• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Individu dan Keluarga

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa gizi masyarakat tahun ajaran 2013/2014 (angkatan 50) Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 120 remaja, yang terdiri dari 17 subjek laki-laki (14.2%) dan 103 subjek perempuan (85.8%). Penggolongan usia subjek dilakukan berdasarkan Monks (1999) yang terbagi menjadi 3 fase, yaitu remaja awal (usia 12 hingga 15 tahun), remaja tengah/madya (usia 15 hingga 18 tahun) dan remaja akhir (usia 18 hingga 21 tahun). Subjek penelitian ini 70.8% termasuk kelompok berusia 18 tahun, 20% berusia 19 tahun, 8.3% berusia 17 tahun dan sisanya 0.8% berusia 20 tahun. Etnis/suku subjek bersuku sebagian besar sunda (39.2%), jawa (32.5%). Hal ini sesuai dikarenakan penelitian dilaksanakan di bogor yang mayoritas bersuku sunda dan jawa. Besar keluarga menurut BKKBN (2009) dikategorikan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (>7 orang). Secara keseluruhan sebagian besar subjek memiliki keluarga sedang yang terdiri dari 5-7 orang (59.2%), 40% memiliki besar keluarga kecil (≤4 orang) dan sisanya 0.8% memiliki besar keluarga besar. Tingkat pendidikan orang tua subjek, baik pendidikan ayah maupun ibu, sebagian besar berpendidikan hingga universitas. Terdapat 0.83% subjek perempuan memiliki ibu yang tidak sekolah sedangkan tidak ada ayah subjek yang tidak sekolah.

15

Status Gizi

Status gizi adalah suatu kondisi tubuh akibat asupan, penyerapan dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama (Supariasa et al. 2001). Penilaian status gizi dapat ditentukan dengan berbagai cara, diantaranya secara antropometri, biologi, klinis, konsumsi pangan, dan faktor ekologi (Gibson 2005). Klasifikasi status gizi dalam penelitian berdasarkan gabungan IMT menurut kriteria WHO (2000) dan IMT/U menurut kriteria Kemenkes (2010) yaitu Kurus (IMT <18.5 atau Z < -2 SD), Normal (IMT 18.5-22.9 atau -2 SD ≤ Z <+1 SD), Overweight (IMT 23.0-24.9 atau +1 SD ≤ Z < +2 SD), Obesitas (IMT ≥25.0 atau Z ≥+2 SD). Berikut sebaran subjek berdasarkan klasifikasi status gizi.

Tabel 8 Sebaran subjek berdasarkan status gizi Status Gizi* Laki-laki Perempuan Total

n % n % N % Kurus 1 5.9 5 4.9 6 5.0 Normal 13 76.5 85 82.5 98 81.7 Overweight 1 5.9 12 11.6 13 10.8 Obesitas 2 11.7 1 1.0 3 2.5 Total 17 100 104 100 120 100

* Uji beda Mann Whitney= p= 0.789

Tabel 8 menunjukkan secara keseluruhan status gizi baik subjek laki-laki atau perempuan termasuk dalam kategori normal. Secara umum dapat disimpulkan bahwa subjek perempuan (82.5%) lebih banyak memiliki status gizi normal dibandingkan subjek laki-laki (76.5%). Secara keseluruhan 81.7% subjek memiliki status gizi normal. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Santika (2004) yang membuktikan bahwa status gizi subjek pada umumnya adalah normal. Hasil uji beda menggunakan Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara status gizi subjek laki-laki dan perempuan (p=0.789).

Persepsi Tubuh

Germove & Williams (2004) menyatakan persepsi tubuh adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri, gambaran ini dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh aktualnya, perasaan tentang bentuk tubuhnya serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkannya. Apabila harapan tersebut tidak sesuai dengan kondisi tubuh aktualnya, maka hal ini dianggap sebagai persepsi tubuh yang negatif, sedangkan berdasarkan Cash Pruzinsky (2002) dan Cash (1994), gambaran tubuh merupakan perasaan, pengalaman, sikap dan evaluasi yang dimiliki seseorang mengenai tubuhnya yang meliputi bentuk tubuh, ukuran tubuh, dan berat tubuh yang mengarah kepada penampilan fisik yang dapat bersifat positif atau negatif. Persepsi tubuh pada umumnya dialami oleh mereka yang menganggap bahwa penampilan adalah faktor yang paling penting dalam kehidupan. Hal ini terutama terjadi pada usia

16

remaja, mereka beranggapan bahwa tubuh yang kurus dan langsing adalah yang ideal bagi wanita (Germove & Williams 2004).

Persepsi tubuh subjek dalam penelitian ini dinilai melalui beberapa metode, yaitu:

Figure Rating Scale (FRS) Test

Figure Rating Scale (FRS) merupakan metode penilaian persepsi tubuh yang dikembangkan oleh (Stunkard et al. 1983) dengan menggunakan skema gambar (siluet) yang memiliki interval dari sangat kurus dengan skor 1 sampai sangat gemuk dengan skor 9. Persepsi tubuh yang dinilai adalah persepsi tubuh saat ini, persepsi tubuh ideal, persepsi tubuh positif dan negatif. Persepsi tubuh adalah suatu perasaan atau pemikiran seseorang mengenai tubuhnya serta pandangan orang lain (Khor et al. 2009 dalam Dewi 2010). Persepsi tubuh terdiri dari tiga bagian, yaitu perasaan dan pikiran subjektif tentang tubuh, serta perasaan cemas terhadap tubuh dan perilaku atas ketidaknyamanan terhadap tubuh (Abramson 2007).

Persepsi bentuk tubuh saat ini/aktual, subjek laki-laki secara keseluruhan memilih gambar nomor 2, 3, 4, 6, 7 dan 8 sedangkan subjek perempuan memilih gambar nomor 1, 2, 3, 4, 5 dan 6. Gambar yang banyak dipilih sebagai persepsi tubuh aktual adalah gambar nomor 4. Subjek laki-laki memilih gambar nomor 4 lebih banyak dibandingkan perempuan atau sebesar 35.3%. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Septiadewi dan Briawan (2010) bahwa sebesar 31.2% gambar yang banyak dipilih oleh subjek perempuan sebagai persepsi tubuh aktual/saat ini adalah gambar nomor 4. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada sebagian yang menggangap dirinya sangat kurus dan ada pula yang menganggap dirinya sangat gemuk.

Berbeda pada persepsi tubuh ideal mereka, seluruh subjek laki-laki memilih gambar nomor 3, 4, dan 5 serta subjek perempuan memilih gambar nomor 2, 3, 4, dan 5. Gambar yang banyak dipilih subjek laki-laki adalah gambar nomor 4 dan 5 sebesar 47.1% sebagai persepsi tubuh idealnya, sedangkan subjek perempuan memilih gambar nomor 3 (50.5%) sebagai persepsi tubuh idealnya. Secara keseluruhan rata-rata gambar yang paling banyak dipilih subjek perempuan sebagai persepsi tubuh ideal adalah gambar nomor 3. Hal ini sesuai dengan penelitian Septiadewi dan Briawan (2010) bahwa sebesar 50.6% gambar yang paling banyak dipilih sebagai persepsi tubuh ideal atau persepsi tubuh diinginkan adalah gambar nomor 3. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Siswanti (2007) yang menyatakan bahwa sebagian besar subjek perempuan memilih gambar nomor 3 (56.3%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa wanita cenderung menginginkan tubuh yang kurus dan langsing (Germove & Williams 2004).

Selain itu bentuk tubuh aktual subjek dibandingkan dengan status gizi subjek saat ini. Berikut Tabel 9 sebaran persepsi tentang bentuk tubuh aktual subjek terhadap status gizi.

17

Tabel 9 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual subjek terhadap status gizi Jenis Kelamin Persepsi bentuk tubuhnya Status gizi kurus Status gizi normal Status gizi gemuk n % n % n % Kurus 1 25 2 20 0 0 Laki-laki Normal 3 75 8 80 0 0 Gemuk 0 0 0 0 3 100 Total 4 100 10 100 3 100 Kurus 8 61.5 15 23.8 0 0 Perempuan Normal 5 38.5 35 55.6 13 48.1 Gemuk 0 0 13 20.6 14 51.9 Total 13 100 63 100 27 100

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa subjek laki-laki yang mempersepsikan bentuk tubuh aktualnya normal tetapi berstatus gizi kurus lebih banyak dibandingkan subjek perempuan atau sebesar 75%. Subjek perempuan lebih banyak mempersepsikan tubuh aktualnya kurus tetapi berstatus gizi normal dibandingkan subjek laki-laki (23.8%). Selain itu subjek perempuan juga lebih banyak mempersepsikan tubuh aktualnya normal tetapi berstatus gizi gemuk (48.1%). Selebihnya subjek mempersepsikan bentuk tubuhnya sesuai dengan status gizinya. Secara keseluruhan baik subjek laki-laki ataupun perempuan mempersepsikan tubuh aktualnya sesuai dengan status gizi.

Persepsi tubuh dinyatakan dengan dua kategori yaitu persepsi negatif dan persepsi positif. Persepsi tubuh positif merupakan persepsi dimana penilaian terhadap tubuh aktualnya sesuai dengan status gizinya, sedangkan persepsi tubuh negatif merupakan persepsi dimana penilaian terhadap tubuh aktualnya tidak sesuai dengan status gizinya.

Berdasarkan Tabel 9 subjek perempuan yang mempersepsikan bentuk tubuh aktualnya kurus tetapi status gizinya normal, maka subjek dikatakan memiliki persepsi tubuh negatif. Sementara itu subjek yang mempersepsikan bentuk tubuh aktualnya kurus dan status gizinya kurus dapat dikatakan memiliki persepsi tubuh positif. Subjek yang mempersepsikan bentuk tubuh aktualnya kurus tetapi berstatus normal dapat dikatakan bahwa subjek tersebut merasa kurang percaya diri terhadap bentuk tubunya. Hal tersebut dapat memengaruhi hubungan sosial dengan teman sebayanya, karena subjek akan merasa bentuk tubuhnya tidak indah dan tidak ideal sehingga dapat memengaruhi pola makannya, kemudian subjek akan membatasi asupan makannya sehingga status gizi awal yang ideal akan berubah menjadi status gizi kurang. Berikut tabel klasifikasi persepsi tubuh subjek.

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui baik subjek laki-laki maupun perempuan sebagian besar memiliki persepsi tubuh yang positif. Subjek laki-laki yang memiliki persepsi tubuh positif lebih banyak dibandingkan subjek

18

perempuan atau sebesar 70.6%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Marasabessy (2006) yang menyatakan bahwa 87.5% merasa remaja putri tidak puas dengan bentuk tubuhnya. Hasil penelitian Marasabessy juga menyatakan bahwa hanya terdapat 12.5% remaja putra yang memiliki persepsi tubuh negatif. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Siswanti (2007) dan Isnani (2011), yang menyatakan bahwa sebagian besar remaja putri memiliki persepsi tubuh negatif atau memiliki persepsi bahwa tubuhnya belum ideal masing-masing sebesar 60%.

Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan klasifikasi persepsi tubuh Persepsi* Laki-laki Perempuan Total

n % n % N %

Positif 12 70.6 46 44.7 59 49.2

Negatif 5 29.4 57 55.3 61 50.8

Total 17 100 103 100 120 100

* Uji beda Mann Whitney= p= 0.103

Multidimensional Body-Self Relations Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS)

Germove & Williams (2004) menyatakan persepsi tubuh adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri, gambaran ini dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh aktualnya, perasaannya tentang bentuk tubuhnya serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkannya. Apabila harapan tersebut tidak sesuai dengan kondisi tubuh aktualnya, maka hal ini dianggap sebagai persepsi tubuh yang negatif. Sedangkan berdasarkan Cash Pruzinsky (2002) dan Cash (1994), gambaran tubuh merupakan perasaan, pengalaman, sikap dan evaluasi yang dimiliki seseorang mengenai tubuhnya yang meliputi bentuk tubuh, ukuran tubuh, dan berat tubuh yang mengarah kepada penampilan fisik yang dapat bersifat positif atau negatif. Persepsi tubuh pada umumnya dialami oleh mereka yang menganggap bahwa penampilan adalah faktor yang paling penting dalam kehidupan. Hal ini terutama terjadi pada usia remaja. Mereka beranggapan bahwa tubuh yang kurus dan langsing adalah yang ideal bagi wanita (Germove & Williams 2004).

Persepsi tubuh subjek dalam penelitian ini dinilai melalui metode Multidimensional Body-Self Relations Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS) merupakan self-report inventory yang terdiri dari 34 butir pertanyaan multidimensi yang digunakan untuk menilai aspek perilaku body image (Cash & Pruzinsky 1990). Instrumen ini digunakan pada orang dewasa dan remaja diatas 15 tahun untuk mengukur komponen evaluatif, kognitif, perilaku body image yang berhubungan dengan 3 area tubuh (somatic domains) yaitu penampilan (appearance), kebugaran (fitness), dan tingkat kesehatan/sakit (health/illness) (Seawell & Danorf-Burg 2005). Berdasarkan ketiga area tersebut terbagi menjadi 5 subskala yaitu appearance evaluation (evaluasi penampilan), appearance orientation (orientasi penampilan), body area satisfaction scale (kepuasan terhadap bagian tubuh), overweight preoccupation scale (kecemasan

19

menjadi gemuk) dan self-classified weight scale (pengkategorian ukuran tubuh). Berikut sebaran subjek berdasarkan MBSRQ-AS Subscales.

Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa subjek laki-laki lebih banyak memiliki persepsi negatif terhadap evaluasi penampilannya dibandingkan subjek perempuan yaitu sebesar 35.3%, artinya subjek merasa penampilan dan keseluruhan tubuhnya tidak menarik dan memuaskan, akan tetapi sebagian besar subjek memiliki persepsi normal. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Cash et al. (2004) yang menunjukkan adanya peningkatan evaluasi penampilan dari periode tahun ke-3 hingga tahun ke-5 (1993-2001), artinya dari tahun ke tahun terjadi peningkatan kepuasan terhadap penampilan.

Tabel 11 Sebaran subjek berdasarkan Subskala MBSRQ-AS Subkala

Kategori Laki-laki Perempuan Total

MBSRQ-AS n % n % N % Evaluasi penampilan* Negatif 6 35.3 6 5.83 12 10.0 Normal 11 64.7 97 94.2 108 90.0 Positif 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 Orientasi penampilan* Negatif 8 60 90 87.4 98 81.7 Normal 9 40 13 12.6 22 18.3 Positif 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Kepuasan terhadap bagian tubuh

Negatif 5 10 19 18.4 24 20.0 Normal 12 90 81 78.6 93 77.5

Positif 0 0 3 2.91 3 2.5

Kecemasan menjadi gemuk*

Negatif 0 0 13 12.6 13 10.8 Normal 5 20 63 61.2 68 56.7 Positif 12 80 27 26.2 39 32.5

Pengkategorian ukuran tubuh*

Negatif 3 20 57 55.3 60 50.0 Normal 7 40 39 37.9 46 38.3 Positif 7 40 7 6.8 14 11.7 Total 17 100 103 100 120 100 a Uji beda Mann Whitney= p= 0.000

Subskala kedua yaitu apperance orientation. Subjek perempuan atau sebesar 87.4% lebih banyak memiliki persepsi yang negatif terhadap orientasi penampilannya dibandingkan subjek laki-laki, artinya subjek apatis/tidak memperhatikan penampilannya, karena mengangggap bahwa penampilan itu bukanlah prioritas. Sehingga tidak terdapat usaha untuk memperbaiki serta meningkatkan penampilan dirinya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Cash et al. (2004) yang menunjukkan adanya penurunan orientasi penampilan pada subjek dari selama periode waktu (1983-2001), artinya dari tahun ke tahun perempuan bersifat apatis/ tidak memperhatikan penampilannya. Sehingga hal ini tidak sesuai

20

dengan hasil penelitian Papalia (2008) yang menyatakan bahwa pada usia remaja banyak dari mereka yang berusaha mengubah penampilannya. Kepedulian terhadap penampilan dan gambaran tubuh yang ideal dapat mengarah kepada upaya obsesif seperti mengontrol berat badan. Menurut Dacey & Kenny (2001), pada umumnya beberapa usaha yang dilakukan oleh remaja yaitu dengan melakukan diet, berolahraga, melakukan perawatan tubuh, megonsumsi obat pelangsing dan lain-lain. untuk mendapatkan tubuh ideal sehingga terlihat menarik. Hasil uji menggunakan Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara jenis persepsi tubuh pada subskala appearance orientation subjek laki-laki dan perempuan.

Subskala ketiga yaitu body area satisfaction scale. Subjek perempuan atau sebesar 18.4% lebih banyak memiliki persepsi yang negatif terhadap kepuasan bagian tubuh dibandingkan subjek laki-laki, artinya subjek merasa tidak puas terhadap bagian tubuhnya secara spesifik, akan tetapi sebagian besar subjek memiliki persepsi normal. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Cafri & Thompson (2004) yang menunjukkan bahwa perempuan merasa tidak puas terhadap bagian tubuhnya secara spesifik dibandingkan laki-laki. Hal ini juga sesuai dengan Berscheid et al. (1973), Cash, Winstead & Janada (1986), Garner (1997) yang menyatakan pada skala BASS, tingkat kepuasan terhadap bagian tubuh secara spesifik terus meningkat selama periode 25 tahun terakhir. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian, didapatkan 2.91% perempuan memiliki persepsi positif. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Chase (2001) yang menyatakan bahwa memiliki persepsi positif akan menyebabkan kepuasan yang lebih akan bagian tubuh atau sebaliknya. Hasil uji menggunakan Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jenis persepsi tubuh pada subskala body area satisfaction scale subjek laki-laki dan perempuan.

Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kepuasan terhadap bagian tubuh Bagian Tubuh Tingkat Laki-laki Perempuan

Kepuasan n % n % Tampilan Otot* 1 (STP) 0 0.0 3 2.9 2 3 17.6 13 12.6 3 6 35.3 71 68.9 4 7 41.2 15 14.6 5 (SP) 1 5.9 1 1.0 Total 17 100 103 100 Overall 1 (STP) 0 0.0 2 1.9 2 6 35.3 49 47.6 3 9 52.9 42 40.8 4 2 11.8 10 9.7 5 (SP) 0 0.0 0 0.0 Total 17 100 103 100

21

Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa 41.2% subjek laki-laki lebih puas terhadap tampilan ototnya dibandingkan dengan subjek perempuan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Santrock (2003) bahwa pada saat mulai memasuki masa remaja, seorang perempuan akan mengalami peningkatan lemak tubuh yang membuat tubuhnya semakin jauh dari bentuk tubuh yang ideal, sedangkan remaja laki-laki menjadi lebih puas karena massa otot yang meningkat. Sehingga remaja melakukan pengaturan pola makan, berolahraga, melakukan perawatan tubuh, mengkonsumsi obat pelangsing dan lain-lain untuk mendapatkan berat badan yang ideal (Dacey & Kenny 2001). Hal ini sesuai dengan konsep tubuh yang ideal pada perempuan adalah tubuh langsing (Sanggarwaty 2003), sedangkan pada laki-laki adalah tubuh berisi, berotot, berdada bidang, serta biseps yang menonjol (McCabe 2004). Hasil uji menggunakan Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara tampilan otot subjek laki-laki dan perempuan (p=0.046). Selebihnya sebanyak 47.6% subjek perempuan lebih merasa tidak puas terhadap bagian tubuhnya dibandingkan dengan subjek laki-laki, walaupun mayoritas subjek laki-laki merasa biasa saja akan keseluruhan penampilannya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Pope et al (2000) yang menunjukan bahwa perempuan lebih memperhatikan penampilan fisik dibandingkan laki-laki. Penjelasan ini bukan berarti penampilan fisik yang menarik hanya pada perempuan saja tetapi laki-laki pun terkadang memperhatikan penampilan mereka. Ketidakpuasan terhadap gambaran tubuh pada remaja perempuan umumnya mencerminkan keinginan untuk menjadi langsing, sedangkan pada remaja laki-laki ketidakpuasan terhadap tubuhnya juga timbul karena keinginan untuk menjadi lebih besar, lebih tinggi dan berorot (Evans 2008).

Secara keseluruhan dapat disimpulkan subjek menilai bagian tubuh mereka biasa saja seperti wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tubuh bagian atas (dada, bahu, lengan) artinya subjek menerima apa adanya keadaan atau kondisi tubuh, sehingga merasa biasa atau tidak terlalu memperhatikan penampilan atau keseluruhan tubuh menarik, memuaskan atau tidak memuaskan. Sehingga tidak terdapat usaha untuk memperbaiki atau meningkatkan penampilan diri. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Andea (2010) yang menyatakan bahwa subjek merasa penampilan dan keseluruhan tubuhnya menarik serta memuaskan, subjek memperhatikan penampilan diri dan berusaha untuk memperbaiki serta meningkatkan penampilan dirinya, subjek merasa puas terhadap bagian tubuhnya secara spesifik, seperti wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tubuh bagian atas (dada, bahu, lengan) dan peampilan secara keseluruhan.

Subskala keempat yaitu overweight preoccupation scale. Subjek laki-laki atau sebesar 80% lebih banyak memiliki persepsi yang positif terhadap kecemasan menjadi gemuk dibandingkan dengan subjek perempuan, artinya subjek laki-laki tidak merasa cemas terhadap kegemukan atau tidak khawatir apabila berat badannya bertambah, sedangkan subjek perempuan merasa biasa terhadap kecemasan menjadi gemuk. Sehingga baik antara subjek laki-laki maupun perempuan tidak terdapat kecenderungan melakukan diet dan membatasi pola makan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Winzeler (2005) yang menyatakan bahwa remaja laki-laki lebih bangga dengan tubuhnya dan lebih puas dengan berat badannya. Terdapat 56.7% subjek memiliki persepsi normal. Hal ini sesuai

22

dengan hasil penelitian Cash et al. (2004) yang menunjukkan adanya penurunan kecemasan untuk menjadi gemuk dari periode tahun ke-3 hingga tahun ke-5 (1993-2001), artinya dari tahun ke tahun terjadi penurunan kecemasan terhadap kegemukan. Hasil uji menggunakan Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara jenis persepsi tubuh pada subskala overweight preoccupation scale subjek laki-laki dan perempuan.

Subskala kelima yaitu self-classified weight scale. Subjek laki-laki atau sebesar 40% lebih banyak memiliki persepsi yang positif terhadap kategorisasi ukuran tubuh dibandingkan dengan subjek perempuan, artinya sebagian besar subjek laki-laki mempersepsikan berat badannya semakin gemuk, sedangkan perempuan semakin kurus. Sehingga kebanyakan subjek perempuan memiliki persepsi gambaran tubuh yang negatif. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Borteyrou (2009) yang menunjukkan bahwa semakin tinggi status gizi seseorang maka semakin tinggi pula mereka mempersepsikan berat badan mereka semakin kurus dan semakin gemuk. Hasil uji menggunakan Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara jenis persepsi tubuh pada subskala self-classified weight scale subjek laki-laki dan perempuan.

Body Image Ideals Questionnaire (BIQ)

The Body Image Ideals Questionnaire (BIQ) merupakan suatu metode yang terdiri dari 22 butir pertanyaan dan dikembangkan untuk menyediakan suatu penilaian evaluatif body image. BIQ berasal dari kerangka teori perbedaan diri (self-discrepancy). Berdasarkan penelitian yang masih ada, instrumen BIQ terdiri dari 10 karakteristik fisik : tinggi badan (height), warna kulit (skin complexion), tekstur dan ketebalan rambut (hair texture and thickness), ciri wajah (facial features), tonus otot dan definisi (muscle tone and definition), proporsi tubuh (body proportions), berat badan (weight), ukuran dada (chest or breast), kekuatan fisik (physical strength), dan koordinasi fisik (physical coordination) (Cash & Szmanski 1995).

Berdasarkan Tabel 13, subjek laki-laki atau sebesar 47.1% memiliki persepsi tubuh positif dibandingkan dengan subjek perempuan. Akan tetapi sebagian besar subjek memiliki persepsi tubuh normal. Artinya subjek mempercayai bahwa karakteristik fisik yang mereka miliki sudah sesuai dengan fisik ideal yang mereka inginkan, sehingga kepentingan/upaya untuk memiliki fisik yang ideal tersebut rendah. Akan tetapi didapatkan subjek perempuan memiliki persepsi negatif lebih besar dibandingkan laki-laki atau sebesar 5.8%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Furnham et al. (2002) yang menyatakan bahwa subjek perempuan lebih memiliki perbedaan yang besar antara bentuk tubuh aktual dan ideal dibandingkan subjek laki-laki. Hasil uji menggunakan Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jenis persepsi tubuh pada karakteristik fisik subjek laki-laki dan perempuan.

23

Tabel 13 Sebaran subjek berdasarkan persepsi tubuh (BIQ) Persepsi Tubuh* Laki-laki Perempuan Total

n % n % N %

Negatif 0 0.0 6 5.8 6 5.0

Normal 9 52.9 51 49.5 60 50.0

Positif 8 47.1 46 44.7 54 45.0

Total 17 100 103 100 120 100

a Uji beda Mann Whitney= p= 0.683

Gangguan Makan

Elizabeth (2004) menyatakan gangguan makan adalah suatu gangguan mental yang dapat membinasakan dan memengaruhi lebih dari tujuh juta wanita setiap tahunnya, terutama di negara-negara barat seperti di Amerika Serikat dan Eropa. Walaupun gangguan makan berhubungan dengan makanan, pola makan, dan berat badan, gangguan tersebut bukanlah mengenai makanan, tetapi mengenai perasaan dan ekspresi diri, sedangkan menurut American Psychiatric Association (APA) (2005) Gangguan makan digambarkan sebagai gangguan berat dalam perilaku makan dan perhatian yang berlebihan tentang berat dan bentuk badan, biasanya terjadi pada usia remaja.

Persepsi gangguan makan subjek dalam penelitian ini dinilai metode The Eating Attitude Test (EAT-40) yang dikembangkan oleh Garner dan Garfinkel 1979, terdiri dari 40 butir pertanyaan multidimensi dan 3 subskala (dieting behaviour, oral control dan food preoccupation) yang dirancang untuk menilai sikap, perilaku, dan sifat-sifat yang saat ini mengalami gangguan makan khususnya anorexia nervosa. Metode ini mempunyai kriteria utama gangguan makan yaitu menjumlahkan skor aktual tes eating attitute test yang terdiri dari 40 butir pernyataan. Diikuti perhitungan skor IMT (Index Massa Tubuh) dan pengukuran tingkah laku selama 6 bulan terakhir sebagai kriteria penunjang (supporting criteria) untuk menentukan tingkat risiko/keparahan gangguan makan. Berikut tabel sebaran subjek berdasarkan kriteria utama EAT-40 dan tingkat risiko gangguan makan.

Tabel 14 menunjukkan bahwa secara keseluruhan subjek atau sebesar 93.3% tidak mengalami (tidak berisiko) gangguan makan (eating disorders) atau dalam kondisi normal. Namun terdapat 6.7% subjek mengalami gangguan makan dengan risiko lebih atau memiliki skor EAT lebih dari 30 karena ditunjang oleh satu atau lebih kriteria penunjang, terutama kriteria tingkah laku (subjek merasa memiliki keinginan untuk makan terus-menerus dan tidak dapat berhenti makan (2-3x sebulan). Gangguan makan dengan risiko lebih disebabkan karena diipengaruhi faktor psikologis seperti kepercayaan diri rendah, perasaan tidak mampu dan perasaan tidak sebanding dengan orang lain, depresi atau khawatir, komunikasi yang buruk antar anggota keluarga dan teman, kesulitan dalam mengekspresikan emosi dan perasaan (khususnya emosi “negatif” seperti marah, cemas, sedih atau sedih), perfeksionisme, memiliki perilaku obsesif, sangat peduli dengan pendapat

24

orang lain. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Reyes (2010) terhadap 2163 mahasiswa di Universitas Freshman menemukan bahwa 36.44% mahasiswa mengalami gangguan makan. Hal

Dokumen terkait