• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis-jenis fungi yang terdapat pada getah Kemenyan Toba yang berhasil diisolasi

Hasil penelitian menunjukkan terdapat jenis fungi yang berhasil diisolasi dari getah Kemenyan Toba (Styrax Sumatrana J. J. SM). Jenis-jenis fungi yang berhasil diisolasi dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3. Jenis-jenis fungi berhasil diisolasi dari kemenyan toba (S. Sumatrana J. J. SM) dengan perlakuan penyadapan

No Bagian

Penyadapan

Jenis Fungi Yang ditemukan Pada Sampel Getah Di Kulit Luar Di Dekat saluran Getah

1. 2. 3. Atas Tengah Bawah Geotrichum sp. Phialophora sp Aspergillus sp. Trichoderma sp. Geotrichum sp. Trichoderma sp. Ceratocystis sp. Rhizopus sp. Trichoderma sp. Phialophora sp. Rhizopus sp. Phialophora sp.

Tabel 4. Jenis-jenis fungi berhasil diisolasi dari kemenyan toba (S. Sumatrana J. J. SM) tanpa perlakuan penyadapan (karena serangan hama).

No. Sampel Getah Jenis Fungi Yang ditemukan

1. Di kulit luar Ceratocytis sp.

Rhizopus sp. Aspergillus sp. Geotrichum sp.

2. Di dekat saluran getah Rhizopus sp.

Phialophora sp Trichoderma sp.

1. Ceratocystis sp.

Ciri-ciri koloni pada media PDA dalam suhu ruang: koloni dengan cepat tumbuh, pada awalnya abu dan berbulu kemudian berkembang menjadi abu-abu kehitaman. Pada umur 2 hari diameter koloni mencapai 2 cm dan pada umur 7 hari diameter koloni mencapai 8 cm dan koloni telah memenuhi ukuran cawan Petri seperti terlihat pada Gambar 4. Ceratocystis sp. termasuk ordo Ascomycetes. Bentuk mikroskopis Ceratocystis sp. dapat dilihat pada Gambar 4 dengan ciri-ciri yaitu konidia hialin, silindris, bersel 1, dengan ukuran diameter 3-6 μm.

Gambar 4. Ceratocystis sp. Koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan foto mikroskopik (B), konidia (a), konidiofor (b)

2. Phialophora sp

Ciri-ciri koloni pada media PDA dalam suhu ruang: koloni tumbuh agak lambat, pada awalnya putih dan berbulu kemudian berkembang menjadi abu-abu kecoklatan. Terutama pada bagian tengahnya. Pada umur 2 hari diameter koloni mencapai 1 cm dan pada umur 14 hari diameter koloni mencapai 8 cm dan koloni telah memenuhi ukuran cawan petri seperti terlihat pada Gambar 5. Bentuk mikroskopis Phialophora sp. dapat dilihat pada Gambar 5 dengan ciri-ciri yaitu Konidia hialin sampai coklat yang berwarna kuning langsat, halus berdinding,

a b

bulat telur untuk silinder atau allantoid, dan biasanya agregat dalam kepala berlendir pada apeks dari fialid, yang mungkin soliter, atau dalam susunan yang mirip kuas.

Gambar 5 . Koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan foto mikroskopik (B), konidia (a), konidiofor (b)

3. Trichoderma sp

Ciri-ciri koloni pada media PDA dalam suhu ruang: koloni dengan cepat

tumbuh, pada awalnya berwarna putih dan berbulu kemudian berkembang menjadi

hijau kekuningan terutama pada bagian yang menunjukkan adanya konidia. Pada umur 2 hari diameter koloni mencapai 2 cm dan pada umur 10 hari diameter koloni

mencapai 8 cm dan koloni telah memenuhi ukuran cawan Petri seperti terlihat pada

Gambar. Bentuk mikroskopis Trichoderma sp. dapat dilihat pada Gambar 6 dengan ciri-ciri yaitu konidiofor bercabang menyerupai piramida. Hifa berwarna hijau

kekuningan dengan diameter 5 μm – 7,5 μm. Fialid berbentuk botol dengan panjang 11,25 μm – 15 μm dengan warna hijau kekuningan. Konidia berwarna hijau dan berkumpul di ujung fialid dengan diameter 2,5 μm – 3,75 μm.

a b

Gambar 6. Trichoderma sp. Koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan foto mikroskopik (B), konidia (a), fialid (b), konidiofor (c)

4. Rhizopus sp

Pada media PDA dalam suhu ruang: koloni di awal pertumbuhan berwarna

putih selanjutnya berubah menjadi abu-abu kecoklatan dengan bertambahnya umur koloni. Pada umur 1 hari diameter koloni 2 cm dan pada umur 4 hari diameter koloni

mencapai 8 cm (2 cm/hari) dan pada umur 5 hari koloni telah memenuhi cawan Petri

dan menunjukan warna seperti yang terlihat pada Gambar 7. Ciri-ciri mikroskopisnya dapat dilihat pada Gambar 7, yaitu rhizoid berwarna hijau kekuningan dan bercabang

banyak. Hifa berwarna hijau bening agak kekuningan dengan diameter 7,5 μ - 12,5

μm, konidia berbentuk semibulat hingga bulat berwarna hijau muda hingga hijau kecoklatan dengan diameter 2,5 μm – 5 μm

a b c a b A B A B

Gambar 7. Rhizopus sp. Koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan foto mikroskopik (B), konidia (a), konidiofor (b)

5. Geotrichumsp

Koloni dengan cepat tumbuh, berwarna putih dan berbulu. Pada umur 1 hari

diameter koloni mencapai 2 cm dan pada umur 5 hari diameter koloni mencapai 8 cm

dan koloni telah memenuhi ukuran cawan petri seperti terlihat pada Gambar. Bentuk mikroskopis Geotrichum sp. dapat dilihat pada Gambar dengan ciri-ciri yaitu konidia seperti tabung dengan ujung-ujung terputus, terbentuk dari segmentasi hifa.

Gambar 8. Geotrichum sp. Koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan foto mikroskopik (B), konidiofor (a), konidia (b)

6. Aspergillus sp

Pada media PDA dalam suhu ruang: koloni mencapai diameter 4-5 dalam 7 hari, dan terdiri dari suatu lapisan basal yang kompak berwarna putih hingga kuning

dan suatu lapisan konidiofor yang lebat yang berwarna coklat tua hingga hitam.

Kepala konidia berwarna hitam, berbentuk bulat, dan cenderung merekah menjadi kolom-kolom pada koloni berumur tua. Fialid terbentuk pada metula, dan berukuran

(7,0-9,5) × (3-4) μm. Metula berwarna hialin hingga coklat, sering kali bersepta, dan

berukuran (15-25) × (4,5-6,0) μm. Konidia berbentuk bulat hingga semi bulat, berukuran 3,5-5,0 μm, berwarna coklat, memiliki ornamentasi berupa tonjolan dan

duri-duri yang tidak beraturan.

a

b

Gambar 9. Aspergillus sp. Koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan foto mikroskopik (B), konidia (a), konidiofor (b)

Tabel 5. Jenis-jenis fungi yang teridentifikasi serta ciri-cirinya

Jenis Fungi

Pengamatan makroskopik Pengamatan mikroskopik

Warna koloni Diameter koloni Bentuk/ukuran konidiofor Diameter Hifa Bentuk Fialid Diameter Konidia Ceratocystis sp. Abu-abu kehitaman 8 cm 3-6 μm - 3-6 μm Phialophora sp. Cokelat keabuan di tengahnya 8 cm 9 μm Silindris 4 μm

Trichoderma sp. Putih

keabu-abuan 8 cm Bentuk sudut 90 Langsing o 2,5 μm Geotrichum sp. Putih 8 cm - - 4-8 μm Rhizopus sp. Putih 8 cm 8,25 μm 2,5 - 5 μm Aspergillus sp. hitam 8 cm 15-20 μm - 15-20 μm a b A B

Pembahasan

Hasil penelitian dari laboraturium menunjukkan bahwa sampel getah kemenyan toba (S. sumaterana J. J. SM) memiliki keanekaragaman jenis yang cukup beragam, Dari hasil penelitian terdapat enam jenis fungi yang ada pada sampel getah kemenyan toba (S. sumaterana J. J. SM). Keenam jenis fungi tersebut adalah Ceratocytis sp., Phialophora sp., Rhizopus sp., Geotrichum sp., Trichoderma sp., Aspergillus sp,. Dari enam jenis fungi yang teridentifikasi tidak terdapat pada satu sampel getah. Menurut Gandjar, dkk (2006) secara umum pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh substrat yang merupakan sumber unsur hara utama bagi fungi, kelembaban dimana fungi dapat hidup pada kisaran kelembaban udara 70 – 90 %., suhu, derajat keasaman substrat (pH) yang umumnya fungi dapat hidup pada pH di bawah 7, dan senyawa-senyawa kimia di lingkungannya.

Pada sampel getah yang diambil dengan perlakuan penyadapan, jenis fungi yang paling banyak ditemukan yaitu pada sampel getah yang diambil di kulit luarnya. Fungi yang teridentifikasi pada bagian tersebut adalah Geotrichum sp., Phialophora sp., Ceratocystis sp., Aspergillus sp., dan Trichoderma sp. Dan bagian penyadapan yang paling banyak ditemukan fungi adalah bagian pangkal batang (bawah). Fungi ini dimungkinkan berasal dari udara. Menurut Agrios (1996) sebagian besar spora fungi disebarkan oleh aliran udara yang sabagai partikel inert (tidak memiliki tenaga) hingga mencapai jarak tertentu. Aliran udara akan

melepaskan spora dari sporofor atau dapat juga terjadi ketika spora akan dikeluarkan

secara paksa atau jatuh pada saat matang, dan tergantung pada turbulensi dan kecepatan aliran udara yang dapat menyebabkan spora terbawa ke atas secara

horizontal dan akan menempel pada inang yang baru dan dapat tumbuh dan berkembang jika kondisi inang tersebut mendukung.

Pada sampel getah yang diambil dari dekat saluran keluarnya getah, jenis-jenis fungi yang ditemukan adalah Rhizopus sp., Phialophora sp dan Trichoderma sp. Fungi pada bagian ini dimungkinkan berasal dari aliran air hujan yang berasal dari getah dari bagian kulit luar. Hal ini ditandai dengan adanya fungi yang sama pada kedua bagian pengambilan sampel yaitu Phialophora sp. Menurut Agrios (1996) butiran-butiran air hujan yang jatuh dari atas akan mengambil dan membawa spora fungi yang terdapat di udara dan mencucinya ke bawah yang beberapa di antaranya mungkin akan mendarat pada bagian tumbuhan yang rentan.

Berdasarkan hasil pengamatan, pada sampel yang tidak diberi perlakuan penyadapan, jenis fungi yang terdapat pada getah di bagian kulit luar adalah Ceratocystis sp., Rhizopus sp. dan Aspergillus sp. Fungi-fungi ini dimungkinkan berasal dari udara maupun aliran air hujan. Pada sampel yang berasal dari dekat keluarnya saluran getah, jenis-jenis fungi yang ditemukan adalah Rhizopus sp., Phialophora sp., dan Trichoderma sp. Ketiga jenis fungi ini juga ditemukan pada sampel getah yang berasal dari perlakuan penyadapan.

Terhadap iklim, pohon kemenyan dapat tumbuh dengan baik membutuhkan tipe iklim basah yaitu tipe hujan A – B menurut klasifikasi Schmidth – Ferguson, 1951 yang memiliki curah hujan berkisar 1916 – 2395 mm/tahun, suhu bulanan 17 – 29o C dan kelembaban rata-rata 85,04 persen. Hal ini sangat mendukung terhadap pertumbuhan dan perkembangan fungi pada sampel yang ada pada pohon kemenyan karena fungi cocok tumbuh pada daerah

yang memiliki suhu yang dingin seperti di daerah tempat tumbuh kemenyan ini, termasuk jenis-jenis fungi yang teridentifikasi pada penelitian ini. Menurut Gandjar, dkk (1999) jenis fungi Trichoderma sp. dapat hidup pada suhu optimum 15o – 30 oC (35 oC) dan maksimum pada 30o – 36 oC; Rhizopus sp. dapat tumbuh pada suhu minimum 5o - 7 oC, optimum pada 25o - 35 oC, dan maksimum pada 35o – 37 o

Berdasarkan hasil penelitian didapat fungi Ceratocystis sp. Pada sebuah penelitian ditemukan bahwa Ceratocystis merupakan fungi penyebab penyakit yang menimbulkan kerusakan pada bidang sadapan pohon karet sehingga pemulihan kulit terganggu. Bekas bidang sadapan menjadi bergelombang sehingga sangat mempersulit penyadapan berikutnya. Ada kalanya bidang sadap rusak sama sekali sehingga tidak mungkin lagi disadap. Pada bidang sadap dekat alur sadap mula-mula terlihat selaput tipis berwarna putih, kemudian berkembang membentuk lapisan seperti beludru berwarna kelabu, sejajar alur sadap, jamur mempunyai benang-benang hifa yang membentuk lapisan bewarna kelabu pada bagian yang terserang. Spora banyak dihasilkan pada bagian yang sakit, dan dapat bertahan hidup dalam keadaan kering. Bila lapisan kelabu ini dikerok akan tampak bintik-bintik bewarna cokelat atau hitam. Serangan ini meluas sampai ke kambium hingga ke bagian kayu. Penularan fungi berlangsung dengan penyebaran spora yang diterbangkan oleh angin dalam jarak jauh. Disamping itu fungi juga dapat ditularkan oleh pisau sadap yang membawa benih penyakit dari bidang sadap yang sakit. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dimungkinkan fungi tersebut juga berpeluang dapat menimbulkan penyakit pada pohon kemenyan karena pada dasarnya sifat pohon karet dan kemenyan adalah sama.

Fungi lain yang ditemukan adalah Trichoderma sp. Hasil penelitian menyebutkan bahwa Trichoderma merupakan salah satu fungi yang dapat menjadi agen biokontrol karena bersifat antagonis bagi fungi lainnya, terutama yang bersifat patogen. Aktivitas antagonis yang dimaksud dapat meliputi persaingan, parasitisme, predasi, atau pembentukan toksin seperti antibiotik. Untuk keperluan bioteknologi, agen biokontrol ini dapat diisolasi dari Trichoderma dan digunakan untuk menangani masalah kerusakan tanaman akibat patogen. Potensi fungi Trichoderma sebagai agensi pengendali hayati tidak terbantahkan lagi. Beberapa penyakit tanaman sudah dapat dikendalikan dengan menggunakan fungi Trichoderma ini. Menurut penelitian Tjandrawati et al (2003) bahwa Trichoderma sp. banyak mengandung enzim kitinase yang berpengaruh membunuh patogen. Sehingga fungi ini sangat menguntungkan bagi pengelola lahan bekas pertambangan untuk kembali melestarikannya. Mengacu pada hasil penelitian tersebut, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa fungi-fungi yang dapat menyebabkan penyakit pada kemenyan dapat dihambat perkembangannya oleh Trichoderma ini. Sehingga produksi getah kemenyan tidak terhambat.

Menurut Harman (1998) dalam Gultom (2008), mekanisme utama pengendalian patogen tanaman yang bersifat tular tanah dengan menggunakan cendawan Trichoderma spp.. dapat terjadi melalui :

a. Mikoparasit (memarasit miselium cendawan lain dengan menembus dinding sel dan masuk kedalam sel untuk mengambil zat makanan dari dalam sel sehingga cendawan akan mati).

b. Menghasilkan antibiotik seperti alametichin, paracelsin, trichotoxin yang dapat menghancurkan sel cendawan melalui pengrusakan terhadap permeabilitas

membran sel, dan enzim chitinase, laminarinase yang dapat menyebabkan lisis dinding sel.

c. Mempunyai kemampuan berkompetisi memperebutkan tempat hidup dan sumber makanan.

d. Mempunyai kemampuan melakukan interfensi hifa. Hifa Trichoderma spp.. akan mengakibatkan perubahan permeabilitas dinding sel.

Dari hasil penelitian ditemukan fungi Rhizopus sp. merupakan jamur benang atau kapang yang mampu memfermentasi kedelai menjadi tempe. Kapang ini terdiri dari berbagai spesies antara lain R. oligosporus, R. stolonifer, dan R. oryzae. Kapang tempe bersifat mikroaerofil, apabila proses fermentasi kekurangan oksigen maka pertumbuhan Rhizopus sp. akan terhambat dan proses fermentasi tidak berjalan lancar. Oksigen yang terlalu banyak menyebabkan metabolisme terlalu cepat sehingga suhu naik dan pertumbuhan Rhizopus sp. terhambat (Kusharyanto & Agus 1995).

Dari hasil penelitian ditemukan fungi Aspergillus sp. Fungi ini merupakan antagonis yang mempunyai daya antibiotik yang berperan dalam ketahanan tanaman (Djafaruddin, 2000; Yulianto, 1989). Menurut Darkuni (2001), Aspergillus sp. juga mempunyai kemampuan yang tinggi dalam melarutkan P dan K. Aplikasi Aspergillus sp. dan Trichoderma harzianum dapat meningkatkan pertumbuhan atau produktivitas tanaman seperti tanaman jagung terutama di tanah-tanah marginal (Isroi, 2008).

Hasil penelitian menunjukkan ditemukan juga jenis fungi Phialophora sp. Santoso, dkk (2007) menyatakan bahwa jenis fungi ini merupakan salah satu jenis

yang berperan dalam pembentukan gubal gaharu. Fungi ini bersifat parasit ataupun saprofit.

Dari hasil penelitian didapat jenis fungi Geotrichum sp.. Saryono, dkk (1999) menyatakan Geotrichum sp. merupakan salah satu fungi yang yang memilki aktivitas inulinase, yang berpotensi sebagai penghidrolisis inulin menjadi fruktosa. Inulinase adalah β-fruktosidase yang dapat menghidrolisis molekul inulin. Ekso inulinase (β- D-fruktanfruktohidrolase, EC 3.2.1. 80) memecah unit fruktosa terminal dari ujung yang tidak mereduksi, enzim ini juga dapat menghidrolisis molekul sukrosa dan rafinosa. Di samping itu endo inulinase (2,1-β- D-fruktan fruktanohydrolase, EC 3.2.1.7) menhidrolisis ikatan molekul inulin dari bagian dalam untuk menghasilkan fruktooligosakarida seperti inulotriosa, -tetraosa, dan –pentaosa sebagai produk utamanya. Selain itu enzim ini juga diketahui menghambat aktivitas enzim invertase (Nakamura dkk, 1995).

Dari semua pohon yang dijadikan sebagai sampel penelitian, walaupun sudah disadap berkali-kali bekas luka yang diakibatkan karena penyadapan tersebut sama sekali tidak menimbulkan penyakit. Sutrian (1992) dalam Bangun (2008) menyebutkan anggapan para ahli mengenai fungsi getah pada tumbuhan salah satunya adalah bahwa di dalam saluran getah terkandung zat-zat hormon dan enzim dapat berfungsi sebagai alat untuk menyembuhkan atau menutupi luka-luka bagian atau organ tumbuhan.

Fungi-fungi yang ditemukan dalam penelitian ini tergolong fungi yang dapat merugikan maupun menguntungkan. Seperti Ceratocystis sp yang dimungkinkan dapat menimbulkan penyakit, akan tetapi pada saat pengamatan semua pohon kemenyan yang dijadikan sampel terlihat sehat dan memproduksi

getah dengan baik. Hal ini dimungkinkan karena peranan Trichoderma sp dan Aspergillus sp yang berfungsi sebagai agen pengendali hayati, sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan fungi lain yang merugikan yang dapat menimbulkan penyakit pada pohon kemenyan tersebut. Selain itu, getah sendiri mengandung zat-zat hormon dan enzim-enzim yang secara alami dapat menyembuhkan luka yang muncul karena penyadapan maupun karena terserang hama. Sehingga produksi getah tidak terhambat. Fahn (1991) menyatakan gumosis dapat terjadi dalam kelompok sel yang terbentuk secara khusus atau dalam jaringan yang biasa. kambium dalam tumbuhan seringkali membentuk kelompok sel khusus parenkima sebagai pengganti unsur-unsur kayu normal. Segera setelah pembentukan kelompok parenkima ini gumosis dimulai dari bagian pusat dan berlangsung terus sampai ke daerah tepi. Gumosis seringkali disebabkan oleh penyakit, insekta, atau luka mekanis serta gangguan fisiologik dalam tumbuhan.

Dokumen terkait