• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Sekolah Dasar

Sekolah dasar yang dijadikan contoh dalam penelitian kali ini merupakan sekolah dasar yang berakreditasi baik dan unggulan di Kota Bogor. Sekolah Dasar Negeri Panaragan 03 berlokasi di Jalan Veteran dan Sekolah Dasar Negeri Purbasari berlokasi di Gunung Batu. Kegiatan belajar mengajar untuk kelas 5 berlangsung pada hari Senin hingga Sabtu sekitar 5 jam dimulai pukul 07.00 sampai dengan pukul 12.00 WIB. Selain kegiatan belajar mengajar, kedua sekolah tersebut juga menyediakan kegiatan ekstrakurikuler guna mewadahi dan mengembangkan bakat, kreatifitas dan minat contoh.

Jumlah murid SDN Panaragan pada tahun pelajaran 2015-2016 ada 503 siswa, sedangkan pada SDN Purbasari ada 348 siswa dengan jumlah guru yang telah memenuhi standar kebutuhan minimal. Guru kelas SDN Panaragan terdiri dari 20 orang, sedangkan SDN Purbasari terdiri dari 15 orang. Siswa kelas 5 SDN Panaragan terdiri dari 77 siswa, sedangkan SDN Purbasari terdiri dari 47 siswa.

Visi dari SDN Panaragan yaitu ”Sekolah unggul dalam prestasi,disiplin, bertanggung jawab, menanamkan IMTAQ, teladan dalam bersikap dan bertindak” sedangkan misinya adalah mewujudkan sekolah sebagai wawasan wiyata mandala, mewujudkan peningkatan kualitas tamatan, membentuk generasi yang bertaqwa, cerdas dan mandiri, memiliki gotong-royong, hormat dan santun kepada orang tua, kekeluargaan dan cinta tanah air, serta membentuk generasi yang terampil, kreatif, berdedikasi, dan cinta almamater.

Karakteristik Keluarga

Karakteristik keluarga yang diteliti adalah pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Menurut BKKBN (1998) besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Banyak sedikitnya anggota keluarga berhubungan dengan distribusi makanan dalam suatu keluarga (Suhardjo 1989). Sebagian besar contoh mempunyai besar keluarga kurang dari empat atau sama dengan empat (54.5%) sedangkan sisanya mempunyai besar keluarga lebih dari empat orang.

Bekerja merupakan kegiatan yang dilakukan dengan maksud memperoleh atau membantu penghasilan. Sebagian besar contoh, ayahnya bekerja sebagai pegawai swasta (18%), wiraswasta, dan buruh, sedangkan ibu banyak yang tidak bekerja (80.3%). Hal ini juga dapat dihubungkan dengan tingkat pendidikan ayah yang sebagian besar adalah tamat perguruan tinggi dan SMA dan mereka juga sebagian besar bekerja sebagai pegawai swasta yang memiliki tingkat pendapatan yang tinggi. Tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya. Sesuai dengan Hukum Bennet, semakin tinggi pendapatan maka kualitas bahan pangan yang dikonsumsi juga akan semakin baik dan tercermin dari perubahan pembelian bahan pangan yang harganya murah

menjadi bahan pangan yang harganya lebih mahal dengan kualitas yang lebih baik (Martianto & Ariani 2004).

Sebagian besar contoh, pendidikan ayah adalah SMA (60.6%) dan perguruan tinggi (21.2%) dan ibu tamat SMA (57.6%). Pendidikan tertinggi ayah maupun ibu pada contoh sama-sama didominasi pada tamat SMA. Beberapa contoh terdapat orang tua yang pendidikannya tidak tamat SD tetapi ada orang tua yang tamat SD dan tamat SMP. Tingkat pendidikan seseorang menentukan mudah tidaknya seseorang dalam menerima suatu masukan atau pengetahuan. Keadaan gizi seorang anak dipengaruhi oleh orang tua dan pendidikan orang tua tersebut merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan gizi anak. Terdapat dua sisi kemungkinan hubungan tingkat pendidikan orang tua dengan keadaan gizi anak yaitu, tingkat pendidikan ayah secara langsung atau tidak langsung menentukan keadaan ekonomi keluarga, dan pendidikan ibu disamping modal utama dalam perekonomian rumah tangga juga berperanan dalam menyusun pola makanan untuk rumah tangga (Tarwotjo et al. 1988; Sunandar 2002).

Menurut Wales (2009) pekerjaan jika diartikan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia dan jika dalam arti sempit istilah adalah pekerjaan yang digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Sebagian besar pekerjaan ayah adalah sebagai pegawai swasta. Sebagian besar pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga. Pekerjaan yang baik akan memberikan penghasilan atau pendapatan yang baik pula sehingga keluarga dapat mencukupi kebutuhan akan pangan dan kesehatan anggota keluarganya. Pekerjaan seseorang akan berkaitan dengan tingkat pendapatan yang diperolehnya (Suranadi & Chandradewi 2008). Persentase jenis pekerjaan ayah dan ibu pada anak yang jarang sarapan pagi maupun pada anak yang selalu sarapan pagi didominasi oleh pegawai swasta (ayah) dan ibu rumah tangga (ibu). Berikut adalah tabel sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga.

Tabel 4 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik keluarga

Karakteristik Orang tua n %

Pendidikan Ayah Tidak Tamat SD 1 1.5 SD 5 7.6 SMP 6 9.1 SMA 40 60.6 PT 14 21.2 Total 66 100 Pendidikan Ibu Tidak Tamat SD 1 1.5 SD 4 6.1 SMP 13 19.7 SMA 38 57.6 PT 10 15.2 Total 66 100

Tabel 4 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik keluarga (lanjutan)

Karakteristik Orang tua n %

Pekerjaan Ayah Tidak Bekerja 4 6.1 PNS 11 16.7 Pegawai Swasta 18 27.3 Wiraswasta 17 25.8 Buruh 16 24.2 Total 66 100 Pekerjaan Ibu Tidak Bekerja 53 80.3 PNS 1 1.5 Pegawai Swasta 4 6.1 Wiraswasta 7 10.6 Buruh 1 1.5 Total 66 100 Besar Keluarga Kecil (<=4) 36 54.5 Besar (>4) 30 45.5 Total 66 100 Pendapatan < Rp1.000.0000 22 33.3 Rp1.000.000 - Rp2.499.999 16 24.2 Rp2.500.000 - Rp3.499.999 19 28.8 >= Rp4.000.000 9 13.6 Total 66 100 Mean±SD Rp2.227.273 ± 1.06

Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan orang tua berkisar antara 2.500.000 sampai 3.499.999 dengan besar keluarga dari sebagian besar contoh adalah kurang atau sama dengan 4 orang (kecil). Batas garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS (2014) adalah sebesar Rp 308.826/kapita/bulan. Garis kemiskinan menggambarkan pendapatan minimal yang harus dimiliki untuk dapat memenuhi kebutuhan pengeluaran makanan dan bukan makanan seseorang. Rata-rata pendapatan orangtua contoh pada penelitian ini berada di atas angka garis kemiskinan, setelah memperhitungkan rata-rata jumlah anggota keluarga yang ditanggung oleh pendapatan tersebut.

Karakteristik Individu

Contoh penelitian ini adalah anak kelas 5 SDN Panaragan dan SDN Purbasari, Bogor. Jumlah contoh pada penelitian ini adalah sebanyak 66 orang, dengan 39 orang berasal dari SDN Panaragan dan 27 orang berasal dari SDN Purbasari. Karakteristik individu terdiri dari jenis kelamin, usia, dan uang saku/hari.

Berikut disajikan tabel sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin, usia, dan uang saku/hari.

Tabel 5 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik individu

Karakteristik individu n % Jenis Kelamin Laki-laki 35 53 Perempuan 31 47 Total 66 100 Usia 10 tahun 27 40.9 11 tahun 38 57.6 12 tahun 1 1.5 Total 66 100

Uang saku/ hari

<Rp10.364 52 78.8 >Rp10.364 14 21.2 Total 66 100 Rata-rata ± SD 10.364 ± 5.179 Min 2.000 Max 31.000

Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa dalam penelitian ini adalah laki-laki (53%), dengan sebagian besar contoh berada pada usia 11 tahun (57.6%). Menurut Hurlock (1999), anak usia sekolah merupakan anak yang berusia 6 tahun sampai 12 tahun. Menurut Hardinsyah dan tambunan (2004) anak sekolah dasar dibagi dua kelompok yaitu kelompok umur 7-9 tahun dan kelompok umur 10-12 tahun. Uang saku per hari contoh dibedakan berdasarkan rata-rata uang saku contoh yaitu Rp10.364, dengan uang saku paling kecil adalah Rp2.000 dan paling besar adalah Rp31.000. Menurut Astuti dan Handarsari (2010), penelitian yang dilakukan di Semarang, uang saku siswa yang bersekolah di pusat kota lebih tinggi daripada siswa yang bersekolah di pinggir pusat kota. Kedua sekolah dalam penelitian ini berada di pusat kota Bogor dan mempunyai rata-rata uang saku yang cukup tinggi yaitu Rp10.364.

Status Gizi

Status gizi anak dihitung dengan menggunakan analisis z-score. Analisis ini merupakan rekomendasi dari WHO (World Helath Organization). Menurut Depkes (2004) status gizi tersebut merupakan tanda penampilan seseorang yang diakibatkan oleh keseimbangan antara pemasukan degan pengeluaran zat gizi yang bersumber dari pangan yang dikonsumsi oleh seseorang yang didasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan. Berikut adalah tabel status gizi siswa berdasarkan Z-Score IMT/U.

Tabel 6 Sebaran siswa menurut status gizi Z-Score IMT/U Status gizi n % Sangat kurus 0 0 Kurus 5 7.6 Normal 41 62.1 Overweight 20 30.3 Total 66 100

Keterangan : Sangat kurus = < -3 SD Kurus = -3 SD ≤ Z ≤ -2 SD

Normal = -2 SD < Z < +1 SD

Gemuk (overweight) = +1 SD < Z < +2 SD Obese (overweight) = ≥ +2 SD

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa hasil penilaian status gizi pada contoh sebagian besar adalah normal (62.1 %). Berbagai penelitian mengaitkan kebiasaan sarapan dengan status gizi. Mereka yang sarapan dilaporkan cenderung memiliki IMT yang lebih rendah dibandingkan kelompok orang yang melewatkan sarapan (Rampersaud et al 2005). Menurut Riskesdas (2013), status gizi anak umur 5-18 tahun dikelompokkan menjadi tiga kelompok umur yaitu 5-12 tahun, 13-15 tahun dan 16-18 tahun. Indikator status gizi yang digunakan untuk kelompok umur ini didasarkan pada hasil pengukuran antropometri berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) yang disajikan dalam bentuk tinggi badan menurut umur (TB/U) dan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U). Berdasarkan uji speaman tidak terdapat hubungan signifikan antara IMT/U dengan kebiasaan sarapan (p=0.904) dan berdasarkan uji mann-whitney tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara status gizi pada anak yang selalu sarapan dan kadang-kadang sarapan (p=.

Kebiasaan Sarapan

Menurut Khomsan (2002) makan pagi atau sarapan pagi merupakan salah satu waktu makan yang sangat penting. Manfaat sarapan pagi salah satu faktor pentingnya yaitu yang berasal dari sumber karbohidrat untuk meningkatkan kadar gula darah yang berdampak positif pada produktivitas dan konsentrasi belajar bagi anak sekolah. Selain itu sarapan dapat memberikan kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan untuk proses fisiologis dalam tubuh (seperti protein, lemak, vitamin dan mineral).

Kategori makan tergantung dari kebiasaan masing-masing keluarga. Kebiasaan makan biasanya diatur oleh ibu yang memiliki peran penting dalam kegiatan dalam rumah tangga tersebut. Kategori makan merupakan salah satu komponen yang membentuk kebiasaan makan seseorang (Sanjur 1982).Sebagian besar contoh yang diteliti mempunyai kebiasaan sarapan setiap hari atau selalu (51.5%) dan yang jarang hanya 48.5%. Waktu sarapan sebagian besar contoh adalah jam 6 sampai 7 pagi sebelum mereka berangkat ke sekolah yaitu sebesar 47% (Martianto 2006). Semua contoh melakukan sarapan pagi di rumah (100%). Kebiasaan sarapan bersama keluarga (47%) mendominasi sebagian besar contoh. Ketersediaan sarapan sebagian besar contoh selalu tersedia di rumah (72%).

Tingginya penggunaan pangan instan sebagai pangan sarapan akan berdampak kurang baik bagi kondisi tubuh karena bahan yang dikandung oleh pangan instan tersebut biasanya mengandung zat gizi yang rendah atau terbatas seperti kalsium, vitamin, magnesium, folat dan serat namun kandungan lemak natriumnya cukup tinggi (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat UI 2009). Sebaran konsumsi makanan siap saji dapat dilihat pada dimana sebagian besar contoh jarang mengkonsumsi makanan siap saji (60%). Berikut tabel sebaran siswa berdasarkan kebiasaan sarapan.

Tabel 7 Sebaran kebiasaan sarapan siswa

Kebiasaan Sarapan n % Frekuensi sarapan Tidak pernah 0 0 Jarang 32 48.5 Selalu 34 51.5 Total 66 100 Waktu sarapan 05.00-05.59 19 28.8 06.00-06.59 31 47 07.00-07.59 9 13.6 08.00-09.00 7 10.6 Total 66 100 Lokasi sarapan Rumah 66 100 Perjalanan 0 0 Sekolah 0 0 Total 66 100

Kebiasaan sarapan bersama

Sendiri 16 24.2

Anggota keluarga sebagian 31 47

Anggota keluarga seluruh 19 28.8

Teman sebaya 0 0

Total 66 100

Ketersediaan sarapan di rumah

Tersedia (4-7 kali/minggu) 48 72.7

Kadang-kadang (1-3 kali/minggu) 18 27.3

Tidak tersedia 0 0

Total 66 100

Sarapan makanan siap saji

Tidak pernah 1 1.5

Jarang (1-3 kali/minggu) 60 90.9

Sering (4-6 kali/minggu) 4 6.1

Selalu (setiap hari) 1 1.5

Menurut Kral et al. (2010) ketika seseorang tidak melakukan sarapan pagi, tingkat konsumsi kalorinya lebih rendah 362 kalori dibandingkan dengan seseorang yang melakukan sarapan pagi. Anak yang tidak terbiasa melakukan sarapan pagi akan bersiko mengalami hipoglikemia dan akan cenderung mengkonsumsi jajanan disekolah yang cenderung mengandung bahan tambahan pangan yang berbahaya. Kadar glukosa darah akan berpengaruh terhadap peningkatan produktifitas dan kondisi aktivitasnya. Anak yang tidak terbiasa melakukan sarapan pagi dapat disebabkan karena kebiasaan tidak sarapan tersebut dibangun oleh keluarganya yang memang tidak terbiasa melakukan sarapan pagi. Kebiasaan orang tua tersebut akhirnya dilakukan juga oleh anak tersebut.

Selain faktor keluarga penyebab lain anak tidak sarapan pagi adalah berasal dari faktor fisiologis dari dalam diri anak tersebut yang membuat anak menjadi malas sarapan pagi dan faktor biologis dimana anak sering sakit perut setelah sarapan pagi. Kondisi kurangnya nafsu makan juga menjadi salah satu permasalahan yang sering kali dialami oleh anak usia sekolah. Tidak terbiasanya melakukan sarapan pagi akan dapat membuat organ lambung selalu berada dalam keadaan kosong pada pagi hari dan hal tersebut jika dibiarkan secara terus menerus maka akan dapat menimbulkan efek yang negatif bagi kondisi tubuh.

Jenis Sarapan

Jenis sarapan pada penelitian ini dibedakan menjadi makanan biasa dan makanan lain. Makanan biasa adalah segala jenis makanan olahan asli Indonesia, khas daerah setempat, mulai dari makanan lengkap, selingan dan minuman, yang cukup kandungan gizi, serta biasa dikonsumsi oleh masyarakat daerah tersebut. Contoh makanan tradisional adalah makanan pokok seperti nasi liwet, nasi kuning, nasi uduk, nasi begana, nasi goreng, lontong, ketupat, bubur menado, nasi jagung, papeda, sagu ambon dan lain-lain. Contoh lauk-pauknya adalah aneka pepesan, aneka bakaran, aneka dendeng, lauk pauk berkuah dan tidak berkuah seperti gulai, semur, kalio, opor, rawon, kare, aneka soto, bacem sambal goreng dan lain-lain. Contoh sayur dan buah adalah sayur asam, sayur lodeh, sayur bobor, karedok, gado-gado, pecel, urap, asinan, rujak bebek, terancam dan lain-lain.

Makanan lain yang di maksud dalam penelitian ini adalah jenis makanan yang dikonsumsi selain nasi, seperti bubur, roti, doclang, sereal, susu, dan lain-lain. Siswa yang sarapan saat dilakukan tes daya ingat sesaat terdapat 58 siswa dan 8 siswa yang tidak sarapan. Siswa yang sarapan dengan makanan tradisional terdapat 37 siswa. Berikut ini merupakan tabel jenis sarapan tradisional yang dikonsumsi oleh contoh.

Tabel 8 Jenis sarapan makanan biasa yang dikonsumsi siswa

Kelompok pangan Jenis pangan n %

Makanan biasa Nasi goreng 18 27.3

Nasi putih 14 21.2

Nasi uduk 5 7.6

Makanan lain Roti 8 12.1

Bubur ayam 4 6.07

Tabel 8 menunjukkan makanan biasa yang banyak dikonsumsi adalah nasi goreng, dengan jumlah siswa yang mengonsumsi sebanyak 27.3%. Menurut Williams (1995), makanan yang mengandung karbohidrat tinggi seperti nasi akan meningkatkan secara cepat kadar glukosa darah namun pada umumnya hanya berlangsung dalam satu jam. Sehingga sarapan yang baik seharusnya mengandung karbohidrat namun jenis nya adalah karbohidrat kompleks seperti roti dan serealia yang juga mengandung tinggi serat dan rendah lemak.

Makanan biasa yang terdiri dari nasi goreng, nasi putih, dan nasi uduk biasanya dimakan bersama lauk hewani, lauk nabati, dan sayur. Lauk hewani yang dominan di konsumsi adalah telur ayam dan ayam goreng. Lauk nabati yang dikonsumsi hanya tempe sedangkan untuk sayuran ada beberapa anak ynag mengonsumsi sayur bayam dan kangkung. Sarapan sebaiknya mengonsumsi makanan lengkap yakni yang mengandung gizi yang seimbang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Namun, jenis menu sarapan akan lebih baik apabila terdiri dari makanan sumber zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur (Depkes 2005). Menurut Khomsan (2002), sarapan dengan aneka ragam pangan yang terdiri dari nasi, lauk pauk, buah dan susu dapat memenuhi kebutuhan akan vitamin dan mineral.

Selain makanan biasa, makanan lain seperti roti, bubur ayam, susu, gorengan tempe, bihun goreng, mie instan, bubur kacang hijau, doclang, dan buah jambu air juga dikonsumsi saat sarapan oleh 21 siswa. Jenis makanan yang paling dominan adalah roti, dengan rata-rata jumlah sisawa yang mengonsumsi sebanyak 12.1%. Jenis bahan pangan dari makanan yang dicerna dalam tubuh juga mempengaruhi kadar glukosa darah seseorang. Kadar glukosa dalam darah ini lah yang akan mempengaruhi efisiensi aktivitas fisik maupun mental karena merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sumber energi untuk beraktifitas. Menurut Williams (1995), makanan yang mengandung karbohidrat tinggi seperti nasi akan meningkatkan secara cepat kadar glukosa darah namun pada umumnya hanya berlangsung dalam satu jam. Sehingga sarapan yang baik seharusnya mengandung karbohidrat namun jenis nya adalah karbohidrat kompleks seperti roti dan serealia yang juga mengandung tinggi serat dan rendah lemak. Karena akan merangsang glukosa dan mikro nutrient dalam otak untuk menghasilkan energi. Sehingga dapat memacu otak agar dapat memusatkan pikiran untuk belajar dan memudahkan penyerapan pelajaran dan daya ingat nya menjadi lebih baik dan konsisten.

Asupan Zat Gizi Sarapan

Asupan zat gizi sarapan yang akan dilihat adalah energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Asupan zat gizi sarapan diperoleh dari recall 1x24 jam. Dari segi jumlah zat gizi sarapan akan menyumbang sekitar seperempat dari asupan zat gizi harian. Hal ini mempertimbangkan bahwa selain dari sarapan asupan zat gizi harian juga diperoleh dari makan siang (lunch), makan malam (dinner) dan snack yang dilakukan diantara waktu makan. Lopez-Sobaler et al. (2003) di Madrid - Spanyol menetapkan sarapan dianggap cukup jika menyediakan minimal 20% asupan energi harian. Sementara di Amerika latin, sarapan minimal mengandung energi 100 kkal (Alexander et al. 2009). Menurut Khomsan (2005) sarapan sebaiknya

menyumbangkan energi sekitar 25% dari asupan energi harian, yaiu sekitar 200-300 kalori. Berikut tabel kontribusi energi dan zat gizi lain contoh pada sarapan.

Tabel 9 Kontribusi energi dan zat gizi sarapan pada siswa berdasarkan jenis sarapan

Zat gizi Makanan biasa Makanan lain p

Mean±SD %AKG Mean±SD %AKG

Energi (kkal) 454 ± 145.2 23.7 % 354 ± 156.9 17.7 % 0.025* Protein (g) 14 ± 5.3 25.8 % 12.7 ± 8.6 22.5 % 0.225 Lemak (g) 20.6 ± 9.8 30.2 % 16.5 ± 49.5 24.1 % 0.033* Karbohidrat (g) 40.4 ± 15.2 14.3 % 49.5 ± 34.1 17.7 % 0.497

Tabel 9 menunjukkan kontribusi energi dan zat gizi sarapan pada contoh berdasarkan jenis sarapan makanan biasa dan makanan lain. Berdasarkan uji mann-whitney terdapat perbedaan yang signifikan antara kontribusi energi dan lemak dari makanan biasa dan makanan lain (P<0.05). Sementara tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kontribusi karbohidrat dan protein dari makanan biasa dan lain (P>0.05). Persentase AKG juga menunjukan bahwa energi, protein, dan lemak lebih besar dari makanan biasa sedangkan karbohidrat lebih kecil pada makanan biasa.

Glukosa merupakan sumber energi utama bagi otak. Apabila seseorang melewatkan sarapan menyebabkan tubuh kekurangan glukosa atau kadar glukosa di bawah normal (hipoglikemia), pusing, gemetar, lelah dan sulit berkonsentrasi serta memiliki kecenderungan untuk mengalami overweight lebih tinggi karena cenderung mengonsumsi cemilan lebih banyak (Billon et al. 2002; Huang et al. 2010; Pereira et al. 2011; McCrory & Campbell 2011). Penelitian Faridi (2002) dan Basch (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata antara kebiasaan sarapan dengan kadar glukosa darah anak usia sekolah, sehingga jika anak tidak sarapan maka dapat mengakibatkan penurunan gairah belajar, kecepat-an reaksi, serta kesulitan dalam menerima pelajaran dengan baik yang pada akhirnya akan memberi dampak negatif pada prestasi akademik. Penelitian yang dilakukan oleh Leidy dan Racki (2010) serta Zeng et al. (2011) menyatakan, dengan sarapan pagi lambung akan terisi kembali setelah 8—10 jam kosong sehingga kadar gula dalam darah meningkat lagi serta akan meningkatkan kapasitas tubuh dalam beraktivitas, terutama jika sarapan tersebut tinggi protein.

Selain menyumbangkan glukosa, sarapan juga menyumbangkan zat gizi penting bagi tubuh yang berperan dalam mekanisme daya ingat (kognitif) memori seseorang, meskipun tidak memengaruhi tingkat kecerdasan. Bila terjadi keterlambatan masukan zat gizi (asupan gula ke dalam sel darah) maka dapat menurunkan daya konsentrasi anak sewaktu belajar yang timbul karena lemas, lesu, pusing dan mengantuk. Dampak buruk tidak sarapan yang lain bagi anak antara lain; status gizi (peningkatan IMT), kesehatan dan stamina anak menurun; menggagalkan penanaman kebiasaan gizi seimbang dan pencapaian prestasi optimal anak; pemborosan investasi pendidikan; dan menghambat peningkatan kualitas SDM bangsa (Brown, Beardslee, Prothrow-Stith 2008; Tin et al. 2011).

Berdasarkan hasil analisis serta bahasan tersebut di atas tampak jelas bahwa masalah tidak sarapan di kalangan penduduk Indonesia masih besar, baik pada anak, remaja maupun dewasa. Selain itu masalah rendahnya asupan gizi dari

sarapan juga masalah. Bila hal ini dibiarkan akan turut memengaruhi kemampuan konsentrasi, kemampuan fisik, kejadian kegemukan dan bagi anak sekolah meningkatkan kemungkinan asupan jajanan yang tidak aman. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menanamkan kebiasaan sarapan dan pola makan yang baik bagi anak diantaranya adalah dengan promosi dan penerapan dengan suatu program pendidikan yang terpadu (terintegrasi dengan kurikulum pendidikan di sekolah). Hasil penelitian Eilat-Adar et al. (2011) yang dilakukan di Israel menunjukkan bahwa integrasi materi kebiasaan makan dan sarapan yang sehat dalam kurikulum pendidikan terbukti efektif dalam meningkatkan pola makan dan sarapan sehat bagi anak usia sekolah dasar, selain itu juga Bartfeld dan Ahn (2011) menyebutkan bahwa program sarapan sekolah bisa menjadi salah satu strategi efektif dalam membantu ketahanan pangan rumah kelompok ekonomi rendah. Upaya yang dilakukan untuk menjaga kualitas sarapan diantaranya adalah dengan memberikan sarapan bagi anak dalam porsi yang sesuai atau dalam jumlah yang biasa dimakan anak (Carr & Kranz 2012). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penambahan jumlah dan jenis menu dalam sarapan tidak akan meningkatkan asupan gizi dari sarapan pada anak karena mereka hanya mengonsumsi makanan yang disukai serta dan dalam porsi/jumlah yang mereka makan.

Kontribusi Energi Sarapan

Sarapan penting bagi setiap orang untuk mengawali aktivitas sepanjang hari. Sarapan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi di pagi hari, sebagai bagian dari pemenuhan gizi seimbang; dan bermanfaat dalam membantu mencegah hipoglikemia, menstabilkan kadar glukosa darah, dan mencegah dehidrasi setelah berpuasa sepanjang malam (Gibson & Gunn 2011; Hardinsyah 2012). Sarapan atau makan dan minum pagi adalah kegiatan makan dan minum yang dilakukan antara bangun pagi sampai jam 9 untuk memenuhi sebagian (15-30%) kebutuhan gizi harian dalam rangka mewujudkan hidup sehat, aktif, dan cerdas. Energi dari sarapan untuk anak-anak dianjurkan berkisar 15-30 % yaitu 200-300 kalori. (Hardinsyah 2012).

Makanan yang dikonsumsi oleh seorang anak akan memiliki dampak terhadap masa penting perkembangannya seperti kesehatan, kekuatan fisik serta kesehatan mental dan jiwa. Anak yang biasa mengkonsumsi makanan yang sehat dengan kandungan zat gizi yang seimbang akan tumbuh menjadi anak yang sehat (Nurhasan 2005). Sarapan memiliki pengaruh yang besar terhadap asupan energi

Dokumen terkait