubuh saat ini yaitu sebanyak 68.8%. Artinya lebih dari setengah bagian contoh memiliki status gizi aktual yang sesuai dengan persepsinya. Hal tersebut baik karena sebagian besar contoh sadar akan kondisi tubuh aktualnya. Sehingga pada contoh yang memiliki body image positif lebih rendah kemungkinannya untuk menimbulkan rasa cemas berlebihan yang dapat menyebabkan gangguan kebiasaan makan.

Di antara keempat body image negatif, persentase terbesar adalah pada bentuk tubuh yang paling menarik menurut contoh yaitu sebanyak 17 orang (53.1%). Contoh memiliki harapan dan standar yang lebih tinggi dibanding body

image lainnya. Angka persentase body image negatif yang lebih tinggi dibanding body image positif pada aspek bentuk tubuh yang paling menarik, menunjukkan

contoh memiliki kecemasan dan perhatian yang lebih untuk membuat tampilan tubuhnya tampak menarik. Berbeda halnya dengan bentuk tubuh yang menarik bagi lawan jenis yang persentase body image negatifnya hanya 40.6% mengartikan meskipun bentuk tubuh yang menarik bagi lawan jenis itu penting tetapi hal pertama yang menilai bahwa bentuk tubuh menarik atau tidak itu dinilai oleh diri sendiri.

Pada aspek body image yang mencerminkan bentuk tubuh saat ini lebih tinggi persentase body image positif (68.8%) dibandingkan dengan body image negatif (31.2%). Hal ini menunjukkan lebih banyak contoh yang telah menilai bentuk tubuhnya saat ini sesuai dengan status gizi aktualnya. Begitu juga pada aspek bentuk tubuh ideal yang dinginkan, persentase body image positif yang lebih tinggi (53.1%) mengindikasikan bahwa antara bentuk tubuh aktual dan harapannya sudah sama. Hal yang berbeda pada aspek bentuk tubuh yang paling menarik, persentase body image negatif lebih tinggi (53.1%) dibandingkan dengan persepsi positif (46.9%), artinya bentuk tubuh aktual contoh kebanyakan belum sesuai dengan harapan dan dirasa kurang menarik. Dengan melihat angka modus pada aspek ini contoh menilai tubuh yang lebih menarik adalah tubuh yang langsing. Tetapi sebaliknya dengan bentuk tubuh yang menarik bagi lawan jenis, contoh sudah merasa bentuk tubuhnya menarik bagi lawan jenis karena persentase

body image positif (59.4%) lebih tinggi dibandingkan body image negatif

(40.6%).

Jika dibandingkan antara body image negatif dan positif angka persentasenya hampir seimbang. Artinya hanya ada setengah bagian yang sadar akan bentuk tubuhnya dan telah mencapai bentuk tubuh yang sama dengan yang dipersepsikan oleh contoh, setengah bagian lainnya merasa belum mencapai bentuk tubuh yang sesuai dengan persepsinya

Multidimensional Body-Self Relations Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS)

Body image yang diukur dengan metode Multidimensional Body-Self Relations Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS) terdapat lima aspek

meliputi evaluasi penampilan, orientasi penampilan, kepuasan terhadap bagian tubuh, kecemasan menjadi gemuk, dan pengkategorian ukuran tubuh yang disimpulkan ke dalam tiga kategori body image di antaranya adalah negatif, normal, dan positif. Body image yang diukur dengan metode ini kesimpulannya sangat berkaitan dengan rasa percaya diri. Seseorang yang memiliki body image

negatif merasa tidak puas, kurang percaya diri karena bentuk tubuh aktualnya belum sesuai dengan harapan, sebaliknya seseorang yang memiliki body image positif sangatlah percaya diri akan tubuhnya, sedangkan seseorang yang memiliki

body image normal merasa cukup percaya diri dan tidak berlebihan. Kelebihan

penggunaan metode MBSRQ-AS dalam penelitian ini adalah penekanan terhadap aspek psikologis yang kesimpulannya dapat lebih terukur dan nyata yaitu berupa kepuasan terhadap bagian tubuh dan kecemasan menjadi gemuk. Berikut merupakan sebaran body image menurut metode Multidimensional Body-Self

Relations Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS).

Tabel 9 Sebaran body image menurut metode Multidimensional Body-Self

Relations Questionnaire-Appearance Scale

Aspek/Dimensi Gambaran Tubuh

Penilaian Body Image

Total Negatif Normal Positif

n % n % n % N %

Evaluasi penampilan 0 0 32 100 0 0 32 100

Orientasi penampilan 3 9.4 29 90.6 0 0 32 100 Kepuasan terhadap bagian tubuh 5 15.6 23 71.9 4 12.5 32 100 Kecemasan menjadi gemuk 27 84.4 5 15.6 0 0 32 100 Pengkategorian ukuran tubuh 7 21.9 16 50.0 9 28.1 32 100

Secara keseluruhan dilihat dari kelima dimensi gambaran tubuh persentase

body image yang paling tinggi adalah body image normal. Hanya pada aspek

kecemasan menjadi gemuk yang persentase body image negatifnya tinggi. Pada aspek evaluasi penampilan semua (100%) contoh memiliki body image normal, artinya seluruh contoh menilai penampilannya sudah sesuai dengan harapannya dan merasa cukup percaya diri. Pada aspek orientasi penampilan hampir seluruh (90.6%) contoh memiliki body image normal, tetapi tidak ada contoh yang memiliki body image positif, hal tersebut menunjukkan bahwa contoh cukup memerhatikan penampilan tetapi tidak berlebihan. Sebagian besar (71.9%) contoh memiliki body image normal pada aspek kepuasan terhadap bagian tubuh, hal tersebut berarti bahwa contoh cukup puas dengan beberapa bagian tubuhnya.

Aspek body image yang lebih dekat dengan bentuk tubuh dan status gizi adalah pada aspek kecemasan menjadi gemuk dan pengkategorian ukuran tubuh meskipun aspek psikologinya tetap lebih kuat. Pada aspek body image kecemasan menjadi gemuk berkebalikan dengan beberapa aspek body image lainnya karena 84.4% dari contoh memiliki body image negatif, hal tersebut berarti banyak dari contoh yang merasa tubuhnya lebih gemuk dari bentuk tubuh aktualnya. Akan tetapi hal tersebut bertolak belakang dengan aspek pengkategorian bentuk tubuh, karena tepat setengah (50%) dari contoh memiliki body image yang normal, hal itu menunjukkan contoh cukup tepat dalam mengategorikan tubuhnya sesuai dengan apa yang dipersepsikannya. Kedua aspek tersebut menunjukkan bahwa meskipun contoh sadar bagaimana bentuk tubuhnya saat ini tetapi contoh tetap mencemaskan dirinya memiliki bentuk tubuh yang tergolong gemuk.

Lelaki yang memiliki persepsi bentuk tubuhnya kurus dilaporkan memiliki kepuasan yang paling tinggi terhadap bentuk tubuh dibandingkan dengan lelaki yang memiliki persepsi bentuk tubuh normal (Allensworth-Davies 2008). Lelaki homoseks lebih memerhatikan dietnya dan lebih sering berolahraga agar tampak

lebih menarik. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa biasanya seorang yang memiliki orientasi seksual sesama jenis cenderung merasa lebih kurus dan memberi kontribusi untuk memiliki body image normal (Kaminski 2005). Oleh karena itu pada beberapa aspek yang diukur dengan metode ini banyak contoh yang memiliki body image normal.

Body Image Ideals Questionnaire (BIQ)

Pada metode Body Image Ideals Questionnaire (BIQ) mengukur perbedaan 10 karakteristik fisik aktual yang dibandingkan dengan harapan dan disimpulkan ke dalam body image negatif, normal, atau positif. Body image negative yang terukur pada metode ini bermakna bahwa terdapat perbedaan bentuk karakteristik pada beberapa bagian tubuh aktual dengan harapan, penilaian terhadap tubuh yang belum puas, makna yang sebaliknya terjadi pada body image positif. Body image normal berarti bahwa antara cirri-ciri fisik aktual tepat sama dengan harapan. Berikut merupakan sebaran body image menurut metode Body

Image Questionnaire (BIQ).

Tabel 10 Sebaran body image menurut metode Body Image Questionnaire

Penilaian Body Image n %

Negatif 2 6.2

Normal 28 87.5

Positif 2 6.2

Total 32 100

Mayoritas contoh memiliki body image normal yaitu sebanyak 87.5%. Artinya contoh memercayai bahwa ciri-ciri fisik yang dimilikinya sudah sesuai dengan ciri-ciri fisik ideal yang diinginkan. Jenis kelamin asli laki-laki pada trangender memengaruhi hal tersebut, karena sesungguhnya laki-laki memiliki rasa percaya diri yang lebih kuat dibandingkan dengan perempuan. Perempuan biasanya memiliki rasa percaya diri yang lebih rendah dan merasa lebih cemas dengan penampilan fisiknya sehingga perempuan cenderung memiliki body image negatif serta ingin mengubah penampilannya (Brechan 2014). Walaupun begitu contoh merupakan seorang transgender yang memiliki gangguan dalam mempersepsikan jenis kelaminnya, sehingga hal yang wajar jika sisi laki-lakinya yang lebih percaya diri lebih terukur oleh metode ini yang tercermin pada persentase body image normal yang lebih mendominasi di antara contoh secara keseluruhan.

Penggunaan Hormon

Contoh dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kelompok yaitu contoh yang menggunakan hormon dan contoh yang tidak menggunakan hormon, dengan jumlah proporsi contoh yang tidak seimbang. Dari total 32 orang contoh, yang menggunakan hormon terdapat sebanyak 19 orang (59.4%) dan contoh yang tidak menggunakan contoh ada 13 orang (40.6%). Sebaran contoh berdasarkan penggunaan hormon dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan penggunaan hormon

Pernah menggunakan hormon n %

Ya 19 59.4

Tidak 13 40.6

Total 32 100

Masih menggunakan hormon

Ya (masih) 7 36.8

Tidak (sudah berhenti) 12 63.2

Total 19 100

Jumlah contoh yang menggunakan hormon lebih banyak dari pada contoh yang tidak menggunakan hormon. Lebih dari setengah total contoh telah menggunakan terapi hormon untuk membantu penampilannya. Hal ini sejalan dengan penelitian telah dilaksanakan di Malaysia yang melibatkan 507 orang waria di mana 63% bagian darinya menggunakan hormon untuk memperbesar payudara dan menghaluskan kulit (Teh 2001). Sebagai waria yang terlahir dengan jenis kelamin laki-laki, secara fisik waria tidak memiliki ciri-ciri genital seperti seorang perempuan. Sehingga untuk menumbuhkan ciri-ciri tersebut, beberapa waria menggunakan terapi hormon, baik itu via oral seperti pil KB maupun kontrasepsi via injeksi yang keduanya mengandung hormon estrogen. Contoh mengaku memercayai bahwa dengan menggunakan salah satu atau kedua hormon tersebut dapat membantu menumbuhkan payudara, bokong, menghaluskan kulit dan tekstur rambut.

Beberapa contoh yang tidak menggunakan terapi hormon tersebut mengaku telah mendapatkan pemahaman mengenai efek penggunaan hormon bagi tubuh, contohnya seperti kebocoran silikon pada wajah atau payudara. Hal tersebut ditakutkan oleh beberapa contoh karena akan lebih merusak tampilan asli fisik contoh, misalnya memiliki wajah yang mirip antar pengguna hormon silikon jika disuntikkan di bagian wajah. Injeksi silikon pada wajah biasanya dilakukan di sekitar dagu dan hidung. Aspek-aspek penggunaan hormon meliputi lama penggunaan hormon, jenis hormon yang pernah digunakan, dosis dan frekuensi, sumber mendapatkan hormon dan efek penggunaan hormon itu sendiri terhadap kenaikan berat badan terdapat pada tabel berikut.

Tabel 12 Aspek-aspek penggunaan hormon

Aspek Penggunaan Hormon n %

Lama penggunaan hormon

1 – 5 tahun 6 31.6 6 – 10 tahun 2 10.5 11 – 15 tahun 5 26.3 16 – 20 tahun 4 21.1 >20 tahun 2 10.5 Total 19 100

Jenis hormon yang pernah digunakan

Via Oral 1 5.3

Via Injeksi 2 10.5

Via Oral dan injeksi 16 84.2

Tabel 12 (Lanjutan) Aspek-aspek penggunaan hormon

Aspek Penggunaan Hormon n %

Dosis penggunaan hormon via oral

1 – 5 pil sehari 5 29.4

6 – 10 pil sehari 7 41.2

>10 pil sehari 5 29.4

Total 17 100

Frekuensi penggunaan hormon

Setiap hari (via oral) 13 68.4

Sebulan sekali (via injeksi) 2 10.5

Tidak tentu (via oral dan injeksi) 4 21.1

Total 19 100

Sumber mendapatkan hormon

Apotik 13 72.2

Online Shop 1 5.6

Teman 2 11.1

Lainnya 2 11.1

Total 19 100

Penggunaan hormon selama 1-5 tahun adalah yang paling banyak dilakukan oleh contoh yaitu sebanyak 31.6%, kemudian diikuti oleh durasi pemakaian selama 11-15 tahun sebanyak 26.3%, 16-20 tahun sebanyak 21.1%, >20 tahun sebanyak 10.5%, dan 6-10 tahun sebanyak 10.5%. Hampir semakin lama durasi pemakaian hormon semakin sedikit contoh yang melakukannya. Lama penggunaan hormon pada contoh biasanya sejalan dengan lama menjadi waria. Semakin lama seseorang sudah menjadi waria, maka semakin lama

Dokumen terkait