• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN BODY IMAGE, KEBIASAAN MAKAN, DAN PENGGUNAAN HORMON DENGAN STATUS GIZI PADA WARIA NUNIS RETIA MUSTIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN BODY IMAGE, KEBIASAAN MAKAN, DAN PENGGUNAAN HORMON DENGAN STATUS GIZI PADA WARIA NUNIS RETIA MUSTIKA"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN BODY IMAGE, KEBIASAAN MAKAN, DAN

PENGGUNAAN HORMON DENGAN STATUS GIZI

PADA WARIA

NUNIS RETIA MUSTIKA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Body Image, Kebiasaan Makan, dan Penggunaan Hormon dengan Status Gizi pada Waria adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis ini telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016

Nunis Retia Mustika

(4)
(5)

ABSTRAK

NUNIS RETIA MUSTIKA. Hubungan Body Image, Kebiasaan Makan, dan

Peggunaan Hormon dengan Status Gizi pada Waria. Dibimbing oleh ALI

KHOMSAN.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan body image, kebiasaan makan dan penggunaan hormon dengan status gizi pada waria. Disain penelitian ini cross sectional study dan pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus 2015 menggunakan kuisioner figure rating scale (FRS), multidimensional

body-self relations questionnairre appearance-scale (MBSRQ-AS), body image ideal questionnaire (BIQ), kuesioner kebiasaan makan, dan recall 24 jam. Contoh

berjumlah 32 orang waria dari Komunitas Waria Srikandi Pakuan Kota Bogor. Hasil uji rank Spearman menunjukkan bahwa ada hubungan antara body image ideal yang diinginkan oleh contoh, body image aspek kepuasan bagian tubuh,

body image aspek kategori ukuran tubuh dengan status gizi. Hasil uji korelasi

Pearson menyatakan bahwa ada hubungan antara tingkat kecukupan protein dengan status gizi. Perbedaan persepsi body image pada waria dapat menjadi pemicu pemilihan bentuk tubuh yang lebih kurus dari yang seharusnya dan memicu pengurangan konsumsi makan, sehingga body image waria dapat lebih akurat diukur dengan instrumen Body image disturbance questionnaire dan Body

image transgender scale.

Kata Kunci: body image, kebiasaan makan, hormon, status gizi, waria.

ABSTRACT

NUNIS RETIA MUSTIKA. Correlation of Body Image, Eating Habit, and

Hormone Use with Transgender Nutritional Status. Supervised by ALI

KHOMSAN.

The aim of the study was to analyze correlation between body image, hormon use, and with transgender nutritional status. Design of this study was cross sectional and data was collected from August 2015 using figure rating scale (FRS), multidimensional body-self relations questionnaire appearance-scale (MBSRQ-AS), body image ideal questionnaire (BIQ), food habit questionnaire, and 24 hours recall. Subjects of this study were 32 transgenders from Srikandi Pakuan Transgender Community in Bogor City. The result of Spearman rank analysis showed that there was a correlation between ideal body image, body satisfaction, body size perception with nutritional status, and result of pearson analysis showed that there was correlation between protein adequacy level with nutritional status. Body image difference on transgender could be a trigger to choose thinner body shape than it should be and led transgender to eating restriction, thereby transgender body image could be more accurate measured by body image disturbance questionnaire and body image transgender scale.

(6)
(7)

HUBUNGAN BODY IMAGE, KEBIASAAN MAKAN, DAN

PENGGUNAAN HORMON DENGAN STATUS GIZI

PADA WARIA

NUNIS RETIA MUSTIKA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Penulis panjatkan syukur sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. “Tidak bersyukur kepada Allah, orang yang tidak berterima kasih kepada manusia” (HR. Tirmidzi). Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Abah dan Indung serta seluruh keluarga atas kasih sayangnya dan senantiasa memberi dukungan dalam segala bentuk dan tidak mengenal waktu sekalipun tanpa diminta atas jerih payah yang tidak terbalaskan. 2. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku dosen pembimbing akademik

sekaligus pembimbing skripsi yang telah bersedia memberikan ilmunya, arahan, dan masukan selama proses bimbingan.

3. dr. Karina Rahmadia Ekadwiyani, S. Ked, M.Gizi selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya dan memberikan saran.

4. Mas Adit dan Mak Gaby serta teman-teman transgender dari pihak Srikandi Pakuan yang bersedia meluangkan waktu untuk membantu proses penelitian ini.

5. Teman-teman AJ 7, teman satu kosan Lamban Muli, teman-teman seperjuangan Intan, Siro, Fina, Lulu, Opal, Helmi, Ika, Ka Uti, teman yang membantu dalam keadaan terhimpit Maul, teman hiburan berpetualang Tri dan Zakiah, teman-teman enumerator penelitian Prien, Opi, Galih, Wahyu, teman-teman Pop Ice, Anime, dan seluruh teman yang saling membantu dan menyemangati, teman yang tetap tidak terlupa meski tidak tersebutkan, serta sahabat-sahabat yang menemani cerita perjalanan ini Larradewi, Mino, Eca, Majesty mari mewujudkan cita-cita melanjutkan pendidikan ke Negeri Kincir Angin. 6. Seluruh civitas akademika Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, dan pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyelesaian studi ini.

Sekian yang dihaturkan penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan, maka dengan kerendahan hati penulis mengarapkan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016

(13)
(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Individu dan Lingkungan

Body Image

Figure Rating Scale (FRS)

Multidimensional Body-Self Relations Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS)

Body Image Questionnaire (BIQ)

Penggunaan Hormon Kebiasaan Makan Kebiasaan Merokok Asupan Zat Gizi Status Gizi

Hubungan Body Image dengan Status Gizi

Hubungan body image menurut metode Figure Rating Scale (FRS) dengan status gizi

Hubungan body image menurut metode Multidimensional Body-Self

Relations Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS) dengan

status gizi

Hubungan body image menurut metode Body Image Questionnaire

(BIQ) dengan status gizi

Hubungan kebiasaan makan dengan status gizi Hubungan asupan gizi dengan status gizi

Hubungan penggunaan hormon dengan kepuasan bagian tubuh SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP vi vii vii 1 1 2 3 3 3 5 5 5 6 6 11 12 12 15 15 17 19 19 24 26 27 29 30 30 32 34 35 36 37 39 39 39 40 46 67

(15)

DAFTAR TABEL

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29

Variabel, jenis, dan cara pengumpulan data Jenis dan kategori variabel pengolahan

Skala body image Multidimensional Body-Self Relations

QuestionnaireAppearance Scale (MBSRQ-AS)

Standar subskala body image Multidimensional Body-Self Relations

QuestionnaireAppearance Scale (MBSRQ-AS)

Standar BIQ Psychometrics

Karakteristik dan sosiodemografi contoh Skor Figure Rating Scale Body Image

Sebaran body image menurut metode Figure Rating Scale

Sebaran body image menurut metode Multidimensional Body-Self

Relations Questionnaire-Appearance Scale

Sebaran body image menurut metode Body Image Questionnaire Sebaran contoh berdasarkan penggunaan hormon

Aspek-aspek penggunaan hormone

Persepsi kepuasan terhadap penggunaan hormon

Sebaran contoh berdasarkan frekuensi kebiasaan makan Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan

Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan merokok Asupan zat gizi contoh berdasarkan status gizi Sebaran status gizi contoh

Sebaran tingkat kecukupan gizi contoh

Hubungan status gizi dengan Body Image menurut metode Figure

Rating Scale (bentuk tubuh yang mencerminkan saat ini)

Hubungan indeks massa tubuh berdasarkan Body Image menurut metode Figure Rating Scale (bentuk tubuh ideal yang diinginkan) Hubungan status gizi contoh dengan Body Image menurut metode

Figure Rating Scale (bentuk tubuh yang paling menarik menurut lawan

jenis)

Hubungan status gizi dengan Body Image menurut metode MBRSQ-AS (Kepuasan bagian tubuh)

Hubungan status gizi dengan Body Image menurut metode MBRSQ-AS (Kecemasan menjadi gemuk)

Hubungan indeks massa tubuh dengan Body Image menurut metode

MBRSQ-AS (Kategori ukuran tubuh)

Hubungan status gizi contoh dengan Body Image menurut metode BIQ Hubungan kebiasaan makan dengan indeks massa tubuh

Hubungan indeks massa tubuh berdasarkan Body Image menurut metode Figure Rating Scale (bentuk tubuh ideal yang diinginkan) Hubungan penggunaan hormon dengan kepuasan bagian tubuh

6 7 10 10 11 13 16 16 18 19 20 20 23 24 26 27 28 29 30 31 31 32 32 33 34 34 35 36 38

(16)

DAFTAR GAMBAR

1 2

Kerangka pemikiran penelitian Skala persepsi tubuh metode FRS

4 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 2 3 4 5 6 Informed Consent Kuesioner Penelitian

Frekuensi body image figure rating scale

Skor body image Multidimensional Body-Self Relations

Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS)

Skor Body Image Ideals Questionnaire (BIQ) Hasil Uji Statistik

46 48 60 60 61 64

(17)

Latar Belakang

Media popular dan penelitian ilmiah telah menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan perhatian terhadap persepsi body image dalam beberapa tahun terakhir. Seorang pria yang merasa tidak puas dengan bentuk tubuhnya lebih rentan menghadapi kecemasan pada pola dietnya, depresi, obsesif, merokok, mengonsumsi alkohol, menggunakan narkoba, menurunkan berat badan secara tidak sehat, membatasi konsumsi makanan, dan melakukan olahraga berlebihan. Khususnya pada pria penyuka sesama jenis akan merasa lebih tidak puas dengan bentuk tubuhnya dibandingkan pria heteroseksual (Allensworth-Davies 2008).

Penampilan waria di hadapan publik sebagai ekspresi gender dianggap sangat penting seperti bentuk bokong, paha, payudara, bibir dan wajah yang perlu diubah untuk mencari perhatian laki-laki, salah satunya dengan penggunaan hormon suntik dan silikon yang dianggap sebagai salah satu cara cepat untuk mengubah tampilan ekspresi gender (Hartanti 2012). Ciri-ciri fisik wanita di Indonesia sering kali diklaim dengan memiliki bentuk payudara yang baik, berkulit putih dan halus. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka bereksperimen dengan berbagai hormon kontrasepsi baik pil maupun suntik dan produk pemutih kulit (Idrus 2014).

Sebelum tahun 1970, waria hanya menggunakan cara-cara tradisional untuk mengubah penampilan tubuhnya agar menyerupai perempuan seperti memakai

padding pada pakaian yang dikenakannya, tetapi saat ini tersedia cara yang lebih

permanen untuk mengubah tampilan tubuhnya (Sanabria 2013) seperti mengonsumsi dan menginjeksikan hormon wanita dan suntik silikon, di mana keduanya mengandung bahan-bahan yang berpotensi membahayakan, serta kasus yang jarang terjadi seperti operasi ganti kelamin (Boellstorff 2007).

Di Thailand sebanyak 88.6% dari 474 contoh transgender menggunakan hormon, di mana 25.9% menggunakan hormon oral, 24.9% hormon injeksi, dan 49.2% keduanya (Guadamuz et al 2011). Sebagian besar transgender menemukan sendiri dosis pemakaian yang pas untuk dirinya, sementara jika hasil terapi hormon tersebut berhasil, mereka terus mengembangkan strategi dosis dan frekuensi pemakaiannya untuk meminimalkan efek samping yang terjadi (Idrus 2014).

Penggunaan terapi hormon tanpa resep dokter telah meluas. Dilaporkan oleh lembaga spektrum gender 58% di Washington DC, hampir 60% di Virginia, 71% di Chicago, 43% di Ontario transgender melakukan terapi hormon tanpa resep dokter, serta dilaporkan memperoleh hormon dari sumber nonmedis seperti dari teman, relasi, orang asing, online shop, herbal, dan suplemen. Temuan kolektif pengguna hormon tanpa resep dokter ini meresahkan karena ada kemungkinan terjadi peningkatan risiko masalah kesehatan yang dihasilkan dari dosis yang tidak tepat dan kurangnya pengawasan (Rotondi 2013).

Risiko yang dikhawatirkan adalah masalah kesuburan (Guy 2013) dan perubahan status gizi akibat penggunaan hormon pada waria. Di era peningkatan tingkat obesitas saat ini, waria dengan status gizi obes tanpa menggunakan terapi hormon secara otomatis dapat menurunkan kadar androgen dan meningkatkan

(18)

kadar estrogen di dalam tubuhnya, sehingga dapat menimbulkan risiko kesehatan, salah satunya adalah hipogonadism. Hal tersebut dapat lebih meningkatkan risiko status gizi dan kesehatan waria jika menggunakan terapi hormon. (Ayanian dan Irwig 2013). Status kesehatan waria sangat rentan dari penyebaran penyakit infeksi melalui hubungan seksual. Seorang homoseksual yang memiliki body

image obes berpeluang lebih tinggi untuk melakukan hubungan seksual yang tidak

aman, terutama pada homoseksual yang tidak memiliki pasangan tetap. Hal tersebut menunjukkan bahwa pentingnya pemahaman mengenai body image pada kaum gay dan transgender (Allensworth-Davies 2008).

Selain penyakit infeksi, asupan makan dapat secara langsung memengaruhi status gizi. Sebuah penelitian case-report pada seorang transgender berusia 25 tahun mengalami masalah dengan kebiasaan makan dan diawali dengan pengalaman bulimia nervosa sejak remaja. Pasien tersebut menyebutkan bahwa ada hubungan erat antara masalah transgender dengan pemeliharaan tubuh dan tujuan mempertahankan bentuk tubuh feminin seperti seorang perempuan (Surgenor dan Fear 1998). Kehadiran transgender ini memberikan kesempatan unik untuk meneliti hubungan antara identitas gender dengan tanda-tanda gangguan kebiasaan makan serta efek terhadap status gizinya.

Berdasarkan fakta tersebut pada orang dengan gender indentity disorder mengalami pergeseran persepsi body image seperti tubuh perempuan di mana perubahannya dibantu oleh terapi hormon yang dapat berdampak pada status gizi yang dalam hal ini diukur dengan indeks massa tubuh, selain itu akibat dari kebiasaan makan dan asupan gizi. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian yang berfokus pada hubungan body image, kebiasaan makan, dan penggunaan hormon, dengan status gizi pada waria.

Perumusan Masalah

Terdapat beberapa gejala yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu mengenai perilaku makan waria yang dapat dipengaruhi oleh body image seperti tubuh ideal wanita yang kurus, sehingga menyebabkan asupan makan menjadi lebih rendah dibanding kebutuhan fisik seorang laki-laki. Keinginan membuat tampilan seperti tubuh ideal wanita dan untuk menekan pertumbuhan ciri-ciri fisik seorang laki-laki dapat dilakukan dengan terapi hormon estrogen yang dapat menekan hormon yang ada pada laki-laki seperti hormon androgen.

Penggunaan hormon merupakan salah satu alternatif yang lebih murah dibandingkan dengan suntik silikon, penggunaan hormon bisa melalui oral ataupun suntik, tetapi dapat menimbulkan masalah lain yaitu kegemukan atau peningkatan berat badan yang secara otomatis terjadi tanpa asupan makan yang berlebih karena pengaturan hormon di dalam tubuh yang berubah, hal ini menjadi berkebalikan dengan asupan makan yang dikurangi tetapi ada kemungkinan dapat meningkatkan status gizi yang diukur dengan indeks masa tubuh.

(19)

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan body

image, kebiasaan makan dan penggunaan hormon dengan status gizi pada waria.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain :

1. Menguraikan karakteristik individu dan lingkungan waria. 2. Menguraikan body image dan kebiasaan makan waria. 3. Mengidentifikasi penggunaan hormon dan status gizi waria. 4. Menganalisis hubungan body image dengan status gizi pada waria. 5. Menganalisis hubungan kebiasaan makan dengan status gizi pada waria. 6. Menganalisis hubungan penggunaan hormon dengan kepuasan bentuk tubuh

pada body image waria.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi komunitas waria agar dapat meningkatkan status gizi dan kesehatannya, terutama mengenai body image, kebiasaan makan, dan penggunaan hormon. Kaitannya hal ini dapat bermanfaat untuk memperbaiki pengaturan pola makan karena efek dari penggunaan hormon dan persepsi body image khususnya pada waria dan lingkungannya, dikarenakan selama ini waria menjadi kaum terpinggirkan, sehingga status gizi dan kesehatan waria diharapkan mendapat perhatian lebih baik lagi tanpa harus melihat status gendernya.

KERANGKA PEMIKIRAN

Proses pencarian identitas diri memiliki banyak peluang terjadinya kegagalan atau kesalahan saat mempersepsikannya, dapat disebabkan oleh banyak hal. Pencarian jati diri dimulai sejak usia dini dan dipengaruhi oleh orang tua serta lingkungan, pengalaman masa kecil dapat menjadi pemicu kesalahan mempersepsikan identitas diri pada saat dewasa kelak. Proses kesalahan menerjemahkan identitas diri (gender identity disorder) tersebut dapat mengakibatkan timbulnya perasaan seseorang merasa berada di dalam tubuh yang salah dan berlawanan dengan jenis kelamin yang ada pada tubuhnya (Lemma 2013).

Ketika identitas gender seseorang tidak cocok dengan jenis kelamin yang ada pada tubuhnya pada saat lahir, maka hal itu yang sering menyebabkan keinginan kuat untuk menjadi seseorang dengan tubuh yang lain berlawanan dengan jenis kelaminnya (Zucker 2015). Dalam hal ini seorang transgender laki-laki menjadi wanita menginginkan tubuh seperti seorang wanita, di dalam

(20)

benaknya tubuh ideal yang harus dibentuk adalah tubuh seorang wanita yang feminin, sehingga dapat dikatakan bahwa persepsi body image yang dimilikinya seperti perempuan.

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Untuk membentuk tubuhnya seperti perempuan, banyak transgender melakukan terapi hormon sebagai salah satu cara cepat untuk mengubah tampilan ekspresi gender (Hartanti 2012). Pada gambar 1 ditunjukkan hormon seks ikut terlibat dalam pembentukan organ reproduksi dan juga membentuk perkembangan persepsi seksual di dalam otak, sehingga terapi hormon yang digunakan oleh

transgender seringkali mempengaruhi bentuk tubuh dan persepsi seksual

seseorang (Pol et al 2006).

Body image merupakan suatu konsep individu tentang mengenai

penampilan fisiknya, setiap orang mempunyai penilaian pribadi terhadap bentuk tubuhnya. Gambaran seseorang tentang bentuk tubuhnya dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh aktualnya dan perasaan serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh ideal seperti yang diinginkannya. Apabila harapan tersebut tidak sesuai dengan kondisi tubuh aktualnya, maka hal tersebut dianggap sebagai body

image negatif (Germov dan Williams 2004).

Anatomi tubuh dan gender yang diinginkannya berbeda menjadi penyebab seorang transgender mengevaluasi persepsi tubuh mereka sendiri lebih negatif dari pada individu non-transgender. Persepsi body image negatif cenderung berrisiko untuk mengalami kebiasaan makan yang salah (eating disorder).

Keterangan :

Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti Hubungan yang dianalisis Hubungan yang tidak dianalisis

Gangguan Penentuan Identitas Jenis Kelamin

Persepsi Bentuk Tubuh

Kebiasaan Makan Gangguan Makan

Aktifitas Fisik Penggunaan Hormon

Penyakit Infeksi Status Gizi

(21)

Kebiasaan makan yang salah tersebut adalah strategi untuk mengubah bentuk tubuhnya, biasanya agar terlihat lebih langsing (Vocks et al 2009).

Kebiasaan makan transgender untuk membuat tubuhnya semakin kurus bisa dilakukan dengan membatasi asupan kalori sampai sangat sedikit, hampir 500 kkal per hari dan melakukan olahraga selama 2 jam per hari dengan tujuan untuk menurunkan berat badan (Murray 2013). Hal tersebut berrisiko pada status gizinya, tetapi terkadang penggunaan terapi hormon feminisasi membuat bias status gizi karena adanya kemungkinan memberikan efek peningkatan berat badan.

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu

Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari korelasi antara faktor risiko dan efek yang dikumpulkan datanya melalui pendekatan, observasi, dan pengumpulan data yang dilakukan dalam waktu yang bersamaan (point time approach) (Notoatmodjo 2010). Penelitian ini merupakan penelitian lapang yang dilakukan pada komunitas waria Srikandi Pakuan Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Subjek dan tempat penelitian dilakukan secara purposive sampling. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Subyek penelitian ini adalah waria dewasa berusia 18-60 tahun. Penarikan contoh dilakukan secara purposive sampling yaitu pengambilan contoh non

probability sampling atau tidak didasarkan atas kemungkinan yang dapat

diperhitungkan tetapi berdasarkan pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan sifat-sifat populasi yang diketahui sebelumnya (Notoatmodjo 2010). Contoh merupakan anggota komunitas Waria Srikandi Pakuan Kota Bogor, dengan kriteria inklusi: 1) Contoh tidak atau belum melakukan operasi penggantian alat kelamin. 2) Contoh tidak sedang dalam keadaan sakit dan contoh bukan merupakan orang dengan HIV AIDS (ODHA) dengan tujuan tidak ada bias penurunan status gizi pada saat pengukuran status gizi. 3) Bersedia untuk dijadikan contoh dan dapat diwawancarai. Setelah didapatkan contoh dengan kriteria yang diinginkan, maka jumlah contoh ditentukan dengan menggunakan rumus Lemeshow (Lemeshow 1990) sebagai berikut :

𝑛 = 𝑧1− 𝛼 2 2 𝑝(1 − 𝑝) 𝑑2 𝑛 = 1.96 2 0.202(1 − 0.202) 0.052 𝑛 = 31

(22)

Keterangan:

n = jumlah contoh minimal yang diperlukan z1-α/2 = derajat kepercayaan 95% (1.96)

p = proporsi waria underweight 2.02% (Vilas 2014) q = 1-p = proporsi waria non underweight (97.98%) d = batas kesalahan pengambilan contoh (5%)

Jumlah contoh minimal yang harus diambil dari seluruh populasi adalah 31 orang waria dengan kriteria yang sudah ditentukan.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer. Data primer diperoleh melalui kuesioner dan pengukuran langsung pada subjek. Data primer meliputi karakteristik individu (nama, usia, suku, pekerjaan) dan sosiodemografi, body

image, asupan gizi sehari recall 1x24 jam dan kebiasaan makan, status gizi (terdiri

atas tinggi badan dan berat badan), dan riwayat penggunaan hormon. Adapun variabel, jenis data, dan cara pengumpulannya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Variabel, jenis, dan cara pengumpulan data

No Variabel Jenis Data Cara Pengumpulan Data 1 Karateristik Subjek dan sosiodemografi  Identitas  Usia  Suku  Pekerjaan  Pendidikan  Status pasangan  Orientasi seks

Primer Self-administered questionnaire

2 Status Gizi (IMT)  Berat badan (kg)  Tinggi badan (cm)

Primer Pengukuran berat badan menggunakan timbangan injak digital, tinggi badan menggunakan microtoise.

3 Body Image Primer a) Figure Rating Scale (FRS) b) The Multidemensional Body-Self

Relations Questionnaire(MBSRQ-AS)

c) Body Image Ideals Questionnaire

(BIQ)

4 Kebiasaan makan Primer Wawancara dengan formulir recall 1x24 jam dan kuesiner kebiasaan makan 5 Penggunaan Hormon Primer Self-administered questionnaire

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan proram computer

Microsoft Excel dan Statistical Programm for Social Science (SPSS). Proses

pengolahan meliputi penyuntingan data (editing), pemberian kode (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis. Penggunaan

(23)

analisis statistik deskriptif untuk menggambarkan variabel yang diteliti dari hasil kuesioner. Pengolahan data uji hubungan menggunakan SPSS for Windows 16.0. Analisis statistik yang digunakan adalah uji korelasi Spearman dan Pearson. Berikut disajikan jenis dan kategori variabel pengolahan data pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis dan kategori variabel pengolahan

Data Kategori Sumber

Usia 16 – 18 tahun 19 – 29 tahun 30 – 49 tahun 50 – 64 tahun AKG 2013 Pekerjaan Karyawan Wiraswasta Lainnya Pendidikan SD SMP SMA Diploma Status Pasangan Single

Not single

Orientasi Seks Sesama jenis Lainnya

Kebiasaan Makan < 52.78 (kurang) 52.78 – 72.22 (cukup) > 72.22 (baik)

Slamet 1993

Status Gizi (IMT) < 17.0 (sangat kurus) < 18.5 (underweight) 18.5-24.9 (normal) ≥ 25.0 (overweight) ≥ 30.0 (obes)

WHO 2010

Tingkat Kecukupan Gizi < 80% AKG (Kurang) 80-110% AKG (Baik) >110% AKG (Lebih)

Sukirman et al 2004

Body Image (FRS) 1 (persepsi negatif) 2 (persepsi positif)

Stunkard 1983

Body Image (MBSRQ-AS) 1 (skor rendah = persepsi negatif) 2 (rentang normal)

3 (skor tinggi = persepsi positif)

Cash 1990

Body Image (BIQ) 1 (skor rendah = persepsi negatif) 2 (rentang normal)

3 (skor tinggi = persepsi positif)

Cash 1995

Data karakteristik dan sosiodemografi subjek berupa usia, pekerjaan,

pendidikan, status pasangan, dan orientasi seks dianalisis secara deskriptif.

Kebiasaan makan diukur dengan kuisioner kebiasaan makan meliputi

frekuensi makan, kebiasaan makan sayur, buah, susu, kopi, makanan pantangan, suplemen, dan kebiasaan merokok.

Tingkat kecukupan gizi dan energi diukur dari hasil wawancara dengan

formulir recall 1x24 jam untuk mengukur asupan makan contoh selama 24 jam terakhir. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi diperoleh dengan cara

(24)

membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan angka kecukupannya. Menurut Supariasa et al (2002), tingkat kecukupan gizi contoh dihitung dengan rumus sebagai berikut :

TKGi = (Ki/AKGi) x 100%

Keterangan :

TKGI = tingkat kecukupan energi atau zat gizi contoh

Ki = konsumsi energi atau zat gizi contoh

AKGI = angka kecukupan energi atau zat gizi contoh

Contoh yang memiliki status gizi lebih atau kurang menggunakan AKG 2013 berdasarkan usia dan jenis kelamin, sedangkan pada contoh dengan status gizi normal, AKG yang digunakan adalah AKG berdasarkan berat badan aktual. Cara menentukan AKG aktual yang digunakan adalah sebagai berikut :

AKG Aktual = (BB Aktual/BB Ideal) x AKG Ideal

Keterangan :

BB Aktual = berat badan berdasarkan hasil pengukuran

BB Ideal = berat badan ideal menurut umur berdasarkan AKG 2013

AKG Ideal = angka kecukupan gizi menurut umur berdasarkan AKG 2013

Tingkat kecukupan gizi contoh menurut Sukirman et al dalam WNPG 2004 dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu baik (80-110% AKG), kurang (<80% AKG), dan lebih (>100% AKG).

Status gizi contoh ditentukan dengan indeks massa tubuh (IMT). IMT

dihitung denga membandingkan berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (m2), kemudian IMT dibandingkan dengan kategori yang ditentukan oleh WHO (2010). Cara menentukan IMT menggunakan rumus sebagai berikut :

𝑰𝑴𝑻 =𝑩𝑩 (𝒌𝒈)

𝑻𝑩 (𝒎)𝟐 Keterangan :

IMT = indeks massa tubuh

BB = berat badan dalam satuan kg TB = tinggi badan dalam satuan m

Terapi hormon diolah secara deskriptif berdasarkan hormon yang

digunakan oleh subjek, baik dari segi kandungan di dalam abat-obatan yang dikonsumsi secara oral maupun injeksi, frekuensi penggunaan terapi hormon serta durasi pengunaan terapi hormon sejak pertama kali sampai waktu penggunaan terkini.

Figure Rating Scale (FRS) Test) merupakan metode penilaian persepsi

tubuh yang dikembangkan oleh (Stunkard et al. 1983) dengan menggunakan skema gambar (siluet) yang memiliki interval dari sangat kurus dengan skor 1 sampai sangat gemuk dengan skor 9. Persepsi tubuh ideal dianalisis dengan beberapa pertanyaan (memilih sesuai dengan gambar) misalnya meliputi: pengertian tubuh aktual, tubuh ideal, tubuh kurus, tubuh gemuk, tubuh paling menarik bagi diri sendiri, tubuh sehat, tubuh tidak sehat, tubuh yang diharapkan keluarga, tubuh yang diharapkan teman, tubuh yang diharapkandiri sendiri, dan tubuh paling menarik bagi lawan jenis.

(25)

Data diolah berdasarkan nilai median, kemudian di deskripsikan satupersatu sesuai dengan jawaban subjek.Persepsi subjek terhadap tubuh ideal,dibagi menjadi dua, yaitu persepsi tubuh ideal positif dan persepsi tubuh idealnegatif. Persepsi tubuh positif, jika status gizi sama dengan hasil persepsi subjekterhadap tubuh ideal. Persepsi tubuh ideal negatif, jika status gizi tidak sama dengan hasil persepsi subjek terhadap tubuh ideal. Di bawah ini merupakan gambar dari persepsi tubuh yang disajikan dalam kuesioner.

Gambar 2 Skala pesepsi tubuh metode FRS

Multidimensional Body-Self Relations Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS) merupakan self-report inventory yang terdiri dari 34 butir

pertanyaan multidimensi yang digunakan untuk menilai aspek perilaku body

image (Cash & Pruzinsky 1990). Instrumen ini digunakan pada orang dewasa dan

remaja diatas 15 tahun untuk mengukur komponen evaluatif, kognitif, perilaku

body image yang berhubungan dengan 3 area tubuh (somatic domains) yaitu

penampilan (appearance), kebugaran (fitness), dan tingkat kesehatan/sakit (health/illness) (Seawell & Danorf-Burg 2005). Berdasarkan ketiga area tersebut terbagi menjadi 5 subskala yaitu appearance evaluation, appearance orientation,

body areas satisfaction scale (BASS), overweight preoccupation scale dan selfclassified weight scale.

Skala gambaran tubuh disusun berdasarkan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengungkap dimensi appearance evaluation (evaluasi penampilan), appearance orientation (orientasi penampilan), overweight

preoccupation (kecemasan menjadi gemuk), body area satisfaction (kepuasan

terhadap bagian tubuh) dan self-classified weight (pengkategorian ukuran tubuh). Skala Likert terdiri dari dua kategori butir pertanyaan, yaitu butir favorable (mendukung konstruk yang hendak diukur) dan butir unfavorable (tidak mendukung konstruk yang hendak diukur), dan menyediakan lima alternatif jawaban yang terdiri dari Sangat Tidak Sesuai (1), Tidak Sesuai (2), Netral (3), Sesuai (4), dan Sangat Sesuai (5). Nilai pada setiap pilihan berada pada rentang 1- 5. Bobot penilaian untuk setiap respon subjek pada pernyataan favorable yaitu Sangat Tidak Sesuai=1, Tidak Sesuai=2, Netral=3, Sesuai=4, Sangat Sesuai=5. Bobot penilaian untuk setiap respon sampel pada pernyataan unfavorable yaitu Sangat Tidak Sesuai =5, Tidak Sesuai=4, Netral=3, Sesuai=2, Sangat Sesuai=1 (Lampiran 3).

(26)

Penyusunan alat ukur ini untuk lebih jelasnya dijabarkan dalam bentuk

blue print pada tabel berikut ini:

Tabel 3 Skala body image Multidimensional Body-Self Relations

QuestionnaireAppearance Scale (MBSRQ-AS)

No Aspek/Dimensi Gambaran

Tubuh

Butir Pertanyaan Jumlah

(%) F UF 1. Evaluasi penampilan 3, 5, 9, 12, 15 18, 19 7 (20.6%) 2. Orientasi penampilan 1, 2, 6, 7, 10, 13, 17, 21 11, 14, 16, 20 12 (35.3%) 3. Kepuasan terhadap bagian

tubuh

26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34

9 (26.5%)

4. Kecemasan menjadi gemuk 4, 8, 22, 23 4 (11.8%)

5. Pengkategorian ukuran

tubuh

24, 25 2 (5.8%)

Total 28 (82.4%) 6 (17.6%) 34

(100%)

Catatan: F (butir favorable), UF (butir unfavorable)

Dari setiap karakteristik akan diturunkan sejumlah butir dimana dari setiap butir akan diperoleh skor total. Kemudian skor total tersebut dikategorikan menjadi 3, yaitu negatif (Mean-SD), normal dan positif (Mean+SD). Berikut data standar untuk subskala MBSRQ-AS pada Tabel 5 merupakan data rentang skor MBSRQ-AS.

Tabel 4 Standar subskala body image Multidimensional Body-Self Relations

QuestionnaireAppearance Scale (MBSRQ-AS)

No Aspek/Dimensi Gambaran Tubuh Rata-rata SD Rentang skor normal 1. Evaluasi penampilan 3.34 1.15 20.31 – 26.51 2. Orientasi penampilan 3.44 1.46 36.48 – 46.15 3. Kepuasan terhadap bagian tubuh 3.38 1.23 24.82 –36.09 4. Kecemasan menjadi gemuk 2.77 1.38 8.39 – 13.80 5. Pengkategorian ukuran tubuh 3.05 1.24 3.68 – 8.51

Body Image Ideals Questionnaire (BIQ) merupakan suatu metode yang

terdiri dari 22 butir pertanyaan dan dikembangkan untuk menyediakan suatu penilaian evaluatif persepsi tubuh. BIQ berasal dari kerangka teori perbedaan diri (self-discrepancy). Berdasarkan penelitian yang masih ada, instrumen BIQ terdiri dari 10 karakteristik fisik : tinggi badan (height), warna kulit (skin complexion), tekstur dan ketebalan rambut (hair texture and thickness), ciri wajah (facial

features), tonus otot dan definisi (muscle tone and definition), proporsi tubuh

(body proportions), berat badan (weight), ukuran dada (chest or breast), kekuatan fisik (physical strength), dan koordinasi fisik (physical coordination) (Cash & Szmanski 1995).

Dalam metode BIQ, untuk setiap atribut diminta untuk memikirkan tentang bagaimana sebenarnya keadaan mereka dan kemudian apa yang

(27)

diharapkan. Pertama pada Bagian A digunakan untuk menilai sejauh mana mereka menyerupai atau cocok terhadap ideal fisik pribadi (personal physical ideal) dengan skala respon 0 = ”tepat seperti saya (exactly as I am), ” 1 = “hampir seperti saya (almost as I am), “ 2 = cukup seperti saya (fairly unlike me),” 3 = sangat tidak seperti saya (very unlike me)”. Kemudian pada Bagian B digunakan untuk menunjukkan betapa pentingnya untuk mewujudkan ideal fisik masing-masing, dengan skala respon 0 = ”tidak penting (not important), ” 1 = “agak penting (somewhat important), “ 2 = cukup penting (moderately important),” 3 = sangat penting (very important)”.

Sebelum melakukan pengolahan, data pada discrepancy rating (Part A) di kode ulang (recode) dari 0 menjadi -1. Total skor diperoleh dari pengolahan 22 butir pernyataan dengan cara mengalikan rata-rata (mean) dari setiap butir

discrepancy rating (Part A) X important ratings (Part B), kemudian skor total

tersebut dikategorisasikan menjadi 3, yaitu negatif (Mean-SD), normal dan positif (Mean+SD). Berikut data standar pada Tabel 5 merupakan data rentang skor untuk BIQ Psychometrics.

Tabel 5 Standar BIQ Psychometrics

BIQ Psychometrics Rata-rata SD Rentang skor normal

Standar 2.77 3.48 -0.71 – 6.25

Definisi Operasional

Waria adalah individu berjenis kelamin laki-laki yang merasa identitas

kelaminnya berbeda dengan jenis kelamin yang dimilikinya secara fisik, tidak atau belum melakukan operasi penggantian alat kelamin, berusia 16 – 64 tahun.

Body image adalah persepsi subjek seseorang terhadap keadaan tubuh yang

diukur/ditentukan dengan metode FRS, MBSRQ-AS, dan BIQ.

Body image normal artinya subjek mempercayai bahwa karakteristik fisik yang

mereka miliki sudah sesuai dengan fisik ideal yang mereka inginkan sehingga menerima apa adanya keadaan/kondisi tubuh.

Body image FRS adalah pendapat subjek mengenai body image pada tubuhnya

sendiri. Persepsi dibagi dua yaitu persepsi positif jika body image aktual subjek sama dengan status gizi atau persepsi negatif jika berbeda.

Body image MBSRQ–AS

a. Appearance Evaluation (evaluasi penampilan). Skor tinggi (persepsi positif) menunjukan perasaan puas terhadap penampilannya menarik dan memuaskan, sedangkan skor rendah (persepsi negatif) menunjukan ketidakbahagiaan terhadap penampilan fisiknya.

b. Appearance Orientation (orientasi penampilan). Skor yang tinggi (persepsi positif) menempatkan lebih penting pada bagaimana mereka terlihat, memerhatikan penampilan mereka dan terlibat dalam perilaku perawatan ekstensif. Skor rendah (persepsi negatif) menunjukan persepsi negatif artinya sifat yang apatis terhadap penampilan mereka, penampilan tidak

(28)

terlalu penting, mereka tidak menghabiskan banyak usaha agar mereka terlihat menarik.

c. Body Area Satisfication Scale (kepuasan terhadap bagian tubuh). Skor tinggi (persepsi positif) menunjukan kepuasan dengan sebagian besar bagian tubuh mereka. Skor rendah (persepsi negatif) mengindikasikan ketidaksukaan terhadap ukuran atau penampilan dari beberapa bagian tubuh mereka.

d. Overweight Preoccupation Scale (kecemasan menjadi gemuk). Skor tinggi (persepsi positif) mengindikasikan kecemasan terhadap kegemukan, kewaspadaan individu terhadap berat badan, kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola makan dan sebaliknya skor rendah (persepsi negatif).

e. Self-Classified Weight Scale (pengkategorian ukuran tubuh) . Skor tinggi (persepsi positif) menunjukan individu mempersepsi dan menilai berat badannya semakin gemuk, sedangkan skor rendah (persepsi negatif) menunjukan individu mempersepsi dan menilai berat badannya semakin kurus.

Persepsi tubuh BIQ adalah skor tinggi (persepsi positif) menunjukan adanya

perbedaan yang kecil antara bentuk tubuh aktual dan ideal dan sebaliknya skor rendah (persepsi negatif) menunjukan adanya perbedaan yang besar antara bentuk tubuh aktual dan ideal.

Kebiasaan makan adalah cara memilih dan mengonsumsi pangan meliputi frekuensi makan sehari, kebiasaan mengonsumsi makanan jajanan, dan jenis pangan yang dikonsumsi selama 24 jam yang lalu.

Terapi hormon adalah penggunaan hormon feminisasi baik dikonsumsi secara

oral maupun injeksi, seperti obat-obatan yang mengandung hormon estrogen, progesterone, dan anti-androgen serta obat-obatan sejenis.

Status gizi adalah keadaan tubuh berdasarkan pengukuran berat badan dan tinggi

badan, ditentukan dengan indeks massa tubuh (IMT).

Karakteristik dan sosiodemografi subjek adalah gambaran keadaan subjek

meliputi data identitas, usia, suku, pekerjaan, pendidikan, status pasangan, dan orientasi seks.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Individu dan Lingkungan

Contoh penelitian ini merupakan transgender atau waria yang merupakan anggota Komunitas Waria Srikandi Pakuan, Kota Bogor. Di Indonesia, masyarakat transgender laki-laki menjadi perempuan sering disebut dengan waria. Seluruh contoh merupakan waria yang tidak atau belum melakukan operasi penggantian alat seksual, oleh karena itu contoh termasuk ke dalam kaum

transgender. Gender merujuk kepada karakteristik sosial sebagai seorang laki-laki

(29)

seseorang terlahir sebagai perempuan atau laki-laki. Sex merujuk kepada jenis kelamin seseorang laki-laki atau perempuan. Maka laki-laki adalah seseorang berjenis kelamin laki-laki dan memiliki peran sosial maskulin, sedangkan perempuan adalah seseorang berjenis kelamin wanita dan memiliki peran sosial feminin (Nobelius 2004). Transgender adalah sebutan untuk menjelaskan seseorang yang secara terus menerus merasa tidak nyaman dan kesulitan untuk menerima jenis kelamin pada saat lahir. Secara anatomi terlahir dengan jenis kelamin tertentu tetapi menjalankan kehidupan sebagai seseorang yang memiliki jenis kelamin yang sebaliknya (Clements-Nolle 2001).

Waria merupakan sebutan untuk transgender laki-laki menjadi perempuan. Waria tidak sama dengan seorang perempuan yang feminine, waria bercita-cita untuk menjadi „seperti‟ perempuan tetapi tidak ingin menjadi perempuan. Waria membawakan dirinya seperti layaknya perempuan, bersolek, memakai pakaian perempuan, mencukur bulu kaki, dan menata rambut dengan tujuan untuk menutupi ciri-ciri kelaki-lakiannya. Pada praktik yang lebih jauh waria menggunakan obat-obatan kimia yang mengandung anti hormon seksualnya untuk membantu perubahan bentuk tubuhnya (Idrus 2014). Waria atau laki-laki yang mengidentitaskan diri sebagai wanita tersebut biasanya menggunakan hormon estrogen untuk membentuk karakteristik seks sekunder seperti perempuan (Deutsch 2015). Sebagian waria yang dijadikan contoh menggunakan hormon tersebut dan sebagian lagi tidak menggunakan hormon. Jumlah waria yang dijadikan contoh adalah 32 orang yang dilakukan di beberapa lokasi tempat tinggal contoh sekitar kota Bogor. Karakteristik dan sosiodemografi contoh disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 6 Karakteristik dan sosiodemografi contoh

Karakteristik dan sosiodemografi Total

N % Kelompok umur 16-18 tahun 1 3.1 19-29 tahun 5 15.6 30-49 tahun 19 59.4 50-64 tahun 7 21.9 Total 32 100.0 Pendidikan terakhir SD 9 28.1 SMP 13 40.6 SMA 9 28.1 Diploma 1 3.1 Total 32 100.0 Status pasangan Single 23 71.9 Not Single 9 28.1 Total 32 100.0 Pekerjaan Karyawan 2 6.3 Wirausaha salon 19 59.4 Lainnya 11 34.4 Total 32 100.0

(30)

Tabel 6 (Lanjutan) Karakteristik dan sosiodemografi contoh

Karakteristik dan sosiodemografi Total

N %

Orientasi seksual

Sesama jenis 31 96.9

Lainnya 1 3.1

Total 32 100.0

Rentang usia contoh cukup besar yaitu dari 18 – 58 tahun. Kelompok umur dengan jumlah contoh terbanyak adalah pada usia 20 – 49 tahun sebanyak 59.4% dari total contoh, dan contoh paling sedikit adalah pada kelompok umur 16 – 18 tahun yaitu sebanyak 3.1%. Dari 32 orang waria yang dijadikan contoh, 19 orang diantaranya menggunakan hormon dan 13 lainnya tidak menggunakan hormon. Tidak ada waria yang menggunakan hormon pada kelompok usia 16 – 18 tahun, hal ini disebabkan mereka sudah mendapat pengetahuan mengenai penggunaan hormon pada waria. Hanya ada 2 orang yang tidak menggunakan hormon pada kelompok usia 50 – 64 tahun. Artinya semakin tua semakin banyak contoh yang menggunakan hormon. Hanya saja jumlah contoh pada kelompok lansia tersebut semakin sedikit.

Contoh terbanyak berasal dari suku Sunda yaitu sebanyak 24 orang (75%) karena penelitian dilakukan di daerah Bogor, Jawa Barat. Sebanyak 6 orang lainnya (25%) berasal dari bermacam-macam suku yaitu Jawa, Betawi, Batak, dan lain-lain. Tingkat pendidikan contoh paling banyak adalah pada strata Sekolah Menengah Pertama dengan jumlah 13 orang (40.6%), kemudian contoh yang mengenyam pendidikan sampai SD dan SMA masing-masing sebanyak 9 orang (28.1%), hanya ada 1 orang yang menyelesaikan pendidikan sampai perguruan tinggi dengan tingkat Diploma yaitu 3.1% dari total contoh.

Latar belakang pendidikan contoh tergambar oleh pekerjaan contoh. Sebagian besar pekerjaan contoh adalah wirausaha di bidang salon dan tata rias yaitu 19 orang (59.4%). Baik itu sebagai penata rambut, designer, make up artist dan lain-lain yang berhubungan dengan estetika. Contoh kebanyakan menyatakan keahliannya dalam melakukan tata rias bukan dari kursus atau pendidikan tata rias tetapi sudah menjadi bakat sejak kecil walaupun tidak semua keahlian tersebut didapat dari bakat tetapi dari hasil berbagi ilmu antara waria senior dan junior. Bakat tersebut merupakan salah satu hal yang mendasari contoh untuk menjadi transgender. Sebanyak 34.4% dari total contoh mengaku pekerjaan lainnya, beberapa menyatakan pekerjaannya adalah pekerja seks, ada pun yang menyatakan sebagai buruh cuci baju, dan lainnya tidak menyebutkan pekerjaannya. Hanya ada 2 orang (6.3%) yang mengaku pekerjaannya sebagai karyawan.

Pekerjaan contoh yang telah disebutkan menghasilkan materi yang tidak tetap, sehingga bergantung kepada pelanggan yang menggunakan jasa contoh. Penghasilan yang tidak tetap tersebut belum cukup untuk dapat digunakan untuk operasi mengganti alat seksual, sehingga contoh berada pada posisi masalah

transsexual yang diartikan sebagai masalah identitas jenis kelamin, kesadaran

mental yang dimiliki individu mengenai jenis kelaminnya laki-laki atau perempuan. Identitas jenis kelamin yang dimiliki oleh transsexual berlawanan dengan jenis kelamin yang terdapat pada organ genital fisiknya (Yash 2005). Secara sederhana transexxual adalah individu yang identitas gender dan anatomi

(31)

seksualnya tidak cocok dengan jiwanya, sehingga contoh merasa terjebak dalam tubuh dan anatomi seksual yang salah (Devault dan Lyarber 2005). Sebagai waria, untuk dapat diterima sebagai anggota dengan jenis kelamin yang berbeda dari jenis kelamin yang dimilikinya secara fisik (Lumbatobing 2011) contoh hanya dapat mengatasi hal tersebut dengan melakukan penggunaan hormon dan perawatan tubuh.

Hampir semua contoh (96.9%) memiliki orientasi seksual sesama jenis. Meskipun contoh tidak melakukan operasi penggantian alat seksual, tetapi sebanyak 9 orang (28.1%) dari contoh memiliki pasangan (not single) baik itu dengan status pernikahan atau pun tidak. Bahkan salah satu contoh tidak hanya memiliki satu orang pasangan saja. Contoh yang melakukan penggunaan hormon cenderung lebih khawatir dengan penampilan, tetapi hal tersebut tidak ada kaitannya dengan status pasangan apakah contoh yang menggunakan hormon menjadi lebih menarik kemudian memiliki pasangan atau tidak.

Body Image

Body image meliputi persepsi, imajinasi, emosi dan sensasi fisik seseorang

dari dan terhadap tubuhnya. Hal ini tidak bersifat statis, melainkan akan senantiasa berubah, terutama dipengaruhi oleh suasana hati, lingkungan dan pengalaman fisik. Hal ini tidak dibawa sejak lahir melainkan diperoleh dari proses belajar. Proses belajar ini terjadi di keluarga dan di lingkungan teman sebaya (Lightstone 2002).

Body image pada umumnya dialami oleh mereka yang menganggap bahwa

penampilan adalah faktor yang paling penting dalam kehidupan. Mereka beranggapan bahwa tubuh yang kurus dan langsing adalah yang ideal bagi wanita, sedangkan tubuh yang kekar dan berotot adalah yang ideal bagi pria (Germov &

Williams 2004). Individu transgender dapat mengalami pengalaman

ketidakpuasan pada bentuk tubuh dan perhatian yang berlebihan pada penampilan (Surgenor dan Fear 1998), menurut contoh penampilan merupakan ciri identitas dirinya. Penampilan juga dibutuhkan untuk mendukung pekerjaannya pada sebagian contoh. Proses penerjemahan persepsi tubuh ini terjadi sepanjang hidupnya walaupun kebanyakan terjadi pada saat remaja karena selamanya seorang waria mengalami proses transisi akibat gender identity disorder.

Body image yang diukur pada penelitian ini ditentukan dengan tiga metode

yaitu Figure Rating Scale (FRS), Multidimensional Body-Self Relations

Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS), dan Body Image Ideals Questionnaire (BIQ). Ketiga metode ini cocok dengan karakteristik orang

Indonesia (Kurniawan 2014) dan kesimpulannya saling melengkapi baik dari segi psikologis maupun fisiologis. Berikut dipaparkan body image yang telah diteliti oleh ketiga metode tersebut.

Figure Rating Scale (FRS)

Persepsi body image figure rating scale mengukur persepsi individu mengenai bentuk tubuhnya dari beberapa aspek. Bentuk tubuh pada figure rating

scale yang menggambarkan status gizi underweight tercermin pada gambar nomor

(32)

sedangkan gambar yang menunjukkan status gizi overweight adalah gambar nomor 5, 6, 7, dan status gizi obes digambarkan oleh nomor 8 dan 9 (Nergiz-Unal

et al 2014).

Pada body image yang diukur dengan figure rating scale di dalam penelitian ini hanya akan dijabarkan 4 bagian saja dari total 11 pertanyaan. Sebagian besar mata pencaharian contoh berkaitan dengan seksual dan estetika,. Sama halnya dengan penelitian Morotti et al (2015) yang hanya menjelaskan empat aspek di dalam persepsi tubuh yang diukur dengan figure rating scale pada contoh yang berkaitan erat dengan seksualitas. Aspek body image tersebut terdiri dari bentuk tubuh yang mencerminkan saat ini (1), bentuk tubuh ideal yang diinginkan oleh contoh (2), bentuk tubuh paling menarik menurut penilaian contoh (3), dan bentuk tubuh yang paling menarik bagi lawan jenis atau pasangan menurut contoh (4). Berikut hasil persepsi body image contoh yang diukur dengan metode figure rating scale.

Tabel 7 Skor Figure Rating Scale Body Image

FRS Body image Modus Median

Bentuk tubuh yang mencerminkan saat ini 4 4

Bentuk tubuh ideal yang diinginkan 3 3

Bentuk tubuh paling menarik 3 4

Bentuk tubuh paling menarik lawan jenis 3 4

Penilaian contoh mengenai body image pada aspek bentuk tubuh yang mencerminkan kondisi saat ini, bentuk tubuh ideal yang diinginkan, dan bentuk tubuh yang paling menarik bagi lawan jenis memiliki nilai tengah 4. Tidak jauh berbeda dengan persepsi bentuk tubuh ideal yang diinginkan memiliki nilai tengah 3. Artinya pada keempat aspek bentuk tubuh tersebut contoh menganggap bentuk tubuhnya memiliki status gizi normal dan bentuk tubuh yang sudah ideal, sedangkan bentuk tubuh yang paling banyak dipilih oleh contoh pada aspek body

image bentuk tubuh ideal yang diinginkan, bentuk tubuh paling menarik dan

bentuk tubuh paling menarik lawan jenis adalah nomor 3, bentuk tubuh yang mencerminkan saat ini paling banyak dipilih adalah nomor 4. Hal tersebut mengindikasikan bahwa contoh berharap tubuhnya lebih langsing dibanding bentuk tubuh aslinya.

Body image dapat dikatakan positif jika penilaian terhadap bentuk tubuh

aktual sesuai dengan status gizi, sedangkan body image dikatakan negatif jika penilaian bentuk tubuh aktual tidak sama dengan status gizi yang sebenarnya bentuk tubuh yang dipilih oleh contoh berdasarkan nilai median dan modus belum menunjukkan body image negatif atau positif. Berikut dipaparkan sebaran body

image menurut metode figure rating scale.

Tabel 8 Sebaran body image menurut metode Figure Rating Scale

Karakteristik

Penilaian Body Image

Total Positif Negatif

n % n % N %

Bentuk tubuh saat ini 22 68.8 10 31.2 32 100

Bentuk tubuh ideal yang diinginkan 17 53.1 15 46.9 32 100 Bentuk tubuh paling menarik 15 46.9 17 53.1 32 100 Bentuk tubuh paling menarik bagi lawan jenis 19 59.4 13 40.6 32 100

(33)

Di antara body image positif, persentase terbesar ada pada body image yang mencerminkan bentuk tubuh saat ini yaitu sebanyak 68.8%. Artinya lebih dari setengah bagian contoh memiliki status gizi aktual yang sesuai dengan persepsinya. Hal tersebut baik karena sebagian besar contoh sadar akan kondisi tubuh aktualnya. Sehingga pada contoh yang memiliki body image positif lebih rendah kemungkinannya untuk menimbulkan rasa cemas berlebihan yang dapat menyebabkan gangguan kebiasaan makan.

Di antara keempat body image negatif, persentase terbesar adalah pada bentuk tubuh yang paling menarik menurut contoh yaitu sebanyak 17 orang (53.1%). Contoh memiliki harapan dan standar yang lebih tinggi dibanding body

image lainnya. Angka persentase body image negatif yang lebih tinggi dibanding body image positif pada aspek bentuk tubuh yang paling menarik, menunjukkan

contoh memiliki kecemasan dan perhatian yang lebih untuk membuat tampilan tubuhnya tampak menarik. Berbeda halnya dengan bentuk tubuh yang menarik bagi lawan jenis yang persentase body image negatifnya hanya 40.6% mengartikan meskipun bentuk tubuh yang menarik bagi lawan jenis itu penting tetapi hal pertama yang menilai bahwa bentuk tubuh menarik atau tidak itu dinilai oleh diri sendiri.

Pada aspek body image yang mencerminkan bentuk tubuh saat ini lebih tinggi persentase body image positif (68.8%) dibandingkan dengan body image negatif (31.2%). Hal ini menunjukkan lebih banyak contoh yang telah menilai bentuk tubuhnya saat ini sesuai dengan status gizi aktualnya. Begitu juga pada aspek bentuk tubuh ideal yang dinginkan, persentase body image positif yang lebih tinggi (53.1%) mengindikasikan bahwa antara bentuk tubuh aktual dan harapannya sudah sama. Hal yang berbeda pada aspek bentuk tubuh yang paling menarik, persentase body image negatif lebih tinggi (53.1%) dibandingkan dengan persepsi positif (46.9%), artinya bentuk tubuh aktual contoh kebanyakan belum sesuai dengan harapan dan dirasa kurang menarik. Dengan melihat angka modus pada aspek ini contoh menilai tubuh yang lebih menarik adalah tubuh yang langsing. Tetapi sebaliknya dengan bentuk tubuh yang menarik bagi lawan jenis, contoh sudah merasa bentuk tubuhnya menarik bagi lawan jenis karena persentase

body image positif (59.4%) lebih tinggi dibandingkan body image negatif

(40.6%).

Jika dibandingkan antara body image negatif dan positif angka persentasenya hampir seimbang. Artinya hanya ada setengah bagian yang sadar akan bentuk tubuhnya dan telah mencapai bentuk tubuh yang sama dengan yang dipersepsikan oleh contoh, setengah bagian lainnya merasa belum mencapai bentuk tubuh yang sesuai dengan persepsinya

Multidimensional Body-Self Relations Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS)

Body image yang diukur dengan metode Multidimensional Body-Self Relations Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS) terdapat lima aspek

meliputi evaluasi penampilan, orientasi penampilan, kepuasan terhadap bagian tubuh, kecemasan menjadi gemuk, dan pengkategorian ukuran tubuh yang disimpulkan ke dalam tiga kategori body image di antaranya adalah negatif, normal, dan positif. Body image yang diukur dengan metode ini kesimpulannya sangat berkaitan dengan rasa percaya diri. Seseorang yang memiliki body image

(34)

negatif merasa tidak puas, kurang percaya diri karena bentuk tubuh aktualnya belum sesuai dengan harapan, sebaliknya seseorang yang memiliki body image positif sangatlah percaya diri akan tubuhnya, sedangkan seseorang yang memiliki

body image normal merasa cukup percaya diri dan tidak berlebihan. Kelebihan

penggunaan metode MBSRQ-AS dalam penelitian ini adalah penekanan terhadap aspek psikologis yang kesimpulannya dapat lebih terukur dan nyata yaitu berupa kepuasan terhadap bagian tubuh dan kecemasan menjadi gemuk. Berikut merupakan sebaran body image menurut metode Multidimensional Body-Self

Relations Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS).

Tabel 9 Sebaran body image menurut metode Multidimensional Body-Self

Relations Questionnaire-Appearance Scale

Aspek/Dimensi Gambaran Tubuh

Penilaian Body Image

Total Negatif Normal Positif

n % n % n % N %

Evaluasi penampilan 0 0 32 100 0 0 32 100

Orientasi penampilan 3 9.4 29 90.6 0 0 32 100 Kepuasan terhadap bagian tubuh 5 15.6 23 71.9 4 12.5 32 100 Kecemasan menjadi gemuk 27 84.4 5 15.6 0 0 32 100 Pengkategorian ukuran tubuh 7 21.9 16 50.0 9 28.1 32 100

Secara keseluruhan dilihat dari kelima dimensi gambaran tubuh persentase

body image yang paling tinggi adalah body image normal. Hanya pada aspek

kecemasan menjadi gemuk yang persentase body image negatifnya tinggi. Pada aspek evaluasi penampilan semua (100%) contoh memiliki body image normal, artinya seluruh contoh menilai penampilannya sudah sesuai dengan harapannya dan merasa cukup percaya diri. Pada aspek orientasi penampilan hampir seluruh (90.6%) contoh memiliki body image normal, tetapi tidak ada contoh yang memiliki body image positif, hal tersebut menunjukkan bahwa contoh cukup memerhatikan penampilan tetapi tidak berlebihan. Sebagian besar (71.9%) contoh memiliki body image normal pada aspek kepuasan terhadap bagian tubuh, hal tersebut berarti bahwa contoh cukup puas dengan beberapa bagian tubuhnya.

Aspek body image yang lebih dekat dengan bentuk tubuh dan status gizi adalah pada aspek kecemasan menjadi gemuk dan pengkategorian ukuran tubuh meskipun aspek psikologinya tetap lebih kuat. Pada aspek body image kecemasan menjadi gemuk berkebalikan dengan beberapa aspek body image lainnya karena 84.4% dari contoh memiliki body image negatif, hal tersebut berarti banyak dari contoh yang merasa tubuhnya lebih gemuk dari bentuk tubuh aktualnya. Akan tetapi hal tersebut bertolak belakang dengan aspek pengkategorian bentuk tubuh, karena tepat setengah (50%) dari contoh memiliki body image yang normal, hal itu menunjukkan contoh cukup tepat dalam mengategorikan tubuhnya sesuai dengan apa yang dipersepsikannya. Kedua aspek tersebut menunjukkan bahwa meskipun contoh sadar bagaimana bentuk tubuhnya saat ini tetapi contoh tetap mencemaskan dirinya memiliki bentuk tubuh yang tergolong gemuk.

Lelaki yang memiliki persepsi bentuk tubuhnya kurus dilaporkan memiliki kepuasan yang paling tinggi terhadap bentuk tubuh dibandingkan dengan lelaki yang memiliki persepsi bentuk tubuh normal (Allensworth-Davies 2008). Lelaki homoseks lebih memerhatikan dietnya dan lebih sering berolahraga agar tampak

(35)

lebih menarik. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa biasanya seorang yang memiliki orientasi seksual sesama jenis cenderung merasa lebih kurus dan memberi kontribusi untuk memiliki body image normal (Kaminski 2005). Oleh karena itu pada beberapa aspek yang diukur dengan metode ini banyak contoh yang memiliki body image normal.

Body Image Ideals Questionnaire (BIQ)

Pada metode Body Image Ideals Questionnaire (BIQ) mengukur perbedaan 10 karakteristik fisik aktual yang dibandingkan dengan harapan dan disimpulkan ke dalam body image negatif, normal, atau positif. Body image negative yang terukur pada metode ini bermakna bahwa terdapat perbedaan bentuk karakteristik pada beberapa bagian tubuh aktual dengan harapan, penilaian terhadap tubuh yang belum puas, makna yang sebaliknya terjadi pada body image positif. Body image normal berarti bahwa antara cirri-ciri fisik aktual tepat sama dengan harapan. Berikut merupakan sebaran body image menurut metode Body

Image Questionnaire (BIQ).

Tabel 10 Sebaran body image menurut metode Body Image Questionnaire

Penilaian Body Image n %

Negatif 2 6.2

Normal 28 87.5

Positif 2 6.2

Total 32 100

Mayoritas contoh memiliki body image normal yaitu sebanyak 87.5%. Artinya contoh memercayai bahwa ciri-ciri fisik yang dimilikinya sudah sesuai dengan ciri-ciri fisik ideal yang diinginkan. Jenis kelamin asli laki-laki pada trangender memengaruhi hal tersebut, karena sesungguhnya laki-laki memiliki rasa percaya diri yang lebih kuat dibandingkan dengan perempuan. Perempuan biasanya memiliki rasa percaya diri yang lebih rendah dan merasa lebih cemas dengan penampilan fisiknya sehingga perempuan cenderung memiliki body image negatif serta ingin mengubah penampilannya (Brechan 2014). Walaupun begitu contoh merupakan seorang transgender yang memiliki gangguan dalam mempersepsikan jenis kelaminnya, sehingga hal yang wajar jika sisi laki-lakinya yang lebih percaya diri lebih terukur oleh metode ini yang tercermin pada persentase body image normal yang lebih mendominasi di antara contoh secara keseluruhan.

Penggunaan Hormon

Contoh dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kelompok yaitu contoh yang menggunakan hormon dan contoh yang tidak menggunakan hormon, dengan jumlah proporsi contoh yang tidak seimbang. Dari total 32 orang contoh, yang menggunakan hormon terdapat sebanyak 19 orang (59.4%) dan contoh yang tidak menggunakan contoh ada 13 orang (40.6%). Sebaran contoh berdasarkan penggunaan hormon dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

(36)

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan penggunaan hormon

Pernah menggunakan hormon n %

Ya 19 59.4

Tidak 13 40.6

Total 32 100

Masih menggunakan hormon

Ya (masih) 7 36.8

Tidak (sudah berhenti) 12 63.2

Total 19 100

Jumlah contoh yang menggunakan hormon lebih banyak dari pada contoh yang tidak menggunakan hormon. Lebih dari setengah total contoh telah menggunakan terapi hormon untuk membantu penampilannya. Hal ini sejalan dengan penelitian telah dilaksanakan di Malaysia yang melibatkan 507 orang waria di mana 63% bagian darinya menggunakan hormon untuk memperbesar payudara dan menghaluskan kulit (Teh 2001). Sebagai waria yang terlahir dengan jenis kelamin laki-laki, secara fisik waria tidak memiliki ciri-ciri genital seperti seorang perempuan. Sehingga untuk menumbuhkan ciri-ciri tersebut, beberapa waria menggunakan terapi hormon, baik itu via oral seperti pil KB maupun kontrasepsi via injeksi yang keduanya mengandung hormon estrogen. Contoh mengaku memercayai bahwa dengan menggunakan salah satu atau kedua hormon tersebut dapat membantu menumbuhkan payudara, bokong, menghaluskan kulit dan tekstur rambut.

Beberapa contoh yang tidak menggunakan terapi hormon tersebut mengaku telah mendapatkan pemahaman mengenai efek penggunaan hormon bagi tubuh, contohnya seperti kebocoran silikon pada wajah atau payudara. Hal tersebut ditakutkan oleh beberapa contoh karena akan lebih merusak tampilan asli fisik contoh, misalnya memiliki wajah yang mirip antar pengguna hormon silikon jika disuntikkan di bagian wajah. Injeksi silikon pada wajah biasanya dilakukan di sekitar dagu dan hidung. Aspek-aspek penggunaan hormon meliputi lama penggunaan hormon, jenis hormon yang pernah digunakan, dosis dan frekuensi, sumber mendapatkan hormon dan efek penggunaan hormon itu sendiri terhadap kenaikan berat badan terdapat pada tabel berikut.

Tabel 12 Aspek-aspek penggunaan hormon

Aspek Penggunaan Hormon n %

Lama penggunaan hormon

1 – 5 tahun 6 31.6 6 – 10 tahun 2 10.5 11 – 15 tahun 5 26.3 16 – 20 tahun 4 21.1 >20 tahun 2 10.5 Total 19 100

Jenis hormon yang pernah digunakan

Via Oral 1 5.3

Via Injeksi 2 10.5

Via Oral dan injeksi 16 84.2

(37)

Tabel 12 (Lanjutan) Aspek-aspek penggunaan hormon

Aspek Penggunaan Hormon n %

Dosis penggunaan hormon via oral

1 – 5 pil sehari 5 29.4

6 – 10 pil sehari 7 41.2

>10 pil sehari 5 29.4

Total 17 100

Frekuensi penggunaan hormon

Setiap hari (via oral) 13 68.4

Sebulan sekali (via injeksi) 2 10.5

Tidak tentu (via oral dan injeksi) 4 21.1

Total 19 100

Sumber mendapatkan hormon

Apotik 13 72.2

Online Shop 1 5.6

Teman 2 11.1

Lainnya 2 11.1

Total 19 100

Penggunaan hormon selama 1-5 tahun adalah yang paling banyak dilakukan oleh contoh yaitu sebanyak 31.6%, kemudian diikuti oleh durasi pemakaian selama 11-15 tahun sebanyak 26.3%, 16-20 tahun sebanyak 21.1%, >20 tahun sebanyak 10.5%, dan 6-10 tahun sebanyak 10.5%. Hampir semakin lama durasi pemakaian hormon semakin sedikit contoh yang melakukannya. Lama penggunaan hormon pada contoh biasanya sejalan dengan lama menjadi waria. Semakin lama seseorang sudah menjadi waria, maka semakin lama seseorang menggunakan hormon secara terus menerus. Tetapi penggunaan hormon tersebut tidak selamanya bergantung pada umur dan lama seseorang menjadi waria karena beberapa waria sudah berhenti menggunakan hormon ketika contoh sudah merasa puas dengan penampilan tubuhnya atau contoh sudah tahu dan mengalami sendiri efek penggunaan hormon pada tubuhnya seperti tekanan darah tinggi, jantung berdebar, demam, dan menggigil setelah mengonsumsi obat-obatan tersebut.Pengguna terapi hormon terkini dari total contoh yang pernah menggunakan hormon adalah 36.8% yang saat ini masih menggunakan, sedangkan sisanya sudah benar-benar berhenti total menggunakan hormon.

Jenis hormon digunakan oleh contoh adalah obat-obatan kontrasepsi via oral maupun injeksi. Ada pula yang mengombinasakan keduanya, tetapi hanya sebagian kecil dari contoh yaitu 5.3% yang hanya menggunakan terapi hormon via oral, begitu juga dengan pemakaian hormon via injeksi hanya sebanyak 10.5% dari total contoh. Jumlah yang kecil dari masing-masing penggunaan hormon via oral dan injeksi sejalan dengan hasil penelitian Guadamuz 2011. Hampir dari semua contoh yang pernah menggunakan hormon melakukan kombinasi antara hormon via oral dan via injeksi yaitu sebanyak 84.2%. Penggunaan kedua jenis hormon ini, baik digunakaan pada saat yang bersamaan maupun tidak, diharapkan akan memaksimalkan kerja hormon untuk membantu tampilan luar bentuk tubuhnya. Di Asia Tenggara hormon yang sering digunakan oleh waria yang sering disebut obat kecantikan biasanya adalah obat yang mengandung hormon estrogen, progesteron, dan anti-androgen serta obat-obatan sejenis (Poompruek 2014).

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2 Skala pesepsi tubuh metode FRS

Referensi

Dokumen terkait

Mata Kuliah Pokok : Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas REndah; Pembelajaran Bahasa dan Sasttra Indonesia

Emisi Karbon pada Lahan Gambut Berdasarkan Jarak dari Saluran Drainase dan Waktu Pengambilan Sampel. Waktu Jarak dari pokok

Pada sistem penyortiran ini, program dibuat agar dapat menerima input dari NRF24L01 yang dikirimkan dari modul server dan memberikan output lagi ke NRF24L01 mengirim

2013.Perancangan Prototipe Smart Building Berbasis

In pursuant of these numerous benefits of outdoor and green use, the present study seeks to examine the use and quality of the departmental/faculty parks on LAUTECH campus which is

Kebutuhan mendasar pemerintah daerah Kabupaten Konawe Utara dalam penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah adalah (1) penambahan jumlah guru di Kabupaten Konawe

Hal yang layak diperhatikan adalah realitas mengenai tidak dijumpainya seorang pun di antara para pengikut Khawa &gt; rij yang berasal dari keturunan suku Quraisy sehingga

Relasi konsep manusia Jawa dengan Tuhan, alam, masyarakat dan pribadi terhadap konsep fungsi, bentuk dan makna yang terjadi pada arsitektur lokal Pesisir Utara di