• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta merupakan Ibu Kota dari Negara Indonesia.DKI Jakarta mempunyai luas wilayah  650 km2 termasuk wilayah daratan Kepulauan Seribu yang tersebar di teluk Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 tahun 1978 wilayah DKI Jakarta dibagi dalam lima wilayah kota yang setingkat dengan Kota Madya Daerah Tingkat II dan berada langsung di bawah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang terdiri dari 30 kecamatan dan 236 Kelurahan. Adapun pembagian kelima wilayah tersebut adalah Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Jakarta Pusat.

DKI Jakarta yang merupakan ibu kota Negara Indonesia dijadikan sebagai tempat pusat kegiatan ekonomi Negara termasuk pusat pemerintahan. Banyaknya kegiatan yang dilakukan dikota tersebut mengakibatkan banyaknya bermunculan

12

pusat-pusat perbelanjaan yang menjadi salah satu daya tarik untuk mengunjungi kota tersebut dan juga sebagai salah satu pusat kegiatan ekonomi para penduduk. Pada pusat-pusat perbelanjaan terjadi kegiatan jual beli yang terutama adalah produk-produk pangan.Kesibukan para penduduk mendorong para warganya untuk berbelanja di pusat-pusat perbelanjaan. Adapun beberapa pusat perbelanjaan yang terdapat di DKI Jakarta adalah Mal Ciputra Jakarta, Pluit Village, Plaza Semanggi, Plaza Sarinah, Tamini Square yang dijadikan sebagai tempat pengambilan data penelitian.

Mal Ciputra Jakarta yang dahulu bernama Mall Citraland adalah sebuah pusat perbelanjaan di Grogol, Jakarta Barat, Indonesia.Mal ini berdiri pada tanggal 26 Februari 1993.Mal Ciputra Jakarta adalah pusat perbelanjaan ritel mixed use dan hiburan yang memiliki enam lantai dengan luas kotor 76.017 m2 dan luas bersih yang dapat disewakan 43.115 m2.Mal Ciputra Jakarta memiliki jumlah pengunjung rata-rata pertahunnya 12 juta orang.

Tamini Square merupakan pusat perbelanjaan yang memiliki konsep untuk keluarga dan remaja.Terletak dipersimpangan jalan Taman Mini Raya dan Pondok Gede menjadikan Tamini Square sebagai salah satu pusat perbelanjaan yang terfavorit di Jakarta Timur.Tamini Square memiliki jumlah pengunjung rata-rata pertahunnya adalah 9 juta orang.

Plaza Semanggi atau The Plaza Semanggi adalah salah salah satu pusat perbelanjaan di kawasan Semanggi, Jakarta Selatan yang mulai beroperasi pada tahun 2004.Plaza Semanggi memiliki jumlah pengunjung rata-rata pertahunnya 11 juta orang.

Pluit Village yang merupakan perubahan dari Megamall Pluit berdiri sejak tahun 1990, namun berganti kepemilikan sehingga mengubahnama pada tahun 2007. Pluit village dibangun di tanah seluas 21 ha dengan bangunan sebesar 86.588 m2 yang memiliki pemandangan danau.Mal ini berdekatan dengan kawasan Pantai Indah Kapuk.Pluit Village memiliki jumlah pengunjung rata-rata pertahunnya 10 juta orang, yang sebagian besar merupakan penduduk keturunan Cina.

Plaza Sarinah adalah pusat perbelanjaan setinggi 74 meter dan 15 lantai yang terletak di Menteng, Jakarta Pusat.Gedung ini mulai dibangun pada tahun 1963 dan diresmikan pada tahun 1967 oleh Soekarno.Sarinah adalah pusat perbelanjaan pertama di Indonesia dan juga pencakar langit pertama di Jakarta.Plaza Sarinah memiliki jumlah pengunjung rata-rata pertahunnya 13 juta orang.

Karakteristik Responden

Penelitian ini menggunakan responden yang sedang berbelanja di pusat perbelanjaan tertentu di DKI Jakarta, yaitu Mal Ciputra, Tamini Square, Plaza Semanggi, Pluit Village, dan Plaza Sarinah. Karakteristik responden merupakan gambaran umum responden yangberbelanja di beberapa pusat perbelanjaan di DKI Jakartayang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan status gizi.

Usia

Usia responden yang merupakan penduduk DKI Jakarta dalam penelitian ini berkisar antara 16-45 tahun. Dari data usia responden dapat dikategorikan bahwa responden termasuk dalam kategori remaja dan dewasa (Depkes

13 2004).Berdasarkan tabel 4usia dikategorikan ke dalam dua pengelompokkan umur, yaitu 16-19 tahun dan 20-45 tahun. Hal ini dikarenakan usia16-19 tahun termasuk dalam kategori remaja, sedangkan usia20-45 tahun termasuk ke dalam kategori dewasa muda. Dari data yang didapat, diketahui rata-rata responden termasuk ke dalam kategori dewasa muda atau pada rentang usia20-45 tahun, yaitu sebesar 84.6%. Responden remaja hanya sebesar 15.4% dari total keseluruhan responden yang didapat. Responden yang kebanyakan berusia dewasa ini dipengaruhi karena banyaknya konsumen yang berbelanja rata-rata merupakan ibu-ibu yang bertugas sebagai pengurus urusan dapur rumah tangga atau wanita karir yang berbelanja untuk kebutuhannya sehari-hari.

Jenis Kelamin

Responden berjumlah 91 orang yang diambil dari lima pusat perbelanjaan.Berdasarkan tabel 4 menunjukkan sebagian besar responden yang berbelanja dipusat perbelanjaan berjenis kelamin perempuan dengan persentase sebesar 71.4% dan yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 28.6%.Tingginya persentase responden yang berjenis kelamin perempuan dikarenakan aktivitas berbelanja terutama untuk produk pangan disebagian banyak keluarga dilakukan oleh perempuan.Responden laki-laki yang datang ke pusat perbelanjaan lebih cenderung untuk kegiatan rapat atau mengerjakan tugas sambil disertai dengan kegiatan mengkonsumsi produk pangan kemasan.

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden merupakan bagian dari penelitian yang diperlukan untuk mengukur seberapa jauh tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh responden. Karena semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan semakin tinggi pula pengetahuan yang diketahui (Suhardjo et al. 1988). Dalam penelitian ini tingkat pendidikan responden dikategorikan menjadi empat, yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA), diploma/akademi, sarjana, dan pasca sarjana.Berdasarkan tabel 4 sebagian besar responden memiliki pendidikan terakhir adalah sarjana sebesar 53.8%.Sedangkan untuk tingkat pendidikan lainnya yaitu SMA sebesar 37.4%, diploma sebesar 4.4%, dan pasca sarjana sebesar 4.4%.Responden yang kebanyakan adalah sarjana ini ada yang memiliki pekerjaan, namun ada juga yang tidak.Responden yang bergelar sarjana namun tidak mempunyai pekerjaan dikarenakan melanjutkan tingkat pendidikannya atau sedang menunggu panggilan pekerjaan.Sedangkan responden kedua terbanyak yaitu SMA merupakan responden yang sedang mengambil pendidikan S1 dan masih bersekolah sehingga masih memiliki pendidikan terakhir SMA.Dalam pengambilan data, hanya responden dengan pendidikan terakhir SMA saja yang diambil datanya, karena tingkat pendidikan berhubungan dengan pekerjaan maupun tingkat pendapatan seseorang.

Tingkat pendidikan, terbagi lagi kedalam bentuk yang lebih sederhana.Dari data diatas tingkat pendidikan, dibagi kedalam tingkat pendidikan menengah dan tingkat pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan menengah, yaitu SMA, sedangkan tingkat pendidikan tinggi merupakan diploma, sarjana dan pasca sarjana.Responden yang memiliki pendidikan tinggi, yaitu sebanyak 62.6%, sedangkan responden lainnya termasuk ke dalam kategori berpendidikan rendah, yaitu 37.4%.

14

Tabel 4 Sebaran respondenmenurut karakteristik dan sosial ekonomi Karakteristik

responden

Kategori n %

Usia 16-19 14 15.4

20-45 77 84.6

Jenis kelamin Laki-laki 26 28.6

Perempuan 65 71.4

Tingkat pendidikan SMA/Sederajat 34 37.4

Diploma/akademi 4 4.4

Sarjana 49 53.8

Pasca sarjana 4 4.4

Pekerjaan Tidak bekerja 49 53.9

PNS 2 2.2

Pegawai swasta 19 20.9

BUMN 12 13.2

Wiraswasta 7 7.7

Ibu rumah tangga 2 2.2 Tingkat pendapatan < Rp 1.000.000 37 40.7 Rp 1.000.000 – Rp 3.000.000 26 28.6 Rp 3.000.000 – Rp. 6.000.000 17 18.7 Rp 6.000.000 – Rp 10.000.000 7 7.7 Rp 10.000.000 – Rp 15.000.000 1 1.1 > Rp15.000.000 3 3.3

Sosial Ekonomi Responden

Penelitian ini selain mengkaji mengenai karakteristik responden, peneliti juga ingin mengkaji mengenai keadaan sosial ekonomi dari responden.Karakteristik sosial ekonomi responden yang diteliti adalah pekerjaan dan tingkat pendapatan dari responden.Hal ini berkaitan dengan semakin tinggi pekerjaan seseorang, maka semakin tinggi pula pendapatan orang tersebut.Pekerjaan responden terbagi kedalam enam kategori yaitu tidak bekerja, pegawai negeri sipil (PNS), pegawai swasta, BUMN, wiraswasta, dan ibu rumah tangga.Tingkat pendapatan responden terbagi kedalam enam kategori yaitu < Rp 1.000.000, Rp 1.000.000 – Rp 3.000.000, Rp 3.000.000 – Rp 6.000.000, Rp 6.000.000-Rp 10.000.000, Rp 10.000.000- Rp 15.000.000, dan > Rp 15.000.000.

Pekerjaan

Pekerjaan responden yang diteliti terbagi kedalam enam kategori diantaranya tidak bekerja, pegawai negeri sipil (PNS), pegawai swasta, BUMN, wiraswasta, dan ibu rumah tangga. Berdasarkan tabel 4kebanyakan responden termasuk kedalam kategori tidak bekerja yaitu sebesar 53.9%. Hal ini dikarenakan

15 responden masih merupakan pelajar yang sedang menempuh pendidikan sarjana atau pasca sarjana serta terdapat beberapa responden yang sedang menunggu panggilan untuk bekerja karena baru lulus sebagai sarjana. Sedangkan untuk pekerjaan lainya memiliki persentase sebesar 19.8% sebagai pegawai swasta, 13.2% sebagai karyawan BUMN, 7.7% sebagai wiraswasta, dan 2.2% masing-masing sebagai PNS dan ibu rumah tangga. Banyaknya responden yang termasuk kategori tidak bekerja dikarenakan responden masih merupakan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi.

Tingkat Pendapatan

Pendapatan responden yang diteliti dibagi menjadi enam kategori diantaranya kategori < Rp 1.000.000, Rp 1.000.000 – Rp 3.000.000, Rp 3.000.000 – Rp 6.000.000, Rp 6.000.000-Rp 10.000.000, Rp 10.000.000- Rp 15.000.000, dan > Rp 15.000.000.

Berdasarkan table4 pendapatan responden terbanyak berada pada kategori < Rp 1.000.000 yaitu sebesar 40.7%. Sedangkan untuk kategori pendapatan lain yaitu Rp 1.000.000 – Rp 3.000.000 sebesar 28.6%, Rp 3.000.000 – Rp 6.000.000 sebesar 18.7%, Rp 6.000.000 – Rp 10.000.000 sebesar 7.7%, Rp 10.000.000 – Rp 15.000.000 sebesar 1.1%, dan > Rp 15.000.000 sebesar 3.3%. Tingkat pendapatan berhubungan dengan kemampuan atau daya beli dari seseorang. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin tinggi pula kemampuannya dalam membeli, sehingga orang yang memiliki penghasilan tinggi sebagian kecil lebih cenderung untuk membeli produk pangan berdasarkan nilai kandungan gizi yang terdapat dalam pangan tersebut, bukan melihat dari harganya.Hal ini berkaitan karena masih banyak orang yang juga mementingkan hal lain seperti kesukaan maupun tingkat kepercayaan terhadap barang yang telah mereka miliki dalam memilih suatu produk pangan.

Dari data diatas, dilakukan pengelompokkan tingkat pendapatan responden, yaitu responden yang memiliki tingkat pendapatan tinggi dan tingkat pendapatan rendah.Tingkat pendapatan rendah adalah pendapatan kurang dari Rp 1.000.000.Sedangkan tingkat pendapatan tinggi adalah pendapatan lebih dari Rp 1.000.000.Responden yang memiliki pendapatan tinggi, yaitu sebesar 59%.Sedangkan responden lainnya termasuk ke dalam kategori pendapatan yang rendah, yaitu 41%.

Gambar 2Sebaran responden menurut pengetahuan, sikap, persepsi, kesehatan, dan perilaku mengenai label gizi

Baik Kurang Baik

Pengetahuan Sikap Persepsi Perilaku Kesehatan 52,7 47,3 50,549,5 62,6 37,4 48,451,6 51,748,3 0 10 20 30 40 50 60 70

16

Pengetahuan tentang Label Gizi

Pengetahuan merupakan hasil dari proses mencari tahu, dari yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi dapat. Dalam proses mencari tahu ini mencakup berbagai metode dan konsep-konsep, baik melalui proses pendidikan maupun melalui pengalaman (Notoatmodjo 2005). Hal ini mempengaruhi seseorang dalam pemahaman berbagai hal termasuk diantaranya penyerapan informasi dari label gizi suatu produk pangan kemasan. Pengetahuan mengenai label gizi merupakan suatu hal yang sangat penting guna terbentuknya suatu tindakan untuk berperilaku membaca label yang merupakan kewajiban bagi konsumen, sehingga dengan meningkatkan pengetahuan konsumen tentang label merupakan cara yang tepat dalam memulai suatu perubahan perilaku pada konsumen tersebut.

Tingkat pengetahuan yang mempengaruhi perilaku seseorang juga diteliti dalam penelitian ini sebagai komponen acuan dalam penentuan perilaku seseorang.Karena pengetahuan tinggi, belum tentu memiliki perilaku yang tepat dalam mambaca label gizi.Berdasarkan gambar 2dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik yaitu sebesar 52.7% responden dapat menjawab pertanyaan dengan baik dan benar.Tingkat pengetahuan responden yang lebih cenderung kepada tingkat pengetahuan yang baik dipengaruhi oleh rata-rata pendidikan responden yang sudah mengenyam pendidikan minimal 9 tahun, dengan pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sedang melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi.Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh lama pendidikan seseorang.Sedangkan tingkat pengetahuan responden yang masih rendah lebih dikarenakan responden yang cenderung untuk malas membaca atau memiliki rasa keingintahuan yang kurang, sehingga kurang tepat dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan pada penelitian ini.

Sikap terhadap Label Gizi

Sikap adalah kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.Sikap belum merupakan suatu tindakan aktivitas, akantetapi merupakan suatu predisposisi untuk terjadinya suatu perilaku. Usaha yang paling berpengaruh untuk menentukan hubungan antara sikap-perilaku adalah teori tindakan yang masuk akal, teori ini berusahamenetapkan faktor-faktor apa yang menentukan konsistensi sikap-perilaku yang dimulai dengan asumsi bahwa individu beperilaku cukup rasional (Notoatmodjo 2005).

Berdasarkan gambar 2sikap responden terhadap label gizi adalah baik yaitu sebesar 50.5%.Rata-rata responden menanggapi sikap positif terhadap informasi yang disajikan, namun tidak selalu sikap yang baik terhadap pembacaan label gizi memiliki praktek perilaku yang baik pula.Kecenderungan manusia untuk berpikiran positif dengan menerima baik ilmu yang positif, tidak selalu dibarengi dengan perilaku yang baik pula.

Persepsi mengenai Label Gizi

Persepsi adalah proses bagaimana stimuli-stimuli dasar berupa cahaya, warna, dan suara diseleksi, diorganisasikan, dan diinterpretasikan (Solomon 1996). Persepsi bersifat subyektif karena persepsi setiap individu terhadap suatu obyek

17 akan berbeda satu sama lain. Persepsi yang dibentuk oleh seorang individu dipengaruhi oleh isi memori dan pengalaman masa lalu yang tersimpan dalam memori. Persepsi mempengaruhi pemahaman label gizi (Asmaiyar 2004).

Berdasarkan gambar 2 dapat diketahui persepsi responden yang merupakan penduduk DKI Jakarta sebagian besar memiliki persepsi yang baik terhadap label gizi yaitu sebesar 62.6%. Hal ini berkaitan dengan tingginya pengetahuan yang banyak diketahui responden dan sikap responden yang juga tergolong ke dalam sikap yang baik.

Perilaku membaca Label Gizi

Perilaku membaca label gizi produk pangan kemasan yang merupakan salah satu perilaku konsumen adalah sebagai langkah untuk menyeimbangkan gizi yang merupakan salah satu dari 13 pesan PUGS (Pedoman Umum Gizi Seimbang). Berikut data perilaku responden mengenai pembacaan label gizi.

Berdasarkan gambar 2dapat diketahui jika penduduk DKI Jakarta memiliki tingkat perilaku yang rendah mengenai pembacaan label gizi yaitu sebesar 51.6%. Banyaknya responden yang memiliki perilaku yang kurang terhadap informasi nilai gizi dikarenakan kurangnya perhatian responden terhadap pentingnya nilai kandungan gizi yang terdapat dalam makanan yang dikonsumsi dan sebagian besar responden lainnya mengaku bahwa tidak memiliki informasi atau mendapat informasi yang cukup mengenai pentingnya label gizi bagi kesehatan dan status gizi mereka.

Kesehatan Responden

Kesehatan menurut UU No 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sakit adalah suatu keadaan dimana seseorang merasa kondisi kesehatannya terganggu. Penyakit sendiri pada dasarnya adalah proses fisik atau patofisiologis yang berlangsung dan mampu menyebabkan keadaan yang abnormal pada tubuh atau pikiran. Seseorang dapat saja merasa sehat atau tidak ada penyakit, namun jika kemudian dia merasa tak sehat, itulah yang disebut sakit.Hal ini dapat terlihat apabila seseorang mengidap tekanan darah tinggi atau terkena ancaman serangan jantung, namun dalam keseharian, orang tersebut masih merasa sehat atau tidak sakit.

Berdasarkan gambar 2 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki kesehatan yang tergolong ke dalam kategori baik (51.7%). Responden memiliki kesehatan yang baik, karena kesadaran mereka akan pentingnya kesehatan pada diri mereka telah timbul. Hal ini juga berkaitan dengan pengaruh informasi yang mengarahkan responden untuk berperilaku menjaga kesehatan dengan baik.Sebagian zat gizi mempengaruhi kesehatan, seperti natrium.Terdapat 29.7% responden dalam penelitian ini memiliki penyakit hipertensi dan 31.9% responden memiliki penyakit diabetes.Dari banyaknya iklan dan info kesehatan mereka mengetahui bahwa natrium memberi pengaruh yang negatif terhadap hal ini.Natrium kebanyakan digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam bentuk penyedap dalam pangan kemasan.Namun, penerapan yang kurang maksimal dalam menempuh pola hidup sehat menimbulkan masih terdapatnya responden yang memiliki kesehatan yang kurang baik.

18

Status Gizi Responden

Status gizi merupakan gambaran keseimbangan antara kebutuhan akan zat-zat gizi dan penggunaannya dalam tubuh. Status gizi dipengaruhi oleh dua hal pokok yaitu konsumsi makanan dan keadaan kesehatan tubuh.Keduanya berkaitan dengan faktor lingkungan sosial atau ekonomi dan budaya.Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai (Gibson, 1990). Jika keseimbangan tadi terganggu, misalnya pengeluaran energi dan protein lebih banyak dibandingkan pemasukan maka akan terjadi kekurangan energi protein, dan jika berlangsung lama akan timbul masalah yang dikenal dengan KEP berat atau gizi buruk (Depkes RI, 2000).

Tabel 5 Sebaran responden menurut status gizi

Variabel Kategori n %

Status gizi Kurus sekali 4 4.4

Kurus 8 8.8

Normal 64 70.3

Gemuk 9 9.9

Gemuk sekali 6 6.6

Total 91 100

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki status gizi baik karena tergolong kedalam kategori status gizi normal sebesar 70.3%.Hal ini dikarenakan responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik, sehingga dapat menjaga kesehatannya dengan baik.Sedangkan untuk kategori status gizi kurus sekali sebesar 4.4%, kurus 8.8%, gemuk 9.9%, dan gemuk sekali 6.6%.Responden yang termasuk kedalam status gizi malnutrisi dalam penelitian ini dapat disebabkan karena perilaku mereka yang kurang menjaga kesehatan.Hal ini dapat terlihat dari hasil penelitian pada variabel pengetahuan dan perilaku, dimana sebagian besar penduduk memiliki pengetahuan yang baik mengenai label gizi, namun banyak juga penduduk yang memiliki perilaku kurang terhadap label gizi.

Berdasarkan gambaran diatas, dilakukan pengelompokkan status gizi responden.Pengelompokkan tersebut terbagi kedalam tiga kelompok, yaitu status gizi kurus, normal, dan gemuk.Sebagian besar responden termasuk ke dalam kategori status gizi normal, yaitu sebesar 70%.Sedangkan responden lainnya termasuk ke dalam kategori dengan status gizi kurus, yaitu 13% dan status gizi gemuk, yaitu 17%.

Uji Antar Variable

Hubungan Sebaran Umur Responden dengan Perilaku Membaca Label Informasi Zat Gizi

Umur atau usia responden merupakan salah satu karakteristik yang dapat menggambarkan responden. Dari hasil uji statistik didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara sebaran umur responden dengan perilaku membaca label informasi gizi dengan p=0.151.Meskipun secara statistik tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan, namun apabila dilihat dari besar

19 persentase tetap terlihat ada kecenderungan perbedaan persentase yang besar antara kategori umur.Gambar 3 menunjukkan umur dengan perilaku membaca label gizi memperlihatkan adanya perbedaan besar persentase. Responden yang membaca label informasi gizi dengan baik lebih tinggi pada responden dengan rentang usia 20-45 tahun (49.4%) dibandingkan dengan responden pada rentang usia 16-19 tahun (42.9%). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Green (1980) yang menyatakan bahwa umur memang merupakan faktor yang berada diluar pengaruh langsung untuk berkontribusi atas perilaku kesehatan, yang dalam hal ini adalah perilaku membaca label gizi produk pangan kemasan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Asmaiyar (2004) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan kepatuhan membaca label produk pangan, penelitian Zahara (2009) yang menyatakan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara umur dengan membaca label yang dapat disebabkan karena rentang umur responden yang tidak terlalu jauh, hanya berkisar pada rentang umur dewasa muda, dan penelitian Jannah (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara sebaran umur dengan perilaku membaca label informasi gizi pada mahasiswa UIN Jakarta. Rentang umur pada penelitian ini serupa dengan penelitian Zahara (2009) yang memiliki persentase besar pada rentang umur dewasa muda. Menurut Zahara (2009) rentang umur ini adalah rentang usia dewasa muda, sehingga belum ada resiko penyakit ataupun penurunan status kesehatan yang perlu dikuatirkan.

Gambar 3Sebaran perilaku label gizi responden menurut usia

Hubungan Jenis Kelamin Responden dengan Perilaku Membaca Label Gizi

Jenis kelamin merupakan salah satu data karakteristik responden, yang dapat memberi gambaran umum mengenai responden. Berdasarkan gambar 4 dapat dilihat bahwa rata-rata responden perempuan maupun laki-laki sebagian besar termasuk kedalam kategori kurang dalam membaca label gizi, yaitu masing-masing sebesar 50.8% dan 53.8%. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0.875. Dari nilai ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin responden dengan perilaku membaca label gizi dengan p=0.875. Hal ini dikarenakan adanya pemilihan responden yang tidak terdistribusi secara heterogen.Sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah

Kurang Baik Baik 57,1 50,6 42,9 49,4 0 10 20 30 40 50 60 16–19 tahun 20-45 tahun Perilak u Usia

20

perempuan.Walaupun tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik, tetapi dari hasil ditemukan adanya kecenderungan bahwa persentase perempuan yang membaca label gizi dengan baik lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki.

Hasil ini sejalan dengan studi Dricoutis, Lazardiz, dan Nayga yang menemukan bahwa wanita secara umum lebih memungkinkan untuk menggunakan label informasi zat gizi dan Jannah (2010) yang menyatakan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara sebaran jenis kelamin dengan perilaku membaca label gizi produk pangan kemasan pada mahasiswa UIN Jakarta. Namun, hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Zahara (2009) yang menyatakan bahwa pria lebih memiliki kepatuhan membaca label informasi gizi dan label komposisi makanan yang lebih baik daripada perempuan dan Asmaiyar (2004) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan membaca label produk pangan.

Gambar 4Sebaran perilaku label gizi responden menurut jenis kelamin

Hubungan Tingkat Pendidikan Responden dengan Perilaku Membaca Label Gizi

Status sosial ekonomi dapat diukur berdasarkan tingkat pendidikan orang tua dan situasi ekonomi keluarga (Neumark & Hanna 2000), sehingga pada penelitian ini variabel latar belakang pendidikan terkait dengan status sosial ekonomi.Berdasarkan gambar 5 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara perilaku responden yang berpendidikan tinggi dan berpendidikan menengah. Sebagian besar responden yang berpendidikan menengah memiliki perilaku membaca label gizi yang baik (52.9%). Sedangkan responden dengan kategori berpendidikan tinggi sebagian besar memiliki perilaku membaca label informasi gizi yang kurang baik (54.4%). Dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji analisisspearman didapatkan bahwa tingkat pendidikan responden tidak memiliki

Dokumen terkait