• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi dan Seleksi Bakteri Endofit Asal Taxus sumatrana Isolasi Bakteri Endofit Asal Taxus sumatrana

Hasil isolasi bakteri endofit dari bagian daun dan ranting Taxus sumatrana diperoleh 16 isolat (Tabel. 2). Isolat-isolat tersebut disimpan dalam media Nutrien Agar (NA) miring untuk digunakan dalam pengujian selanjutnya.

Tabel 2 Hasil isolasi bakteri endofit dari daun dan ranting Taxus sumatrana Bagian yang diisolasi Jumlah Bakteri Kode Isolat

Daun 9 Tx 1, Tx 2, Tx 5, Tx 9, Tx 12,

Tx 13, Tx 14, Tx 15, Tx 16

Ranting 7 Tx 3, Tx 4, Tx 6, Tx 7, Tx 8,

Tx 10, Tx 11

Jumlah bakteri endofit yang diisolasi dari ranting T. sumatrana lebih sedikit dibandingkan dari daun. Hal ini menunjukkan daun merupakan preferential niche bagi bakteri endofit T. sumatrana. Jumlah isolat yang diperoleh dari bakteri endofit T. sumatrana lebih sedikit dibandingkan bakteri endofit dari T. chinensis yaitu 25 isolat (Zhao et al. 2010).

Lacava et al. (2004) melaporkan hasil isolasi bakteri endofit dari ranting jeruk manis dan jeruk keprok, jumlahnya lebih sedikit daripada daun. Yang et al. (2011) mendapatkan hasil yang berbeda dimana jumlah bakteri endofit dari batang tomat lebih banyak dibandingkan daun. Adanya variasi jumlah bakteri endofit yang diperoleh, berhubungan dengan jenis tanaman, umur tanaman, jenis jaringan yang terinfeksi, waktu pengambilan sampel dan lingkungan. Biasanya populasi bakteri lebih banyak di perakaran dan sedikit di daun dan ranting (Zinniel et al. 2002).

Bakteri endofit dapat diisolasi dari jaringan tanaman yang terinfeksi atau diekstrak dari jaringan tanaman bagian dalam. Bakteri endofit dapat diisolasi dari beberapa jenis jaringan pada sejumlah tanaman. Endofit memasuki jaringan tanaman terutama melalui perakaran, namun demikian, bagian tanaman seperti bunga, ranting dan kotiledon dapat juga digunakan sebagai jalan masuk. Bakteri memasuki jaringan melalui kecambah, akar sekunder, stomata atau daun-daun yang rusak. Endofit di dalam tanaman akan terletak pada satu tempat atau tersebar ke seluruh tanaman. Mikroba ini dapat tinggal di dalam sel, bagian intersel atau sistem vaskuler (Zinniel et al. 2002).

Seleksi Bakteri Endofit Asal Taxus sumatrana

Berdasarkan hasil pengujian antagonistik 16 isolat bakteri (Lampiran 1), diperoleh 1 isolat yang menunjukkan aktivitas antifungal terhadap jamur uji, yaitu isolat Tx 4 dengan diameter penghambatan 14 mm (Gambar 2). Jumlah isolat berpotensi antifungal yang diperoleh dari uji antagonistik tersebut lebih sedikit dibandingkan hasil seleksi dari bakteri endofit Taxus chinnesis yaitu 2 isolat (Zhao et al. 2010).

Gambar 2 Hasil uji antagonistik isolat Tx 4 dengan metode inokulasi titik dan difusi agar. A. Isolat Tx 3 (diameter hambat 0 mm); B. Isolat Tx 4 (diameter hambat 9 mm); C. Supernatan Tx 4 (diameter hambat 14 mm); D. Kultur Tx 4 (diameter hambat 16 mm); E. Suspensi C. albicans dalam agar

Menurut Tomita (2003), sekitar 10% - 30% endofit menunjukkan aktivitas antifungal atau antibakteri di dalam supernatan. Adanya daya hambat dari supernatan isolat Tx 4 mengindikasikan bahwa senyawa bioaktif Tx 4 bersifat ekstraseluler.

Adanya zona penghambatan pada aktivitas antifungal menunjukkan aktivitas biologis yang positif. Isolat bakteri endofit yang tidak mempunyai aktivitas antifungal, kemungkinan mempunyai senyawa aktif dalam jumlah kecil atau aktif melawan mikroba lain yang tidak diujikan (Radu and Kqueen 2002). Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian lebih lanjut pada isolat yang tidak mempunyai aktivitas antifungal, karena kemungkinan beberapa isolat tersebut dapat menghambat infeksi mikroba dengan merangsang sistem kekebalan tubuh inang, bukan oleh aktivitas antimikroba.

Isolasi dan Pemurnian Senyawa Aktif Antifungal Ekstraksi

Ekstrak isolat Tx 4 diperoleh dari ekstraksi hasil fermentasi selama 24 jam. Proses ekstraksi dilakukan secara bertahap dimana tahap pertama menggunakan pelarut semi polar (etil asetat) dan tahap kedua menggunakan pelarut non polar (n- heksana). Hal ini bertujuan agar ekstrak dapat terpisah berdasarkan polaritasnya. Ekstrak selanjutnya diuji daya antagonisnya dengan C. albicans (Gambar 3).

Ekstrak n-heksana mempunyai aktivitas penghambatan lebih besar daripada ekstrak etil asetat, sehingga sebagian besar senyawa antifungal yang terkandung dalam ekstrak tersebut bersifat non polar. Pelarut non polar seperti n-heksana mampu mengisolasi senyawa antikapang dan antikhamir yang bersifat non polar dalam jumlah lebih banyak dengan aktivitas antikapang dan antikhamir lebih besar daripada pelarut lain (Masoko and Eloff 2005). Ekstrak etil asetat tidak

A A B B E C D C D E

mempunyai aktivitas penghambatan dimungkinkan karena senyawa antifungal yang terlarut dalam etil asetat sangat kecil.

Gambar 3 Aktivitas penghambatan isolat Tx 4 terhadap C. albicans. A. ekstrak n- heksana (diameter hambat 9 mm); B. kontrol positif (Nystatin 100 µg/ml) (diameter hambat12 mm); C. kontrol negatif (diameter hambat 0); D. ekstrak etil asetat (diameter hambat 0)

Ekstrak n-heksana mempunyai aktivitas penghambatan lebih kecil daripada kontrol positif (Nystatin). Rajput and Rajput (2011) melaporkan hasil yang sama dimana diameter hambat ekstrak n-heksana dari daun Corchorus fasciluraris lebih kecil (8,15 mm) dibandingkan Nystatin (9,53 mm). Hasil ekstrak n-heksana kemudian difraksinasi dengan kromatografi kolom yang dimonitor dengan KLT.

Nystatin sebagai kontrol positif merupakan antibiotik golongan poliene yang mempunyai spektrum luas serta aktif menghambat jamur secara in vitro dan in vivo termasuk Aspergillus fumigatus dan Candida albicans (Johnson et al. 1998). Antibiotik lain dari golongan azole dan alilamin juga digunakan untuk antifungal (Ghannoum and Rice 1998).

Pemurnian Senyawa Aktif Antifungal

Ekstrak n-heksana yang mempunyai aktivitas antifungal dianalisis dengan KLT menggunakan fase gerak n-heksana:etil asetat (2:1). Analisis KLT ini bertujuan untuk mengetahui pola bercak ekstrak n-heksana yang dapat terpisah sepanjang jarak pengembangan. Keberhasilan KLT ditentukan oleh pemilihan fase diam dan fase gerak. Fase diam yang biasa digunakan dalam KLT adalah silika gel, sedangkan fase gerak dipilih berdasarkan kepolaran dari ekstrak yang akan di KLT (Cannel 1998). Penggunaan fase gerak n-heksana:etil asetat (5:1 atau 10:1) tidak dilakukan karena kemungkinan bercak akan terlalu naik sedangkan perbandingan (1:1), bercak akan cenderung di bawah sehingga bercak tidak terpisah yang akan menyulitkan dalam proses fraksinasi.

Hasil KLT diamati di bawah UV λ 254 nm dan λ 366 nm, kemudian disemprot dengan pereaksi serium sulfat 1% (Gambar 4). Berdasarkan profil kromatogram, ekstrak n-heksana menunjukkan adanya bercak. Selanjutnya pola tersebut akan digunakan untuk kromatografi kolom.

A B

Gambar 4 Hasil KLT ekstrak n-heksana dengan fase gerak n-heksana:etil asetat (2:1). Bercak hasil KLT. Pereaksi semprot: serium sulfat 1% Ekstrak n-heksana difraksinasi dengan kromatografi kolom menggunakan fase diam silika gel 60 mesh (0,063 – 0,200 mm) dan fase gerak n-heksana:etil asetat secara gradien dimulai dari 10:1, 8:1, 6:1, 4:1, 2:1, 1:1. Hal ini dimaksudkan untuk memisahkan senyawa dari yang non polar terlebih dahulu keluar dari kromatografi kolom yang kemudian secara bertahap terpisah senyawa yang polar. Hasil fraksinasi dengan kromatografi kolom diperoleh 125 fraksi, kemudian dilakukan penyederhanaan fraksi dengan KLT. KLT menggunakan fase gerak n-heksana:etil asetat (10:1) dengan tujuan mempertahankan fase gerak senyawa-senyawa dengan nilai Rf yang tinggi agar tidak turun sehingga dihasilkan pemisahan senyawa yang baik. Fraksi yang mempunyai nilai Rf sama digabungkan, sehingga diperoleh 7 fraksi (Tabel 3).

Tabel 3 Penggabungan fraksi n-heksana hasil kromatografi kolom Fraksi gabungan Asal fraksi

I 1 – 12 II 13 – 18 III IV V VI VII 19 – 24 25 – 29 30 – 52 53 – 75 76 – 125

Tujuan penggabungan fraksi untuk mendapatkan sejumlah fraksi dengan kandungan senyawa aktif yang hampir sama sehingga memudahkan dalam pengujian antagonistik. Selain itu, penggabungan tersebut akan menghasilkan fraksi yang paling aktif terhadap jamur uji.

I II III IV V VI VII III VI VII III V

Ketujuh fraksi gabungan tersebut kemudian di KLT dengan fase diam silika gel 60 F254 dan fase gerak n-heksana:etil asetat (10:1) untuk melihat pola bercak (Gambar 5). Pemilihan fase gerak tersebut berdasarkan fase gerak pada saat kromatografi kolom yang diawali dengan pelarut yang lebih polar.

Gambar 5 Hasil KLT fraksi gabungan dari isolat Tx 4. Bercak hasil KLT. I (fraksi asal 1-12), II (13-18), III (19-24), IV (25-29), V (30-52), VI (53-75), VII (76-125). Fase gerak n-heksana:etil asetat = 10:1 (v/v). Pereaksi semprot: serium sulfat 1%

Hasil KLT fraksi gabungan tersebut menunjukkan adanya bercak yang beragam. Selanjutnya ketujuh fraksi gabungan yang diperoleh, diuji aktivitas antagonistik terhadap C. Albicans untuk mendapatkan fraksi aktif (Gambar 6).

Gambar 6 Hasil uji antagonis fraksi-fraksi gabungan dari ekstrak isolat Tx 4. Tanda zona hambat. I (fraksi asal 1-12), II (13-18), III (19-24), IV (25-29), V (30-52), VI (53-75), VII (76-125).

Hasil uji antagonistik terhadap fraksi-fraksi gabungan menunjukkan bahwa fraksi VII memiliki daya hambat terhadap C. albicans. Selanjutnya dilakukan KLT preparatif pada fraksi VII untuk melihat pola bercak pada fraksi tersebut (Gambar 7). I II III IV V VI VII -

Gambar 7 Kromatogram hasil KLT preparatif fraksi VII dari isolat Tx 4. Bercak hasil KLT

Hasil KLT fraksi VII menunjukkan masih terdapat senyawa-senyawa yang belum terpisah sempurna. Fraksi VII-1 menunjukkan pemisahan yang relatif lebih baik dibandingkan fraksi VII-2 dan VII-3. Selanjutnya ketiga fraksi VII diuji aktivitas antagonisnya terhadap C. albicans (Gambar 8)

Gambar 8 Hasil uji antagonis fraksi VII dari isolat Tx 4 terhadap C. albicans. fraksi VII-1 (diameter hambat 7 mm); fraksi VII-2 (diameter hambat 0); fraksi VII-3 (diameter hambat 0); A. kontrol positif (Nystatin 100 µg/ml) (diameter hambat 12 mm); B. kontrol negatif (diameter hambat 0)

Fraksi VII-1 menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan C. albicans, sedangkan fraksi VII-2 dan VII-3 tidak menunjukkan aktivitas penghambatan. Daya hambat fraksi VII-1 lebih kecil dari kontrol positif (Nystatin). Daya hambat fraksi VII-1 juga lebih kecil jika dibandingkan daya hambat supernatan dan ekstrak n-heksana sebelum dikromatografi kolom. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya beberapa senyawa kimia aktif pada supernatan dan ekstrak n-heksana yang bekerja secara sinergi, sehingga memiliki efektivitas kerja yang lebih tinggi dibandingkan senyawa aktif tunggal. Efek yang ditimbulkan masing-masing komponen senyawa kimia dapat saling mendukung satu sama lain (sinergis) untuk mencapai efektivitas pengobatan tetapi dapat juga

berlawanan (kontradiksi) (Ulfah 2006). Selanjutnya fraksi tersebut dianalisis kandungan senyawa kimianya dengan spektrofotometer IR dan GC-MS.

Identifikasi Senyawa Kimia Antifungal

Identifikasi senyawa dengan spektrofotometri infra merah

Hasil pengukuran spektrofotometri infra merah terhadap untuk fraksi VII-1 menunjukkan adanya, gugus karbonil (-C=O) pada bilangan gelombang 1740,64 cm-1 dan gugus aromatik pada bilangan gelombang 2919,06 cm-1 serta gugus alkena pada bilangan gelombang 1521,73 cm-1 dan gugus karboksil pada bilangan gelombang 1081,03 cm-1 (Gambar 9). Hasil interpretasi spektrum infra merah senyawa fraksi VII-1 (Tabel 4).

Gambar 9 Hasil spektra IR dari fraksi VII-1. Bilangan gelombang dari fraksi VII-1. % T = Persen transmiten

Tabel 4 Hasil interpretasi spektrum infra merah senyawa fraksi VII-1 (Skoog et al. 2007)

No Bilangan

Gelombang (cm-1)

Rentang bilangan gelombang (cm-1)

Tipe Ikatan Tipe Senyawa

1 2919,06 2850-2970 CH Alkana 2851,56 2 1740,64 1690-1760 C=O Karbonil 1697,24 3 1630,70 1610-1680 1500-1600 C=C Alkena 1581,52 1521,73 4 1459,05 1340-1470 CH Alkana 1401,19 5 1385,76 1050-1300 C-O Asam karboksilat 1081,03 Bilangan gelombang

Standar Fraksi VII-1

Identifikasi senyawa dengan GC-MS

Berdasarkan data yang dihasilkan spektrum GC-MS yang dibandingkan dengan spektrum massa standar (Database Wiley 275.L) (Gambar 10), menunjukkan bahwa senyawa VII-1 diduga sebagai senyawa kimia asam 1,2- bensenadikarboksilat, diisooktil ester (Gambar 11). Kromatogram gas menunjukkan bahwa retensi waktu untuk fraksi aktif VII-1 adalah 32,394 menit dan presentasi kemiripan adalah 87%. Diduga senyawa yang diperoleh dari ekstraksi kultur bakteri Tx 4 adalah senyawa yang mempunyai peran dalam menghambat pertumbuhan jamur patogen C. albicans.

Gambar 10 Hasil spektra MS untuk fraksi VII-1

Senyawa asam 1,2 bensenadikarboksilat juga ditemukan pada kapang endofit Taxus yunnanensis, dengan kemampuan menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis dan Candida albicans (Chen et al. 2009).

Senyawa asam 1,2 bensenadikarboksilat merupakan asam ftalat yaitu asam dikarboksilat aromatik. Gugus karboksil pada ftalat dapat disintesis bersama fluconazole melalui proses esterifikasi (Dhanashri and Pramodkumar 2012). Fluconazole dengan konsentrasi 50 µg/ml menunjukkan aktivitas menghambat C. albicans sebesar 8 mm, sedangkan turunannya menghasilkan zona hambat sebesar 10 mm.

O

O

O O

1,2-benzenedicarboxylic acid-diisooctyl ester

Gambar 11 Struktur kimia asam 1,2 bensenadikarboksilat diisooktil ester dari isolat Tx 4

Fluconazole merupakan antibiotik golongan azole yang digunakan untuk pengobatan infeksi jamur. Obat golongan azole bersifat fungistatik, mempunyai spektrum luas dan bekerja dengan cara menghambat sintesis ergosterol jamur sehingga mengakibatkan kerusakan pada membran sel jamur (Madigan et al, 2006). Obat anti jamur golongan azole mempunyai kemampuan mengganggu kerja enzim sitokrom P-450 lanosterol14-demetilase yang berfungsi sebagai katalisator untuk mengubah lanosterol menjadi ergosterol (Ghanoum and Rice 1999).

Menurut El-Mehawalawy et al. (2008), senyawa asam 1,2- benzenadikarboksilat merupakan senyawa antifungal yang berhasil dipurifikasi dari bakteri Corynebacterium nitriphilus, Tsukamurella inchonensis dan Cellulosimicrobium cellulans. Senyawa tersebut dapat menjadi pilihan untuk pengobatan jamur patogen karena mempunyai kemampuan menghambat proses pertumbuhan, sintesis protein DNA, RNA dan lipid pada jamur patogen.

Identifikasi Mikroba Identifikasi Morfologi

Hasil identifikasi morfologi dengan metode pewarnaan Gram diketahui bahwa isolat Tx 4 berbentuk batang dan berwarna ungu (Gambar 12). Warna ungu menunjukkan bahwa sel bakteri tersebut mampu menahan pewarna ungu kristal setelah diwarnai dengan etanol 95%. Sel yang mampu menahan pewarna ungu kristal disebut bakteri Gram positif.

benzena ester

iso

Gambar 12 Morfologi koloni (A) dan hasil pewarnaan Gram (B) isolat Tx 4 Warna ungu pada bakteri Gram positif berhubungan dengan ketebalan dan komposisi dinding sel yang berpengaruh pada respon yang berbeda terhadap reaksi pewarnaan gram (White 1995). Bakteri Gram positif mempunyai dinding sel yang tebal yang terdiri dari beberapa lapisan peptidoglikan, yang menjadi kering oleh alkohol, sehingga menyebabkan pori-pori di dalam sel menutup dan mencegah kompleks ungu kristal iodin terlepas dari sel (Madigan et al. 2006). Identifikasi Molekuler

Isolat Tx 4 yang telah diuji kemampuannya sebagai penghasil senyawa antifungal, selanjutnya dianalisis menggunakan pendekatan molekuler berdasarkan sekuen gen 16S rRNA. Hasil amplifikasi gen 16s rRNA dengan teknik PCR diperoleh fragmen RNA berukuran sekitar 1000 bp (berdasarkan ukuran pita pada marker. (Gambar 13)

Untuk memastikan persen kemiripan genotipik isolat Tx 4 dengan mikroba lain maka dilakukan sekuensing gen 16S rRNA dari isolat tersebut. Hasil sekuensing isolat Tx 4 menunjukkan bahwa basa nukleotida yang terbaca adalah 1036 pasangan basa (Lampiran 3).

Gambar 13 Hasil PCR gen 16S rRNA isolat Tx 4. M: Marker Ukuran (bp) Tx 4 M 250 1000 750 1000 1500 2000 8000 10000 500 5000 A B

Hasil analisis sekuen gen 16S rRNA kemudian dianalisis dengan program BLAST-N pada www.ncbi.nlm.nih.gov.blast untuk mengetahui kesesuaian sekuen isolat Tx 4 dengan sekuen pembanding yang terdapat pada gene bank. Berikut ini adalah 5 spesies bakteri yang memiliki similiritas tertinggi terhadap isolat Tx 4 berdasarkan sekuen 16S rRNA (Tabel 5).

Tabel 5 Hasil BLAST berdasarkan sekuen 16S rRNA

Accesion Description Total score Query

coverage E Value

Max ident HE617159.1 Bacillus amyloliquefaciens subsp.

plantarum CAU B946 complete genome

1.911x104 100% 0.0 100%

AB681485.1 Bacillus amyloliquefaciens NBRC 101586

1.911 100% 0.0 100%

AB679986.1 Bacillus amyloliquefaciens NBRC 3022

1.911 100% 0.0 100%

AB679989.1 Bacillus amyloliquefaciens NBRC 3025

1.911 100% 0.0 100%

JN817498.1 Bacillus sp AERN19 1.911 100% 0.0 100%

Berdasarkan hasil BLAST, isolat Tx 4 memiliki presentase kemiripan 100% dengan Bacillus amyloliquefaciens. Adanya kekerabatan 99-100% mengindikasikan bahwa isolat Tx 4, kemungkinan memiliki jumlah kromosom, ukuran genom dan fungsi gen yang sama dengan Bacillus amyloliquefaciens.

Drancourt et al. (2000) menyatakan bahwa identifikasi pada tingkat spesies ditetapkan dari similiritas 16S rRNA ≥ 99% dengan sekuen yang ada pada gene bank, identifikasi pada tingkat genus dengan similiritas ≥ 97% dan untuk identifikasi genus baru ditetapkan dengan similiritas yang lebih rendah dari 97%. Sekuen isolat Tx 4 kemudian disejajarkan dengan program distance tree of results dari situs www.ncbi.nlm.nih.gov/blast/treeview untuk memperoleh konstruksi pohon filogeni yang menunjukkan kekerabatan (Gambar 14).

Pohon filogenetik menunjukkan bahwa isolat Tx 4 mempunyai hubungan kekerabatan paling dekat dengan Bacillus amyloliquefaciens NBRC 101586. Gen 16S rRNA isolat Tx 4 merupakan sekuen partial dan bukan genom komplit, sehingga tidak dibandingkan dengan Bacillus amyloliquefaciens subsp. plantarum CAU B946 yang mempunyai genom komplit. Gen 16S rRNA isolat Tx 4 dibandingkannya dengan Bacillus amyloliquefaciens NBRC 101586 yang mempunyai sekuen partial. Berdasarkan hasil BLAST dan pohon filogenetik maka dapat dinyatakan bahwa isolat Tx 4 sebagai Bacillus amyloliquefaciens.

Bacillus amyloliquefaciens adalah bakteri gram positif, berbentuk batang, membentuk endospora dan berkerabat dekat dengan Bacillus subtilis (Lin et al. 2007). Sebagian besar species dari genus Bacillus mempunyai kemampuan untuk mensintesis beberapa senyawa yang dapat digunakan di bidang pertanian dan industri. Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh beberapa spesies dan galur dari genus Bacillus menunjukkan aktivitas antibakteri dan antijamur melawan fitopatogen. Kelompok Bacillus biasanya adalah bakteri tanah atau sebagai epifit dan endofit pada rhizosfer atau spermosfer (Beric et al. 2012). Bakteri ini tumbuh

cepat pada media cair dan tahan pada suhu tinggi, sehingga bakteri tersebut berpotensi digunakan sebagai agen biologi.

Gambar 14 Pohon filogenetik hasil gen 16S rRNA isolat Tx 4 dengan gene bank Beberapa galur B. subtilis dan B. amyloliquefaciens dilaporkan menghasilkan lipopeptida. Beberapa lipopeptida seperti surfaktin, iturin dan fengycin menunjukkan aktivitas antifungal dan toksisitas rendah, mudah terdegradasi dan ramah lingkungan. Zhang et al (2012) melaporkan bahwa senyawa iturin A yang dihasilkan bakteri endofit B. amyloliquefaciens strain TF28 dari akar kedelai, menunjukkan aktivitas antifungal terhadap Fusarium monoliformae.

0.1

Bacillus amyloliqufaciens FZB 42 dilaporkan menghasilkan metabolit sekunder dengan aktivitas antimikroba. Senyawa yang dihasilkan diantaranya nonribosomal poliketide (bacillaene, difficidin dan macrolactin), polipeptida (surfaktin, bacillomycin D dan fengycin) dan siderefor (bacillibactin) (Scholz et al. 2011). Chen et al. (2006) menyatakan bahwa lipopeptida yang dihasilkan B. amyloliqufaciens FZB 42 merupakan metabolit sekunder untuk aktivitas antifungal.

B. amyloliquefaciens juga menghasilkan senyawa subtilosin yaitu peptida siklik yang mempunyai aktivitas antimikroba melawan bakteri patogen pada manusia, Gardenella vaginalis (Noll et al. 2012). Subtilosin dapat bersinergi dengan agen antimikroba lain yaitu gliserol monolaurat (lauricidin), lauric arginat dan polilisin dalam menghambat pertumbuhan patogen tersebut.

Liu et al (2012) telah memproduksi surfaktin yang dihasilkan B. amyloliqufaciens strain MB 199. Surfaktin merupakan biosurfaktan lipopeptida yang mempunyai aktivitas antimikroba dan antiviral dengan spektrum luas. Surfaktin dapat bersinergi dengan ketokonazol sebagai agen antifungal terhadap Candida albicans.

Dokumen terkait