• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Sekolah

Penelitian dilaksanakan di SMK PELITA yang berlokasi di jalan raya Warung Borong, Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sekolah SMK PELITA berada dibawah naungan yayasan pendidikan Nurul Walidain T.H. Yayasan ini beridiri diatas tanah milik pribadi ini didirikan pada tanggal 9 juni 1998 ini berdiri di atas tanah seluas 7800 M3.

Jumlah siswa SMK PELITA sebanyak 3106 siswa yang terdiri atas delapan jurusan pendidikan yaitu jurusan administrasi perkantoran, jurusan pemasaran, jurusan akutansi, jurusan akomodasi perhotelan, jurusan usaha perjalanan wisata, jurusan busana butik, jurusan keperawatan, dan jurusan farmasi. Setiap jurusan terdiri atas tiga kelas yaitu kelas X, XI, dan kelas XII.

SMK PELITA Ciampea terakreditasi “A” sejak tanggal 3 November 2008 dan telah bersertifikat ISO 9001:2008.

Fasilitas kegiatan pendidikan tersebut terdiri atas ruangan kelas bertingkat. Jumlah ruang kelas yang dimiliki sebanyak 24 kelas, ruangan praktikum komputer, ruangan praktikum menjahit, lapangan basket, lapangan futsal, ruang koperasi, ruang osis (organisasi siswa intra sekolah), ruang UKS (unit kesehatan siswa), ruang BK (bimbingan konseling), ruang guru, ruang administrasi dan kepala sekolah, masjid, dan kantin.

Kegiatan akademik di SMK PELITA Ciampea 1 dibagi kedalam dua waktu belajar yaitu kegiatan akademik yang dimulai pada pagi hari hingga siang hari serta kegiatan akademik yang dimulai pada siang hari hingga sore hari. Siswa kelas XI dan XII mendapatkan waktu belajar pagi hari yang dimulai dari pukul 07.00-12.30 WIB, sedangkan kelas X mendapatkan waktu belajar siang hari yang dimulai dari pukul 13.00-17.00 WIB. Kualitas SMK PELITA Ciampea 1 telah diakui melalui sertifikat ISO 9001:2008. SMK PELITA Ciampea 1, mempunyai jalinan kerjasama luas dengan berbagai stakeholder guna menyalurkan para lulusannya ataupun penempatan para siswanya guna kegitan praktek/magang.

Karakteristik Contoh Umur

Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa.

Menurut Pardede (2002), remaja dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa akan terjadi kematangan psikososial dan seksual yang melewati beberapa tahap, yaitu masa remaja awal (early adolescence) umur 11-13 tahun, masa remaja

pertengahan (middle adolescence) umur 14-16 tahun dan masa remaja lanjut (late adolescence) umur 17-20 tahun.

Contoh penelitian tersebar menjadi dua kelas yaitu kelas sepuluh dan sebelas jurusan butik dan keperawatan. Jumlah siswi berbeda pada setiap kelasnya, pada kelas butik terdapat dua kelas yaitu kelas sepuluh dan sebelas.

Remaja perempuan kelas sepuluh butik sebanyak 18 siswi dan kelas sebelas sebanyak 21 sisiwi, sedangkan di kelas keperawatan terdapat 35 siswi. Sebaran contoh berdasar kelas dan jurusan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2 Sebaran contoh berdasarkan kelas dan jurusan

Berdasarkan karakteristik umur dengan jumlah contoh sebanyak 74 siswi, yang tergolong dalam remaja pertengahan sebanyak 71 siswi (96%), remaja akhir sebanyak 3 siswi (4%), umur termuda terdapat pada umur 14.7 tahun, umur tertua contoh terdapat pada umur 18.5 tahun dan rata-rata umur contoh tergolong pada remaja pertengahan dengan umur 16.6±0.7 tahun. Sebaran contoh berdasarkan umur dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan umur

%

%

Uang Saku

Uang saku adalah jumlah banyaknya uang yang diterima oleh remaja setiap harinya dari orang tua, wali atau anggota keluarga lainnya yang digunakan untuk kebutuhan makanan maupun non makanan. Pemberian uang saku oleh orang tua, wali atau anggota keluarga lainnya berbeda-beda tergantung besarnya pendapatan orang tua, wali atau anggota keluarga lainnya. Gambar 3 menunjukan diagram uang saku contoh yang terbagi menjadi tiga kategori yaitu kurang dari Rp. 5.000 yaitu sebanyak satu orang (1.4%) dan sedang yaitu Rp.

5.000-10.000 sebanyak 33 orang (44.6%) dan lebih yaitu >Rp. 10.000 sebanyak 40 orang (54.1%). Minimal uang saku remaja sebesar Rp. 3.000,00 setiap harinya, sedangkan maksimal uang saku yang diterima olah remaja sebesar Rp.33.000,00 dengan rataan uang saku yang diterima remaja setiap harinya sebesar Rp.13360±5502.

Gambar 4 Sebaran contoh berdasar uang saku Besar Keluarga

Besar anggota keluarga dalam penelitian adalah jumlah individu yang tinggal dalam satu rumah dan makan dalam satu dapur. Hurlock (1999) membagi besar keluarga menjadi tiga kategori yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang), dan keluarga besar (≥ 7 orang). Data sebaran remaja berdasarkan besar keluarga disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran besar keluarga contoh

Besar keluarga n %

4 orang 6 8.1

5 – 6 orang 44 59.5

7 orang 24 32.4

Jumlah 74 100,0

Tabel 7 menunjukan besar keluarga contoh dalam penelitian ini tergolong ke dalam tiga katagori dasar penggolongan besar keluarga yakni kategori keluarga kecil (≤4 orang) sebanyak 6 keluarga (8.1%), kategori keluarga sedang

(5-6 orang) sebanyak 44 keluarga (59.5%) dan kategori keluarga besar (≥7 orang) sebanyak 24 keluarga (32.4%).

Besar keluarga dengan jumlah anggota keluarga terkecil yaitu 3 orang dan jumlah anggota keluarga terbesar yaitu sebanyak 12 orang dengan rata-rata jumlah anggota keluarga 6.09±1.8. Besar kecilnya jumlah anggota keluarga dapat disebabkan oleh adanya anggota keluarga lain yang ikut menumpang bersama keluarga, kematian anggota keluarga, kelahiran anggota keluarga dan adanya anggota keluarga yang berpindah atau berpisah rumah dengan keluarga.

Menurut Sanjur (1982) besarnya atau banyaknya anggota keluarga mempengaruhi besarnya belanja keluarga, selain itu besar keluarga akan mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga.

Pendidikan Orang Tua

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pola pengembangan keluarga yang akan dilakukan oleh sutu keluarga nantinya.

Pendidikan orang tua bisa menggambarkan seberapa banyak informasi yang telah dikumpulkan. Tingkat pendidikan orang tua yang baik memungkinkan orang tua untuk memberikan informasi dan pengetahuan kepada anaknya. Seperti yang dikemukakan Soediaoetama (2008) yang menyebutkan bahwa tingkat pendidikan yang berkaitan dengan pengetahuan gizi dan kesehatan akan mempengaruhi praktek pemberian dan pengolahan makanan. Pengkategorian jenjang pendidikan dibedakan menjadi 5 kelompok yaitu: tidak sekolah, SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMA (Sekolah Memengah Atas), dan Perguruan Tinggi. Klasifikasi jenjang pendidikan ini didasarkan pada lama sekolah yang dialami oleh contoh tanpa menghitung tinggal kelas. Sebaran tingkat pendidikan orang tua secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 8 berikut:

Tabel 8 Sebaran tingkat pendidikan orang tua contoh

Keterangan Ayah Ibu Tabel 8 menunjukan tingkat pendidikan orang tua terbesar adalah sekolah dasar dengan tingkat pendidikan sekolah dasar ayah sebanyak 28 orang (36.4%) dan ibu sebanyak 44 orang (57.1%). Jumlah pendidikan orang tua paling sedikit dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi yaitu ayah sebanyak 3 orang (3.9%) dan ibu sebanyak 1 orang (1.3%). Hal ini menunjukan bahwa sebagian

besar tingkat pendidikan orang tua (ayah dan ibu) contoh adalah sekolah dasar.

Rendahnya tingkat pendidikan orang tua dapat berpengaruh terhadap pemberian informasi dan pengetahuan kepada anak khususnya dalam bidang kesehatan dan pendidikan.

Pekerjaan dan Pendapatan Orang Tua

Pekerjaan memiliki hubungan yang erat dengan pendidikan dan pendapatan serta berperan penting dalam kehidupan sosial ekonomi keluarga dan memiliki hubungan keterkaitan dengan dengan faktor lain, seperti kesehatan.

Pekerjaan orang tua merupakan hal yang cukup berperan penting dalam menunjang kehidupan keluarga terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup anggota keluarga. Pekerjaan orang tua secara tidak langsung dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan individu melalui tingkat pendapatan.

Pekerjaan orang tua dikelompokan menjadi tujuh kelompok yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI/POLRI, petani, buruh bangunan, wiraswasta, karyawan swasta dan lainnya (ibu rumah tangga). Sebaran pekerjaan orang tua dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 9 Sebaran pekerjaan orang tua contoh

Keterangan Ayah Ibu terbanyak pada ibu adalah lainnya (IRT) yaitu sebanyak 62 orang (80.5%). Jika dilihat dari kepastian mendapatkan pendapatan (gaji) kedua pekerjaan yang mendominasi jumlah sebaran tersebut termasuk kedalam kategori penghasilan tidak tetap. Pekerjaan yang termasuk kedalam kategori penghasilan tetap adalah PNS dan TNI/POLRI, jumlah pekerjaan orang tua PNS pada ayah sebanyak 4 orang (5.2%) dan ibu sebanyak 1 orang (1.3%), sedangkan hanya 1 orang (1.3%) pekerjaan ayah TNI/POLRI. Faktor pendapatan mempunyai peranan yang besar terhadap masalah gizi dan pola konsumsi individu ataupun masyarakat.

Tingkat pendapatan keluarga sangat mempengaruhi tingkat ketersediaan pangan dalam keluarga serta akses keluarga terhadap pangan. Sebaran pendapatan orang tua contoh dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran pendapatan orang tua contoh

Keterangan n %

<Rp. 500.000,- per bulan

Rp. 500.000 – Rp. 999.000 per bulan Rp. 1.000.000 – Rp. 1.490.000 per bulan Rp. 1.500.000 – Rp. 1.999.000 per bulan Rp. 2.000.000 – Rp. 2.499.000 per bulan Rp. 2.500.000 – Rp. 4.999.000 per bulan >Rp. 5.000.000 per bulan

Tabel 10 menunjukan mayoritas pendapatan berada pada pendapatan Rp. 1.000.000-Rp. 1.490.000 per bulan yaitu sebanyak 20 orang (26.0%). Jumlah pendapatan terendah <Rp. 500.000,- per bulan sebanyak 4 orang (5.2%) dan jumlah pendapatan tertinggi >Rp. 5.000.000 per bulan sebanyak 7 orang (9.1%).

Pendapatan merupakan faktor langsung yang mempengaruhi konsumsi pangan dan pendapatan termasuk penentu baik atau buruknya keadaan gizi seseorang atau sekelompok orang.

Umur, Lama dan Siklus Menstruasi

Menstruasi adalah periode pengeluaran darah secara periodik (biasanya setiap bulan) dari uterus berupa campuran darah, cairan jaringan dan hasil luruhnya dinding uterus (endometrium). Usia gadis remaja pada waktu pertama kalinya mendapat haid (menarche) bervariasi yaitu antara 10-16 tahun dengan rata-rata 12.5 tahun. Usia menarche dipengaruhi oleh faktor keturunan, kesehatan wanita, keadaan gizi (konsumsi dan status gizi) dan kesehatan umum (Riyadi 2003).

Umur pertama kali contoh mengalami menstruasi berkisar antara 9-15 tahun, dengan rata-rata umur menarche contoh 12.8±1.1 tahun. Lama menstruasi berkisar antara 4-7 hari, dengan rata-rata lama menstruasi contoh 4±1.1 hari. Siklus menstruasi menunjukan keteraturan terjadinya menstruasi pada contoh lama siklus menstruasi, siklus menstruasi teratur apabila contoh mengalami menstruasi dengan siklus 25-35 hari. Siklus menstruasi contoh berkisar antara 14-90 hari, dengan rata-rata siklus menstruasi contoh adalah 28.6±9.0 hari. Hanya satu orang contoh yang memiliki siklus menstruasi 14 hari dan 90 hari. Hal ini menunjukan masih terdapat contoh yang mengalami ketidakteraturan siklus menstruasi. Ketidakteraturan siklus menstruasi dapat dipengaruhi oleh hormon, aktivitas dan status gizi.

Status Gizi Antropometri

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi) dan

penggunaan (utilization) zat gizi. Prevalensi kekurusan pada remaja 16-18 tahun adalah 8.9% terdiri dari 1.8% sangat kurus dan 7.1% kurus. Sedangkan prevalensi kegemukan yaitu 1,4% (Riskesdas 2010). Status gizi saat remaja terbagi atas status gizi sangat kurus, kurus, normal, gemuk dan obese (Tabel 11).

Tabel 11 Sebaran status gizi contoh

Status Gizi n %

Nilai IMT/U berkisar antara 12.4-30.9. Apabila dibandingkan dengan prevalensi kekurusan dan kegemukan menurut Riskesdas (2010), sebaran contoh dengan status gizi kurus (6.8%) cenderung lebih kecil dibandingkan Riskesdas (8.9%) namun pada status gizi kelebihan berat badan, sebaran contoh (8.1%) cenderung lebih besar dibandingkan dengan Riskesdas (1.4%). Hal ini dikarenakan perbedaan cut of point dalam penentuan kategori status gizi riskesdas yaitu menggunakan nilai z>2 untuk kelebihan berat badan, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan anthroplus dengan cut of point kelebihan berat badan z>+1 sehingga apabila dikategorikan menurut riskesdas hanya terdapat (2.7%) contoh dengan gizi lebih.

Rata-rata sebaran status gizi contoh berdasarkan IMT adalah 20.5±3.2 atau dalam kategori status gizi normal. Pertumbuhan dan perkembangan remaja dapat dipengaruhi status gizi. Status gizi seseorang dipengaruhi oleh jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi dan keadaan dalam tubuh seseorang yang dapat menyebabkan gangguan penyerapan zat gizi atau terrjadi investasi penyakit

parasit (Suhardjo 1989). Gambar 5 menunjukkan bahwa distribusi status IMT/U siswi SMK Pelita Ciampea dibandingkan standar WHO.

Gambar 5 Distribusi IMT/U contoh dibandingkan WHO

Kurva diatas menunjukan sebaran status gizi berdasarkan IMT/umur contoh berada dalam kategori normal (-2SD s/d +1SD), namun kurva menunjukan kecenderungan condong ke kiri atau kecenderungan ke arah status gizi kurang. Sebaran status gizi (TB/U) contoh terdapat pada Gambar 6, rata-rata status gizi (TB/U) contoh berada dalam kategori normal (-2SD s/d +2SD) dengan rata-rata TB/U -1.8±0.8, namun pada status gizi TB/U kecenderungan stunted pada contoh relatif tinggi. Hampir 40% contoh antara lain 6 contoh (8.1%) severely stunted (sangat pendek) dan 21 contoh (28.3%) stunted dengan median

<-2SD, 47 orang dengan status normal dan arah kurva cenderung ke kiri.

Sebaran status gizi (TB/U) contoh dapat dilihat pada gambar dibawah.

Gambar 6 Distribusi TB/U contoh dibandingkan WHO

Tubuh pendek pada remaja terjadi akibat kekurangan gizi berulang dalam waktu lama pada masa janin hingga anak usia dua tahun, yang dapat berdampak pada perkembangan kognitif dan produktivitas anak pada jangka panjangnya.

Berdasarkan kurva diatas, prevalensi pendek pada remaja masih tergolong besar dibandingkan dengan Riskesdas. Secara nasional prevalensi kependekan pada remaja umur 16-18 tahun adalah 31.2% terdiri dari 7.2 % sangat pendek dan 24.0% pendek (Riskesdas 2010).

Remaja membutuhkan zat gizi yang tinggi, bahkan fase remaja merupakan fase kebutuhan zat gizi mencapai titik tertinggi dan adanya kekurangan zat gizi makro maupun zat gizi mikro dapat mengganggu pertumbuhan dan menghambat pematangan seksual. Masalah gizi remaja perlu mendapat perhatian khusus karena pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dampaknya pada masalah gizi saat dewasa (Syafiq et al. 2007).

Status Besi

Anemia pada remaja dapat dipengaruhi oleh kurangnya konsumsi pangan mengandung zat gizi dan rendahnya bioavailabilitas pangan yang dikonsumsi, selain itu anemia pada remaja putri lebih besar resikonya dibandingkan dengan remaja pria. Remaja putri mengalami siklus menstruasi setiap bulannya dan memerlukan asupan zat besi serta vitamin C untuk mencegah terjadinya anemia.

Anemia pada remaja akan berdampak pada produktivitas kerja yang tercermin dengan rendahnya nilai prestasi belajar siswi. Sebaran anemia contoh dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 7 Sebaran status anemia contoh

Berdasarkan Gambar 7 diatas, jumlah siswi anemia terdapat 8 siswi (10.8%) dan normal sebanyak 66 sisiwi (89.2%). Pengkategorian anemia didasarkan pada jumlah kadar hemoglobin dalam plasma yang terbagi menjadi dua kategori yaitu kategori anemia (<12 g/dl) dan normal (12-14 g/dl). Anemia

merupakan salah satu dari empat permasalahan gizi yang terbesar prevalensinya yang harus ditanggulangi dan dicegah. Anemia dapat mengganggu kegiatan akademik siswi SMK, hal ini berkaitan dengan gejala-gejala anemia yang dapat ditimbulkan, antara lain lemah, letih, lesu dan lunglai yang dapat mengganggu konsentrasi serta motivasi belajar siswi. Sebaran status gizi berdasarkan status besi dapat dillihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 12 Sebaran status gizi berdasar status besi contoh

Status Gizi Anemia Normal

n % n %

Sangat kurus - 1 1.5

Kurus - 4 6.1

Normal 8 100 53 80.3

Gemuk - 6 9.1

Obese - 2 3

Total 8 100 66 100

Tabel 12 menunjukan sebaran status gizi berdasarkan status besi contoh.

Rata-rata siswi dengan status besi normal dan status gizi normal berjumlah sebanyak 53 siswi (80.3%). Status anemia pada sisiwi dengan status gizi normal terdapat sebanyak delapan siswi (100%). Faktor lain yang dapat mempengaruhi status anemia adalah bioavailabilitas dari zat besi. Zat besi yang dikonsumsi dari makanan memiliki kandungan bioavailabilitas yaitu besi yang dapat diserap dan digunakan untuk fungsi biologis tubuh.

Konsumsi Pangan dan Asupan Zat Gizi Konsumsi Pangan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi.

kekurangan atau kelebihan dalam jangka waktu lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Masa remaja membutuhkan asupan zat gizi yang baik sesuai dengan tingkat kecukupannya guna menunjang proses pertumbuhan dan memenuhi kebutuhan energi. Kebutuhan energi dan zat-zat gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti umur, gender, berat badan, iklim dan aktifitas fisik.

Pemenuhan kebutuhan harus dilakukan dengan mengkonsumsi makanan yang cukup untuk mencukupi kebutuhan zat gizi. Oleh karena itu, perlu disusun angka kecukupan gizi yang dianjurkan sesuai untuk rata-rata penduduk yang hidup di daerah tertentu.

Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi. Konsumsi pangan yang cukup dapat membuat keadaan kesehatan seseorang menjadi lebih baik. Remaja dalam kehidupannya sangat aktif dan

sedang dalam masa pertumbuhan yang cepat sehingga harus mendapatkan makanan yang bergizi. Konsumsi energy dan zat gizi dipengaruhi oleh umur, berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, pola dan kebiasaan makan, serta pendapatan (Kartasapoetra & Marsetyo 2005).

Tabel 13 menunjukan sebaran rata-rata dan standar deviasi konsumsi pangan siswi SMK, rata-rata konsumsi pangan serealia dan umbi-umbian sebesar 122.6±74.4 g. Seluruh contoh mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok, namun konsumsi tersebut masih kurang apabila dibandingkan dengan PUGS (2005) yaitu konsumsi nasi sebesar 500 g/hari. Konsumsi kacang-kacangan yang paling banyak berasal dari tahu dan tempe sebagai lauk nabati, konsumsi kacangan yaitu sebesar 45.9±42 g, konsumsi kacang-kacangan ini tergolong kurang dibandingkan PUGS (2005) yaitu sebanyak 150 g/hari atau setara dengan 3 potong tempe.

Konsumsi daging sapi sebesar 39.4±34.8 g, daging ayam sebesar 38.5±21.3 g, telur sebesar 50±29.2 g dan ikan sebesar 20.1±68.8 g, konsumsi lauk hewani terbesar adalah ayam dan telur. Konsumsi lauk hewani tersebut apabila dibandingkan dengan PUGS (2005) tergolong dalam kategori cukup dari anjuran konsumsi lauk hewani yaitu sebanyak 150 g/hari atau setara dengan tiga potong daging, ikan dan 3 butir telur. Konsumsi sayuran juga masih tergolong kurang apabila dibandingkan dengan PUGS, konsumsi sayuran sebesar 43.4±34.3 g sedangkan anjuran konsumsi sayuran dalam PUGS (2005) adalah sebanyak 300 g/hari atau setara dengan 3 mangkuk sayur. Berikut tabel rata-rata konsumsi pangan contoh.

Tabel 13 Rata-rata konsumsi pangan contoh

Jenis Pangan

Konsumsi buah-buahan berdasarkan Tabel 13 sebesar 73.4±82.7 g tergolong masih kurang dari anjuran PUGS (2005) yaitu sebanyak 200 g/hari, buah-buahan dan sayuran sangat penting dan harus tercukupi karena mineral dan vitamin yang terkandung di dalamnya dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan bagi remaja. Konsumsi susu sebesar 72.0±48.8 ml yang meliputi susu kental manis, susu bubuk dan susu cair. Konsumsi susu dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya pada remaja karena pertumbuhan puncak (peak growth) terjadi saat remaja. Jenis minuman kemasan pabrik yang paling sering dikonsumsi adalah tea, teh gelas, teh sisri, teh botol, fruit tea, coca cola, fanta, pepsi dan nu green tea dengan rata-rata konsumsi sebesar 493±360.6 g.

Jenis makanan kemasan pabrik yang paling banyak dikonsumsi adalah momogi, taro, oreo, gery chocolatos, chiki, citatos, potato, astor dan keripik balado, dengan rata-rata konsumsi sebesar 38.8±24.7 g. Makanan sepinggan yang sering dikonsumsi oleh contoh selama istirahat adalah bakso, mie ayam, batagor, siomay dan pempek dengan rata-rata konsumsi total makanan sepinggan sebesar 141±53.4 g. Dari hasil tersebut terlihat bahwa tingkat konsumsi rata-rata pangan tergolong masih kurang dan rendah. Konsumsi pangan yang rendah akan berdampak dan dapat mengganggu fungsi metabolisme tubuh serta terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan.

Asupan Zat Gizi

Energi dibutuhkan tubuh untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Almatsier (2002) menyatakan bahwa makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya bila makanan tidak dipilih dengan baik, sehingga tidak memadai jumlah dan mutunya maka tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu. Hasil konsumsi kemudian dibandingkan dengan kecukupan siswi remaja SMK.

Tingkat kecukupan gizi individu tersebut dapat dinilai dengan menggunakan angka kecukupan gizi. Angka kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis tertentu, seperti hamil dan menyusui. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan digunakan sebagai standar guna mencapai status gizi optimal bagi

penduduk (Almatsier 2002). Konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 14 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh

Keterangan Asupan Tingkat Kecukupan (%)

Energi (kkal) 1008±446 45.8±20.3

Protein (g) 38.3±19.8 76.6±39.5

Zat Besi (mg) 10.8±6.3 41.7±24.2

Vitamin C (mg) 25±26.1 33.4±14.7

Vitamin A (RE) 448±409 89.7±82.0

Tabel 14 menunjukan rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi, protein, zat besi, vitamin C dan vitamin A. Rata-rata asupan energi sebesar 1008±446.3 kkal, protein sebesar 38.3±19.8 g, zat besi sebesar 10.8±6.3 mg, vitamin C sebesar 25±16.1 mg dan vitamin A sebesar 448.3±409.9 RE. Tingkat kecukupan energi, zat besi dan vitamin C siswi tergolong dalam tingkat defisit berat yaitu kurang dari 70% AKG, sedangkan tingkat kecukupan protein tergolong dalam defisit tingkat sedang (70-79% AKG) dan tingkat kecukupan vitamin A tergolong dalam kategori cukup. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kecukupan zat gizi makro dan mikro remaja masih defisit dan kurang.

Secara nasional rata-rata kecukupan konsumsi energi penduduk usia 16-18 tahun berkisar antara 69.5%-84.3% dan sebanyak 54.5% remaja mengkonsumsi energi dibawah kebutuhan minimal. Sedangkan rata-rata kecukupan konsumsi protein remaja berkisar antara 88.3%-129.6%, dan remaja yang mengonsumsi dibawah kebutuhan minimal sebanyak 35.6% (Riskesdas 2010).

Keadaan tingkat kecukupan defisit berat dapat mengakibatkan kekurangan energi kronik dan gangguan defisiensi vitamin dan mineral seperti anemia gizi. Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi negatif, akibatnya adalah berat badan kurang dari berat badan yang ideal.

Kekurangan energi pada bayi dan anak-anak akan menghambat pertumbuhan dan pada orang dewasa akan terjadi penurunan berat badan dan kerusakan jaringan tubuh.

Gambar 8, menunjukkan sebaran terbanyak tingkat kecukupan energi contoh berada pada tingkat defisit berat dengan jumlah 64 siswi (86.5%), dan sebaran tingkat kecukupan tersedikit berada pada tingkat kecukupan cukup sebesar dua siswi (2.7%). Tingkat kecukupan protein terbanyak pada tingkat kecukupan defisit berat sebesar 38 siswa (51.4%) dan tingkat kecukupan gizi cukup sebesar 23 siswi (31.1%). Pada Gambar 8 tingkat kecukupan pada

kategori energi cukup hanya terdapat dua siswi (2.7%) dan kategori cukup pada protein sebanyak 23 siswi (31.1%). Rata-rata dan jumlah terbanyak tingkat kecukupan energi dan protein terdapat dalam kategori defisit tingkat berat. Selain tingkat kecukupan energi dan protein, pada Gambar 8 terdapat tingkat kecukupan vitamin dan mineral.

Tingkat kecukupan vitamin dan mineral berbeda dengan tingkat kecukupan energi dan protein, yaitu kategori tingkat kecukupan kurang sebesar

Tingkat kecukupan vitamin dan mineral berbeda dengan tingkat kecukupan energi dan protein, yaitu kategori tingkat kecukupan kurang sebesar

Dokumen terkait