• Tidak ada hasil yang ditemukan

Iklim dan Topografi

Iklim di Kabupaten Karo adalah iklim tropis dengan udara sejuk yang dipengaruhi oleh iklim pegunungan dengan tipe-tipe iklim kering. Rata - rata temperatur sebesar 19,8°c dengan suhu maksimum 25,8°c dengan suhu minimum 14,3°c. Demikian juga halnya dengan curah hujan, makin kearah gunung makin tinggi curah hujannya. Angin yang mempengaruhi adalah angin laut dan angin pegunungan.

Data iklim dari Stasiun Klimatologi Tongkoh Kabupaten Karo (1998-2007) menunjukkan bahwa curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni yaitu sebesar 114.3 mm/bulan dan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember yaitu sebesar 291.25 mm/bulan.

Menurut klasifikasi iklim Oldeman yang penggolongannya menitikberatkan pada bulan basah, lokasi penelitian yang mewakili Karo termasuk dalam Zona Agroklimat D1 dengan jumlah bulan basah empat kali. Menurut Oldeman (Wisnubroto, 1999), Bulan Basah (BB) adalah bulan dengan rata-rata curah hujan lebih besar 200mm, Bulan Lembab (BL) adalah bulan degan rata-rata curah hujan 100mm - 200mm, sedangkan Bulan Kering (BK) adalah bulan dengan rata-rata curah hujan lebih kecil dari 100mm.

Setelah mengetahui klasifikasi iklimnya, kemudian dilakukan penggolongan tipe iklim berdasarkan pembagian Zona Agroklimat agar bisa mengetahui kesesuaian pertaniannya pada daerah tersebut. Berdasarkan pembagian Zona Agroklimat Daerah penelitian tergolong kedalam Zona D1 yang

berdasarkan kesesuaian untuk pertanian (Handoko, 1995) menunjukkan daerah ini cocok untuk tanaman padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi tinggi karena kerapatan fluks radiasi tinggi. Waktu tanam palawija cukup. Klasifikasi Iklim dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Klasifikasi Iklim dengan Curah Hujan Rata-rata 10 Tahun terakhir Bulan (mm/bulan)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Rataan 236,7 215,2 215,9 262,9 156 114,3 115 163,8 256,7 265,1 256,3 291,2 Kriteria BB BB BB BB BL BL BL BL BB BB BB BB

Tipe Iklim D1

Sumber : BMG Sampali Medan

Keadaan topografi Kabupaten Karo bervariasi mulai dari datar, berombak, berbukit, bergunung dan terjal.

Wilayah Daerah Kabupaten Karo bila diperinci menurut kemiringan dapat dibedakan atas:

a. Dataran hingga berombak (kemiringan 0 – 2%) seluas 9.550 ha atau 4,49%. b. Berombak hingga bergelombang (kemiringan 3 – 15%) seluas 11.373 ha atau

5,35%.

c. Bergelombang hingga berbukit (kemiringan 15 – 40%) seluas 79.164 ha atau 37,24%.

d. Berbukit, pegunungan dan terjal (kemiringan 40% keatas) seluas 112.587 ha atau 52,92%.

Perincian mengenai penyebaran kemiringan lahan dari 5 daerah kecamatan yang diambil sebagai sampel penelitian yaitu dapat dilihat pada table 6.

Tabel 6. Data luas Dan Kemiringan Lahan di daerah Kabupaten Karo

No Kecamatan Kemiringan Jumlah (Ha)

0-2% 2%-15% 15%-40% >40% 1 Merek 0 2044 10634 4814 17492 2 Juhar 3119 0 0 0 3119 3 Simpang Empat 4034 0 0 0 4034 4 Munte 4329 350 0 0 4679 5 Tiga Binanga 2310 5950 8870 1330 18460

Sumber : Kantor BPN Kabupaten Karo

Ketinggian

Daerah Kabupaten Karo sebahagian besar terletak di daerah Pantai Timur Sumatera Utara dan secara umum terletak pada ketinggian 0 – 1000 m diatas permukaan laut (dpl).

Pembagian wilayah Kabupaten Karo berdasarkan elevasi (ketinggian) dapat dibedakan sebagai berikut:

Kabupaten Karo terletak pada ketinggian 140 sampai dengan 1400 meter diatas permukaan laut dengan perbandingan luas sebagai berikut:

- Daerah ketinggian 140 sampai dengan 200 meter diatas permukaan laut seluas 9.550 Ha (4,49 %)

- Daerah ketinggian 200 sampai dengan 500 meter diatas permukaan laut seluas 11.373 Ha (5,35 %)

- Daerah ketinggian 500 sampai dengan 1000 meter diatas pemukaan laut seluas 79.215 Ha (37,24%)

- Daerah ketinggian 1000 sampai dengan 1400 meter dari permukaan laut seluas 112.587 Ha (52,92%)

Tanah

Tanah berfungsi sebagai media tumbuh bagi tanaman, tempat menjangkarnya akar sekaligus sebagai tempat penyedia hara bagi tanaman adalah sangat penting dalam mengidentifikasi suatu lahan. Sifat fisik tanah merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman sehingga mempengaruhi tindakan pengelolaan tanah secara keseluruhan.

Tanah lapisan atas (top soil) yang terdapat di wilayah Daerah Kabupaten Karo terdiri dari beberapa jenis, antara lain :

a. Alluvial

Jenis tanah ini mempunyai bahan induk dari bahan alluvial dan koluvial yang asalnya beraneka macam. Tanah ini banyak dijumpai di daerah dataran hingga sedikit bergelombang, daerah cekungan dan daerah aliran sungai. Corak tanah alluvial bertekstur liat dan mengandung 50% pasir dengan struktur pejal. Sifat kepekaan terhadap erosi besar tetapi karena pada umumnya tanah ini berada pada daerah datar maka tidak sampai pada erosi yang lebih lanjut. Di daerah Kabupaten Karo jenis tanah ini terbagi dalam : alluvial kelabu, alluvial kecoklatan, giel humus, asosiasi gel humus rendah dan regosol kelabu dan hidromorfik kelabu.

b. Litosol

Jenis tanah ini terbentuk dari tanah induk batuan beku, batuan sediment keras yang terdapat di seluruh wilayah batuan beku. Tanah ini berstruktur aneka tetapi pada umumnya berpasir dan mempunyai kepekaan erosi yang besar. Tanah demikian dapat digunakan untuk tanaman keras, rumputan ternak dan palawija.

c. Regosol

Jenis tanah ini berasal dari bahan induk abu volkan, mergel dan pasir pantai. Tanah ini banyak dijumpai pada daerah bergelombang, berombak dan bergunung landai. Corak teksturnya berbentuk pasir dengan kadar liat 4% dan sifat kepekaan terhadap erosi besar. Di Daerah Kabupaten Karo hanya terdapat regosol kelabu. Tanah ini dapat digunakan untuk tanaman pangan padi sawah, palawija, sayuran dan perkebunan tebu dan tembakau.

d. Andosol

Jenis tanah ini berasal dari bahan induk abu yang berada di daerah dataran, bergelombang dan berbukit. Corak tanah ini bertekstur dari lempung hingga debu dan mempunyai sifat kepekaan terhadap erosi yang besar, baik terhadap erosi air maupun erosi angina. Di Kabupaten Karo terdapat 2 (dua) macam tanah andosol coklat dan andosol coklat kekuningan dari bermacam induk. Tanah ini dapat digunakan untuk tanaman sayuran, bunga-bungaan, teh, kopi, kina, pinus dan lainnya.

e. Latosol

Jenis tanah latosol berasal dari bahan induk tufvolkan dan bahan volkan lainnya. Jenis tanah ini banyak dijumpai di daerah bergelombang hingga berbukit pada ketinggian 10 – 1000 m dpl. Corak tanahnya bertekstur liat dalam keadaan tetap dari atas hingga ke bawah. Sifat kepekaan terhadap erosi adalah kecil. Di Kabupaten Karo dijumpai beberapa macam tanah jenis latosol yaitu : latosol coklat, latosol coklat kekuningan, latosol merah kekuningan. Tanah ini dapat digunakan untuk tanaman : padi sawah, jagung, umbi, kelapa sawit, coklat, cengkeh, kopi dan hutan tropika.

f. Podsolik Merah Kuning

Jenis tanah podsolik merah kuning berasal dari batuan tuf masam, batuan pasir dan sedimen kwarsa yang terdapat di daerah bergelombang sampai berbukit yang berada pada ketinggian 5 – 35 dpl. Corak tanah ini bertekstur aneka dengan kadar maksimal liat dan mempunyai sifat kepekaan terdapat erosi yang besar. Di Kabupaten Karo terdapat podsolik kuning dan asosiasi coklat-podsolik kuning. Tanah ini dapat digunakan untuk hutan, ladang, alang-alang dan karet.

Dari keenam jenis tanah yang diuraikan tersebut diatas jenis tanah yang banyak terdapat di wilayah Kabupaten Karo adalah podsolik dan hidromorfik. Menurut Islami dan Utomo (1995), tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa tekstur tanah pada daerah penelitian adalah Lempung, dan Lempung berliat, Liat.

Adapun jenis tanah, sub ordo tanah dan faktor kedalaman tanah (fd) di tiap lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Jenis Tanah, Sub Ordo Tanah dan Kfaktor Kedalaman (fd)

No Kecamatan Jenis Tanah Sub Order

Tanah

fd 1 Simpang Empat Hidromorf Kelabu Giel Humus Regosol Udult 0.8

2 Tiga Binanga Podsolik Coklat Kekuningan Humod 1

3 Juhar Hidromorf Kelabu Giel Humus Regosol Udult 0.8

4 Munte Podsolik Coklat Kekuningan Humox 1

Kedalaman efektif tanah pada lokasi penelitian bervariasi, hal ini selengkapnya dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Kedalaman Efektif Tanah di Daerah Kabupaten Karo

No Kecamatan Kedalaman Efektif Tanah Jumlah

(Ha) >90 cm 60-90 cm 30-60 cm <30 cm 1 Merek 1209 9161 2181 0 12551 2 Juhar 10135 8221 2346 2334 23036 3 Simpang Empat 1599 10584 5088 5276 22547 4 Munte 1732 8061 2322 449 12564 5 Tiga Binanga 11244 4782 2109 325 16038

Sumber : Kantor BPN Karo

Hal ini menunjukkan bahwa kedalaman efektif tanah disetiap kecamatan di Kabupaten Karo tidak sama, dengan demikian kesuburan tanah disetiap kecamatan akan berbeda-beda. Menurut Arsyad (1989), kedalaman efektif tanah 30-60 cm dikategorikan sebagai kedalaman efektif dangkal, cukup baik untuk perakaran tanaman karena kedalaman ini termasuk lapisan top soil.

Permeabilitas merupakan kemampuan tanah dalam melewatkan air. Nilai permeabilitas tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Tanah – tanah di lokasi penelitian memiliki permeabilitas bervariasi antara lain cepat, sedang sampai cepat dan sedang. Apabila dikaitkan dengan teksktur tanah, maka permeabilitas tersebut merupakan tanah berstruktur halus, sedang dan kasar yaitu bertekstur liat, lempung dan berpasir.

Menurut Islami dan Utomo (1995), tanah berpasir mempunyai porositas yang rendah yaitu 40 % dan tanah lempung mempunyai porositas yang tinggi yaitu 50-60 %. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa tanah di lokasi penelitian memiliki porositas yang tinggi. Keadaan fisik tanah berdasarkan analisa laboratorium dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Keadaan Fisik Tanah

Keterangan :

Lli = Lempung berliat Li = Liat

L = Lempung BD = Bulk Density BO = Bahan Organik C Org = C Organik

Sumber : Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian

Hidrologi dan Pengairan

Potensi sumber air permukaan sebai faktor pendukung bagi penyediaan kebutuhan air untuk tanaman pertanian teridentifikasi dimana ada lima sungai yang menjadi sumber air bagi lahan-lahan pertanian khususnya persawahan. Sungai- sungai di lokasi penelitian semua mempunyai tipe aliran perennial yaitu mengalir sepanjang tahun.

Dari hasil pengamatan langsung di lokasi penelitian dapat disimpulkan bahwa sungai yang digunakan sebagai sumber air untuk irigasi di tiap daerah irigasi tidak dapat untuk memenuhi permintaan air secara optimal. Hal ini terjadi karena dasar sungai-sungai tersebut mengalami penurunan. Misalnya dasar Sungai Wampu mengalami penurunan akibat banyaknya tindakan yang tidak bertanggung jawab dari pihak tertentu yang melakukan pengambilan pasir yang tidak terkontrol

No Kode Tekstur C

Org

BD Porositas BO Pasir Debu Liat Nama

% % gr/cm3 % % 1 Simpang Empat I 29.56 38.00 32.44 Lli 1.15 1.30 50.81 1.98 2 Simpang Empat II 31.56 32.00 36.44 Lli 1.19 1.06 60.08 2.05 3 Tiga Binanga I 26.56 28.00 45.44 Li 0.61 1.04 60.88 1.05 4 Tiga Binanga II 28.56 29.00 42.44 Li 0.98 1.17 55.82 1.69 5 Juhar I 34.56 37.00 28.44 Lli 3.56 1.14 56.90 6.12 6 Juhar II 27.56 41.00 31.44 Lli 3.22 1.41 46.91 5.54 7 Munte I 47.56 31.00 21.44 L 1.22 1.33 49.90 2.10 8 Munte II 39.56 38.00 22.44 L 1.63 1.07 59.78 2.80 9 Merek I 43.56 34.00 22.44 L 0.51 1.11 57.98 0.88 10 Merek II 44.56 31.00 24.44 L 0.68 1.20 54.82 1.17

sehingga mengakibatkan perubahan morfologi sungai. Adapun data mengenai irigasi dapat dilihat pada lampiran 1.

Berdasarkan hasil survey mengenai kondisi jaringan irigasi di lima lokasi penelitian menunjukkan bahwa Daerah Irigasi Lau Batum, Daerah Irigasi Lau Genuhen, Daerah Irigasi Lau Biang, Daerah Irigasi Lau Gerbong teridentifikasi dalam kondisi masih baik dan berfungsi. Sedangkan pada Daerah Irigasi Lau Bengarus teridentifikasi dalam keadaan rusak. Seperti yang terjadi pada Daerah Irigasi Bengarus kerusakan yang terjadi sangat parah dimana pintu air irigasi yang rusak, dengan demikian sistem irigasi di daerah tersebut tidak berjalan dengan baik lagi. Dimana pada musim hujan sawah akan mengalami banjir dan pada musim kemarau semua sawah tidak akan bisa mendapatkan air karena tidak adanya lagi pintu air irigasi yang mengatur pembagian air ke setiap petak sawah. Gambaran mengenai kondisi jarigan irigasi dapat dilihat pada table 10.

Table 10. Kondisi Jaringan Irigasi

No Lokasi Nama Bendungan Bangunan Irigasi Kondisi Jaringan Keterangan

1 Merek D I Lau Bengarus Sederhana Tidak

Berfungsi

Rusak

2 Juhar D I Lau Batum Sederhana Berfungsi Baik

3 Simpang Empat D.I Lau Genuhen Sederhana Berfungsi Baik

4 Munte D.I Lau Biang Sederhana Berfungsi Baik

5 Tiga Binanga D.I Lau Gerbong Sederhana Berfungsi Baik

Prediksi Erosi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prediksi laju erosi tanah atau erosi aktual pada masing-masing lokasi berkisar antara 3,07 – 8,52 ton/Ha/tahun dengan nilai kehilangan tanah yang masih dapat ditoleransi (erosi toleransi) berkisar antara 15,90 – 29,25 ton/Ha/tahun. Sedangkan nilai erosi potensial berkisar antara 8,78 – 30,44 ton/Ha/tahun sehingga indeks bahaya erosi yang

didapatkan pada masing-masing lokasi berkisar antara 0,33 – 1,33 dengan kategori tingkat bahaya erosi adalah rendah dan sedang. Hasil prediksi laju erosi dan indeks bahaya erosi pada masing – masing lokasi secara rinci disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Prediksi Erosi

Kecamatan R K LS C P Erosi Aktual Erosi Potensial Erosi Toleransi Indeks Bahaya Erosi Kategori

Simpang Empat I 47,08 0.40 0,79 0.7 0,4 4,25 15,17 19,50 0,77 Rendah Simpang Empat II 47,08 0.34 0,79 0.4 0,5 4,72 13,10 15,90 0,82 Rendah Tiga Binanga I 47,08 0.13 1,41 0.7 0,4 3,07 8,78 26,00 0,33 Rendah Tiga Binanga II 47,08 0.26 1,41 0.3 0,75 4,81 17,80 29,25 0,60 Rendah Juhar I 47,08 0.45 1,41 0.7 0,4 8,52 30,44 22,80 1,33 Sedang Juhar II 47,08 0.26 1,41 0.4 0,5 6,45 17,93 28,20 0,63 Rendah Munte I 47,08 0.60 0,79 0.5 0,5 5,69 22,74 24,87 0,91 Rendah Munte II 47,08 0.54 0,79 0.7 0,4 5,78 20,64 20,00 1,03 Sedang Merek I 47,08 0.65 0,79 0.5 0,4 6,15 24,62 18,64 1,32 Sedang Merek II 47,08 0.60 0,79 0.7 0,9 6,34 22,63 20,16 1,12 Sedang

Erodibilitas merupakan kepekaan tanah terhadap daya menghancurkan dan penghanyutan oleh air hujan. Berdasarkan hasil penelitian nilai erodibilitas (K) pada lokasi tergolong sedang sampai tinggi. Hal ini berarti kepekaan tanah terhadap daya penghancuran dan penghanyutan oleh air hujan adalah sedang atau dengan kata lain tanah tersebut tidak begitu peka terhadap erosi. Hal ini sesuai menurut Utomo (1994), jika nilai erodibilitas tanah tinggi berarti bahwa tanah tersebut peka terhadap erosi dan nilai erodibilitas yang rendah berarti resistensi atau daya tahan tanah tersebut kuat dengan kata lain tanah tersebut tahan terhadap erosi. Tingginya nilai erodibilitas yang didapat pada daerah penelitian disebabkan karena berdasarkan hasil analisa laboratorium tanah pada lokasi penelitian didominasi oleh fraksi pasir. Tanah berpasir mempunyai kemantapan struktur rendah dikarenakan antara partikel yang satu dengan yang lainnya tidak memiliki daya ikat yang kuat. Hal ini sesuai dengan Kartasapoetra (1989) bahwa tanah

pasir mempunyai kemantapan struktur rendah atau daya ikat antara partikel yang satu dengan yang lainnya kecil.

Sedangkan berdasarkan faktor LS, lokasi penelitian kemungkinan terhadap erosi kecil karena lokasi penelitian mempunyai tofografi yang datar kecuali lokasi Merek, sebagian Juhar dan sebagian Munte. Karena semakin curam suatu lereng, makin cepat laju limpasan permukaan maka erosi akan semakin besar.

Nilai faktor C (faktor tanaman) diperoleh sebesar 0,3; 0,4; 0,5 dan 0,7 dengan vegetasi penutup lahan Semak Belukar, Perladangan, Kebun Campuran Kerapatan Rendah, Hutan Produksi Tebang Habis, dan Jagung. Tanaman penutup tanah mempunyai peranan besar dalam menghambat dan mencegah erosi karena tanaman penutup tanah dapat menghalangi pukulan langsung butir-butir hujan sehingga perusakan tanah oleh pukulan air hujan dapat dicegah, selain itu juga dapat mengurangi kecepatan aliran permukaan. Namun juga sangat bergantung pada jenis dan keadaan tanaman. Menurut Kartasapoetra (1989) kalau tumbuhnya jarang sehingga banyak bagian permukaan tanah yang terbuka, pengerusakan dan penghanyutan tentu tidak dapat dicegah. Namun bila pertumbuhannya rimbun dan rapat maka erosi dapat lebih dihambat atau dicegah. Nilai ini dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. Nilai Faktor Tanaman (C)

No Kecamatan C

1 Simpang Empat I 0.7 Jagung

2 Simpang Empat II 0.4 Perladangan

3 Tiga Binanga I 0.7 Jagung

4 Tiga Binanga II 0.3 Semak Belukar

5 Juhar I 0.7 Jagung

6 Juhar II 0.4 Perladangan

7 Munte I 0.5 Kebun Campuran Kerapatan Rendah

8 Munte II 0.7 Jagung

9 Merek I 0.5 Hutan Produksi Tebang Habis

Nilai faktor P (tindakan konservasi tanah) diperoleh sebesar 0,4, 0,5 dan 0,9 berdasarkan teras tradisional, penanaman menurut garis kontur dengan kemiringan 0-8 % dan kemiringan 9-20 %. Menurut Suripin (2004), pencangkulan dan penanaman searah kontur dapat mengurangi erosi tanah pada lahan miring hingga sampai 50 %, selanjutnya tanah yang hilang pada strip kontur mengalami penurunan 25 sampai 40 %. Besarnya nilai P dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Nilai faktor Pengelolaan Tanah dan Penanaman (P)

No Kecamatan P

1 Simpang Empat I 0.4 Teras tradisional

2 Simpang Empat II 0.9 Penanaman menurut garis kontur lebih dari 20% 3 Tiga Binanga I 0.5 Penanaman menurut garis kontur 0-8%

4 Tiga Binanga II 0.9 Penanaman menurut garis kontur lebih dari 20% 5 Juhar I 0.4 Teras tradisional

6 Juhar II 0.9 Penanaman menurut garis kontur lebih dari 20% 7 Munte I 0.5 Penanaman menurut garis kontur 0-8%

8 Munte II 0.4 Teras tradisional

9 Merek I 0.5 Penanaman menurut garis kontur 0-8% 10 Merek II 0.4 Teras tradisional

Dokumen terkait