• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN JENIS SARAPAN DENGAN DAYA INGAT SESAAT DAN PRESTASI BELAJAR ANAK SD DI KOTA BOGOR DIVA AYU RIVYANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN JENIS SARAPAN DENGAN DAYA INGAT SESAAT DAN PRESTASI BELAJAR ANAK SD DI KOTA BOGOR DIVA AYU RIVYANA"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

ANAK SD DI KOTA BOGOR

DIVA AYU RIVYANA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Hubungan Jenis Sarapan dengan Daya Ingat Sesaat dan Prestasi Belajar Anak SD di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016 Diva Ayu Rivyana NIM I14120077

(3)

dan Prestasi Belajar Anak SD di Kota Bogor. Dibimbing oleh FAISAL ANWAR. Penelitian ini bertujuan mempelajari kaitan jenis sarapan pada anak sekolah dasar dengan status gizi, daya ingat sesaat, dan prestasi belajar. Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Responden diambil dengan cara pusposive, yaitu 66 anak yang berusia 10-12 tahun kelas 5 SD di SDN Panaragan 3 dan SDN Purbasari, Kota Bogor. Jenis sarapan dibedakan menjadi dua yaitu makanan biasa (nasi goreng, nasi putih, dan nasi uduk) dan makanan lain (roti, bubur ayam, dan lainnya seperti susu dan mie instan). Berdasarkan asupan zat gizi, makanan biasa menunjukkan nilai gizi yang lebih baik daripada makanan lain. Rata-rata sarapan yang dikonsumsi mempunyai densitas energi sedang dan nilai mutu gizi protein yang baik (>90), yang terdapat pada makanan biasa. Tes daya ingat sesaat kata dan gambar dilakukan pada jam 9 dan jam 11, serta terdapat perbedaan bermakna antara tes awal dan akhir. Prestasi belajar didapat dari rata-rata nilai UTS. Uji spearman menunjukkan hubungan yang signifikan antara kebiasaan sarapan dengan tes daya ingat sesaat (p=0.033, r=0.263). Tes daya ingat sesaat dan prestasi belajar juga menunjukkan hubungan yang signifikan (p=0.000, r=0.545).

Kata kunci: jenis sarapan, asupan zat gizi, densitas energi, tes daya ingat sesaat

ABSTRACT

DIVA AYU RIVYANA. Correlation Between The Kind of Breakfast with Short-Term Memory Test and Academic Achievement of Elementary School Student in Bogor. Supervised by FAISAL ANWAR.

The objective of this study is to review the type of breakfast on elementary school children and its correlation to nutritional status, short-term memory, and academic achievement. The design of this study was cross sectional. The subjects were selected using pusposive sampling and total number of subjects were 66 children aged from 10 to 12 years, 5th grade at SDN Panaragan 3 and SDN Purbasari, Bogor. The kind of breakfast in this study was divided into regular meals (fried rice, white rice, and uduk rice) and other foods (bread, chicken porridge, and others such as milk and instant noodles). Based on nutrient intake, regular meals showed better than any other food. Average breakfast consumed have moderate dietary energy density and the value of good nutritional quality protein is more than 90, which is present in regular meals. Short-term memory is indicated by using words and images test and done twice, at 9 and 11 AM, and there are significant differences between the initial and final test. Spearman test showed a significant correlation between breakfast habits and short-term memory test (p=0.033, r=0263). Short-term memory test and academic achievement also showed a significant correlation (p = 0.000, r = 0545).

Keywords: the kind of breaksfat, nutrient intake, dietary energy density, short-term memory

(4)

ANAK SD DI KOTA BOGOR

DIVA AYU RIVYANA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)
(6)

Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 ini berjudul Hubungan Jenis Sarapan dengan Daya Ingat Sesaat dan Prestasi Belajar Anak SD di Kota Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Allah SWT yang senantiasa selalu memberikan kenikmatan, kelancaran, dan kemudahan hingga saat ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku pembimbing yang selalu membantu dan setia membimbing serta Bapak Dr. Rimbawan selaku ketua Departemen.

3. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah memberikan ulasan dan saran untuk perbaikan skripsi ini.

4. Pihak SDN Purbasari dan SDN Panaragan 3 yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di SDN tersebut.

5. Keluarga tercinta, Papa, Drs. H. Nugraha dan Mama, Diana Ayunari, SE, adik-adikku tersayang Divi Ayu Rivtyana dan Disya Ayu Rivtryana, serta kakek-nenek tercinta, tante-om, Ua-ua, dan saudara-saudara, yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi, perhatian, dukungan, doa dan semangat.

6. Rafika, Aulia R, Fitriyani, Fathia, Hanifah, Agus, Shofi, Intan, Ririn, Fika, Jeallyza, Lucky, Rily, Memes, Amida, Seila, Kevin, Nuzul, Lutfi, Divi, dan Rifan yang telah membantu sebagai enumerator dalam penelitian ini dan selalu memberikan semangat serta doa.

7. Widya Astuti, Rafika Kurniasih, Dwikani Oklita A, Sharrah Fadillah KP, Maulidya Ayu, Dini Kurnianingsih, Fitriyani Wijayanty, Fika Rafika N, Aulia Ratnadianti, Hanifah Fitria, Meisya E, NA Shofiyyatunnisaak, Agus Mahendra Yasa, Yuni Nurwati, Wiwit, Iing, Jeje, Wilda, Novia, Wiji, Maudi, Intan, Aria, dan Hayda yang selalu membantu dan memberikan doa serta semangat.

8. Teman-teman AKG (Aku Keluarga Gizi) Gizi Masyarakat IPB 49 yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang selalu memberi doa dan semangat dan sudah seperti keluarga saya sendiri.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016 Diva Ayu Rivyana

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR ii ii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan 3 Hipotesis 3 Manfaat 3 KERANGKA PEMIKIRAN 4 METODE PENELITIAN 6

Desain, Tempat, Waktu Penelitian 6

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 6

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 7

Pengolahan dan Analisis Data 8

Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran umum sekolah dasar Karakteristik keluarga

Karakteristik individu Status gizi

Kebiasaan sarapan Jenis sarapan

Asupan zat gizi sarapan Kontribusi energi sarapan Densitas energi konsumsi Mutu gizi protein

Tes daya ingat sesaat Prestasi belajar

Hubungan antar variabel SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan Saran 13 15 15 15 17 18 19 21 22 24 25 26 27 30 30 34 34 34 DAFTAR PUSTAKA 35 LAMPIRAN 37

(8)

DAFTAR TABEL

1 Jenis variabel dan indikator penelitian 7

2 Pengkategorian dan analisis variabel penelitian 9

3 Jenis variabel dan teknik analisis data 12

4 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik keluarga 5 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik individu 6 Sebaran siswa menurut status gizi Z-Score IMT/U 7 Sebaran kebiasaan sarapan siswa

8 Jenis sarapan makanan biasa yang dikonsumsi siswa

9 Kontribusi energi dan zat gizi sarapan pada siswa berdasarkan jenis sarapan

10 Sebaran siswa menurut kontribusi zat gizi sarapan

11 Rata-rata densitas energi konsumsi berdasarkan menu sarapan 12 Sebaran siswa menurut densitas energi konsumsi sarapan 13 Rata-rata mutu gizi protein berdasarkan menu sarapan 14 Sebaran siswa menurut mutu gizi protein sarapan 15 Statistik skor daya ingat sesaat siswa

16 Nilai tes daya ingat sesaat kata berdasarkan kebiasaan sarapan 17 Nilai tes daya ingat sesaat kata berdasarkan jenis sarapan

18 Nilai tes daya ingat sesaat gambar berdasarkan kebiasaan sarapan 19 Nilai tes daya ingat sesaat gambar berdasarkan jenis sarapan 20 Sebaran siswa berdasarkan nilai UTS dan jenis sarapan

21 Hubungan variabel dengan daya ingat sesaat dan prestasi belajar

16 18 19 20 21 23 24 25 26 27 27 27 28 28 29 29 30 31

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran analisis hubungan jenis sarapan dengan daya ingat sesaat dan prestasi belajar anak SD di kota Bogor

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa dan pemimpin di masa depan. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan juga oleh kualitas anak-anak saat ini. Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung dari kualitas dan kuantitas zat gizi yang diperoleh dari asupan makanan anak tersebut. Upaya peningkatan sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis, dan berkesinambungan. Salah satu faktor yang menentukan terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas adalah pangan yang bergizi, yang diperoleh melalui konsumsi pangan yang baik (Khomsan 2002).

Gizi menjadi faktor penting bagi anak sekolah karena menunjang pertumbuhan secara fisik dan mental dan dapat meningkatkan kecerdasan anak. Selain itu, keadaan anak sekolah tersebut juga harus sehat dan bugar sehingga mempunyai status gizi yang baik. Meningkatkan kesehatan pada anak-anak akan sangat membantu keberhasilan upaya peningkatan kesehatan di Indonesia. Kebutuhan zat gizi anak dapat terpenuhi dari asupan makanan atau minuman baik yang dikonsumsi dirumah maupun dikonsumsi diluar rumah (jajan). Bahkan tidak jarang mereka menolak untuk sarapan dirumah dan sebagai gantinya meminta uang saku untuk jajan (Barzegari 2011).

Sarapan merupakan bagian dari perilaku untuk mewujudkan gizi seimbang yang penting bagi hidup sehat, aktif dan cerdas. Sarapan membekali tubuh dengan zat gizi yang diperlukan untuk berpikir, bekerja, dan melakukan aktivitas fisik secara optimal setelah bangun pagi. Bagi anak sekolah, sarapan terbukti dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan stamina anak (Gibson & Gunn 2011; Hardinsyah 2012). Selain itu, kebiasaan sarapan dengan gizi yang seimbang dapat membangun pola makan yang baik, membantu manajemen berat badan dan memiliki kecenderungan status gizi yang lebih baik (Darmayanti 2010). Pola makan yang sehat dibutuhkan anak-anak untuk menunjang aktivitas jasmani seharinya yang dimulai dari pagi hari hingga malam, sehingga asupan makan pada awal aktivitas perlu diperhatikan kualitasnya.

Sarapan yang berkualitas sangat diperlukan untuk anak sekolah yang masih aktif karena menyumbang energi dan zat gizi bagi pemenuhan kebutuhan tubuh dalam sehari. Sarapan yang ideal seharusnya memenuhi seperempat kebutuhan gizi anak. Sarapan idealnya mengandung zat gizi seperti protein, lemak, vitamin dan mineral, air dan serat (Febritta 2013). Hasil penelitian menunjukkan sarapan memiliki dampak positif terhadap kewaspadaan, kemampuan kognitif, kualitas belajar, performa akademik, dan status gizi. Ironisnya, hampir 60% anak di Indonesia belum memiliki kebiasaan sarapan.

Usia sekolah anak terutama 7-13 tahun merupakan masa pertumbuhan paling pesat kedua setelah masa balita, karena kesehatan yang optimal menghasilkan pertumbuhan yang optimal pula. Penelitian Hardinsyah dan Aries (2012) terhadap 35000 anak usia sekolah (6-12 tahun) diketahui bahwa akibat tidak sarapan, sebanyak 44,54% anak Indonesia tidak terpenuhi energinya dan mengalami masalah defisiensi gizi mikro, seperti vitamin dan mineral. Sedangkan 23% anak hanya sarapan dengan karbohidrat dan minum, serta 44,6% sarapan,

(10)

namun berkualitas rendah. Hardinsyah (2012) mengatakan, sarapan merupakan makan dan minum yang dilakukan sebelum jam 9 pagi dapat memenuhi 15-30% kebutuhan gizi harian. Bagi orangtua, khususnya ibu, masalah utama untuk membiasakan sarapan pada anak adalah 59% sulit membangunkan anak dari tidurnya, 19% sulit mengajak anak, 10% sulit meminta anak menghabiskan sarapan, dan khawatir anak terlambat sekolah sebanyak 6%.

Berdasarkan data tersebut, perlu upaya untuk meningkatkan kebiasaan sarapan pada anak usia sekolah. Hasil penelitian yang dilakukan pada anak usia 13-16 tahun di Amerika Serikat dan Eropa baik di pedesaan maupun perkotaan menunjukkan 10-30% anak mempunyai kebiasaan tidak sarapan dan anak-anak yang dilaporkan makan sarapan secara konsisten cenderung memiliki profil gizi lebih baik dari pada anak yang melewatkan sarapan. Frekuensi sarapan juga berhubungan positif dengan penyelesaian pekerjaan sekolah, kehadiran sekolah dan konsentrasi sehingga mampu mengikuti kegiatan belajar dengan lebih produktif (Rampersaud GC et al 2005).

Penelitian Benton dan Parker (1998) juga menunjukkan bahwa anak yang tidak sarapan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam mengingat kembali daftar kata daripada anak yang sarapan. Kecepatan mengingat kembali daftar kata daripada anak yang sarapan. Kecepatan mengingat kembali tersebut berkaitan dengan sarapan dan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah antara lain ditentukan oleh konsumsi makanan, sedangkan indikator dari prestasi belajar anak antara lain dapat ditentukan melalui pengukuran nilai tes mata pelajaran yang telah diajarkan oleh gurunya di sekolah.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya resiko melewatkan sarapan terhadap kegemukan. Melewatkan sarapan menimbulkan rasa lapar yang berlebihan pada siang dan sore hari serta dapat merangsang makan lebih banyak pada waktu jajan, makan siang dan makan malam. Sebaliknya anak yang sarapan cenderung memiliki berat badan normal. Sarapan memungkinkan terjadinya metabolisme yang seimbang sehingga membantu untuk memelihara berat badan yang sehat (Smith et al 2010).

Sarapan merupakan kebiasaan yang penting dilakukan berkaitan dengan prestasi belajar pada anak sekolah. Sarapan pagi tidak hanya mampu menyediakan karbohidrat sebagai sumber energi, namun juga haruslah bergizi, beragam, dan berimbang. Kebutuhan zat gizi anak meningkat karena sedang mengalami pertumbuhan yang cepat, namun kebiasaan sarapan pada anak sekolah dasar seringkali ditinggalkan. Kebiasaan sarapan pada anak sekolah dasar masih rendah, hampir 20% anak usia sekolah dasar di Indonesia tidak sarapan dan 44,6% anak usia sekolah dasar mengonsumsi sarapan dengan kualitas rendah (Hardinsyah 2012). Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh jenis sarapan terhadap daya ingat sesaat dan prestasi belajar anak sekolah dasar.

(11)

Perumusan Masalah

1. Bagaimana karakteristik siswa dan keluarga siswa sekolah dasar tersebut? 2. Apa saja jenis sarapan yang sering dikonsumsi oleh siswa sekolah dasar ? 3. Bagaimana jumlah dan kualitas sarapan siswa sekolah dasar tersebut? 4. Bagaimana status gizi siswa sekolah dasar tersebut?

5. Bagaimana nilai tes daya ingat sesaat dan prestasi siswa sekolah dasar tersebut?

6. Apakah jenis sarapan berhubungan dengan status gizi siswa sekolah dasar tersebut?

7. Apakah jenis sarapan berhubungan dengan daya ingat sesaat dan prestasi belajar siswa sekolah dasar tersebut?

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mempelajari hubungan jenis sarapan dengan status gizi, daya ingat sesaat, dan prestasi belajar siswa sekolah dasar.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah

1. Mempelajari jenis sarapan yang dikonsumsi oleh siswa sekolah dasar 2. Menilai kualitas dan kuantitas sarapan siswa sekolah dasar

3. Menilai status gizi siswa sekolah dasar

4. Menilai tes daya ingat sesaat dan prestasi belajar siswa sekolah dasar 5. Menganalisis hubungan jenis sarapan dengan status gizi, daya ingat sesaat,

dan prestasi belajar siswa sekolah dasar.

Hipotesis

Hipotesis peneliti dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan jenis sarapan dengan status gizi, tes daya ingat sesaat, dan prestasi belajar siswa sekolah dasar.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengetahuan dan kebiasaan sarapan siswa sekolah dasar sehingga dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya melakukan sarapan sehat, bergizi, dan seimbang. Informasi tersebut dapat membantu orang tua dan anak dalam menyadarkan pentingnya meningkatkan kualitas dan kuantitas sarapan. Informasi ini juga dapat digunakan pihak sekolah dan pemerintah dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya sarapan dengan makanan bergizi khususnya untuk perbaikan konsumsi pangan dan gizi pada anak-anak.

(12)

KERANGKA PEMIKIRAN

Anak usia sekolah membutuhkan konsumsi makanan yang seimbang baik jenis maupun jumlahnya. Kenaikan kebutuhan zat gizi diperlukan untuk pertumbuhan dan untuk kegiatan fisik dan mental yang meningkat pada anak usia sekolah. Kebiasaan makan yang terbentuk pada usia ini, serta jenis makanan merupakan dasar bagi pola konsumsi pangan dan asupan gizi anak selanjutnya. Kebiasaan makan yang optimal dilihat dari segi kuantitas dan kualitas. Pola kebiasaan makan dapat mencerminkan pola konsumsi seseorang.

Konsumsi sarapan menjadi salah satu usaha perbaikan pola makan sehingga asupan zat gizi terpenuhi. Sarapan yang berkualitas sangat diperlukan untuk anak sekolah yang masih aktif karena menyumbang energi dan zat gizi. Sarapan sangat penting agar anak lebih bisa berkonsentrasi dan tidak mengantuk sewaktu belajar. Konsumsi sarapan menyumbang energi dan zat gizi yang dikonsumsi dan tingkat kecukupannya dalam sehari. Sarapan juga perlu diperhatikan kualitasnya tidak hanya kuantitas.

Kualitas sarapan yang baik dapat menyumbangkan tingkat kecukupan zat gizi dalam sehari dan dalam jangka waktu panjang dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Berbagai penelitian mengaitkan kebiasaan sarapan dengan status gizi. Mereka yang sarapan dilaporkan cenderung memiliki IMT yang lebih rendah dibandingkan kelompok orang yang melewatkan sarapan (Rampersaud et al 2005). Sarapan yang kurang memenuhi syarat gizi akan mengganggu konsentrasi belajar pada anak. Prestasi belajar juga dipengaruhi oleh konsumsi sarapan karena sarapan memberikan kontribusi pada peningkatan glukosa darah yang dibutuhkan untuk aktifitas otak. Penelitian Rampersaud et al (2005) menyatakan sarapan dapat meningkatkan fungsi kognitif yang berkaitan dengan memori, nilai tes dan kehadiran sekolah. Jika nafsu makan anak berkurang dan berlangsung lama akan berpengaruh pada status gizi dan prestasi anak. Selain itu, daya ingat juga dipengaruhi oleh pendidikan orang tua terutama ibu, yang secara tidak langsung berhubungan dengan genetik (Kustiyah 2005). Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

(13)

Keterangan:

= Variabel yang diteliti = Hubungan yang dianalisis

Gambar 1 Kerangka pemikiran analisis hubungan jenis sarapan dengan daya ingat sesaat dan prestasi belajar anak SD di kota Bogor.

Karakteristik Anak  Usia

 Jenis kelamin  Uang saku  Status gizi

Karakteristik Orang Tua  Pekerjaan orang tua  Pendapatan keluarga  Jumlah anggota keluarga  Pendidikan orang tua

Kebiasaan sarapan  Frekuensi

 Waktu dan lokasi sarapan  Ketersediaan sarapan di rumah  Jenis menu sarapan

 Jumlah sarapan

Kualitas dan kuantitas sarapan

Prestasi Belajar Tes Daya Ingat Sesaat

(14)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional study, karena data dikumpulkan pada waktu yang bersamaan dan variabel yang diteliti diukur hanya satu kali. Penelitian ini dilakukan di SDN Panaragan 3 dan SDN Purbasari. Pemilihan lokasi penelitian ini ditentukan secara purposive dengan alasan sekolah tersebut merupakan unggulan dan favorit di Kota Bogor, sekolah tersebut juga termasuk golongan ekonomi sedang, dan memiliki tempat yang strategis dan mudah terjangkau. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret sampai April tahun 2016.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa siswi SDN Panaragan 3 dan SDN Purbasari kelas 5. Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah contoh yang berusia 9-11 tahun, dengan pertimbangan bahwa usia ini anak bisa diajak berkomunikasi dengan baik, mampu mengisi kuisioner, tidak sedang sakit parah, tidak dalam pengobatan, dapat diukur tinggi badan dan berat badannya, bersedia diwawancara sebagai responden, dan merupakan siswa/i kelas lima dari SDN Panaragan 3 dan SDN Purbasari Kota Bogor. Metode yang digunakan dalam penarikan contoh dilakukan secara purposive sampling. Sampel yang digunakan berdasarkan perhitungan rumus besar sampel uji hipotesis beda proporsi yaitu sebagai berikut (Lemeshow 1990):

n =(Z1−α/2√2P(1 − P)+ Z1−β√P1(1 − P1)+ P2(1 − P2)) 2 (P1 − P2)2 n =(1.96√2x0.282(1 − 0.282)+ 0.84√0.515(1 − 0.515)+ 0.049(1 − 0.049) 2 (0.515 − 0.049)2 n = 13.37 ~ 15 Keterangan : n = Besar sampel Z1−α/2 = Derajat kepercayaan 95% (1.96) Z1−β = Kekuatan uji 80% (0.84) P = Rata-rata proporsi (0.515+0.049) /2= 0.282

P1 = Proporsi anak 6-12 thn mengonsumsi jenis sarapan tradisional (51.5%) P2 = Proporsi anak 6-12 thn mengonsumsi jenis sarapan instan (4.9%) (Hardinsyah & Perdana 2013)

(15)

Berdasarkan hasil perhitungan dibutuhkan 15 anak SD sarapan jenis tradisional dan 15 anak SD sarapan jenis instan, sehingga total sampel yang diambil adalah 30 anak SD. Berdasarkan penelitian Hardinsyah dan Perdana (2013), proporsi anak SD sarapan jenis tradisional dan instan secara berturut-turut adalah 70% dan 30%. Dengan menggunakan probability proportional to size (PPS), ditentukan jumlah minimum sampel untuk kelompok anak SD dengan serapan jenis tradisional dan instan secara berturut-turut sebanyak 35 dan 15 orang. Sampel akan dipilih secara acak.

Jenis dan Cara Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan alat bantu berupa kuisioner (Lampiran 1). Data primer ini meliputi data karakteristik individu, karakteristik orang tua, kebiasaan sarapan, konsumsi pangan, antropometri (tinggi badan, dan berat badan), dan tes daya ingat sesaat. Sedangkan data sekunder yaitu data ulangan tengah semester dan data pendukung yaitu gambaran umum lokasi penelitian (jumlah murid dan guru, lama belajar, serta sarana dan prasarana) diperoleh dari lokasi penelitian.

Data karakteristik sampel dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner kepada sampel. Data konsumsi pangan menggunakan metode food recall 1x24 jam yaitu saat hari tes daya ingat dilakukan yang diperoleh dengan wawancara. Data kebiasaan sarapan diperoleh dengan menggunakan kuesioner melalui wawancara kepada anak sekolah meliputi frekuensi sarapan, waktu dan lokasi sarapan, ketersediaan sarapan, kebiasaan sarapan bersama, jenis menu sarapan, jumlah sarapan, kualitas dan kuantitas sarapan. Data tes daya ingat sesaat juga diperoleh dengan cara mengetes langsung anak-anak tersebut di kelas yaitu dengan tes mengingat kata dan gambar.

Data status gizi diperoleh dengan pengukuran antropometri dan perhitungan Indeks Massa Tubuh menurut umur. Berat badan contoh diukur menggunakan timbangan sedangkan tinggi badan contoh diukur menggunakan alat pengukur tinggi badan yaitu microtoise. Prestasi belajar diukur dari nilai ulangan harian di sekolah yaitu nilai mata pelajaran matematika, bahasa inggris, ilmu pengetahuan umum (IPA), bahasa indonesia, dan ilmu pengetahuan sosial (IPS).

Tabel 1 Jenis variabel dan indikator penelitian

No Variabel Jenis Data Data Cara pengumpulan 1 Karakteristik Individu Primer - Usia - Uang saku - Jenis kelamin Pengisian kuisioner oleh siswa 2 Karakteristik orang tua

Primer - Besar Keluarga - Pekerjaan orang tua - Pendidikan orang tua - Pendapatan orang tua Pengisian kuisioner oleh orang tua siswa

(16)

Tabel 1 Jenis variabel dan indikator penelitian (lanjutan)

No Variabel Jenis

Data Data

Cara pengumpulan 3 Kebiasaan sarapan Primer - Frekuensi sarapan

- Waktu sarapan - Lokasi sarapan - Jenis makanan - Jumlah/porsi (URT) - Kualitas sarapan - Kuantitas sarapan Wawancara menggunakan kuesioner yang berisikan beberapa pertanyaan seputar kebiasaan sarapan 4 Konsumsi pangan Primer Konsumsi hari

sekolah dan libur

Food Recall 2x24 jam 5 Status gizi Primer - Berat badan

- Tinggi badan - Umur Berat badan ditimbang menggunakan timbangan badan digital, sedangkan tinggi badan diukur menggunakan Microtoise 6 Prestasi belajar Sekunder Nilai mata pelajaran

- Matematika - IPA - Bahasa Indonesia - IPS Berdasarkan nilai ulangan tengah semester

7 Tes daya ingat sesaat

Primer Skor daya ingat sesaat

Tes daya ingat sesaat

menggunakan kata dan gambar

Pengolahan dan Analisis Data

Data primer yang diperoleh melalui pengisian kuesioner dan pengukuran dianalisis secara statistik dan deskriptif, sedangkan data sekunder yang diperoleh melalui data arsip sekolah dianalisis secara deskriptif. Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis. Data diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell 2013, WHO Anthro Plus, dan SPSS (Statistical

Program for Social Science) 16.0 for Windows. Data konsumsi hasil olahan 2x24 jam food recall diolah menggunakan Microsoft Excell 2013 dan mengkonversikan jumlah

zat gizi merujuk pada daftar konversi bahan makanan (DKBM 2004). Cara pengkategorian variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

(17)

Tabel 2 Pengkategorian dan analisis variabel penelitian

No Variabel Kategori pengukuran Sumber

Karakteristik contoh

1 Usia anak 1. sembilan (9) tahun 2. sepuluh (10) tahun 3. sebelas (11) tahun

Almatsier (2011) 2 Jenis kelamin 1. Laki-laki

2. Perempuan

- 3 Uang saku perhari 1. Sedikit (≤ rata-rata pendapatan

contoh)

2. Banyak (> rata-rata pendapatan contoh)

-

Karakteristik orang tua

1 Pendapatan keluarga/bln

1. Rendah (kurang dari Rp1.000.000)

2. Sedang (Rp1.000.0000 – Rp 3.999.999)

3. Tinggi (lebih dari Rp 4 000 000)

BPS (2010)

2 Besar keluarga 1. Kecil (≤ 4 orang) 2. Besar (>4 orang) BKKBN (2007) 3 Pendidikan orang tua 1. Tidak sekolah 2. Tidak tamat SD 3. Tamat SD/sederajat 4. Tamat SMP/sederajat 5. Tamat SMA/sederajat 6. Tamat Perguruan Tinggi

Riskesdas (2010)

4 Pekerjaan orang tua 1. Tidak bekerja

2. PNS 3. Pegawai swasta 4. Wiraswasta 5. Buruh 6. Lainnya, sebutkan……… Riskesdas (2010) Kebiasaan sarapan

1 Frekuensi sarapan 1. Tidak pernah

2. Jarang (1-3 kali/minggu) 3. Selalu (setiap hari)

Darmayanti (2010) 2 Waktu sarapan 1.05.00-05.59 2.06.00-06.59 3.07.00-07.59 4.08.00-09.00 Darmayanti (2010)

3 Jenis sarapan 1. Makanan pokok

2. Makanan pokok + Lauk hewani 3. Makanan pokok + Lauk nabati 4. Makanan pokok + Lauk hewani + Lauk nabati

5. Makanan pokok + lauk hewani + sayur

6. Makanan pokok + Lauk nabati + sayur

Harahap et al (1998) dalam Faridi (2002)

(18)

Tabel 2 Pengkategorian dan analisis variabel penelitian (lanjutan)

No Variabel Kategori pengukuran Sumber 7. Makanan pokok + Lauk hewani +

Lauk nabati + Sayur

8. Makanan jajanan/ makanan siap saji 4 Sarapan makanan siap saji 1. Tidak pernah 2. Jarang : 1-3 kali/minggu 3. Sering : 4-6 kali/minggu 4. Selalu (setiap hari) 5 Ketersediaan

sarapan di rumah

1.Tersedia ( 4-7 kali/ minggu) 2.Kadang-kadang (1-3 kali/minggu) 3.Tidak tersedia

Darmayanti (2010) 6 Lokasi sarapan 1. Dirumah

2. Perjalanan 3. Sekolah - 7 Kebiasaan sarapan bersama 1. Sendiri

2. Anggota keluarga (sebagian) 3. Anggota keluarga (seluruh) 4. Teman sebaya

Khan (2005)

8 Kualitas sarapan 1. Densitas konsumsi energi 2. Mutu Gizi Protein

9 Kuantitas sarapan 1. Tinggi (25% AKE) 2. Sedang (20-25% AKE) 3. Rendah (<15% AKE) Hardinsyah dan Aries (2012) Status Gizi

1 Status gizi 1. <-3SD (sangat kurus) 2. -3SD ≤ Z ≤ -2 SD (kurus) 3. -2 SD < Z < +1SD (normal) 4. +1SD <Z< +2 SD (gemuk) 5. ≥ +2 (Obes) Kemenkes (2011) Prestasi Belajar

1 Prestasi belajar Berdasarkan nilai ulangan tengah semester yaitu Matematika, IPA, bahasa inggris, bahasa indonesia dan IPS.

1. Sangat baik (85-100)

2. Baik jika rata-rata nilai (70-85) 3. Cukup jika rata-rata nilai (55-70) 4. Kurang jika rata-rata nilai (0-55)

Kemendiknas (2016)

Tes Daya Ingat Sesaat

1 Tes daya ingat sesaat Skor daya ingat

1. Baik : > rata rata skor daya ingat 2. Kurang : < rata rata skor daya

ingat

Kustiyah (2005)

Data konsumsi pangan yang dikonsumsi didapat dengan menggunakan food recall 1 x 24 jam yang dikonversikan kedalam satuan energi (kalori), protein (gram) dengan menggunakan daftar komposisi bahan makanan (DKBM). Data konsumsi pangan akan dikonversi menjadi konsumsi zat gizi untuk kemudian dilakukan

(19)

perhitungan tingkat kecukupan zat gizinya. Daftar komposisi bahan makanan tersebut dapat digunakan dengan menggunakan rumus berikut (Hardinsyah & Briawan 2004).

Rumus perhitungan kandungan zat gizi makanan :

KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan :

KGij : Kandungan zat gizi i dari pangan j yang dikonsumsi (g) Bj : Berat bahan makanan j yang dikonsumsi (g)

Gij : Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD pangan j BDD : Persen pangan j yang dapat dimakan (%BDD) Rumus perhitungan tingkat konsumsi secara umum :

TKGi = (Ki/AKGi) x 100% Keterangan :

TKGi : Tingkat kecukupan zat gizi i Ki : Konsumsi zat gizi i

AKGi : Kecukupan zat gizi yang dianjurkan

Berdasarkan hasil total kandungan energi dan zat gizi sarapan tersebut dapat dihitung kontribusi energi dan protein sarapan pagi dengan cara membandingkan jumlah energi dan protein sarapan dengan angka kecukupan aktual energi dan protein anak, secara umum rumus perhitungan kontribusi energi dan protein sarapan pagi yaitu sebagai berikut :

KGi = GiS/AKGi Keterangan :

KGi : Kontribusi zat gizi ke-i

GiS : Kandungan gizi ke-i makanan sarapan AKGi : Angka kecukupan zat gizi ke-i

Keseluruhan dari 6 kata tersebut digunakan untuk satu kali test daya ingat sesaat di masaing-masing sekolah dan dilakukan dua kali yaitu jam 8 dan jam 11. Pelaksanaan tes dilakukan di kelas dengan jumlah siswa sekitar 15-20 orang yang diminta duduk di kursi, yang sudah diatur oleh peneliti. Mereka diminta untuk mengangkat kedua tangan dan selama tes berlangsung, anak tidak diperbolehkan bersuara ataupun mendahului menulis sebelum aba-aba yang telah ditentukan. Mereka diminta untuk tetap fokus melihat kedepan. Kata ditayangkan selama 15 detik. Setelah itu tayangan kata ditutup, dan siswa baru dipersilahkan untuk menulis kata yang baru saja ditayangkan, waktu untuk menulis dibatasi sekitar 30 detik. Tes daya ingat gambar pun sama dilakukan dengan prosedur tes daya ingat kata, hanya waktu penayangan soal gambar saja yang berbeda, yaitu 25 detik.

Perhitungan densitas energi konsumsi diperoleh melalui total energi makanan sehari yang diasup dibagi dengan berat makanan sehari (Avihani 2013). Masing masing makanan mempunyai nilai densitas energi masing masing. Dihitung dengan cara membagi kandungan kalori masing masing makanan dengan beratnya. Untuk nilai densitas energi makanan diklasifikasikan menjadi 4 golongan yaitu very low energy density (ED< 0,6 kkal/g), low energy density (0,6<ED<1,5 kkal/g),

(20)

medium energy density (1,5<ED<4 kkal/g) dan high energy density (ED>4 kkal/g) (Rolls& Barnett 2000). Mutu gizi protein dihitung dengan membagi jumlah zat gizi protein yang sudah dikali dengan Bio-Assay, lalu dibagi dengan jumlah protein yang dikonsumsi. Nilai mutu gizi protein sudah sangat baik jika nilainya 90 atau lebih dari 90.

Analisis Data

Data-data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan cara statistik secara deskriptif dan infrensia dengan menggunakan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16.0 for Window. Data-data seperti karakteristik anak, karakteristik keluarga, konsumsi pangan, status gizi dan prestasi belajar contoh dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Hubungan antar variabel dianalisis dengan menggunakan uji korelasi rank Spearman dan untuk membedakan variabel-variabel pada anak yang selalu sarapan pagi dengan anak yang jarang sarapan pagi digunakan uji beda (Mann-Whitney). Rincian pengkategorian variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jenis variabel dan teknik analisis data

No Variabel Teknik analisis data Sumber 1 Karakteristik Anak (umur, berat

badan, tinggi badan, jenis kelamin dan uang saku)

Deskriptif statistik

2 Karakteristik Orang tua (pendidikan, pekerjaan,

pendapatan, dan besar keluarga)

Deskriptif statistik

3 Kebiasaan Sarapan ( kategori sarapan, waktu sarapan, lokasi sarapan, jenis menu sarapan, keragaman jenis sarapan dan jenis pangan instan yang digunakan

Deskriptif statistik

4 Kuantitas dan kualitas sarapan Deskriptif statistik 5 Status gizi Deskriptif statistik 6 Prestasi belajar dan daya ingat Deskriptif statistik 7 Hubungan antar variabel Uji Korelasi

Rank Spearman

Hastono (2006) 8 Perbedaan antar variabel Uji beda

(Mann-Whitney)

Hastono (2006)

(21)

Definisi Operasional

Karakteristik orang tua adalah kondisi orang tua contoh yang digambarkan melalui beberapa komponen, yakni umur, pekerjaan, pendidikan, pendapatan dan besar keluarga.

Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh ayah dan ibu sebagai mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, baik sebagai PNS, ABRI/POLRI, pegawai swasta, wiraswata, buruh maupun kategori pekerjaan lainnya.

Pendidikan adalah tingkat pendidikan terakhir yang di lakukan oleh ayah dan ibu, baik tamat SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat dan perguruan tinggi.

Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan yang didapatkan oleh ayah dan ibu dalam satu bulan yang dinilai dalam bentuk uang (rupiah). Pendapatan orang tua dibagi menjadi 3 kategori yaitu (1) kurang dari Rp 1.000.000 (kategori rendah), (2) Rp 1.000.000 hingga Rp 4.000.000 (kategori sedang) dan (3) lebih dari Rp 4.000.000 (kategori tinggi).

Besar keluarga adalah banyaknya individu yang tinggal bersama dalam satu atap dan bergantung pada sumber pendapatan yang sama. Beberapa kriteria besar keluarga yaitu keluarga kecil (kurang atau sama dengan 4 orang), keluarga sedang (5 sampai 7 orang) dan keluarga besar (besar atau sama dengan 8 orang).

Karakteristik individu adalah berbagai ciri yang membedakan individu satu dengan yang lainnya mencakup umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan.

Usia adalah umur contoh saat penelitian dilakukan dan berada pada rentang umur 10, 11 dan 12 tahun.

Berat badan adalah massa tubuh dalam satuan kilo gram yang ditimbang dengan menggunakan timbangan injak detecto dengan ketelitian 0,5 kg.

Tinggi badan adalah panjang tubuh dalam satuan sentimeter yang diukur dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,5 cm.

Kebiasaan sarapan pagi adalah kegiatan mengkonsumsi pangan dan dilakukan pada pagi hari hingga pukul 09.00 WIB yang digambarkan melalui kategori sarapan, keragaman pangan, waktu, lokasi dan jenis sarapan. Kebiasaan sarapan tergolong baik jika sarapan yang dilakukan berada pada kategori sering (≥ 4 kali/minggu) dengan tingkat keragaman pangan tinggi (≥ 6 jenis kelompok pangan). Kebiasaan sarapan cukup baikadalah sarapan yang dilakukan pada kategori sering (≥ 4 kali/minggu) dengan tingkat keragaman pangan sedang (4-5 jenis kelompok pangan). Kebiasaan sarapan tidak baik adalah sarapan yang dilakukan pada kategori jarang (1-3 kali/minggu) dengan tingkat keragaman pangan rendah (1-3 jenis kelompok pangan).

Waktu sarapan pagi adalah waktu pada saat contoh melakukan kegiatan sarapan yaitu saat sebelum berangkat sekolah dan setelah berangkat sekolah.

Lokasi sarapan pagi adalah tempat dimana contoh biasa melakukan sarapan yaitu di rumah, di perjalanan atau di sekolah.

Kategori sarapan pagi adalah kategori contoh dalam melakukan sarapan di pagi hari selama enam hari sekolah yang dikelompokkan dalam ketegori sering, jarang, dan tidak pernah.

(22)

Jenis menu sarapan pagi adalah susunan komposisi pangan yang dikonsumsi pada waktu sarapan yang yang terdiri dari delapan jenis yaitu makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati dan sayuran serta makanan jajanan.

Keragaman jenis pangan adalah jumlah dari berbagai jenis bahan pangan yang dikonsumsi ketika sarapan selama enam hari sekolah dengan beberapa kategori, yaitu keragaman tingkat tinggi (lebih dari atau sama dengan 6 jenis kelompok pangan), tingkat sedang (4 hingga 5 jenis kelompok pangan), dan tingkat rendah (kurang dari atau sama dengan 3 jenis kelompok pangan). Makanan siap saji adalah jumlah konsumsi makanan siap saji yang dikonsumsi

ketika sarapan pagi selama enam hari sekolah yang yang dikategorikan menjadi tidak pernah, jarang (1 hingga 3 kali seminggu) dan sering (4 hingga 6 kali seminggu).

Konsumsi pangan adalah tindakan makan contoh yang dilakukan secara berulang untuk memenuhi kebutuhan gizinya yang digambarkan dengan kebiasaan konsumsi sumber karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayur, buah-buahan, jajanan dan minuman. kontribusi konsumsi zat gizi diperoleh dari data konsumsi pangan yang dikonversikan kedalam kandungan gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).

Kontribusi energi dan protein sarapan adalah perbandingan antara jumlah intik energi dan protein sarapan terhadap kebutuhan energi dan protein aktual. Densitas energi konsumsi adalah asupan energi total per hari (dalam kkal) dibagi

dengan berat makanan total yang dikonsumsi (dalam gram).

Kuantitas sarapan adalah kontribusi energi sarapan terhadap angka kecukupan gizi anak usia sekolah, diantaranya kuantitas sarapan baik apabila kontribusi energi > 25% AKG sehari, kuantitas sarapan cukup apabila kontribusi energi 15-25% AKG sehari, dan kualitas sarapan rendah apabila kontribusi energi < 15% AKG sehari.

Status gizi adalah pengukuran gizi pada anak usia 5-18 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks massa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Dikategorikan berdasarkan klasifikasi Depkes (2011).

Prestasi belajar adalah nilai hasil ujian tengah semester (UTS) matematika, B.Indonesia, IPA, dam IPS. Data nilai hasil ujian dapat diperoleh secara sekunder atau arsip sekolah.

Daya ingat sesaat adalah kemampuan seseorang untuk menangkap, mengkode, menyimpan dan mengungkap kembali sebuah informasi baru, segera setelah informasi tersebut diterima dalam jangka singkat, dalam penelitian ini dilakukan 2 jenis tes daya ingat yaitu tes daya ingat gambar dan kata.

(23)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Sekolah Dasar

Sekolah dasar yang dijadikan contoh dalam penelitian kali ini merupakan sekolah dasar yang berakreditasi baik dan unggulan di Kota Bogor. Sekolah Dasar Negeri Panaragan 03 berlokasi di Jalan Veteran dan Sekolah Dasar Negeri Purbasari berlokasi di Gunung Batu. Kegiatan belajar mengajar untuk kelas 5 berlangsung pada hari Senin hingga Sabtu sekitar 5 jam dimulai pukul 07.00 sampai dengan pukul 12.00 WIB. Selain kegiatan belajar mengajar, kedua sekolah tersebut juga menyediakan kegiatan ekstrakurikuler guna mewadahi dan mengembangkan bakat, kreatifitas dan minat contoh.

Jumlah murid SDN Panaragan pada tahun pelajaran 2015-2016 ada 503 siswa, sedangkan pada SDN Purbasari ada 348 siswa dengan jumlah guru yang telah memenuhi standar kebutuhan minimal. Guru kelas SDN Panaragan terdiri dari 20 orang, sedangkan SDN Purbasari terdiri dari 15 orang. Siswa kelas 5 SDN Panaragan terdiri dari 77 siswa, sedangkan SDN Purbasari terdiri dari 47 siswa.

Visi dari SDN Panaragan yaitu ”Sekolah unggul dalam prestasi,disiplin, bertanggung jawab, menanamkan IMTAQ, teladan dalam bersikap dan bertindak” sedangkan misinya adalah mewujudkan sekolah sebagai wawasan wiyata mandala, mewujudkan peningkatan kualitas tamatan, membentuk generasi yang bertaqwa, cerdas dan mandiri, memiliki gotong-royong, hormat dan santun kepada orang tua, kekeluargaan dan cinta tanah air, serta membentuk generasi yang terampil, kreatif, berdedikasi, dan cinta almamater.

Karakteristik Keluarga

Karakteristik keluarga yang diteliti adalah pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Menurut BKKBN (1998) besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Banyak sedikitnya anggota keluarga berhubungan dengan distribusi makanan dalam suatu keluarga (Suhardjo 1989). Sebagian besar contoh mempunyai besar keluarga kurang dari empat atau sama dengan empat (54.5%) sedangkan sisanya mempunyai besar keluarga lebih dari empat orang.

Bekerja merupakan kegiatan yang dilakukan dengan maksud memperoleh atau membantu penghasilan. Sebagian besar contoh, ayahnya bekerja sebagai pegawai swasta (18%), wiraswasta, dan buruh, sedangkan ibu banyak yang tidak bekerja (80.3%). Hal ini juga dapat dihubungkan dengan tingkat pendidikan ayah yang sebagian besar adalah tamat perguruan tinggi dan SMA dan mereka juga sebagian besar bekerja sebagai pegawai swasta yang memiliki tingkat pendapatan yang tinggi. Tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya. Sesuai dengan Hukum Bennet, semakin tinggi pendapatan maka kualitas bahan pangan yang dikonsumsi juga akan semakin baik dan tercermin dari perubahan pembelian bahan pangan yang harganya murah

(24)

menjadi bahan pangan yang harganya lebih mahal dengan kualitas yang lebih baik (Martianto & Ariani 2004).

Sebagian besar contoh, pendidikan ayah adalah SMA (60.6%) dan perguruan tinggi (21.2%) dan ibu tamat SMA (57.6%). Pendidikan tertinggi ayah maupun ibu pada contoh sama-sama didominasi pada tamat SMA. Beberapa contoh terdapat orang tua yang pendidikannya tidak tamat SD tetapi ada orang tua yang tamat SD dan tamat SMP. Tingkat pendidikan seseorang menentukan mudah tidaknya seseorang dalam menerima suatu masukan atau pengetahuan. Keadaan gizi seorang anak dipengaruhi oleh orang tua dan pendidikan orang tua tersebut merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan gizi anak. Terdapat dua sisi kemungkinan hubungan tingkat pendidikan orang tua dengan keadaan gizi anak yaitu, tingkat pendidikan ayah secara langsung atau tidak langsung menentukan keadaan ekonomi keluarga, dan pendidikan ibu disamping modal utama dalam perekonomian rumah tangga juga berperanan dalam menyusun pola makanan untuk rumah tangga (Tarwotjo et al. 1988; Sunandar 2002).

Menurut Wales (2009) pekerjaan jika diartikan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia dan jika dalam arti sempit istilah adalah pekerjaan yang digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Sebagian besar pekerjaan ayah adalah sebagai pegawai swasta. Sebagian besar pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga. Pekerjaan yang baik akan memberikan penghasilan atau pendapatan yang baik pula sehingga keluarga dapat mencukupi kebutuhan akan pangan dan kesehatan anggota keluarganya. Pekerjaan seseorang akan berkaitan dengan tingkat pendapatan yang diperolehnya (Suranadi & Chandradewi 2008). Persentase jenis pekerjaan ayah dan ibu pada anak yang jarang sarapan pagi maupun pada anak yang selalu sarapan pagi didominasi oleh pegawai swasta (ayah) dan ibu rumah tangga (ibu). Berikut adalah tabel sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga.

Tabel 4 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik keluarga

Karakteristik Orang tua n %

Pendidikan Ayah Tidak Tamat SD 1 1.5 SD 5 7.6 SMP 6 9.1 SMA 40 60.6 PT 14 21.2 Total 66 100 Pendidikan Ibu Tidak Tamat SD 1 1.5 SD 4 6.1 SMP 13 19.7 SMA 38 57.6 PT 10 15.2 Total 66 100

(25)

Tabel 4 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik keluarga (lanjutan)

Karakteristik Orang tua n %

Pekerjaan Ayah Tidak Bekerja 4 6.1 PNS 11 16.7 Pegawai Swasta 18 27.3 Wiraswasta 17 25.8 Buruh 16 24.2 Total 66 100 Pekerjaan Ibu Tidak Bekerja 53 80.3 PNS 1 1.5 Pegawai Swasta 4 6.1 Wiraswasta 7 10.6 Buruh 1 1.5 Total 66 100 Besar Keluarga Kecil (<=4) 36 54.5 Besar (>4) 30 45.5 Total 66 100 Pendapatan < Rp1.000.0000 22 33.3 Rp1.000.000 - Rp2.499.999 16 24.2 Rp2.500.000 - Rp3.499.999 19 28.8 >= Rp4.000.000 9 13.6 Total 66 100 Mean±SD Rp2.227.273 ± 1.06

Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan orang tua berkisar antara 2.500.000 sampai 3.499.999 dengan besar keluarga dari sebagian besar contoh adalah kurang atau sama dengan 4 orang (kecil). Batas garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS (2014) adalah sebesar Rp 308.826/kapita/bulan. Garis kemiskinan menggambarkan pendapatan minimal yang harus dimiliki untuk dapat memenuhi kebutuhan pengeluaran makanan dan bukan makanan seseorang. Rata-rata pendapatan orangtua contoh pada penelitian ini berada di atas angka garis kemiskinan, setelah memperhitungkan rata-rata jumlah anggota keluarga yang ditanggung oleh pendapatan tersebut.

Karakteristik Individu

Contoh penelitian ini adalah anak kelas 5 SDN Panaragan dan SDN Purbasari, Bogor. Jumlah contoh pada penelitian ini adalah sebanyak 66 orang, dengan 39 orang berasal dari SDN Panaragan dan 27 orang berasal dari SDN Purbasari. Karakteristik individu terdiri dari jenis kelamin, usia, dan uang saku/hari.

(26)

Berikut disajikan tabel sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin, usia, dan uang saku/hari.

Tabel 5 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik individu

Karakteristik individu n % Jenis Kelamin Laki-laki 35 53 Perempuan 31 47 Total 66 100 Usia 10 tahun 27 40.9 11 tahun 38 57.6 12 tahun 1 1.5 Total 66 100

Uang saku/ hari

<Rp10.364 52 78.8 >Rp10.364 14 21.2 Total 66 100 Rata-rata ± SD 10.364 ± 5.179 Min 2.000 Max 31.000

Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa dalam penelitian ini adalah laki-laki (53%), dengan sebagian besar contoh berada pada usia 11 tahun (57.6%). Menurut Hurlock (1999), anak usia sekolah merupakan anak yang berusia 6 tahun sampai 12 tahun. Menurut Hardinsyah dan tambunan (2004) anak sekolah dasar dibagi dua kelompok yaitu kelompok umur 7-9 tahun dan kelompok umur 10-12 tahun. Uang saku per hari contoh dibedakan berdasarkan rata-rata uang saku contoh yaitu Rp10.364, dengan uang saku paling kecil adalah Rp2.000 dan paling besar adalah Rp31.000. Menurut Astuti dan Handarsari (2010), penelitian yang dilakukan di Semarang, uang saku siswa yang bersekolah di pusat kota lebih tinggi daripada siswa yang bersekolah di pinggir pusat kota. Kedua sekolah dalam penelitian ini berada di pusat kota Bogor dan mempunyai rata-rata uang saku yang cukup tinggi yaitu Rp10.364.

Status Gizi

Status gizi anak dihitung dengan menggunakan analisis z-score. Analisis ini merupakan rekomendasi dari WHO (World Helath Organization). Menurut Depkes (2004) status gizi tersebut merupakan tanda penampilan seseorang yang diakibatkan oleh keseimbangan antara pemasukan degan pengeluaran zat gizi yang bersumber dari pangan yang dikonsumsi oleh seseorang yang didasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan. Berikut adalah tabel status gizi siswa berdasarkan Z-Score IMT/U.

(27)

Tabel 6 Sebaran siswa menurut status gizi Z-Score IMT/U Status gizi n % Sangat kurus 0 0 Kurus 5 7.6 Normal 41 62.1 Overweight 20 30.3 Total 66 100

Keterangan : Sangat kurus = < -3 SD Kurus = -3 SD ≤ Z ≤ -2 SD

Normal = -2 SD < Z < +1 SD

Gemuk (overweight) = +1 SD < Z < +2 SD Obese (overweight) = ≥ +2 SD

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa hasil penilaian status gizi pada contoh sebagian besar adalah normal (62.1 %). Berbagai penelitian mengaitkan kebiasaan sarapan dengan status gizi. Mereka yang sarapan dilaporkan cenderung memiliki IMT yang lebih rendah dibandingkan kelompok orang yang melewatkan sarapan (Rampersaud et al 2005). Menurut Riskesdas (2013), status gizi anak umur 5-18 tahun dikelompokkan menjadi tiga kelompok umur yaitu 5-12 tahun, 13-15 tahun dan 16-18 tahun. Indikator status gizi yang digunakan untuk kelompok umur ini didasarkan pada hasil pengukuran antropometri berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) yang disajikan dalam bentuk tinggi badan menurut umur (TB/U) dan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U). Berdasarkan uji speaman tidak terdapat hubungan signifikan antara IMT/U dengan kebiasaan sarapan (p=0.904) dan berdasarkan uji mann-whitney tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara status gizi pada anak yang selalu sarapan dan kadang-kadang sarapan (p=.

Kebiasaan Sarapan

Menurut Khomsan (2002) makan pagi atau sarapan pagi merupakan salah satu waktu makan yang sangat penting. Manfaat sarapan pagi salah satu faktor pentingnya yaitu yang berasal dari sumber karbohidrat untuk meningkatkan kadar gula darah yang berdampak positif pada produktivitas dan konsentrasi belajar bagi anak sekolah. Selain itu sarapan dapat memberikan kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan untuk proses fisiologis dalam tubuh (seperti protein, lemak, vitamin dan mineral).

Kategori makan tergantung dari kebiasaan masing-masing keluarga. Kebiasaan makan biasanya diatur oleh ibu yang memiliki peran penting dalam kegiatan dalam rumah tangga tersebut. Kategori makan merupakan salah satu komponen yang membentuk kebiasaan makan seseorang (Sanjur 1982).Sebagian besar contoh yang diteliti mempunyai kebiasaan sarapan setiap hari atau selalu (51.5%) dan yang jarang hanya 48.5%. Waktu sarapan sebagian besar contoh adalah jam 6 sampai 7 pagi sebelum mereka berangkat ke sekolah yaitu sebesar 47% (Martianto 2006). Semua contoh melakukan sarapan pagi di rumah (100%). Kebiasaan sarapan bersama keluarga (47%) mendominasi sebagian besar contoh. Ketersediaan sarapan sebagian besar contoh selalu tersedia di rumah (72%).

(28)

Tingginya penggunaan pangan instan sebagai pangan sarapan akan berdampak kurang baik bagi kondisi tubuh karena bahan yang dikandung oleh pangan instan tersebut biasanya mengandung zat gizi yang rendah atau terbatas seperti kalsium, vitamin, magnesium, folat dan serat namun kandungan lemak natriumnya cukup tinggi (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat UI 2009). Sebaran konsumsi makanan siap saji dapat dilihat pada dimana sebagian besar contoh jarang mengkonsumsi makanan siap saji (60%). Berikut tabel sebaran siswa berdasarkan kebiasaan sarapan.

Tabel 7 Sebaran kebiasaan sarapan siswa

Kebiasaan Sarapan n % Frekuensi sarapan Tidak pernah 0 0 Jarang 32 48.5 Selalu 34 51.5 Total 66 100 Waktu sarapan 05.00-05.59 19 28.8 06.00-06.59 31 47 07.00-07.59 9 13.6 08.00-09.00 7 10.6 Total 66 100 Lokasi sarapan Rumah 66 100 Perjalanan 0 0 Sekolah 0 0 Total 66 100

Kebiasaan sarapan bersama

Sendiri 16 24.2

Anggota keluarga sebagian 31 47

Anggota keluarga seluruh 19 28.8

Teman sebaya 0 0

Total 66 100

Ketersediaan sarapan di rumah

Tersedia (4-7 kali/minggu) 48 72.7

Kadang-kadang (1-3 kali/minggu) 18 27.3

Tidak tersedia 0 0

Total 66 100

Sarapan makanan siap saji

Tidak pernah 1 1.5

Jarang (1-3 kali/minggu) 60 90.9

Sering (4-6 kali/minggu) 4 6.1

Selalu (setiap hari) 1 1.5

(29)

Menurut Kral et al. (2010) ketika seseorang tidak melakukan sarapan pagi, tingkat konsumsi kalorinya lebih rendah 362 kalori dibandingkan dengan seseorang yang melakukan sarapan pagi. Anak yang tidak terbiasa melakukan sarapan pagi akan bersiko mengalami hipoglikemia dan akan cenderung mengkonsumsi jajanan disekolah yang cenderung mengandung bahan tambahan pangan yang berbahaya. Kadar glukosa darah akan berpengaruh terhadap peningkatan produktifitas dan kondisi aktivitasnya. Anak yang tidak terbiasa melakukan sarapan pagi dapat disebabkan karena kebiasaan tidak sarapan tersebut dibangun oleh keluarganya yang memang tidak terbiasa melakukan sarapan pagi. Kebiasaan orang tua tersebut akhirnya dilakukan juga oleh anak tersebut.

Selain faktor keluarga penyebab lain anak tidak sarapan pagi adalah berasal dari faktor fisiologis dari dalam diri anak tersebut yang membuat anak menjadi malas sarapan pagi dan faktor biologis dimana anak sering sakit perut setelah sarapan pagi. Kondisi kurangnya nafsu makan juga menjadi salah satu permasalahan yang sering kali dialami oleh anak usia sekolah. Tidak terbiasanya melakukan sarapan pagi akan dapat membuat organ lambung selalu berada dalam keadaan kosong pada pagi hari dan hal tersebut jika dibiarkan secara terus menerus maka akan dapat menimbulkan efek yang negatif bagi kondisi tubuh.

Jenis Sarapan

Jenis sarapan pada penelitian ini dibedakan menjadi makanan biasa dan makanan lain. Makanan biasa adalah segala jenis makanan olahan asli Indonesia, khas daerah setempat, mulai dari makanan lengkap, selingan dan minuman, yang cukup kandungan gizi, serta biasa dikonsumsi oleh masyarakat daerah tersebut. Contoh makanan tradisional adalah makanan pokok seperti nasi liwet, nasi kuning, nasi uduk, nasi begana, nasi goreng, lontong, ketupat, bubur menado, nasi jagung, papeda, sagu ambon dan lain-lain. Contoh lauk-pauknya adalah aneka pepesan, aneka bakaran, aneka dendeng, lauk pauk berkuah dan tidak berkuah seperti gulai, semur, kalio, opor, rawon, kare, aneka soto, bacem sambal goreng dan lain-lain. Contoh sayur dan buah adalah sayur asam, sayur lodeh, sayur bobor, karedok, gado-gado, pecel, urap, asinan, rujak bebek, terancam dan lain-lain.

Makanan lain yang di maksud dalam penelitian ini adalah jenis makanan yang dikonsumsi selain nasi, seperti bubur, roti, doclang, sereal, susu, dan lain-lain. Siswa yang sarapan saat dilakukan tes daya ingat sesaat terdapat 58 siswa dan 8 siswa yang tidak sarapan. Siswa yang sarapan dengan makanan tradisional terdapat 37 siswa. Berikut ini merupakan tabel jenis sarapan tradisional yang dikonsumsi oleh contoh.

Tabel 8 Jenis sarapan makanan biasa yang dikonsumsi siswa

Kelompok pangan Jenis pangan n %

Makanan biasa Nasi goreng 18 27.3

Nasi putih 14 21.2

Nasi uduk 5 7.6

Makanan lain Roti 8 12.1

Bubur ayam 4 6.07

(30)

Tabel 8 menunjukkan makanan biasa yang banyak dikonsumsi adalah nasi goreng, dengan jumlah siswa yang mengonsumsi sebanyak 27.3%. Menurut Williams (1995), makanan yang mengandung karbohidrat tinggi seperti nasi akan meningkatkan secara cepat kadar glukosa darah namun pada umumnya hanya berlangsung dalam satu jam. Sehingga sarapan yang baik seharusnya mengandung karbohidrat namun jenis nya adalah karbohidrat kompleks seperti roti dan serealia yang juga mengandung tinggi serat dan rendah lemak.

Makanan biasa yang terdiri dari nasi goreng, nasi putih, dan nasi uduk biasanya dimakan bersama lauk hewani, lauk nabati, dan sayur. Lauk hewani yang dominan di konsumsi adalah telur ayam dan ayam goreng. Lauk nabati yang dikonsumsi hanya tempe sedangkan untuk sayuran ada beberapa anak ynag mengonsumsi sayur bayam dan kangkung. Sarapan sebaiknya mengonsumsi makanan lengkap yakni yang mengandung gizi yang seimbang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Namun, jenis menu sarapan akan lebih baik apabila terdiri dari makanan sumber zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur (Depkes 2005). Menurut Khomsan (2002), sarapan dengan aneka ragam pangan yang terdiri dari nasi, lauk pauk, buah dan susu dapat memenuhi kebutuhan akan vitamin dan mineral.

Selain makanan biasa, makanan lain seperti roti, bubur ayam, susu, gorengan tempe, bihun goreng, mie instan, bubur kacang hijau, doclang, dan buah jambu air juga dikonsumsi saat sarapan oleh 21 siswa. Jenis makanan yang paling dominan adalah roti, dengan rata-rata jumlah sisawa yang mengonsumsi sebanyak 12.1%. Jenis bahan pangan dari makanan yang dicerna dalam tubuh juga mempengaruhi kadar glukosa darah seseorang. Kadar glukosa dalam darah ini lah yang akan mempengaruhi efisiensi aktivitas fisik maupun mental karena merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sumber energi untuk beraktifitas. Menurut Williams (1995), makanan yang mengandung karbohidrat tinggi seperti nasi akan meningkatkan secara cepat kadar glukosa darah namun pada umumnya hanya berlangsung dalam satu jam. Sehingga sarapan yang baik seharusnya mengandung karbohidrat namun jenis nya adalah karbohidrat kompleks seperti roti dan serealia yang juga mengandung tinggi serat dan rendah lemak. Karena akan merangsang glukosa dan mikro nutrient dalam otak untuk menghasilkan energi. Sehingga dapat memacu otak agar dapat memusatkan pikiran untuk belajar dan memudahkan penyerapan pelajaran dan daya ingat nya menjadi lebih baik dan konsisten.

Asupan Zat Gizi Sarapan

Asupan zat gizi sarapan yang akan dilihat adalah energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Asupan zat gizi sarapan diperoleh dari recall 1x24 jam. Dari segi jumlah zat gizi sarapan akan menyumbang sekitar seperempat dari asupan zat gizi harian. Hal ini mempertimbangkan bahwa selain dari sarapan asupan zat gizi harian juga diperoleh dari makan siang (lunch), makan malam (dinner) dan snack yang dilakukan diantara waktu makan. Lopez-Sobaler et al. (2003) di Madrid - Spanyol menetapkan sarapan dianggap cukup jika menyediakan minimal 20% asupan energi harian. Sementara di Amerika latin, sarapan minimal mengandung energi 100 kkal (Alexander et al. 2009). Menurut Khomsan (2005) sarapan sebaiknya

(31)

menyumbangkan energi sekitar 25% dari asupan energi harian, yaiu sekitar 200-300 kalori. Berikut tabel kontribusi energi dan zat gizi lain contoh pada sarapan.

Tabel 9 Kontribusi energi dan zat gizi sarapan pada siswa berdasarkan jenis sarapan

Zat gizi Makanan biasa Makanan lain p

Mean±SD %AKG Mean±SD %AKG

Energi (kkal) 454 ± 145.2 23.7 % 354 ± 156.9 17.7 % 0.025* Protein (g) 14 ± 5.3 25.8 % 12.7 ± 8.6 22.5 % 0.225 Lemak (g) 20.6 ± 9.8 30.2 % 16.5 ± 49.5 24.1 % 0.033* Karbohidrat (g) 40.4 ± 15.2 14.3 % 49.5 ± 34.1 17.7 % 0.497

Tabel 9 menunjukkan kontribusi energi dan zat gizi sarapan pada contoh berdasarkan jenis sarapan makanan biasa dan makanan lain. Berdasarkan uji mann-whitney terdapat perbedaan yang signifikan antara kontribusi energi dan lemak dari makanan biasa dan makanan lain (P<0.05). Sementara tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kontribusi karbohidrat dan protein dari makanan biasa dan lain (P>0.05). Persentase AKG juga menunjukan bahwa energi, protein, dan lemak lebih besar dari makanan biasa sedangkan karbohidrat lebih kecil pada makanan biasa.

Glukosa merupakan sumber energi utama bagi otak. Apabila seseorang melewatkan sarapan menyebabkan tubuh kekurangan glukosa atau kadar glukosa di bawah normal (hipoglikemia), pusing, gemetar, lelah dan sulit berkonsentrasi serta memiliki kecenderungan untuk mengalami overweight lebih tinggi karena cenderung mengonsumsi cemilan lebih banyak (Billon et al. 2002; Huang et al. 2010; Pereira et al. 2011; McCrory & Campbell 2011). Penelitian Faridi (2002) dan Basch (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata antara kebiasaan sarapan dengan kadar glukosa darah anak usia sekolah, sehingga jika anak tidak sarapan maka dapat mengakibatkan penurunan gairah belajar, kecepat-an reaksi, serta kesulitan dalam menerima pelajaran dengan baik yang pada akhirnya akan memberi dampak negatif pada prestasi akademik. Penelitian yang dilakukan oleh Leidy dan Racki (2010) serta Zeng et al. (2011) menyatakan, dengan sarapan pagi lambung akan terisi kembali setelah 8—10 jam kosong sehingga kadar gula dalam darah meningkat lagi serta akan meningkatkan kapasitas tubuh dalam beraktivitas, terutama jika sarapan tersebut tinggi protein.

Selain menyumbangkan glukosa, sarapan juga menyumbangkan zat gizi penting bagi tubuh yang berperan dalam mekanisme daya ingat (kognitif) memori seseorang, meskipun tidak memengaruhi tingkat kecerdasan. Bila terjadi keterlambatan masukan zat gizi (asupan gula ke dalam sel darah) maka dapat menurunkan daya konsentrasi anak sewaktu belajar yang timbul karena lemas, lesu, pusing dan mengantuk. Dampak buruk tidak sarapan yang lain bagi anak antara lain; status gizi (peningkatan IMT), kesehatan dan stamina anak menurun; menggagalkan penanaman kebiasaan gizi seimbang dan pencapaian prestasi optimal anak; pemborosan investasi pendidikan; dan menghambat peningkatan kualitas SDM bangsa (Brown, Beardslee, Prothrow-Stith 2008; Tin et al. 2011).

Berdasarkan hasil analisis serta bahasan tersebut di atas tampak jelas bahwa masalah tidak sarapan di kalangan penduduk Indonesia masih besar, baik pada anak, remaja maupun dewasa. Selain itu masalah rendahnya asupan gizi dari

(32)

sarapan juga masalah. Bila hal ini dibiarkan akan turut memengaruhi kemampuan konsentrasi, kemampuan fisik, kejadian kegemukan dan bagi anak sekolah meningkatkan kemungkinan asupan jajanan yang tidak aman. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menanamkan kebiasaan sarapan dan pola makan yang baik bagi anak diantaranya adalah dengan promosi dan penerapan dengan suatu program pendidikan yang terpadu (terintegrasi dengan kurikulum pendidikan di sekolah). Hasil penelitian Eilat-Adar et al. (2011) yang dilakukan di Israel menunjukkan bahwa integrasi materi kebiasaan makan dan sarapan yang sehat dalam kurikulum pendidikan terbukti efektif dalam meningkatkan pola makan dan sarapan sehat bagi anak usia sekolah dasar, selain itu juga Bartfeld dan Ahn (2011) menyebutkan bahwa program sarapan sekolah bisa menjadi salah satu strategi efektif dalam membantu ketahanan pangan rumah kelompok ekonomi rendah. Upaya yang dilakukan untuk menjaga kualitas sarapan diantaranya adalah dengan memberikan sarapan bagi anak dalam porsi yang sesuai atau dalam jumlah yang biasa dimakan anak (Carr & Kranz 2012). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penambahan jumlah dan jenis menu dalam sarapan tidak akan meningkatkan asupan gizi dari sarapan pada anak karena mereka hanya mengonsumsi makanan yang disukai serta dan dalam porsi/jumlah yang mereka makan.

Kontribusi Energi Sarapan

Sarapan penting bagi setiap orang untuk mengawali aktivitas sepanjang hari. Sarapan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi di pagi hari, sebagai bagian dari pemenuhan gizi seimbang; dan bermanfaat dalam membantu mencegah hipoglikemia, menstabilkan kadar glukosa darah, dan mencegah dehidrasi setelah berpuasa sepanjang malam (Gibson & Gunn 2011; Hardinsyah 2012). Sarapan atau makan dan minum pagi adalah kegiatan makan dan minum yang dilakukan antara bangun pagi sampai jam 9 untuk memenuhi sebagian (15-30%) kebutuhan gizi harian dalam rangka mewujudkan hidup sehat, aktif, dan cerdas. Energi dari sarapan untuk anak-anak dianjurkan berkisar 15-30 % yaitu 200-300 kalori. (Hardinsyah 2012).

Makanan yang dikonsumsi oleh seorang anak akan memiliki dampak terhadap masa penting perkembangannya seperti kesehatan, kekuatan fisik serta kesehatan mental dan jiwa. Anak yang biasa mengkonsumsi makanan yang sehat dengan kandungan zat gizi yang seimbang akan tumbuh menjadi anak yang sehat (Nurhasan 2005). Sarapan memiliki pengaruh yang besar terhadap asupan energi dan protein harian. Hasil perbandingan rata-rata kontribusi energi sarapan anak dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran siswa menurut kontribusi energi sarapan Kategori Sarapan makanan biasa Sarapan makanan lain n % n % Tinggi (>25%) 13 35,1 3 14.3 Sedang (15-25%) 17 45,9 10 47.6 Rendah (<15%) 7 18,9 8 38.1 Total 37 100 21 100

(33)

Kontribusi energi pada anak yang sarapan makanan tradisional maupun sarapan makanan lain, sebagian besar yaitu 45.9% dan 47.6%. Kontribusi energi dipengaruhi oleh kebutuhan dan konsumsi anak tersebut. Rata-rata konsumsi energi pada anak yang sarapan tradisional maupun makanan lain adalah 366 Kkal dan protein 11.8 gram. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Perdana (2013) dimana 69.6% anak Indonesia masih belum mengkonsumsi sarapan pagi sesuai dengan anjuran gizi seimbang.

Densitas Energi Konsumsi

Perhitungan densitas energi konsumsi diperoleh melalui total energi makanan sehari yang diasup dibagi dengan berat makanan sehari (Avihani 2013). Masing masing makanan mempunyai nilai densitas energi masing masing. Dihitung dengan cara membagi kandungan kalori masing masing makanan dengan berat nya. Densitas energi makanan dikategorikan ke dalam 4 kelompok berdasarkan jumlah kalori per gram makanan yaitu makanan dengan densitas energi sangat rendah, rendah, sedang, dan tinggi. Makanan dengan densitas energi rendah berkisar antara 0.7-1.5 kkal/g, sedangkan yang tergolong sangat rendah berkisar antara 0-0.6 kkal/g. Makanan yang tergolong ke dalam kedua kategori ini adalah tomat, yoghurt bebas lemak, stroberi, brokoli, dan sebagian besar sayuran dan buah-buahan segar. Makanan dengan densitas energi sedang mengandung 1.5-4 kkal/gram. Makanan yang memiliki densitas energi sedang diantaranya adalah telur rebus, roti gandum utuh, buah yang dikeringkan, dan lain-lain. Makanan dengan densitas energi tinggi mengandung 4-9 kkal/g makanan, makanan dengan jenis ini pada umumnya memiliki kandungan air yang sangat sedikit seperti krekers, cookies, mentega, bacon, dan makanan lainnya yang tinggi lemak (CDC 2014). Berikut tabel rata-rata densitas energi setiap menu sarapan.

Tabel 11 Rata-rata densitas energi konsumsi berdasarkan menu sarapan No Menu Sarapan Densitas energi (kkal/g)

1 Nasi goreng 2.90 2 Nasi putih 2.26 3 Nasi uduk 2.67 4 Roti 3.57 5 Bubur ayam 1.80 6 Lainnya 2.26

Tabel 11 menunjukkan roti mempunyai densitas energi yang tinggi dan buah mempunyai densitas energi yang rendah. Namun, semua menu sarapan mempunyai densitas energi yang termasuk golongan sedang. Hanya bubur kacang hijau yang mempunyai densitas energi rendah dan mie instan mempunyai densitas energi yang cukup tinggi. Berikut Tabel 12 yang menggambarkan densitas energi makanan terhadap asupan densitas energi konsumsi sarapan contoh.

(34)

Tabel 12 Sebaran Siswa menurut densitas energi konsumsi sarapan Kategori Sarapan makanan biasa Sarapan makanan lain P n % n % Tinggi 0 0 1 4.7 0.668 Sedang 37 100 15 71.4 Rendah 0 0 5 23.8 Total 37 100 21 100 Mean±SD 2.7±0.47 2.7±1.27

Densitas energi pada anak yang sarapan makanan tradisional maupun sarapan makanan lain, sebagian besar sedang yaitu 100% dan 71.4%. Rata-rata densitas konsumsi energi pada anak yang sarapan tradisional maupun makanan lain adalah 2,7 yang termasuk dalam kategori sedang. Berdasarkan uji mann whitney tidak terdapat perbedaan yang signifikan densitas energi konsumsi anatara makanan biasa dan makanan lain. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Perdana (2013) dimana 69.6% anak Indonesia masih belum mengkonsumsi sarapan pagi sesuai dengan anjuran gizi seimbang.

Mutu Gizi Protein

Mutu protein makanan ditentukan salah satunya komposisi dan jumlah asam amino esensial. Pangan hewani mengandung asam amino lebih lengkap dan banyak dibanding pangan nabati, karena itu pangan hewani mempunyai mutu protein yang lebih baik dibandingkan pangan nabati. Selain itu, mutu protein juga ditentukan oleh daya cerna protein tersebut, yang dapat berbeda antar jenis pangan. Semakin lengkap komposisi dan jumlah asam amino esensial dan semakin tinggi daya cerna protein suatu jenis pangan atau menu, maka semakin tinggi mutu proteinnya. Demikian pula semakin rendah kandungan serat dan lembut tekstur suatu jenis pangan sumber protein semakin baik mutu proteinnya (Gibney et al. 2002).

Sebenarnya telah banyak metode yang dikembangkan untuk mengukur mutu biologis dan mutu gizi protein, namun sebaiknya metode yang akan digunakan haruslah dapat mengevaluasi kemampuan suatu protein untuk memberikan campuran asam-asam amino yang dapat meningkatkan sintesis jaringan tubuh serta memelihara jaringan dan fungsi tubuh (Suprihatin,1991). Menurut Hardinsyah dan Drajat (1992), salah satu cara untuk menentukan mutu protein produk pangan adalah dengan melakukan perhitungan secara teoritis yang berfungsi sebagaihampiran atau pendekatan terhadap cara kimia, biokimia, mikrobiologis, dan bio-assay. Hasil-hasil perhitungan teoritis ternyata tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian di laboratorium dan lebih cepat dan praktis untuk menaksir kecukupan protein dalam bentuk protein kasar. Berikut tabel rata-rata mutu gizi protein setiap menu sarapan.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran analisis hubungan jenis sarapan dengan daya ingat  sesaat dan prestasi belajar anak SD di kota Bogor.
Gambar tes kedua

Referensi

Dokumen terkait

Terdiri atas pusat-pusat permukiman, baik yang bersifat desa urban dan desa rural yang terletak di wilayah bagian timur Kabupaten Sarolangun, yang akan berorientasi ke kota Pauh

PENGARUH BUDAYA BAHASA PERTAMA DALAM PERKEMBANGAN BELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA ASING: STUDI KASUS PADA PENUTUR BAHASA JEPANG. Apriliya Dwi Prihatiningtyas

sebagai Pribadi yang berbeda dengan manusia akan senatiasa berada dalam hubungan

I.Otlihat dari prcstasinya dt SMU karakteristik mahasiswa S-1 Statistika dapat dikelompokkan mcnjadi dua Kelompok pcrtama yaitu kclompok yang mcmpunyai nilai

• The preliminary results of bending testing confirm a theory that moment of inertia is a function of relative share of solid mass of materials (foam density) in a foamed

Berdasarkan fenomena di atas peneliti tertarik untuk meneliti kalimat transformasi fokus pada teks terjemahan Alquran yang mengandung etika berbahasa dan dampak

Bab ini berisi tentang landasan teori yang meliputi Manajemen Keuangan, Pasar Modal, Return Saham, Pengaruh Variabel Kinerja Keuangan Terhadap Return Saham, Penelitian

PROGRAM DIPLOMA 3 HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET. Surakarta